Anda di halaman 1dari 3

Hujan deras mengguyur rumah kami seperti derap suara

kegelapan yang menakutkan. Aku, yang saat itu hanyalah


seorang gadis kecil berusia 7 tahun, duduk di meja makan
bersama ibuku, Fitri, yang hamil 9 bulan. Kita berdua
bergantung pada lentera di tengah meja untuk
memberikan cahaya yang redup.

Kami mulai makan malam dalam keheningan, hanya


terganggu oleh suara hujan yang keras di luar jendela.
Aku merasa gelisah karena aku bisa merasakan
ketegangan yang menggantung di udara. Tiba-tiba, lampu
padam, dan ruangan kami tenggelam dalam kegelapan
yang menyeramkan. Aku mengerang ketakutan, dan ibuku
meraih tanganku dengan erat.

"Jangan khawatir, Kalia, Mama di sini," kata ibuku dengan


suara yang gemetar.

Namun, ketika hujan terus turun dengan ganas, terdengar


suara ketawa yang mengerikan. Itu bukanlah suara
manusia; itu adalah ketawa sosok mengerikan yang
memilukan yang terdengar dari setiap sudut ruangan. Aku
menutup telingaku dengan tanganku, mencoba
menghentikan suara yang menakutkan itu hingga tak
sadar air mata mulai mengalir dari kedua mataku.

Ibuku mencoba untuk tetap tenang. "Kita harus mencari


tahu apa yang terjadi," kata dia sambil meraba-raba di
meja untuk menemukan lentera. Ketika lentera
dinyalakan, kita berdua melangkah ke dalam kegelapan
menuju suara ketawa yang mengerikan.
Kita mencapai lorong gelap yang mengarah ke pintu
bawah tanah. Suara ketawa hantu semakin intens,
menggema di seluruh rumah. Ibuku, dengan perasaan
cemas, memegang perutnya yang besar sambil mencoba
untuk berjalan dengan hati-hati.

Di dalam ruang bawah tanah yang mencekam, kita


melihat bayangan-bayangan gelap bergerak-gerak di
sekeliling kita. Hantu-hantu dengan wajah yang
mengerikan menatap kita dengan mata merah menyala,
dan suara ketawa mereka semakin keras dan menggila.

Ketika kami terjebak di dalam ruang bawah tanah yang


mencekam, aku melihat bayangan-bayangan gelap yang
mengerikan bergerak-gerak di sekeliling kami. Hantu-
hantu dengan wajah yang mengerikan menatapku dengan
mata merah menyala, dan suara ketawa mereka semakin
keras dan menggila. Sosok-sosok mengerikan itu memiliki
wajah pucat seperti mayat dengan mata merah menyala
dan senyum yang mengerikan yang menyiratkan
kegembiraan pada kengerian. Mereka mengenakan
pakaian kuno yang koyak-koyak dan tampaknya terbakar,
sementara rambut mereka bergelombang dan kusut
menambah aura ketakutan yang mendalam serta kulit
yang terkoyak hingga bergelantungan seperti kain yang
terhembus angin.

Aku merasa panik. Tidak ada jalan keluar, dan aku tidak
bisa melihat ibuku lagi dalam kegelapan itu. "Mama!"
jeritku dengan penuh ketakutan, air mata mengalir deras
dari mataku.

Suara ketawa hantu semakin menggila, dan aku bisa


merasakan mereka semakin mendekatiku. Aku berusaha
untuk melihat ibuku, tetapi ruangan itu tetap gelap gulita.
Aku merasakan tangan dingin dan menjijikkan meraba-
raba tubuhku, membuatku menjerit histeris.

Tiba-tiba, terdengar suara lembut yang merdu, seolah-


olah seseorang sedang bernyanyi. Aku mendengar kata-
kata yang tak dapat dipahami, tetapi mereka terasa
mengancam. Aku mencoba untuk menutup telingaku
dengan tangan, tetapi suara itu semakin kuat dan
mencekam.

Saat aku melihat ke sekitarku dengan mata penuh


ketakutan, aku melihat sosok-sosok mengerikan berwajah
menyeramkan yang mengelilingi ibuku, Fitri. Mereka
tampaknya menyeringai dengan kebahagiaan yang
mengerikan seolah-olah mereka sedang menantikan
kelahiran bayi itu.

Aku berteriak histeris, tidak bisa lagi mengendalikan


ketakutanku. Aku merasa terkurung dalam mimpi buruk
yang mengerikan, tidak tahu apa yang harus kulakukan
untuk melindungi ibuku dan diriku sendiri dari ancaman
ini.

Namun, ibuku, yang masih tak bisa melihat apa-apa,


hanya merasakan sentuhan dingin dan suara-suara aneh,
tidak tahu apa yang sedang terjadi di sekelilingnya. Kedua
dunia kami, dunia nyata dan dunia horor yang
mengerikan ini, sepertinya terpisah oleh sebuah jurang
yang gelap dan tak terjamah.

Anda mungkin juga menyukai