Anda di halaman 1dari 46

EVALUASI PID CONTROLLER UNTUK

PENGENDALIAN PRESSURE PADA UNIT


THERMAL OXIDIZER-3101 DI PT. PERTAMINA
EP CEPU – JTB FIELD ZONA 12

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Oleh:

Zidny Alfyan Barik


NIM: 201440014

PROGRAM STUDI TEKNIK INSTRUMENTASI KILANG


POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS
CEPU
2023
LEMBAR PENGESAHAN KERJA PRAKTIK

Judul : Evaluasi PID Controller untuk Pengendalian Pressure pada


unit Thermal Oxidizer-3101 di PT. Pertamina EP Cepu-JTB
Zona 12
Waktu Pelaksanaan : 9 Oktober – 30 November 2023
Nama Mahasiswa : Zidny Alfyan Barik
NIM : 201440014
Program Studi : Teknik Instrumentasi Kilang
Bidang Minat : Instrumentasi & Elektronika
Semester : 7 (Tujuh)
Tingkat : 4 (Empat)

Bojonegoro, Desember 2023

Menyetujui,
Pembimbing KP,

Bayu Prima Juliansyah Putra


HALAMAN PENGESAHAN

Evaluasi PID Controller untuk Pengendalian Pressure pada unit


Thermal Oxidizer-3101 di PT. Pertamina EP Cepu-JTB Zona 12

LAPORAN KERJA PRAKTIK

Oleh,

Zidny Alfyan Barik


201440014
Teknik Instrumentasi Kilang
Tingkat IV (Empat)

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Pujianto, S.T., M.T. Wasis Waskito Adi, S.ST.,M.T.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Teknik Instrumentasi Kilang,

Chalidia Nurin Hamdani, S.T., M.T.


PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Zidny Alfyan Barik

NIM : 201440014

Tingkat : IV (Empat)

Program Studi : Teknik Instrumentasi Kilang

Nama Perguruan Tinggi : Politeknik Energi dan Mineral Akamigas

Dengan ini menyatakan bahwa Laporan Kerja Praktik yang berjudul “Evaluasi PID
Controller untuk Pengendalian Pressure pada unit Thermal Oxidizer-3101 di
PT. Pertamina EP Cepu-JTB Zona 12”yaitu benar-benar karya sendiri dan bukan
plagiat dari karya lain. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dari
naskah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Demikian pernyataan ini saya buat dengan penuh rasa tanggung jawab.

Cepu, November 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya
telah meridhoi kita sebagai manusia yang berilmu dan tentunya atas berkat karunia-
Nya penulis dapat menyusun naskah Laporan KP ini yang berjudul “Evaluasi PID
Controller untuk Pengendalian Pressure pada unit Thermal Oxidizer-3101 di PT.
Pertamina EP Cepu-JTB Zona 12”. Naskah ini dibuat untuk memenuhi syarat
kelulusan Diploma IV pada program studi Teknik Instrumentasi Kilang PEM
Akamigas Cepu.
Kelancaran dalam penyusunan Seminar Proposal ini tidak terlepas dari
bantuan beberapa pihak. Maka dari itu disini penulis mengucapkan banyak
Terimakasih kepada:
1. Allah SWT , Tuhan Yang Maha Esa.
2.Bapak Pujianto dan Bapak Wasis Waskito Adi selaku dosen pembimbing
internal.
3. Bapak Bayu Prima Juliansyah selaku pembimbing KP
4. Seluruh karyawan PT Pertamina EP Cepu
5. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moral dan finansial.
6. Bapak & Ibu Dosen kampus Politeknik Energi dan Mineral Akamigas.
7. Anggi Puspita.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, kritik dan sanggahan yang bersifat positif
senantiasa penulis terima demi perbaikan Laporan mendatang.

Cepu, November 2023

Zidny Alfyan Barik


DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
ABSTRAK

Pengolahan emisi gas melalui thermal oxidizer telah menjadi aspek kritis dalam
industri untuk meminimalkan dampak lingkungan dari gas buang beracun.
Penelitian ini menggali lebih dalam pada penerapan kontrol PID (Proportional-
Integral-Derivative) yang canggih pada thermal oxidizer guna mengoptimalkan
efisiensi operasional dan performa sistem secara keseluruhan. Fokus utama adalah
mengatasi tantangan kompleksitas dinamika termal dan reaksi kimia dalam
thermal oxidizer. Metode penelitian melibatkan integrasi pemodelan matematis
berbasis fisika dan pendekatan kontrol optimal. Pemodelan tersebut mencakup
variabilitas dalam suhu, tekanan, laju aliran gas, dan komposisi gas di dalam
thermal oxidizer. Selanjutnya, pengembangan algoritma PID yang disesuaikan
dengan karakteristik dinamika sistem dilakukan untuk memastikan respons kontrol
yang cepat, presisi, dan stabil. Eksperimen dilakukan untuk memvalidasi
keefektifan kontrol PID pada situasi operasional yang kompleks, termasuk fluktuasi
beban termal dan variasi komposisi gas yang dinamis. Hasilnya menunjukkan
bahwa penggunaan kontrol PID yang disesuaikan secara adaptif mampu secara
signifikan meningkatkan kemampuan thermal oxidizer dalam menjaga stabilitas
operasional dan merespons perubahan kondisi dengan optimal. Penelitian ini
memberikan kontribusi pada tingkat yang lebih tinggi dalam pengembangan
strategi kontrol tingkat lanjut untuk thermal oxidizer, membuka jalan bagi
pendekatan kontrol adaptif yang lebih kompleks dan pintar. Keberhasilan
implementasi PID yang disesuaikan dapat menjadi landasan untuk pengembangan
sistem kontrol cerdas berbasis kecerdasan buatan dalam merespons secara
dinamis terhadap kondisi operasional yang berubah-ubah. Hal ini dapat
mendukung industri dalam mencapai standar keberlanjutan yang lebih tinggi dan
menanggapi dengan lebih efektif terhadap tantangan lingkungan yang semakin
kompleks.

Kata kunci: Thermal Oxidizer, Dinamika Proses, PID, Kontrol Adaptif


ABSTRACT

Processing gas emissions through thermal oxidizers has become a critical aspect
in industry to minimize the environmental impact of toxic exhaust gases. This
research digs deeper into the application of advanced PID (Proportional-Integral-
Derivative) control on thermal oxidizers to optimize operational efficiency and
overall system performance. The main focus is to overcome the challenges of the
complexity of thermal dynamics and chemical reactions in thermal oxidizers. The
research method involves the integration of physics-based mathematical modeling
and optimal control approaches. The modeling includes variability in temperature,
pressure, gas flow rate, and gas composition in the thermal oxidizer. Furthermore,
the development of a PID algorithm that is adapted to the dynamic characteristics
of the system is carried out to ensure fast, precise and stable control response.
Experiments were conducted to validate the effectiveness of PID control in complex
operational situations, including thermal load fluctuations and dynamic gas
composition variations. The results show that the use of adaptively adjusted PID
control can significantly increase the thermal oxidizer's ability to maintain
operational stability and respond optimally to changing conditions. This research
contributes at a higher level in the development of advanced control strategies for
thermal oxidizers, paving the way for more complex and intelligent adaptive control
approaches. The successful implementation of customized PIDs can become the
basis for the development of intelligent control systems based on artificial
intelligence to respond dynamically to changing operational conditions. This can
support the industry in achieving higher sustainability standards and responding
more effectively to increasingly complex environmental challenges.
Keywords: Thermal Oxidizer, Process Dynamics, PID, Adaptive Control
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gas alam (natural gas) menjadi salah satu bahan bakar yang banyak

digunakan saat ini, Pertamina EP Cepu – JTB Zona 12 merupakan kilang natural

gas milik Pertamina EP Cepu – JTB Zona 12 yang berada di wilayah kerja.

Pertamina EP Cepu – JTB Zona 12 mendapat pasokan feed gas dari 8 sumur

produksi dengan total kapasitas 75 MMSCFD. Setelah dilakukan pengolahan,

Pertamina EP Cepu – JTB Zona 12 menghasilkan gas alam siap pakai dengan

kapasitas 50 MMSCFD. Feed gas dari sumur produksi memasuki inlet manifold

yang kemudian diolah pada Gas Separation Unit (GSU) untuk memisahkan air dan

kondensat yang terbawa dari sumur produksi. Setelah itu, feed gas memasuki Acid

Gas Removal Unit (AGRU) untuk memisahkan kandungan acid gas yang ada.

Treated gas hasil pengolahan AGRU selanjutnya memasuki Caustic Treater Unit

(CTU) untuk menghilangkan mercaptan yang terkandung di dalam treated gas.

Kemudian, treated gas menuju Dehydration Unit untuk menurunkan kadar air.

Dari pengolahan feed gas di Pertamina EP Cepu – JTB Zona 12

menimbulkan dampak limbah berupa waste gas, terdiri dari acid gas dan vent gas,

yang diolah terlebih dahulu sebelum dilepas ke lingkungan supaya tidak mencemari

lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup. Acid gas

dengan kandungan H2S yang sangat tinggi diolah dalam dua jalur, yaitu langsung

dibakar pada Thermal Oxidizer (TOX) dan diproses pada Biological Sulphur

Recovery Unit (BSRU) untuk menyerap kandungan sulfur melalui reaksi pada
bioreaktor yang kemudian bisa dipadatkan pada Sulphur Melter & Solidification

Unit. Namun, tidak semua acid gas terolah pada BSRU, sehingga limbah acid gas

sisa dari BSRU dibakar pada TOX. Sementara itu, untuk vent gas dari berbagai unit

pengolahan langsung dibakar pada TOX.

Thermal Oxidizer (TOX) memiliki peran penting dalam mengatasi waste

gas. Kinerja TOX ditentukan dari proses pembakaran yang terjadi pada burner

harus sempurna serta suhu oksidasi waste gas pada chamber harus sesuai. Pada

umumnya, jumlah udara akan dilebihkan dari jumlah stoikiometri yang dibutuhkan,

hal ini untuk mencegah pembakaran tidak sempurna. Jumlah udara tambahan

(excess air) yang diberikan pada burner TOX harus diperhitungkan, karena excess

air dengan jumlah yang tidak tepat bisa merugikan reaksi pembakaran dan suhu

pada chamber tidak sesuai. Energi panas gas buang (flue gas) dimanfaatkan pada

Waste Heat Recovery Unit (WHRU) yang berada di atas chamber. WHRU tersebut

berupa heat exchanger yang digunakan untuk memanaskan hot oil. Peran WHRU

dalam memanaskan hot oil hingga 350F (449,817K) juga sangat penting, karena

hot oil digunakan pada Solvent Regenerator Reboiler.

Kondisi operasional pembakaran pada TOX di Pertamina EP Cepu – JTB

Zona 12 saat ini, jumlah input sangat berbeda dengan desain awal TOX dan suhu

pembakaran sangat tinggi, yaitu di atas 1.600F (1.144,261K). Sementara itu,

WHRU belum berjalan secara normal yang mengakibatkan energi panas flue gas

banyak yang terbuang sia-sia sehingga suhu keluaran dari stack masih sangat tinggi,

yaitu lebih dari 700F (644,261K), serta suhu hot oil pada outlet WHRU hanya 330-

340F (438,706-444,261K). Pada kondisi operasional sekarang, hot oil yang berasal
dari outlet WHRU hanya digunakan untuk satu unit Solvent Regenerator Reboiler

sehingga untuk saat ini suhu outlet yang berkisar 330-340F masih mencukupi

kebutuhan. Namun, untuk kedepannya Pertamina EP Cepu – JTB Zona 12

berencana menggunakan dua unit Solvent Regenerator Reboiler untuk peningkatan

produksi natural gas, sehingga perlu dilakukan peningkatan suhu hot oil menjadi

350oF. Berdasarkan kondisi TOX saat ini di Pertamina EP Cepu – JTB Zona 12,

pembakaran pada TOX serta pemanfaatan energi panas pada WHRU perlu

dilakukan evaluasi dengan analisis heat balance. Analisis heat balance dilakukan

dengan analisis termodinamika pada sistem pembakaran TOX dan analisis

perpindahan panas pada WHRU.

Dalam pengelolaan thermal oxidizer, kinerja PID controller menjadi kunci

untuk menjaga operasional yang stabil dan efisien. PID controller membantu

menjaga tekanan di dalam thermal oxidizer agar tetap stabil selama proses

operasional. Hal ini diperlukan untuk mencegah fluktuasi tekanan yang berlebihan,

yang bisa mengakibatkan masalah seperti overshoot atau undershoot.

Evaluasi kinerja PID pada thermal oxidizer menjadi langkah penting untuk

menghindari fluktuasi tekanan yang tidak diinginkan. Dengan begitu, dapat

mengoptimalkan penggunaan energi dengan mengurangi fluktuasi tekanan yang

tidak perlu, menciptakan operasional yang lebih efisien. Selain itu, kinerja PID juga

sangat berkaitan dengan keamanan proses, mengurangi risiko kegagalan peralatan

dan kebocoran yang dapat membahayakan lingkungan.


PID controller juga harus dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan

kondisi operasional. Evaluasi kinerja PID membantu menyesuaikan parameter

kontrol agar tetap stabil meskipun terjadi variasi dalam proses, memastikan thermal

oxidizer dapat beroperasi secara optimal. Dengan melakukan evaluasi kinerja PID

secara teratur, kita dapat meningkatkan efisiensi operasional thermal oxidizer dan

menjaga keamanan dalam pengelolaan gas buang serta emisi gas, menciptakan

lingkungan industri yang lebih berkelanjutan dan aman.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kinerja PID controller berkontribusi terhadap menjaga stabilitas

tekanan dalam pengelolaan thermal oxidizer selama proses operasional?

2. Apa dampak fluktuasi tekanan yang berlebihan, seperti overshoot atau

undershoot, terhadap efisiensi operasional thermal oxidizer?

3. Bagaimana evaluasi kinerja PID pada thermal oxidizer dapat mengoptimalkan

penggunaan energi dengan mengurangi fluktuasi tekanan yang tidak perlu?

4. Sejauh mana kinerja PID berperan dalam mengurangi risiko kegagalan peralatan

dan potensi kebocoran yang dapat membahayakan lingkungan selama pengelolaan

thermal oxidizer?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan pada pengelolaan

thermal oxidizer dalam industri, dengan manfaat sebagai berikut:


1. Peningkatan Efisiensi Operasional : Memahami dan mengoptimalkan kinerja

PID controller dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan thermal oxidizer,

mengurangi konsumsi energi yang tidak perlu.

2. Keberlanjutan Lingkungan : Dengan mengurangi fluktuasi tekanan dan

risiko kebocoran, penelitian ini dapat membantu menjaga keberlanjutan lingkungan

dengan mengurangi potensi dampak negatif dari gas buang dan emisi gas.

3. Keamanan Proses Industri : Identifikasi parameter PID yang optimal

dapat membantu mengurangi risiko kegagalan peralatan dan meningkatkan

keamanan proses pengelolaan thermal oxidizer di lingkungan industri.

1.4 Batasan Masalah

1.Fokus pada PID Controller : Penelitian ini membatasi diri pada evaluasi

dan optimalisasi kinerja PID controller dalam pengelolaan thermal oxidizer. Sistem

kontrol alternatif atau pendekatan lainnya tidak akan dibahas secara rinci.

2.Tekanan pada Thermal Oxidizer : Penelitian ini difokuskan pada pengendalian

tekanan di dalam thermal oxidizer. Aspek-aspek lain dari operasional thermal

oxidizer, seperti pengendalian suhu atau komposisi gas, tidak akan menjadi fokus

utama.

3. Evaluasi pada Penggunaan Energi :Evaluasi kinerja PID controller akan

difokuskan pada penggunaan energi dan pengurangan fluktuasi tekanan yang tidak

diinginkan. Aspek-aspek lain terkait PID controller mungkin tidak dibahas secara

rinci.
4. Lingkup Lingkungan Industri : Penelitian ini membatasi lingkupnya pada

pengelolaan thermal oxidizer dalam konteks industri. Aplikasi di luar lingkungan

industri tidak akan menjadi fokus utama penelitian ini

1.5 Sistematika Laporan

BAB I Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, batasan masalah, dan sistematika laporan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan teori-teori penunjang dan penelitian terdahulu yang digunakan

sebagai rujukan dalam penyelesaian masalah pada penelitian Tugas Akhir ini.

BAB III Metodologi Penelitian

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai detail tahapan atau metodologi yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan dan simpulan akhir dari penelitian.

BAB IV Pembahasan

Dalam bab ini diuraikan analisa termodinamika dan perpindahan panas pada

permasalahan penelitian Tugas Akhir ini, serta dilakukan pembahasan mengenai

hasil analisa.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Thermal Oxidizer (TOX)

Thermal Oxidizer (TOX) berfungsi membakar limbah gas berbahaya (waste

gas) dengan kandungan racun tinggi menjadi gas buang (flue gas) yang memenuhi

syarat lingkungan. Pada kilang gas PT Pertamina EP Cepu - JTB, TOX yang

digunakan adalah tipe direct fired dengan arah pembakaran vertikal dan dilengkapi

Waste Heat Recovery Unit (WHRU) untuk memanfaatkan energi panas flue gas

sebelum dibuang. TOX PT Pertamina EP Cepu - JTB memiliki dua fungsi utama,

yakni membersihkan waste gas berbahaya dan memberikan energi panas ke hot oil.

Proses pembakaran pada TOX dilakukan pada suhu 1.500-1.600F untuk

memastikan pembakaran optimal dari acid gas dan vent gas. Acid gas, khususnya

H2S dari Acid Gas Removal Unit (AGRU), diolah di Biological Sulphur Recovery

Unit (BSRU) dan Sulphur Melter & Solidification Unit untuk diubah menjadi

butiran sulfur padat. Vent gas, gas sisa pemrosesan dari berbagai unit pengolahan,

diolah di Vent KO Drum sebelum dialirkan ke TOX. Proses pembakaran mengubah

H2S menjadi SO2 dengan kandungan maksimum 2.600 mg/Nm3 sesuai regulasi

emisi.

TOX dapat beroperasi dalam 3 kondisi, yakni seluruh plant normal, BSRU

trip case, dan plant emergency case & start up case. Penggunaan dua jenis bahan

bakar, minyak diesel dan gas alam, disesuaikan dengan kondisi operasional.

Minyak diesel digunakan saat start up dan kondisi emergency, sementara gas alam

digunakan secara kontinyu karena efisiensinya lebih tinggi dan ekonomis.


Gambar 2.1 Thermal Oxidizer (TOX)
Proses pengelolaan limbah gas melibatkan beberapa tahapan yang

terorganisir secara cermat untuk memastikan penguraian senyawa polutan secara

efektif. Pertama, aliran udara yang membawa polutan didorong melalui oksidator,

yang sering kali dilengkapi dengan sistem kipas untuk memfasilitasi pergerakan

udara. Dalam situasi di mana aliran udara tidak memiliki kadar oksigen yang

memadai untuk proses pembakaran, udara tambahan dari sekitar ditambahkan

untuk memastikan kondisi optimal.

Selanjutnya, aliran udara mengalir melalui penukar panas udara-ke-udara,

jika perangkat ini tersedia, untuk memanaskan udara sebelum memasuki ruang

pembakar. Penggunaan penukar panas integral dapat memberikan penghematan

bahan bakar yang signifikan, sementara alternatif tanpa penukar panas mungkin

lebih ekonomis dari segi biaya modal.

Di dalam ruang pembakar, udara dipanaskan hingga mencapai suhu yang

cukup tinggi dan dijaga pada suhu tinggi melalui penggunaan turbulensi,

memastikan penghancuran senyawa organik volatil (VOC). Suhu operasional


umumnya melebihi 1400°F, dengan waktu tinggal udara sekitar 0,5 hingga 1,0

detik. Proses ini secara efektif mengubah VOC menjadi produk akhir berupa karbon

dioksida (CO2) dan air (H2O).

Setelah proses pembakaran, udara panas dan bersih dialirkan melalui

saluran panas penukar panas, jika perangkat ini ada dalam sistem. Terakhir, udara

bersih yang telah didinginkan dibuang ke atmosfer. Keseluruhan proses ini

dirancang untuk memberikan efisiensi maksimal dalam pengelolaan limbah gas,

mengoptimalkan penghancuran VOC dan memastikan bahwa emisi ke lingkungan

telah diproses dan diolah dengan baik.

2.2 Prinsip Dasar Pembakaran

Dalam proses pembakaran kimia, ikatan-ikatan di dalam molekul-molekul

reaktan mengalami pemutusan, dan atom-atom serta elektron-elektron mengalami

perubahan susunan untuk membentuk produk-produk hasil reaksi. Reaksi

pembakaran ini melibatkan elemen-elemen bahan bakar yang mudah terbakar dan

mengalami oksidasi yang cepat, mengakibatkan pelepasan energi seiring dengan

terbentuknya produk hasil pembakaran.

Pembakaran dapat dijelaskan sebagai reaksi kimia eksotermik antara bahan

bakar dengan oksigen atau udara, yang menghasilkan panas dan cahaya. Karbon,

hidrogen, dan sulfur merupakan tiga elemen kimia utama yang cenderung mudah

terbakar dalam bahan bakar umum. Meskipun sulfur mungkin bukan kontributor

utama dalam pelepasan energi, namun peranannya menjadi signifikan karena dapat

menyebabkan masalah polusi dan korosi.


Proses pembakaran dianggap selesai ketika seluruh karbon dalam bahan

bakar telah terbakar menjadi karbon dioksida, seluruh hidrogen telah terbakar

menjadi air, seluruh sulfur telah terbakar menjadi sulfur dioksida, dan seluruh

elemen mudah terbakar lainnya telah teroksidasi. Jika kondisi ini tidak terpenuhi,

maka pembakaran dianggap tidak tuntas. Proses ini menunjukkan kompleksitas dan

ketelitian yang diperlukan untuk memahami dan mengelola pembakaran dengan

efisien serta meminimalkan dampak negatif seperti polusi dan korosi.

Gambar 2.2 Prinsip Dasar Pembakaran

Reaksi-reaksi pembakaran dijelaskan dalam bentuk persamaan kimia

[reaktan → produk] atau [bahan bakar + pengoksidasi → produk]. Dalam

penanganan reaksi kimia, prinsip konservasi massa berlaku, memastikan bahwa

massa produk sama dengan massa reaktan. Total massa setiap elemen kimia harus

identik di kedua sisi persamaan, meskipun elemen-elemen tersebut mungkin

terdapat dalam senyawa kimia yang berbeda dalam reaktan dan produk. Namun

demikian, jumlah mol produk dapat bervariasi dibandingkan dengan jumlah mol

reaktan. Konsep ini menunjukkan bahwa, meskipun massa tetap terjaga, distribusi
mol dari elemen-elemen kimia dapat mengalami perubahan selama reaksi

pembakaran. Sebagai contoh kompleks reaksi kimia pembakaran, pertimbangkan

pembakaran etanol (C2H5OH) dalam udara untuk membentuk karbon dioksida

(CO2) dan air (H2O). Reaksinya dapat direpresentasikan sebagai berikut:

C2H5OH+3O2→2CO2+3H2O

Dalam persamaan ini, etanol (C2H5OH) bereaksi dengan oksigen (O2) dari

udara untuk menghasilkan karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Penting untuk

dicatat bahwa setiap elemen kimia dalam persamaan memiliki koefisien

stoikiometri yang sesuai, menunjukkan perbandingan mol yang terlibat dalam

reaksi. Kompleksitas dapat terlihat dari fakta bahwa beberapa molekul etanol dan

molekul oksigen bereaksi untuk membentuk molekul-molekul karbon dioksida dan

air dalam jumlah yang sesuai, dan persamaan ini mencerminkan konservasi massa

selama reaksi pembakaran.

Tabel 2.2 Prinsip Pembakaran

Komponen Fraksi mol (%)

Nitrogen 78.08

Oksigen 20.95

Argon 0.93

Karbon Dioksida 0.03

Neon, Helium Metana DLL 0.01


Setiap reaksi pembakaran memerlukan keberadaan oksigen, dan dalam

beberapa kasus khusus, oksigen murni digunakan, seperti pada kegiatan

pemotongan dan pengelasan. Namun, dalam sebagian besar kasus pembakaran,

oksigen disediakan oleh udara. Komposisi udara kering sederhana diberikan dalam

Tabel 2.1. Namun, untuk mempermudah perhitungan, komponen udara selain

oksigen sering digabungkan dengan nitrogen. Oleh karena itu, udara dianggap

terdiri dari 21% oksigen dan 79% nitrogen, dan rasio molar nitrogen terhadap

oksigen diidealkan menjadi 0,79/0,21 = 3,76. Harap dicatat bahwa dalam konteks

ini, udara yang dimaksud adalah udara kering yang tidak mengandung uap air.

Penggunaan udara lembab dalam pembakaran memerlukan perhitungan tambahan

terkait dengan kandungan uap airnya.

Nitrogen yang hadir dalam udara selama proses pembakaran umumnya

dianggap inert, artinya, nitrogen cenderung tidak mengalami reaksi kimia.

Meskipun demikian, kondisi nitrogen dalam produk hasil pembakaran dapat

berubah jika temperatur produk tersebut berbeda dengan temperatur udara sebelum

pembakaran. Pada kondisi pembakaran yang cukup tinggi, nitrogen dapat

membentuk senyawa seperti nitrioksida dan nitrogen dioksida. Oksida nitrogen

yang terbentuk selama pembakaran dan dibuang kemudian dapat menjadi sumber

polusi.

2.2.1 Kebutuhan Udara Pembakaran

Rasio udara-bahan bakar (air fuel ratio) merujuk pada perbandingan jumlah

udara yang terlibat dalam reaksi pembakaran dengan jumlah bahan bakar yang
dikonsumsi. Air fuel ratio dapat diungkapkan dalam bentuk molar (jumlah mol

udara dibagi jumlah mol bahan bakar) atau massa (massa udara dibagi massa bahan

bakar). Transformasi antara keduanya dapat dihitung dengan memperhitungkan

berat molekul udara (Mudara) dan bahan bakar (Mbahan bakar).

Jumlah udara minimum yang diperlukan untuk menyediakan oksigen yang

cukup agar pembakaran dapat berlangsung hingga tuntas dikenal sebagai jumlah

udara teoritis. Dalam pembakaran tuntas dengan jumlah udara teoritis, produk

hasilnya mencakup karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen yang berasal dari

udara, dan nitrogen yang terkandung dalam bahan bakar. Oksigen bebas tidak akan

menjadi salah satu produk pembakaran jika pasokan udara sesuai dengan jumlah

udara teoritis yang dibutuhkan.

Jumlah udara yang sebenarnya disediakan biasanya diungkapkan sebagai

persentase dari udara teoritis, misalnya, "udara teoritis 150%" berarti bahwa jumlah

udara sebenarnya yang disediakan adalah 1,5 kali jumlah udara teoritis. Jumlah

udara yang disediakan dapat diukur sebagai persentase kelebihan atau persentase

kekurangan udara. Oksigen bebas akan muncul dalam pembakaran jika terdapat

kelebihan udara (excess air) yang diberikan

2.3 Komponen Instrument Thermal Oxidizer

Penggunaan komponen instrumentasi pada pengendalian Thermal Oxidizer

(TOX) memiliki dampak signifikan pada efisiensi, keamanan, dan kepatuhan

terhadap regulasi lingkungan. Pertama-tama, komponen-komponen ini

memungkinkan pemantauan dan pengendalian yang terus-menerus terhadap


parameter kunci, seperti suhu, tekanan, dan laju aliran udara. Hal ini esensial untuk

mengoptimalkan efisiensi pembakaran dan memastikan bahwa TOX beroperasi

pada kondisi yang paling efisien.

Gambar 2.3 Komponen Instrument Thermal Oxidizer

Selanjutnya, instrumentasi mendukung kepatuhan lingkungan dengan

memantau dan mengontrol emisi gas. Dengan adanya sensor dan analisis gas, TOX

dapat diatur sedemikian rupa sehingga meminimalkan dampaknya pada lingkungan

dan mematuhi standar emisi yang berlaku. Kepatuhan ini sangat penting untuk

menjaga reputasi perusahaan dan memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan.

Keamanan operasional TOX juga sangat dijamin oleh komponen-

komponen ini. Flame sensors mendeteksi keberadaan nyala api, sementara pressure

transmitters membantu mencegah tekanan berlebih yang dapat membahayakan

peralatan dan personel. Dengan demikian, instrumentasi berperan dalam

menciptakan lingkungan kerja yang aman.


Penggunaan instrumentasi juga mendukung pemeliharaan dan perbaikan.

Dengan memonitor kondisi operasional secara terus-menerus, TOX dapat

mendeteksi dini potensi masalah atau kerusakan. Ini memungkinkan pelaksanaan

tindakan pemeliharaan preventif dan perbaikan yang tepat waktu, mengurangi

risiko kerusakan serius dan meminimalkan downtime produksi. Selanjutnya,

otomatisasi proses menjadi mungkin dengan adanya instrumentasi canggih. PLC

dan sistem kendali otomatis dapat diprogram untuk merespons perubahan kondisi

operasional secara real-time. Hal ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga

mengurangi ketergantungan pada intervensi manusia.

Efisiensi energi juga ditingkatkan melalui instrumentasi. Monitoring suhu pada

penukar panas dan optimalisasi penggunaan energi panas flue gas membantu

meningkatkan efisiensi energi secara keseluruhan. Ini berkontribusi pada

keberlanjutan operasional dan ekonomi yang lebih baik.

Dengan berbagai manfaat yang ditawarkan, dapat disimpulkan bahwa instrumentasi

memainkan peran integral dalam meningkatkan performa dan keberlanjutan

operasional Thermal Oxidizer.

2.4 P, PI, PID Controller

P, PI, dan PID adalah tiga jenis kontroler yang umumnya digunakan dalam

sistem kendali otomatis. Ini adalah singkatan dari:

P (Proportional) : Kontroler proporsional memberikan respon

terhadap perbedaan antara nilai yang diinginkan (setpoint) dan nilai aktual

(feedback). Respon proporsional ini diberikan dalam proporsi langsung terhadap


kesalahan. Dalam banyak kasus, kontrol proporsional saja tidak cukup untuk

mengatasi masalah overshoot atau undershoot.

PI (Proportional-Integral) : Kontroler proporsional-integral tidak hanya

mempertimbangkan kesalahan saat ini, tetapi juga mengakumulasi kesalahan masa

lalu. Integrasi waktu terhadap kesalahan membantu menghilangkan kesalahan statis

dan menjaga sistem pada setpoint setelah mencapainya. PI controller umumnya

digunakan untuk sistem yang membutuhkan peningkatan respons terhadap

kesalahan steady-state.

PID (Proportional-Integral-Derivative): Kontroler proporsional-integral-derivatif

mencakup tiga komponen: proporsional (P), integral (I), dan derivative (D).

Komponen derivatif memberikan respon terhadap laju perubahan kesalahan.

Dengan menambahkan komponen derivatif, PID controller dapat mengurangi

overshoot dan mempercepat waktu pemasaran sistem. PID controller adalah salah

satu kontroler yang paling umum digunakan karena fleksibilitasnya untuk

menangani berbagai jenis sistem.

2.4.1 P Controller

Pengendalian Proportional (P) adalah jenis pengendalian pada sistem

umpan balik linear, yang stabil digunakan pada proses yang tidak stabil orde

pertama. Controller ini menghasilkan keluaran yang sebanding dengan kesalahan

(error) yang dihasilkan oleh sistem, dan persamaan matematisnya dapat

diungkapkan sebagai berikut:

𝑢 (𝑡) = 𝐾𝑝 𝑒(𝑡)
Kp adalah nilai gain kontroler proportional dan berikut blok diagram pengendalian

Kp sebagai mana gambar ini:

Gambar 2.4.1 P Controller

Dengan merubah nilai gain pada Kp maka bisa merubah respon sistem dengan

rincian berikut:

a. Memperkecil nilai eror steady state

b. Memperkecil nilai amplitude phase margin

c. Mempercepat setling time

2.4.2 PI Controller

Saat ini, PI Controller menjadi pilihan utama dalam proses industri karena

strukturnya yang sederhana, mudah didesain, dan memiliki biaya yang rendah.

Pengendali jenis ini efektif dalam meminimalkan osilasi dan menghilangkan

kesalahan steady state pada respons sistem. Meskipun demikian, PI Controller

memiliki keterbatasan, di mana ia tidak dapat meningkatkan respons output dengan

cepat karena tidak memiliki kemampuan untuk memprediksi kesalahan yang akan

muncul dalam waktu dekat.


Gambar 2.4.2 PI Controller

Gambar 2.4.2 merupakan diagram blok pengendalian PI, sedangkan untuk

persamaan matematis pengendalian PI dapat ditulis dengan persamaan:

𝒕
𝒖(𝒕) = 𝑲𝒑 𝒆(𝒕) + 𝒌𝒊 ∫ 𝒆(𝒓)𝒅𝒓
𝟎

Kp merupakan gain parameter proportional, dan Ki merupakan gain parameter

intergral. PI Controller baik digunakan dalam kondisi sebagai berikut:

a. Kecepatan respon tidak terlalu di butuhkan

b. Terdapat gangguan / noise yang besar selama proses berlangsung

c. Hanya terdapat satu penyimpanan energi (capacitive or inductive)

d. Terdapat delay yang besar dalam sistem

2.4.3 PID Controller

Proportional-Integral-Derivative (PID) Controller adalah salah satu jenis

kontroler yang banyak digunakan dalam berbagai industri. Kontroler ini mampu

menghasilkan sinyal kontrol yang proporsional terhadap kesalahan antara sinyal

referensi dan output, serta mengintegrasikan kesalahan dan mendapatkan turunan

dari kesalahan tersebut. Secara umum, rumusan matematisnya dapat diungkapkan

sebagai berikut:
𝒅𝒆(𝒕)
𝒎𝒗(𝒕) = 𝑲𝒑 (𝒆(𝒕)𝒅𝒕 + 𝑻𝒅 )
𝒅𝒕

Keterangan
mv(t) = output dari pengontrol PID atau Manipulated Variable
Kp = konstanta Proporsional
Ti = konstanta Integral
Td = konstanta Detivatif
e(t) = error (selisih antara set point dengan level aktual)

Gambar 2.4.3 PID Controller

Tabel 2.4.3 Perbandingan Response Signal


Parameter P Controller PI Controller PID Controller
Rise Time Decrease Decrease Minor decrease
Overshoot Increase Increase Minor decrease
Setling Time Small change Increase Minor decrease
Steady State Error Decrease Significantchange No Change
Stability Worse Worse If Kd Small
Better
2.5 Evaluasi Performa Controller

Analisis kontrol sistem digunakan untuk mendapatkan pemahaman

kualitatif terhadap respons sistem yang telah direncanakan. Terdapat variasi dalam

respons sistem tergantung pada orde sistem yang sedang diatur, dan karakteristik

respons ini juga bervariasi tergantung pada jenis plant yang akan diatur.

Selanjutnya, analisis respons ini dapat dilakukan dengan merujuk pada gambar di

bawah ini:

Gambar 2.5 Analisa Performa Controller

Selanjutnya, untuk mengevaluasi kinerja dari sistem yang diatur, penting untuk

menentukan nilai dari settling time, Integral Absolute Error (IAE), dan maximum

overshoot, yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:


a. Settling Time

Settling time adalah durasi yang dibutuhkan oleh sistem untuk mencapai nilai yang

stabil dengan toleransi kesalahan sebesar ±2% atau ±5% dari setpoint.

b. Integral Absolute Error (IAE)

IAE merupakan nilai integral dari kesalahan absolut dari respons simulasi yang

diperoleh. IAE dapat dijelaskan secara ilustratif dengan merujuk pada gambar di

bawah ini:

Gambar 2.5 Analisa Performa Controller

c. Maximum Overshoot
Merupakan nilai puncak dari respon setelah melewati setpoint. Setiap instansi

memiliki standarisasi tersendiri mengenai toleransi dari nilai maximum overshoot

ini.
BAB III METODOLOGI

3.1 Tahap Penelitian

Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Laporan ini adalah sebagai berikut.

a. Studi Kasus

Studi kasus dilakukan untuk memahami permasalahan mengenai kinerja Thermal

Oxidizer dan Waste Heat Recovery Unit. Informasi tentang permasalahan TOX dan

WHRU diperoleh berdasarkan observasi aktual di lapangan, wawancara dengan

pegawai, dokumentasi data operasional, dan pemantauan pada DCS (Distributed

Control System).

b. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk meninjau literatur yang bersangkutan dengan topik

penelitian Tugas Akhir. Literatur yang digunakan yaitu buku-buku, jurnal hasil

penelitian, tugas akhir, serta artikel di internet. Studi literatur dilakukan dengan

membaca, merangkum, dan menyimpulkan semua referensi tentang termodinamika

pada sistem pembakaran TOX dan perpindahan panas pada penukar panas WHRU.

c. Pengambilan Data

Untuk melakukan penelitian Tugas Akhir perlu didukung dengan pengambilan data

yang cukup. Data yang diperlukan yaitu spesifikasi lengkap dan drawing peralatan

TOX dan WHRU, P&ID TOX, data operasi pada bulan Juni-Juli 2016, dan foto

peralatan di plant.
d. Analisa Data

Dari data yang diperoleh tersebut bisa diolah untuk menyelesaikan permasalahan

dan mendapatkan hasil akhir yang diinginkan.

Gambar 3.1 Tahap Penelitian


BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Sistem Pengendalian Close Loop

Sistem kontrol loop tertutup dapat dijelaskan sebagai sistem yang

melibatkan mekanisme umpan balik, di mana sinyal umpan balik digunakan untuk

menghasilkan keluaran. Stabilitas sistem ini dapat diatur melalui penerapan umpan

balik. Dengan menerapkan mekanisme umpan balik, setiap sistem kontrol loop

terbuka dapat diubah menjadi loop tertutup.

Gambar 4.1 Sistem Pengendalian Close Loop

Output yang diharapkan dapat dicapai dan dipertahankan melalui

pemantauan kondisi aktual dan keluaran yang dihasilkan. Jika terdapat perbedaan

antara keluaran yang dihasilkan dan keluaran yang diinginkan, sistem kontrol ini

menghasilkan sinyal kesalahan yang diteruskan ke sinyal masukan. Dengan


menambahkan sinyal kesalahan ke sinyal masukan, keluaran loop berikutnya dapat

diperbaiki, yang dikenal sebagai sistem kontrol otomatis.

Implementasi close loop pada thermal oxidizer:

Sensing (Pendeteksian) : Sensor digunakan untuk memantau berbagai

parameter kritis seperti suhu, tekanan, kandungan gas, atau parameter lain yang

relevan dengan proses pembakaran. Sensor ini mengukur kondisi aktual sistem.

Perbandingan (Comparison) : Nilai yang diukur oleh sensor dibandingkan dengan

setpoint atau nilai yang diinginkan. Perbedaan antara nilai aktual dan setpoint

mengindikasikan kesalahan atau deviasi dari kondisi yang diinginkan.

Umpan Balik (Feedback) : Informasi dari perbandingan digunakan sebagai

umpan balik. Sinyal kesalahan dihasilkan berdasarkan perbedaan antara nilai yang

diukur dan setpoint. Sinyal kesalahan ini digunakan untuk membuat penyesuaian

pada sistem.

Aksi Kontrol : Sinyal kesalahan digunakan untuk mengontrol

variabel kontrol, seperti jumlah bahan bakar atau aliran udara, untuk mengoreksi

deviasi dari setpoint. Tindakan kontrol ini dapat dilakukan menggunakan berbagai

mekanisme, seperti regulator, katup, atau kontroler PID (Proportional-Integral-

Derivative).

Pemantauan Terus-Menerus :Proses ini berulang secara terus-menerus, di mana

kondisi sistem terus dipantau dan disesuaikan untuk menjaga kinerja yang optimal.
4.2 Permodelan Matematis Thermal Oxidizer

Model proses dalam ruang bakar Thermal Oxidizer Unit (TOU) dapat

dihasilkan dari persamaan perpindahan panas yang mencerminkan kesetimbangan

energi di dalam ruang bakar. Dengan demikian, diperoleh suatu persamaan yang

menggambarkan hubungan matematis dari variabel-variabel yang mempengaruhi

proses tersebut.

Sehingga dapat persamaan:

4.3 Permodelan Transmitter dan Control Valve

Beberapa tahapan untuk memodelkan matematis Transmitter dan Control

Valve untuk penelitian ini:

4.3.1 Permodelan Pressure Transmitter

Bentuk umum model matematis transmitter:

𝐺(𝑠) 𝐺𝑡
=
P(𝑠) 𝑐𝑠 + 1
Keterangan:
Gt : Gain transmitter
τ : Konstanta waktu transmitter
G(S) : Sinyal Keluaran transmitter
P(S) : Tekanan
Gain dapat ditentukan dengan:
𝑠𝑘
𝐺𝑡 =
𝑠𝑡
Keterangan :

Sk : Span keluaran transmitter


St : Span variabel terukur

Gt : Gain transmitter

a. Pressure Transmitter (gas)

Tekanan maksimum : 15 psi

Tekanan minimum : 0 psi

Waktu Konstan : 0.75s

20-4
𝐺𝑡 = = 1.06 𝑝𝑠𝑖
15-0

Sehingga

G(s) 15
=
F(s) 0.75 + 1

4.3.2 Permodelan Control Valve (gas)

Secara esensial, kontrol valve beroperasi dengan mengubah sinyal

keluaran dari kontroler, yang biasanya dalam bentuk arus listrik 4-20 mA,

menjadi sinyal output yang mengontrol aliran, misalnya aliran bahan bakar atau

udara. Penelitian ini melibatkan penggunaan dua kontrol valve, di mana yang

pertama digunakan untuk mengendalikan aliran bahan bakar dan yang kedua

digunakan untuk mengendalikan aliran udara. Model matematis umum pada

kontrol valve dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑚̇ 𝑏 (𝑠) 𝐾 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
=
𝑈 (𝑠) 𝑐𝑠 + 1

Dimana

𝑚̇̇ b (s) : Laju gas yang termanipulasi (Kg/jam)


U(s) : Sinyal input CV
K total : Gain actuator CV
Τ : Waktu konstan CV (second)
Sementara itu besar time constan bisa dilihat dengan persamaan berikut:
Tcv= (∆V + 𝑅𝑉)
Dengan:
mbmax-mbmin
∆V= mbmax

∆V= Fraksi masa perubahan CV

𝑅𝑉= 0.03 (Aktuator diaphragma)

𝑅𝑉= Perbandingan time constant inherent dengan time stroke

Tv dapat diperoleh melalui persamaan berikut:


𝑌𝑐
𝑇𝑣 =
𝐶𝑣
Dimana:
Yc: Faktor Stroking Time Valve =0,578
Cv: Koefisien Control Valve =0.39 (jenis I/P positioner)

CV= 0.578 [(5.2-0) + 0.03]


0.39 5.2

= 1.69s
Gain total dari CV ini didefinisikan sebagai hasil perkalian antara gain perubahan
arus ke tekanan Ki/p dengan gain aktuator Kactuator.
Ktotal=Ki/p x Kactuator
Ktotal : Gain Total
Ki/p : Gain Tranduser
Kact : Gain Aktuator
a. Gas (bahan bakar)
d Aliran maksimum
Kact = f(x)
d(x) Span pressure

1 1
Kact = y = 𝑓𝑙𝑜𝑤𝑚̇𝑎𝑥 𝑥 - 𝑓𝑙𝑜𝑤𝑚̇𝑎𝑥
12 4
1 1
Gain = 0.75 𝑓𝑙𝑜𝑤𝑚̇𝑎𝑥 𝑥 - 𝑓𝑙𝑜𝑤𝑚̇𝑎𝑥
12 4

Maka fungsi transfer CV dapat ditulis menjadi:

G(s) 0.4252 x - 1.7008


=
F(s) 1.69s + 1

X= Sinyal input 4-20 mA

4.3.2 Evaluasi PID untuk Pressure

Evaluasi kinerja PID (Proportional-Integral-Derivative) dalam

pengendalian tekanan pada thermal oxidizers adalah suatu penilaian terhadap

sejauh mana kontroler PID dapat menjaga tekanan dalam ruang bakar thermal

oxidizers pada tingkat yang diinginkan. Dalam pengaturan thermal oxidizers,

tekanan yang stabil dan terkendali sangat krusial untuk memastikan proses

pembakaran berjalan efisien dan aman.

Kontroler PID berperan penting dalam mengontrol tekanan dengan

mengoptimalkan proporsionalitas, integralitas, dan derivatifitas responsnya

terhadap setpoint tekanan yang ditentukan. Evaluasi ini melibatkan analisis

terhadap sejauh mana kontroler mampu merespon perubahan tekanan,

menyesuaikan dengan fluktuasi operasional, dan meminimalkan overshoot atau

undershoot yang mungkin terjadi selama proses pengendalian. Dalam penilaian

tersebut, parameter PID seperti gain proporsional (Kp), gain integral (Ki), dan gain
derivatif (Kd) akan diperiksa dan disesuaikan jika diperlukan untuk mencapai

respons tekanan yang optimal.

Tabel 4.3.2 Data Operasional

Stream No. (Reff Oly) 1 3 5 6 7


Acid Acid Vent Air Flash
Gas Gas from Gas LP
Description From From BSRU from Fuel
BSRU GSU Bioreactor Agru Gas
(D-0401) (D-0104) (K-0402) (V-0203)
Temperature oF 104 91,58 181,2 110,49 106,4
Pressure, psig 15 134,52 5 147,22 5,16
Flowrate MMSCFD 11,8 0,00469 3,81 0,4563 1,4789

Component, %mole
CO2 96,7498 8,6192 48,5947 0,34 0
N2 0,1891 3,7334 49,4268 0,38 0,5
O2 0 0 10,1846 0,01 0
Methane (CH4) 0,9382 74,244 1,0376 92,55 93,74
Ethane (C2H6) 0,0513 3,1782 0,0172 3,33 3,35
Propanes (C3H8) 0,3792 1,4437 0,0819 1,15 1,15
Butanes (C4H10) 0,0053 0,9804 0 0,34 0,3
iso-Butane (C4H10) 0 0 0 0,25 0,24
Pentane (C5H12) 0 0,6954 0 0,13 0,1
iso-Pentane (C5H12) 0 0 0 0,15 0,13
Hexane (C6H14) 0 0,8857 0 0,22 0,49
Heptane (C7H16) 0,006 0,4292 0,0036 0,16 0
Octane (C8H18) 0,1371 0,058 0,0871 0,15 0
Nonane (C9H20) 0,0032 0,0068 0,0033 0,05 0
Decane (C10H22) 0,0006 0,0031 0,0003 0,01 0
M-C Pentane (C6H12) 0,0024 0 0,0013 0,06 0
Cyclohexane (C6H12) 0,0016 0 0,0031 0,09 0
M-C Hexane (C7H14) 0,3431 0 0,3878 0,14 0
H2S 0,7359 0,6161 0 0 0
Benzene (C6H6) 0,429 0,2097 0,3293 0,29 0

Fokus pada bagian pressure yang membawa sejumlah parameter kritis yang

memberikan informasi mendalam tentang karakteristik aliran gas. Dengan suhu

mencapai 104 °F dan tekanan sebesar 15 psig, aliran ini berperan penting dalam

proses di Biological Sulphur Recovery Unit (BSRU). Kompleksitasnya diperkaya

oleh berbagai komponen gas, diukur dalam persentase mol, yang membentuk

komposisi unik dari gas asam.


Detil ini menjadi kunci untuk memahami kondisi sebenarnya dari Acid Gas

yang dihasilkan oleh BSRU. Dengan mengetahui persentase mol dari setiap

komponen, seperti CO2, N2, O2, Methane (CH4), Ethane (C2H6), Propanes

(C3H8), Butanes (C4H10), dan lainnya, kita mendapatkan pemahaman yang

mendalam tentang sifat-sifat fisikokimia dari aliran ini. Informasi ini tidak hanya

mencakup suhu dan tekanan, tetapi juga mengungkapkan struktur kimia yang

kompleks, yang merupakan inti dari evaluasi dan pengelolaan proses pada tahap ini

dalam Thermal Oxidizer.

Dari data diatas merupakan data operasional dimana pressure gas harus

dikonstankan pada nilai 15psi oleh karena itu PID berperan penting terhadap sistem

agar stuck di nilai 15psi:

Tabel 4.3.2 Nilai PID

Proportional Integral Derivative

130 80 0

Dalam pengendalian tekanan menggunakan PID (Proportional, Integral,

Derivative), keputusan untuk menggunakan atau tidak menggunakan komponen

Derivative (D) seringkali bergantung pada karakteristik sistem dan kondisi

operasional. Berikut adalah beberapa alasan mengapa nilai D dapat dianggap

kurang relevan atau bahkan tidak diinginkan dalam pengendalian tekanan:


Fluktuasi dan Noise :

Komponen Derivative (D) dapat memperkuat fluktuasi kecil atau noise dalam

sinyal pengukuran. Pada sistem tekanan yang sensitif terhadap fluktuasi kecil,

penggunaan Derivative dapat menyebabkan respons yang tidak diinginkan.

Overshoot :

Penggunaan Derivative dapat menyebabkan overshoot atau perubahan yang cepat

dalam respons sistem saat terjadi perubahan cepat dalam tekanan. Hal ini dapat

menyebabkan ketidakstabilan atau reaksi yang tidak diinginkan pada sistem

tekanan.

Instabilitas pada Sistem :

Jika sistem tekanan sering mengalami perubahan cepat, penggunaan Derivative

dapat menyebabkan instabilitas karena respons yang cepat terhadap perubahan

tersebut.

Potensi untuk Oscillasi :

Derivative dapat menyebabkan osilasi atau getaran pada sistem tekanan, terutama

jika terdapat noise tinggi atau fluktuasi yang signifikan dalam sinyal.

Tuning yang Sulit :

Tuning parameter Derivative seringkali lebih sulit dibandingkan dengan parameter

Proporsional (P) dan Integral (I). Nilai Derivative yang tidak tepat dapat

menyebabkan respons yang buruk atau bahkan merugikan sistem.


Gambar 4.3.2 Overshoot
Overshoot dalam kontrol tekanan dapat menyebabkan sejumlah masalah

serius dalam sistem atau proses yang diendalikan. Pertama, adanya overshoot dapat

membuat sistem menjadi tidak stabil, memicu osilasi yang tidak diinginkan dan

berdampak buruk pada kinerja sistem secara keseluruhan. Selain itu, respon yang

tidak terduga dari proses bisa muncul akibat overshoot, menciptakan perubahan

tekanan yang tiba-tiba dan memicu respons berlebihan dari komponen atau

peralatan dalam sistem. Pada sistem mekanis atau fluida, overshoot dapat

menimbulkan tekanan atau beban berlebih pada peralatan, berpotensi merusaknya

dan mengurangi umur pakainya. Terakhir, overshoot dapat mengakibatkan

penggunaan energi yang tidak efisien karena proses responsif terhadap perubahan

tekanan memerlukan energi tambahan untuk mengkompensasi overshoot dan

kembali mendekati nilai setpoint yang diinginkan. Oleh karena itu, mengendalikan

overshoot menjadi kunci untuk menjaga stabilitas, efisiensi, dan integritas peralatan

dalam sistem kontrol tekanan.


Gambar 4.3.2 Blok Diagram TOX Pressure

Blok diagram closed-loop pada sistem kontrol tekanan thermal oxidizer

mencakup sensor tekanan, kontroler PID, dan aktuator. Sensor mengukur tekanan

aktual, kontroler PID membandingkannya dengan setpoint, dan menghasilkan

sinyal kontrol untuk aktuator. Aktuator mengatur aliran udara atau bahan bakar

untuk menjaga tekanan mendekati setpoint. Sistem ini menggunakan mekanisme

umpan balik untuk menjaga stabilitas dan mencegah overshoot atau undershoot,

mengoptimalkan kinerja thermal oxidizer sesuai kebutuhan operasionalnya.


BAB V KESIMPULAN

1. Evaluasi kinerja PID controller pada thermal oxidizer merupakan langkah kritis

dalam menjaga operasional yang stabil dan efisien. Dengan memastikan

pengendalian tekanan yang tepat, dapat mencegah fluktuasi tekanan yang

merugikan dan mengoptimalkan penggunaan energi, menjaga keamanan proses,

serta menciptakan lingkungan industri yang lebih berkelanjutan.

2. Komponen D (Derrivative) menyesuaikan keluaran berdasarkan laju perubahan

kesalahan, berfungsi untuk meredam osilasi dan meningkatkan stabilitas sistem

kendali, walaupun sering diabaikan karena kontrol PI dianggap sudah memadai.

Penggunaan istilah turunan dapat memperkuat dampak gangguan pengukuran yang

bersifat fluktuasi acak, dan juga berpotensi menyebabkan perubahan keluaran yang

berlebihan. Filter menjadi elemen penting untuk mendapatkan estimasi yang lebih

akurat terkait laju perubahan variabel proses. Kecenderungan untuk merespons

dengan cepat adalah sumber masalah utama dalam penggunaan derrivative. Ketika

mendeteksi perubahan kecil dalam variabel proses, derrivative dapat merespons

bahkan jika perubahan tersebut hanya merupakan kebisingan. Ini dapat

menyebabkan reaksi yang tidak perlu terhadap fluktuasi kecil, mengakibatkan

ketidakstabilan dan potensial merusak komponen seperti Control Valve.


DAFTAR PUSTAKA

[1] (Ismail, 2016)Ismail, N. (2016). Sistem Pneumatic Control Valve Pada


Discharge Valve Main Cooling Water Pump (MCWP). Setiajit, Dkk./ Jurnal
Teknik Mesin Indonesia, 11(2), 26–27.
[2] (Pendidikan et al., 2013)Pendidikan, J., Elektro, T., & Yogyakarta, U. N. (2013).
MATERI KULIAH Sistem Kontrol Terdistribusi ( Distributed Control
Systems ) Sistem Kontrol Proses Berbasis Berkomputer Perkembangan Sistem
Kontrol Proses Sistem Kontrol Proses Berbasis Berkomputer. 1–38.
[3] (Ali, 2013)Ali, M. (2013). Oleh : “ FUNGSI DAN CARA KERJA DCS.”

Anda mungkin juga menyukai