Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA DADA

DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)


RSUD ULIN BANJARMASIN

Disusun Oleh :
Nama : Eka Nupia Rahmah
NPM : 2314901110017
Kelompok/Ruangan : 23A. 3/IGD
Preseptor Klinik : Maria Ulfah.,S.Kep. Ns
Preseptor Akademik : Julianto, Ns., M.Kep

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA DADA

I. Konsep Penyakit Trauma Thorak


1.1 Definsi
Trauma adalah cedera/ruda paksa atau kerugian psikologis atau emosional. Trauma
dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade
jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks. Pneumothorak adalah keadaan
dimana terdapat udara ekstrapulmoner dalam rongga pleura. Keadaan normal tidak
ada udara dalam rongga dada (Nurarif, 2015). Hematotorax adalah tedapatnya darah
dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.
1.2 Etiologi
1.2.1 Traumatik misalnya luka tusuk
1.2.2 Infeksi saluran napas
1.2.3 Penyakit inflamasi paru akut dan kronis (TB paru, abses paru, kanker,
tumor metastase dan fibrosis paru).
1.3 Tanda dan Gejala
1.3.1 Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pleuritik akut yang
terlokalisasi pada paru yang sakit
1.3.2 Nyeri dada pleuritik biasanya disertai sesak napas,peningkatan kerja
pernapasan dan dispnea
1.3.3 Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak
mengembang seperti sisi yang sehat
1.3.4 Suara napas jauh atau tidak ada
1.3.5 Perkusi dada mengahasilkan suara hipersonan
1.3.6 Takikardi sering terjadi
1.4 Pemeriksaan Penunjang
1.4.1 Photo thoraks
1.4.2 Laboratorium (darah lengkap dan AGD)
1.5 Komplikasi
1.5.1 Tension pneumothorak
1.5.2 Pneumothorak bilateral
1.5.3 Emfiema

1
1.6 Penatalaksanaan
1.6.1 Bullow Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
1.6.1.1 Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil,
sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak,
sebelum penderita jatuh dalam shock.
1.6.1.2 Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
1.6.1.3 Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
1.6.2 Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
1.6.2.1 Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang
menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori
waktu menyeka tubuh pasien.
1.6.2.2 Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit
yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
1.6.2.3 Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a. Penetapan slang.
Slang diatur senyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
b. Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang
bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang,
melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas
yang cedera.

2
1.6.2.4 Mendorong berkembangnya paru-paru.
a. Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
b. Latihan napas dalam.
c. Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
d. Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
1.6.2.5 Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500-800cc.
Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus
dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan
bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan
pernapasan.
1.6.2.6 Suction harus berjalan efektif :
a. Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi
dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
b. Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien,
warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
c. Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai
petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien
dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi
miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal :
slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat
rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di
dinding paru-paru.
1.6.2.7 Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
a. Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
cairan yang keluar kalau ada dicatat.
b. Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan
adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
c. Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara
masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
d. Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas
botol dan slang harus tetap steril.
e. Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-

3
sendiri, dengan memakai sarung tangan.
f. Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga
dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
1.6.2.8 Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan
radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.

1.7 Pathway
Trauma Thorax

Mengenai rongga toraks sampai Terjadi robekan Pemb. Darah


rongga pleura, udara bisa intercostal, pembuluh darah
masuk (pneumothorax) jaringan paru-paru

Terjadi perdarahan :
Karena tekanan negative intrapleura (perdarahan jaringan intersititium,
Maka udara luar akan terhisap masuk perdarahan intraalveolar diikuti
ke rongga pleura (sucking wound) kolaps kapiler kecil-kecil dan
-open pneumothorak alektasi)
-close pneumothorak tahanan perifer pembuluh paru naik
-tension pneumothorak (aliran darah turun)
ringan kurang 300 cc  di punksi
Tek. Pleura meningkat sedang 300 - 800 cc  di pasang drain
berat lebih 800 cc  torakotomi

-sesak napas progresif Defisiensi volume cairan


(sukar bernapas/ bernapas berat)
-nyeri bernapas Tek. Pleura meningkat terus
(adanya jejas/trauma) mendesak paru-paru
- bising napas berkurang/hilang (kompresi dan dekompresi)
(pekak dengan jelas/tidak jelas)

4
-bunyi napas sonor/hipersonor pertukaran gas berkurang
(nadi cepat/lemah)
- poto toraks gambaran udara lebih ¼
anemis / pucat dari rongga thorak

Ketidakefektifan pola napas

WSD/Bullow Drainage

Diskontuinitas jaringan Thorak drain bergeser merangsang reseptor nyeri


pada pleura viseralis
dan parietalis
Nyeri akut
Risiko infeksi merangsang reseptor nyeri pada perifer
(Nurarif & Kusuma, 2015) Intoleransi aktivitas

II. Rencana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Trauma Thorak


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
2.1.1.1 Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2.1.1.2 Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
2.1.1.3 Pengobatan terakhir.
2.1.1.4 Pengalaman pembedahan.
2.1.1.5 Riwayat penyakit dahulu.
2.1.1.6 Riwayat penyakit sekarang.
2.1.1.7 Keluhan.
2.1.2 Pemeriksaan Fisik:
Data fokus:
2.1.2.1 Data subjektiif :
Klien mengatakan nyeri pada bagian dada
2.1.2.2 Data Objektif :
Klien terlihat:
a. Sesak napas
b. Nyeri, batuk-batuk.
c. Terdapat retraksi klavikula/dada.
d. Pengambangan paru tidak simetris.

5
e. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
f. Pada perkusi ditemukan Adanya suara
sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
g. Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
h. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
i. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
j. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.
k. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
l. Takhikardia, lemah
m. Pucat, Hb turun /normal.
n. Hipotensi.
o. Kemampuan sendi terbatas dan terdapat kelemahan.
p. Ada luka bekas tusukan benda tajam.
q. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub
kutan.
r. Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
s. Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan
saturasi oksigen klien.
Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak
sadar maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan
memperhatikan :
a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada
jalan napas. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau
sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari
tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh
benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana
ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa
pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan
epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab
sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat

6
dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin
lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver).
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat
gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan merasakan hembusan
napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya tekhnik ini dilakukan
secara bersamaan dalam satu waktu. Bantuan napas diberikan sesuai
dengan indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan
menggunakan metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung,
tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan. Klien
dengan trauma dada kadang mengalami kondisi perdarahan aktif, baik
yang diakibatkan oleh luka tembus akibat trauma benda tajam maupun
yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang
mengenai / melukai pembuluh darah atau organ (multiple). Tindakan
menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang sesuai mulai
dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah, hingga
prosedur operatif.Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung
Paru) pada penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan
dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan
waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien yang
mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa diberikan yaitu ;
pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit,
pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD,
hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
2.1.3.1 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural.
2.1.3.2 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
2.1.3.3 Pa O2 normal / menurun.

7
2.1.3.4 Saturasi O2 menurun (biasanya).
2.1.3.5 Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
2.1.3.6 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan.
2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
2.2.1 Diagnosa 1: ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan deformitas
dinding dada
Definisi
Inspirasi dan/atau eskpirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
Batasan karakteristik
Data subjektif:
 Dispnea
 Napas pendek
Data objektif:
 Perubahan ekskursi dada
 Mengambil posisi tiga titik tumpu
 Bradipnea
 Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
 Penurunan vntilasi semenit
 Penurunan kapasitas vital
 Napas dalam
 Peningkatan diameter anterior-posterior
 Napas cuping hidung
 Ortopnea
 Fase ekspirasi memanjang
 Pernapasan binir mencucu
 Kecepatan respirasi
 Usia dewasa atau 14 tahun lebih ; ≤11 atau ≥24 x permenit
 Usia 5-14 tahun < 15 atau > 25
 Usia 1-4 tahun <20 atau >30
 Usia bayi <25 atau >60
 Takipnea
 Rasio waktu
 Pengunaan otot bantu asesoris untuk bernapas

8
Faktor yang berhubungan
 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformitas tulang
 Deformitas dinding dada
 Penurunan energy dan kelelahan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Kerusakan musculoskeletal
 Imaturitas neurologis
 Disfungsi neuromuscular
 Obesitas
 Nyeri
 Kerusakan persepsi atau kognitif
 Kelelahan otot-otot pernapasan
 Cedera medulla spinalis
2.2.2 Diagnosa 2: nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau diigambarkan sebagai
istilah seperti awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan
sampai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan
dan durasinya kurang dari enam bulan.
Batasan karakteristik
Subjektif:
 Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat
Objektif:
 Posisi untuk mengindari nyeri
 Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak bertenaga
 Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan darah,
pernapasan atau nadi, dilatasi pupil
 Perubaan selera makan

9
 Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau aktifitas
lain, aktivitas berulang
 Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang
 Wajah topeng; nyeri
 Perilaku menjaga atau sikap melindungi
 Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan proses
piker, interaksi menurun.
 Bukti nyeri yang dapat diamati
 Berfokus pada diri sendiri
 Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur atau
tidak menentu dan tidak menyeringai
Faktor yang berhubungan:
Agen-agen penyebab cedera ; biologis, kimia, fisik dan psikologis
2.2.3 Diagnosa 3: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
Definisi
Ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk menyelesaikan
aktivitas kehidupan sehari-hari
Batasan karakteristik
 penurunan waktu reaksi
 kesulitan membolak-balik posisi tubuh
 asik dengan aktivitas lain sebagai pengganti gerak
 dispnea saat beraktivitas
 perubahan cara berjalan
 pergerakan menentak
 keterbatasan kemampuan untuk melakukan ketrampilan motorik halus
 keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan motorik kasar
 keterbatasan rentang pergerakan sendi
 tremor yang diindikasi oleh pergerakan
 ketidak stabilan poetur tubuh
 melambatnya pergerakan
 gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
Faktor yang berhubungan

10
 perubahan metabolism sel
 indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
 gangguan kognitif
 kepercayaan budaya terkait aktivitas sesuai usia
 penurunan kekuatan kendali atau massa otot
 keadaan alam perasaan depresi atau ansietas
 keterlambatan perkembangan
 ketidaknyamanan
 intoleransi aktivitas danpenurunan kekuatan pertahanan
 kaku sendi atau kontraktur
 defisiensi pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
 kurang dukungan lingkungan fisik atau sosial
 keterbatasan ketahanan kardiovaskular
 hilangnya integritas struktur tulang
 medikasi
 gangguan musculoskeletal
 gangguan neuromuscular
 nyeri
 program pembatasan pergerakan
 keengganan untuk memulai pergerakan
 gaya hidup yang kurang gerak atau disuse atau melemah
 malnutrisi
 gangguan sensori persepsi
2.3 Perencanaan
2.3.1 Diagnosa 1: ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan deformitas
dinding dada
Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x30 menit diharapkan pola
pernapasan efektif yang dibuktikan oleh status pernapasan, status ventilasi
dan pernapasan yang tidak terganggu, kepatenan jalan napas dan tidak ada
penyimpangan tanda vital
Intervensi keperawatan dan rasional

11
Intervensi Rasional
Pengkajian
pantau adanya pucat dan sianosis Menandakan kurangnya
O2 dalam jaringan
 pemantauan pernapasan: Perubahan karakteristik
- pantau kecepatan, irama, pernapasan menandakan
kedalaman dan upaya trauma dada sehingga O2
pernapasan maupun ventilasi di paru
- perhatikan pergerakan dada, bisa kurang sehingga
amati kesimetrisan, diperlukan pemantauan
penggunaan otot-otot bantu, pernapassan.
serta retraksi otot
supraklavikuler dan
interkosta
- pentau pernapasan yang
berbunyi, seperti mendengkur
- pantau pola pernapasan
- perhatikan lokasi trakea
- auskultasi suara napas
- pantau peningkatan
kegelisahan
- catat perubahan pada SaO2,
SvO2, CO2, akhir tidal dan
nila GDA jika perlu

aktivitas kolaboratif
berikan obat nyeri untuk Nyeri dapat memperbera
mengoptimalkan pola napas kecepatan napas

aktivitas lain
tenangkan pasien selama periode Pasien yang tenang dapat
gawat napas mengurangi gejala ansietas
yang dapat membuat sesak
anjurkan napas dalam melalui Pemasukan O2 adekuat
abdomen selama periode gawat
napas
Pertahankan oksigen aliran rendah Alat bantu pernapasan
dengan kanul nasal, masker atau untuk mempertahankan
sungkup kepatenan jalan napas

Atur posisi pasien untuk Posisi semifowler


mengoptimalkan pernapasan membantu optimalisasi
pola napas

2.3.2 Diagnosa 2: nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik


Tujuan dan Kriteria hasil
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x15 menit, diharapkan nyeri
pasien berkurang dengan kriteria hasil :

12
Memperlihatkan pengendaian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut:
2.3.2.1 Tidak pernah
2.3.2.2 Jarang
2.3.2.3 Kadang-kadang
2.3.2.4 Sering
2.3.2.5 Selalu
Menunjukan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:
2.3.2.1 Sangat berat
2.3.2.2 Berat
2.3.2.3 Sedang
2.3.2.4 Ringan
2.3.2.5 Tidak ada
Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Rasional
Pengkajian
Manajemen nyeri: Mengetahui tingkat nyeri
- lakukan pengkajian nyeri secara sehingga dapat
komprehensif meliputi lokasi, menyesuaikan interensi
karakteristik, awitan dan durasi, yang akan dilakukan
frekuensi, kualitas, intensitas atau selanjutnya
keparahan nyeri dan factor
presipitasinya
- Observasi isyarat nonverbal
ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif

Aktivitas kolaboratif
Gunakan pereda nyeri konsultasikan Golongan analgetik dapat
dengan tenaga medis mengurangi nyeri hingga
beberapa jam

2.3.3 Diagnosa 3: intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri


Tujuan dan Kriteria hasil
Dalam 1x 24 jam diharapkan memeperlihatkan hasil mobilitas, yang
dibuktikan oleh indicator sebagai berikut:
2.3.3.1 memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar dengan
pengawasan
2.3.3.2 meminta bantuan untuk aktivitas mobilitas jika perlu
2.3.3.3 melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan
alat bantu
2.3.3.4 menyangga berat badan
2.3.3.5 berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar
13
2.3.3.6 berpindah dari dank e kursi atau dari kursi
2.3.3.7 menggunakan kursi roda secara efektif
Intervensi keperawatan dan rasional
Intervensi Rasional
Aktivitas keperawatan tingkat 1
Kaji kebutuhan terhadap bantuan Mengetahui tingkat
pelayanan kesehatan dirumah dan kebutuhan terhadap
kebutuhan terhadap peralatan bantuan dan peralatan
pengobatan yang tahan lama

Ajarkan pasien tentang dan pantau Alat mobilisasi


penggunaan alat bantu mobilitas membantu pasien dalam
berpindah
Ajarkan dan bantu pasien dalam Berpindah yang dibantu
proses berpindah mengurangi resiko jatuh

Berikan penguatan positif selama Dorongan positif


aktivitas membuat pasien merasa
semnagat untuk bergerak
Bantu pasien untuk menggunakan alas Lantai yang licin berisiko
kaki antiselip yang mendukung untuk untuk membuat jatuh dan
berjalan diperlukan alas yang
keset
Pengaturan posisi (NIC):
- Ajarkan pasien bagaimana Posisi dan pemasangan
menggunakan postur dan mekanika traksi yang benar
tubuh yang benar pada saat membuat pasien merasa
melakukan aktiivtas nyaman
- Pantau ketepatan pemasangan
traksi

14
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.


Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma Hardhi. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan. Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: EGC.

Nurjannah, Intan Sari & Tumanggor, Roxsana Devi. (2017). Nursing Intervention
Classification (NIC). Indonesia: Elsevier Singapore Pte Ltd.

Nurjannah, Intan Sari & Tumanggor, Roxsana Devi. (2017). Nursing Outcomes
Classification (NOC). Indonesia: Elsevier Singapore Pte Ltd.

15
Banjarmasin, 29 Februari 2024

Preseptor Klinik Ners Muda

(Maria Ulfah, S,Kep., Ns) (Eka Nupia Rahmah)

16

Anda mungkin juga menyukai