Laporan resmi ini disusun sebagai syarat untuk melengkapi tugas mata
kuliah Teknik Pewarnaan Dasar pada semester 3 yaitu praktikum pengujian pH
terhadap cat dasar kulit, pengujian ketahanan cat dasar terhadap asam dan basa dan
pengujian cat dasar terhadap kesadahan air.
Praktikan
JAFAR NASHIRUDDIN
130201035
Dosen Pengampu
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan resmi praktikum Teknik Pewarnaan Dasar
dengan lancar. Penulisan laporan bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Teknik Pewarnaan Dasar. Saya mengucapkam terimakasih kepada :
1. Elis Nurbalia, B.Sc, S.T, M.Eng, selaku dosen Teknik Pewarnaan Dasar
2. Noviari Prasetyo Rini, A.md dan Emiliana Anggriyani, S.Pt, M.Sc, selaku
asisten dosen Praktikum Teknik Pewarnaan Dasar
3. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan laporan ini.
Semoga dengan membaca laporan resmi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua dan menambah ilmu kita mengenai teknik pewarnaan dasar. Laporan ini
masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu saya meminta kritik dan saran
pembaca untuk perbaikan yang lebih baik lagi.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada industri penyamakan kulit, pemberian warna dasar dilakukan pada
proses finishing dalam pasca tanning. Pemberian warna dasar bertujuan untuk
memberikan warna pada kulit sehingga terlihat lebih menarik.
Produsen pembuatan kulit sangat memperhatikan warna pada kulit, kulit
yang berwarna rata dan cerah sangat diminati oleh hamper semua orang.
Karena di industri penyamakan kulit tidak tersedia semua warna, maka
dilakukan matching warna untuk mendapatkan warna yang diinginkan oleh
pembeli.
Praktikum ini bertujuan untuk mendapatkan wawasan tentang pewarnaan
dasar dan bagaimana mematchingkan warna.
C. Tinjauan Pustaka
Zat Warna
Pada tahun 1876 Otto Witt mengusulkan teori tentang zat warna, bahwa
dalam suatu struktur molekul zat warna akan mengandung gugus tidak jenuh
yang disebut kromofor (Contoh : -N=N-, >C=O, -NO2) dan gugus pembentuk
garam yang disebut auksokrom Contoh : -OH, -NH2, -SO3H.
Bila kromofor berikatan dengan sistem aromatik akan diperoleh senyawa
yang berwarna, contohnya azo bensena berwarna orange, antrakwinon berwarna
kuning muda. Gabungan sistem aromatik dan kromofor tersebut disebut
kromogen.
Kromogen seperti azobensena belum bisa dipakai sebagai zat warna karena
intensitas warnanya rendah dan belum mempunyai daya celup. Tetapi bila
dimasukkan satu atau lebih gugus auksokrom maka akan menjadi zat warna.
Dilthey dan Wizinger mengemukakan bahwa auksokrom ada yang bersifat donor
elelktron dan ada juga yang bersifat penarik elektron. Bila auksokrom pemberi
elektron diletakan pada arah berlawanan dengan auksokrom penarik elektron
dalam struktur molekul zat warna maka akan memperbesar sistem konyugasi zat
warna, sehingga selain meningkatkan intensitas warna juga akan menimbulkan
efek bathokromik, yaitu panjang gelombang maksimum ( λ maks) zat warnanya
akan semakin besar, contohnya dari kuning menjadi merah.
Pada tahun 1900 Gomberg menemukan radikal trifenil metan yang ternyata
berwarna padahal pada strukturnya tidak ada kromofor maupun auksokrom.
Pada tahun 1907 Hewitt dan Mitchel menyatakan pentingnya sistem
konyugasi dalam struktur zat warna, bahwa penuaan warna akan semakin besar
dengan semakin panjangnya sistem konyugasi dalam struktur zat warna. Seiring
dengan ditemukannya konsep resonansi elektron dalam struktur yang
terkonyugasi diperoleh bahwa penyebab timbulnya warna adalah karena dalam
struktur zat warna yang terkonyugasi akan ada resonansi electron π.
Dyes.
Dyes adalah komponen molekul organik yang memiliki kumpulan senyawa
inti tak jenuh, disebut kromofore yang bergabung dengan komponen lain dimana
gabungan ini disebut kromogen serta gugus substantive yang berfungsi sebagai
penguat / mengintensifkan warna dan memperbaiki substantifitas ikatan dengan
substratnya (serat kulit, kertas, poliamida, katun, sutera dll) yang disebut
ausokrome. (ON Witt, 1876)
1. Acid Dyes.
Cat ini umumnya merupakan garam natrium (Na), dimana dalam susunan
molekulnya mengandung satu atau lebih gugus sulfonat (-SO 3-), hanya ada
beberapa yang mengandung gugus karboksilat (-COO - ). Untuk berikatan dengan
substrat kulit secara sempurna (clear/exhausted) dan mencapai warna yang full
shade perlu lingkungan yang asam (2,5-3), sehingga pada akhir proses pewarnaan
kulit, ditambah asam ( asam format/ asetat ) untuk mencapai pH tersebut.
Beberapa Contoh Cat Asam.
a. Orange G ( Ethonic Fast G ).
b. Levelling Red (Acetyl Red J.).
c. Acid Bordeaux.
d. Recorcine Dark Brown.
e. Acid Black (Buffalow Black
f. Acid Yellow AJ.( Tartrazine ).
g. Acid Green.
Keuntungan Menggunakan Acid Dyes.
Dewasa ini dapat dikatakan hampir semua pewarna kulit menggunakan acid
dyes karena ada beberapa kelebihan yang dimilik oleh pewarna ini.
a. Ketahanan terhadap air sadah tinggi ( tidak mengendap).
b. Tidak menmbulkan efek bronzing walau penggunaannya berlebihan.
c. Mempunyai ketahanan gosok, cahaya, keringat yang relative baik dengan
nilai 3-5.
d. Mempunyai penetrasi yang baik terhadap kulit.
2. Direct Dyes.
Cat asam cat direk merupakan garam Na (natrium) dari asam sulpho yang
mengandung dua atau lebih gugus azo, sehingga sering juga disebut sebagai
diamina atau poliamina. Disamping itu cat direk paling sedikit memiliki 3 inti
aromatis terikat bersama dalam dua azo dan dua aromatis yang terikat dalam 1
azo.
Kelebihan
1. Harganya relative murah.
2. Mudah larut dala suasana alkali
Kekurangan.
1. Hampir semua cat direct mengandung benzidine
2. Warnanya lebih tampak buram dibandingkan dengan cat asam.
3. Sensitive terhadap perubaan npH terutama dalam suasana asam.
4. Ketahanan cahaya rendah
5. Tidak tahan terhadap air sadah.
Karakteristik Dyes
Selain sifat bawaan karena perbedaan struktur molekul internal yang berbeda
untuk setiap warna, karakteristik dyes juga dipengaruhi oleh factor external
terutama oleh:
a. Temperatur.
b. Konsentrasi.
c. pH larutan.
d. TIE.
Temperatur.
Naik turunnya tempaeratur larutan akan menyebabkan terjadinya perubahan
pada secondary valency forse dan ionic force. Sperti kita ketahui susunan atau
struktur molekul dyes merupakan garam atau asam yang berikatan melalui ikatan
ionic sehingga akan mudah mengalami ionisasi dalam larutan. Demikian pula
struktur molekul dyes banyak yang bersifat polar ( COOH, OH, SO 3Na dll)
sehingga dapat membentuk secondary force.
Pada saat temperature meningkat. SVF (secondary valence force) akan putus
sehingga menyebabkan:
Kelarutan meningkat.
Penetrasi pada kulit semakin dalam.
Molekul dyes mengecil
Sebaran cat semakin merata.
IF (ionic force) akan semakin melemah sehingga menyebabkan:
Disosiasi dan ionisasi akan semakin cepat.
Reaksi terhadap kulit wet-blue yang (+) meningkat /cepat (reaktivitas
naik)
Kemampuan penetrasi menurun.
Sebaran cat cenderung kurang rata.
Kenaikan temperature memberikan efek yang bertolak belakang terhadap
SVF dan IF, namun karena pengaruh IF lebih besar dari SVF maka untuk
menaikan temperatur lebih cenderung pada pertimbangan IF dan kondisi kulitnya.
Contoh awal pewarnaan untuk kulit yang memerlukan penetrasi tinggi lebih baik
menggunakan air dingin dan pada akhir proses baru dinaikan tempertarnya.
Sebaliknya pada untuk kulit yang dinginkan surface dyeing maka awal
penyamakan dilakukan dengan temperature tinggi.
Konsentrasi.
Konsentrasi tinggi berhubungan dengan penggunaan jumlah air dalam
proses. Semakin banyak persentase air digunakan maka konsentrasi akan semakin
rendah begitu pula sebaliknya.
Konsentrasi meningkat / tinggi menyebabkan molekul dyes semakin
mendekat akibatnya SVF antar molekul meningkat.
Molekul mengalami pembesaran.
Proses ionisasi akan terganggu akibatnya reativitas terhadap kulit kan
menurun.
Penetrasi dalam kulit akan meningkat.
Aksi mekanik flexing dan squeezing meningkat, difusi tinggi.
pH Larutan.
Dapat dikatakan dari tiga factor diatas pH merukan factor eksternal yang
paling berpengaruh. pH merupakan factor fungsional terikatnya dyes pada serat
kulit. Penurunan pH pada larutan dyes (sebagai garam Na) akan menyebabkan
proses disosiasi berjalan lebih cepat karena terbentuk garam baru dari sisa asam
dengan Na dan membentuk molekul dyes dengan muatan negative yang segera
berikatan secara ionic dengan serat kulit yang bermuatan positive. Penurunan pH
menyebabkan:
Meningkatnya afinitas dyes.
Menurunnya penetrasi atau difusi dyes.
Kenaikan pH menyebabkan efek sebaliknya
Menurunnya afinitas dyes.
Meningkatnya kemampuan penetrasi/difusi.
Dari data diatas tampak terjadinya penuruan afinitas tiga dyes terhadap
protein kulit bersamaan dengan naiknya pH larutan . Semakin tinggi pH larutan
maka jumlah dyes terikat pada serat kolagen semakin rendah tampak terjadi
penurunan afinitas dari ketiga dyes diatas. Hal lain yang perlu diperhatikan
berkaitan dengan nilai pH larutan adalah efeknya terhadap difusi / penetrasi dan
afinitas.
pH rendah akan meningkatkan afinitas tetapi menurunkan difusi
pH tinggi akan meningkatkan difusi tetapi menurunkan afinitas.
Sebagai catatan difusi dan afinitas cat dasar juga sangat tergantung dari jenis
media kulitnya. Cat dasar yang sama akan mempunyai afintas berbeda bila
medianya berbeda, atau dapat dikatakan afinitas cat dasar tergantung dari jenis
kulitnya apakah kulit wet-blue yang positip (+++++), nabati yang negative (−−−
−−), crust (−−−), atau kombinasi krom nabati/nabati krom. Selain itu sifat dasar
cat sebagai garam yang mempunyai tetapan disosiasi (K diss) berbeda juga
mempengaruhi difusi dari cat dasar. Sebagai contoh hasil penelitian terkait
dengan difusi dan tetapan disosiasi garam pewarna dapat dilihat dibawah ini.
Tabel 1.2 Difusi dan tetapan disosiasi garam pewarna
Dye’s Difusi Kdiss
Orange GG 10 4,7.10-1
Amida Yellow E 5 2,9.10-2
Orange II 5 5,6.10-2
Brown RHE 4 3,9.10-3
Fast Brown GB 4 1,6.10-3
10= difusi sempurna
Semakin kecil nilai tetapan diisosiasi menunjukan difusi semakin kecil dan
sebaliknya. Garam dengan Kdiss yang besar akan terion lebih baik dan sempurna.
Untuk kulit yang memliki muatan yang sangat beroreintasi positif kondisi ini
akan meningkatkan reaktivitas terjadinya ikatan, tetapi apabila kulit memliki sifat
yang lebih negative reaktivitas akan berkurang dan justrunakan membantu
terjadinya penetrasi kedalam kulit. Disini dapat diartikan prilaku cat terutama
yang berhubungan dengan difusi akan selalu berubah tergantung pada sifat
kulitnya, seperti telah diuraikan diatas.
TIE (IP).
Titik Iso Elektrik atau Iso Elektric Point merupakan nilai pH dimana terjadi
keseimbangan muatan positif dan negatif dalam kulit. Permasalahan muncul
ketika TIE selalu berubah-ubah tergantung kepada zat penyamak yang digunakan
akibatnya kulit selalu berubah TIE nya tergantung zat penyamak yang digunakan.
Berikut ini gambaran perubahan TIE akibat penggunaan zat samak yang berbeda.
Tabel 1.3 Perubahan TIE Kulit.
PeltCollagen pH I.P Shift of IP Produced Volt Surface
Tanned by Mean of by Tanned pH Potential at pH =6,5
Untanned 5,2 - -0,031
Formaldehida 4,6 -0,6 -0,041
Cathechine 3,8 -1,4 -0,076
Mimosa 4,0 -1,2 -0,085
Syntan 3,2 -2,0 -0,119
Masked Chrome 3,8-4,8 (-0,2)-(-1,4) (-0,01)-(0,05)
Basic Crome Sulfat 6,7 +1,5 0,025
Apabila Volt Surface Potential bersifat positif seperti kulit yang disamak
dengan basic chrome sulfat maka difusi akan terganggu, penetrasi rendah, reaktif
terhadap acid atau acid dyes yang anionik, namun sebaliknya apabila Volt
Surface Potential negative difusi akan lebih baik penetrasi tinggi. Dalam contoh
diatas dyes yang paling cepat penetrasi apabila di implementasikan pada kulit
yang di retanning dengan synan. Semakin banyak jumlah syntan yang digunakan
maka sifat kulit akan semakin negative, sehingga reakttifitasnya terhadap
pewarna anionik akan semakin rendah, sulit terikat, bahkan dapat menyebabkan
tingkat ketahanan kelunturannya menurun.
Fiksasi.
Fiksasi juga disebut pengikatan, proses yang dilakukan setelah waktu
pewarnaan atau proses dyeing dianggap cukup. Fiksasi yang menggunakan
pewarna asam, direk atau metal-kompleks umumnya dengan asam dalam hal ini
asam formiat (HCOOH) atau asetat (CH3COOH). Mekanisme fiksasi terjadi
dalam tiga tahapan.
Tahap1: Merupakan tahap penetrasi/difusi pewarna dalam kulit. Kecepatan
penetrasi tergantung beberapa factor selain dari kulitnya juga sifat dyestufnya.
Waktu penetrasi biasanya antara 45-90 menit.
Tahap2: Setelah penetrasi tercapai mulai dilakukan fiksasi dengan
menambahkan asam secara bertahap dalam drum perwarnaan. Terjadi penurunan
pH cairan dan kulit. pH yang lebih rendah dari TIE kulit akan menyebabkan kulit
bermuatan positif dan reaktif terhadap muatan anionik.
Tahap3: Bersamaan dengan penurunan pH cairan, dye’s yang merupakan
garam akan terdisosiasi dengan sempurna dan membentuk ion negative yang
segera bereaksi dengan gugus amina kulit, seperti contoh dyes yang terion
dibawah ini.
Selain terjadi ikatan ionic yang merupakan representasi ikatan seluruhnya
terjadi pula ikatan karena polaritas dyestuff. Disini gugus polar pada pewarna
seperti (OH) atau NO2 potential untuk membentuk ikatan secondary valency
dengan kulit. Ikatan ini signifikan terhadap kekuatan ikatan pewarna dengan kulit
sehingga terbentuk mutual binding yang mempengaruhi tingkat kelunturan kulit
secara keseluruhan.
Dari ilustrasi diatas dapat disimpulkan semakin besar molekul dyestuff maka
potensial ikatan co-ordinat valency ( dipoles dan forming hydrogen bond )
semakin besar yang akan menyebabkan meningkatnya ketahan warna kulit
Fiksasi dilakukan dengan penambahan asam, namun tidak jarang
ditambahankan bahan pembantu fixing atau disebut sebagai fixing agent yang
merupakan resin kationik, garam aluminium, garam chrome, emulsi minyak
bermuatan kationik untuk meningkatkan derajat exhaustion cat dasar,
meningkatkan ketahanan gosok, kelunturan warna. Penggunaannya tidak lebih
dari 0,75 % karena bila terlalu banyak memberikan efek pegangan yang berbeda.
KESADAHAN AIR
Kesadahan air adalah kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air,
umumnya ionkalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garamkarbonat.
Air sadah atau air keras adalah air yang memiliki kadar mineral yang tinggi,
sedangkan air lunak adalah air dengan kadar mineral yang rendah. Selain ion
kalsium dan magnesium, penyebab kesadahan juga bisa merupakan ion logam
lain maupun garam-garam bikarbonat dan sulfat. Metode paling sederhana untuk
menentukan kesadahan air adalah dengan sabun. Dalam air lunak, sabun akan
menghasilkan busa yang banyak. Pada air sadah, sabun tidak akan menghasilkan
busa atau menghasilkan sedikit sekali busa. Cara yang lebih kompleks adalah
melalui titrasi. Kesadahan air total dinyatakan dalam satuan ppmberat per volume
(w/v) dari CaCO3.
Air sadah tidak begitu berbahaya untuk diminum, namun dapat
menyebabkan beberapa masalah. Air sadah dapat menyebabkan pengendapan
mineral, yang menyumbat saluran pipa dan keran. Air sadah juga menyebabkan
pemborosan sabun di rumah tangga, dan air sadah yang bercampur sabun dapat
membentuk gumpalan scum yang sukar dihilangkan. Dalam industri, kesadahan
air yang digunakan diawasi dengan ketat untuk mencegah kerugian. Untuk
menghilangkan kesadahan biasanya digunakan berbagai zat kimia, ataupun
dengan menggunakan resin penukar ion.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kesadahan_air)
Air untuk penyamakan kulit harus jernih, tidak berbau, tidak berwarna dan
tidak mengandung zat-zat yang dapat menurunkan mutu kualitas kulit yang
diproses, seperti garam-garam besi, natrium Klorida yang terlalu banyak, garam-
garam Ca dan Mg (kesadahan) dan sebaiknya bereaksi netral. Air yang
kesadahannya tinggi biasanya terdapat pada air tanah di daerah yang bersifat
kapur dan juga mengakibatkan konsumsi, karena adanya hubungan kimiawi
antara ion kesadahan dengan molekul sabun menyebabkan sifat deterjen sabun
hilang. Beberapa pengaruh kualitas air untuk penyamakan kulit yang tidak
memenuhi standar mutu air untuk proses penyamakan kulit adalah sebagai
berikut :
Kesadahan dapat mengganggu pada proses penyamakan antara lain :
1. Liming
Ca(HCO3)2 + Ca(OH)2 → 2CaCO3↓ + 2H2O
Flek
2. Pikel
CaCl2 + H2SO4 → CaSO4↓ + 2HCl
3. Penyamakan nabati
Ca2+ +Tannin → Ca Tannat (warna lebih tua)
4. Pengecatan
Cat anionik akan mengurangi jumlah cat yang dipakai, sebab bereaksi
dengan kalsium (Ca2+) dengan kulit dapat mengurangi efektifitas kerja cat.
5. Pada proses soaking dapat menyebabkan sulitnya penetrasi kemikalia
kedalam kulit.
6. Bilangan permanganat
Pada bilangan permanganate banyak terdapat reduktor didalam air, zat
organic dan mikroorganisme sehingga dikawatirkan dapat terjadi
pembusukan.
7. Klorida (Cl)
Dalam kondisi tertentu air dapat bereaksi dengan udara bebas membentuk
H2CO3↔H2O+CO2 + H2O, yang berfungsi menghilangkan kemungkinan
endapan putih dari karbonat
8. Besi (Fe)
FeCl3 + KCNS → FeCl2CNS + KCl
Kadar besi yang berlebihan dapat menagkibatkan :
a. Pada proses soaking bereaksi dengan kulit sehingga warna kulit menjadi
kecoklatan.
b. Pada proses tanning dapat membentuk Feritannat sehingga warna menjadi
lebih tua.
c. Besi juga bersifat kationik sehingga pada prose pengecatan akan bereaksi
dengan zat anionic sehingga mengurangi efisiensi kerja pengecatan.
Dilihat dari jumlah H+ yang disuplai H2SO4 akan mempunyai pengaruh yang
lebih besar daripada HCOOH.
Apabila electron mobile dari cat dasar tersebut terpengaruh oleh asam
( berikatan dengan H+ ) maka terjadi perubahan probabilitas susunan electron,
energinyapun berbeda. Hal ini menyebabkan perubahan serapan panjang
gelombang dari molekul cat dasar sehingga warna berubah.
Perubahan warna bisa menjadi lebih tua dan bisa menjadi lebih muda,
tergantung dari panjang gelombangya. Semakin tinggi panjang gelombangnya
akan mengarah ke daerah warna Red tetapi semakin pendek panjang
gelombangnya akan mengarah ke warna violet.
Violet Red
BAB II
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Homogenitas test
1.Setelah pengambilan larutan cat dasar untuk drop test, larutan didiamkan.
2.Diamati pada 10 menit dan 60 menit
3.ditabulasikan data
Parameter homogenitas
Nilai Ketentuan
BAB III
PENGAMATAN
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/6571779/
LAPORAN_PRAKTIKUM_PRAKTEK_TEKNIK_PEWARNAAN
TEKNIK PEWARNAAN
Disusun oleh :
Nim : 130201035
YOGYAKARTA
2014