d. LASER
LASER (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation) merupakan mekanisme suatu
alat yang memancarkan radiasi elektromagnetik, biasanya dalam bentuk cahaya yang tidak dapat
dilihat maupun dapat lihat dengan mata normal, melalui proses pancaran terstimulasi. Pancaran
LASER biasanya tunggal, memancarkan foton dalam pancaran koheren. Komponen yang diperlukan
adalah resonator untuk proses penguatan foton [3].
g. Nilai daya optik yang terbaca diamati dan dicatat di display optical power meter. Pengambilan
data sebanyak 10 kali dengan interval waktu 5 detik
h. Langkah ke-6 diulangi untuk range = 400 - 700 nm dengan increment 25 nm
i. Langkah ke-5 hingga ke-8 diulangi untuk sumber cahaya lain, yaitu lampu pijar, lampu TL,
LED warna putih dan LED warna selain putih.
j. Grafik daya optik dibuat sebagai fungsi panjang gelombang untuk semua sumber cahaya
k. Lebar spektral ditentukan pada tiap sumber cahaya
Referensi
[1] Lna, Pierre; Franois Lebrun, Franois Mignard (1998). Observational Astrophysics. SpringerVerlag. ISBN 3-540-63482-7
[2] http://elektronika-dasar.web.id/teori-elektronika/karakteristik-dan-prinsip-kerja-lampu-tlfluorescent-lamp/
[3] Conceptual physics, Paul Hewitt, 2002
MODUL 2
BENDING PADA SERAT OPTIK
2.1 Pokok Bahasan
Prinsip-prinsip transmisi sinyal laser pada serat optik.
Pengaruh lekukan (bending) pada daya sinyal keluaran serat optik.
2.2 Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan :
Mengetahui prinsip transmisi sinyal pada serat optik.
Mengetahui pengaruh perubahan lekukan (bending) terhadap nilai daya sinyal yang
ditransmisikan pada serat optik.
2.3 Dasar Teori
2.3.1 Serat Optik
Serat optik adalah suatu pemandu gelombang dieletrik yang berbentuk silinder terbuat dari
material low-loss seperti kaca silika[6]. Bagian utama dari serat optik terdiri dari core dan cladding.
Kedua bagian utama tersebut memiliki indeks bias yang berbeda.
Gambar 2.2 menunjukan bahwa cahaya yang masuk kedalam medium dengan indeks bias
yang berbeda akan mengalami pembelokan dan membentuk sudut bias. Cahaya yang datang dari
medium dengan indeks bias yang kecil, kemudian masuk ke dalam indeks bias yang lebih besar akan
dibelokkan mendekati garis normal. Sudut bias dan sudut datang dihitung berdasarkan garis normal,
dengan perumusan matematis seperti pada persamaan (2.1).
(2.1)
Serat optik umumnya digunakan dalam sistem telekomunikasi, pencahayaan, sensor, dan
optik pencitraan. Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat bagus digunakan
sebagai saluran komunikasi. Sumber cahaya yang digunakan dalam sistem telekomunikasi adalah
laser.
2.3.1.1 Total Internal Reflection (TIR)
Total internal reflection (TIR) merupakan prinsip pemanduan cahaya pada serat optik seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2.3[8]. Cahaya dapat ditransmisikan atau dipandu pada serat optik
disebabkan karena berkas cahaya datang dari medium yang mempunyai indeks bias lebih besar ke
medium yang mempunyai indeks bias lebih kecil. Jika sudut berkas cahaya datang lebih kecil
daripada sudut kritis, maka cahaya akan dibiaskan keluar dari serat optik.
lebar, Digunakan untuk jarak jauh dan mampu menyalurkan data dengan kecepatan bit rate yang
tinggi.
b. Multimode Step Index
[2]
jarak pengulang (repeater), jenis pemancar dan penerima optik yang harus digunakan[1]. Redaman
sinyal cahaya yang merambat di sepanjang serat merupakan pertimbangan penting dalam desain
sebuah sistem komunikasi optik, karena menentukan peran utama dalam menentukan jarak transmisi
maksimum antara pemancar dan penerima.
Ada dua jenis bending (pembengkokan) yaitu macrobending dan microbending. Macrobending
adalah pembengkokan serat optik dengan radius yang panjang bila dibandingkan dengan radius serat
optik. Redaman ini dapat diketahui dengan menganalisis distribusi modal pada serat optik.
Microbending adalah pembengkokan-pembengkokan kecil pada serat optik akibat ketidakseragaman
dalam pembentukan serat atau akibat adanya tekanan yang tidak seragam pada saat pengkabelan.
Salah satu cara untuk menguranginya adalah dengan menggunakan jacket yang tahan terhadap
tekanan[6].
Redaman ( ) sinyal atau rugi-rugi serat optik didefenisikan sebagai perbandingan antara daya
output optik (Pout) terhadap daya input optik (Pin) sepanjang serat L, dimana dapat ditunjukkan pada
Persamaan 2.6.
(2.6)
Dimana:
L = Panjang serat optik (km)
Pin = Daya input optik (Watt)
Pout= Daya output optik (Watt)
= Redaman
Menurut rekomendasi ITU-T, kabel serat optik harus mempunyai koefisien redaman 0.5 dB/km
untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0.4 dB/km untuk panjang gelombang 1550 nm. Tapi besarnya
koefisien ini bukan merupakan nilai yang mutlak, karena harus mempertimbangkan proses fabrikasi,
desain komposisi serat, dan desain kabel. Untuk itu terdapat range redaman yang masih diijinkan
yaitu 0.3 - 0.4 dB/km untuk panjang gelombang 1310 nm dan 0.17 - 0.25 dB/km untuk panjang
gelombang 1550 nm.
2.5 Eksperimen : Bending Pada Serat Optik
2.5.1 Peralatan Eksperimen
Adapun peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut:
a. Laser
b. Serat optik multimode
c. Serat optik singlemode
d. Penggaris
e. Optical Power Meter (OPM) Thorlabs
2.5.2 Prosedur Eksperimen
Adapun langkah-langkah dalam melakukan eksperimen adalah sebagai berikut:
b. Pengukuran dilakukan pada daya cahaya LASER yang keluar dari serat optik sebelum diberi
gangguan (bending) menggunakan OPM.
c. Serat optik diberi gangguan berupa lekukan (bending) dengan kelengkungan diameter 2cm dan
diukur daya cahayanya menggunakan OPM.
d. Dilakukan variasi kelengkungan diameter serat optik antara 2 cm hingga 4 mm secara bertahap
dan diukur daya cahayanya menggunakan OPM (variasi rentang diameter serat optik sesuai
arahan asisten).
e. Dilakukan perbandingan data antara hasil keluaran cahaya laser terhadap jari-jari bending yang
diberikan menggunakan grafik.
Serat optik dililitkan pada silinder seperti pada gambar 2.10 dan diukur daya cahayanya
menggunakan OPM (variasi jumlah lilitan sesuai arahan asisten).
g. Dilakukan perbandingan data antara hasil keluaran cahaya LASER terhadap jumlah lilitan serat
optik menggunakan grafik.
2.5.3 Tabel Eksperimen
Dalam Eksperimen serat optik ini data yang akan diambil adalah sebagai berikut:
Tabel Eksperimen 1
Tabel 2 . 1. Hasil Eksperimen 1
Percobaan keJari-Jari (cm)
Pin
Pout
1
2
:
:
:
Dst
Tabel Eksperimen 2
Tabel 2.2 Hasil Eksperimen 2
Percobaan keJumlah Lilitan
Pout
1
2
:
:
:
Dst
Pout
Referensi:
[1] Chapter II, Serat optik. Universitas Sumatera Utara.
(repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf, diakses 24 Oktober 2014)
[2] Roychoudhuri, Chandrasekhar.Fundamental of Photonics. USA : SPIE Press. 2008.
[3] Ahmad,Imam. Sistem Transmisi Serat Optik (http://digilib.ittelkom
.ac.id/index.php?view=article&catid=11%3Asistem-komunikasi &id=681%3Asistem-transmisiserat-optik&option=com_content& Itemid=14, diakses 10 Oktober 2013)
[4] Smith,Graham.Optiks and Photonics:An Introduction. USA:John Wiley
& Sons, Ltd. 2007
[5] Wiley, John. 1990, Principles Of Optical Engineering. Departement of Electrical
Enginering The Pennslyvania University, New York.
[6] Saleh, Bahaa E., Teich, Malvin Carl, Fundamental Of Photonics. New York : John Wiley &
Sons, Inc. 1991
[7] Hukum Snellius. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Snellius, diakses 30 Oktober 2013)
[8] Keiser, Gerd. 2000. Optical Fiber Communications Third Edition. New York : McGraw-Hill.
MODUL 3
DESAIN OPTIK
3.1 Pokok Bahasan
Dasar desain divais optika geometri
Aplikasi pengolahan menggunakan OSLO
3.2 Tujuan
Adapun tujuan pada eksperimen kali ini adalah agar mahasiswa mendesain divais berbasis
optika geometri serta melakukan optimasi untuk menurunkan aberasi pada divais.
3.3 Dasar Teori
3.3.1 Desain Optik
Desain optik adalah suatu proses yang digunakan untuk membuat rancangan divais optik,.
Divais optik yang didesain dapat berupa desain kamera, teropong, mikroskop dan lain-lain dengan
merekayasa peletakkan lensa-lensa dan komponen optik lainnya. Dengan membuat desain divais optik
maka dapat ditentukan titik fokus terbaik dalam sebuah sistem optik, dapat mengetahui aberasi aberasi berbagai titik di bidang gambar, dapat ditentukan ukuran apperture. Sehingga, kecacatankecatatan yang mungkin timbul pada suatu divais optik dapat diminimalisir dan kerja dari divais optik
juga dapat lebih optimal. Yang perlu diperhatikan dalam membuat desain divais optik adalah bahan
divais optik, bentuk surface dari komponen-komponen optik yang dipakai, panjang gelombang yang
dipakai, serta bentuk berkas yang masuk dan yang dihasilkan.
3.3.2 Prinsip Pembelokan Sinar pada Lensa
Pembelokan cahaya atau yang lebih dikenal dengan pembiasan cahaya ketika cahaya merambat
dari suatu medium ke medium lain yang memiliki indeks bias yang berbeda. Pembiasan cahaya terjadi
karena adanya perubahan kelajuan gelombang cahaya ketika gelombang cahaya tersebut merambat
diantara dua medium berbeda.
(3.1)
(3.2)
Gambar 3.4 menunjukkan sinar-sinar dari sebuah sumber titik pada sumbu utama yang melintasi
sebuah lensa tipis dengan permukaan melengkung. Sinar-sinar yang mengenai lensa jauh dari
sumbu utama dibelokkan lebih dari sinar-sinar yang dekat dengan sumbu utama, dengan
hasilnya bahwa tidak semua sinar difokuskan pada sebuah titik tunggal. Sebaliknya bayangan
tersebut kelihatan sebagai sebuah cakram melingkar. Lingkaran dengan kekacauan paling sedikit
berada pada titik C yang disebut sebagai circle of least confusion, dengan garis tengahnya
minimum. Jenis aberasi ini disebut aberasi sferis (Jenkins, 1976).
Aberasi yang mirip seperti ini namun lebih rumit disebut coma (koma) (comet-shaped image)
dan astigmatisma yang terjadi pada saat obyek-obyek berada diluar sumbu utama. Aberasi dalam
bentuk bayangan obyek yang memanjang yang disebabkan kenyataan bahwa perbesaran
tergantung pada jarak titik obyek dari sumbu utama disebut distorsi. Aberasi-aberasi diatas terjadi
untuk cahaya monokromatik sehingga disebut aberasi monokromatik.
Gambar 3.8 Tampilan Pengaturan Entrance Beam Radius dan Field Angle
Diisikan data sebagai berikut:
Lens : Landscape
Ent beam radius : 5
Field angle : 0
e. Selanjutnya menentukan bahan lensa pertama dengan memasukkan data BK7 di kolom
GLASSS pada surface 1 (baris kedua, setelah OBJ).
Didesain lensa pertama dengan OSLO, yaitu lensa dengan panjang fokus 100 mm, dengan
mengisikan data sebagai berikut:
Radius (surface 1) : 105 mm
Radius (surface 2) : -100 mm
Thickness (surface 1) : 10 mm
Aperture Radius (surface 1) : 25 mm
Aperture Radius (surface 2) : 25 mm
Untuk melihat hasil lensa yang didesain, pilih Draw on, sehingga muncul tampilan sebagai
berikut:
Untuk melihat hasil sinar yang melalui divais optik yang didesain, maka ditambahkan surface
setelah surface 4 dan menambahkan nilai thickness pada surface 4.
k. Jarak antar dua lensa pada beam expander dirubah sehingga sinar hasil beam expander sejajar
MODUL 4
PENGOLAHAN CITRA PADA FOTOGRAFI
4.1 Pokok Bahasan
Dasar-dasar teknik fotografi digital
Aplikasi pengolahan citra sederhana
4.2 Tujuan
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan :
Memahami cara kerja dan prinsip dasar dari parameter-parameter kamera digital (image
resolution, ISO, aperture, shutter speed, focal length).
Melakukan dan menjelaskan dasar-dasar pengolahan citra digital seperti konversi citra RGB
ke citra grayscale serta menampilkan histogram citra grayscale untuk dianalisa.
4.3 Dasar Teori
4.3.1 Fotografi
Fotografi adalah suatu proses pengambilan gambar atau citra melalui bantuan cahaya yang
dipantulkan objek ke lensa kamera kemudian difokuskan kedalam film/sensor kamera. Fotografi
dibedakan menjadi dua macam, yaitu fotografi Analog dan fotografi digital.
a. Fotografi Analog
Dalam proses pengambilan gambar menggunakan film sebagai media penyimpan. Adapun
serangkaian proses yang diperlukan dalam mencetak hasil foto meliputi pemotretan, mencuci film,
mencetak foto, dan membesarkan ctakan.
b. Shutter speed
Shutter speed merupakan waktu yang dibutuhkan oleh shutter kamera untuk membuka dan
menutup kembali dalam mengambil gambar objek. Expossure citra ditentukan dari kombinasi
shutter speed dan bukaan apperture. Pada user interface kamera, shutter speed ditampilkan dalam
fraksi satu detik. yaitu: 1 ; 2 ; 4 ; 8 ; 15 ; 30 ; 60 ; 125 ; 250 ; 500 ; 1000 ; 2000 ; dan B. .Angka
1 berarti shutter membuka dengan kecepatan 1/1 detik. Angka 2000 berarti shutter membuka
dengan kecepatan 1/2000 detik, dan seterusnya. B (Bulb) berarti kecepatan tanpa batas waktu
(shutter membuka selama shutter release ditekan). Fotografer menggunakan shutter speed untuk
menangkap objek bergerak. Misalnya objek mobil yang difoto akan menghasilkan citra blur
ketika menggunakan shutter speed rendah misalnya 1/8. Di sisi lain, shutter speed yang besar
(misalnya 1/1000) mampu menangkap citra baling-baling helikopter yang berputar dengan jelas[3].
c. Apperture
Apperture adalah bukaan lensa yang diatur dengan melakukan setingan iris atau diafragma
yang memungkinkan pengaturan jumlah cahaya masuk ke dalam sensor. Semakin besar apperture,
maka semakin banyak cahaya yang masuk ke dalam lensa. Ukuran apperture dinyatakan dalam satuan
f-stops. Angka-angka ini tertera pada lensa : 1,4 ; 2 ; 2,8 ; 4 ; 5,6 ; 8 ; 11 ; 16 ; 22 ; dan
seterusnya. Angka-angka tersebut menunjukkan besar kecilnya bukaan diafragma pada lensa.
Aperture 12 digunakan untuk menentukan intensitas cahaya yang masuk. Semakin besar f-stops,
semakin kecil bukaan aperture, sehingga cahaya yang masuk semakin sedikit. Sebaliknya,
semakin kecil f/angka semakin lebar bukaan diafragmanya sehingga cahaya yang masuk semakin
banyak[4].
d. ISO
ISO (International Standarts Organization) pada kamera merupakan benchmark rating yang
menunjukkan nilai kuantitatif sensitivitas dari film kamera. Semakin tinggi rating ISO, semakin
sensitif film terhadap cahaya, sehingga semakin sedikit cahaya yang diperlukan untuk
mengambil objek. Hampir semua kamera DSLR memiliki setting ISO dari 100 sampai 3200.
Pada setting ISO 400 keatas, beberapa kamera mengalami kesulitan untuk mempertahankan
konsistensi expossure tiap satuan piksel pada citra. Untuk meningkatkan sensitivitas sensor pada
kondisi tersebut, kamera meningkatkan tegangan input dari tiap elemen sensor sebelum
dikonversi menjadi sinyal digital. Pada saat sinyal elektrik dari tiap elemen diamplifikasi, terjadi
anomali pada piksel dengan warna gelap. Hasil dari piksel sporadis dengan nilai kecerahan yang
tidak sesuai disebut sebagai digital noise [5].
4.33. Pengolahan Citra Sederhana
Secara umum, istilah pengolahan citra digital menyatakan pemrosesan gambar berdimensi-dua
melalui komputer digital (Jain, 1989). Menurut Efford (2000), pengolahan citra adalah istilah umum
untuk berbagai teknik yang keberadaannya untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan
berbagai cara. Foto adalah contoh gambar berdimensi dua yang bisa diolah dengan mudah. Setiap foto
dalam bentuk citra digital (misalnya berasal dari kamera digital) dapat diolah melalui perangkat-lunak
tertentu. Sebagai contoh, apabila hasil bidikan kamera terlihat agak gelap, citra dapat diolah agar
menjadi lebih terang. Dimungkinkan pula untuk memisahkan foto orang dari latar belakangnya.
Gambaran tersebut menunjukkan hal sederhana yang dapat dilakukan melalui pengolahan citra digital.
Tentu saja, banyak hal lain yang lebih pelik yang dapat dilakukan melalui pengolahan citra digital.
N-1
x
y
M-1
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
89
89
89
89
89
6
6
89
89
89
89
6
237
237
237
237
237
6
6
237
237
237
237
6
6 6 89 237 237 237
237 237
6
6 89 237 237
237 237 237
6
6 89 237
237 237 237
6
6 89 237
237 237 237
6
6 89 237
237 237
6
6 89 237 237
6
6
6 89 237 237 237
6
6 89 237 237 237 237
237
6
6 89 237 237 237
237 237
6
6 89 237 237
237 237 237
6
6 89 237
237 237 237 237
6
6 89
237
237
237
237
237
237
237
237
237
237
237
237
f(2,1) = 6
1
1
2
3
4
10
11
12
89 237 237
89 237 237
5
6
7
8
9
10
11
89 237 237
89 237 237
12
237
f(4,7) = 237