Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS STRUKTURAL CERPEN

PADA SEBUAH KUIL KARYA A.S. LAKSANA

Oleh :

ADAM SADEBE

2101102011069

SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS JEMBER

2022
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah meberikan rahmat taufik serta
hidayah-Nya. Sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Analisis cerpen “Pada Sebuah Kuil” karya A.S. Laksana” Ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Prosa Indonesia
bidang studi Sastra Indonesia dengan dosen pengampu Ibu Dra. Titik Maslikatin, M.
Hum. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menganalisis secara struktural cerpen
“Pada Sebuah Kuil”. Memahami struktur yang membangun, dan untuk memahami
unsur-unsur cerita yang ada pada novel tersebut.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Titik maslikatin., M.Hum.
dan juga kepada Bapak Abu Bakar Ramadhan Muhammad, S.S., M.A. selaku dosen
pada mata kuliah Pengantar Prosa Indonesia bidang studi Sastra Indonesia yang telah
membimbing dan memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai bidang studi yang ditekuni.
Penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah
wawasan dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam mata kuliah
pengantar prosa.

Jember, 10 April 2022


DAFTAR ISI
Prakata

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

1.3.2 Manfaat

1.4 Tinjauan Pustaka

1.5 Landasan Teori

1.5.1 Judul

1.5.2 Tema

1.5.3 Penokohan

1.5.4 Latar

1.5.5 Alur

1.5.6 Konflik

1.5.7 Suspense

1.5.8 Foreshadowing

1.5.9 Point of View


BAB II PEMBAHASAN

2.1 Judul

2.2 Tema

2.3 Penokohan

2.4 Latar

2.5 Alur

2.6 Konflik

2.7 Suspense

2.8 Foreshadowing

2.9 Point of View

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Lampiran
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cerpen merupakan salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa dengan
menyuguhkan kisah yang singkat. Di dalamnya mengandung unsur-unsur pembangun
sebuah cerita seperti halnya karya sastra yang lainnya (novel dan drama). Unsur-unsur
yang dimaksud yakni, tema, judul, penokohan dan perwatakan, konflik, alur, dan latar.
Unsur-unsur tersebut merupakan sebuah kesatuan agar menciptakan sebuah cerpen
yang utuh. Alasan penulis memilih cerpen sebagai bahan analisis adalah karena setiap
cerpen pasti memiliki cerita yang unik serta memiliki unsur-unsur yang sangat menarik
untuk dianalisis.

Penulis memilih cerpen yang berjudul “Pada Sebuah Kuil” karya A.S.
Laksana. Alasan penulis memilih cerpen karya A.S. Laksana sebab beliau merupakan
seorang sastrawan, kritikus sastra dan wartawan yang aktif menulis cerpen dan
karyanya banyak terpampang di berbagai media cetak nasional. Beliau juga mendirikan
dan mengajar di sekolah penulisan kreatif Jakarta School.

Cerpen “Pada Sebuah Kuil” karya A.S. Laksana diteliti menggunakan


pendekatan struktural. Pendekatan struktural ini dikerjakan dengan cara menganalisis
unsur-unsur struktur serta aspek pembangun yang terdapat dalm cerpen ini, dan dapat
menghasilkan makna secara menyeluruh. Struktur cerpen “Pada Sebuah Kuil”
memiliki keungulan yakni menarik untuk dianalisis, unik, dan banyak amanat yang
bisa diambil pembaca.

1.2 Permasalahan

Sesuai dengan apa yang sudah sedikit penulis singgung pada bagian Latar
Belakang, makalah ini akan membahas hasil analisis sebuah prosa berjenis cerpen yang
berjududul “Pada Sebuah Kuil” dengan metode analisis yang digunakan adalah metode
struktural.
1.3 Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan

Tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk menganalisis secara struktural


cerpen “Pada Sebuah Kuil” Untuk memahami struktur yang membangun cerita dalam
cerpen dan juga untuk memahami unsur-unsur cerita yang ada pada cerpen “Pada
Sebuah Kuil”
1.3.2 Manfaat

Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan bagi penulis dan pembaca
khususnya di bidang sastra dan pengetahuan tentang teori analisis struktural prosa.
Tulisan ini juga dapat membantu peneliti untuk dijadikan referensi yang bisa
memberikan gambaran baru dalam melakukan penelitiannya.

1.4 Tinjauan Pustaka

Tinjauan Pustaka merupakan peninjauan kembali literatur-literatur yang


sebelumnya sudah ada dan terkait. Menurut Leedy (1997:71), ia berpendapat bahwa
tinjauan Pustaka adalah penjelasan yang berisi tentang ungkapan-unkapan penelitian
sebelumnya yang memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Cerpen yang berjudul “Pada Sebuah Kuil” karya A.S. Laksana ini belum
pernah dijadikan sebagai bahan analisis. Penulis menggunakan analisis struktural pada
cerpen “Pada Sebuah Kuil” tanpa mencampurkan urusan lain dari penelitian tersebut.
Argumen ini diperkuat dengan penggunaan judul penelitian, yaiti “Makalah Analisis
Struktural Cerpen Pada Sebuah Kuil Karya A.S. Laksana”.

1.5 Landasan Teori

Metode yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji cerpen “Pada Sebuah
Kuil” adalah menggunakan metode kajian structural. Metode yang digunakan penulis
membedah sebuah karya sastra dengan unsur-unsur instrinsik yang ada pada cerpen.
Dengan menggunakan metode struktural, dapat mengkaji antarunsur intrinsic sebuah
karya sastra untuk mendapatkan totalitas makna sebuah karya sastra.

1.5.1 Judul

Menurut Jones (dalam Maslikatin 22007: 23) Judul karangan dapat


menunjukkan unsur-unsur tertentu karya sastra, yaitu:

1.) Dapat menunjukkan tokoh utama;


2.) Dapat menunjukkan alur waktu, terdapat pola cerita yang disusun secara
kronologis;
3.) Dapat menunjukkan obbjjek yang dibbahas dalam cerita;
4.) Daapat mengidentifikasi keadaan dan suasana cerita;
5.) Dapat mengandung beberapa pengertian, misalnya tempat dan suasana.

1.5.2 Tema

Tema merupakan ide yang mendasari dan menunjang sebuah karya sastra.
Burhan Nurgiyantoro (2005: 68) mengatakan bahwa tema adalah inti dari cerita
sehingga peristiwa-peristiwa yang ada dalam cerita semua berpusat pada tema. Stanton
dan Kenney (dalam Nurgiyanto, 1995: 67) menyatakan bahwa tema ada dua jenis yaitu
tema mayor (tema utama) dan tema minor (tema tambahan).

Tema Mayor

Tema mayor adalah pokok cerita yang ada pada sebuah cerita yang sering
diulang ulang oleh penulis dan menjadi gagasan dasar pada sebuah cerita tersebut.
Menurut Nurgiyantoro (2013: 133) tema mayor merupakan “Makna pokok cerita yang
menjadi dasar atau gagasan umum karya sastra itu, sedangkan makna-makna tambahan
merupakan tema-tema minor”.

Tema Minor
Tema minor merupakan makna tambahan pada sebuah cerita yang tidak begitu
mempengaruhi ide sebuah karya. Namun, tema minor ini bisa lebih menghidupkan
suasana cerita jika ditambahkan dalam sebuah cerita. Banyak sedikitnya tema minor
ini tergantung pada makna yang dapat ditafsirkan dari sebuah cerita.

1.5.3 Penokohan dan Perwatakan

Penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh yang ada dalam


cerita. Sedangkan perwatakan adalah penggambaran watak tokoh cerita. Penokohan
dan perwatakan adalah hal yang sangat penting dalam sebuah cerita. Adanya
perwatakan mampu menciptakan cerita, adanya perwatakan menciptakan alur. Hayati
(1990: 119), perwatakan atau penokohan dalam suatu cerita adalah pemberian sifat
baik lahir maupun batin pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita.
tokoh dalam sebuah cerita dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu tokoh utama dan
tokoh tambahan. Menurut Wellek dan Warren (1997: 29), penokohan dan perwatakan
dibagi menjadi dua yaitu:

1.) Watak datar (flat character) adalah watak yang tidak mengalami perubahan sejak
awal penceritaan hingga akhir penceritaan.
2.) Watak bulat (round character) adalah tokoh yang memiliki perubahan watak.

Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki peran penting dan sebagai pusat
cerita. Tokoh utama akan terus ditampilkan diberbagai kejadian serta akan
mendominasi cerita. Tokoh utama umumnya sering diberi komentar dan dibicarakan
oleh pengarangnya. Selain itu lewat judul cerita juga dapat diketahui tokoh utamanya
(Aminudin, 2002: 80).

Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang membantu tokoh utama dalam


pengembangan alur cerita. Tokoh tambahan muncul hanya sekali atau beberapa kali
dalam cerita. Tokoh tambahan biasanya muncul untuk menghidupkan suasana cerita
atau menjadi pemanis cerita agar lebih menarik.

1.5.4 Latar

Menurut Abrams (Nurgiyantoro, 1995: 216) latar sebagai dasar tumpu, yang
merujuk pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial suatu tempat
yang terjadi dalam peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Nurgiyantoro membedakan
unsur latar menjadi tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial.

Latar Tempat

Latar tempat adalah tempat berlangsungnya peristiwa dalam sebuah cerita.


Menurut Najid (2009: 30) latar tempat berkaitan erat dengan masalah geografis,
merujuk suatu tempat tertentu terjadinya sebuah peristiwa.

Latar Waktu

Latar waktu adalah penggambaran kapan terjadinya peristiwa dalam sebuah


cerita terjadi. Najid (2009: 30) berpendapat bahwa latar waktu berkaitan dengan
penempatan waktu cerita (historis).

Latar Sosial

Latar sosial adalah penggambaran tentang kehidupan sosial masyarakat yang


ada dalam sebuah cerita. Latar sosial menurut Najid (2009: 30) berkaitan erat dengan
kehidupan kemasyarakatan dalam cerita.

1.5.5 Alur

Nurgiyantoro (1995: 149-150) membagi tahapan plot menjadi lima bagian


tahapan yaitu:

1) Situation (Pengarang atau penulis mulai melukiskan atau menggambarkan suatu


keadaan)
2) Generating Circumstances (Peristiwa yang bersangkut paut mulai bergerak)
3) Rising Action (Keadaan mulai memuncak)
4) Climax (Peristiwa-peristiwa atau kejadian mencapai puncaknya)
5) Denouement (pemecahan semua persoalan-persoalan dari semua peristiwa)

1.5.6 Konflik

Konflik adalah terjadinya ketegangan atau pertentangan dalam sebuah cerita.


Tarigan mengungkapkan bahwa konflik beragam macamnya. Konflik merupakan
bagian penting dari alur suatu cerita yang dapat dibagi menjadi lima macam, yakni:

1) Konflik antara manusia dan manusia;


2) Konflik antara manusia dan masyarakat;
3) Konflik antara manusia dan alam sekitar;
4) Konflik antara manusia dan kata hatinya;
5) Konflik antara suatu ide dan ide lain.

1.5.7 Suspense

Suspense menyarankan adanya perasaan semacam kurang pasti terhadap


peristiwa-peristiwa yang terjadi khususnya yang menimpa tokoh yang diberi
rasa simpati oleh pembaca (Abrams, 1981: 138). Atau menyarankan pada
adanya harapan yang belum pasti pada pembaca terhadap akhir sebuah cerita
(kenny, 1966: 21) (dalam Nurgiyantoro: 134)

1.5.8 Foreshadowing

Merupakan penampilan peristiwa-peristiwa tertentu yang bersifat


mendahului, namun biasanya ditampilkan secara tidak langsung terhadap peristiwa-
peristiwa penting yang akan dikemukakan. Foreshadowing, dengan demikian dapat
dipandang sebagai semacam pertanda akan terjadinya peristiwa atau konflik yang lebih
besar atau lebih serius (Nurgiyantoro: 135).
1.5.9 Point of View

Point of view atau yang sering disebut dengan sudut pandang merupakan cara
penulis menempatkan posisi dirinya dalam suatu cerita. Menurut Abrams (19981),
pengertian sudut pandang atau point of view menunjuk pada cara dalam sebuah cerita
yang dikisahkan. Teknik sudut pandang merupakan cara atau pandang yang
dipergunakanpengarang atau penulis sebagai sarana untuk menyajikan cerita dalam
sebuah karya fiksi kepada pembaca.

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Judul
Cerpen yang dianalisis yakni berjudul “Pada Sebuah Kuil”. Judul cerpen
tersebut merujuk pada sebuah tempat yakni kuil. Pada cerpen ini terdapat tokoh utama
yang memiliki seorang ibu yang suka menceritakan dongeng-dongeng sebelum tidur.
Hingga pada suatu saat tokoh ibu meninggal dunia dengan penyebab yang tidak
diketahui. Tokoh utama mendapatkan tuduhan yang membunuh ibunya sendiri oleh
polisi dan dia harus masuk kedalam rumah sakit jiwa yang ia sebut kuil.

Sebenarnya aku kurang senang ketika polisi mengirimku ke rumah


sakit jiwa namun aku tidak menyampaikan keberatanku kepada mereka. Ibu
mengatakan bahwa selalu ada hikmah di balik setiap kejadian dan aku
menuruti nasihat ibuku dan itu membuat kepalaku tenang. Kuanggap saja
mereka memasukkanku ke kuil. Di sana aku berlaku sebagai pendeta yang
selalu khusyuk dan santun dan aku berdoa semoga ibuku juga bisa
mendapatkan hikmah dari kejadian yang membuatnya meninggal. (Pada
Sebuah Kuil: 5)
Dari data di atas dapat diketahui bahwa tokoh utama menerima setiap kejadian yang ia
alami seperti halnya ia dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Ia selalu mengingat nasihat
ibunya bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya dan itu yang membuatnya tenang.
Polisi menganggapnya gila karena sudah membunuh ibunya sendiri dan
memasukkannya ke rumah sakit. Ia menganggap rumah sakit jiwa layaknya kuil tempat
untuk beribadah. Di dalam rumah sakit jiwa, ia rajin mendoakan ibunya agar
mendapatkan hikmah dari kejadian yang membuatnya meninggal.

2.2 Tema

Menurut Nurgiyantoro (2005: 82-83) menjelaskan bahwa tema dibedakan


menjadi dua bagian yaitu tema mayor dan tema minor.

2.2.1 Tema Mayor

Tema mayor adalah tema keseluruhan yang ada pada sebuah cerita. Tema
mayor dalam cerpen “Pada Sebuah Kuil” karya A.S. Laksana adalah tentang kehidupan
seorang lelaki dan ibunya yang dihidupi oleh keagungan Tuhan. Tema mayor mengacu
pada tokoh yang mendominasi sebuah cerita yakni tokoh Dhani. Tokoh Dhani hidup
bersama ibunya yang sering kali memberinya cerita dongeng tidur kepadanya hingga
ibu meninggal. Cerita dongeng yang dianggapnya hal yang tidak menarik ini terdapat
banyak hikmah yang bisa diambil. Banyak nasihat yang ia dapat dari ibunya, ia
terapkan agar tak menyakiti ibunya yang sudah berada di surga.

2.2.2 Tema Minor

Tema minor adalah tema yang menyokong tema utama agar lebih
menghidupkan suasana. Dalam cerpen “Pada Sebuah Kuil” ini ada beberapa tema
minor, yaitu:
1. Hikmah kehidupan bisa diambil dari manapun.
Berikut kutipan yang bisa membuktikan kalimat di atas:
Belakangan aku kurang suka terhadap caranya menyayangiku dan ucapan
panjangnya malam itu membuatku kelelahan. Kalau ia mau sebetulnya ia bisa
bicara ringkas saja: hikmah tentang kehidupan bisa didapatkan dari mana pun,
bisa dari seekor marmot, atau anak ayam, atau lutung. (“Pada Sebuah Kuil”:
2).

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa jangan meremehkan setiap hal. Kadang
kita tidak sadar bahwa kitab isa mengambil hikmah dari berbagai hal, entah itu
hewan, barang, dan sebagainya. Bila kita bisa menyadari hikmah disetiap hal hidup
kita pasti akan lebih tenang.
2. Kematian tokoh ibu yang tidak jelas penyebabnya.
Berikut data yang bisa membuktikan kalimat diatas:
Aku tertidur sebelum ibu rampung bercerita dan sampai sekarang aku tidak
tahu ujung cerita itu. Aku bangun pada pagi hari, kau tahu, dan ibu tidak
pernah bangun selamanya. (“Pada Sebuah Kuil”: 3)
Para tetangga datang tergopoh-gopoh oleh teriakanku dan mereka riuh sekali
saat melihat ibu terbujur kaku di tempat tidur. Seseorang mencoba
mengatupkan kedua mata ibu yang membelalak. (“Pada Sebuah Kuil”: 4)

Dari data diatas dapat dibuktikan bahwa Dhani tertidur saat ibu sedang bercerita
dongeng penghantar tidur. Ia terbangun di samping ibunya yang sudah meninggal
dunia yang tidak diketahui apa penyebab kematiannya. Para tetangga berdatangan
untuk membantu pemakamam ibu Dhani.

2.3 Penokohan dan Perwatakan


Tokoh dalam karya sastra dapat dibedakan menjadi dua bagian, yakni tokoh
utama dan tokoh tambahan.
2.3.1 Tokoh Utama
Tokoh Dhani adalah tokoh utama pada cerpen “Pada Sebuah Kuli” karya A.S
Laksana. Hal ini karena tokoh Dhani selalu ditampilkan disetiap kejadian oleh penulis
cerita. Setiap permasalahan yang ada pada cerpen ini selalu berhubungan dengan tokoh
Dhani.
Setiap hari aku membaca buku-buku yang sulit dicerna dan sesekali
menulis karangan atau mengarang lagu-lagu dan aku juga menyayangi ibuku
seperti nabi kepada umatnya. (“Pada Sebuah Kuil”: 1)

Dari data diatas dapat diketahui bahwa tokoh Dhani sangat menyayangi ibunya, sebab
hanya ibunya yang ia miliki sekarang. Ia akan menjaga ibunya seperti ibunya
menjaganya dan melakukan nasihat ibunya.
“Astaga, Dhani! Kenapa kau menjadi bebal?”
“Aku baik-baik saja, Ibu.” (“Pada Sebuah Kuil”

Dari data di atas dapat diketahui bahwa tokoh Aku ini memiliki sifat yang bebal, namun
ia menganggapnya baik-baik saja. Ibunya menganggap anaknya ini menjadi lebih
berani membantah ibunya daripada harus menerima apa yang dikata ibunya. Padahal
perkataan ibunya ada nasihat baik jika ia memahaminya.

“Kau diduga melakukan pembunuhan terhadap ibumu sendiri.”


“Aku menyayangi ibuku, Pak,” kataku. “Apakah Bapak tega membunuh
orang tua Bapak sendiri jika Bapak menyayanginya?” (“Pada Sebuah Kuil”:
4)
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Dhani dituduh membunuh ibunya
sendiri oleh polisi padahal ia sangat menyayangi ibunya. Dia tidak akan pernah
membunuh ibunya karena dia sayang ibunya.

Berdasarkan analisis di atas dapat diketahui bahwa tokoh Dhani memiliki watak datar
(flat character). Mulai awal penceritaan hingga akhir penceritaan tokoh Dhani tetap
menyayangi ibunya, meskipun kadang ia bebal pada ibunya. Ia selalu melakukan
nasihat yang ibunya berikan kepadanya.

2.3.2 Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang berhubungan dengan tokoh utama. Berikut
beberapa tokoh yang berhubungan dengan tokoh utama, yakni:

a) Ibu
Ibu sering berhubungan dengan tokoh utama Aku. Tokoh Ibu sangat
menyayangi anaknya yaitu tokoh Aku. Berikut data yang bisa membuktikan kalimat
tersebut.
Aku anak tunggal ibuku dan kami hidup berdua saja di rumah kayu dekat
empang dan ia menyayangiku sebagaimana Tuhan mengistimewakan para
nabi. (Pada Sebuah Kuil: 1)
Dari data di atas dapat diketahui bahwa tokoh Dhani hanya hidup berdua bersama
ibunya. Ibunya menyayanginya layaknya Tuhan mengistimewakan Nabi. Ibu banyak
memberi nasihat baik kepada tokoh Dhani untuk menjalani hidupnya kelak. Tokoh
Dhani selalu mengingat nasihat ibunya dan melakukan segala nasihat yang didapat dari
Ibu.

Ia kemudian berbicara panjang, dalam nada jengkel yang jarang muncul sebab
ia sangat menyayangiku. Belakangan aku kurang suka terhadap caranya
menyayangiku dan ucapan panjangnya malam itu membuatku kelelahan.
(“Pada Sebuah Kuil”: 2)
Dari data di atas dapat diketahui bahwa terkadang orang tua yang mengomel itu
menandakan sayang kepada kita. Bentuk kasih sayang juga bisa lewat omelan-omelan
yang di dalamnya banyak nasihat baik untuk kita. Kita harus menyadari bahwa setiap
ibu pasti sayang kepada anaknya dan dia punya cara sendiri-sendiri dalam memberikan
kasih sayangnya.

Tokoh ibu ini memiliki watak datar (flat character), karena dari awal penceritaan
sampai akhir penceritaan sifatnya tetap. Selalu menyayangi tokoh Dhani, anaknya.

b) Polisi
Tokoh polisi disini menganggap bahwa tokoh Dhani gila, karena menganggap
Dhani sudah membunuh ibunya sendiri. Berikut data yang bisa membuktikan kalimat
tersebut:

Padahal aku sudah menjawab semua pertanyaan mereka dengan sikap sabar
dan rasa kasih yang kupelajari seumur hidup dari ibuku, namun mereka
membuat keputusan yang tidak masuk akal. Perhatikanlah bagaimana caraku
menjawab mereka dan kau akan tahu betapa tidak adilnya keputusan mereka
membawaku ke rumah sakit jiwa. (“Pada Sebuah Kuil”: 4)

Dari data diatas menunjukkan bahwa tokoh polisi menganggap tokoh Dhani gila.
Semua penjelasan yang diberikan Dhani kepada Polisi tidak ada yang digubris. Polisi
membuat keputusan yang tidak masuk akal dan tidak adil kepada Dhani. Polisi
memasukkan Dhani ke rumah sakit jiwa.
“Aku tidur di samping ibuku. Kalaupun aku melakukan sesuatu, itu pasti
hanya kejadian dalam mimpi,” kataku.
“Kau bermimpi?”
“Ya, mimpi yang baik.”
“Kau tidak tahu bahwa kau telah mencekik ibumu?” (“Pada Sebuah Kuil”: 5)
Dari data diatas menunjukkan bahwa Dhani memberi penjelasan kepada polisi bukan
dia yang membunuh ibunya. Akan tetapi, tokoh polisi masih menganggap Dhani gila
karena sudah membunuh ibunya sendiri dengan cara mencekik leher ibunya.
Dari analisis data di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Polisi memiliki watak datar
(flat character) mulai awal penceritaan hingga akhir penceritaan tetap menganggap
Dhani anak yang gila sudah membunuh ibunya sendiri.

2.4 Latar
Latar adalah suatu keterangan yang mengenai tempat, waktu dan bisa juga sosial.
Adapun latar dapat dikategorikan menjadi latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
2.4.1 Latar Tempat
Latar tempat adalah keterangan yang berisi nama tempat atau lokasi suatu
daerah yang berada dalam sebuah cerita. Berikut latar tempat yang ada pada cerpen
“Pada Sebuah Kuil”:
a) Rumah
Rumah menjadi lokasi penceritaan pertama dalam cerpen “Pada Sebuah Kuil”
ini. Rumah adalah tempat ternyaman bagi pemiliknya, untuk beristirahat dan
melakukan hal-hal lainnya.
Rumah kami tetap seperti semula dan semua benda tetap berada di tempatnya
kecuali nyawa ibu. (“Pada Sebuah Kuil”: 4)

Dari data di atas menunjukkan bahwa rumah memiliki barang-barang untuk menambah
kesan indahnya. Terkadang rumah tetap seperti semula meskipun pemiliknya sudah
meninggalkan rumahnya. Hal ini juga terjadi dalam cerpen “Pada Sebuah Kuil” ini,
rumah tetap seperti semula meskipun tokoh ibu sudah meninggal dunia.
b) Kantor polisi
Kantor polisi menjadi lokasi penceritaan kedua dalam cerpen “Pada Sebuah
Kuil” ini.
Mereka kemudian membawaku ke kantor polisi dan menanyaiku beberapa hal
dan aku menjawab sebaik mungkin semua pertanyaan mereka. (“Pada Sebuah
Kuil”: 4)

Dari data di atas menunjukkan bahwa kantor polisi merupakan untuk mengurus
perkara-perkara tindak pidana, misalnya pembunuhan. Dhani dibawa ke kantor polisi
untuk ditanya mengenai kematian ibunya, dia dianggap menjadi pembunuh ibunya
karena saat itu Dhani lah yang berada di samping ibunya.
c) Rumah Sakit Jiwa
Rumah sakit jiwa menjadi lokasi penceritaan utama dalam cerpen “Pada
Sebuah Kuil” ini. Rumah sakit jiwa diibaratkan sebuah kuil oleh tokoh Dhani.
Sebenarnya aku kurang senang ketika polisi mengirimku ke rumah sakit jiwa
namun aku tidak menyampaikan keberatanku kepada mereka. Ibu mengatakan
bahwa selalu ada hikmah di balik setiap kejadian dan aku menuruti nasihat
ibuku dan itu membuat kepalaku tenang. Kuanggap saja mereka
memasukkanku ke kuil. (“Pada Sebuah Kuil”: 5)

Dari data di atas menunjukkan bahwa Dhani kurang senang ketika ia dimasukkan ke
rumah sakit jiwa. Rumah sakit jiwa adalah tempat bagi orang yang mengalami
gangguan kejiwaan, mereka akan dirawat di tempat ini. Dhani dianggap mengalami
gangguan jiwa sehingga dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Dhani menganggap rumah
sakit jiwa ini adalah sebuah kuil tempat untuk beribadah. Di sana ia akan banyak berdoa
untuk ibunya yang telah meninggal dunia.

2.4.2 Latar Waktu


Latar waktu adalah suatu keterangan yang berhubungan dengan waktu dalam
sebuah cerpen. Berikut latar waktu yang ada pada cerpen “Pada Sebuah Kuil”.
a) Malam hari
Latar waktu pada cerpen “Pada Sebuah Kuil” ini ada yang terjadi pada waktu
malam hari.
Pada malam terakhir sebelum ia pergi selama-lamanya, kami ribut sedikit
tentang cerita pengantar tidur yang dibawakannya. (“Pada Sebuah Kuil”: 2)
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Dhani dan Ibu terjadi perdebatan
diantara keduanya. Mereka berdebat perihal cerita dongeng yang dibawakan ibu setiap
malam hanya seputar hewan. Malam itu menjadi malam terakhir bagi Dhani
berinteraksi dengan sosok ibu yang disayanginya, ibu meninggal dunia.
b) Pagi hari
Latar waktu pada cerpen “Pada Sebuah Kuil” ada yang terjadi pada waktu pagi
hari.
Aku bangun pada pagi hari, kau tahu, dan ibu tidak pernah bangun
selamanya. (“Pada Sebuah Kuil”: 3)

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Dhani terbangun pada pagi hari di
samping ibunya yang sudah meninggal dunia. Ibunya meninggalkan Dhani untuk
selama-lamanya pada pagi hari itu. Dhani kaget dengan keadaan yang terjadi pada pagi
hari itu, namun dia berusaha mengambil hikmah di balik kejadian tersebut.
2.4.3 Latar Sosial
Latar sosial adalah suatu yang menerangkan tentang perilaku manusia dalam
kehidupan masyarakat. Berikut latar sosial yang ada pada cerpen “Pada Sebuah Kuil”.
1. Kehidupan masyarakat kurang mampu.
Masyarakat kurang mampu biasanya mempunyai hidup yang biasa-biasa saja,
tidak memiliki barang mewah, pekerjaan yang serabutan dan sebagainya.
Aku anak tunggal ibuku dan kami hidup berdua saja di rumah kayu dekat
empang dan ia menyayangiku sebagaimana Tuhan mengistimewakan para
nabi. Ibu bekerja mencuci baju di rumah dua tetangga kaya dan menambah
penghasilannya dengan menjual nasi urap dan sate keong pada sore hari
sehingga kami bisa hidup pas-pasan seperti kebanyakan tetangga kami. (“Pada
Sebuah Kuil”: 1)

Dari data di atas menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat kurang memang biasanya
hidup pas-pasan, dengan rumah seadanya, kerja yang serabutan. Hal ini terjadi di dalam
cerpen “Pada Sebuah Kuil”, yang mana Tokoh Dhani dan Ibu hidup di rumah kayu dan
ibu bekerja serabutan menjadi tukang cuci serta berjualan makanan demi menghidupi
dirinya dan anaknya, Dhani.

2.5 Alur

Nurgiyantoro (1995-149-150) membagi tahapan plot menjadi lima bagian


yaitu tahap sittuation atau tahap penyituasian, tahap generating circumstances
atau tahap pemunculan konflik, tahap rising action atau tahap peningkatan konflik,
tahap climax, pada tahap klimaks titik intensitas puncak konflik dan pertentangan-
pertentangan yang terjadi yang dilakui atau ditimpakan kepada tokoh cerita, dan
tahap denouement atau tahap penyelesaian.

a) Tahap sittuation atau tahap penyituasian.

Tahap penyituasian pada cerpen digambarkan dengan tokoh Dhani yang


menjadi tokoh utama dan kehidupan tokoh Dhani, ia hidup berdua dengan ibunya.

Setiap hari aku membaca buku-buku yang sulit dicerna dan sesekali menulis
karangan atau mengarang lagu-lagu dan aku juga menyayangi ibuku seperti
nabi kepada umatnya. (“Pada Sebuah Kuil”: 1)

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh Dhani suka membaca buku yang sulit
dicerna olehnya. Membaca buku merupakan suatu hal penting untuk dijadikan
kebiasaan agar menambah pengetahuan. Membaca buku sulit dicerna ternyata mampu
membuat Dhani kritis terhadap suatu hal. Dhani juga terkadang menulis lagu,
menandakan Dhani seorang yang cerdas dan kreatif pemikirannya.

b) Tahap generating circumstances atau tahap pemunculan konflik

Tahap pemunculan konflik digambarkan ketika Dhani dan Ibu berdebat


perihal cerita penghantar tidur yang dibawakn oleh ibu.

“Kemarin kau bercerita tentang cacing, minggu lalu kura-kura, sekarang


lutung,” kataku.
“Yang kemarin itu cerita tentang orang suci,” katanya.
“Tentang cacing,” kataku. “Memang ada orang sucinya, sebab cacing itu
menempel di perahu orang suci, tetapi itu tetap cerita tentang cacing.”
“Jangan suka meremehkan apa pun,” katanya.
“Aku tidak meremehkan apa pun,” kataku. (“Pada Sebuah Kuil”: 2)

Dari data di atas dapat diketahui bahwa Dhani jengkel dengan ibu karena hanya cerita
dongeng tentang hewan saja yang diceritakan. Dhani ingin mendengarkan cerita
dongeng tentang manusia. Ibu berkata kepada Dhani bahwa itu bukan dongeng hewan,
itu adalah dongeng tentang orang suci. Ibu berpesan kepada Dhani jangan suka
meremehkan suatu hal, karena pasti terdapat hikmah dibaliknya.

Karena diawali dengan sedikit perdebatan, dan aku betul-betul ingin


mendengarkan cerita tentang manusia, aku menjadi kurang bergairah
mengikuti cerita ibu tentang lutung. (“Pada Sebuah Kuil”: 2)
Dari data di atas dapat diketahui bahwa adanya perdebatan membuat Dhani semakin
tidak bergairah mendengar cerita tentang lutung dari ibu dan Dhani sangat ingin
mendengarkan cerita tentang manusia. Ibunya tetap melanjutkan cerita tentang lutung
tadi meskipun Dhani tidak memperhatikannya.

c) Tahap rising action atau tahap peningkatan konflik.

Tahap peningkatan konflik terjadi ketika tokoh Ibu meninggal dunia tanpa
penyebab yang jelas.

Aku tertidur sebelum ibu rampung bercerita dan sampai sekarang aku tidak
tahu ujung cerita itu. Aku bangun pada pagi hari, kau tahu, dan ibu tidak
pernah bangun selamanya. (“Pada Sebuah Kuil”: 3)

Data di atas menunjukkan bahwa Dhani belum selesai mendengarkan cerita tentang
lutung yang diceritakan oleh ibu, namun sudah tertidur. Hingga pada esok paginya,
Dhani terbangun di samping ibunya yang sudah terbujur kaku atau meninggal dunia.
Dhani tidak tahu apa penyebab kematian ibunya yang secara tiba-tiba.

d) Tahap klimaks

Tahap klimaks, titik intensitas puncak konflik dan pertentangan-


pertentangan terjadi ketika Dhani dituduh membunuh ibunya dan dia di masukkan ke
rumah sakit jiwa karena dianggap gila.

“Kau diduga melakukan pembunuhan terhadap ibumu sendiri.”


“Aku menyayangi ibuku, Pak,” kataku. “Apakah Bapak tega membunuh
orang tua Bapak sendiri jika Bapak menyayanginya?” (“Pada Sebuah Kuil”:
4)
Dari data di atas dapat diketahui bahwa Polisi menuduh Dhani sebagai pembunuh
ibunya sendiri, karena ialah yang bersama ibunya. Namun Dhani mengelak bahwa ia
sangat menyayangi ibunya dan tidak akan pernah membunuh ibunya. Tidak ada anak
yang tega membunuh ibunya jika anak tersebut sangat menyayangi ibunya.
Kuanggap saja mereka memasukkanku ke kuil. Di sana aku berlaku sebagai
pendeta yang selalu khusyuk dan santun dan aku berdoa semoga ibuku juga
bisa mendapatkan hikmah dari kejadian yang membuatnya meninggal. (“Pada
Sebuah Kuil”: 5)
Dari data di atas dapat diketahui bahwa Dhani dimasukkan ke rumah sakit jiwa, ia
menganggap rumah sakit jiwa layaknya kuil. Dhani akan rajin mendoakan ibunya agar
ia bisa mendapatkan hikmah atas kejadian yang menimpanya hingga membuatnya
meninggal dunia. Ia menikmati hidupnya di dalam rumah sakit jiwa meskipun ia sedikit
keberatan dengan keputusan yang diambil oleh Polisi untuknya.

e) Tahap penyelesaian

Konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar pada tahap ini.
Setelah dimasukkan ke rumah sakit jiwa, ia menikmati hidupnya dan menyadari hal
yan dulu pernah diabaikannya.

Kusampaikan kepadanya tiga perintah yang kuterima dan ia menjadi


pengikutku yang pertama. Sekarang, ke mana pun ia pergi, ia selalu memakai
topi demi menghindarkan kepalanya dari air kencing iblis, dan ia selalu
menghormati polisi karena Tuhan memerintahkan begitu, dan ia tidak pernah
mencekik ibunya sendiri, baik di saat tidur maupun terjaga. (“Pada Sebuah
Kuil”: 7)

Dari data di atas menunjukkan bahwa Dhani menerima nasihat yang dulu pernah ia
abaikan namun sekarang mampu memahami nasihat tersebut. Nasihat itu tentang
menghindari air kencing iblis dengan memakai topi, percaya dengan keputusan dan
menghormati polisi, serta ia tidak pernah mencekik ibunya. Ini semua ia sampaikan
kepada juru tulis yang ada di rumah sakit jiwa. Terkadang nasihat tidak langsung
berlaku untuk kehidupan sekarang, namun bisa untuk di kehidupan yang akan datang.

2.5 Konflik

Tarigan (2015:134) membagi konflik menjadi lima macam, yaitu konflik


antara manusia dan manusia, konflik antara manusia dan masyarakat, konflik antara
manusia dan alam sekitar, konflik antara suatu ide dan ide lain, dan konflik antara
seseorang dan kata hatinya. Berikut konflik yang terjadi cerpen “Pada Sebuah Kuil”.

2.5.1 Konflik antara manusia dan manusia

Konflik antara manusia dan manusia terjadi antara Dhani dengan ibu dan
Dhani dengan Polisi. Hal ini karena terjadinya perdebatan-perdebatan diantara mereka.
“Astaga, Dhani! Kenapa kau menjadi bebal?”
“Aku baik-baik saja, Ibu.” (“Pada Sebuah Kuil”: 2)
Dari data di atas menunjukkan bahwa adanya konflik antara Dhani dan ibunya.
Kejadian tersebut berawal dari Dhani yang sudah tidak membutuhkan cerita dongeng
tentang hewan dari ibunya. Ibunya mengatakan bahwa bukan dongeng tentang hewan,
namun Dhani membantahnya. Ibunya kaget dengan kelakuan Dhani yang menjadi
bebal, mungkin karena sudah dikencingi iblis kepalanya. Dhani tetap tak ingin
mendengarkan cerita tentang hewan dari ibunya.
“Kau tahu kenapa dibawa kemari?” tanya salah seorang dari mereka.
“Ya,” kataku. (“Pada sebuah Kuil”: 4)

Dari data di atas menunjukkan bahwa adanya konflik antara Dhani dan Polisi. Kejadian
tersebut berawal dari kematian Ibu, Dhani dibawa ke kantor polisi dan diinterogasi,
ditanyai banyak hal mengenai kematian ibu. Dhani menjawab semua pertanyaan
dengan sabar dan apa adanya, namun Polisi masih tak percaya dengan jawaban yang
diberikan Dhani.
2.5.2 Konflik antara Manusia dan Masyarakat

Konflik antara manusia dengan masyarakat terjadi antara Dhani dan


orang-orang yang datang kerumahnya. Hal tersebut karena orang-orang berkata bahwa
ibu Dhani meninggal karena dibunuh.
Ia menduga ibu dibunuh orang dan aku meraung kian kencang mendengar
kata-kata orang itu. (“Pada sebuah Kuil”: 4)

Dari data di atas menunjukkan bahwa adanya konflik Dhani dan orang-orang. Kejadian
tersebut terjadi karena orang-orang datang kerumah Dhani untuk melihat keadaan Ibu
yang meninggal. Ada salah seorang berkata bahwa ibu Dhani meninggal karena
dibunuh orang. Ini membuat Dhani menjadi syok, kaget dan berteriak kencang
mendengar perkataan orang tadi.

2.5.3 Konflik antara Manusia dan Alam Sekitar


Dalam cerpen “Pada Sebuah Kuil” karya A.S. Laksana tidak terdapat konflik
antara manusia dengan Alam sekitar.

2.5.4 Konflik antara Suatu Ide dan Ide Lain


Konflik antara suatu ide dan ide lain terjadi ketika Dhani tidak setuju dengan
keputusan Polisi untuk Dhani.

Sebenarnya aku kurang senang ketika polisi mengirimku ke rumah sakit jiwa
namun aku tidak menyampaikan keberatanku kepada mereka. (“Pada Sebuah
Kuil”: 5)
Dari data diatas menunjukkan bahwa konflik yang terjadi ketika Polisi memutuskan
untuk memasukkan Dhani ke rumah sakit jiwa. Dhani sebenarnya tidak setuju dengan
keputusan tersebut namun lebih memilih menerima keputusan tersebut.

2.5.4 Konflik antara Seseorang dan Kata Hatinya.


Dalam cerpen “Pada Sebuah Kuil” karya A.S. Laksana tidak terdapat konflik
antara seseorang dan kata hatinya.

2.7 Suspense

Sebuah cerita akan lebih bagus dan menarik jika terdapat suspense, berikut
suspense yang ada dalam cerpen “Pada Sebuah Kuil” ini.

Namun ibuku tidak pernah menjadi tua. Kami berpisah saat umurku dua puluh tiga
tahun dan ia empat puluh lima. Aku bangun tidur pada suatu pagi hari dan ibu tidak
bangun selamanya. (“Pada Sebuah Kuil”: 1)

Dari data di atas menunjukkan bahwa adanya suspense dalam cerpen ini. Pembaca
dibuat bertanya-tanya mengenai kematian tokoh ibu yang tiba-tiba dan tanpa penyebab
yang jelas. Ibu meninggal di pagi hari setelah malamnya bercerita dongeng tentang
hewan. Hingga akhir penceritaan, kematian ibu masih belum diketahui pasti
penyebabnya.

2.8 Foreshadowing

Foreshadowing semacam peningkatan konflik, atau pertanda bahwa akan


terjadinya sebuah konflik yang lebih besar.

Padahal aku sudah menjawab semua pertanyaan mereka dengan sikap sabar
dan rasa kasih yang kupelajari seumur hidup dari ibuku, namun mereka
membuat keputusan yang tidak masuk akal. (“Pada Sebuah Kuil”: 4)
Dari data di atas menunjukkan bahwa kejadian tersebut adalah sebuah foreshadowing,
dimana menjadi awalan akan terjadinya konflik yang lebih besar yang akan dialami
oleh tokoh Dhani. Polisi memberikan keputusan yang kurang masuk akal yang kepada
Dhani, setelahnya Dhani mengalami konflik yang lebih besar yakni dimasukkan ke
rumah sakit jiwa.

2.9 Point of View


Point of View atau sudut pandang sangat penting dalam sebuah cerita karena
cara yang digunakan pengarang untuk menyampaikan cerita kepada pembaca. Dalam
cerpen “Pada Sebuah Kuil” karya A.S. Laksana, pengarang menggunakan sudut
pandang orang pertama. Penggunaan sudut pandang orang pertama ditandai dengan
adanya kata aku dan kami dalam cerita tersebut.

Aku anak tunggal ibuku dan kami hidup berdua saja di rumah kayu dekat
empang dan ia menyayangiku sebagaimana Tuhan mengistimewakan para
nabi. (“Pada Sebuah Kuil”: 1)
Dari data di atas menunjukkan bahwa menggunakan sudut pandang orang pertama,
pengarang menggunakan kata aku untuk penyebutan tokohnya. Aku ini adalah seorang
anak laki-laki yang hidup berdua dengan ibunya. Tokoh aku ini mempunyai nama
Dhani di dalam cerpen “Pada Sebuah Kuil”.

Kami tidak pernah tahu siapa yang menaruhnya di sana. (“Pada Sebuah Kuil”:
1)
Dari data di atas menunjukkan bahwa pengarang juga menggunakan sudut pandang
pertama dengan penggunaan kata kami pada kutipan diatas. Kata kami ini digunakan
untuk mengganti nama tokoh, Dhani dan ibu adalah nama tokoh yang diganti kata kami
dalam cerpen “Pada Sebuah Kuil” ini.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Cerpen “Pada Sebuah Kuil” merupakan salah satu cerpen dari banyak cerpen
yang dibuat oleh A.S. Laksana. Cerpen “Pada Sebuah Kuil” mengisahkan tentang
Seorang anak laki-laki yang hidup berdua dengan ibunya, mereka hidup sederhana.
Ibunya selalu memberinya dongeng penghantar tidur yang terdapat banyak hikmah dan
nasihat di dalamnya. Hingga pada suatu saat, ibunya meninggal tanpa penyebab yang
jelas dan anak tersebut dituduh sebagai pembunuh oleh polisi. Dia dimasukkan ke
rumah sakit jiwa karena dianggap gila sudah membunuh ibunya sendiri. Dalam analisis
cerpen “Pada Sebuah Kuil”, bentuk kajian yang digunakan yakni kajian struktural.
Kajian struktural meliputi judul, tema, penokohan dan perwatakan, alur, latar, konflik,
suspense, foreshadowing, serta point of view.

Judul dalam cerpen “Pada Sebuah Kuil” ini memiliki makna yang mewakili
keseluruhan makna dalam cerita yaitu kata kuil ini sebagai peribaratan tempat dari
rumah sakit jiwa. Tema memiliki dua bagian yaitu tema mayor dan tema minor dalam
karya sastra. Tema mayor yang terdapat dalam cerpen ini yaitu tentang kehidupan
seorang lelaki dan ibunya yang dihidupi oleh kebesaran Tuhan. Terdapat tema minor
dalam cerpen ini yaitu hikmah dapat diambil dari manapun dan kematian ibu yang tidak
jelas penyebabnya. Tokoh utama dalam cerpen ini yaitu Dhani, serta tokoh
tambahannya yakni Ibu dan Polisi. Konflik dibagi menjadi lima bagian, salah satunya
yaitu konflik antara manusia dan manusia. Disini konflik terjadi karena perdebatan
perihal dongeng antara Dhani dan Ibu, serta perdebatan antara Dhani dan Polisi perihal
kematian ibu. Latar dibagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat pada cerpen ini seperti
rumah, kantor polisi, dan rumah sakit jiwa. Latar waktu pada cerpen ini adalah malam
dan pagi hari. Latar sosial pada cerpen ini misalnya kehidupan masyarakat kurang
mampu.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Sinopsis

Setiap anak pasti menyayangi orang tua apalagi sosok ibu. Dhani adalah
seorang laki laki yang menyayangi ibunya. Setiap hari ia mendapatkan cerita dongeng
sebelum tidur dari ibunya. Hingga pada suatu saat ia terbangun pada pagi hari dan
melihat ibunya terbujur kaku disampingnya. Polisi menuduh dirinya yang menuduh
ibunya karena ia bersama ibunya. Ia dimasukkan ke rumah sakit jiwa oleh polisi karena
dianggap mempunyai gangguan jiwa. Banyak hal yang ia dapatkan saat berada di
rumah sakit jiwa yang membuatnya menyadari ternyata semua nasihat yang diberi
ibunya ada benarnya.

Anda mungkin juga menyukai