Anda di halaman 1dari 2

BAB II

TUNTUTAN-TUNTUTAN PRAKTEK DALAM SOAL TANAH-TANAH PERTANIAN

Di bab ini sendiri lebih membahas soal tuntutan-tuntutan praktek dalam soal tanah tanah
pertanian yang dimana tuntutan atas tanah-tanah tersebut kurang lebih ada 9 buah. Adapula
terdengar suara-suara yang menuntut agar diadakan peraturan-peraturan guna membatasi
pemilikan tanah-tanah secara luas dan peraturan-peraturan mengenai kadaluarsa. Semua ini kita
sebut tuntutan-tuntutan yang dikehendaki dalam praktek ini, dengan kata lain tuntutan-tuntutan
yang perlu untuk memodernisasikan milik tanah di Indonesia.

Nah untuk melaksanakan tuntutan tersebut secara aman tidak hanya di daerah hindia
belanda melainkan di daerah swapraja juga yaitu dengan mengeluarkan suatu dekrit baik melalui
suatu undang undang,yurisprudensi maupun peraturan swapraja. Dengan membuat
peraturanperaturan yang mengikat yang mengatur hipotik warga pribumi. Dengan
memungkinkan seorang pribumi untuk memeperoleh surat-surat bukti tertulis bagi hak-hak yang
dimiliki, seperti bezitrecht, genotrecht, bouwrecht, juga surat-surat bukti tertulis dalam hal-hal
transaksi.

Namun di buku ini di jelaskan bahwa dekrit ini sampai saat ini hanya memberikan
dampak yang kecil .Boleh dikatakan bahwa, hanya larangan pengasingan tanah kepada orang-
orang bukan pribumi yang meskipun dirumuskan secara kurang jelas dan dapat pula ditembus
secara mudah dan perubahan bewerkingsrecht (hak mengerjakan) menjadi gebruiksrecht (hak
pakai), yang mempunyai pengaruh dan akibat yang praktis. Sedangkan yang lain-lain gagal sama
sekali, bahkan membawa akibat yang buruk dan merusak suasana hukum

Hukum adat disini berkembang menurut jalan nya sendiri da Hukum adat mengenai tanah
tumbuh dan berkembang juga dengan tidak adanya campur tangan orang barat.tempat-tempat di
daerah Batak, pengasingan tanah kepada orang-orang desa, bahkan kepada hampir setiap orang
sudah diperbolehkan. Di daerah Minangkabau yang sudah maju, kita jumpai pula adanya
peralihan secara perlahan-lahan dari bentuk penjualan yang mempergunakan persyaratan dapat
dibeli kembali kearah penjualan biasa.

Di Poso, yaitu di daerah Toraja di Sulawesi Tengah seperti juga di daerah-daerah lain
dengan masuknya cara bertani yang mempergunakan sistem pengairan, terjadilah hak-hak baru
atas tanah yang jauh lebih kuat daripada dahulu. Jika pada permulaannya orang-orang dari suatu
suku atau desa tidak diizinkan memiliki hak-hak tanah di atas wilayah hak penguasaaan dari desa
lain seperti yang masih terdapat di Ambon maka berangsur-angsur mereka mulai dapat
memperoleh genotrecht (hak mengambil manfaat atas tanah) dalam waktu terbatas, kemudian
akan diizinkan pula memperoleh bezitrecht (hak milik) yang bersifat tetap.
Itu adalah sebagian kecil daerah di Indonesia yang dimana hukum adat itu berkembang
menurut jalan nya sendiri dan mengenai tanah tumbuh dan berkembang tanpa adanya campur
tangan orang barat atau asing

Selain itu di jelaskan bahwa hakim hakim adat sendiri berasal dari golongan pribumi
yang dimana mereka berkali kali menentang perbuatan yang semena mena dalam urusan soal
pertanahan dan mereka pula lah yang menjatuhkan hukuman soal permasalahan tersebut.dalam
memenuhi kebutuhan atau tuntutan soal agrarian maka di munculkan lah peraturan agraria yang
berbeda beda tiap daerah seperti Sumatra Barat,Lombok dan Manado.

Anda mungkin juga menyukai