Menggunakan bank makanan dalam pendidikan kewarganegaraan sebagai alat pedagogis
dalam pembelajaran berbasis proyek
Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggunakan bank makanan dalam pendidikan kewarganegaraan sebagai alat pedagogis dalam pembelajaran berbasis proyek. Dua angkatan mahasiswa S1 yang mengikuti mata kuliah wajib PKn Semester Ganjil 2017 di Universitas Jember berpartisipasi dalam proyek bank makanan untuk membantu mengatasi masyarakat kurang mampu di Desa Garahan, Jember, Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Untuk menerapkan bank makanan dalam pendidikan kewarganegaraan, Komponen kelas dari proyek ini termasuk tugas membaca tentang kemiskinan, diskusi kelompok kecil, dan menulis jurnal reflektif. Siswa memuncak proyek publik dalam sebuah karya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proyek bank makanan adalah keterampilan pedagogis sipil yang efektif. Pengantar Data nasional dan regional yang tersedia saat ini tentang kemiskinan di Indonesia menunjukkan bahwa pada bulan Februari 2017 lebih dari 27,7 juta orang, atau 10,7 persen dari populasi Indonesia, memperoleh pendapatan sebesar Rp344.809 ($24,8) per bulan (Badan Pusat Statistik, 2017). Kemiskinan di Jawa Timur saja, khususnya di Kabupaten Jember merupakan 11,28 persen dari penduduk Jember (Badan Pusat-Statistik, 2015). Intervensi pengentasan kemiskinan yang didukung oleh pemerintah, non-pemerintah, dan organisasi keagamaan telah menggunakan program seperti beras untuk masyarakat miskin (Ind.raskin) dan bantuan langsung tunai (Kozak, Lombe, & Miller, 2012). ). Namun, penelitian menemukan bahwa intervensi tersebut hanya satu langkah dalam mencapai Millenium Development Goal (MDG) #1.Jurnal Penelitian Pendidikan Ilmu Sosial Meskipun upaya pemerintah, non-pemerintah, dan organisasi keagamaan Indonesia untuk mengatasi kemiskinan termasuk bantuan tunai, hampir tidak ada upaya untuk menggunakan strategi pendidikan yang kuat untuk mengatasi kelaparan. Studi pendahuluan ini menemukan bahwa dosen pendidikan kewarganegaraan di Universitas Jember menggunakan metode dan strategi pengajaran tradisional yang ditandai dengan ceramah yang dibantu oleh presentasi PowerPoint. Metode pengajaran konvensional bermasalah karena hanya menekankan transmisi pengetahuan. Meskipun dosen menggunakan diskusi kelompok, tidak ada aturan tentang siapa melakukan apa. Akibatnya, siswa yang sama mendominasi diskusi selama sesi tanya jawab. Sebagaimana dicatat Ramos (2005), penerapan metode konvensional seperti konsep pendidikan perbankan Paulo Freire, di mana peran guru adalah penyimpan sedangkan siswa adalah penerima. Studi-studi ini menerapkan kegiatan bank makanan dalam pendidikan kewarganegaraan yang melibatkan siswa melalui pembelajaran berbasis proyek. Tinjauan Literatur Bank makanan Kajian yang menggunakan bank pangan sebagai salah satu langkah pengentasan kemiskinan baik berbasis intervensi maupun evaluatif. Studi berbasis intervensi yang dilakukan oleh Roncarolo, Adam, Bisset, & Potvin (2015) di Montréal, Québec membahas kebutuhan mendesak akan makanan. Namun, temuan tersebut menemukan bahwa peserta intervensi bank makanan tradisional memiliki akses yang lebih sedikit ke sumber daya (bank makanan), tidak menyediakan variasi makanan yang cukup, dan meningkatkan kekhawatiran moral yang terkait dengan masalah sosial dan politik, yang semuanya tidak memuaskan rasa lapar individu. Masalahnya berputar di sekitar bagaimana mendistribusikan makanan dan jenis makanan apa yang memenuhi diet bergizi. Studi kasus yang dilakukan oleh Kozak, Lombe, & Miller (2012) di empat negara: (Columbia, Indonesia, Jamaica, dan Uganda) menemukan bahwa rata-rata kemiskinan yang lebih tinggi di negara-negara tersebut disebabkan oleh terlepasnya masyarakat dari pasar tenaga kerja formal. . Demikian pula di Indonesia, karena terbatasnya kesempatan kerja di sektor formal, jumlah pekerja miskin mengalami stagnasi sebesar 8,2% sejak tahun 2002 (Stalker, 2008). Untuk menanggapi masalah kemiskinan, pemerintah Indonesia telah menerapkan bantuan tunai yang memungkinkan rumah tangga miskin membayar biaya kesehatan dan pendidikan (Kozak, Lombe, & Miller, 2012). Selain bantuan tunai, kebijakan pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Rencana Aksi Gizi Pangan 2006-2010 bertujuan untuk memberantas kelaparan (Menteri PPN, 2010). Studi terbaru berpendapat bahwa meskipun langkah pertama dalam mengentaskan kemiskinan dan kelaparan ini kuat, pembuatan program aksi hanyalah satu langkah untuk mencapai MDG #1 (Kozak, Lombe, & Miller,2012). Selain itu, organisasi nirlaba, seperti bank pangan Indonesia, berkontribusi untuk mengurangi kelaparan, tetapi hanya di wilayah Jawa Barat (Kompas, 2015). Dalam konteks pendidikan, studi yang mengevaluasi proyek KKN dilakukan di sebuah universitas negeri di Amerika Serikat bagian selatan telah menyarankan bahwa kesukarelaan mahasiswa dan penggalangan dana adalah komponen yang paling penting untuk membantu mahasiswa memahami kerawanan pangan (Tallant, 2011). Studi ini mengimplementasikan bank makanan dalam pendidikan kewarganegaraan sebagai alat pedagogis dalam pembelajaran berbasis proyek. Proyek-proyek tersebut mencakup tugas- tugas kompleks berdasarkan pertanyaan atau masalah yang menantang yang melibatkan siswa dalam merancang, memecahkan masalah, pengambilan keputusan, dan kegiatan investigasi lainnya (Larmer dan Mergendoller, 2010). Selanjutnya, beberapa sarjana dan pendidik percaya bahwa menggunakan metode pembelajaran berbasis proyek, yang membangun pengetahuan baru dengan menantang siswa dengan pertanyaan mengemudi untuk memandu penyelidikan mereka (Blumenfeld et al 1991;. Krajcik & Soloway, 1997). Tidak seperti metode konvensional yang berfokus pada kuliah dan instruksi berbasis buku teks, instruksi berbasis proyek menggunakan konstruktivisme sebagai landasan teoretisnya di mana siswa membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan sosial mereka (Perkins 1991; Piaget 1969; Vygotsky, 1978). Jadi, dengan melakukan investigasi, percakapan (wawancara), dan aktivitas, siswa belajar dengan mengkonstruksi pengetahuan baru. Oleh karena itu, alih- alih menggunakan rencana pelajaran yang mengarahkan siswa ke hasil belajar tertentu, penerapan pembelajaran berbasis proyek memungkinkan siswa untuk melakukan penyelidikan mendalam ke dalam topik yang layak dipelajari lebih lanjut (Harris & Katz, 2001). Studi yang dilakukan oleh Jones, Ramussen, & Moffitt (1997) menemukan bahwa dengan melibatkan siswa dalam kegiatan otentik memberikan siswa kesempatan untuk bekerja secara mandiri selama periode waktu yang lama dan berujung pada produk atau presentasi yang realistis. Kegiatan memuncak dalam kerja siswa dalam kelompok yang hasilnya dipresentasikan secara publik dalam sebuah karya sebagai produk yang realistis.
Pembelajaran Berbasis Proyek
Studi yang mendukung efektivitas dan implementasi pembelajaran berbasis proyek yang digunakan sebagai metode pembelajaran terutama dalam studi sains dan interdisipliner, termasuk pendidikan kewarganegaraan dan studi sosial (Barron & Darling-Hammond, 2008; Krajcik & Shin 2014; Larmer & Mergendoller, 2010; Parker, dkk.2013; Thomas, 2000). Secara historis, istilah pembelajaran proyek berasal dari karya John Dewey dan William Heard Kilpatrick - "metode proyek" yang berasal dari tahun 1918 (Larmer, 2014; Pellegrino & Hilton, 2012; Peterson, 2012). Ravitch (2000) menegaskan bahwa kunci metode proyek'- terletak pada kegiatan yang dilakukan oleh siswa yang benar-benar menarik minat mereka. Penegasan Ravitch menekankan bahwa pembelajaran berbasis proyek (PBL) secara teoritis konstruktivisme. Konstruktivis percaya bahwa belajar adalah proses aktif, di mana peserta didik memanfaatkan pengetahuan mereka sebelumnya tentang topik untuk membangun ide- ide baru (Prancis, 2016). PBL berakar pada gagasan konstruktivis Piaget (1990), di mana manusia dilahirkan dengan skema yang ditambahkan individu melalui proses asimilasi atau akomodasi. Dengan menggunakan pengalaman sebelumnya dan lingkungan di sekitar mereka, PBL melibatkan perkembangan intelektual peserta didik melalui observasi dan investigasi untuk memperluas skema yang sudah ada sebelumnya mengenai topik yang dipelajari (Prancis, 2016). Sifat sosial PBL juga sesuai dengan teori konstruktivis sosial Vigotsky di mana interaksi sosial sangat penting dalam pembelajaran siswa (McLood, 2014). Menurut Vigotsky (1978), siswa menyerap informasi yang mereka terima melalui interaksi dengan orang lain dan menginternalisasi percakapan untuk menciptakan pengetahuan tentang topik tertentu. Studi empiris tentang efektivitas pembelajaran berbasis proyek sebagian besar dilakukan dalam pendidikan sains (Alacapinar, 2008; Krajcik, Resier, Shuterland, & Fortus, 2012). Sementara itu, studi kualitatif tentang pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek dilakukan di dua ruang kelas IPA. Yang pertama disebut sains penyelidikan berbasis proyek, atau PBIS (Kolodner, Krajcik, Edelson, Reiser & Starr, 2009-2013) Yang terakhir disebut Menyelidiki dan Menanyakan Dunia kita melalui Sains dan Teknologi, atau IQWST (Krajcik, Resier, Sutherland, & Fortus, 2012). Selanjutnya, studi implementasi PBL dilakukan dalam kurikulum IPS dengan Knowledge in Action, atau KIA (Boss et al. 2011; Parker et al. 2011). French (2016) melakukan studi tentang integrasi IPS dan literasi melalui pembelajaran berbasis proyek. Menurut Barrows (Perancis, 2016) ciri-ciri PBL antara lain sebagai berikut. Pertama, masalah yang tidak terstruktur disajikan sebagai masalah yang belum terselesaikan sehingga siswa tidak hanya menghasilkan banyak pemikiran tentang penyebab masalah, tetapi juga banyak pemikiran tentang bagaimana menyelesaikannya. Kedua, pendekatan yang berpusat pada siswa adalah pendekatan di mana siswa menentukan apa yang mereka butuhkan untuk belajar. Terserah peserta didik untuk memperoleh isu-isu kunci dari masalah yang mereka hadapi, menentukan kesenjangan pengetahuan mereka, dan mengejar dan memperoleh pengetahuan yang hilang. Ketiga, guru bertindak sebagai fasilitator dan tutor, menanyakan kepada siswa jenis pertanyaan meta-kognitif yang ingin mereka tanyakan pada diri mereka sendiri. Pada sesi-sesi berikutnya. bimbingan berkurang. Keempat, otentisitas menjadi dasar pemilihan masalah, diwujudkan dengan keselarasan dengan praktik profesional atau dunia nyata. Penelitian ini mengimplementasikan bank makanan di masyarakat pendidikan sebagai alat pedagogis dengan mengadopsi elemen PBL Larmer & Mergendoller. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kesadaran siswa akan tanggung jawab sosial dengan mengumpulkan dan mendistribusikan sejumlah besar bahan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan. Pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apa definisi operasional dari pembelajaran berbasis proyek? 2. Apa saja elemen pembelajaran berbasis proyek? 3.Mengapa menggunakan proyek bank makanan untuk mengajarkan pendidikan kewarganegaraan? 4.Bagaimana proyek bank makanan memungkinkan siswa untuk meningkatkan kesadaran tanggung jawab sosial? Metodologi Penelitian ini menggunakan penelitian dan pengembangan oleh Gall dan Borg (2003). Menurut Gall dan Borg (2003), Sugiyono (2014), dan Rachman (2015) pendekatan penelitian dan pengembangan adalah pendekatan untuk melakukan penelitian, pengembangan, dan pengujian terhadap suatu produk. Selain itu, penelitian dan pengembangan bertujuan untuk mengkaji efektivitas dan praktik agar produk tersebut dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, pendekatan penelitian dan pengembangan bersifat longitudinal atau dilakukan dalam rentang waktu bertahun-tahun. Dalam konteks pendidikan, produk penelitian dan pengembangan meliputi: hasil seperti kebijakan, sistem, metode kerja, kurikulum, buku referensi, media, model pembelajaran, alat bantu pendidikan, prototipe, simulator, kit pelatihan/sains, instrumen penilaian, dan sejenisnya. (Gall dan Borg, 2003; Sugiyono, 2014; Rachman, 2015). Untuk penelitian ini digunakan model pembelajaran pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dengan judul 'Mengembangkan Pembelajaran Berbasis Proyek melalui Bank Pangan. Model ini mencakup sepuluh langkah (Gall & Borg, 2003): 1) penelitian dan pengumpulan informasi, 2) perencanaan, 3) pengembangan bentuk awal produk, 4). uji pendahuluan lapangan, 5) revisi produk utama, 6) uji lapangan utama, 7) revisi produk operasional, 8) uji lapangan operasional, 9) revisi produk akhir, dan 10) dessiminasi dan implementasi. Gall dan Borg (2003) mengkategorikan sepuluh langkah tersebut menjadi tiga langkah utama: 1) pendahuluan untuk mengkaji model yang sudah ada yang digunakan, 2) proses pengembangan yang mencakup perancangan model, penyusunan komponen model, dan uji coba terbatas 3) langkah validasi untuk mengaktualisasikan model akhir yang akan diimplementasikan. Penelitian ini pertama kali dilakukan di Universitas Jember pada tahun 2017 sebagai uji coba terbatas untuk menerapkan pembelajaran berbasis proyek melalui bank makanan dalam mata kuliah pendidikan kewarganegaraan. Selanjutnya, hasil penelitian tersebut akan dipresentasikan dalam konferensi internasional. Fase kedua (keduatahun) tahun 2018 penelitian akan dilaksanakan ke IKIP PGRI Jember.Penelitian ini melibatkan mahasiswa S1 yang mengikuti pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata kuliah umum wajib di Universitas Jember untuk mengkaji permasalahan kemiskinan di desa Garahan, Jember.Para mahasiswa memilih desa Garahan sebagai tempat penelitian karena merupakan desa di Jember yang warganya hidup di bawah garis kemiskinan nasional (Badan Pusat Statistik, 2014).