DASAR-DASAR
FOTOMETRI
Kompetensi:
• Mampu memahami konsep cahaya, radiometri, dan fotometri
• Mampu menerapkan hukum-hukum dasar fotometri
• Mampu menganalisis nilai besaran-besaran fotometri pada berbagai
kasus pencahayaan
Subbab:
6.1. Cahaya dan radiometri
6.2. Penglihatan dan fotometri
6.3. Hukum-hukum fotometri
6. 1
6. 1
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.1: Cahaya dan Radiometri
Cahaya
6. 2
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.1: Cahaya dan Radiometri
Benda Hitam
Benda hitam, atau radiator benda hitam, adalah suatu benda ideal yang
bersifat menyerap seluruh radiasi elektromagnetik yang datang pada
permukaannya.
Suatu benda hitam memancarkan spektrum cahaya kontinu, yaitu tidak
terputus pada seluruh rentang λ, serta memiliki puncak pada suatu nilai λ
tertentu yang tergantung pada temperatur benda tersebut.
Semakin tinggi temperatur benda hitam, spektrum cahaya yang
dipancarkan semakin bergeser ke arah λ yang lebih rendah, sehingga warna
cahayanya cenderung bergeser ke warna biru.
Menurut Hukum Pergeseran Wien, kurva radiasi suatu benda hitam akan
berpuncak pada panjang gelombang λmaks [m] yang nilainya berbanding
terbalik terhadap temperatur mutlak T [K] dari benda hitam yang
bersangkutan.
b
maks =
T
b ialah konstanta pergeseran Wien
(≈ 2,897721 × 10−3 m∙K ≈ 2900 μm∙K).
Menurut Hukum Stefan-Boltzmann,
kalor yang diradiasikan Qrad [W] per
luas permukaan A [m2] suatu benda
sebanding dengan pangkat empat dari
temperaturnya T [K], serta sebanding
dengan emisivitas ε yang bernilai antara
0 dan 1 (ε dari benda hitam = 1):
Qrad = AT 4
σ ialah konstanta Stefan-Boltzmann
(≈ 5,670373 × 10−8 W·m–2 K–4).
6. 3
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.1: Cahaya dan Radiometri
Radiometri
Dari besaran daya radiasi Φe [W], dapat diturunkan sejumlah besaran lain
dalam radiometri, antara lain:
⚫ Intensitas radian Ie [W/sr], yaitu laju energi radiasi yang dipancarkan per
satuan sudut ruang.
⚫ Iradiansi Ee [W/m2], yaitu laju energi radiasi yang diterima suatu
permukaan per satuan luas permukaan tersebut.
⚫ Radiansi Le [W/(sr ∙ m2], yaitu intensitas radian dari suatu permukaan
pada suatu arah per luas proyeksi permukaan pada arah tersebut.
Besaran-besaran radiometri menunjukkan kuntitas energi radiasi yang
secara fisis dihasilkan suatu benda, tetapi tidak menggambarkan kuantitas
energi yang dapat terindra secara visual oleh mata manusia.
6. 4
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.2: Penglihatan dan Fotometri
Penglihatan
*1) https://science.howstuffworks.com/led-incapacitator1.htm
6. 5
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.2: Penglihatan dan Fotometri
Fluks Cahaya
Contoh:
Misalkan suatu lampu menghasilkan tiga panjang gelombang diskret, yaitu
500, 550, dan 600 nm. Daya spektral pada ketiga panjang gelombang
tersebut berturut-turut ialah 5, 4 dan 1 mW. Taksirlah besarnya fluks cahaya
dari lampu tersebut.
Solusi:
Mengacu pada kurva V(λ), pada λ = 500, 550, dan 600 nm, nilai V(λ) yang
sesuai ialah 0,3; 1; dan 0,65.
= 780nm
= K cd
( ( ) V ( ) ) = (683 lm/W)(5 0,3+4 1+1 0,65)(10
=380nm
e
−3
W)
= 4,2 lm
6. 6
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.2: Penglihatan dan Fotometri
Intensitas Cahaya
Contoh:
Misalkan suatu lampu memiliki fluks cahaya sebesar 40π lm. Tentukan
intensitas cahaya lampu tersebut jika distribusi intensitas cahayanya
berbentuk (a) bola penuh, dan (b) setengah bola.
Solusi:
(a) I = dФ/dΩ = (40π lm)/(4π sr) = 10 cd
(b) I = dФ/dΩ = (40π lm)/(2π sr) = 20 cd
6. 7
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.2: Penglihatan dan Fotometri
Intensitas Cahaya
Contoh:
Misalkan suatu lampu memiliki fluks cahaya sebesar 200 lm, dengan
distribusi intensitas cahaya isotropik, kecuali pada daerah yang terhalangi
oleh bagian dasar lampu seperti gambar berikut. Tentukan intensitas cahaya
yang dihasilkan pada sembarang sudut yang tidak terhalangi dasar lampu.
Solusi:
Sudut yang terhalang: 2γt = 60° → γt = 30° = π/6 rad
3
t = 2 (1 − cos /6) = 2 (1 − ) 0,84 sr
2
Sudut yang tidak terhalang: Ω ≈ (4π – 0,84) sr ≈ 11,72 sr 60°
200 lm
Intensitas cahaya rata-rata: I = = 17 cd
11,72 sr
6. 8
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.2: Penglihatan dan Fotometri
Langsung 90 ~ 100 0 ~ 10
Semi-langsung 60 ~ 90 10 ~ 40
Merata 40 ~ 60 40 ~ 60
Semi-tidak 10 ~ 40 60 ~ 90
langsung
Tidak 0 ~ 10 90 ~ 100
langsung
6. 9
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.2: Penglihatan dan Fotometri
Iluminansi
Iluminansi atau tingkat pencahayaan: laju energi cahaya
yang diterima suatu permukaan per satuan luas
permukaan tersebut [lumen/m2 = lux (lx)].
d
E=
dA
Nilai iluminansi tergantung pada luas permukaan
penerima, sehingga tergantung pula pada jarak antara
sumber dan permukaan penerima (titik ukur).
Iluminansi dapat diukur dengan instrumen luxmeter
(iluminansi-meter) yang lazimnya dapat dibawa-bawa.
Karena praktis untuk diukur, iluminansi seringkali dijadikan parameter
kecukupan cahaya yang diterima pada bidang kerja untuk berbagai
aktivitas, dalam berbagai standar nasional dan internasional.
Kriteria iluminansi pada bidang kerja menurut SNI 03-6575-2001:
*1)
*1) BSN (2001). SNI 03-6575-2001: Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung .
6. 10
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.2: Penglihatan dan Fotometri
Luminansi
200
100 Luminansi bidang kerja yang diinginkan
50
Cukup dikenali
20
dengan baik
10
Profil wajah manusia
5
Hanya dikenali
2
*1)
1
*1) BSN (2001). SNI 03-6575-2001: Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung .
6. 11
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.2: Penglihatan dan Fotometri
Luminansi
6. 12
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.3: Hukum-hukum Fotometri
E1 r22
=
E2 r12
Dalam bentuk grafik, hubungan
antara E/Eref dan r/rref ialah sebagai
berikut (‘ref’ menyatakan nilai
referensi atau mula-mula).
Contoh:
Suatu lampu dengan intensitas cahaya isotropik sebesar 100 cd,
menghasilkan iluminansi sebesar 20 lx pada jarak 1 m. Pada jarak berapa
dari lampu tersebut akan terukur iluminansi sebesar separuh dari yang
terukur pada jarak 1 m?
Solusi:
Iluminansi pada titik 2: E2 = 0,5(20 lx) = 10 lx
E1 r22 20 r22
= → = → r2 = 2r1 = 2 m
E2 r12 10 r12
6. 13
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.3: Hukum-hukum Fotometri
Hukum Cosinus
Menurut Hukum Cosinus, iluminansi pada
suatu titik ukur P yang terletak pada bidang
penerima akan bernilai maksimum, yaitu EP(0),
Iγ S
jika normal bidang tersebut (N) tepat berimpit
dengan garis hubung antara sumber S dan titik P.
Jika bidang kedudukan titik P kemudian diungkit
sebesar sudut α, dengan posisi titik P yang tetap,
maka iluminansi pada titik P akan berubah
menjadi:
EP( ) = EP(0) cos
EP( )
= cos
EP(0)
Hal yang sama juga akan berlaku, jika bidang P tetap tidak bergerak, tetapi
S bergerak membentuk sudut α terhadap N, dengan jarak SP yang tetap.
1
Dalam bentuk grafik, hubungan 0.9
antara EP(α)/EP(0) dan sudut α 0.8
(0 ≤ α ≤ π/2) ialah sbb.: 0.7
EP(α) / EP(0) [-]
0.6
0.5
Grafik tersebut, disebut juga 0.4
sebagai fungsi koreksi cosinus, 0.3
6. 14
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.3: Hukum-hukum Fotometri
Hukum Cosinus
Dengan menggabungkan Hukum Kuadrat
Terbalik dan Hukum Cosinus, maka S
P
didapatkan persamaan umum untuk
γ
menentukan iluminansi pada suatu titik pada
bidang penerima, akibat sumber cahaya titik,
NS
sebagai berikut:
I
EP = 2 cos
r
⚫ r: jarak antara sumber dan titik ukur (SP)
⚫ γ: sudut antara SP dan normal sumber (NS)
⚫ α: sudut antara SP dan normal penerima (NP)
Solusi:
3 3
Diketahui Ns sejajar dengan NP → γ = α. cos = cos = =
I I 0 cos I0 1 +3
2 2
10
→ EP = 2 cos =
3
cos = 2 cos
3 4
h h2 h
4
1000 cd 3
= = 90 lx
(3 m) 2 10
6. 15
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.3: Hukum-hukum Fotometri
Efikasi
Efikasi atau efisiensi cahaya (η [lm/W]): perbandingan antara fluks cahaya
Φ [lm] yang dihasilkan suatu sumber cahaya dan daya radiasi Φe [W] atau
daya elektrik Pel [W] yang diperlukan.
= atau
e Pel
Dalam hal sumber cahaya non-elektrik (seperti matahari), digunakan
definisi η = Φ/Φe. Matahari memiliki efikasi sekitar 98 lm/W.
Dalam hal sumber cahaya elektrik Sumber η [lm/W]
(lampu), digunakan definisi η = Φ/Pel.
Lampu pijar 6 ~ 17
Tipikal nilai efikasi untuk berbagai
Lampu TL 53 ~ 89
sumber cahaya elektrik ialah sebagai
Lampu CFL 33 ~ 65
berikut:
Lampu merkuri 35 ~ 60
Lampu metal halida 80 ~ 91
Lampu Na tekanan tinggi 70 ~ 130
Lampu Na tekanan rendah 100 ~ 200
Contoh:
Suatu lampu berdaya elektrik 100 W dengan efikasi 40 lm/W, digantung
pada suatu ruang tanpa pantulan sbb. Jika lampu tersebut dapat dianggap
sumber titik dan isotropik, tentukan iluminansi pada titik A, B, dan C!
Solusi:
Φ = (40 lm/W)(100 W) = 4000 lm
dΦ (4000 lm)
I= = = 318,5 cd (konstan)
2m
dΩ (4 sr)
rA = 3 m → rA2 = 9 m 2 C
1m
rB2 = (32 + 12 ) m 2 = 10 m 2
A B
rC2 = (22 + 22 ) m 2 = 8 m 2
2m 1m 1m
I 318,5 cd
A = 0 → cos A = 1 EA = 2 = = 35,4 lx
rA 9 m2
3 3
cos B = = I 318,5 cd 3
3 + 12
2 10 EB = 2 cos B = = 30,2 lx
rB 10 m 2 10
2 2 1
cos C = 2 2 = = I
EC = 2 cos C =
318,5 cd 1
= 28,2 lx
2 +2 8 2 rC 8 m2 2
6. 16
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
II:Termal
Bagian I: Pencahayaan
6: Perilaku
Bab 3: Dasar-dasar Fotometri
Termal Bangunan
Subbab 6.3: Hukum-hukum Fotometri
Efikasi
Contoh:
Suatu lampu difus dengan intensitas maksimum 100 cd, berpenampang
persegi dengan sisi 10 cm, digantung pada suatu ruang tanpa pantulan
sbb. Tentukan iluminansi pada titik A, B, C, serta luminansi dari lampu
tersebut!
Solusi:
Difus → I = I 0 cos
γC
3 3
2m
cos B = = γB
32 + 12 10 αC
2 1 αB C
1m
cos C = =
2 +2
2 2
2 A B
I 0 100 cd 2m 1m 1m
EA = = = 11,1 lx
rA2 9 m2
I cos 100 cd 3 3
EB = 0 2 B cos B = = 9 lx
rB 10 m 2 10 10
I cos 100 cd 1 1
EC = 0 2 C cos C = = 6, 25 lx
rC 8 m2 2 2
I0 100 cd
L (konstan) = = = 10 000 cd/m 2
A (0,1 m)(0,1 m)
6. 17
Catatan Kuliah TF3202 Fisika Bangunan
Bagian I: Termal
Bab 3: Perilaku Termal Bangunan