Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kawasan sungai Kalimalang merupakan area Ruang Terbuka Hijau Kota dan
mempunyai luas yakni 123,938 ha. Sungai kalimalang merupakan sungai buatan
sepanjang 20 kilometer dengan memiliki kedalaman 2,5 meter serta lebar 24 meter
yang dibangun untuk memasok air yang dikelola Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Sungai Kalimalang bermula pada waduk Jatiluhur, Purwakarta. Bagian hulu
sungai Kalimalang berada pada saluran Induk Irigasi Tarum Barat yang mengaliri
daerah aliran air sungai dan menelusuri area Curug, Cikarang, Cibitung, Tambun, Kota
Bekasi, sampai Jakarta Timur. Banyaknya aktifitas yang terjadi disepanjang daerah
aliran sungai Kalimalang menjadi pemicu mengapa air sungai menjadi tercemar, masih
adanya masyarakat yang melakukan aktifitas harian di sepanjang sungai Kalimalang.
Bertambahnya penduduk dan banyaknya industri rumahan yang dibangun
mengakibatkan meningkatnya pembuangan limbah yang masuk ke badan sungai tanpa
terkendali. Penyumbang bahan pencemar terbesar adalah adanya konstrasi Biological
Oxygen Demand (BOD) yang berasal dari aktifitas rumah tangga, pertanian dan
industri yang semakin meningkat.(Priyambada dkk., 2018).
Berbagai aktivitas penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) telah
mempengaruhi kualitas air sungai seperti masyrakat yang tinggal di sekitaran sungai
Kalimalang yang menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari seperti mandi,
mencucui pakian, mencuci keperluan dapur, dan industri rumahan yang membuang
hasil air cucian limbah plastik baik secara langsung maupun tidak langsung ke badan
sungai. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian kualitas air sungai Kalimalang
dengan memperoleh tingkat kekeruhan 350 NTU, pH 8,68, sedangkan Tottal Dissolve
Sollids (TDS) 161 mg/L.
Banyaknya limbah yang dihasilkan oleh masyarakat maupun industri rumahan
yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung yang dibuang ke badan sungai
tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu, yang mengakibatkan air sungai menjadi
tercemar. Air sungai yang tercemar sendiri mengandung kolodial yang melayang di
dalam air sehingga mengakibatkan air sungai menjadi keruh. Kekeruhan ini akan
menghalangi sinar matahari yang masuk ke dalam air sungai (Wardhana, 2004). Air
sungai yang sudah tecemar sudah tidak dapat digunakan kembali, air sungai yang sudah
melebihi status baku mutu yang dikeluarkan oleh Permenkes RI No. 492 tahun 2010,
diperlukannya suatu pengolahan Watter Treatment Plant sebelum digunakan kembali
oleh masyarakat sekitar.

Proses koagulasi dan flokulasi adalah salah satu upaya untuk menghilangkan
kekeruhan dalam materi substansi dan koloid. Jenis koagulan yang sering digunakan
dalam proses koagulasi adalah Alum (tawas), Sodium Aluminat, Ferri Sulfat dan
Polyalumunium Chlorida (PAC). Dalam penggunannya koagualan bahan kimia
menghasilkan residu aluminium klorida, jika penggunaan koagulan semakin
bertambah maka residu yang dihasilkan akan semakin tinggi (Denny, 2011). Dengan
semakin seringnya bahan kimia tersebut digunakan dan dikonsumsi oleh masyarakat
akan menyebabkan dan menurunnya kesehatan bagi masyarakat itu sendiri serta
lingkungan. Oleh karna itu diperlukannya suatu inofasi dimana suatu koagulan tidak
menghasilkan dampak negatif bagi lingkunagn sekitar. Beberapa penelitian untuk
menggantikan koagulan kimia sudah banyak penelitian yang dilakukan dan ditemukan
beberapa koagulan alami yang lebih ramah lingkungan sebagai koagulan, Biji Kelor
(Moringa oleifera) (Putra, dkk. 2013), Biji Asam Jawa (Tamarindus indica L).

Rajungan adalah hewan anggota Crostacea berkaki sepuluh dari infrodo


Brachyura. Kepiting sendiri belum dimanfaatkan secara maksimal hanya sebatas dari
konsumsi daging kepiting yang menjadi komuditas ekspor. Dalam cangkang kepiting
terdapat Kitin yang menjadi bahan utama pembuatan Kitosan (Nugraheni dalam Aulia,
2016). Dengan banyaknya produksi cangkang kepiting rajungan yang dihasilkan
sehingga berpotensi menimbulkan limbah cangkang rajungan dengan jumlah yang
besar. Limbah rajungan menurut Haryati (2005), yaitu limbah padat berupa cangkang
dan limbah cair berupa air rebusan. Satu ekor rajungan menurut Multazam (2002)
dapat menghasilkan limbah proses yang terdiri dari 57% cangkang, 3% daging reject,
dan 20% air rebusan.

Kitosan merupakan turunan dari kitin dan umumnya berasal dari limbah udang,
kepiting, dan hewan laut lainnya yang memiliki cangkang. Kitosan di dapat dengan
cara deacetylation yang berarti penghilangan kelompok acetyl di dalam kitin. Kitosan
yang dapat dibuat dari variasi sumber hewan tentunya akan menghasilkan kualitas
kitosan yang berbeda, melalui penelitian ini yang akan membandingkan kitosan yang
terbuat dari limbah cangkang kepiting rajungan (Potunus pelagicus) yang nantinya
akan dibandingkan dengan koagulan kimia Alum yang nantinya dapat diharapkan dan
diketahui karateristik yang mempengaruhi kualitas koagulan dan kitosan yang lebih
baik untuk digunakan sebagai koagulan.

Pada penelitian sebelumnya, kitosan digunakan sebagai koagulan alami dalam


perbaikan kualitas air danau (Hendrawati dkk., 2015), sebagai koagulan alami dalam
penjernihan air sumur di Desa Ibus, Kecamatan Seacangkang, Kabupaten Langkat
(sari, et al. 2014), sebagai alternatif koagulan pada pengolahan air limbah laundry
(Adhi, et al., 2019), serta sebagai adsorben logam timbal (Pb) (Endang, et al., 2018).

Penelitian ini berfokus pada penurunan kualitas air sungai Kalimalang dengan
parameter kekeruhan (turbidity), pH, dan TDS (Total dissolve Solids) sebagai bahan
baku dan kitosan yang merupakan turunan dari kitin yang pada umumnya berasal dari
limbah kepiting rajungan dalam menurunkan parameter sebagai Biokoagulan alami
yang nantinya akan di bandingkan dengan koagulan kimia Alum.

1.2 Identifikasi Masalah


Identifikasi masalah dari penelitian ini adalah :
1. Tingginya limbah domestik maupun industri yang masuk kebadan sungai
Kalimalang.
2. Kurangnya pemanfaatan limbah cangkang Rajungan.

1.3 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui besar penuruan parameter yang diuji yakni kekeruhan, pH, dan
TDS (Total dissolve Solids).
2. Mengetahui dosis optimum kogulan cangkang rajungan dalam penurunan
parameter yang diuji yakni kekeruhan, pH, dan TDS (Total dissolve Solids).
3. Mengetahui efektifitas kitosan jika dibandingkan dengan alum sebagai
koagulan kimia.

1.4 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Berapa besar penurunan konsentrasi kekeruhan, pH, dan TDS (Total dissolve
Solids)?
2. Berapa dosis optimum cangkang rajungan sebagai koagulan dalam
menurunkan kekeruhan, pH, dan TDS (Total dissolve Solids)?
3. Berapa tingkat efektifitas dan dosis kitosan jika dibandingkan dengan Alum?

1.5 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui besar penurunan konsentrasi pencemar kekeruhan, pH, dan TDS
(Total dissolve Solids).
2. Mengetahui dosis optimum cangkang rajungan sebagai kogulan dalam
murunkan kadar kekeruhan, pH, dan TDS (Total dissolve Solids).
3. Membandingkan efektifitas kitosan sebagai koagulan dengan Alum sebagai
koagulan kimia.

1.6 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1.6.1 Manfaat Bagi Penulis


Memberikan informasi tentang kualitas air sungai Kalimalang yang ada di Desa
Jayamukti dan memberikan solusi terhadap masalah yang terjadi pada pencemaran air
sungai Kalimalang serta bagaimana memanfaatkan limbah cangakang rajungan yang
sudah tidak terpakai menjadi biokoagulan yang dapat meningkatkan kualitas air sungai.

1.6.2 Manfaat Bagi Fakultas Teknik


Bagi Prodi Teknik Lingkungan, dapat digunakan sebagai acuan, pertimbangan,
dan sekaligus evaluasi bagi kegiatan belajar mengajar yang sudah atau pun sedang
direncanakan.

1.6.3 Manfaat Bagi Masyarakat


Memberikan informasi tentang kualitas air sungai Kalimalang di Desa
Jayamukti sehingga masyarakat dapat membedakan kualitas air yang tercemar ataupun
tidak tercemar guna meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menggunakan air
sungai dan menjaga kualitas air sungai sehingga dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk merawat lingkungan.

1.7 Sistematika Penelitian


Sistematika penulisan skripsi ini adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah,
batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penulisan, dan
sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Pada bab ini akan dibahas teori yang relevan dengan materi dan topik penelitian,
diantaranya mengenai pengertian sungai, kualitas air sungai, pencemar ke sungai, dan
parameter mutu air.

BAB III METODE PENELITIAN


Bab ini akan membahas : Lokasi dan waktu penelitian, penentuan titik
pengambilan sampel, alat dan bahan, teknik pengujian sampel, analisis data hasil
pengujian sampel dan rencana anggaran biaya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian
kemudian dilakukan pembahasan terhadap hasil penelitian tersebut.

BAB V PENUTUP
Pada bab ini akan disimpulkan mengenai tercapai atau tidaknya tujuan penelitian
serta pemberian saran-saran untuk penelitian lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai