Anda di halaman 1dari 238

1

TUGAS AKHIR – DK184802

IDENTIFIKASI VISUAL KAWASAN CAGAR


BUDAYA DI KAMPUNG PENELEH, KOTA
SURABAYA

MUHAMMAD RIFQI SOEDJONO


08211640000073

Dosen Pembimbing
Karina Pradinie Tucunan, ST., M.Eng.

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota


Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2020
1
i

TUGAS AKHIR – DK184802

IDENTIFIKASI VISUAL KAWASAN CAGAR BUDAYA DI


KAMPUNG PENELEH, KOTA SURABAYA

MUHAMMAD RIFQI SOEDJONO


08211640000073

Dosen Pembimbing
Karina Pradinie Tucunan, ST., M.Eng.

Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota


Fakultas Teknik Sipil, Perencanaan, dan Kebumian
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2020

i
ii

ii
iii

FINAL PROJECT – DK184802

VISUAL IDENTIFICATION OF CULTURAL HERITAGE AREA


IN KAMPUNG PENELEH, SURABAYA.

MUHAMMAD RIFQI SOEDJONO


08211640000073

Advisor
Karina Pradinie Tucunan, ST., M.Eng.

Department of Urban and Regional Planning


Faculty of Civil, Planning, and Geo Engineering
Sepuluh Nopember Institute of Technology
Surabaya
2020

iii
iv

iv
v

LEMBAR PENGESAHAN

v
vi

vi
vii

IDENTIFIKASI VISUAL KAWASAN CAGAR BUDAYA DI


KAMPUNG PENELEH, KOTA SURABAYA

Nama Mahasiswa : Muhammad Rifqi Soedjono


NRP : 08211640000073
Departemen : Perencanaan Wilayah dan Kota
Dosen Pembimbing : Karina Pradinie Tucunan, ST., M.Eng.

ABSTRAK
Seiring menghilangnya identitas kawasan cagar budaya
diakibatkan bangunan di sekitar Kampung Peneleh mulai berubah
menjadi salah satunya adalah bangunan komersial (perdagangan
dan perkantoran) dan kawasan Kampung Peneleh mulai terlupakan
oleh masyarakat Surabaya. Upaya melindungi dan melestarikan
bangunan – bangunan tua di Kampung Peneleh dapat dilakukan
dengan salah satunya adalah mengidentifikasi kawasan cagar
budaya di Kampung Peneleh serta menganalisis bangunan-
bangunan cagar budaya yang di Kampung Peneleh, sehingga
diperlukan rekomendasi arahan visual kawasan heritage untuk
menetapkan atau meningkatkan kawasan heritage Kampung
Peneleh.
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif,
content analysis dan Formal/linear Proccess. Analisis deskriptif
kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa
yang terjadi (aktual) dan membuat pencandraan secara sistematis,
faktual, dan akurat mengenai fakta – fakta yang ada. Content
analysis juga ditujukan untuk menarik kesimpulan dengan cara
mengidentifikasi karakteristik tertentu dan memberikan tujuan
memberikan pengetahuan, wawasan baru, dan menyajikan fakta.
Proses Formal Linear digunakan dengan beberapa tahap untuk
mendapatkan rumusan dari potensi dan masalah yang ada.

vii
viii

Hasil dari penelitian ini adalah rekomendasi arahan


pengembangan perkotaan untuk penguatan visual kawasan cagar
budaya di Kampung Peneleh dengan visi yang diadaptasi dari Balai
Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo yang memprioritaskan
perlindungan, pemanfaatan, dan pengembangan warisan cagar
budaya.

Kata Kunci: cagar budaya, visual kawasan, karakteristik


bangunan

viii
ix

VISUAL IDENTIFICATION OF CULTURAL HERITAGE


AREA IN KAMPUNG PENELEH, SURABAYA

Student’s Name : Muhammad Rifqi Soedjono


Student’s Number : 08211640000073
Department : Urban and Regional Planning
Advisor : Karina Pradinie Tucunan, ST., M.Eng.

ABSTRACT
As the identity of the cultural heritage area disappeared due
to buildings around Kampung Peneleh began to change into one of
them is a commercial building (trade and offices) and Kampung
Peneleh area began to be forgotten by the people of Surabaya.
Efforts to protect and conserve old buildings in Kampung Peneleh
can be done with one of them being identifying the cultural heritage
area in Kampung Peneleh and analyzing the cultural heritage
buildings in Kampung Peneleh, so that recommendations are needed
for the visual direction of heritage areas to establish or enhance
Kampung heritage areas.
This research uses descriptive qualitative analysis and
content analysis and Formal/Linear Process. Qualitative descriptive
analysis is used to describe a phenomenon, the events that occur
(actual) and make a systematic, factual, and accurate assessment of
the facts that exist. content analysis is also intended to conclude by
identifying certain characteristics and providing the purpose of
providing knowledge, new insights, and presenting facts. The
Formal/Linear Process is used in several stages to get a formula of
potentials and problems.
The results of this research are recommendations for urban
development directions for a visual strengthening of cultural
heritage areas in Peneleh Village with a vision adapted from the

ix
x

Gorontalo Cultural Heritage Conservation Center which prioritizes


the protection, utilization, and development of cultural heritage.
Keywords: cultural heritage, visual regional, building
characteristics

x
xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas karunia dan berkatNya


penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir berjudul
“Identifikasi Visual Kawasan Cagar Budaya di Kampung
Peneleh, Surabaya”. Dalam penulisan seminar ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada Allah SWT. Karena limpahan
rahmat serta karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Tidak lupa pula pihak – pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan seminar ini, khususnya kepada:
1. Keluarga Soedjono, yaitu kedua orang tua, Ayahanda Eddy,
Ibunda Amelia, dan kedua kakak saya, Arissa dan Aranda, yang
selalu mendukung dan memberi dukungan moril dan materil
serta tidak pernah lupa memberi semangat.
2. Bapak dosen wali, Nursakti Adhi Pratomoatmojo, ST., M.Sc,
yang telah memberikan waktu dan bimbingannya selama kuliah.
3. Ibu dosen pembimbing penulis, Karina Pradinie Tucunan, ST.
M.Eng, atas bimbingan dalam memberikan saran, masukan,
maupun kritik dalam proses penyusunan tugas akhir.
4. Teman – teman Corazon, angkatan 2016 yang selalu memberi
semangat dan mengingatkan selama masa kuliah.
5. Muhammad Luthfi Amrullah, Rahmad Awang Samodra, dan
Thresya Chrisdiana Laia yang telah membantu saya banyak
dalam mengerjakan Tugas Akhir ini.
6. Pacar saya, Zerlinda Yudha Vashti, yang menemani dan
mendukung saya setiap hari sejak 2014.

Surabaya, Juli 2020

Penulis

xi
xii

(halaman sengaja dikosongkan)

xii
xiii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................... v


ABSTRAK ...................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR.................................................................... xviii
DAFTAR PETA .............................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 4
1.3 Tujuan dan Sasaran ............................................................ 4
1.4 Ruang Lingkup ................................................................... 5
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah ............................................ 5
1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan ...................................... 5
1.4.3 Ruang Lingkup Substansi ........................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................. 5
1.5.1 Manfaat Teoritis ......................................................... 5
1.5.2 Manfaat Praktis........................................................... 6
1.6 Sistematika Pembahasan .................................................... 6
1.7 Kerangka Berpikir .............................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 13
2.1 Kawasan Cagar Budaya ................................................... 13
2.1.1 Pengertian Visual Kawasan ...................................... 15
2.1.2 Karakteristik Visual Kawasan Cagar Budaya .......... 15
2.2 Bangunan Cagar Budaya .................................................. 18
2.2.1 Karakteristik Langgam ............................................. 19
2.2.2 Karakteristik Bangunan Cagar Budaya .................... 32
2.3 Sintesa Pustaka ................................................................. 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................ 41

xiii
xiv

3.1Pendekatan Penelitian ...................................................... 41


3.2Jenis Penelitian................................................................. 41
3.3Variabel Penelitian ........................................................... 42
3.4Populasi dan Sampel ........................................................ 48
3.5Metode Penelitian ............................................................ 49
3.5.1 Metode Pengumpulan Data ...................................... 49
3.5.2 Teknik Survei ........................................................... 50
3.6 Metode Analisis ............................................................... 51
3.6.1 Menganalisis Kawasan Berdasarkan Langgam atau
Gaya Bangunan ........................................................ 51
3.6.2 Mengidentifikasi Karakteristik Visual Kawasan Cagar
Budaya di Kampung Peneleh, Kota Surabaya .......... 53
3.6.3 Rekomendasi Arahan Pengembangan Perkotaan Untuk
Penguatan Visual Kawasan Cagar Budaya/Heritage
Kampung Peneleh, Kota Surabaya ........................... 54
3.7 Tahapan Penelitian ........................................................... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................... 57
4.1 Gambaran Umum Wilayah Studi ..................................... 57
4.1.1 Karakteristik Penduduk ............................................ 61
4.1.2 Sejarah Kampung Peneleh........................................ 61
4.1.3 Bangunan Cagar Budaya Kampung Peneleh ............ 64
4.2 Analisis dan Pembahasan ................................................. 76
4.2.1 Menganalisis Kawasan Berdasarkan Langgam atau
Gaya Bangunan ........................................................ 76
4.2.2 Mengidentifikasi Karakteristik Visual Kawasan Cagar
Budaya di Kampung Peneleh, Kota Surabaya ........ 119
4.2.3 Rekomendasi Arahan Pengembangan Perkotaan Untuk
Penguatan Visual Kawasan Cagar Budaya/Heritage
Kampung Peneleh, Kota Surabaya ......................... 170
BAB V KESIMPULAN ................................................................ 185
5.1 Kesimpulan .................................................................... 185

xiv
xv

5.2 Saran .............................................................................. 190


DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 191
LAMPIRAN .................................................................................. 195
BIODATA PENULIS .................................................................... 217

xv
xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Elemen Bangunan Pada Era Kolonial, Lokal, dan


Akulturasi ......................................................................................... 34
Tabel 2. 2 Hasil Sintesa Pustaka....................................................... 38
a

Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................ 43


Tabel 3. 2 Responden Purposive Sampling ...................................... 48
Tabel 3. 3 Organisasi Kebutuhan Data ............................................. 51
Tabel 3. 4 Proses Analisis Sasaran 1 ................................................ 52
Tabel 3. 5 Proses Analisis Sasaran 2 ................................................ 53
Tabel 3. 6 Analisis Data ................................................................... 55
a

Tabel 4. 1 Luas Wilayah dan Ketinggian Wilayah Kecamatan


Genteng, 2018................................................................................... 57
Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kecamatan
Genteng 2018.................................................................................... 61
Tabel 4. 3 Elemen Bangunan Cagar Budaya .................................... 77
Tabel 4. 4 Hasil Coding Indikasi Variabel Langgam Kolonial ........ 88
Tabel 4. 5 Hasil Coding Indikasi Variabel Langgam Tradisional .... 93
Tabel 4. 6 Hasil Coding Indikasi Variabel Langgam Akulturasi ..... 98
Tabel 4. 7 Hasil Coding Indikasi Variabel Fungsi Bangunan ........ 103
Tabel 4. 8 Hasil Coding Indikasi Variabel Kondisi Bangunan ...... 108
Tabel 4. 9 Hasil Coding Indikasi Variabel Elemen Bangunan ....... 113
Tabel 4. 10 Variabel Penelitian Pada Indikator Complexity and
Surprise .......................................................................................... 123
Tabel 4. 11 Variabel Penelitian pada Indikator Vitality and
Robustness ...................................................................................... 134
Tabel 4. 12 Variabel Penelitian pada Indikator Enclosure and
Linkages.......................................................................................... 140
Tabel 4. 13 Variabel Penelitian pada Indikator Transparency and
Vistas .............................................................................................. 146

xvi
xvii

Tabel 4. 14 Variabel Penelitian pada Indikator Legibility and


Coherence ....................................................................................... 152
Tabel 4. 15 Variabel Penelitian pada Indikator Architectural
Richness .......................................................................................... 158
Tabel 4. 16 Variabel Penelitian pada Indikator Personalizationand
Community Values .......................................................................... 165

xvii
xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Langgam Klasik ........................................................... 20


Gambar 2. 2 Langgam Modern......................................................... 22
Gambar 2. 3 Langgam Tradisional ................................................... 23
Gambar 2. 4 Gaya Bangunan Indische Empire ................................ 26
Gambar 2. 5 Gaya Bangunan Era Transisi ....................................... 27
Gambar 2. 6 Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di Jawa dari
Abad 17 Sampai Pertengahan Abad ke 20 ....................................... 28
Gambar 2. 7 Rumah dengan Atap Joglo ........................................... 30
Gambar 2. 8 Bentuk Atap pada Rumah Tradisional Jawa ................ 31
s

Gambar 4. 1 Peta Surabaya Heritage Walk di Kampung Peneleh ... 65


Gambar 4. 2 Rumah Kelahiran Soekarno di Surabaya ..................... 69
Gambar 4. 3 Rumah HOS. Tjokroaminoto dan Kos Soekarno......... 70
Gambar 4. 4 Toko Buku Peneleh...................................................... 71
Gambar 4. 5 Makam Sesepuh Mbah Singo dan Mbah Panjang di
Kampung Peneleh, Kota Surabaya ................................................... 72
Gambar 4. 6 Makam Eropa Peneleh di Kampung Peneleh, Surabaya
.......................................................................................................... 73
Gambar 4. 7 Rumah Kelahiran Roeslan Abdulgani di Kampung
Peneleh, Surabaya............................................................................. 74
Gambar 4. 8 Masjid Jami’ Peneleh................................................... 75
Gambar 4. 9 Langgar Dukur Peneleh dan Plakat Bangunan Cagar
Budaya .............................................................................................. 76
Gambar 4. 10 Keberagaman Gaya Bangunan di Kampung Peneleh
........................................................................................................ 171
Gambar 4. 11 Sudut Tidak Terduga berupa Makam di Tengah Jalan
........................................................................................................ 172
Gambar 4. 12 Persimpangan Jalan di Kampung Peneleh ............... 172
Gambar 4. 13 Peta Wisata Kota Tua Jakarta .................................. 180

xviii
xix

Gambar 4. 14 Museum Fatahillan dan Denah Kawasan Kota Tua


Jakarta ............................................................................................. 181
Gambar 4. 15 Ketegasan Bangunan dan Jalur Pejalan Kaki di Kota
Tua Jakarta...................................................................................... 181
Gambar 4. 16 Peta Wisata Kota Lama Semarang........................... 182
Gambar 4. 17 Bentuk Tempat Kuliner di Kota Lama Semarang ... 183
Gambar 4. 18 Situs Patirtan Ngawonggo ....................................... 183

xix
xx

DAFTAR PETA

Peta 1. 1 Batas Wilayah Penelitian ................................................... 11


Peta 4. 1 Penggunaan Lahan Penelitian ............................................ 59
Peta 4. 2 Bangunan Cagar Budaya di Kawasan Kampung Peneleh,
Kecamatan Genteng, Kota Surabaya ................................................ 66
Peta 4. 3 Karakteristik Complexity and Surprise di Kampung Peneleh
........................................................................................................ 131
Peta 4. 4 Karakteristik Vitality and Robustness di Kampung Peneleh
........................................................................................................ 137
Peta 4. 5 Karakteristik Enclosure and Linkages di Kampung Peneleh
........................................................................................................ 143
Peta 4. 6 Karakteristik Transparency and Vistas di Kampung Peneleh
........................................................................................................ 149
Peta 4. 7 Karakteristik Legibility and Coherence di Kampung
Peneleh ........................................................................................... 155
Peta 4. 8 Karakteristik Architectural Richness di Kampung Peneleh
........................................................................................................ 162
Peta 4. 9 Karakteristik Personalization and Community Values di
Kampung Peneleh........................................................................... 168

xx
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu kawasan dapat ditentukan identitas kawasan tersebut
dengan dilihat dari beberapa kategori yang salah satunya adalah
sejarah budaya. Selain dilihat dari bentuk dan rupa atau fisik suatu
kawasan, suatu visual kawasan juga dapat membentuk identitas
masyarakat sekitar kawasan tersebut (Allen, 1998; Hudson, 2001;
dalam Paasi, 2003). Setiap kota tentunya memiliki suatu identitas
kawasan yang berbeda – beda dengan kesan lingkungan secara visual
sehingga membentuk suatu identitas di kawasan tersebut. Identitas
kawasan merupakan sesuatu yang objektif tentang seperti apa rupa
atau bentuk suatu tempat (Montgomery, 1998).

Heritage merupakan warisan budaya yang dibedakan


menjadi dua kategori, yaitu tangible atau kebendaan yang dapat
disentuh seperti monumen, arsitektur bangunan, tempat peribadatan,
dan lain sebagainya. Yang kedua yaitu berupa intangible yakni
berupa atribut kelompok atau masyarakat sekitar, seperti keseharian
masyarakat sekitar yang dilihat dari norma atau tata nilai (Hall &
McArther, 1996:5). Heritage memiliki arti warisan, pusaka, atau juga
cagar budaya, dalam kamus Oxford, heritage merupakan sejarah,
tradisi, dan nilai yang dimiliki suatu negara dan sebagai sesuatu yang
harus diselamatkan, baik dalam bentuk budaya material maupun
alam (Prasetyo, 2014).

Kawasan bersejarah merupakan suatu kawasan dengan


peninggalan masa lampau, baik berupa fisik historis maupun nilai
dan pola hidup masyarakat serta kepercayaan (Yuliana, 2013).
Identitas kawasan bersejarah memiliki keunikan dan karakter yang
kuat serta berkaitan dengan sejarah kawasan tersebut. Heritage atau

1
2

warisan dan nilai sejarah memiliki salah satu ciri berbentuk fisik
(tangible), seperti bangunan masjid atau makam. Kawasan cagar
budaya dapat dilihat dan dirasakan sesuai karakteristik, ciri khas,
bentuk, rupa, dan pola serta perilaku masyarakat setempat dengan
nilai sejarah yang tinggi (Kartika, 2017). Dalam tiap bangunan cagar
budaya mengandung nilai – nilai kebudayaan, yakni nilai estetik baik
dari eksterior maupun interior, nilai spiritual atau nilai keagamaan
yang dipercaya dalam suatu agama, nilai sosial adalah landmark
suatu tempat karena adanya suatu komunitas, nilai sejarah yakni
bentuk masif tentang peradaban manusia, nilai simbolis yaitu suatu
bangunan cagar budaya dapat mewakili status sosial dari masyarakat
tertentu, dan nilai otentik yaitu bentuk asli bangunan cagar budaya
memiliki suatu keunikan (Hernowo, 2015). Bangunan – bangunan
heritage memiliki langgam arsitektur atau gaya bangunan yang
mewakili suatu masa tertentu (Syafitri, 2017).

Surabaya merupakan kota dengan sejarah panjang di


Indonesia dan memiliki banyak bangunan – bangunan bekas masa
penjajahan serta tersebar di hampir seluruh wilayah, seperti penjara
Kalisosok yang ada di daerah Krembangan, Museum Surabaya yang
ada di koridor Tunjungan, dan Rumah Sakit Darmo yang ada di
Surabaya Pusat. Mayoritas daerah bersejarah di Kota Surabaya
bertempat di daerah utara Surabaya. Selain menjadi kota dengan
sejarah panjang, Surabaya juga menjadi salah satu kota terpadat di
Indonesia dan memiliki jumlah penduduk yang mencapai lebih dari
tiga juta (Dispendukcapil, 2019). Dengan meningkatnya penduduk
dan berkembangnya Kota Surabaya, berdampak kepada permukiman
– permukiman lama yang diubah menjadi bangunan komersial,
seperti perdagangan dan perkantoran yang memiliki nilai ekonomis.
Contoh yang terjadi di Kota Surabaya adalah Kampung Peneleh
(Dewi & Supriharjo, 2013).

2
3

Kampung Peneleh merupakan kampung tertua di Kota


Surabaya yang sudah ada semenjak zaman Kerajaan Singosari dan
berasal dari kata Pinilah yang bermakna pilihan serta merupakan
tempat bersemayam pangeran pilihan atau pinilih (Panjaitan, 2014).
Kampung Peneleh ditetapkan sebagai lingkungan cagar budaya.
Kampung ini berada di Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, yang
berbatasan dengan daerah pusat Kota Surabaya. Meskipun sudah ada
sejak zaman Singosari, di dalam Kampung Peneleh diisi oleh
bangunan – bangunan bersejarah peninggalan kolonial Belanda dan
tradisional Jawa yang perlu dilindungi serta dilestarikan agar tidak
mengurangi nilai sejarah Kota Surabaya. Bangunan bersejarah yang
ada di kampung tersebut antara lain adalah Kompleks Pemakaman
De Begraafplaats yang menjadi pemakaman bagi kaum – kaum
Eropa yang meninggal di Surabaya pada zaman kolonial Belanda,
rumah pahlawan Ir. Soekarno dan HOS Cokroaminoto, dan lain
sebagainya (Putradinata, 2018). Cagar budaya yang ada di Kampung
Peneleh lebih banyak situs budaya dan sejarah pada zaman kolonial
Belanda. Pemukiman yang terdapat di Kampung Peneleh termasuk
pemukiman lama yang terlihat kumuh dan cenderung tidak terawat,
sehingga banyak masyarakat menilai bahwa pemukiman tersebut
layak digantikan menjadi bangunan komersial perdagangan maupun
perkantoran.

Seiring perubahan zaman, identitas Kampung Peneleh


sebagai kampung tertua di Surabaya dan daerah peninggalan kolonial
Belanda mulai hilang dan kurang dikenal masyarakat karena
perubahan aktivitas yang membutuhkan bangunan – bangunan di
sekitar Kampung Peneleh harus diubah menjadi bangunan
perdagangan dan perkantoran (Yudani, 2014). Selain itu, belum
adanya proses revitalisasi untuk mengembangkan kawasan Kampung
Peneleh sebagai kawasan cagar budaya dan dianggap belum

3
4

memiliki visi dalam pelestarian pada bangunan maupun situs


bersejarah sehingga warisan cagar budaya tersebut tidak terawat
bahkan dibongkar oleh pemilik bangunan sendiri yang mengurangi
ajang atraksi pada kawasan Kampung Peneleh (Kurniawan, 2019).
Sehingga dari permasalahan-permasalahan tersebut diperlukan
identifikasi visual kawasan cagar budaya Kampung Peneleh dan
memunculkan rekomendasi arahan pengembangan kawasan cagar
budaya Kampung Peneleh.

1.2 Rumusan Masalah


Seiring menghilangnya visual kawasan cagar budaya
diakibatkan bangunan di sekitar Kampung Peneleh mulai berubah
menjadi salah satunya adalah bangunan komersial (perdagangan dan
perkantoran) dan kawasan Kampung Peneleh mulai terlupakan oleh
masyarakat Surabaya, sehingga memunculkan pertanyaan
“bagaimana arahan pengembangan perkotaan untuk penguatan visual
kawasan cagar budaya di Kampung Peneleh?” sehingga muncul
rekomendasi arahan untuk penguatan visual kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh.

1.3 Tujuan dan Sasaran


Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan visual kawasan
cagar budaya di Kampung Peneleh berdasarkan langgam/gaya
bangunan yang ada untuk mempertahankan kampung tersebut dari
kawasan cagar budaya. Adapula sasaran dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis visual kawasan berdasarkan tipologi
langgam/gaya bangunan cagar budaya Kampung Peneleh, Kota
Surabaya.
2. Mengidentifikasi karakteristik kawasan cagar budaya di
Kampung Peneleh, Kota Surabaya

4
5

3. Rekomendasi arahan pengembangan perkotaan untuk penguatan


visual kawasan cagar budaya/heritage Kampung Peneleh, Kota
Surabaya.

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Pada kawasan Kampung Peneleh yang berbatasan dengan:
 Utara : Jalan Jagalan
 Selatan : Jalan Genteng Kali
 Barat : Jalan Tambak Bayan dan Jalan Keramat Gantung
 Timur : Jalan Undaan Wetan

1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan


Ruang lingkup pembahasan dari penelitian ini membahas
tentang identifikasi visual kawasan cagar budaya atau heritage yang
difokuskan pada gaya atau langgam bangunan (tangible) di
Kampung Peneleh.

1.4.3 Ruang Lingkup Substansi


Ruang lingkup substansi dari penelitian ini yaitu membahas
tentang kondisi eksisting Kampung Peneleh serta menentukan
rekomendasi arahan visual kawasan cagar budaya di Kampung
Peneleh berdasarkan gaya bangunan.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, manfaat penelitian ini adalah:
1. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan identifikasi visual kawasan cagar
budaya/heritage.
2. Menjadi referensi dan masukan atau saran untuk pemerintah
dalam membentuk visual kawasan cagar budaya.

5
6

1.5.2 Manfaat Praktis


Secara praktis, manfaat dari penelitian adalah:
1. Bagi penulis dapat menambah wawasan serta pengalaman
tentang bagaimana mengidentifikasikan visual kawasan
heritage.
2. Bagi pembaca dapat menambah pengetahuan berkaitan dengan
menentukan rekomendasi arahan visual kawasan cagar budaya
dan sumbangan pemikiran atau saran serta kritik kepada penulis.

1.6 Sistematika Pembahasan


BAB I PENDAHULUAN, bab ini menjelaskan latar belakang
penelitian; rumusan masalah; tujuan dan sasaran, ruang lingkup yang
meliputi ruang lingkup wilayah, pembahasan dan substansi; manfaat
penelitian yang dibagi menjadi dua yakni manfaat teoritis dan
manfaat praktis; dan sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, berupa sintesa teori – teori yang


akan digunakan dalam penelitian ini serta dasar dalam proses analisa
untuk mendapatkan tujuan penelitian. Teori – teori yang akan
digunakan dalam penelitian ini dapat berupa tentang cagar
budaya/heritage beserta kawasan cagar budaya dan bangunan
bersejarah.

BAB III METODE PENELITIAN, bab ini berisi tentang


pendekatan – pendekatan dalam penelitian ini untuk digunakan
dalam proses, jenis, variabel penelitian serta penentuan metode
pengumpulan data dan metode analisis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, pada bab ini berisikan


gambaran umum wilayah studi yang difokuskan untuk
mengidentifikasi visual kawasan cagar budaya di Kampung Peneleh,
Kota Surabaya, beserta hasil analisis.

6
7

BAB V KESIMPULAN, berisi kesimpulan penelitian dan hasil


analisis dari menentukan rekomendasi arahan visual kawasan cagar
budaya di Kampung Peneleh, Kota Surabaya.

7
8

1.7 Kerangka Berpikir

LATAR BELAKANG
Kampung Peneleh merupakan kampung bersejarah dan telah
ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya di Kota Surabaya dengan
bangunan-bangunan bersejarah yang di kampung tersebut.

Seiring perubahan zaman, Kampung Peneleh sebagai kampung


bersejarah dan kawasan cagar budaya mulai hilang dan kurang
dikenal masyarakat karena perubahan aktivitas yang membutuhkan
bangunan – bangunan di sekitar Kampung Peneleh harus diubah
menjadi bangunan perdagangan dan perkantoran
Diperlukan arahan pengembangan kawasan cagar budaya sebagai
upaya mempertahankan serta meningkatkan kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh dan melindungi atau ajang atraksi pada
bangunan bersejarah Kampung Peneleh, Kota Surabaya.

RUMUSAN MASALAH
Seiring menghilangnya visual kawasan cagar budaya pada
Kampung Peneleh yang diakibatkan karena bangunan-bangunan
bersejarah dan aktivitas di kawasan tersebut berubah, memunculkan
rumusan masalah berupa “bagaimana arahan pengembangan
perkotaan untuk penguatan visual kawasan cagar budaya di
Kampung Peneleh?”

8
9

TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah merekomendasikan arahan
pengembangan kawasan cagar budaya di Kampung Peneleh
terutama dalam bentuk fisik atau tangible yang ada untuk
mempertahankan kampung tersebut sebagai kawasan cagar budaya.

SASARAN 1 SASARAN 2
Menganalisis visual Mengidentifikasi
kawasan berdasarkan karakteristik visual
tipologi langgam/gaya kawasan cagar budaya di
bangunan cagar budaya Kampung Peneleh, Kota
Kampung Peneleh, Kota Surabaya.
Surabaya.

OUTPUT SASARAN 3
Menentukan rekomendasi Rekomendasi arahan
arahan pengembangan pengembangan perkotaan
kawasan cagar budaya untuk penguatan kawasan
Kampung Peneleh cagar budaya atau heritage
berdasarkan langgam atau Kampung Peneleh, Kota
gaya bangunan yang ada Surabaya.
di Kampung Peneleh.

9
10

(halaman sengaja dikosongkan)

10
11

Peta 1. 1 Batas Wilayah Penelitian


Sumber: Peneliti, 2019
11
12
(halaman sengaja dikosongkan)

12
13

BAB II
a
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Cagar Budaya


Sebelumnya, pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010,
cagar budaya merupakan warisan budaya yang bersifat kebendaan
berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya
baik di darat maupun di air yang perlu dilestarikan keberadaannya
karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
pendidikan, agama dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Menurut Davidson (1991), cagar budaya diartikan sebagai produk
atau hasil budaya fisik dari tradisi yang berbeda dalam bentuk nilai
dan menjadi elemen pokok dalam jatidiri suatu kelompok.

Pada Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang


Pengelolaan Kawasan Lindung, kawasan cagar budaya adalah
kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia
yang bernilai tinggi maupun bentukan geologi yang khas.
Perlindungan terhadap kawasan cagar budaya dilakukan untuk
melindungi budaya bangsa yang berbentuk peninggalan sejarah,
bangunan maupun monumen nasional, dan keragaman bentuk, serta
berguna untuk ilmu pengetahuan dari ancaman kepunahan yang
disebabkan baik alam maupun manusia.

Kawasan Cagar Budaya merupakan satuan ruang geografis


yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih yang terletak
berdekatan sehingga memperlihatkan ciri tata ruang yang khas (UU
No. 11 Tahun 2010). Setiap kawasan cagar budaya memiliki kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Balai Pelestarian Cagar
Budaya. Kriteria tersebut antara lain adalah:
1. Mengandung dua stitus cagar budaya atau lebih yang letaknya
berdekatan;

13
14

2. Lanskap budaya hasil dari manusia dengan usia minimal 50


tahun;
3. Memperlihatkan pola fungsi masa lalu dengan usia minimal 50
tahun;
4. Memiliki bukti pembentukan lanskap budaya; dan
5. Memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti
kegiatan manusia atau endapan fosil.

Identifikasi kawasan sebagai kawasan cagar budaya dapat


terlihat antara lain dari sisi linkage, visual, dan sisi sejarah (Titik dan
Dewi, 2012).
1. Dari sisi keterkaitan (linkage), kawasan cagar budaya memiliki
posisi strategis dan dapat dikembangkan sebagai kawasan
budaya serta kawasan penyangga untuk kawasan yang ada di
sekitarnya.
2. Dari visual, kawasan cagar budaya memiliki karakter yang
spesifik serta ditata untuk mengarah kepada suatu pusat tertentu.
3. Sedangkan dari sisi sejarah, kawasan cagar budaya menjadi
awal mula perkembangan dari suatu kota yang menjadi kota
yang lebih modern.

Kawasan cagar budaya merupakan kawasan dimana cagar


budaya dengan lahan disekitarnya yang berfungsi untuk mendukung
kelestarian cagar budaya itu sendiri yang dikelola oleh badan tertentu
atau pemilik yang telah ditunjuk (Indrawati, 2008). Menurut
Budiharjo dalam Indrawati, 2008, dalam kawasan cagar budaya
sering terjadi atau muncul beberapa persoalan saat melakukan
pengembangan kawasan cagar budaya yang berasal dari masyarakat
yang menempati kawasan tersebut, kedua yakni pemerintah yang
memiliki kewenangan atau power dalam penentuan pemanfaatan
kawasan cagar budaya, serta pihak swasta yang juga berperan
membantu dalam pembangunan kawasan tersebut. Setiap kawasan

14
15

cagar budaya, terdapat upaya pelestarian kawasan cagar budaya.


Menurut Indrawati (2008), pelestarian kawasan cagar budaya turut
menjadi salah satu cara untuk melindungi warisan budaya.

2.1.1 Pengertian Visual Kawasan


Menurut KBBI, visual adalah sesuatu yang dilihat dengan
indra penglihatan atau berdasarkan penglihatan. Dari visual atau
penglihatan mampu menginterpretasikan lingkungan tersebut
memiliki makna tertentu (Sudarwani, 2004). Visual kawasan
merupakan suatu sistem berdasarkan penglihatan yang memiliki
nilai-nilai cultural dan bentuk fisik maupun non-fisik yang penting
(Harani, 2017). “Walking without a specific purpose, just to enjoy the
walk and what is revealed along it is a fundamental way to
experience urbanity. This takes us to the cocncept of the flaneur –
French for a stroller or urban observer” (Rio, 2015). Yang
dimaksud dengan flaneur merupakan subjek individu atau kelompok
manusia yang berkunjung dan mengelilingi suatu kawasan untuk
melihat, merasakan, dan mendapatkan pengalaman tertentu. Dengan
mengunjungi atau mengelilingi suatu kawasan, flaneur tidak hanya
mendapatkan dari bentuk fisik kawasanatau penglihatan, melainkan
juga mendapatkan pemandangan dari non-fisik atau perasaan seperti
sosial-budaya masyarakat sekitar kawasan, kegiatan atau aktivitas
masyarakat (Baudelaire dalam Seal, 2013).

2.1.2 Karakteristik Visual Kawasan Cagar Budaya


Menurut Moser dalam Tohjiwa (2013), Suatu karakteristik
kawasan merupakan salah satu ciri khas untuk masyarakat tidak
merasa asing dalam suatu kawasan tersebut. Suatu warisan cagar
budaya yang ada di dalam suatu kawasan dapat menentukan
karakteristik suatu kawasan dimana warisan cagar budaya tersebut
juga harus dilestarikan maupun dilindungi baik oleh pemerintah

15
16

setempat maupun masyarakat sekitar kawasan warisan cagar budaya


(Ministry of Tourism, Culture and Sport, 2017).

Menurut Rio (2015), adapula karakteristik visual kawasan


yang dapat ditemukan ketika menjelajahi suatu kawasan, yaitu:

a. Complexity and Surprise


Complexity and Surprise adalah sesuatu yang kompleks dan
tidak terduga, kemudian dapat meningkatkan rencana yang dapat
dibuat di kawasan cagar budaya tersebut. Dikutip dari del Rio
(2015), bahwa karakteristik Complexity and Surprise dapat
diidentifikasi dari “Discontinuities in the morphology, unexpected
angles and dead-ends, multiple decision-points, narrow passages,
sudden revelations, contrasts, succeeding views, stimulating
tensions”. Pada karakteristik mencakup beberapa variabel, antara
lain diskontinuitas morfologi, sudut tak terduga dan jalan berbuntu,
persimpangan jalan, jalan sempit, kontras, batasan wilayah, dan
stimulating tensions.

b. Vitality and Robustness


Karakteristik ini mengidentifikasikan bagaimana masyarakat
dapat tertarik datang ke kawasan tersebut. Dikutip dari del Rio
(2015), bahwa karakteristik Vitality and Robustness merupakan “A
place or street is robust when it offers a variety of land uses,
density, activities, and behavioral choices that sustain its vitality in
the long run, attracting different people at different times”.
Karakteristik ini menjelaskan bahwa masyarakat akan tertarik ke
kawasan tersebut apabila memiliki hal yang menarik seperti
penggunaan lahan yang menarik seperti adanya toko, kafe, restoran
dan lain-lain, serta kepadatan, aktivitas dan kebiasaan yang
berkelanjutan sehingga menarik orang dari masa ke masa.

16
17

Karakteristik ini mencakup variabel variasi penggunaan lahan,


kebiasaan masyarakat, dan aktivitas masyarakat.

c. Enclosure and Linkages


Dikutip dari del Rio (2015), “Urban design studies agree that
enclosure through well-defined edges and facilitating a sense of
position are fundamental place qualities due to their deep
psychological meanings, making us feel comfortable and in control
of our whereabouts”. Karakteristik Enclosure and Linkages adalah
batasan kawasan yang menegaskan antara kawasan tersebut dengan
kawasan sekitarnya. Batasan tersebut didasari dengan makna
psikologis atau bentuk fisik dan jaringan (urban tissue) yang
berhubungan dengan aksesibilitas sehingga membuat masyarakat
nyaman. Karakteristik ini mencakup variabel pedestrian ways dan
fasilitas pelengkap jalan, dan ketegasan bangunan.

d. Transparency and Vistas


Karakteristik Transparency and Vistas adalah titik fokus (focal
point) dari kawasan atau sesuatu yang menjadi patokan yang dapat
dilihat dari dekat maupun jauh ketika berada di sekitar kawasan
tersebut, serta suatu kawasan mampu memberikan rasa aman.
Dikutip dari del Rio (2015), “always feeling safe due to the visual
control of the spaces and the perceived link between both places.”
Karakteristik ini mencakup variabel titik fokus dan fasilitas
pelengkap jalan.

e. Legibility and Coherence


Dikutip dari del Rio (2015), “The human brain and the âneur
need a legible city with a recognizable overall form, a clear
relationship between districts and neighborhoods, and a set of
coherent spaces and architectures for a mental map.” Karakteristik
Legibility and Coherence merupakan sesuatu yang mendefinisikan

17
18

kawasan tersebut kepada bentuk fisik serta navigable atau


perjalanan seseorang yang mengunjungi kawasan tersebut lebih
mudah/tidak hilang arah. Karakteristik ini mencakup variabel gaya
bangunan dan fasilitas pelengkap jalan.

f. Architectural Richness
Karakteristik ini merupakan kekayaan arsitektur yang ada pada
suatu kawasan tersebut, seperti pada bangunan-bangunannya,
pedestrian ways dengan fasilitas pelengkap jalan, dan tengara atau
landmarks. Dikutip dari del Rio (2015), “In experiencing the city,
architecture is always present in the buildings (style, shape,
ornamentation, colors, etc), streetscape (paving, street furniture,
planting, etc), and punctuating elements (statues, fountains, etc).”
Karakteristik ini mencakup variabel gaya bangunan, pedestrian
ways, dan tengara/landmarks.

g. Personalization and Community Values


Dikutip dari del Rio (2015), “A responsive design allows for
personalization by residents and users find ways to imprint their
marks in buildings, space, and time, making the built environment
their own and an expression of their selves.” Personalization and
Community Values adalah proses partisipatori yang memungkinkan
untuk melakukan ide-ide pembangunan di kawasan tersebut
sehingga tidak merusak suatu kesan kawasan. Karakteristik ini
mencakup variabel ide pembangunan dan nilai sosial-budaya.

2.2 Bangunan Cagar Budaya


Bangunan cagar budaya merupakan salah satu bentuk
warisan budaya yang perlu dilestarikan, disebutkan di dalam undang-
undang Nomor 11 Tahun 2010, tentang Cagar Budaya. Menurut
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bangunan cagar budaya
adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda

18
19

buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding


dan/atau tidak berdinding dan beratap. Selain itu, bangunan cagar
budaya juga memiliki nilai penting dari sisi kebudayaan dan menjadi
bukti suatu sejarah (Nusantoro, 2012). Bagian – bagian tentang
bangunan cagar budaya telah ditetapkan di dalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) tentang
Bangunan Gedung Cagar Budaya yang Dilestarikan, tahun 2015.

Dalam melindungi bangunan cagar budaya diperlukan sikap


berupa belajar dari masa lalu, tradisi, serta keinginan
mengembangkan bangunan cagar budaya tersebut dan peran serta
masyarakat (Filipi dalam Rahmanto, 2018). Suatu bangunan cagar
budaya juga harus memiliki fungsi sosial, yakni mampu berfungsi
untuk kepentingan pribadi maupun umum, seperti kepentingan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan lain sebagainya.

2.2.1 Karakteristik Langgam


Menurut Jenie (2018), langgam merupakan sebuah gaya,
model, cara, adat, atau kebiasaan, sedangkan dalam bangunan
diartikan dengan sebuah gaya bangunan. Sedangkan menurut
Rachmaniyah (2016), langgam adalah bagian dari budaya atau hasil
karya manusia dengan suatu gaya yang memiliki ciri seperti budaya,
peristiwa, tokoh, sejarah, dan lain-lain. Karakteristik langgam dibagi
menjadi 3, yaitu langgam klasik, langgam modern, dan langgam
lokal Indonesia. Langgam juga dapat dikategorikan dari budaya
masing-masing wilayah. Seperti di Indonesia, langgam di Indonesia
dapat dikategorikan berdasarkan budaya, seperti langgam arsitektur
Kolonial dan langgam arsitektur lokal, serta langgam atau gaya
bangunan akulturasi.

19
20

1. Langgam Klasik
Langgam atau gaya klasik merujuk kepada karya arsitektur
Romawi dan Yunani dengan bernilai tinggi dan terlihat mewah.
Umumnya langgam klasik memiliki ciri sebagai berikut:
a. Memiliki banyak sekali ornamen/hiasan pada hampir setiap
sudut bangunan/ interior.
b. Penggunaan kolom dan balok (entablature) sebagai elemen
utama.
c. Berupa bangunan yang besar dan megah dengan waktu
pengerjaan yang cukup lama.
d. Memanfaatkan efek distorsi mata untuk menciptakan
kemegahan dan keindahan bangunan-bangunan utamanya.
e. Bahan utama menggunakan bahan yang langsung diambil
dari alam.

Setiap bagian bangunan pada arsitektur Yunani Kuno


adalah bagian integral dari keseluruhan struktur bangunan,
sehingga peninggalan bangunan yang tidak sempurna dapat
direkonstruksi kembali seperti bangunan asalnya.

Gambar 2. 1 Langgam Klasik


Sumber: Survei Sekunder, 2019

20
21

2. Langgam Modern
Langgam atau gaya bangunan modern diawali pada
munculnya Revolusi Industri tahun 1760-1863 yang membawa
perubahan besar di bidang teknologi, sosial, dan kebudayaan.
Perubahan tersebut juga berpengaruh pada gaya bangunan
dengan ciri sebagai berikut:
a. Terlihat mempunyai keseragaman dalam penggunaan skala
manusia.
b. Bangunan bersifat fungsional, artinya sebuah bangunan
dapat mencapai tujuan semaksimal mungkin, bila sesuai
dengan fungsinya.
c. Bentuk bangunan sederhana dan bersih yang berasal dari
seni kubisme dan abstrak yang terdiri dari bentuk-bentuk
aneh, tetapi intinya adalah bentuk segi empat.
d. Konstruksi diperlihatkan.
e. Penggunaan bahan pabrik yang ditampakkan secara jujur,
tidak diberi ornamen atau tempelan – tempelan dekorasi.
f. Interior dan eksterior bangunan terdiri dari garis-garis
vertikal dan horizontal.
g. Konsep open plan, yaitu membagi dalam elemen-elemen
struktur primer dan sekunder, dengan tujuan untuk
mendapatkan fleksibilitas dan variasi di dalam bangunan.

21
22

Gambar 2. 2 Langgam Modern


Sumber: Survei Sekunder, 2019

3. Langgam Tradisional Jawa


Gaya bangunan lokal lahir dari gaya yang tradisional
dengan sifat heterogen, sehingga sebisa mungkin untuk mampu
menampilkan citra, bayang realitas desain tradisional. Langgam
Tradisional Jawa dibangun dengan teknologi sederhana dan
dibuat dengan mengakomodasi nilai ekonomi dan tatanan
budaya masyarakat setempat.

Bangunan dengan langgam Tradisional Jawa terlihat dari


dua hal penting, yakni bentuk dan karakteristik visual. Bentuk
arsitektur lokal biasanya menerapkan atap Joglo dan ornamen
ukir yang khas lokal. Sedangkan untuk karakteristik visual
untuk langgam Tradisional Jawa berbeda dengan bangunan
modern, seperti pada penchayaan bangunan lokal di Jawa
cenderung lebih gelap dari bangunan modern karena dapat
menciptakan kesan syahdu dan berwibawa, dan warna yang
digunakan bangunan lokal cenderung monokromatis atau senada

22
23

tanpa ada warna yang kontras. Kesan yang dimaksud pada


langgam etnik jawa adalah membawa kedamaian dan
ketenangan merupakan hal penting dalam mendukung
karakteristik visual.

Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah fungsi ruang


dari bangunan tradisional. Pada zaman sekarang, fungsi ruang
bangunan tradisional juga digunakan pada bangunan-bangunan
modern, seperti pendopo menjadi lobi hotel, balai desa, dan
lain-lain.

Gambar 2. 3 Langgam Tradisional


Sumber: Survei Sekunder, 2019

4. Langgam Akulturasi
Akulturasi merupakan proses sosial yang timbul
kebudayaan sekolompok manusia bertemu dengan kebudayaan
asing atau kebudayaan kelompok manusia lainnya yang dapat
diterima dan diolah manusia seiring berjalannya waktu
(Koentjaningrat, 1996). Akulturasi dapat terjadi dalam suatu
bangunan yang merepresentasikan dari dua atau lebih periode
waktu. Bangunan akulturasi memiliki 3 aspek yang menjadi

23
24

acuan untuk menelaah sejarah atau fenomena terjadinya


akulturasi dari bangunan, aspek tersebut adalah fungsi, bentuk,
dan makna (Yusuf, 2016). Aspek fisik dan non-fisik juga
ditelaah untuk menentukan hasil interpretasi.

Aspek fisik yang ditelaah terkait dengan bentukan


arsitektur, seperti fasade atau bagian wajah/muka bangunan dan
elemen-elemen yang ada pada bagian luar bangunan, seperti
atap, pilar/kolom, dan material dari setiap bangunan. Sedangkan
aspek non-fisik dilihat dari aspek fungsi dalam bangunan terkait
(Yusuf, 2016).

2.2.1.1 Langgam/Gaya Bangunan Era Kolonial


Arsitektur Kolonial merupakan paduan arsitektur antara
budaya barat dan budaya timur. Arsitektur kolonial Belanda muncul
di Indonesia pada masa penjajahan atau sebelum kemerdekaan
Indonesia dan berasal dari karya arsitek Belanda yang didatangkan
ke Indonesia untuk membuat bangunan bagi kaum kolonial yang
tinggal di Indonesia. (Purnomo, 2017).

Menurut Sumalyo dalam Purnomo (2017), arsitektur kolonial


merupakan fenomena unik dimana menggabungkan budaya antara
budaya pendatang yakni koloni Belanda dengan budaya pribumi
yang beraneka ragam sehingga muncul atau dikenal dengan gaya
arsitektur Kolonial. Gaya tersebut menyebar luas karena tersebarnya
pendatang (koloni Belanda) di Indonesia, sehingga menghasilkan
banyak peninggalan bangunan-bangunan yang dibangun oleh
Belanda dengan tujuan mendukung aktivitas perdagangan pada saat
itu, yakni masa penjajahan.

Menurut Wardani dalam Purnomo (2017), gaya kolonial atau


Dutch Colonial adalah gaya desain yang terkenal di Belanda pada
sekitar tahun 1624 sampai 1820 dilanjut Handinoto (2012), gaya

24
25

arsitektur kolonial Belanda berkembang di Indonesia dan terbagi


menjadi tiga, yakni Indische Empire Style (sekitar Abad 18-19),
Arsitektur Transisi (1890-1915), dan Arsitektur Kolonial Modern
(1915-1940).

a. Indische Empire Style


Gaya atau langgam arsitektur Indische Empire Style
awalnya dikenalkan oleh HW. Daendels saat menjadi Gubernur
Jenderal Hindia Belanda (1808-1811). Indische Empire Style
atau dapat disebut gaya imperial merupakan gaya arsitektur atau
langgam yang awalnya muncul di pinggiran Kota Batavia atau
sekarang Jakarta dan diakibatkan oleh kebudayaan Indische
Culture. Gaya bangunan ini muncul dari orang Eropa khususnya
Belanda yang sudah lama tinggal di Indonesia dan
dikembangkan oleh HW. Daendels yang disesuaikan dengan
iklim, teknologi, dan bahan bangunan di Indonesia. Ciri-ciri
yang dimiliki langgam arsitektur imperial ini adalah denah yang
berbentuk simetris dengan bagian tengah disebut central room
yang terdiri dari kamar tidur utama dengan kamar tidur lainnya.

Central Room juga berhubungan dengan teras depan dan


belakang (voor galerij dan achter galerij) dengan lahan yang
luas dan barisan kolom bergaya yunani di bagian ujung (Doric
dan Ionic). Sedangkan ruangan lain seperti kamar mandi, dapur,
dan gudang terpisah dengan bangunan utama dan terletak di
bagian belakang, serta bagian samping bangunan utama
biasanya terdapat pavilion atau sebagai kamar tidur tamu. Gaya
bangunan Indische Empire dengan menggunakan beberapa
material, teknologi, dan model yang diadaptasi dari gaya Eropa
dan digunakan tidak hanya pada rumah tempat tingga, juga pada
bangunan-bangunan umum seperti gedung pengadilan (Raad
Van Justitie) (Handinoto, 1994).

25
26

Gambar 2. 4 Contoh Gaya Bangunan Indische Empire


Sumber: Survei Sekunder, 2019

b. Gaya Arsitektur Era Transisi


Gaya arsitektur transisi terjadi sangat singkat, terjadi pada
akhir abad 19 hingga awal abad 20 yakni sekitar tahun 1890
hingga tahun 1915. Singkatnya gaya tersebut terjadi karena
mulai bermunculan gaya modernisasi, yakni penemuan baru
dalam bidang teknologi serta perubahan sosial masyarakat
akibat kebijakan politik pemerintah kolonial hingga
mengakibatkan perubahan bentuk dan gaya atau langgam pada
arsitektur (Handinoto dalam Purnomo, 2017).

Ciri-ciri yang dimiliki oleh arsitektur transisi antara lain


denah yang masih sama dengan gaya Indische Empire Style
tetapi mulai menghilangkan kolom bergaya Yunani, serta mulai
munculnya menara atau tower yang dipasang pada pintu masuk
utama, seperti di gereja. Di Indonesia, langgam ini disesuaikan
untuk dapat bertahan dalam iklim tropis di Indonesia dan
mengambil beberapa elemen tradisional setempat untuk
diaplikasikan ke bangunan-bangunan. Gaya bangunan ini mulai

26
27

muncul dari seorang arsitek asal Belanda, yakni Cuypers


(Handinoto, 2012).

Gambar 2. 5 Contoh Gaya Bangunan Era Transisi


Sumber: Survei Sekunder, 2019

c. Gaya Arsitektur Kolonial Modern


Gaya arsitektur Kolonial Modern terjadi pada tahun 1915
hingga 1940 yang merupakan bentuk kebalikan dari Indische
Empire Style. Diawali dengan mulai berdatangan arsitek-arsitek
yang akademis ke Hindia Belanda dan melihat bahwa gaya
Indische Empire Style di Hindia Belanda berbeda dengan di
Prancis (Handinoto dalam Purnomo, 2017). Gaya kolonial
modern juga disebut dengan gaya arsitektur Indo-Eropa dimana
percampuran antara arsitektur kolonial modern digabung dengan
arsitektur lokal tropis yang menambahkan konsep teras pada
bagian depan rumah atau bangunan (Ratih, 2018).

27
28

Gaya arsitektur modern memiliki ciri-ciri berupa denah


uang sudah lebih bervariasi sesuai dengan kreativitas dalam
arsitektur modern dan teras keliling yang sebelumnya banyak
digunakan diubah menjadi elemen penahan sinar matahari.

Gambar 2. 6 Perkembangan Arsitektur Kolonial Belanda di


Jawa dari Abad 17 Sampai Pertengahan Abad ke 20
Sumber: Jurnal Arsitektur Transisi di Nusantara dari Akhir Abad 19
Ke Awal Abad 20, 2006

2.2.1.2 Langgam Arsitektur Tradisional


Arsitektur tradisional Jawa merupakan arsitektural yang
dipenuhi atau kaya oleh makna, baik dari sisi sejarah, keagamaan,
simbolis, dan lain sebagainya (Prihantoro, 2005). Arsitektur
tradisional Jawa tidak dapat dipisahkan dari sejarah, dengan kata lain
bentuk arsitektural yang digunakan pada bangunan tradisional Jawa
sudah digunakan sejak masa lalu. Bangunan tradisional Jawa tidak
hanya memandang dari gaya atau langgam bangunan saja, karena

28
29

tiap bangunan tradisional Jawa dianggap memiliki interpelasi simbol


dan/atau ritual.

Menurut Cahyandari (2012), rumah Jawa merupakan salah


satu wujud kedudukan sosial dengan pembagian ruang berdasarkan
jenis kelamin. Pembagian tersebut merupakan gagasan dalam
mengatur perilaku baik pria maupun wanita. Gagasan perilaku pria
sering dikaitkan dengan bagian depan, sedangkan gagasan perilaku
wanita dikaitkan dengan bagian dalam rumah atau bagian belakang.
Selain itu, rumah tradisional Jawa juga dapat dikelompokkan
berdasarkan status sosial, baik dari ningrat atau bangsawan hingga
rakyat biasa, sehingga bentuk rumah tradisional Jawa berbeda
dengan tingkat dari joglo hingga kampung (Markus dalam
Cahyandari, 2012). Dalam tradisional Jawa, bentuk rumah dibedakan
menjadi lima kategori berdasarkan status sosialnya, yaitu tajug
(masjid), Joglo untuk golongan ningrat, Limasan untuk golongan
menengah, Kampung dan Panggang Pe untuk rakyat biasa. Bagian
lain yang tidak dipisahkan dari rumah adalah atap. Setiap atap pada
rumah tradisional Jawa juga mempengaruhi atau memperlihatkan
status sosial, kecuali untuk kategori Panggang Pe tidak termasuk
dalam kategori karena dianggap bersifat sementara dan Tajug
umunya digunakan untuk masjid (Kartono, 2005).

a. Rumah dengan Atap Joglo


Menurut Aqtami (2016), rumah joglo merupakan salah satu
warisan budaya di Indonesia yang memiliki kerangka bangunan
utama dengan empat tiang utama penyangga dengan susunan
balok. Pada rumah joglo dibedakan menjadi tiga ruangan, yakni
pendhapa atau ruang pertemuan, pringgitan atau ruang tengah,
dan dalem atau ruang keluarga. Bentuk denah yang berbentuk
bujur sangkar dan persegi panjang dianggap sesuai dengan
estetika hidup orang Jawa.

29
30

Bentukan atap Joglo merupakan atap paling kompleks bila


dibandingkan dengan jenis rumah Jawa lainnya. Selain itu,
untuk membedakan rumah pekerja dan rumah majikan dengan
cara melihat tinggi rendahnya atap Joglo yang dibangun. Untuk
atap yang lebih tinggi berarti rumah majikan, sedangkan atap
yang rendah merupakan rumah untuk pekerjanya (Pratama,
2018).

Gambar 2. 7 Rumah dengan Atap Joglo


Sumber: Survei Sekunder, 2019

b. Rumah dengan Atap Limasan


Menurut Cahyandari (2012), rumah Limasan merupakan
rumah untuk masyarakat menengah dengan bentuk atap yang
tertutup, tanpa lubang sirkulasi udara serta lubang di sela-sela
penutup atap (Purwanto, 2006). Pada atap Limasan merupakan
perkembangan dari bentukan atap Kampung, sehingga lebih
kompleks dari segi bentuk maupun struktur.

30
31

c. Rumah dengan Atap Kampung


Menurut Prihantoro (2005), Rumah Kampung merupakan
bentukan rumah yang paling sederhana baik dalam bentuk
maupun struktur. Sedangkan untuk atap Kampung merupakan
bagian yang paling banyak digunakan oleh masyarakat
kebanyakan. Atap Kampung merupakan jenis paling sederhana
berdasarkan struktur dan dikenal sebagai tempat tinggal rakyat
biasa. Berbeda dengan Panggang Pe yang terdiri dari satu
ruangan terbuka dengan atap satu bidang datar yang dipasang
miring satu arah. Panggang Pe merupakan penggunaan rumah
yang bersifat sementara, biasanya sebagai tempat istirahat petani
di sawah (Kartono, 2005).
Gambar 2. 8 Bentuk Atap pada Rumah Tradisional Jawa

Sumber: Survei Sekunder, 2019

31
32

2.2.2 Karakteristik Bangunan Cagar Budaya


Salah satu cagar budaya yang disebut di dalam undang-
undang nomor 11 tahun 2010, tentang cagar budaya, adalah
bangunan cagar budaya. Tiap cagar budaya diperlukan adanya
pelestarian sebagai strategi yang bertujuan untuk melindungi,
mempertahankan, dan membentuk karakter suatu kawasan
(Nurhijrah, 2019). Salah satu cara dalam menentukan karakteristik
bangunan cagar budaya adalah dengan melihat karakter fisik
bangunan serta diperkuat dengan dokumentasi lama dan dilakukan
interpretasi.

2.2.2.1 Fungsi Bangunan


Fungsi bangunan merupakan salah satu dari sebuah ekspresi
suatu bangunan (Maryanto, 2006). Selain itu, menurut Saliya dalam
Surasetja, 2007, fungsi menunjukan kemana bentuk harus ditentukan
serta gambaran dari kegiatan yang membutuhkan ruang/tempat.
Sedangkan di dalam UU nomor 11 tahun 2010 dijelaskan bahwa
pelestarian bangunan cagar budaya dibedakan menjadi 3, salah
satunya adalah pemanfaatan, yaitu pendayagunaan cagar budaya
untuk kepentingan sebesar – besarnya kesejahteraan rakyat dengan
tetap mempertahankan kelestariannya. Selain itu ada juga yakni
pengembangan, merupakan peningkatan potensi nilai, informasi dan
promosi cagar budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian,
revitalisasai, dan adaptasi secara berkelanjutan serta tidak
bertentangan dengan tujuan pelestarian.

2.2.2.2 Kondisi Bangunan


Ketentuan kondisi bangunan cagar budaya sudah ditetapkan
di dalam beberapa peraturan, antara lain UU Nomor 11 Tahun 2010,
tentang cagar budaya; Peraturan Menteri PUPR, tentang bangunan
cagar budaya yang dilestarikan; dan Perda Kota Surabaya Nomor 5
Tahun 2005.

32
33

Dalam Peraturan Menteri PUPR tahun 2015, kondisi fisik


bangunan cagar budaya menjadi kajian identifikasi dari segi
arsitektur, struktur, dan utilitas serta nilai kesejarahan dan arkeologi
bangunan cagar budaya. Diperkuat di dalam UU nomor 11 tahun
2010, bahwa kondisi fisik bangunan cagar budaya harus dipelihara
agar upaya menjaga dan merawat bangunan tersebut.

Sedangkan dalam Perda Kota Surabaya nomor 5 tahun 2005,


dijelaskan bahwa kondisi fisik bangunan cagar budaya hanya
diperbolehkan diubah, diganti, ataupun dibongkar apabila terjadi
suatu hal yang terpaksa untuk diubah, diganti, atau dibongkar sesuai
dengan klasifikasi golongannya. Situasi dan kondisi bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya juga menentukan pendirian
bangunan baru pada lingkungan sekitar cagar budaya.

2.2.2.3 Elemen Bangunan Cagar Budaya


Elemen bangunan cagar budaya adalah elemen yang
menempel pada bangunan dan bernilai penting, serta sebagian atau
keseluruhan bangunan cagar budaya dilestarikan, elemen-elemen
estetis bangunan juga menjadi bagian bangunan cagar budaya yang
harus dilestarikan (Permen PUPR, 2015). Dalam elemen bangunan
cagar budaya salah satunya adalah fasade atau wajah bangunan yang
memiliki nilai arsitektur dan gaya periode tertentu (Pratama, 2018).
Elemen-elemen bangunan cagar budaya dapat dihilangkan ataupun
diganti yang hilang agar menjadi seperti wujud sebelumnya dalam
kegiatan restorasi, yaitu upaya pengembalian kondisi bangunan cagar
budaya seakurat mungkin.

33
34
Tabel 2. 1 Elemen Bangunan Pada Era Kolonial, Lokal, dan Akulturasi
Elemen
Dominasi Lokal Dominasi Kolonial Akulturasi
Bangunan
1. Memakai cerobong
asap
2. Dormer (jendela pada
atap)
3. Gavle (bentuk atap) 1. Campuran antara
1. Joglo pada tampak depan budaya lokal
Atap 2. Limasan bangunan dengan budaya
3. Kampung 4. Geveltoppen (hiasan modern
pada atap bagian (Fauzi, 2020)
depan)
5. Ballustrade (pagar
pembatas)
6. Nok Acreterie
1. Bambu untuk lantai dan 1. Genteng tanah liat/cor 1. Bagian badan
Material dinding beton bangunan
Bangunan 2. Kayu untuk kolom, 2. Ballustrade besi campuran antara 2
lantai, pintu, dan 3. Pintu berkaca periode waktu dan

34
35
Elemen
Dominasi Lokal Dominasi Kolonial Akulturasi
Bangunan
jendela 4. Jendela kayu dan kaca dominasi suatu
3. Batu digunakan untuk (Sukarno, 2014) periode waktu
pondasi tertentu.
4. Ijuk digunakan pada (Fauzi, 2020)
atap
(Utami, 2014)
1. Pilar/kolom dapat
1. Bergaya Yunani terjadi akulturasi
1. Terbuat dari kayu (Doric, Ionic, pada aspek bentuk
2. Saka Guru (Pilar pada Corinthian) dari tiap kolom,
Pilar/kolom
Rumah Joglo) (Purnomo, 2017) contoh ukiran-
(Iqbal, 2009) 2. Kolom Tuscan ukiran dalam
(Sukarno, 2014) pilar/kolom
(Fauzi, 2020)
Berdasarkan elemen, dibagi 1. Gevel 1. Adanya gabungan
Fasade (Tampak menjadi 2 (fungsional & 2. Tower/menara antara unsur dari
Muka) estetika) 3. Dormer/cerobong asap 2 periode waktu.
1. Fungsional meliputi 4. Tympannon/tadah (Harahap, 2016)

35
36
Elemen
Dominasi Lokal Dominasi Kolonial Akulturasi
Bangunan
entrance, bukaan, atap, angina
dan tritisan. 5. Ballustrade
2. Estetika meliputi 6. Lubang ventilasi
bentuk, keseimbangan, 7. Penunjuk angin
irama, dan warna. 8. Nok Acroterie
(Habibbullah, 2019) 9. Geveltoppen
(Tarore, 2016)
Sumber: Survei Sekunder, 2019

36
37
(halaman sengaja dikosongkan)

37
38

2.3 Sintesa Pustaka


Untuk menentukan visual kawasan cagar budaya di
Kampung Peneleh, Kota Surabaya berdasarkan bangunan-bangunan
cagar budaya diperlukan arahan yang tepat, sehingga dibutuhkan
identifikasi karakteristik visual kawasan cagar budaya serta tipologi
langgam atau gaya bangunan. Berdasarkan hasil kajian teori di atas
dari literatur-literatur dan pakar, ditentukan indicator dan variabel
yang berpengaruh terhadap sasaran-sasaran penelitian. Berikut
merupakan sintesa pustaka yang menghasilkan variabel-variabel dari
setiap indikator.

Tabel 2. 2 Hasil Sintesa Pustaka


No. Sasaran Indikator Variabel
1. Kolonial
Menganalisis Karakteristik
2. Lokal
kawasan Langgam
3. Akulturasi
1 berdasarkan
Karakteristik 1. Fungsi Bangunan
langgam atau
Bangunan 2. Kondisi Bangunan
gaya bangunan
Cagar Budaya 3. Elemen Bangunan
1. Diskontinuitas
Morfologi
2. Sudut Tak
Mengidentifikasi
Terdugan dan
karakteristik
Jalan Buntu
visual kawasan Complexity and 3. Persimpangan
2 cagar budaya di Surprise
Jalan
Kampung
4. Jalan Sempit
Peneleh, Kota
5. Kontras
Surabaya
6. Batasan Wilayah
7. Stimulating
Tensions

38
39

No. Sasaran Indikator Variabel


1. Varias Penggunaan
Lahan
Vitality and 2. Kebiasaan
Robustness Masyarakat
3. Aktivitas
Masyarakat
1. Pedestrian Ways
Enclosure and dan Fasilitas
Linkages Pelengkap Jalan
2. Ketegasan
Bangunan
Transparency 1. Titik Fokus
and Vistas 2. Fasilitas
Pelengkap Jalan
Legibility and 1. Gaya Bangunan
Coherence 2. Fasilitas
Pelengkap Jalan
1. Gaya Bangunan
Architectural
2. Pedestrian Ways
Richness
3. Landmarks
Personalization
and 1. Ide Pembangunan
Community 2. Nilai Sosial
Values Budaya
Masyarakat

Sumber: Penulis, 2020

39
40

(halaman sengaja dikosongkan)

40
41

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah merekomendasikan arahan
visual kawasan heritage di Kampung Peneleh khususnya dalam
bentuk fisik tangible atau langgam/gaya bangunan yang ada untuk
mempertahankan kampung tersebut dari kawasan heritage. Pada
penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalistik. Pendekatan
rasionalistik berdasarkan ilmu yang valid dengan sudut pandang
abstraksi, simplifikasi, atau idealisasi dari realitas (Muhaimin, 2002),
pendekatan ini berdasarkan sumber kebenarannya yang berasal dari
empirik dan fakta. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian historis, yakni menggunakan
data masa lalu atau peninggalan untuk mengetahui kejadian atau
keadaan yang ada pada masa lalu dan selanjutnya digunakan dalam
keadaan pada masa yang akan datang (Sayuti, 1989).

3.2 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
teknik analisa deskriptif kualitatif dan historis. Pendekatan penelitian
kualitatif digunakan untuk memahami fenomena atau gejala sosial
yang menitikberatkan gambaran tentang fenomena yang dikaji
sehingga menjadi variabel yang terkait. Metode kualitatif akan
menggunakan data yang diambil dari hasil wawancara, observasi
lapangan, serta dokumen yang ada (Conny, 2010).

Tujuan dari penelitian deskriptif adalah penelitian yang


berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi
(aktual) dan membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta – fakta yang ada (Nazir, 1985). Sedangkan
penelitian historis adalah pengumpulan data dan evaluasi data secara

41
42

sistematis berkaitan dengan kejadian masa lampau untuk menguji


kebenaran hipotesis yang berkaitan dengan sebab akibat untuk
menggambarkan kejadian di masa yang sekarang dan mengantisipasi
kejadian di masa yang akan datang.

3.3 Variabel Penelitian


Variabel penelitian dirumuskan berdasarkan hasil sintesa
kajian pustaka dari Bab 2 dengan variabel untuk menganalisis
sasaran – sasaran yang telah dibuat. Daftar variabel yang digunakan
dalam perumusan rekomendasi arahan visual kawasan heritage
berdasarkan langgam atau gaya bangunan sejarah dapat dilihat pada
tabel definisi operasional di bawah ini.

42
43
Tabel 3. 1 Definisi Operasional Variabel Penelitian
Sasaran Indikator Variabel Definisi Operasional
Bangunan yang dibangun dari
zaman penjajahan Belanda
Kolonial serta memiliki ciri khas yang
ada pada bangunan/rumah
tersebut.
Bangunan yang telah dibangun
Karakteristik oleh pribumi/orang Indonesia
Menganalisis kawasan
Langgam Lokal sejak zaman dahulu dan
berdasarkan tipologi
Bangunan beberapa ciri khas yang ada di
langgam atau gaya
Karakteristik bangunan/rumah tersebut.
bangunan dan
Langgam Bangunan yang dibangun
karakteristik kawasan
Bangunan dengan gabungan kebudayaan
tertentu baik dari atap, pilar,
fasade, dan lain-lainnya. Pada
Akulturasi
Kampung Peneleh, kebanyakan
bangunan akulturasi merupakan
gabungan kebudayaaan
kolonial dan lokal.

43
44
Sasaran Indikator Variabel Definisi Operasional
Bentuk penggunaan bangunan
Fungsi Bangunan cagar budaya untuk suatu
kegiatan.
Karakteristik
Bentuk bangunan cagar budaya
Bangunan Cagar Kondisi Bangunan
pada kondisi eksisting.
Budaya
Bagian-bagian dari bangunan
Elemen Bangunan
cagar budaya yang menentukan
Cagar Budaya
langgam bangunan tersebut.
Diskontinuitas Keragaman Gaya Bangunan di
Morfologi Kampung Peneleh.
Bagian-bagian yang membuat
Sudut Tidak
Mengidentifikasi seseorang tidak menduga hal
Terduga dan Jalan
karakteristik visual tersebut dan adanya jalan
Complexity and Buntu
kawasan cagar budaya berbuntu.
Surprise
di Kampung Peneleh, Adanya dimana dua atau lebih
Kota Surabaya Persimpangan Jalan suatu jalan yang berpencar
maupun bergabung
merupakan jalan yang susah
Jalan Sempit
untuk diakses bagi pejalan kaki

44
45
Sasaran Indikator Variabel Definisi Operasional
maupun kendaraan bermotor
Perbedaan bangunan yang
Kontras
sangat kontras.
bentuk-bentuk bangunan yang
berlokasi di bagian perbatasan
Batasan Wilayah
kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh
Perasaan seseorang untuk
Stimulating
mengelilingi kawasan cagar
Tensions
budaya Kampung Peneleh
Variasi Penggunaan keragaman penggunaan lahan
Lahan yang ada di Kampung Peneleh.
Kebiasaan masyarakat sekitar
Kebiasaan
Vitality and yang sudah dilakukan
Masyarakat
Robustness masyarakat sekitar sejak dulu
Aktivitas atau kegiatan
Aktivitas
masyarakat yang dilakukan
Masyarakat
sehari-hari
Enclosure and Pedestrian Ways Fasilitas penunjang untuk

45
46
Sasaran Indikator Variabel Definisi Operasional
Linkages pejalan kaki di kawasan cagar
budaya Kampung Peneleh
penegas batas antara kawasan
Ketegasan cagar budaya Kampung
Bangunan Peneleh dengan kawasan
sekitarnya.
Tempat titik berkumpulnya
Titik Fokus orang yang mengunjungi
Transparency kawasan tersebut
and Vistas Fasilitas-fasilitas pelengkap
Fasilitas Pelengkap
untuk menunjang titik kumpul
Jalan
pengunjung di suatu kawasan
Bentuk bangunan yang dapat
Gaya Bangunan
mendefinisikan suatu kawasan
Legibility and Fasilitas pelengkap jalan yang
Coherence Fasilitas Pelengkap dapat mengarahkan (navigable)
Jalan orang yang mengunjungi suatu
kawasan
Architectural Gaya Bangunan Kekayaan arsitektur yang

46
47
Sasaran Indikator Variabel Definisi Operasional
Richness dimiliki kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh.
Bentuk jalur pejalan kaki
sebagai fasilitas penunjang
Pedestrian Ways
pejalan kaki untuk mengelilingi
kawasan tersebut
Bentuk fisik di suatu kawasan
Tengara
sebagai patokan atau ancar-
(Landmarks)
ancar seseorang
Bentuk mempertahankan,
melestarikan, dan/atau
Ide Pembangunan
mengembangkan suatu
Personalization
kawasan.
and Community
Bentuk nilai sosial-budaya
Values
masyarakat sekitar kawasan
Nilai Sosial-Budaya
yang terdapat pada kawasan
Masyarakat
cagar budaya Kampung
Peneleh.
Sumber: Hasil Analisis, 2019

47
48

3.4 Populasi dan Sampel


Populasi adalah pengukuran secara kesuluruhan dalam
penelitian yang berhubungan untuk mendapatkan suatu kesimpulan
(Purnomo, 2010). Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan
adalah pemerintah dan komunitas yang berhubungan, serta
masyarakat lokal Kampung Peneleh.

Sampel adalah pengukuran secara keseluruhan dalam


penelitian yang merupakan bagian dari populasi (Purnomo, 2010).
Sampel juga biasa disebut dengan responden penelitian, dengan
sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2011) dengan menetapkan sifat –
sifat atau karakteristik yang telah ditentukan dalam penelitian ini,
antara lain:
1. Pihak yang terlibat dalam kebijakan penetapan kawasan
heritage.
2. Pihak yang mengetahui mayoritas gambaran umum
permasalahan dan kondisi eksisting bangunan – bangunan di
wilayah penelitian (Kampung Peneleh).

Tabel 3. 2 Responden Purposive Sampling


Kriteria Kriteria Forum
Pihak Kepakaran
Responden Diskusi
Sebagai  Mengetahui  Wawancara In-
pihak yang kondisi Depth
Masyarakat
mengetahui eksisting Interview
lokal
kondisi Kampung dengan tatap
Kampung
eksisting Peneleh. muka dimana
Peneleh
wilayah  Masyarakat peneliti
penelitian yang sudah menggali lebih

48
49

Kriteria Kriteria Forum


Pihak Kepakaran
Responden Diskusi
(Kampung tinggal di dalam sejarah
Peneleh) Kampung dan bangunan
Peneleh serta kondisi
minimal 5 eksisting pada
tahun. Kampung
Peneleh.
Sebagai
 Mengetahui  Wawancara In-
pihak
sejarah Depth
tambahan
bangunan Interview
Komunitas dalam
dan kawasan dengan tatap
yang sejarah –
cagar muka dimana
berhubungan sejarah di
budaya peneliti
dengan Kampung
Kampung menggali lebih
kawasan Peneleh dan
Peneleh. dalam sejarah
penelitian fasilitator
 Mengetahui dan bangunan
(Kampung antara
tentang serta kondisi
Penelitian) pemerintah
pelestarian eksisting pada
dan
cagar Kampung
masyarakat
budaya Peneleh.
lokal.
Sumber: Hasil Identifikasi Penulis, 2018

3.5 Metode Penelitian


3.5.1 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah survei primer dan survei sekunder. Survei primer bertujuan
untuk dilakukan observasi lapangan serta wawancara dengan
responden yang berkaitan. Sedangkan survei sekunder bertujuan
untuk mengumpulkan data – data dari instansi terkait atau dokumen

49
50

– dokumen tentang bangunan dan/atau kawasan heritage di


Kampung Peneleh.

3.5.2 Teknik Survei


3.5.2.1 Survei Data Primer
Data hasil survei primer diperoleh dari pengamatan secara
langsung di lapangan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi
eksisting dan karakteristik langgam atau gaya bangunan di Kampung
Peneleh agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengolah data.
A. In – Depth Interview atau Wawancara Mendalam
Wawancara ini adalah proses memperoleh keterangan
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap
muka antara pewawancara dengan responden atau narasumber
dengan atau tanpa pedoman wawancara.
B. Observasi Lapangan
Observasi merupakan kegiatan pengamatan secara
langsung terhadap kondisi eksisting wilayah penelitian. Objek
penelitian pengamatan adalah variabel penelitian yang
dilakukan sebelumnya.

3.5.2.2 Survei Sekunder


Survei sekunder diperoleh dari laporan, dokumen, maupun
bentuk data lainnya yang telah tersedia di sejumlah instansi dan
literature yang terkait. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan
teknik survei instansi dan survei literatur. Survei instansi merupakan
survei dengan instansi atau dinas yang terkait dengan penelitian ini.
Sedangkan survei literatur adalah survei terhadap pustaka atau
literatur atau kebijakan yang berkaitan.

50
51

Tabel 3. 3 Organisasi Kebutuhan Data


Teknik
No. Data Sumber
Survei
RDTRK Kota Pemerintah
Survei
1 Surabaya Kota
instansional
Surabaya
Rencana Dinas
Strategis Kebudayaan
(RENSTRA) dan
Survei
2 Pariwisata
instansional
Pemerintah
Kota
Surabaya
Rencana Induk
Pengembangan Pemerintah
Survei
3 Pariwisata Kota
Instansional
Daerah Surabaya
(RIPPDA)
Sumber: Hasil Identifikasi Penulis, 2019

3.6 Metode Analisis


Penelitian ini menggunakan 2 (dua) teknik analisis, yaitu
analisis deskriptif kualitatif dan analisis Content Analysis.

3.6.1 Menganalisis Kawasan Berdasarkan Langgam atau Gaya


Bangunan
Pada sasaran pertama, untuk menganilisis visual kawasan
cagar budaya di Kampung Peneleh berdasarkan tipologi langgam
atau gaya bangunan cagar budaya yang ada di Kampung Peneleh.
Dalam mendiskusikan variabel sehingga ditemukan pengaruh dari
setiap variabel penelitian. Oleh karena itu, dalam sasaran ini
menggunakan content analysis.

51
52

a. Content Analysis
Content Analysis merupakan analisis untuk
memperoleh keterangan dari komunikasi yang disampaikan
dalam bentuk dokumentasi dan suatu pemahaman terhadap
berbagai pesan yang disampaikan oleh sumber secara obyektif,
sistematis, dan relevan (Subrayogo, 2001). Selain itu, content
analysis juga ditujukan untuk menarik kesimpulan dengan cara
mengidentifikasi karakteristik tertentu dan memberikan tujuan
memberikan pengetahuan, wawasan baru, dan menyajikan
fakta (Subragoyo, 2001). Analisis ini digunakan untuk
menetapkan kategori – kategori dalam langgam atau gaya
bangunan bersejarah yang ada di Kampung Peneleh. Dalam
penelitian ini sumber data yang digunakan antara lain:
1. Fakta empirik lapangan,
2. Hasil tinjauan pustaka,
3. Hasil wawancara.

Pemilihan responden yang dipilih memiliki hubungan,


kapasitas, dan pengetahuan tentang kawasan Kampung
Peneleh. Wawancara ini dilakukan untuk menentukan
indikator-indikator yang berpengaruh dalam penelitian.

Tabel 3. 4 Proses Analisis Sasaran 1


Input Metode Analisis Output
Karakteristik Visual kawasan yang
Langgam Deskriptif berpengaruh terhadap
Karakteristik Kualitatif dan kawasan berdasarkan
Bangunan Cagar Content Analysis tipologi langgam atau
Budaya gaya bangunan
Sumber: Peneliti, 2020

52
53

3.6.2 Mengidentifikasi Karakteristik Visual Kawasan Cagar


Budaya di Kampung Peneleh, Kota Surabaya
Untuk mencapai sasaran ini, digunakan metode analisis
deskriptif. Analisis dekriptif untuk menganalisa data dengan cara
baik mendeskripsikan maupun menggambarkan data yang
dikumpulkan tanpa maksud untuk menarik kesimpulan untuk umum
atau generalisasi (Sugiyono, 2012 dalam Pradana, 2018). Dalam
analisis ini dibutuhkan data mengenai gambaran umum atau kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh dan digunakan untuk menganalisis
data berupa teks atau non-angka seperti hasil wawancara dan
observasi, sehingga diharapkan menemukan hasil analisis berupa
gambaran karakteristik visual kawasan di Kampung Peneleh,
Surabaya.

Tabel 3. 5 Proses Analisis Sasaran 2


Metode
Input Output
Analisis
Complexity and
Surprise
Vitality and Potensi dan
Robustness masalah yang
Enclosure and dimiliki kawasan
Linkages cagar budaya
Analisis
Transparency and Kampung Peneleh
Deskriptif
Vistas yang berpengaruh
Legibility and dalam menentukan
Coherence visual kawasan
Architectural Richness Kampung Peneleh
Personalization and
Community Values
Sumber: Peneliti, 2020

53
54

3.6.3 Rekomendasi Arahan Pengembangan Perkotaan Untuk


Penguatan Visual Kawasan Cagar Budaya/Heritage
Kampung Peneleh, Kota Surabaya
Pada sasaran ketiga yaitu untuk menentukan rekomendasi
arahan pengembangan perkotaan untuk penguatan visual kawasan
cagar budaya di Kampung Peneleh dengan bangunan-bangunan
cagar budaya yang ada dilihat dari gaya langgam atau gaya
bangunannya. Diperlukan analisis descriptive analisis data secara
kualitatif dengan menggunakan data yang diperoleh dari data
sekunder yang dijelaskan secara deskriptif dan normatif yang
disesuaikan dengan kondisi eksisting kawasan penelitian yaitu
dengan menggunakan input dari sasaran kedua.

Dalam merumuskan rekomendasi menggunakan beberapa tahapan


yang didapatkan menggunakan Formal/linear Process dengan tiga
tahap:

1. Problem Identification
2. Goal and Objective-setting
3. Recommendation

54
55

Tabel 3. 6 Analisis Data


Input Metode Analisis Output
Rekomendasi arahan
pengembangan
Analisis
perkotaan untuk
Deskriptif
penguatan visual
Hasil Sasaran 2 Kualitatif &
kawasan cagar budaya
Formal/Linear
atau heritage
Process
Kampung Peneleh,
Kota Surabaya
Sumber: Peneliti, 2020

3.7 Tahapan Penelitian


Tahapan penelitian ini Penelitian ini terbagi menjadi
beberapa tahapan dalam pelaksanaannya. Tahapan-tahapan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Perumusan Masalah
Tahap ini terdiri dari perumusan masalah yang bersumber
dari latar belakang permasalahan penelitian. Selanjutnya
dilakukan identifikasi pokok permasalahan yang terjadi pada
kawasan pecinan. Selanjutnya ditentukan ruang lingkup yang
meliputi ruang lingkup wilayah, ruang lingkup pembahasan dan
ruang lingkup substansi terkait penelitian.
2. Studi Literatur
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan informasi berupa
teori, studi kasus, contoh penelitian sejenis dan hal-hal lain yang
relevan dengan penelitian. Sumber studi literatur didapatkan
dari buku, jurnal, makalah, koran, internet dan lain-lain. Seluruh
informasi yang didapatkan kemudian disintesa sehingga
menghasilkan indikator dan variabel penelitian.

55
56

3. Pengumpulan data
Pada tahap pengumpulan data dilakukan pengumpulan data
dan informasi terkait objek penelitian dimana data disesuaikan
dengan variabel penelitian yang didapatkan berdasarkan hasil
sintesa pada kajian pustaka. Data yang digunakan berupa data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil
wawancara dan obeservasi lapangan. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari hasil literatur maupun instansi terkait.
4. Analisis Data dan Pembahasan
Pada tahap ini dilakukan proses pengolahan data dengan
menggunakan teknik analisis yang sesuai untuk mencapai tujuan
dan sasaran dari penelitian. Pada tahap ini juga dilakukan
penyajian data dari keseluruahn proses pengumpulan data yang
telah dilakukan.
5. Kesimpulan
Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan untuk
menjawab tujuan dan sasaran penelitian. Berdasarkan hasil
kesimpulan dari seluruh proses penelitian maka akan dilakukan
perumusan rekomendasi yang berupa konsep pengembangan
yang dapat diimplementasikan pada kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh, Kota Surabaya Sebagai wilayah penelitian.

56
57

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Studi


Kampung Peneleh merupakan satu-satunya kawasan dari
Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya, Provinsi
Jawa Timur. Luas Kelurahan Peneleh sekitar 0,45 km persegi (km2)
dari luas total Kecamatan Genteng yakni 3,41 km2.

Tabel 4. 1 Luas Wilayah dan Ketinggian Wilayah Kecamatan


Genteng, 2018
Luas Ketinggian
No. Kelurahan Wilayah Wilayah
2
(km ) (m)
Embong
1 1,1 3
Kaliasin
2 Ketabang 0,98 3
3 Genteng 0,53 3
4 Peneleh 0,45 3
5 Kapasari 0,35 3
Jumlah 3,41 15
Sumber: BPS Kecamatan Genteng Dalam Angka 2019

Wilayah penelitian ini memiliki batas administratif Kampung


Peneleh sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Jalan Jagalan
 Sebelah Selatan : Jalan Genteng Kali
 Sebelah Barat : Jalan Tambak Bayan dan Jalan Kramat
Gantung
 Sebelah Timur : Jalan Undaan Wetan

57
58

(halaman sengaja dikosongkan)

58
59

Peta 4. 1 Penggunaan Lahan Penelitian

Sumber: Hasil Analisis, 2019

59
60
(halaman sengaja dikosongkan)

60
61

4.1.1 Karakteristik Penduduk


Kelurahan Peneleh memiliki jumlah penduduk sekitar
15.000 (lima belas ribu) jiwa dari jumlah penduduk di Kecamatan
Genteng sekitar 61.000 (enam puluh satu ribu) jiwa, yakni kedua
terbanyak setelah Kelurahan Kapasari. Sedangkan kepadatan
penduduk pada Kelurahan Peneleh yakni sekitar 33.000 (tiga puluh
tiga ribu) jiwa per km2.

Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk


Kecamatan Genteng 2018
Luas Jumlah Kepadatan
No. Kelurahan Wilayah Penduduk Penduduk
(km2) (Jiwa) (Jiwa/km2)
Embong 1,1 13191 11992
1 Kaliasi
n
2 Ketabang 0,98 7546 7700
3 Genteng 0,53 8562 16155
4 Peneleh 0,45 15101 33558
5 Kapasari 0,35 17534 50097
Jumlah 3,41 61934 18162
Sumber: BPS Kecamatan Genteng Dalam Angka 2019

4.1.2 Sejarah Kampung Peneleh


Kampung Peneleh merupakan salah satu kampong bersejarah
yang ada di Surabaya. Kampung ini berlokasi di Kelurahan Peneleh,
Kecamatan Genteng, yang sudah ada sejak Kerajaan Singosari dan
asal-usul nama Peneleh berasal dari kata Pinilih yang berarti pilihan,
dimana pada Kampung Peneleh dulunya merupakan tempat tinggal
dari salah satu pemimpin antara Sungai Pegirian dan Kalimas
(Panjaitan, 2014).

61
62

Seorang ilmuwan asal Belanda, Von Faber pada tahun 1275


menyebutkan bahwa Kampung Peneleh merupakan lokasi strategis
pada Kota Surabaya yang dikelilingi oleh sungai dan kanal, serta
pada kawasan tersebut sudah tertata sebaik mungkin, sehingga
muncul pengelompokan status golongan, sosial, budaya, dan profesi.
Kampung Peneleh merupakan kawasan permukiman yang berbentuk
persegi dan dikelilingi oleh perairan baik bentuk alami maupun
buatan (Purwono, 2020).
Gambar 2. 9 Peta Kampung Peneleh Tahun 1275

Sumber: Survei Sekunder, 2020


Kampung Peneleh merupakan kampung yang terkenal
dengan dua hal. Pertama yaitu sebagai kawasan dengan situs cagar
budaya di Surabaya, salah satunya adalah rumah kelahiran Soekarno.
Kedua merupakan kawasan yang memiliki salah satu pemakaman era
colonial Belanda terbesar. Pada Kampung Peneleh memiliki
keberagaman karakteristik sosial-budaya, dimana kawasan tersebut
ditempati dari masyarakat yang berbeda-beda, seperti orang Bali,
Arab, Madura, maupun Cina (Citilocus, 2020).
Pada tahun 1825, pembangunan di Kota Surabaya khususnya
pada kawasan Jembatan Merah dan Kembang Jepun, sedangkan Pada
Kampung Peneleh masih merupakan pembangunan pada aksesibilitas

62
63

jalan dan bagian pinggir sungai serta adanya bangunan berupa rumah
sakit. Sedangkan pada tahun 1847 telah diresmikan pemakaman
Eropa di Peneleh yang merupakan lahan pemakaman orang-orang
pribumi maupun non-pribumi yang menganut agama Kristen dan
Katolik, pemakaman tersebut diperluas hingga tahun 1915 dimana
pemukiman warga sudah mendominasi. Hingga tahun 1866,
Kampung Peneleh masih didominasi oleh kebun bambu dan belum
padat bangunan hunian (Ginaris, 2019).
Gambar 2. 10 Peta Kampung Peneleh Tahun 1825 dan Tahun 1866

Sumber: Survei Sekunder, 2020


Masuk pada tahun 1900an, Kota Surabaya menjadi kota yang
terkenal pada kawasan pelabuhan dan aktivitas perdagangan,
sehingga pada Kampung Peneleh khususnya area pertanian semakin
mengecil dan daerah resapan air yang hilang serta tergantikan oleh
bangunan-bangunan baik permukiman maupun pemerintahan
(Citilocus, 2020).

63
64

Gambar 2. 11 Peta Kampung Peneleh Tahun 1900

Sumber: Survei Sekunder, 2020


4.1.3 Bangunan Cagar Budaya Kampung Peneleh
Kampung Peneleh merupakan kawasan cagar budaya Kota
Surabaya yang memiliki beberapa bangunan cagar budaya baik yang
sudah mulai dilestarikan maupun belum tersentuh oleh pemerintah
setempat. Bangunan-bangunan yang ada di kawasan tersebut
memiliki tiga bentuk kebudayaan, yakni dari masa
penjajahan/kolonial, masa tradisional/asli pribumi, dan
akulturasi/campuran antara masa kolonial dan lokal. Bangunan-
bangunan tersebut diantara lainnya adalah rumah kelahiran Ir.
Soekarno dan kost Soekarno, Makam Eropa/Makam Peneleh, dan
lain-lainnya. Pemerintah Kota Surabaya juga membuat peta
Surabaya Heritage Walk (situs-situs bersejarah di kawasan Kampung
Peneleh).

64
65

Gambar 4. 1 Surabaya Heritage Walk Berlokasi di daerah


Rumah HOS. Tjokroaminoto
Sumber: Survei Primer, 2020

65
66

Peta 4. 2 Bangunan Cagar Budaya di Kawasan Kampung Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya

Sumber: Hasil Analisis, 2020

66
67
(halaman sengaja dikosongkan)

67
68

4.1.3.1 Rumah Kelahiran Ir. Soekarno


Menurut Sunarto (2013), presiden pertama Indonesia, yakni
Insinyur Soekarno, mengaku bahwa lahir di Surabaya pada 6 Juni
1901 dan dititipkan kepada pemimpin Sarekat Islam tahun 1914,
yakni HOS. Tjokroaminoto untuk melanjutkan sekolah di Surabaya.
Pada saat dititipkan kepada HOS. Tjokroaminoto, Soekarno belajar
banyak tentang politik dan kebangsaan dari Tjokroaminoto.
Meskipun rumah kelahiran berada di Surabaya, Soekarno
dimakamkan di Blitar pada tanggal 21 Juni 1967 dengan alasan
untuk menghormati ibunya yang lahir di Blitar.

Rumah kelahiran Soekarno ditetapkan sebagai bangunan


cagar budaya oleh Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 2013,
sebagai tempat kelahiran dan masa kanak-kanak Bung Karno.
Rumah yang beralamat di Jalan Pandean IV Nomor 40, Peneleh,
Kecamatan Genteng, Kota Surabaya ini diklaim masih belum
dipegang oleh Pemerintah Kota Surabaya dan sekarang masih
dirawat oleh masyarakat sekitar, sehingga tampak depan rumah
tersebut tidak terlihat seperti bangunan cagar budaya. Untungnya
rumah tersebut sudah diberi tanda/plakat bangunan cagar budaya dari
Pemkot Surabaya.

68
69

Gambar 4. 2 Rumah Kelahiran Soekarno di Surabaya


Sumber: Survei Primer, 2020

4.1.3.2 Rumah HOS. Tjokroaminoto & Kos Soekarno


Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau dikenal HOS.
Tjokroaminoto adalah pemimpin dari Sarekat Islam pada tahun 1912.
Beliau juga dikenal pencetus tokoh-tokoh berpengaruh di masa
penjajahan Belanda, salah satunya adalah presiden pertama
Indonesia, Ir. Soekarno. Beliau mengajarkan pendidikan kebangsaan
dan nilai moralitas (Pradana, 2014).

Rumah HOS. Tjokroaminoto dijadikan tempat kost bagi


pelajar dari sekolah milik pemerintah Hindia Belanda di Surabaya.
Tokoh-tokoh yang pernah kos di rumah HOS Tjokroaminoto dan
istrinya, Soeharsikin, antara lain adalah Ir. Soekarno, Kartosoewirjo,
Kartowisastro, Alimin, dan masih banyak lagi (Amelz, 1952 dalam
Marihandono, 2015). Rumah yang beralamat di Jalan Peneleh Gang
VII Nomor 29-31, Peneleh, Kota Surabaya ini sudah ditetapkan
sebagai bangunan cagar budaya oleh Pemerintah Kota Surabaya dan
dirawat dengan baik dan dipegang langsung oleh Pemkot Surabaya
sejak tahun 2016. Rumah tersebut sekarang dijadikan museum

69
70

sehingga orang bisa masuk untuk melihat isi rumah dan terdapat
informasi-informasi tentang sejarah rumah kos HOS. Tjokroaminoto
dan istrinya, Soeharsikin.

Gambar 4. 3 Rumah HOS. Tjokroaminoto dan Kos Soekarno


Sumber: Survei Primer, 2020

4.1.3.3 Toko Buku Peneleh


Pada Jalan Peneleh Gang VII, terdapat beberapa bangunan
cagar budaya, salah satunya adalah Toko Buku Peneleh. Bangunan
Toko Buku Peneleh yang sebelumnya adalah tempat percetakan buku
sekitar tahun 1900an. Tempat ini dahulunya seringkali dikunjungi
oleh Ir. Soekarno dan sekarang sudah menjadi bangunan cagar
budaya yang tidak banyak diketahui orang.

Toko buku ini beralamat di Jalan Peneleh Gang VII Nomor


29-31, Peneleh, Kota Surabaya dan diperkirakan dibangun tahun
1800an (Sanusi, 2018). Tidak ada tanda/plakat penetapan bangunan
cagar budaya di luar bangunan tetapi masuk di dalam peta Surabaya

70
71

Heritage Walk (situs-situs bersejarah di kawasan Kampung Peneleh)


yang dibuat oleh Pemkot Surabaya.

Gambar 4. 4 Toko Buku Peneleh


Sumber: Survei Primer, 2020

4.1.3.4 Makam Sesepuh Peneleh


Pada Jalan Peneleh Gang VII, juga terdapat pemakaman
tepatnya berada di tengah jalan menuju rumah masyarakat sekitar.
Makam tersebut merupakan makam dari sesepuh warga Peneleh
dulunya, yakni Mbah Singo dan Mbah Panjang. Kedua sesepuh
tersebut membantu salah satu wali-sembilan, yakni Sunan Ampel,
untuk menyebarkan ajaran Agama Islam dan membantu membangun
Masjid Jami’ Peneleh.

Makam Sesepuh Peneleh sangat tidak terawat dan terlihat


dibiarkan, sehingga tidak banyak orang mengetahu makam tersebut
dan tidak memiliki plakat cagar budaya serta tidak seperti cagar
budaya.

71
72

Gambar 4. 5 Makam Sesepuh Mbah Singo dan Mbah Panjang


di Kampung Peneleh, Kota Surabaya
Sumber: Survei Primer, 2020

4.1.3.5 Makam Eropa/Makam Peneleh


Makam Peneleh merupakan kompleks makam tua sari zaman
peninggalan penjajahan Belanda yang sudah ada sejak tahun 1814
(Panjaitan, 2014). Makam Peneleh beralamat di Jalan Makam
Peneleh Nomor 35A, Peneleh, Kecamatan Genteng, Kota Surabaya.
Luas makam tersebut diperkirakan sekitar 4,5 hektar dan makam
yang ada di Makam Peneleh sekitar 10.000 makam (Michael, 2020).

Letak Makam Peneleh juga berdekatan dengan Puskesmas


Peneleh yang terletak di pintu utama Makam Peneleh dan dilindungi
Pemerintah Kota Surabaya. Makam ini masih biasa dikunjungi oleh
turis mancanegara dengan tujuan berkunjung atau kepentingan
lainnya. Ada dua sisi Makam Peneleh yang dibatasi dengan pagar
panjang sehingga bisa melihat dalam Makam Peneleh dan sisi yang

72
73

ditutup oleh tembok putih sehingga susah untuk melihat bagian


dalam Makam Peneleh.

Gambar 4. 6 Makam Eropa Peneleh di Kampung Peneleh,


Surabaya
Sumber: Survei Primer, 2020

4.1.3.6 Rumah Roeslan Abdulgani


Roeslan Abdulgani merupakan tokoh nasionalis dan politikus
yang lahir di Surabaya pada tanggal 24 Nopember 1914. Beliau juga
menjadi tokoh penting yang menyelenggarakan Konferensi Asia-
Afrika di Bandung tahun 1955. Roeslan Abdulgani pernah menjadi
menteri luar negeri tahun 1956 sampai 1967 dan meninggal pada
tanggal 19 Juni 2005 (Memorabilia Rumah Roeslan Abdulgani).

Rumah kelahiran Roeslan Abdulgani berada di Jalan


Plampitan VII Nomor 34-36 dan dibangun kurang lebih tahun 1860.
Rumah tersebut sudah ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya
disertai plakat dari Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 2015. Pada
tahun 1950, rumah tersebut direnovasi yang sebelumnya terbuat dari
papan/kayu menjadi batako serta cat menyerupai kayu.

Pada bagian depan rumah dipasang tenda untuk menutupi


jalan dan saat ini rumah tersebut juga menjadi museum peninggalan

73
74

dari orang tua Roeslan Abdulgani dan disebut Warung Omah Sejarah
Surabaya (WOSS) yang juga menjual beberapa jajanan dan minuman
untuk pengunjung rumah kelahiran Roeslan Abdulgani.

Gambar 4. 7 Rumah Kelahiran Roeslan Abdulgani di Kampung


Peneleh, Surabaya
Sumber: Survei Primer, 2020

4.1.3.7 Masjid Jami’ Peneleh


Masjid Jami’ Peneleh merupakan salah satu masjid di
Surabaya yang sudah dibangun sejak abad 15 oleh Sunan Ampel
selain Masjid Agung (Septiawan, 2015). Pada waktu itu, Masjid
Jami’ menjadi salah satu perjalanan Sunan Ampel menyebarkan
dakwah agama islam yang sebelumnya di kawassan kembang
Kuning, Surabaya (Puspasari, 2015).

Masjid Jami’ sampai sekarang masih memiliki arsitektur


kuno dengan jendela dan pintu krepyak pada bagian samping,
sedangkan pada bagian mimbar dicat hijau dan pintu masuk/bagian
depan masjid sudah dibangun lebih modern dengan kanopi dan pintu
dan jendela berkaca.

74
75

Gambar 4. 8 Masjid Jami’ Peneleh


Sumber: Survei Primer, 2020

4.1.3.8 Langgar Dukur


Langgar Dukur berada di Jalan Lawang Seketeng Gang
Ponten, Peneleh, Kota Surabaya, dengan plakat bangunan cagar
budaya dari Pemerintah Kota Surabaya pada tahun 2019. Bangunan
tersebut dibangun pada tahun 1893 dan digunakan oleh tokoh
pergerakan dan para ulama untuk berkumpul serta tempat ibadah.
Langgar tersebut masih menggunakan material kayu yang semua
dicat putih dan di depannya terdapat sentra kuliner.

75
76

Gambar 4. 9 Langgar Dukur Peneleh dan Plakat Bangunan


Cagar Budaya
Sumber: Survei Primer, 2020

4.2 Analisis dan Pembahasan


Pada tahapan analisis akan dilakukan untuk menganalisis
rekomendasi arahan pengembangan perkotaan untuk
mengidentifikasi visual kawasan cagar budaya, khususnya Kampung
Peneleh, Kota Surabaya. Tahapan analisis pertama yakni
menganalisis visual kawasan cagar budaya berdasarkan tipologi
langgam atau gaya bangunan serta karakteristik kawasan, dilanjutkan
dengan sasaran kedua, yaitu mengidentifikasi karakteristik kawasan
cagar budaya di Kampung Peneleh, Kota Surabaya dan selanjutnya.

4.2.1 Menganalisis Kawasan Berdasarkan Langgam atau Gaya


Bangunan
Pada sasaran kedua, untuk menganilisis visual kawasan cagar
budaya di Kampung Peneleh berdasarkan langgam atau gaya
bangunan cagar budaya yang ada di Kampung Peneleh. Dalam
mendiskusikan variabel sehingga ditemukan pengaruh dari setiap
variabel penelitian. Oleh karena itu, dalam sasaran ini menggunakan
metode content analysis.

76
77
Tabel 4. 3 Elemen Bangunan Cagar Budaya
No Bangunan Atap Material Pilar/Kolom Fasade
Rumah Kelahiran Bagian fasade
Soekarno Ballustrade: rumah
Bagian atas Pilar/kolom Soekarno
rumah Tuscan polos memiliki pintu
berbentuk yang dan jendela
persegi Jendela dan menyatu kaca dengan
panjang pintu dengan kanopi dari
berguna berkaca. dinding kayu, serta
untuk rumah dan balustrade
1
menutupi menopang bagian atas
atap rumah kanopi rumah untuk
dari depan. menutupi atap
rumah.
Keterangan Dominasi Kolonial
Meskipun menjadi bangunan cagar budaya, rumah kelahiran
Fungsi Soekarno masih belum dikelola pemerintah Kota Surabaya dan
dipegang oleh salah satu pemilik, sehingga tidak berfungsi.
Kondisi Kondisi pada bangunan tersebut terlihat tidak terawat dan

77
78
No Bangunan Atap Material Pilar/Kolom Fasade
kumuh karena tidak ada perawatan.
Masjid Jami’ Peneleh Bagian fasade
Atap Bagian
masjid
kampung, depan Pilar/kolom
termasuk
yaitu atap masjid Tuscan polos
modern, karena
paling menggunaka yang
pintu dan
banyak n kanopi dan menyatu
jendela
digunakan pintu kaca dengan
menggunakan
masyarakat modern. dinding
kaca dan
Indonesia, Bagian masjid
kanopi untuk
2 yakni atap samping bagian depan
menutupi
dengan dua Masjid untuk
bagian depan
bidang datar menggunaka menopang
masjid dari
yang di n pintu dan kanopi
sinar
pasang jendela masjid.
matahari/air
miring. krepyak.
hujan.
Keterangan Akulturasi
Masjid Peneleh masih sebagai tempat peribadatan umat
Fungsi
muslim di sekitar Kampung Peneleh semenjak awal

78
79
No Bangunan Atap Material Pilar/Kolom Fasade
terbangunnya sekitar tahun 1400an.
Masjid Peneleh masih terawat hingga saat ini, yang dirawat
Kondisi
oleh pengurus masjid maupun masyarakat sekitar masjid.
Rumah HOS. merupakan Material Pada Fasade
Tjokroaminoto atap joglo. pada rumah pilar/kolom merupakan
Atap joglo cagar rumah ini wajah atau
yang budaya ini pada bagian bagian depan
berbentuk beragam luarnya bangunan.
seperti jenis. Pada memiliki Fasade pada
payung. pagar depan pilar kecil rumah ini
Atap joglo dan jendela dengan memiliki
3 memiliki depan rumah bahan kayu komponen
ciri khas HOS. untuk berupa pagar
berupa bida Tjokroamino menahan kecil berjajar
segitiga dan to ini atap joglo dengan pagar
trapezium menggunaka bagian depan pembatas antara
dengan n kayu. sehingga teras depan
sudut Sedangkan menutupi dengan luar
kemiringan pada atap bagian atas rumah (jalan).
yang rumah ini teras rumah Adapula
79
80
No Bangunan Atap Material Pilar/Kolom Fasade
berbeda menggunaka HOS. jendela serta
(Hendrawati n ijuk pada Tjokroaminot teralis jendela
, 2014). bagian luar o. dan pintu
dan ditopang masuk
oleh rotan bangunan yang
dan kayu. tipis dan terbuat
Untuk ubin dari kayu.
yang
digunakan
merupakan
ubin tegel
berwarna
coklat muda
yang pudar
serta warna
merah.
Keterangan Dominasi Tradisional Jawa
Rumah HOS. Tjokroaminoto saat ini menjadi museum kecil
Fungsi
yang berisi informasi-informasi tentang tokoh-tokoh yang

80
81
No Bangunan Atap Material Pilar/Kolom Fasade
pernah kos di rumah tersebut serta pakaian yang digunakan.
Salah satu tokoh yang pernah kos di rumah HOS.
Tjokroaminoto adalah Ir. Soekarno.
Rumah HOS. Tjokroaminoto telah dipegang oleh pemerintah
Kondisi Kota Surabaya sejak 2016 dan terawat semenjak masih
dipegang oleh masyarakat sekitar rumah tersebut.
Toko Buku Peneleh Material Kolom atau Pada tampak
yang pilar yang muka atau
Ballustrade:
digunakan ada pada wajah dari
Bagian atas
pada bangunan bangunan
rumah
bangunan cagar budaya tersebut
berbentuk
cagar ini terdapat pagar
persegi
budaya Toko merupakan dan pintu
4 panjang
Buku kolom pembatas
berguna
Peneleh Tuscan terbuat dari
untuk
adalah besi berbentuk besi, pilar
menutupi
pada pagar balok dengan Tuscan
atap rumah
dan warna putih berwarna putih,
dari depan.
pembatas dan ditutupi pintu masuk
rumah, serta ubin bangunan dan
81
82
No Bangunan Atap Material Pilar/Kolom Fasade
pintu dan keramik. jendela yang
jendela yang Pilar Tuscan berjenis
digunakan merupakan krepyak yakni
merupakan pilar dengan memiliki
krepyak. poros yang ventilasi atau
halus tanpa berkisi-kisi
ukiran – terbuat dari
ukiran. kayu. Pada
jendela terdapat
teralis yang
berada di dalam
bangunan.
Sedangkan
pada gavle atau
atap yang
terlihat pada
fasad
merupakan
stripped/pedim
ent
82
83
No Bangunan Atap Material Pilar/Kolom Fasade
Keterangan Kolonial
Toko Buku Peneleh saat ini menjadi sebuah toko kecil yang
Fungsi sebelumnya menjadi tempat percetakan dan perpustakaan
kecil.
Sampai saat ini bangunan toko buku Peneleh terawat dengan
Kondisi baik dari bagian luar dan tidak berubah semenjak jaman
kolonial.
Rumah Roeslan Abdulgani Rumah Fasade pada
Roeslan rumah Roeslan
Abdulgani Abdulgani
Bagian atap menggunaka terdapat tenda
tertutup oleh n pintu kaca besi yang
tenda besi dan jendela menutupi
5 -
yang berada kaca bagian depan
di tengah ditambahkan rumah, pagar
jalan. aluminium depan ditambah
kawat serta pintu kecil
dinding batu untuk
kerikil dan membatasi

83
84
No Bangunan Atap Material Pilar/Kolom Fasade
dicat bagian rumah
menyerupai dan luar.
batang kayu.
Keterangan Akulturasi
Rumah Roeslan Abdulgani sampai saat ini menjadi rumah
hunian yang dihuni oleh salah satu keluarga Roeslan
Fungsi
Abdulgani. Sebelumnya, rumah tersebut sempat menjadi kafe
kecil.
Bangunan ini sudah dirumah pada bagian fasade yang dicat
menyerupai bagian awal rumah, yakni ukiran kayu-kayu dan
Kondisi
ditambah dengan tenda di bagian depan untuk masjid depan
rumah.
Langgar Dukur Material Pilar/kolom Fasade Langgar
pada pada Dukur
Langgar bangunan didominasi
6 - dukur Langgar dengan cat
didominasi Dukur putih, dengan
oleh kayu, merupakan pintu dan
baik dari pilar kayu jendela dari

84
85
No Bangunan Atap Material Pilar/Kolom Fasade
lantai 1 yang ada di bahan kayu.
maupun 2. lantai 2 untuk
menahan
atap Langgar
Dukur

Keterangan Tradisional Jawa


Langgar Dukur belum berfungsi dengan baik karena masih
Fungsi
ditutup dan hanya bisa melihat dari luar saja.
Langgar Dukur memiliki kelompok sadar wisata yang merawat
Kondisi
bangunan cagar budaya tersebut.
Sumber: Peneliti, 2020

85
86
(halaman sengaja dikosongkan)

86
87

4.2.1.1 Content Analysis


Pada tahap ini menggunakan input dari indikator dan
variabel yang akan diteliti agar hasil dari content analysis ini lebih
spesifik dari tiap variabel yang dianalisis. Content analysis juga
ditujukan untuk menarik kesimpulan dengan cara mengidentifikasi
karakteristik tertentu dan memberikan tujuan memberikan
pengetahuan, wawasan baru, dan menyajikan fakta. Dalam penelitian
ini sumber data yang digunakan antara lain:
1. Fakta empirik lapangan,
2. Hasil tinjauan pustaka,
3. Hasil wawancara.

Pada tahap ini dalam menganalisis visual kawasan Kampung


Peneleh berdasarkan langgam atau gaya bangunan cagar budaya
dilakukan dengan coding content analysis untuk mendukung
jawaban dari tiap variabel penelitian dan terkonfirmasi. Dikatakan
terkonfirmasi apabila setengah atau lebih mendukung terkait variabel
penelitian.

87
88
Tabel 4. 4 Hasil Coding Indikasi Variabel Langgam Kolonial
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
(55) Kalo masa-masanya pasti jaman
kolonial dulu. Tapi kalo arsitekturnya
Analisis mengindikasikan
beda-beda, ada yang jawa ada yang
terkonfirmasinya bahwa
kolonial. Kalo kolonial itu kayak
N1 - 55 variabel langgam kolonial
eh….. Toko Buku Peneleh. Terkonfirmasi
N1 - 87 pada kawasan Kampung
(87) Kalo itu sebenernya disini
Peneleh oleh responden
mayoritas masanya kolonial, tapi
sebanyak dua (2) kali.
arsitektur-arsitekturnya itu diliat dari
jenis-jenisnya.
Analisis mengindikasikan
terkonfirmasinya bahwa
Iyo, mas. Akeh bangunan londo variabel langgam kolonial
N2 – 88 Terkonfirmasi
nang kene. pada kawasan Kampung
Peneleh oleh responden
sebanyak satu (1) kali.
N3 - 53 Kalo di Surabaya itu, cagar Terkonfirmasi Analisis mengindikasikan

88
89
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
budayanya gak ada yang ngelompok terkonfirmasinya bahwa
gitu. Semuanya ya nyebar, ya variabel langgam kolonial
mungkin masih ada, cuman yaa full pada kawasan Kampung
sederet bangunan cagar budaya. Ya Peneleh oleh responden
itu mau yang kolonial, mau sebanyak satu (1) kali.
tradisional, ga ada mas yang sederet
gitu, apalagi cagar budaya disini ya
Analisis mengindikasikan
Ya disini juga udah jadi rumah- terkonfirmasinya bahwa
rumah orang dari jaman dulu, dari variabel langgam kolonial
N4 - 89 Terkonfirmasi
masa kolonial. Jadi ya, mungkin pada kawasan Kampung
kelihatan kolonial banget. Peneleh oleh responden
sebanyak satu (1) kali.
Biasanya mas, kalo yang bangunane Analisis mengindikasikan
keliatan kolonial-kolonial gitu itu terkonfirmasinya bahwa
N5 – 82 Terkonfirmasi
asli mas, disini ya… Kalo variabel langgam kolonial
tradisional.. cagar budaya kayak pada kawasan Kampung

89
90
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
rumahnya HOS. Tjokroaminoto itu Peneleh oleh responden
dipertahankan sebagaimana sebanyak satu (1) kali.
mestinya, tapi aku gatau ya aslinya
kayak gimana bentuk omahe itu.
Analisis mengindikasikan
Di Peneleh ini sebenernya terkonfirmasinya bahwa
bangunannya era klasiknya itu ada, variabel langgam kolonial
N6 - 6 Terkonfirmasi
tapi kebanyakan lebih didominasi pada kawasan Kampung
oleh era kolonial. Peneleh oleh responden
sebanyak satu (1) kali.
Kalo sebetulnya, disini dulu itu
Analisis mengindikasikan
didominasi sama orang-orang
terkonfirmasinya bahwa
kolonial. Tapi, karena sudah kesini-
variabel langgam kolonial
N7 - 27 kesini ya jamannya… ada juga yang Terkonfirmasi
pada kawasan Kampung
tradisional. Tjokroaminoto itu kan
Peneleh oleh responden
kelihatan kayak bangunan jawa,
sebanyak satu (1) kali.
depannya itu.. Toko buku Peneleh..

90
91
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
juga bisa dilihat bentuknya masa-
masa kolonial kan. Itu pas saya
yang pegang, ya hampir mirip-mirip
lah.. Sebenernya pemerintah tinggal
terusin aja.
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Keterangan:
 N1 : Anggota Forum Diskusi & Warga Kampung Peneleh.
 N2 : Anggota Forum Diskusi`& Ahli/Pakar Tulisan Kuno.
 N3 : Anggota Forum Diskusi.
 N4 : Anggota Forum Diskusi & Sejarawan Ampel.
 N5 : Anggota Forum Diskusi.
 N6 : Anggota Forum Diskusi.
 N7 : Ketua RT.

91
92

1. Indikator Karakteristik Langgam


Indikator ini memiliki tiga variabel yang dianalisis
menggunakan content analysis. Berdasarkan hasil wawancara
yang telah dilakukan peneliti dengan tujuh (7) responden, maka
didapatkan hasil dari variabel berikut:

a. Variabel Langgam Kolonial


 Setelah dilakukannya tahapan di atas, maka dapat
terlihat bahwa terdapat langgam kolonial pada kawasan
Kampung Peneleh. Bangunan dengan langgam kolonial
tersebut yaitu Toko Buku Peneleh dan Rumah Kelahiran
Soekarno.
 Mayoritas bangunan-bangunan yang terdapat di
Kampung Peneleh merupakan langgam kolonial.
 Banyaknya bangunan kolonial di Kampung Peneleh
karena kawasan tersebut sudah ditempati sejak zaman
penjajahan kolonial.
 Bangunan yang dianggap bangunan kolonial merupakan
bangunan cagar budaya dan bangunan yang sudah ada
sejak zaman dahulu serta bangunan tersebut
menggunakan gaya arsitektur eropa/kolonial.

92
93
Tabel 4. 5 Hasil Coding Indikasi Variabel Langgam Tradisional
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
Kalo itu sebenernya disini mayoritas
Analisis mengindikasikan
masanya kolonial, tapi arsitektur-
terkonfirmasinya bahwa
arsitekturnya itu diliat dari jenis-
variabel langgam
jenisnya. Kan ada indisch, Art Deco,
N1 – 87 Terkonfirmasi tradisional pada kawasan
Art Nouveau, neo-klasik, macem-
Kampung Peneleh oleh
macem.. Kalo tradisional itu,
responden sebanyak satu
ngeliatnya ya paling joglo, terus
(1) kali.
apalagi itu..
terkonfirmasinya bahwa
Iku lo mas… Omahe variabel langgam
Tjokroaminoto keliatan kan kalo tradisional pada kawasan
N2 – 91 Terkonfirmasi
tradisional, rumah-rumah asli Kampung Peneleh oleh
Indonesia gitu. Terasnya ada. responden sebanyak satu
(1) kali.
Kalo di Surabaya itu, cagar terkonfirmasinya bahwa
N3 - 53 Terkonfirmasi
budayanya gak ada yang ngelompok variabel langgam

93
94
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
gitu. Semuanya ya nyebar, ya tradisional pada kawasan
mungkin masih ada, cuman yaa full Kampung Peneleh oleh
sederet bangunan cagar budaya. Ya responden sebanyak satu
itu mau yang kolonial, mau (1) kali.
tradisional, ga ada mas yang
sederet gitu, apalagi cagar budaya
disini ya.
terkonfirmasinya bahwa
Ya…. Rumah HOS. variabel langgam
Tjokroaminoto itu… Kalo ada tradisional pada kawasan
N4 – 92 Terkonfirmasi
terasnya itu biasane asli Indonesia, Kampung Peneleh oleh
gitu. responden sebanyak satu
(1) kali.
Biasanya mas, kalo yang bangunane terkonfirmasinya bahwa
keliatan kolonial-kolonial gitu itu asli variabel langgam
N5 – 82 Terkonfirmasi
mas, disini ya… Kalo tradisional.. tradisional pada kawasan
cagar budaya kayak rumahnya Kampung Peneleh oleh

94
95
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
HOS. Tjokroaminoto itu responden sebanyak satu
dipertahankan sebagaimana (1) kali.
mestinya, tapi aku gatau ya aslinya
kayak gimana bentuk omahe itu.
Oh.. tradisi lokal gitu ta? Kalo tradisi
itu kayaknya enggak ada, Mas.
terkonfirmasinya bahwa
Adanya cuma bangunan – bangunan
variabel langgam
aja. Jadi gini, Mas, pada era
tradisional pada kawasan
N6 - 8 kolonial, pembangunannya itu gak Terkonfirmasi
Kampung Peneleh oleh
condong dengan gaya – gaya Eropa
responden sebanyak satu
gitu enggak, Mas, justru yang di
(1) kali.
Eropa itu mengambil gaya – gaya
lokal.
Kalo sebetulnya, disini dulu itu terkonfirmasinya bahwa
didominasi sama orang-orang variabel langgam
N7 - 27 Terkonfirmasi
kolonial. Tapi, karena sudah kesini- tradisional pada kawasan
kesini ya jamannya… ada juga yang Kampung Peneleh oleh

95
96
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
tradisional. Tjokroaminoto itu kan responden sebanyak satu
kelihatan kayak bangunan jawa, (1) kali.
depannya itu.. Toko buku Peneleh..
juga bisa dilihat bentuknya masa-
masa kolonial kan. Itu pas saya yang
pegang, ya hampir mirip-mirip lah..
Sebenernya pemerintah tinggal
terusin aja.
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Keterangan:
 N1 : Anggota Forum Diskusi & Warga Kampung Peneleh.
 N2 : Anggota Forum Diskusi`& Ahli/Pakar Tulisan Kuno.
 N3 : Anggota Forum Diskusi.
 N4 : Anggota Forum Diskusi & Sejarawan Ampel.
 N5 : Anggota Forum Diskusi.
 N6 : Anggota Forum Diskusi.
 N7 : Ketua RT.

96
97

b. Variabel Langgam Tradisional


 Setelah dilakukannya tahapan di atas, maka dapat
terlihat bahwa terdapat langgam tradisional pada
kawasan Kampung Peneleh. Bangunan yang dianggap
dengan langgam tradisional adalah Rumah HOS.
Tjokroaminoto dan Langgar Dukur.
 Rumah HOS. Tjokroaminoto dianggap sebagai
bangunan tradisional karena adanya teras rumah yang
membedakan dengan bangunan kolonial.
 Selain teras, elemen lainnya yang memperkuat bahwa
bangunan tersebut adalah bangunan tradisional adalah
atap yang digunakan adalah atap joglo, yang merupakan
asli Indonesia.

97
98
Tabel 4. 6 Hasil Coding Indikasi Variabel Langgam Akulturasi
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
Ya mungkin bisa jadi kalo
bangunane dominasi sama kolonial
terkonfirmasinya bahwa
akulturasi, soale gak cuma kolonial
variabel langgam
tok di bangunan itu, ada tradisional-
akulturasi pada kawasan
N1 – 93 tradisionale. Kalo di Belanda itu kan Terkonfirmasi
Kampung Peneleh oleh
soalnya ga ada teras, keademen
responden sebanyak satu
mas…. Itu orang Belanda sendiri
(1) kali.
yang bilang pas kesini. Kan teras
juga kultur Jawa iku..
terkonfirmasinya bahwa
variabel langgam
Didominasi sama gaya-gaya
akulturasi pada kawasan
N2 – 94 kolonial, tapi sudah diubah-ubah, Terkonfirmasi
Kampung Peneleh oleh
jadinya… Akulturasi itu.
responden sebanyak satu
(1) kali.
N3 – 96 Bangunan akulturasi itu disini… Terkonfirmasi terkonfirmasinya bahwa

98
99
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
ya ada-ada aja tapi gak ngerti seh variabel langgam
cagar budayanya disini akulturasi akulturasi pada kawasan
apa nggak. Kampung Peneleh oleh
responden sebanyak satu
(1) kali.
terkonfirmasinya bahwa
Kalo akulturasi, disini mungkin variabel langgam
rumah Tjokro sakjane… soalnya akulturasi pada kawasan
N4 – 95 Terkonfirmasi
ada cerobong palsu di atapnya, jadi Kampung Peneleh oleh
kayak bangunan-bangunan Belanda. responden sebanyak satu
(1) kali.
Kalo bangunan-bangunan di terkonfirmasinya bahwa
Peneleh ada mas yang kelihatan variabel langgam
tradisionalnya ada, era kolonialnya akulturasi pada kawasan
N5 – 9 Terkonfirmasi
ada. Itu kalo bangunan-bangunan aja Kampung Peneleh oleh
ya, kalo cagar budayane aku kurang responden sebanyak satu
paham. (1) kali.

99
100
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
Oh.. tradisi lokal gitu ta? Kalo tradisi
itu kayaknya enggak ada, Mas.
terkonfirmasinya bahwa
Adanya cuma bangunan – bangunan
variabel langgam
aja. Jadi gini, Mas, pada era
akulturasi pada kawasan
N6 – 8 kolonial, pembangunannya itu gak Terkonfirmasi
Kampung Peneleh oleh
condong dengan gaya – gaya Eropa
responden sebanyak satu
gitu enggak, Mas, justru yang di
(1) kali.
Eropa itu mengambil gaya – gaya
lokal.
(P) Tapi kalo untuk bangunan
akulturasi, pak? terkonfirmasinya bahwa
(N7) O… kalo bangunan ya mas, variabel langgam
di Peneleh ada seharusnya. Tapi, akulturasi pada kawasan
N7 - 31 Terkonfirmasi
kalo cagar budayanya setau saya Kampung Peneleh oleh
nggak ada seh. Mungkin kayak responden sebanyak satu
Masjid Peneleh itu ya.. itu sudah (1) kali.
pernah direnovasi bagian depannya

100
101
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
jadi kayak gitu sekarang. Sudah ke
sana?
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Keterangan:
 N1 : Anggota Forum Diskusi & Warga Kampung Peneleh.
 N2 : Anggota Forum Diskusi`& Ahli/Pakar Tulisan Kuno.
 N3 : Anggota Forum Diskusi.
 N4 : Anggota Forum Diskusi & Sejarawan Ampel.
 N5 : Anggota Forum Diskusi.
 N6 : Anggota Forum Diskusi.
 N7 : Ketua RT.

101
102

c. Variabel Langgam Akulturasi


 Setelah dilakukannya tahapan di atas, maka dapat
terlihat bahwa bangunan cagar budaya di Kampung
Peneleh merupakan bangunan dengan satu gaya
bangunan, tetapi telah diubah atau diganti pada bagian-
bagian tertentu dengan gaya bangunan lainnya, sehingga
bangunan tersebut menjadi bangunan akulturasi.
Bangunan tersebut antara lain Masjid Jami’ Peneleh dan
Rumah Roeslan Abdulgani.
 Terdapat 2 pendapat bahwa rumah HOS. Tjokroaminoto
merupakan bangunan akulturasi karena didominasi oleh
gaya tradisional, tetapi pada elemen atap terdapat
cerobong palsu yang mengambil gaya dari bangunan
kolonial.
 Berdasarkan hasil wawancara di atas, ditemukan bahwa
era kolonial, tidak hanya mengambil gaya kolonial,
tetapi juga mengambil gaya bangunan tradisional.

102
103
Tabel 4. 7 Hasil Coding Indikasi Variabel Fungsi Bangunan
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
terkonfirmasinya bahwa
Kayak Rumah Ruslan Abdulgani, variabel fungsi bangunan
N1 – 63 itu kafe dulunya. Gatau sekarang Terkonfirmasi pada kawasan Kampung
apa yaa… Peneleh oleh responden
sebanyak satu (1) kali.
terkonfirmasinya bahwa
Iyo biyen jenenge WOSS, Warung variabel fungsi bangunan
N2 – 65 Omah Sejarah Surabaya, Terkonfirmasi pada kawasan Kampung
Plampitan. Peneleh oleh responden
sebanyak satu (1) kali.
terkonfirmasinya bahwa
(P - 61) Kalo untuk fungsi-fungsinya
variabel fungsi bangunan
pak?
N3 - 62 Terkonfirmasi pada kawasan Kampung
(N3 - 62) Kalo fungsinya juga
Peneleh oleh responden
masih sama.
sebanyak satu (1) kali.
N4 - 64 Iya, dulu itu rumah Cak Ru situ Terkonfirmasi terkonfirmasinya bahwa

103
104
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
kafe, dulu enak lo pak, onok variabel fungsi bangunan
kronconge. pada kawasan Kampung
Peneleh oleh responden
sebanyak satu (1) kali.
Iyo.. Tjokro itu paling akeh terkonfirmasinya bahwa
diparani orang-orang. Cuma mau variabel fungsi bangunan
N5 -12 liat tidure Soekarno tok biasa e. Kalo Terkonfirmasi pada kawasan Kampung
gak, ya.. buat tugas-tugase Peneleh oleh responden
mahasiswa. sebanyak satu (1) kali.
Kalo fungsi-fungsinya ya… ada terkonfirmasinya bahwa
yang dipakai ada yang belum. variabel fungsi bangunan
N6 - 11 Kayak omahe Tjokroaminoto itu.. Terkonfirmasi pada kawasan Kampung
kan sekarang banyak pengunjungnya, Peneleh oleh responden
sebelum covid-covid ini. sebanyak satu (1) kali.
Untuk fungsi-fungsinya ya… bcb terkonfirmasinya bahwa
N7 - 35 disini itu tetep kayak dulu. Cuman Terkonfirmasi variabel fungsi bangunan
untuk rumah Soekarno itu yang saya pada kawasan Kampung

104
105
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
bilang tadi… karena pemkot gak Peneleh oleh responden
megang ya, jadi kayak gini sekarang. sebanyak satu (1) kali.
Orang-orang sekitarnya juga… yang
penting gak diapa-apain gitu
mikirnya lah. Mungkin langgar
duwur itu ya… karena mungkin
belum selama bangunan-bangunan
cagar lainnya ya.. keliatan kurang
ya..
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Keterangan:
 N1 : Anggota Forum Diskusi & Warga Kampung Peneleh.
 N2 : Anggota Forum Diskusi`& Ahli/Pakar Tulisan Kuno.
 N3 : Anggota Forum Diskusi.
 N4 : Anggota Forum Diskusi & Sejarawan Ampel.
 N5 : Anggota Forum Diskusi.
 N6 : Anggota Forum Diskusi.

105
106
 N7 : Ketua RT.

106
107

d. Variabel Fungsi Bangunan


 Setelah dilakukannya tahapan di atas, maka dapat
terlihat bahwa fungsi dari tiap bangunan cagar budaya
sudah ada yang dikelola dengan baik serta terdapat
bangunan yang berubah alih fungsi dari aslinya.
 Adapula bangunan cagar budaya yang belum berfungsi
dengan optimal atau dioptimalkan pemerintah.
 Bangunan cagar budaya yang sudah difungsikan dan
dikelola dengan baik adalah rumah HOS.
Tjokroaminoto yang dialih fungsikan sebagai museum
kecil peninggalan dari HOS. Tjokroaminoto.
 Bangunan cagar budaya lainnya yang sudah berubah
alihfungsinya seperti rumah Roeslan Abdulgani. Fungsi
asli dari rumah tersebut adalah tempat tinggal dari tokoh
Roeslan Abdulgani, akan tetapi pernah berubah menjadi
sebuah kafe kecil.

107
108
Tabel 4. 8 Hasil Coding Indikasi Variabel Kondisi Bangunan
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
Kondisinya sekarang udah bagus-
terkonfirmasinya bahwa
bagus mas. Maksudnya, sudah
variabel kondisi bangunan
keurus lah, buat melindungi
N1 – 67 Terkonfirmasi pada kawasan Kampung
bangunan itu, biar diliatnya kayak
Peneleh oleh responden
sudah keurus. Padahal ya itu
sebanyak satu (1) kali.
diluarnya aja.
Kalo ngomongin kondisi bangunan
terkonfirmasinya bahwa
ya… ya bener diomongin tadi,
variabel kondisi bangunan
bagus-bagus aja, tapi belum dikelola
N2 – 69 Terkonfirmasi pada kawasan Kampung
biar orang-orang itu bisa tau lebih
Peneleh oleh responden
dalem bangunane itu apa, sejarahe itu
sebanyak satu (1) kali.
apa.
Kalo kondisi seh… bangunane terkonfirmasinya bahwa
bagus seh mas, tapi sayangnya kan variabel kondisi bangunan
N3 – 104 Terkonfirmasi
belum banyak yang tau itu dimana, pada kawasan Kampung
ada apa di situ, sejarahe lah maksude. Peneleh oleh responden

108
109
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
sebanyak satu (1) kali.
terkonfirmasinya bahwa
Iya. Kondisinya untuk bangunane
variabel kondisi bangunan
sudah bagus, tapi yang kurang itu
N4 – 68 Terkonfirmasi pada kawasan Kampung
pengelolaane belum seh dari
Peneleh oleh responden
pemkotnya.
sebanyak satu (1) kali.
terkonfirmasinya bahwa
Disini kalo bangunanya ada apa-
variabel kondisi bangunan
apa gitu, kondisi bangunane ketok
N5 – 14 Terkonfirmasi pada kawasan Kampung
elek, ya dibenerin. Omahe
Peneleh oleh responden
Tjokroaminoto iku wes apik.
sebanyak satu (1) kali.
terkonfirmasinya bahwa
Ya kalo kondisi bangunan disini
variabel kondisi bangunan
dirawat… Mungkin ada yang gak
N6 – 15 Terkonfirmasi pada kawasan Kampung
keurus, tapi mayoritas bangunannya
Peneleh oleh responden
disini udah bagus-bagus.
sebanyak satu (1) kali.
N7 - 35 Untuk fungsi-fungsinya ya… bcb Terkonfirmasi terkonfirmasinya bahwa

109
110
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
disini itu tetep kayak dulu. Cuman variabel kondisi bangunan
untuk rumah Soekarno itu yang saya pada kawasan Kampung
bilang tadi… karena pemkot gak Peneleh oleh responden
megang ya, jadi kondisinya kayak sebanyak satu (1) kali.
gini sekarang. Orang-orang
sekitarnya juga… yang penting gak
diapa-apain gitu mikirnya lah.
Mungkin langgar duwur itu ya…
karena mungkin belum selama
bangunan-bangunan cagar lainnya
ya.. keliatan kurang ya.. Menurut
saya, bangunan yang kondisinya
kurang banget disini itu cuma
rumahnya Soekarno. Sayang
banget itu..
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Keterangan:
110
111
 N1 : Anggota Forum Diskusi & Warga Kampung Peneleh.
 N2 : Anggota Forum Diskusi`& Ahli/Pakar Tulisan Kuno.
 N3 : Anggota Forum Diskusi.
 N4 : Anggota Forum Diskusi & Sejarawan Ampel.
 N5 : Anggota Forum Diskusi.
 N6 : Anggota Forum Diskusi.
 N7 : Ketua RT.

111
112

e. Variabel Kondisi Bangunan


 Setelah dilakukannya tahapan di atas, maka dapat
terlihat bahwa kondisi dari bangunan cagar budaya di
Kampung Peneleh telah terawat.
 Kondisi bangunan cagar budaya di Kampung Peneleh
dirawat semenjak ditetapkan menjadi bangunan cagar
budaya oleh Pemerintah Kota Surabaya.
 Terdapat satu bangunan cagar budaya yang dianggap
masih kurang, yakni rumah kelahiran Soekarno yang
masih belum dikelola dengan baik.
 Sayangnya, dengan baiknya kondisi dari tiap bangunan
cagar budaya tersebut, belum ada tindaklanjut untuk
pengelolaan selanjutnya dari dinas terkait.

112
113
Tabel 4. 9 Hasil Coding Indikasi Variabel Elemen Bangunan
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
O… kalo elemennya masih pada terkonfirmasinya bahwa
asli-asli. Tapi, ya itu tadi… variabel elemen
Rumahnya Soekarno itu yang saya gak bangunan pada kawasan
N1 - 71 Terkonfirmasi
tau bentuk aslinya memang seperti itu Kampung Peneleh oleh
atau sudah berubah total ya… karena responden sebanyak satu
saya juga gak paham seh (1) kali.
terkonfirmasinya bahwa
Elemennya harusnya banyak yang
variabel elemen
masih asli kok mas, paling ada-ada
bangunan pada kawasan
N2 – 72 aja yang diganti tapi gak merusak Terkonfirmasi
Kampung Peneleh oleh
estetika kayak aslinya kecuali kalo
responden sebanyak satu
memang harus berubah ya…
(1) kali.
Kalo itu biasanya elemen-elemen terkonfirmasinya bahwa
kayak gitu sebisa mungkin tetep seh variabel elemen
N3 – 108 Terkonfirmasi
mas, jadi kalo pun emang udah rusak bangunan pada kawasan
ta jelek gitu dibenerin seasli-asli Kampung Peneleh oleh

113
114
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
mungkin. Kayak Ruslan Abdulgani itu responden sebanyak satu
kan kamu lihatnya depannya di cat (1) kali.
kayak gitu ya… mungkin dulunya
seperti itu, terus pernah diganti-ganti,
atau itu mungkin dari sejak dia eh…
pas itu jadi kafe. Gak ngerubah
semuanya, iya.
terkonfirmasinya bahwa
Iyaa, bener. Ada yang elemen-
variabel elemen
elemene kayak pintue, ta dindinge
bangunan pada kawasan
N4 – 73 onok seng keropos, paling kan diganti Terkonfirmasi
Kampung Peneleh oleh
tok, di gawe semirip mungkin sama
responden sebanyak satu
yang dulu kayak gimana..
(1) kali.
Yo… gak ngerti seh elemen-elemen e terkonfirmasinya bahwa
udah pernah diganti apa belum. variabel elemen
N5 – 18 Terkonfirmasi
Pokoknya sekarang kalo dilihat dari bangunan pada kawasan
depan wes apik… Emane ae gurung Kampung Peneleh oleh

114
115
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
akeh seng ero… responden sebanyak satu
(1) kali.
Kalo itu, kayak elemen bangunan
terkonfirmasinya bahwa
seng sampeyan sebutin itu mungkin
variabel elemen
sudah dibener-benerin pas jadi
bangunan pada kawasan
N6 - 17 sudah ditetepin bangunan cagar Terkonfirmasi
Kampung Peneleh oleh
budaya ya, pas mau pasang plakat di
responden sebanyak satu
bangunane iku biasane dibenerin dulu,
(1) kali.
baru…
Kalo yang di rumahnya
Tjokroaminoto, elemen-elemennya itu terkonfirmasinya bahwa
masih asli tapi pernah… bukan variabel elemen
renovasi, tapi dibagusin lagi gitu lah bangunan pada kawasan
N7 – 37 Terkonfirmasi
biar terlihat bagus, menarik lah buat Kampung Peneleh oleh
didatengin sama orang-orang. responden sebanyak satu
Sayangnya kan masih belum banyak (1) kali.
tau dimana rumahnya, yang tau-tau itu

115
116
Terkonfirmasi/
Kode
Transkrip Tidak Validasi
Wawancara
Terkonfirmasi
biasanya kayak sampeyan-sampeyan
gini, untuk skripsinya atau yang suka
sama sejarah gitu biasanya nyariin
rumah-rumah. Jadi dibagusin
rumahnya biar keliatan kalo cagar
budaya disitu sudah terlindungi.
Padahal ya belum semuanya, kalo
disini ini.
Sumber: Hasil Analisis, 2020

Keterangan:
 N1 : Anggota Forum Diskusi & Warga Kampung Peneleh.
 N2 : Anggota Forum Diskusi`& Ahli/Pakar Tulisan Kuno.
 N3 : Anggota Forum Diskusi.
 N4 : Anggota Forum Diskusi & Sejarawan Ampel.
 N5 : Anggota Forum Diskusi.
 N6 : Anggota Forum Diskusi.
 N7 : Ketua RT.

116
117

f. Variabel Elemen Bangunan


 Setelah dilakukannya tahapan di atas, maka dapat
ditemukan bahwa elemen bangunan pada Kawasan
Kampung Peneleh mayoritas merupakan elemen asli
sejak awal dibangun.
 Adanya potensi bahwa di beberapa bangunan cagar
budaya telah merubah elemen bangunan, seperti
bagian pintu maupun fasade. Mengakibatkan sulit
untuk mengidentifikasikan bentuk asli bangunan
cagar budaya.
 Pada variabel ini, rumah kelahiran Soekarno dibahas
cukup lama di dalam variabel ini, dikarenakan
adanya potensi perubahan pada elemen-elemen asli
dari bangunan cagar budaya tersebut.

4.2.1.2 Kesimpulan Sasaran 1


Berdasarkan hasil analisa menggunakan content analysis
diatas, maka diperoleh hasil bahwa karakteristik langgam atau
gaya bangunan di Kampung Peneleh dari tiap 2 indikator dan 6
variabel terkonfirmasi, yaitu sebagai berikut:
1. Indikator 1 (Langgam atau Gaya Bangunan)
a. Variabel Kolonial
Pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh
terkonfirmasi bahwa bangunan cagar budaya di kawasan
tersebut merupakan langgam atau gaya bangunan era
kolonial. Gaya bangunan era kolonial tidak hanya
dimiliki cagar budaya saja, tetapi juga dimiliki
bangunan-bangunan pada perbatasan kawasan Kampung
Peneleh baik yang masih difungsikan maupun
ditelantarkan.

117
118

b. Variabel Tradisional
Pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh
terkonfirmasi bahwa bangunan cagar budaya di kawasan
tersebut merupakan langgam atau gaya bangunan
tradisional Jawa. Bangunan dengan langgam tradisional
Jawa tidak hanya dimiliki bangunan cagar budaya saja,
tetapi juga dimiliki bangunan-bangunan pada perbatasan
kawasan Kampung Peneleh baik yang masih difungsikan
maupun ditelantarkan.

c. Variabel Akulturasi
Pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh
terkonfirmasi bahwa bangunan cagar budaya di kawasan
tersebut memiliki langgam atau gaya bangunan
akulturasi atau campuran antara dua gaya bangunan.
Adanya bangunan dengan langgam akulturasi pada cagar
budaya di Kampung Peneleh terjadi karena adanya
perbaikan/renovasi dari bangunan cagar budaya.

2. Indikator 2 (Karakteristik Bangunan)


a. Variabel Fungsi Bangunan
Terkonfirmasinya fungsi bangunan cagar budaya
yang sudah dikelola dengan baik dan belum difungsikan
untuk mengembangkan kawasan cagar budaya Kampung
Peneleh. Selain itu, adapula bangunan cagar budaya yang
berubah alihfungsinya dari fungsi bangunan awalnya,
seperti rumah Roeslan Abdulgani, sedangkan fungsi
bangunan cagar budayayang sudah dikelola dengan baik
seperti rumah HOS. Tjokroaminoto.

118
119

b. Variabel Kondisi Bangunan


Terkonfirmasinya kondisi bangunan cgar budaya di
Kampung Peneleh yang telah terawat dari dinas terkait
dan terdapat bangunan cagar budaya yang belum dikelola
dengan baik serta tindaklanjut untuk pengelolaan
bangunan cagar budaya dari dinas terkait. Kondisi
bangunan cagar budaya yang dianggap masih kurang
seperti rumah kelahiran Soekarno.
c. Variabel Elemen Bangunan
Terkonfirmasinya elemen-elemen bangunan cagar
budaya yang telah terawat dengan baik dan
dipertahankan sebagaimana elemen aslinya. Sayangnya,
terdapat potensi bahwa di beberapa bangunan cagar
budaya telah merubah elemen bangunan terkait sehingga
sulit untuk mengidentifikasi bentuk asli bangunan cagar
budaya.

Setelah diketahui variabel yang terkonfirmasi dalam


menentukan visual kawasan cagar budaya di Kampung Peneleh,
Kota Surabaya, selanjutnya akan direkomendasi arahan pe
perkotaan untuk penguatan visual kawasan cagar budaya/heritage
Kampung Peneleh, Kota Surabaya.

4.2.2 Mengidentifikasi Karakteristik Visual Kawasan


Cagar Budaya di Kampung Peneleh, Kota Surabaya
Pada sasaran kedua, yakni mengidentifikasi karakteristik
kawasan cagar budaya di Kampung Peneleh dilakukan analisis
menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif yang
menunjukkan fakta dan keadaan saat penelitian berlangsung yang
disajikan apa adanya sesuai tahapan yang harus dipenuhi.

119
120

Tahapan yang pertama dilakukan adalah menentukan


daftar variabel yang diamati oleh peneliti dan didapat dari proses
sintesa kajian pustaka. Tahapan selanjutnya adalah peneliti
melakukan observasi atau pengamatan langsung di wilayah studi
peneliti. Dari hasil analisis ini didapatkan karakteristik kawasan
cagar budaya khususnya di Kampung Peneleh. Berikut hasil
analisis yang telah dilakukan peneliti:

4.2.2.1 Complexity and Surprise


Complexity and Surprise adalah sesuatu yang kompleks
dan tidak terduga, kemudian dapat meningkatkan rencana yang
dapat dibuat di kawasan cagar budaya tersebut. Pada kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh memiliki karakteristik
Complexity and Surprise yang kemudian diidentifikasi dari
diskontinuitas morfologi, sudut-sudut kawasan yang tidak terduga
dan jalan buntu, persimpangan jalan, jalan sempit, kontras,
batasan wilayah dan rasa untuk mengelilingi.

A. Diskontinuitas Morfologi
Diskontinuitas morfologi merupakan keragaman gaya
bangunan yang terdapat di Kampung Peneleh, berupa langgam
atau gaya bangunan kolonial, tradisional Jawa, dan akulturasi
(Frozi N5:9) Dengan beragamnya gaya bangunan/langgam dari
bangunan-bangunan yang ada di Kampung Peneleh sehingga
terjadi diskontinuitas morfologi yang membuat kawasan tersebut
menjadi tidak selaras/serasi antar bangunan.

B. Sudut Tidak Terduga dan Jalan Buntu


Sudut tidak terduga merupakan suatu hal atau bagian
yang membuat seseorang tidak menduga hal tersebut. Sedangkan
jalan buntu adalah ujung jalan yang tidak lagi terkoneksi dengan
jalan lainnya. Kawasan cagar budaya Kampung Peneleh

120
121

memiliki sudut yang tidak terduga berupa makam di tengah jalan


dan jalan berbuntu pada kawasan permukiman warga di
Kampung Peneleh (Eko N7:15). Adanya makam di tengah jalan
membuat masyarakat merasa terganggu untuk mengelilingi
kawasan tersebut dan jalan berbuntu yang belum memiliki
informasi atau penanda.

C. Persimpangan Jalan
Persimpangan jalan adalah jalan dimana dua atau lebih
suatu jalan yang berpencar maupun bergabung. Pada kawasan
permukiman dan jalan di Kampung Peneleh mayoritas terdapat
persimpangan jalan yang menghubungkan antara satu gang
dengan gang sebelahnya. Dengan adanya persimpangan jalan di
kawasan permukiman dan jalan di Kampung Peneleh berpotensi
untuk memudahkan masyarakat mengelilingi kawasan cagar
budaya tersebut (Observasi lapangan, 2020).

D. Jalan Sempit
Jalan sempit merupakan jalan yang susah untuk diakses
bagi pejalan kaki maupun kendaraan bermotor. Pada kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh memiliki jalan-jalan yang
sempit mayoritas di kawasan permukiman warga. Jalan-jalan
sempit pada kawasan cagar budaya yang kurang informasi,
sehingga masyarakat dirasa kesulitan untuk mengelilingi
kawasan cagar budaya Kampung Peneleh.

E. Kontras
Variabel ini merupakan adanya kontras pada bangunan.
Adanya gaya bangunan yang cukup berbeda antar bangunan di
kawasan cagar budaya Kampung Peneleh (N3: 53). Bangunan di
Kampung Peneleh mayoritas kontras dengan bangunan
sekitarnya, dimana gaya bangunannya yang berbeda-beda dari

121
122

periode masa tertentu (kolonial, tradisional Jawa, dan akulturasi)


sehingga belum adanya keselarasan antar bangunan.

F. Batasan Wilayah
Batasan wilayah yang dimaksud pada variabel ini adalah
bentuk-bentuk bangunan yang berlokasi di bagian perbatasan
kawasan cagar budaya Kampung Peneleh. Batasan kawasan di
Kampung Peneleh diidentifikasi dengan bangunan-bangunan
yang tidak memperlihatkan kawasan tersebut merupakan
kawasan cagar budaya. Batasan kawasan tersebut kurang
teridentifikasi untuk menentukan kawasan tersebut dengan
kawasan sekitarnya (Kuncar N1:113).

G. Stimulating Tensions
Stimulating Tensions atau rasa untuk mengelilingi yang
dimaksud adanya atraksi-atraksi yang menarik pengunjung
berupa warisan cagar budaya yang terdapat di kawasan Kampung
Peneleh. Dengan minimnya deskripsi dan informasi dari setiap
cagar budaya di Kampung Peneleh, sehingga potensi dari setiap
bangunan cagar budaya sulit untuk dimanfaatkan keberadaannya
oleh masyarakat sebagai atraksi bagi pengunjung (Kuncar N1:
111). Banyaknya warisan cagar budaya berupa bangunan
bersejarah dapat dijadikan sebagai atraksi bagi pengunjung di
kawasan Kampung Peneleh.

122
123
Tabel 4. 10 Variabel Penelitian Pada Indikator Complexity and Surprise
Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Dengan
beragamnya gaya
bangunan/langgam
dari bangunan-
bangunan yang
Adanya keragaman gaya
ada di Kampung
bangunan di kawasan cagar
Peneleh sehingga
Diskontinuitas budaya Kampung Peneleh
 terjadi
Morfologi dari langgam kolonial,
diskontinuitas
langgam tradisional Jawa,
morfologi yang
dan langgam akulturasi.
membuat kawasan
tersebut menjadi
tidak selaras/serasi
antar bangunan
(Frozi N5:9).

123
124
Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Adanya makam
dan beberapa jalan
berbuntu pada
Kawasan cagar budaya
kawasan cagar
Kampung Peneleh memiliki
budaya Kampung
Sudut Tidak sudut yang tidak terduga
Peneleh, sehingga
Terduga dan  berupa makam di tengah
membuat
Jalan Buntu jalan dan jalan berbuntu
masyarakat
pada kawasan permukiman
terganggu untuk
warga di Kampung Peneleh.
mengelilingi
kawasan tersebut
(Eko N7:15).
Pada kawasan permukiman Dengan adanya
Persimpangan dan jalan di Kampung persimpangan

Jalan Peneleh mayoritas terdapat jalan di kawasan
persimpangan jalan yang permukiman dan

124
125
Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
menghubungkan antara satu jalan di
gang dengan gang Kampung
sebelahnya. Peneleh
berpotensi untuk
memudahkan
masyarakat
mengelilingi
kawasan cagar
budaya tersebut
(observasi
lapangan, 2020).
Jalan-jalan sempit
Terdapat jalan-jalan yang
pada kawasan
sempit mayoritas di
Jalan Sempit  cagar budaya yang
kawasan permukiman
kurang informasi,
warga.
sehingga

125
126
Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
masyarakat dirasa
kesulitan untuk
mengelilingi
kawasan cagar
budaya Kampung
Peneleh (observasi
lapangan).
Bangunan di
Kampung Peneleh
mayoritas kontras
Adanya gaya bangunan
dengan bangunan
yang cukup berbeda antar
Kontras  sekitarnya, dimana
bangunan di kawasan cagar
gaya bangunannya
budaya Kampung Peneleh.
yang berbeda-beda
dari periode masa
tertentu (kolonial,

126
127
Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
tradisional Jawa,
dan Akulturasi)
sehingga belum
adanya
keselarasan antar
bangunan (N3:
53).
Batasan kawasan
Batasan kawasan di Kampung Peneleh
Kampung Peneleh yang kurang
diidentifikasi dengan teridentifikasi
Batasan
 bangunan-bangunan yang untuk menentukan
Wilayah
tidak memperlihatkan kawasan tersebut
kawasan tersebut merupakan dengan kawasan
kawasan cagar budaya. sekitarnya
(Kuncar N1:113).

127
128
Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Minimnya
deskripsi dan
informasi dari
Banyaknya setiap cagar
warisan cagar budaya di
budaya berupa Kampung
Atraksi-atraksi yang
bangunan Peneleh, sehingga
menarik pengunjung berupa
Rasa untuk bersejarah potensi dari setiap
 warisan cagar budaya yang
Mengelilingi sebagai atraksi bangunan cagar
terdapat di kawasan
bagi pengunjung budaya sulit untuk
Kampung Peneleh.
di kawasan dimanfaatkan
Kampung keberadaannya
Peneleh. oleh masyarakat
sebagai atraksi
bagi pengunjung
(Kuncar N1: 111).
Sumber: Peneliti, 2020

128
129
Keterangan:
/ : Ada / Tidak Ada

Kesimpulan:
Karakteristik Complexity and Surprise merupakan suatu yang kompleks dan terduga. Pada kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh memiliki variabel dari karakteristik ini, sayangnya masih banyak
permasalahan yang ada seperti bentuk bangunan sekitar yang kontras, sudut tidak terduga yang
mengganggu jalan, dan kurangnya informasi-informasi agar masyarakat dapat mengelilingi kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh.

129
130
(halaman sengaja dikosongkan)

130
131
Peta 4. 3 Karakteristik Complexity and Surprise di Kampung Peneleh

Sumber: Peneliti, 2020

Keterangan:
: Gang Sempit dan Persimpangan Jalan
: Jalan Buntu
: Persimpangan Jalan pada Jalan Raya

131
132
(halaman sengaja dikosongkan)

132
133

4.2.2.2 Vitality and Robustness


Karakteristik Vitality and Robustness ini
mengidentifikasikan bagaimana masyarakat dapat tertarik datang
ke kawasan tersebut apabila memiliki hal yang menarik seperti
penggunaan lahan yang menarik seperti adanya toko, kafe,
restoran dan lain-lain, serta kepadatan, aktivitas dan kebiasaan
yang berkelanjutan sehingga menarik orang dari masa ke masa.

A. Variasi Penggunaan Lahan


Variabel ini merupakan keragaman penggunaan lahan
yang ada di Kampung Peneleh dan didominasi oleh permukiman
warga dan beberapa fasilitas umum. Pada kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh belum terdapat lahan yang dijadikan untuk
satu titik kumpul orang untuk mengunjungi kawasan tersebut.

B. Kebiasaan Masyarakat
Kebiasaan masyarakat yang sudah dilakukan masyarakat
sekitar sejak dulu. Kebiasaan tersebut berupa berjualan buah
yang didatangkan dari Bali, yang sayangnya hal tersebut sudah
punah/hilang dari kawasan cagar budaya Kampung Peneleh
(Khotib N4: 37).

C. Aktivitas Masyarakat
Aktivitas atau kegiatan masyarakat yang dilakukan
sehari-hari. Aktivitas sehari-hari masyarakat sekitar Kampung
Peneleh merupakan kegiatan ekonomi, seperti pasar dan kuliner.
Terdapat beberapa kuliner non-halal dan minimnya opsi kuliner
untuk pengunjung yang akan mengunjungi kawasan cagar
budaya Kampung Peneleh (N3: 42). Sedangkan pasar yang
terdapat di Kampung Peneleh dapat dikembangkan sebagai
potensi untuk menarik orang mengunjungi kawasan tersebut serta
memperkuat kawasan cagar budaya.

133
134
Tabel 4. 11 Variabel Penelitian pada Indikator Vitality and Robustness
Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Pada kawasan cagar
budaya Kampung
Penggunaan lahan di Peneleh belum
Kampung Peneleh terdapat lahan yang
Variasi
didominasi oleh dijadikan untuk satu
Penggunaan 
permukiman dan titik kumpul orang
Lahan
sebagian merupakan untuk mengunjungi
fasilitas umum. kawasan tersebut
(observasi lapangan,
2020).
Kebiasaan masyarakat Hilangnya kebiasaan
di kawasan tersebut masyarakat Kampung
Kebiasaan
 yang sudah dilakukan Peneleh yakni berupa
Masyarakat
sejak dulu. Kebiasaan kegiatan berjualan
yang sudah dilakukan buah, sehingga

134
135
Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
masyarakat sekitar kebiasaan yang sudah
Kampung Peneleh dilakukan sejak dulu
berupa berjualan buah sudah punah (Khotib
yang didatangkan dari N4: 37).
Bali, sayangnya hal
tersebut sudah
punah/hilang.
Pasar yang Terdapat beberapa
terdapat di kuliner non-halal dan
Aktivitas sehari-hari
Kampung minimnya opsi kuliner
masyarakat sekitar
Peneleh dapat untuk pengunjung
Aktivitas Kampung Peneleh
 dikembangkan yang akan
Masyarakat merupakan kegiatan
sebagai potensi mengunjungi kawasan
ekonomi, seperti pasar
untuk menarik cagar budaya
dan kuliner.
orang Kampung Peneleh
mengunjungi (N3: 42).

135
136
Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
kawasan
tersebut serta
memperkuat
kawasan cagar
budaya
Kampung
Peneleh.
Sumber: Peneliti, 2020
Keterangan:
/ : Ada / Tidak Ada

Kesimpulan:
Karakteristik Vitality and Robustnes mengidentifikasikan bagaimana masyarakat dapat tertarik datang
ke kawasan tersebut dengan penggunaan lahan kawasan, kebiasaan sejak lama dan aktivitas sehari-hari
masyarakat sekitar. Sayangnya, kebiasaan masyarakat Kampung Peneleh sudah hilang sehingga
kurangnya atraksi yang ada di kawasan tersebut.

136
137
Peta 4. 4 Karakteristik Vitality and Robustness di Kampung Peneleh

Sumber: Peneliti, 2020

Keterangan:
: Kebiasaan masyarakat Kampung Peneleh yang sudah hilang.

: Aktivitas masyarakat Kampung Peneleh berupa pasar dan kuliner.

137
138
(halaman sengaja dikosongkan)

138
139

4.2.2.3 Enclosure and Linkages


Karakteristik Enclosure and Linkages adalah batasan
kawasan yang menegaskan antara kawasan tersebut dengan
kawasan sekitarnya. Batasan tersebut didasari dengan makna
psikologis atau bentuk fisik dan jaringan (urban tissue) yang
berhubungan dengan aksesibilitas sehingga membuat masyarakat
nyaman.

A. Pedestrian Ways dan Fasilitas Pelengkap Jalan


Jalur pejalan kaki dan fasilitas pelengkap jalan sebagai
fasilitas penunjang kawasan cagar budaya Kampung
Peneleh.Tidak tersedianya pedestrian ways dan fasilitas
pelengkap jalan pada batas kawasan maupun di dalam kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh, harusnya pedestrian ways dan
fasilitas pelengkap jalan terdapat di kawasan tersebut sebagai
penghubung antar bangunan cagar budaya dan sebagai fasilitas
penunjang bagi pejalan kaki untuk kenyamanan dalam
berkeliling kawasan tersebut (Observasi lapangan, 2020).

B. Ketegasan Bangunan
Bentuk fisik di suatu kawasan sebagai penegas batas antar
kawasan, sayangnya hal ini belum terlihat dari bentuk fisik untuk
mempertegas batas kawasan Kampung Peneleh dengan kawasan
sekitarnya (Observasi lapangan, 2020), seperti menambah
ornament atau bentuk fisik agar seseorang mengetahui berada di
kawasan cagar budaya Kampung Peneleh (Khotib N4: 22).

139
140

Tabel 4. 12 Variabel Penelitian pada Indikator Enclosure and Linkages


Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Tidak tersedianya
Pedestrian ways atau pedestrian ways dan
jalur pejalan dan fasilitas pelengkap jalan
fasilitas pelengkap jalan pada batas kawasan
pada batas kawasan maupun di dalam
Pedestrian untuk kenyamanan kawasan cagar budaya
Ways dan pejalan kaki. Tidak Kampung Peneleh,
Fasilitas  tersedianya pedestrian harusnya pedestrian ways
Pelengkap ways dan fasilitas dan fasilitas pelengkap
Jalan pelengkap jalan pada jalan terdapat di kawasan
batas kawasan maupun tersebut sebagai
di dalam kawasan cagar penghubung antar
budaya Kampung bangunan cagar budaya
Peneleh, dan sebagai fasilitas
penunjang bagi pejalan

140
141

Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
kaki untuk kenyamanan
dalam berkeliling
kawasan tersebut
(observasi lapangan,
2020).
Bentuk fisik di suatu
kawasan sebagai Belum adanya ketegasan
penegas batas antar atau keserasian bangunan
kawasan. Belum adanya untuk mempertegas batas
Ketegasan
 bentuk fisik untuk kawasan Kampung
Bangunan
mempertegas batas Peneleh dengan kawasan
kawasan Kampung sekitarnya (Khotib N4:
Peneleh dengan 22).
kawasan sekitarnya.
Sumber: Peneliti, 2020

141
142

Keterangan:
/ : Ada / Tidak Ada

Kesimpulan:
Karakteristik Enclosure and Linkages adalah batasan kawasan yang menegaskan antara kawasan
tersebut dengan kawasan sekitarnya. Karakteristik ini dapat dilihat dari pedestrian ways dan fasilitas
pelengkap jalan serta ketegasan bangunan di batas kawasan Kampung Peneleh. Sayangnya belum
terdapat pedestrian ways dan fasilitas pelengkap jalan serta gaya bangunan yang masih belum
menegaskan batasan antara kawasan cagar budaya Kampung Peneleh dengan kawasan sekitarnya.

142
143

Peta 4. 5 Karakteristik Enclosure and Linkages di Kampung Peneleh

Sumber: Peneliti, 2020


Keterangan:
: Ketegasan bangunan dan fasilitas pelengkap jalan yang kurang di Kampung Peneleh.

143
144

(halaman sengaja dikosongkan)

144
145

4.2.2.4 Transparency and Vistas


Karakteristik Transparency and Vistas adalah titik fokus
(focal point) dari kawasan atau sesuatu yang menjadi patokan
yang dapat dilihat dari dekat maupun jauh ketika berada di sekitar
kawasan tersebut, serta suatu kawasan mampu memberikan rasa
aman.

A. Titik Fokus
Tempat titik berkumpulnya orang yang mengunjungi
kawasan tersebut. Pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh
belum terdapat titik fokus untuk tempat berkumpulnya orang
yang akan mengunjungi kawasan tersebut (Kuncar N1: 22). Hal
ini dapat juga seperti titik dimana orang merasa menarik dalam
bentuk fisik maupun non-fisik

B. Fasilitas Pelengkap Jalan


Fasilitas-fasilitas pelengkap untuk menunjang titik
kumpul pengunjung di suatu kawasan. Hal ini belum tersedia
pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh sebagai
kenyamanan dan kemudahan seseorang yang akan berkunjung ke
kawasan tersebut (Observasi lapangan, 2020).

145
146

Tabel 4. 13 Variabel Penelitian pada Indikator Transparency and Vistas


Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Tempat titik berkumpulnya
Tidak tersedianya
orang yang mengunjungi
titik fokus sebagai
kawasan tersebut. Pada
tempat
kawasan cagar budaya
berkumpulnya
Titik Fokus  Kampung Peneleh belum
orang yang akan
terdapat titik fokus untuk
mengunjungi
tempat berkumpulnya orang
kawasan tersebut
yang akan mengunjungi
(Kuncar N1: 22).
kawasan tersebut.
Fasilitas-fasilitas pelengkap Belum tersedianya
untuk menunjang titik fasilitas pelengkap
Fasilitas
kumpul pengunjung di suatu jalan untuk
Pelengkap 
kawasan. Hal ini belum menunjang
Jalan
tersedia pada kawasan cagar kenyamanan dan
budaya Kampung Peneleh kemudahan

146
147

Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
sebagai kenyamanan dan pengunjung
kemudahan seseorang yang kawasan cagar
akan berkunjung ke budaya Kampung
kawasan tersebut. Peneleh (observasi
lapangan, 2020).
Sumber: Peneliti, 2020
Keterangan:
/ : Ada / Tidak Ada

Kesimpulan:
Karakteristik Transparency and Vistas adalah titik fokus (focal point) dari kawasan atau sesuatu yang
menjadi patokan yang dapat dilihat dari dekat maupun jauh ketika berada di sekitar kawasan tersebut,
serta suatu kawasan mampu memberikan rasa aman. Belum terdapatnya titik focus pada kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh dan fasilitas pelengkap jalan untuk kenyamanan dan kemudahan
orang yang akan mengelilingi kawasan tersebut.

147
148

(halaman sengaja dikosongkan)

148
149

Peta 4. 6 Karakteristik Transparency and Vistas di Kampung Peneleh

Sumber: Peneliti, 2020


Keterangan:
: Letak titik fokus yang dapat menunjang titik kumpul seseorang.
: Letak kurangnya fasilitas pelengkap jalan.

149
150

(halaman sengaja dikosongkan)

150
151

4.2.2.5 Legibility and Coherence


Karakteristik Legibility and Coherence merupakan
sesuatu yang mendefinisikan kawasan tersebut kepada bentuk
fisik serta navigable atau perjalanan seseorang yang mengunjungi
kawasan tersebut lebih mudah/tidak hilang arah.

A. Gaya Bangunan
Bentuk bangunan yang dapat mendefinisikan suatu
kawasan. Pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh,
terdapat gaya bangunan yang beragam, dari langgam kolonial,
tradisional Jawa, dan akulturasi, serta terdapat bangunan terlantar
yang memiliki gaya bangunan dari suatu masa (Frozi N5: 9).
Pada bangunan terlantar dengan gaya bangunan dari suatu masa
pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh dapat berpotensi
berupa pelestarian atau perawatan sehingga dapat mendefinisikan
kawasan cagar budaya. Dengan beragamnya langgam bangunan
di Kampung Peneleh, sehingga sulit untuk mendefinisikan
kawasan tersebut, serta banyaknya bangunan terlantar yang
memiliki gaya bangunan dari masa tertentu.

B. Fasilitas Pelengkap Jalan


Fasilitas pelengkap jalan yang dapat mengarahkan
(navigable) orang yang mengunjungi suatu kawasan. Pada
kawasan cagar budaya Kampung Peneleh belum tersedia
fasilitas-fasilitas untuk mengarahkan orang untuk mengelilingi
kawasan tersebut maupun mengarahkan ke bangunan cagar
budaya di Kampung Peneleh (Observasi lapangan, 2020).

151
152

Tabel 4. 14 Variabel Penelitian pada Indikator Legibility and Coherence


Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Pada bangunan Dengan
terlantar dengan beragamnya
Bentuk bangunan yang dapat
gaya bangunan langgam
mendefinisikan suatu
dari suatu masa bangunan di
kawasan. Pada kawasan
pada kawasan Kampung
cagar budaya Kampung
cagar budaya Peneleh, sehingga
Peneleh, terdapat gaya
Kampung sulit untuk
Gaya bangunan yang beragam,
 Peneleh dapat mendefinisikan
Bangunan dari langgam kolonial,
berpotensi kawasan tersebut,
tradisional Jawa, dan
berupa serta banyaknya
akulturasi, serta terdapat
pelestarian atau bangunan terlantar
bangunan terlantar yang
perawatan yang memiliki
memiliki gaya bangunan dari
sehingga dapat gaya bangunan
suatu masa.
mendefinisikan dari masa tertentu
kawasan cagar (Frozi N5: 9).

152
153

Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
budaya.
Fasilitas pelengkap jalan
Belum tersedianya
yang dapat mengarahkan
fasilitas pelengkap
(navigable) orang yang
jalan seperti denah
mengunjungi suatu kawasan.
atau informasi
Pada kawasan cagar budaya
yang dapat
Fasilitas Kampung Peneleh belum
mengarahkan
Pelengkap  tersedia fasilitas-fasilitas
seseorang
Jalan untuk mengarahkan orang
(navigable) untuk
untuk mengelilingi kawasan
mengelilingi
tersebut maupun
kawasan tersebut
mengarahkan ke bangunan
(observasi
cagar budaya di Kampung
lapangan, 2020).
Peneleh.
Sumber: Peneliti, 2020
Keterangan:

153
154

/ : Ada / Tidak Ada

Kesimpulan:
Karakteristik Legibility and Coherence merupakan sesuatu yang mendefinisikan kawasan tersebut
kepada bentuk fisik serta navigable atau perjalanan seseorang yang mengunjungi kawasan tersebut
lebih mudah/tidak hilang arah. Dengan gaya bangunan yang beragam pada kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh, sehingga sulit untuk mendefinisikan kawasan tersebut, serta banyaknya bangunan
terlantar yang memiliki gaya bangunan dari masa tertentu. Selain itu, belum terdapatnya fasilitas
pelengkap jalan seperti denah atau informasi yang dapat mengarahkan orang untuk mengelilingi
kawasan tersebut.

154
155

Peta 4. 7 Karakteristik Legibility and Coherence di Kampung Peneleh

Sumber: Peneliti, 2020


Keterangan:

: Gaya bangunan yang kurang mendefinisikan kawasan cagar budaya Kampung Peneleh dan fasilitas pelengkap jalan yang tidak ada untuk
mengarahkan seseorang.

155
156

(halaman sengaja dikosongkan)

156
157

4.2.2.6 Architectural Richness


Karakteristik Architectural Richness merupakan
kekayaan arsitektur yang ada pada suatu kawasan tersebut, seperti
pada bangunan-bangunannya, pedestrian ways dengan fasilitas
pelengkap jalan, dan tengara atau landmarks.

A. Gaya Bangunan
Suatu kawasan yang memiliki kekayaan arsitektur. Hal
ini terdapat di kawasan cagar budaya Kampung Peneleh yang
memiliki beragam gaya bangunan, berupa kolonial, tradisional
Jawa, dan akulturasi (Kang Reang N6: 8). Dengan keberagaman
gaya bangunan yang dimiliki kawasan cagar budaya Kampung
Peneleh membuat kawasan tersebut dilihat kurangnya keserasian
antar bangunan.

B. Pedestrian Ways
Bentuk Jalur pejalan kaki sebagai fasilitas penunjang
pejalan kaki untuk mengelilingi kawasan tersebut. Sayangnya, hal
ini belum terdapat di kawasan cagar budaya Kampung Peneleh
(Observasi lapangan, 2020).

C. Tengara (Landmarks)
Bentuk fisik di suatu kawasan sebagai patokan atau
ancar-ancar seseorang. Pada kawasan cagar budaya Kampung
Peneleh belum terdapat penentuan tengara atau landmarks
sebagai patokan seseorang yang mengunjungi kawasan cagar
budaya (Kuncar N1: 48).

157
158

Tabel 4. 15 Variabel Penelitian pada Indikator Architectural Richness


Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Dengan
keberagaman gaya
Suatu kawasan yang
bangunan yang
memiliki kekayaan
dimiliki kawasan
arsitektur. Hal ini terdapat di
cagar budaya
kawasan cagar budaya
Gaya Kampung Peneleh
 Kampung Peneleh yang
Bangunan membuat kawasan
memiliki beragam gaya
tersebut dilihat
bangunan, berupa kolonial,
kurangnya
tradisional Jawa, dan
keserasian antar
akulturasi.
bangunan (Kang
Reang N6: 8).
Jalur Pejalan Jalur pejalan kaki sebagai Tidak ada jalur
Kaki  fasilitas penunjang pejalan pejalan kaki atau
(Pedestrian kaki untuk mengelilingi pedestrian ways

158
159

Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Ways) kawasan tersebut. dengan kekayaan
Sayangnya, hal ini belum arsitektural di
terdapat di kawasan cagar seluruh kawasan
budaya Kampung Peneleh. cagar budaya
Kampung
Peneleh, sehingga
kurang
memperindah
kawasan tersebut
(Observasi
lapangan, 2020).
Bentuk fisik di suatu Tidak adanya
kawasan sebagai patokan landmarks atau
Tengara
 atau ancar-ancar seseorang. tengara dengan
(Landmarks)
Pada kawasan cagar budaya bentuk fisik yang
Kampung Peneleh belum dapat dijadikan

159
160

Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
terdapat penentuan tengara patokan seseorang
atau landmarks sebagai yang akan
patokan seseorang yang mengunjungi
mengunjungi kawasan cagar kawasan tersebut
budaya. (Kuncar N1: 48).
Sumber: Peneliti, 2020

Keterangan:
/ : Ada / Tidak Ada

Kesimpulan:
Karakteristik Architectural Richness merupakan kekayaan arsitektur yang ada pada suatu kawasan
tersebut, seperti pada bangunan-bangunannya, pedestrian ways dengan fasilitas pelengkap jalan, dan
tengara atau landmarks. Gaya bangunan yang beragam pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh
sehingga membuat kurangnya keserasian antar bangunan, dan belum terdapatnya jalur pejalan kaki

160
161

dan fasilitas pelengkap jalan serta belum adanya landmarks sebagai patokan seseorang yang akan
mengunjungi kawasan tersebut.

161
162

Peta 4. 8 Karakteristik Architectural Richness di Kampung Peneleh

Sumber: Peneliti, 2020


Keterangan:
: Gaya bangunan yang tidak serasi dan tidak tersedianya pedestrian ways dengan kekayaan arsitektural.
: Landmarks dengan arsitektural tertentu sebagai patokan seseorang yang akan mengelilingi kawasan tersebut.

162
163

(halaman sengaja dikosongkan)

163
164

4.2.2.7 Personalization and Community Values


Personalization and Community Values adalah proses
partisipatori yang memungkinkan untuk melakukan ide-ide
pembangunan di kawasan tersebut sehingga tidak merusak suatu
kesan kawasan dan menghilangkan nilai sosial budaya
masyarakat sekitar kawasan.

A. Ide Pembangunan
Bentuk mempertahankan, melestarikan, dan/atau
mengembangkan suatu kawasan. Hal ini terdapat pada kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh, berupa mempertahankan
bangunan-bangunan cagar budaya di kawasan tersebut. Dengan
mempertahankan bangunan cagar budaya Kampung Peneleh
berpotensi untuk menarik pengunjung ke kawasan tersebut. Ide
pembangunan di kawasan cagar budaya Kampung Peneleh yang
masih berupa mempertahankan tiap bangunan dan belum adanya
ide pembangunan lainnya untuk mengembangkan kawasan cagar
budaya di Kampung Peneleh (Kuncar N1: 48).

B. Nilai Sosial Budaya


Bentuk nilai sosial-budaya masyarakat sekitar kawasan
yang terdapat pada kawasan ini berupa kebiasaan orang Bali yang
sudah menetap sejak di Kampung Peneleh, seperti nyepi atau
upacara adat lainnya (Khotib N4: 35). Bentuk nilai sosial-budaya
di kawasan cagar budaya Kampung Peneleh yang tidak
ditemukan dari masyarakat lokal sendiri.

164
165

Tabel 4. 16 Variabel Penelitian pada Indikator Personalizationand Community Values


Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Ide pembangunan
di kawasan cagar
Dengan budaya Kampung
Bentuk mempertahankan, mempertahankan Peneleh yang
melestarikan, dan/atau bangunan cagar masih berupa
mengembangkan suatu budaya mempertahankan
kawasan. Hal ini terdapat Kampung tiap bangunan dan
Ide
 pada kawasan cagar budaya Peneleh belum adanya ide
Pembangunan
Kampung Peneleh, berupa berpotensi untuk pembangunan
mempertahankan bangunan- menarik lainnya untuk
bangunan cagar budaya di pengunjung ke mengembangkan
kawasan tersebut. kawasan kawasan cagar
tersebut. budaya di
Kampung
Peneleh.

165
166

Ada/Tidak
Variabel Ada Keterangan Potensi Masalah
/
Bentuk nilai sosial-budaya Bentuk nilai
masyarakat sekitar kawasan sosial-budaya di
yang terdapat pada kawasan kawasan cagar
Nilai Sosial- ini berupa kebiasaan orang budaya Kampung

Budaya Bali yang sudah menetap Peneleh yang tidak
sejak di Kampung Peneleh, ditemukan dari
seperti nyepi atau upacara masyarakat lokal
adat lainnya. sendiri.
Sumber: Peneliti, 2020
Keterangan:
/ : Ada / Tidak Ada

Kesimpulan:

Personalization and Community Values adalah proses partisipatori yang memungkinkan untuk
melakukan ide-ide pembangunan di kawasan tersebut sehingga tidak merusak suatu kesan kawasan
dan menghilangkan nilai sosial budaya masyarakat sekitar kawasan. Ide pembangunan yang ada di

166
167

Kampung Peneleh masih berupa mempertahankan bentuk fisik, belum adanya pengembangan lebih
lanjut untuk kawasan cagar budaya Kampung Peneleh dan nilai sosial-budaya yang belum ditemukan
dari masyarakat lokal sendiri.

167
168

Peta 4. 9 Karakteristik Personalization and Community Values di Kampung Peneleh

Sumber: Peneliti, 2020


Keterangan:
: Bangunan cagar budaya dengan ide pembangunan.

: Bentuk nilai sosial-budaya yang ada di Kampung Peneleh.

168
169

(halaman sengaja dikosongkan)

169
170

4.2.3 Rekomendasi Arahan Pengembangan Perkotaan Untuk


Penguatan Visual Kawasan Cagar Budaya/Heritage
Kampung Peneleh, Kota Surabaya
Pada sasaran ketiga yaitu untuk menentukan rekomendasi
arahan pengembangan perkotaan untuk penguatan visual kawasan
cagar budaya di Kampung Peneleh dengan bangunan-bangunan
cagar budaya yang ada dilihat dari gaya langgam atau gaya
bangunannya. Sehingga diperlukan analisis deskriptif yang
disesuaikan dengan kondisi eksisting kawasan penelitian dan
merumuskan rekomendasi menggunakan beberapa tahapan yang
didapatkan menggunakan Formal/linear Process yang di dalamnya
terdapat tiga tahap, yaitu:

1. Problem Identification
2. Goal and Objective-setting
3. Recommendation

4.2.3.1 Problem Identification


Tahapan ini untuk mengidentifikasi terkait masalah-masalah yang
ada di kawasan cagar budaya Kampung Peneleh. Masalah tersebut
antara lain:

Complexity and Surprise


1. Keberagaman gaya bangunan di Kampung Peneleh dapat
terlihat pada bangunan yang ada di Jalan Peneleh. Dengan
langgam bangunan yang berbeda-beda, kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh sulit untuk didefinisikan kawasan tersebut
sebagai kawasan cagar budaya, serta banyaknya bangunan
terlantar yang memiliki gaya bangunan dari masa tertentu.
Apabila bangunan-bangunan tersebut diubah dan/ atau
dirawat/direnovasi menjadi salah satu gaya bangunan yang
seragam dapat menjadi potensi menarik orang mengunjungi atau

170
171

mengelilingi kawasan tersebut, hanya untuk berputar-putar


melihat bangunan dengan gaya dari periode tertentu.

Gambar 4. 10 Keberagaman Gaya Bangunan di Kampung


Peneleh

Sumber: Survei Sekunder


2. Terdapat sudut dimana membuat seseorang terkejut, seperti
lokasi makam yang berada di tengah jalan. Makam tersebut
merupakan makam dari anak didik Sunan Ampel, Mbah Singo
(Eko N7:15). Lokasi dari makam tersebut berada di Jalan
Peneleh Gang 7, bersebelahan dengan rumah HOS.
Tjokroaminoto dan Toko Buku Peneleh. Sayangnya makam
tersebut cenderung ditelantarkan oleh masyarakat sekitar
sehingga tidak terawat dan terletak di tengah jalan yang
membuat perjalanan seseorang terganggu. Hal itu juga terjadi
pada jalan berbuntu yang ada pada kawasan permukiman warga
Kampung Peneleh, dimana tidak adanya informasi atau penanda
jalan tersebut merupakan ujung jalan. Dengan adanya sudut
yang tidak terduga dapat berpotensi untuk menarik seseorang
datang apabila sudut tersebut dikembangkan maupun
dilestarikan. Sedangkan pada jalan-jalan berbuntu dapat
ditambahkan informasi-informasi atau penanda jalan untuk
kenyamanan seseorang yang berkunjung ke kawasan tersebut.

171
172

Gambar 4. 11 Sudut Tidak Terduga berupa Makam di Tengah


Jalan

Sumber: Survei Primer, 2020


3. Persimpangan jalan adalah jalan dimana dua atau lebih suatu
jalan yang berpencar maupun bergabung. Pada kawasan
permukiman dan jalan di Kampung Peneleh mayoritas terdapat
persimpangan jalan yang menghubungkan antara satu gang
dengan gang sebelahnya. Dengan adanya persimpangan jalan di
kawasan permukiman dan jalan di Kampung Peneleh berpotensi
untuk memudahkan masyarakat mengelilingi kawasan cagar
budaya tersebut (Observasi lapangan, 2020).

Gambar 4. 12 Persimpangan Jalan di Kampung Peneleh

Sumber: Survei Sekunder, 2020

172
173

4. Bangunan di Kampung Peneleh mayoritas kontras dengan


bangunan sekitarnya, dimana gaya bangunannya yang berbeda-
beda dari periode masa tertentu, baik dari kolonial, tradisional
Jawa, dan akulturasi. Selain itu, bangunan-bangunannya juga
banyak yang kurang terawat sehingga merusak pemandangan
seseorang. Hal ini dapat berpotensi untuk menarik orang
berkeliling apabila terdapat keserasian antar bangunan yang
dirawat dengan baik.
5. Bangunan yang berlokasi di perbatasan kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh yang kurang terawat tidak dapat
mengidentifikasi antara kawasan Kampung Peneleh dengan
kawasan sekitarnya. Harusnya hal ini berpotensi untuk
menentukan batasan kawasan Kampung Peneleh dengan
kawasan sekitarnya, sehingga orang yang mengunjungi kawasan
tersebut dapat merasakan kenyamanan dan keamanan.
6. Rasa untuk mengelilingi atau Stimulating Tensions di kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh karena minim deskripsi
maupun informasi atraksi yang ada di Kampung Peneleh
(Kuncar N1: 111). Potensi yang ada di kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh untuk seseorang mengellingi kawasan
tersebut adalah memanfaatkan atraksi-atraksi seperti bangunan
bersejarah yang ada di Kampung Peneleh.

Vitality and Robustness


1. Penggunaan lahan di Kampung Peneleh yang didominasi
dengan permukiman warga dan beberapa tempat fasilitas
umum. Pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh
belum terdapat lahan yang dijadikan untuk satu titik kumpul
orang untuk mengunjungi kawasan tersebut, sehingga
berpotensi untuk menarik seseorang datang mengelilingi

173
174

kawasan tersebut dan merasa aman dan nyaman apabila


ditentukan satu titik kumpul.
2. Beberapa aktivitas masyarakat sekitar Kampung Peneleh
merupakan kegiatan ekonomi seperti pasar dan kuliner.
Dengan keberadaan pasar yang kurang teridentifikasi dan
opsi kuliner yang minim dan non-halal dapat dikembangkan
untuk menarik orang datang ke sana dan memperkuat
kawasan cagar budaya.

Enclosure and Linkages


1. Belum tersedianya jalur pejalan kaki dan fasilitas pelengkap
jalan sebagai fasilitas penunjang di kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh serta belum teridentifikasi ketegasan
bangunan pada batas kawasan Kampung Peneleh. Sehingga
perlu ditambahkan pedestrian ways dengan fasilitas pelengkap
seperti tempat duduk, tempat sampah, dan lampu penerangan
jalan untuk fasilitas penunjang dan kenyamanan pejalan kaki di
Kampung Peneleh serta mempertegas batas kawasan cagar
budaya Kampung Peneleh dengan kawasan sekitarnya seperti
menambahkan ornamen atau bentuk fisik lainnya agar seseorang
mengetahui berada di kawasan cagar budaya Kampung Peneleh
(Khotib N4: 22).

Transparency and Vistas


1. Tempat titik berkumpulnya orang yang mengunjungi kawasan
tersebut. Pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh belum
tersedianya titik fokus untuk tempat berkumpulnya orang yang
akan mengunjungi kawasan tersebut, sehingga perlu
ditambahkan satu titik fokus di kawasan tersebut yang dapat
diketahui baik dari dekat maupun dari jauh untuk kenyamanan

174
175

seseorang yang akan berkunjung maupun mengelilingi kawasan


cagar budaya Kampung Peneleh.
2. Fasilitas-fasilitas pelengkap untuk menunjang titik kumpul
pengunjung di suatu kawasan. Hal ini belum tersedia dan perlu
diadakan pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh sebagai
kenyamanan dan kemudahan seseorang yang akan berkunjung
ke kawasan tersebut.

Legibility and Coherence


1. Dengan langgam bangunan yang berbeda-beda, kawasan cagar
budaya Kampung Peneleh sulit untuk didefinisikan kawasan
tersebut sebagai kawasan cagar budaya, serta banyaknya
bangunan terlantar yang memiliki gaya bangunan dari masa
tertentu. Hal ini perlu dikembangkan dari bentuk fisik kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh sebagai tolok ukur
mendefinisikan kawasan tersebut dalam bentuk fisik.
2. Belum tersedia fasilitas-fasilitas untuk mengarahkan orang
untuk mengelilingi kawasan tersebut maupun mengarahkan ke
bangunan cagar budaya di Kampung Peneleh, sehingga perlu
adanya fasilitas seperti penanda, informasi atau denah warisan
cagar budaya serta fasilias lainnya untuk kenyamanan seseorang
mengelilingi Kampung Peneleh.

Architectural Richness
1. Suatu kawasan yang memiliki kekayaan arsitektur. Hal ini
dimiliki kawasan cagar budaya Kampung Peneleh yang
memiliki beragam gaya bangunan, berupa kolonial, tradisional
Jawa, dan akulturasi sayangnya hal tersebut mengurangi
keserasian antar bangunan dan kenyamanan masyarakat yang
akan berkunjung.

175
176

2. Jalur pejalan kaki sebagai fasilitas penunjang pejalan kaki untuk


mengelilingi kawasan tersebut. Sayangnya, hal ini belum
tersedia pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh,
sehingga dapat mengembangkan kawasan cagar budaya dan
menarik untuk mengelilingi Kampung Peneleh.
3. Bentuk fisik di suatu kawasan sebagai patokan atau ancar-ancar
seseorang. Pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh
belum terdapat penentuan tengara atau landmarks sebagai
patokan seseorang yang mengunjungi kawasan cagar budaya
yang dapat ditambahkan dengan bangunan-bangunan yang ada
terutama bangunan cagar budaya di kawasan tersebut.

Personalization and Community Values


1. Bentuk mempertahankan, melestarikan, dan/atau
mengembangkan suatu kawasan. Hal ini sudah dilakukan pada
kawasan cagar budaya Kampung Peneleh, berupa
mempertahankan bangunan-bangunan cagar budaya di kawasan
tersebut, tetapi belum adanya ide pembangunan lainnya untuk
mengembangkan kawasan cagar budaya di Kampung Peneleh
(Kuncar N1:48).
2. Bentuk nilai sosial-budaya masyarakat sekitar kawasan yang
terdapat pada kawasan ini berupa kebiasaan orang Bali yang
sudah menetap sejak di Kampung Peneleh, seperti nyepi atau
upacara adat lainnya (Khotib N4:35).

4.2.3.2 Goal and Objective-Setting


Tahap Goal and Objective-Setting untuk menentukan tujuan
dan penetapan tujuan, sehingga diperlukan visi dan misi yang sesuai
dengan potensi dan masalah yang ada di Kampung Peneleh. Dalam
menyusun visi dan misi yang sesuai, maka diperlukan kebijakan
yang digunakan sebagai dasar penyusunan visi dan misi

176
177

pengembangan kawasan cagar budaya Kampung Peneleh, antara lain


Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2005 tentang
Pelestarian Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya. Sehingga
memunculkan visi berupa “Mengembangkan dan Melestarikan
Kampung Peneleh untuk Memperkuat Visual Kawasan Cagar
Budaya”, serta misi untuk mencapai visi tersebut berupa:

1. Memanfaatkan dan mengembangkan warisan cagar budaya yang


telah ditetapkan di kawasan cagar budaya Kampung Peneleh.
2. Mengembangkan Sumber Daya Masyarakat sebagai pelaksana
pengembangan kawasan cagar budaya Kampung Peneleh.
3. Meningkatkan kesadaran dan peran aktif masyarakat terhadap
pelestarian cagar budaya.
4. Menjalin kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat untuk
melestarikan sosial dan budaya yang ada.

4.2.3.3 Recommendation
Rekomendasi perancangan dari tiap permasalahan yang
dapat ditambahkan sehingga dapat mengembangkan kawasan
tersebut berdasarkan visi dan misi yang telah dibuat sebagai berikut:

1. Menambahkan jalur pejalan kaki atau pedestrian ways serta


fasilitas pelengkap jalan untuk pejalan kaki, seperti lampu
penerangan jalan, tempat duduk, tempat sampah, dan lain-lain.
Dengan menambahkan pedestrian ways yang sesuai dengan
kawasan cagar budaya Kampung Peneleh untuk memperkaya
arsitektural, penghubung antar bangunan cagar budaya, serta
fasilitas penunjang dan kenyamanan pejalan kaki yang akan
mengelilingi kawasan tersebut.
2. Mengembangkan dan membentuk citra positif bangunan cagar
budaya yang telah ditetapkan pada kawasan Kampung Peneleh

177
178

sebagai atraksi untuk menarik pengunjung datang serta


informasi terkait sejarah yang terdapat pada bangunan cagar
budaya.
3. Menambahkan bentuk fisik seperti patung, taman, dan lain
sebagainya atau menentukan bangunan cagar budaya yang ada
dan pusat kegiatan kawasan sebagai landmarks atau titik fokus
berkumpulnya seseorang yang akan mengunjungi kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh.
4. Menentukan lahan khusus bagi masyarakat yang dapat
digunakan untuk kegiatan-kegiatan baik sosial budaya dan
ekonomi yang dapat berdampak pada kawasan sebagai atraksi
penarik pengunjung ke kawasan cagar budaya Kampung
Peneleh.
5. Menentukan satu langgam atau gaya bangunan di Kampung
Peneleh sehingga mendapat keselarasan atau keserasian antar
bangunan dan menjadi suatu atraksi dimana orang akan
mengunjungi kawasan cagar budaya Kampung Peneleh dan
memberikan desain jaringan jalan yang berbeda dari untuk
membedakan kawasan tersebut dengan kawasan lainnya. Hal ini
juga dapat mempertegas batas kawasan Kampung Peneleh
dengan kawasan sekitarnya dan seseorang dapat mengetahui
dengan mudah lokasi kawasan cagar budaya Kampung Peneleh.
6. Memberikan informasi atau denah perjalanan untuk
kenyamanan seseorang yang akan mengelilingi kawasan cagar
budaya Kampung Peneleh, baik di kawasan permukiman
maupun di sekitar bangunan cagar budaya.
7. Membentuk badan pengelola khusus cagar budaya yang
melibatkan masyarakat lokal sebagai pelaksana perlindungan
dan pelestarian warisan cagar budaya di Kampung Peneleh.

178
179

8. Memberikan pendanda khusus di setiap bangunan cagar


budaya guna mempermudah pengunjung menuju titik lokasi
cagar budaya.

Adapula rekomendasi-rekomendasi untuk perlindungan,


pemanfaatan dan pengembangan warisan cagar budaya yang sudah
ada di kawasan cagar budaya Kampung Peneleh:

1. Pembentukan kelompok sadar wisata yang dilatih secara


pengetahuan untuk melestarikan dan memanfaatkan potensi
yang ada. Selain itu, kelompok ini berguna untuk menjaga
kenyamanan dan keamanan kawasan cagar budaya, karena
kegiatan pelestarian dan perlindungan dilakukan oleh
masyarakat lokal.
2. Mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai sejarah yang
dimiliki setiap bangunan cagar budaya di Kampung Peneleh
dengan cara identifikasi informasi terkait setiap bangunan cagar
budaya.
3. Memanfaatkan peran masyarakat sekitar sebagai pelaksana
untuk melindungi atau melestarikan dan mengembangkan
warisan cagar budaya Kampung Peneleh dengan memberikan
pembinaan dan pengawasan dari pemerintah setempat.
4. Branding khusus bangunan-bangunan cagar budaya di
Kampung Peneleh sebagai ajang promosi.
5. Meningkatkan peluang kegiatan ekonomi seperti pasar
tradisional dan kuliner yang ada di kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh.

Dari rekomendasi-rekomendasi di atas, didapati beberapa


best practice dari beberapa kota di Indonesia sebagai gambaran
pengembangan kawasan cagar budaya Kampung Peneleh. Best

179
180

practice digunakan untuk mengimplementasikan suatu konsep yang


sudah ada (Mardiansyah, 2006).

Kawasan Kota Tua Jakarta


(Jakarta.go.id, 2017)

Gambar 4. 13 Peta Wisata Kota Tua Jakarta

Sumber: Survei Sekunder, 2020


Kawasan Kota Tua Jakarta terletak di Kelurahan Pinangsia,
Kecamatan Tamansari, Jakarta Barat dengan luas sekitar 1,3km2.
Kawasan ini memiliki nilai sejarah yang tinggi dan peninggalan
masa lampau, serta tempat yang dapat menarik pengunjung seperti
Museum Fatahillah, Pelabuhan Sunda Kelapa, Museum Bank
Indonesia, dan lain-lain. Selain itu kawasan ini masih belum banyak
berubah, seperti zaman penjajahan Belanda dulu.

Landmarks dari Kota Tua Jakarta merupakan museum


sejarah Fatahillah dengan lahan kosong di depannya sebagai spot
atau titik kumpul masyarakat yang sedang berkunjung ke kawasan
tersebut. Selain itu kawasan Kota Tua Jakarta memiliki beberapa
atraksi yang tersebar di beberapa titik dan denah untuk mengelilingi
kawasan Kota Tua Jakarta. Atraksi-atraksi yang terdapat di kawasan

180
181

tersebut dilakukan masyarakat sekitar seperti berjualan souvenir dan


bentuk atraksi-atraksi unik.

Gambar 4. 14 Museum Fatahillan dan Denah Kawasan Kota


Tua Jakarta

Sumber: Survei Sekunder, 2020


Pada bagian luar kawasan Kota Tua Jakarta didominasi oleh
bangunan dengan gaya era kolonial, sehingga mempertegas kawasan
tersebut sebagai kawasan cagar budaya. Jaringan jalan pada kawasan
ini mayoritas menggunakan paving conblock baik pada jalan
kendaraan bermotor dan pedestrian ways.

Gambar 4. 15 Ketegasan Bangunan dan Jalur Pejalan Kaki di


Kota Tua Jakarta

Sumber: Survei Sekunder, 2020

Kawasan Kota Tua Jakarta juga menyediakan kesenian


budaya yang menjadi bentuk non-fisik cagar budaya dan atraksi

181
182

untuk menarik masyarakat datang ke kawasan tersebut. Atraksi-


atraksi tersebut antara lain musik keroncong, tarian betawi, pencak
silat, dan lain-lain (Moengiel, 2016).

Kawasan Kota Lama Semarang

Gambar 4. 16 Peta Wisata Kota Lama Semarang

Sumber: Literatur, 2020


Kawasan Kota Lama Semarang merupakan kawasan
strategis yang berlokasi di Kecamatan Semarang Utara dan menjadi
kawasan heritage atau kawasan cagar budaya. Bangunan cagar
budaya yang ada di kawasan kota lama Semarang antara lain Gedung
Bank Mandiri, Gedung PT. Djakarta Lloyd, Gedung PT. Pelni, dan
lain-lain yang dimanfaatkan masyarakat sebagai spot foto. Pusat dari
kawasan ini terletak di Taman Srigunting yang juga menjadi
lambang dari Kota Lama Semarang dan titik kumpul individu
maupun komunitas.

Kawasan Kota Lama juga memberikan opsi kuliner dan


tempat makan yang beragam, baik dari rumah makan, restoran, dan
kafe. Selain itu, pedestrian ways Kota Lama Semarang lengkap
dengan fasilitas pelengkap jalan seperti tempat duduk, tempat
sampah, lampu penerangan jalan, pagar pembatas antara jalan dan
jalur pejalan kaki. Pedestrian ways dan jalan pada kawasan ini

182
183

menggunakan paving conblock dan juga menjadi pembatas antara


kawasan Kota Lama Semarang dengan kawasan di sekitarnya.

Gambar 4. 17 Bentuk Tempat Kuliner di Kota Lama Semarang

Sumber: Survei Sekunder, 2020


Kelompok Sadar Wisata Kota Malang
(malangkota.go.id, 2019)

Kelompok sadar wisata atau Pokdarwis di Kota Malang tidak


hanya melindungi dan mengembangkan destinasi wisata yang ada di
Kota Malang. Kelompok ini juga memperhatikan warisan cagar
budaya yang ada di sana, seperti kepedulian Pokdarwis Kota Malang
pada situs Patirtan Ngawonggo yang belum dijadikan warisan cagar
budaya oleh dinas terkait.

Gambar 4. 18 Situs Patirtan Ngawonggo

Sumber: Survei Sekunder, 2020

183
184

(halaman sengaja dikosongkan)

184
185

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan rekomendasi
pengembangan perkotaan untuk penguatan visual kawasan cagar
budaya di Kampung Peneleh, Kota Surabaya. Untuk mendapatkan
hal tersebut, maka harus dilakukan beberapa tahan analisa terlebih
dahulu. Tahap tersebut terdiri dari menganalisis visual kawasan
berdasarkan langgam atau gaya bangunan cagar budaya di Kampung
Peneleh, kemudian dilakukan tahap mengidentifikasi karakteristik
visual kawasan cagar budaya di Kampung Peneleh. Serta tahap
terakhir yaitu merekomendasikan pengembangan perkotaan untuk
penguatan visual kawasan cagar budaya Kampung Peneleh.

Pada analisa sasaran pertama, yaitu analisis visual kawasan


berdasarkan langgam atau gaya bangunan di Kampung Peneleh,
terkonfirmasinya variabel-variabel yang terdiri dari karakteristik
langgam kolonial, tradisional Jawa, dan akulturasi, sedangkan untuk
karakteristik bangunan cagar budaya terdiri dari fungsi bangunan,
kondisi bangunan, dan elemen bangunan. Terkonfirmasinya dari
enam variabel mendukung bahwa variabel-variabel terkait
terkandung dan mempengaruhi visual kawasan cagar budaya di
Kampung Peneleh. Pada karakteristik langgam, terkonfirmasinya tiga
gaya bangunan, yakni kolonial, tradisional Jawa, dan akulturasi dari
bangunan cagar budaya yang ditetapkan serta bangunan lainnya,
sayangnya masih tidak terlihat karena mayoritas bangunan terkait
kurang terawat. Sedangkan pada fungsi bangunan, masih terdapat
bangunan cagar budaya yang masih belum difungsikan dengan baik
dan dapat menjadi atraksi untuk menarik orang datang, serta kondisi
bangunan cagar budaya pada Kampung Peneleh dengan pengelolaan

185
186

yang belum rata dan belum semua bangunan tersebut dikelola


dengan baik. Pada elemen bangunan cagar budaya mayoritas masih
mempertahankan elemen aslinya dan terdapat beberapa bangunan
yang sudah merubah elemen bangunan dengan kepentingan tertentu.

Pada analisa sasaran kedua, yaitu identifikasi karakteristik


visual kawasan cagar budaya di Kampung Peneleh, ditemukan hasil
analisa dari tujuh indikator. Indikator-indiaktor yang digunakan pada
sasaran ini berupa Complexity and Surprise, Vitality and Robustness,
Enclosure and Linkages, Transparency and Vistas, Legibility and
Coherence, Architectural Richness, dan Personalization and
Community Values, sehingga ditemukan beberapa potensi dan/atau
masalah berdasarkan tiap variabel dari tujuh indikator. Karakteristik
Complexity and Surprise yang kemudian diidentifikasi dari
diskontinuitas morfologi, sudut-sudut kawasan yang tidak terduga
dan jalan buntu, persimpangan jalan, jalan sempit, kontras, batasan
wilayah dan rasa untuk mengelilingi sehingga ditemukan beberapa
permasalahan seperti sudut tidak terduga yang menghalangi jalan,
bangunan yang kontras dengan bangunan sekitarnya, dan belum
adanya rasa untuk mengelilingi kawasan tersebut.

Pada karakteristik Vitality and Robustness kemudian


diidentifikasi sehingga muncul permasalahan seperti belum adanya
lahan untuk menjadi titik kumpul orang dan hilangnya kebiasaan
masyarakat Kampung Peneleh serta potensi yang ada merupakan
mengembangkan pasar dan kuliner untuk menjadi ajang atraksi
menarik masyarakat. Karakteristik Enclosure and Linkages dilihat
dari jalur pejalan kaki dan ketegasan bangunan, sayangnya dari
kedua variabel tersebut belum ditemukan di kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh. Karakteristik Transparency and Vistas dengan
variabel titik fukus dan fasilitas pelengkap jalan sebagai fasilitas

186
187

penunjang titik kumpul di Kampung Peneleh yang masih belum ada,


sehingga mempersulit pengunjung datang ke kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh. Karakteristik Legibility and Coherence
merupakan sesuatu yang mendefinisikan kawasan tersebut dari gaya
bangunan dan fasilitas pelengkap jalan sebagai alat yang
mengarahkan perjalanan seseorang, sayangnya pada gaya bangunan
di Kampung Peneleh yang masih berantakan langgam atau gaya
bangunannya dan belum terdapat fasilitas pelengkap jalan sebagai
fasilitas penunjang. Pada karakteristik Architectural Richness
ditemukan tiga variabel yaitu gaya bangunan, tengara dan jalur
pejalan kaki. Pada kawasan tersebut, gaya bangunan yang beragam
membuat kawasan cagar budaya tidak mendapatkan keserasian,
sedangkan variabel tengara dan jalur pejalan kaki masih belum ada
pada kawasan cagar budaya Kampung Peneleh. Sedangkan pada
karakteristik Personalization and Community Values dengan dau
variabel, yaitu ide pembangunan dan nilai sosial budaya masyarakat
dimana pada ide pembangunan pada Kampung Peneleh masih berupa
mempertahankan bangunan cagar budaya dan belum adanya ide-ide
seperti mengembangkan kawasan cagar budaya Kampung Peneleh,
sedangkan nilai sosial-budaya masyarakat Kampung Peneleh yang
masih bukan belum ditemukan dari masyarakat lokal, melainkan dari
orang Bali yang menetap di kawasan tersebut.

Pada analisa sasaran ketiga, yaitu rekomendasi


pengembangan perkotaan untuk memperkuat visual kawasan cagar
budaya di Kampung Peneleh dari potensi dan masalah yang telah
ditemukan pada sasaran kedua. Beberapa rekomendasi yang
dihasilkan dari indikator pada sasaran kedua, yakni sebagai berikut:

1. Menambahkan jalur pejalan kaki atau pedestrian ways serta


fasilitas pelengkap jalan untuk pejalan kaki, seperti lampu

187
188

penerangan jalan, tempat duduk, tempat sampah, dan lain-lain.


Dengan menambahkan pedestrian ways yang sesuai dengan
kawasan cagar budaya Kampung Peneleh untuk memperkaya
arsitektural, penghubung antar bangunan cagar budaya, serta
fasilitas penunjang dan kenyamanan pejalan kaki yang akan
mengelilingi kawasan tersebut.
2. Mengembangkan dan membentuk citra positif bangunan cagar
budaya yang telah ditetapkan pada kawasan Kampung Peneleh
sebagai atraksi untuk menarik pengunjung datang serta
informasi terkait sejarah yang terdapat pada bangunan cagar
budaya.
3. Menambahkan bentuk fisik seperti patung, taman, dan lain
sebagainya atau menentukan bangunan cagar budaya yang ada
dan pusat kegiatan kawasan sebagai landmarks atau titik fokus
berkumpulnya seseorang yang akan mengunjungi kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh.
4. Menentukan lahan khusus bagi masyarakat yang dapat
digunakan untuk kegiatan-kegiatan baik sosial budaya dan
ekonomi yang dapat berdampak pada kawasan sebagai atraksi
penarik pengunjung ke kawasan cagar budaya Kampung
Peneleh.
5. Menentukan satu langgam atau gaya bangunan di Kampung
Peneleh sehingga mendapat keselarasan atau keserasian antar
bangunan dan menjadi suatu atraksi dimana orang akan
mengunjungi kawasan cagar budaya Kampung Peneleh dan
memberikan desain jaringan jalan yang berbeda dari untuk
membedakan kawasan tersebut dengan kawasan lainnya. Hal ini
juga dapat mempertegas batas kawasan Kampung Peneleh
dengan kawasan sekitarnya dan seseorang dapat mengetahui
dengan mudah lokasi kawasan cagar budaya Kampung Peneleh.

188
189

6. Memberikan informasi atau denah perjalanan untuk


kenyamanan seseorang yang akan mengelilingi kawasan cagar
budaya Kampung Peneleh, baik di kawasan permukiman
maupun di sekitar bangunan cagar budaya.
7. Membentuk badan pengelola khusus cagar budaya yang
melibatkan masyarakat lokal sebagai pelaksana perlindungan
dan pelestarian warisan cagar budaya di Kampung Peneleh.
8. Memanfaatkan peran masyarakat sekitar sebagai pelaksana
untuk melindungi atau melestarikan dan mengembangkan
warisan cagar budaya Kampung Peneleh dengan memberikan
pembinaan dan pengawasan dari pemerintah setempat.
9. Pembentukan kelompok sadar wisata yang dilatih secara
pengetahuan untuk melestarikan dan memanfaatkan potensi
yang ada. Selain itu, kelompok ini berguna untuk menjaga
kenyamanan dan keamanan kawasan cagar budaya, karena
kegiatan pelestarian dan perlindungan dilakukan oleh
masyarakat lokal.
10. Memberikan pendanda khusus di setiap bangunan cagar
budaya guna mempermudah pengunjung menuju titik lokasi
cagar budaya.
11. Branding khusus bangunan-bangunan cagar budaya di
Kampung Peneleh sebagai ajang promosi.
12. Mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai sejarah yang
dimiliki setiap bangunan cagar budaya di Kampung Peneleh
dengan cara identifikasi informasi terkait setiap bangunan cagar
budaya.
13. Meningkatkan peluang kegiatan ekonomi seperti pasar
tradisional dan kuliner yang ada di kawasan cagar budaya
Kampung Peneleh.

189
190

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini,
antara lain:
1. Pemerintah
Hasil dari penelitian ini, yakni identifikasi visual kawasan
cagar budaya di Kampung Peneleh berdasarkan karakteristik
kawasan dan karakteristik bangunan dapat menjadi masukan
dan/atau pertimbangan lebih lanjut dalam menyusun rencana
untuk kawasan cagar budaya di Kota Surabaya. Penelitian ini
ditujukan untuk Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kota
Surabaya untuk pertimbangan lebih lanjut.
2. Penelitian Lanjutan
Penelitian ini hanya berfokus pada kawasan dan bangunan
cagar budaya di Kampung Peneleh, kurangnya fokusan lebih
lanjut seperti pengembangan khusus di kawasan cagar budaya di
Kampung Peneleh.
3. Swasta dan Masyarakat
Dapat terjalinnya kerjasama antara pihak swasta dan pihak
masyarakat untuk mengembangkan dan mengelola kawasan
cagar budaya Kampung Peneleh. Selain itu juga kerjasama
untuk mempertahankan dan mengembangkan bangunan-
bangunan cagar budaya di Kampung Peneleh, Kota Surabaya.

190
191

DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya, C. P. (April 2016). Studi Langgam Desain sebagai Dasar


Mendesain Hotel. Jurnal Desain Interior, Vol. 1, No. 1 , 1 -10.
Aqtami, A. (2016). Kajian Penelitian Rumah Joglo. Jurnal Seni dan
Kriya, Vol. 1, No. 1 .
Arafah, B. (2014). Warisan Budaya, Pelestarian dan
Pemanfaatannya. FIB, Universitas Hasanuddin , 1-10.
Ardika, I. W. (Juli 2017). Pengembangan Pusat Kota Denpasar
Sebagai 'Heritage Tourism. JUMPA Vol. 4 No. 1 , 62 - 77.
BPCB. (2016). Pelestarian Cagar Budaya. Retrieved from
http://www.pskbpi.its.ac.id/wp-
content/uploads/FGD_PSKBPI_2_Pelestarian-Cagar-
Budaya.pdf
Cahyandari, G. O. (2012). Tata Ruang dan Elemen Arsitektur Pada
Rumah Jawa di Yogyakarta Sebagai Wujud Kategori Pola
Aktivitas dalam Rumah Tangga. Jurnal Arsitektur Komposisi,
Vol. 10, No. 2 , 103 0 118.
Chandra, P. (2013). Fort Rotterdam: Wisata Sejarah Makassar yang
Hampir Kehilangan Nilai Sejarah.
Citilocus. (2020, July 16). Kampung Peneleh Historical Urban
Development. Retrieved from
https://www.facebook.com/citilocus/photos/a.1024610315139
14/131741215252562/?type=3&theater
Dewi, Y. T. (2012). Pengelolaan Bangunan dan Kawasan Cagar
Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat. Seminar Nasional
Arsitektur dan Kota , 227 - 240.
Djalari, Y. A. (2018). Perbandingan Rumah Joglo di Jawa Tengah
Dalam Lingkup Cagar Budaya. Seni dan Reka Rancang, Vol.
1, No. 1 , 83 - 106.

191
192

Ginaris, L. S. (2019, November 2). Berkala Arkeologi.


PERGESERAN LETAK PERMAKAMAN BELANDA DI KOTA
SURABAYA DARI ABAD 18 HINGGA AWAL ABAD 20 .
Habibbullah, M. (2019). Penerapan Karakter Arsitektur Jawa pada
Fasad Pusat Kuliner Tradisional di Surakarta. Jurnal
Senthong, vol. 2, no. 2 , 617 - 626.
Handinoto. (1994). “INDISCHE EMPIRE STYLE”. Gaya Arsitektur
“Tempo Doeloe” Yang Sekarang Sudah Mulai Punah.
Handinoto., H. S. (2006). "Arsitektur Transisi" Di Nusantara dari
Akhir Abad 19 ke Awal Abad 20. Fakultas Teknik SIpil dan
Perencanaan, Jurusan Arsitektur, Universitas Kristen Petra .
Indrawati, Y. L. (2008). Peranserta Stakeholder Dalam Revitalisasi
Kawasan Keraton Kasunanan Surakarta. Skripsi. Fakultas
Teknik, Perencanaan WIlayah dan Kota, Universitas
Diponegoro, Semarang .
Iqbal, M. N. (2009). Desain Gaya Arsitektur Tanggap Lingkungan
Iklim Tropis (Analisa Objek Arsitektur Vernakular Jawa:
Joglo Lambangsari). Fakultas Teknik, Arsitektur, Universitas
Brawijaya Malang .
Kurnianto, B. T. (2017). Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat
Akibat Pengembangan Lingkar Wilis Di Kabupaten
Tulungagung. Jurnal Agribisnis Fakultas Pertanian, UNITA,
Vol. 13, No. 15 , 55 - 85.
Kurniawan, I. (2019, May 25). Objek Wisata Sejarah di Peneleh
yang Terabaikan. Retrieved from
https://neraca.co.id/article/117220/objek-wisata-sejarah-di-
peneleh-yang-terabaikan
Litiloly, M. K. (2019). Studi Morfologi Kawasan Kotagede di Kota
Yogyakarta "Perkembangan Pola Kawasan Kotagede dan
Faktor - faktor yang Mempengaruhinya". Arsitektur
KOMPOSISI, Vol. 12, No. 3 , 211 - 224.

192
193

Marsoyo, A. R. (Desember 2018). Advice Planning DP2WB Dalam


Pelestarian Bangunan Cagar Budaya: Kasus Perkotaan
Yogyakarta. Sejarah dan Budaya, Vol. 12, No. 2 , 146 - 158.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI. (2015).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Republik Indonesia Tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya
yang DIlestarikan.
Ministry of Tourism, Culture and Sport. (2017). A Guide to Cultural
Heritage Resources in the Land Use Planning Process.
Ontario.
Mulyadi, Y. (2015). Pemanfaatan Cagar Budaya dalam Perspektif
Akademik dan Peraturan Perundang - undangan. 1 - 11.
Mutiara, D. (2014). Perbandingan Rumah Tinggal Tradisional Jawa
dan Rumah Tinggal Modern di Surakarta. Sinektika, Vol. 14,
No. 2 , 217 - 224.
Nusantoro, A. (April 2012). Perbaikan dan Perkuatan Struktur Pada
Bangunan Cagar Budaya. Jurnal Konstruksia Vol. 3 No. 2 , 51
- 59.
Pemerintah Kota Surabaya. (2005). Perda Kota Surabaya Nomor 5
tahun 2005, tentang Pelestarian Bangunan dan/atau
Lingkungan Cagar Budaya.
Purnomo, H. W. (Maret 2017). Gaya & Karakter Visual Arsitektur
Kolonial Belanda di Kawasan Benteng Oranje Ternate. Media
Matrasain, Vol. 14, No. 1 , 23 -33.
Putra, R. D. (2016). Identifikasi Kelestarian Kawasan Kota Lama
Melalui Proteksi Bangunan Cagar Budaya oleh Pemerintah
Kota Surabaya. Jurnal Pengembangan Kota, Vol. 2, No. 2 ,
139 - 150.
Ratih, A., & Roychansyah, M. S. (2018). Temu Ilmiah Ikatan
Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia. Tipomorfologi Elemen
Arsitektur Fasad Jalan Braga, Bandung . Rio, V. d. (Oktober

193
194

2015). The Flaneur, Urbanity and Visual Qualities in Urban


Design: Walking in Lisbon's Historic Core.
Seal, B. (2013). Psychogeographic Review. Baudelaire, Benjamin
and the Birth of the Flâneur .
Sudarwani, M. (2004, Oktober). Karakter Visual Area Klenteng
Kawasan Pecinan, Semarang .
Sukarno, P. G. (2014). Karakter Visuak Fasade Bangunan Kolonial
Belanda Rumah DInas Bakorwil Kota Madiun. Arsitektur
NALARs, Vol. 13, No. 2 , 99 - 112.
Supriharjo, R., & Dewi, N. R. (2013). JURNAL TEKNIK POMITS.
Kriteria Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Kawasan
Cagar Budaya .
Tarore, L. T. (2016). Karakteristik Tipologi Arsitektur Kolonial
Belanda Pada Rumah Tinggal di Kawasan Tikala. Arsitektur
DASENG UNSRAT Manado, Vol. 5, No. 2 , 1 - 9.
Tohjiwa, A. D. (2015). Sense of Place Kota Bogor Berdasarkan
Persepsi Penduduk di Tiga Tipolofi Permukiman. Tesa
Arsitektur, Vol. 13, No. 1 .
Undang - Undang Republik Indonesia. (2010). Undang - Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar
Budaya.
Utami, M. N. (2014). Kajian Sustainable Material Bambu, Batu, Ijuk
dan Kayu pada Bangunan Rumah Adat Kampung Naga. Reka
Karsa Vol. 2, No. 2 , 1 -10.
Yudi, H. (2008). Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Status Gizi
Anak Usia 6 - 24 Bulan di Kecamatan Medan Area Kota
Medan tahun 2017. Tesis. Universitas Sumatera Utara Medan.

194
195

LAMPIRAN

WAWANCARA IN-DEPTH INTERVIEW


(Forum Diskusi Begandring Soerabaia)
Keterangan :
 Jabatan :
Kode Wawancara Jabatan
P
Moderator
Rifqi Soedjono
N1 Anggota Forum Diskusi, Warga
Mas Kuncar Kampung Peneleh
N2 Anggota Forum Diskusi,
Pak TP Wijaya Ahli/Pakar Tulisan Kuno
N3 Anggota Forum Diskusi.
N4 Anggota Forum Diskusi,
Pak Khotib Sejarawan Ampel
N5
Anggota Forum Diskusi
Mas Frozi
N6
Anggota Forum Diskusi
Kang Reang

 Waktu : Jumat, 10 Juli 2020 (20:00 -23:30)


Kode
Wawancara Nomor
Wawancara
Assalamualaikum mas, pak. Saya Rifqi
P Soedjono, mahasiswa PWK ITS, 1.
Perencanaan Wilayah Kota.
N6 Perencanaan? Opo iku…? 2.
P Tata kota, Pak. 3.
N6 O.... Tata kota, yaya. 4.
Jadi Pak, di Peneleh ini bangunan –
P 5.
bangunannya lebih didominasi oleh era

195
196

apa ya, Pak?


Di Peneleh ini sebenernya bangunannya
N6 era klasiknya itu ada, tapi kebanyakan 6.
lebih didominasi oleh era kolonial.
Oh.. lebih didominasi era kolonial ya, Pak.
Terus bentuk cagar budaya yang ada di
P Peneleh apa aja ya, Pak? Apa bangunan 7.
saja atau ada tradisi masyarakat kayak
kesenian?
Oh.. tradisi lokal gitu ta? Kalo tradisi itu
kayaknya enggak ada, Mas. Adanya
cuma bangunan – bangunan aja. Jadi
gini, Mas, pada era kolonial,
N6 8.
pembangunannya itu gak condong
dengan gaya – gaya Eropa gitu enggak,
Mas, justru yang di Eropa itu
mengambil gaya – gaya lokal.
Kalo bangunan-bangunan di Peneleh
ada mas yang kelihatan tradisionalnya
N5 ada, era kolonialnya ada. Itu kalo 9.
bangunan-bangunan aja ya, kalo cagar
budayane aku kurang paham.
Kalo untuk fungsi-fungsinya disini itu
P masih dipake semua pak yang cagar 10.
budayanya?
Kalo fungsi-fungsinya ya… ada yang
dipakai ada yang belum. Kayak omahe
N6 Tjokroaminoto itu.. kan sekarang 11.
banyak pengunjungnya, sebelum covid-
covid ini.
Iyo.. Tjokro itu paling akeh diparani
orang-orang. Cuma mau liat tidure
N5 12.
Soekarno tok biasa e. Kalo gak, ya..
buat tugas-tugase mahasiswa.
P Berarti kondisinya bangunan cagar 13.

196
197

budaya di Peneleh itu dirawat atau


mungkin gimana, pak?
Disini kalo bangunanya ada apa-apa
gitu, kondisi bangunane ketok elek, ya
N5 14.
dibenerin. Omahe Tjokroaminoto iku
wes apik.
Ya kalo kondisi bangunan disini
dirawat… Mungkin ada yang gak
N6 15.
keurus, tapi mayoritas bangunannya
disini udah bagus-bagus.
Tapi elemen-elemen bangunannya
kayak atapnya, material, pilar-pilar,
sama fasad… bentuk wajah
P 16.
bangunannya itu ada yang pernah
berubah mungkin? Atau sekarang itu
dibiarin belum diganti…?
Kalo itu, kayak elemen bangunan seng
sampeyan sebutin itu mungkin sudah
dibener-benerin pas jadi sudah
N6 17.
ditetepin bangunan cagar budaya ya,
pas mau pasang plakat di bangunane
iku biasane dibenerin dulu, baru…
Yo… gak ngerti seh elemen-elemen e
udah pernah diganti apa belum.
N5 Pokoknya sekarang kalo dilihat dari 18.
depan wes apik… Emane ae gurung
akeh seng ero…
Ohh iyaa.. Nah, Pak, kan kalo kita masuk
ke suatu kawasan itu kita bisa ngerasain
yang namanya sense of place, itu tuh
P kalo kita ke Peneleh itu bisa ngerasain 19.
kalo lagi di Peneleh. Menurut Bapak –
bapak ini apa yang bisa dirasa kalo kita
ini lagi di Peneleh?
N1 Aurane? 20.

197
198

P Iya. 21.
Gaonok, gaonok seh lek aku. Soalnya
kalo aura itu kan menurutku visual
sama kultur koyok nang Ampel ngono
N1 22.
kan kerasa. Kalo disini itu relatif
bangunan, urban. Ya karena ga punya
anu ya, point of interest.
Karakter ya Mas. Ya Surabaya, general
gitu. Beda kalo lagi di Ampel, ketika
N4 23.
masuk wes fisike wes koyok inti ngono
kan ya.
Sedangkan kalo di Peneleh itu kan
urban ya, tengah kota. Jadi ndak ada
N1 point of interest ya. Yang kemudian 24.
membuat dia ini berbeda dari tempat
yang lain.
Tapi kalo peninggalan, cerita yo lengkap
emang, ada banyak. Ya historis ada
N4 25.
banyak. Disini tuh banyak banget kota tua,
eh, bangunan tua.. terasa banget anunya
Tapi, bangunannya itu belum, belum
N1 dianu, maksimalkan. Bangunannya juga 26.
mencar – mencar
Ga koyok di Semarang ngono ya, caakep.
N4 27.
Kawasan auranya muncul
nah kalo bentuk cagar budaya disini itu
P 28.
fisik aja? atau ada yang lainnya?
disini? Enggak, gak juga. Ada yang fisik
dan non-fisik. kalo sekedar fisik kan
misalnya bangunan. Yang menarik kan
tiap bangunan di Peneleh itu ada
N1 29.
ceritanya. Kayak misalnya rumah Bung
Karno, itu statusnya secara fisik apa eh
poinnya kan bangunannya kalo non-
fisiknya itu ceritanya.

198
199

Terus disini itu ada sumur (sambil


menunjuk). Kan sebenernya kalo kita
N4 ngomong soal UU cagar budaya, SKnya, 30.
harus ada ininya, latar belakangnya,
ceritanya.
Nah, kalo disini, kekuatannya di cerita,
N1 nilai sejarahnya. Makanya eh apa 31.
dibilangnya kampung sejarah.
Terus kalo masuk ke sosial-budaya
P 32.
masyarakat itu? Ada apa ya Pak disini?
Sebenernya ada sih, sebenernya ada.
Misalnya, ndek kono iku ada mbali.
N4 Anu, ada sejarah juga ya orang Bali 33.
datang kesini, bermukim disini. Jadi
banyak itu, di jalan Peneleh, Plampitan.
Iyo, jadi, komunitas disini itu sejak
jaman kolonial menjadi komunitas Bali,
terutama Bali Singaraja. Makanya
kenapa kemudian bapaknya Soekarno
N1 ngajak tinggal disini, karena ibunya 34.
Soekarno itu orang Bali, terutama
Singaraja. Yang kedua, eh apa
namanya, sampai sekarang kultur Bali
itu masih kuat, masih ada.
Jadi, di kampung itu ada ini eh apa
namanya, tempat persembahyangan.
N4 Dan mereka juga, pada hari – hari 35.
tertentu membawa apa, ya wes kayak di
Bali lah.
Terus semua bisnis yang ada disini itu
koneksinya ke Bali, ekspedisinya ke
N1 Bali, bisnisnya ke Bali. Kayak di pojok 36.
situ, namanya aja hotel Bali, hotel
Singaraja, depot Bali.
N4 Dulu itu ada buah dari Bali, cuman 37.

199
200

saiki pasare wes ilang. Dulu di pinggir


kali. Tapi karena tanah irigasi ya.
Itu, dulu itu di deketnya hotel Bali itu,
dulu itu ada dermaga, dermaga buah,
N3 makanya jadi pasar buah. Sampe 38.
sekarang yang terkenal itu jeruk, jeruk
Bali.
P Tapi sekarang sudah ilang ya, Pak? 39.
N1, N3, N4 Sudah Punah. 40.
Tapi secara kultur, jadi mereka
walaupun sudah tinggal disini bertahun
– tahun tapi secara adatnya mereka
masih terpelihara. Kemudian hubungan
dengan warga sekitar yang aslinya,
N4 41.
Jawa katakanlah, tidak ada masalah.
Saya dulu itu waktu di rumahnya
Cokroaminoto, itu saya lihat ada orang
eh apa namanya, lagi habis
sembahyangan, kan menarik ya
Iya. Sampe sekarang pun masih banyak
orang Bali di Peneleh. Kan menarik
juga, jadi di sebelah ini orang jualan
Babi udah puluhan tahun. Apalagi kalo
N3 42.
ngomongin toleransi, kita itu kan
sensitif ya kalo ngomongin makanan
Babi. Mana restoran itu juga terkenal
disini.
Biasa kok disini, Mas. Gak ada
pertentangan kelas disini, toleransinya
N1 gede. Ada disini, orang Bali punya anjing 43.
terus depan rumahnya masjid, ga masalah,
pokok anjinge gak metu.
Terus kalo kegiatan ekonomi disini ada
P 44.
apa aja ya, Pak?
N1 Kalo disini ini terkenalnya ekspedisi. 45.

200
201

Dari kamu masuk Jagalan situ,


tueruss… itu kan ekspedisi, dan jalan
rutenya ke Bali.
Bahkan dulu itu disini bis malem,
ngumpule nang kene, hotel Bali,
N3 46.
penumpange ngumpul disini. Sampe saiki
kan kadang onok.
Kalo bentuk perlindungan disini nih?
Kan Peneleh ini jadi kawasan cagar
P 47.
budaya. Sudah ada bentuk
perlindungan apa belum?
Kalo statusnya kan sudah ditetapkan di
SK. Kalo perlindungannya itu per
spasial, per bangunan. Belum ada seh,
kalo buat kawasan. Sebenernya, kalo
dalam Perda itu kan kawasan, tapi
N1 kenyataannya, IMBnya yo keluar tuh, 48.
harusnya kan gak boleh. Sakjane yo
Mas, kalo kita masuk Peneleh itu seng
paling terkenal iku yo Makam. Kalo
menurutku, mana yang jadi point of
interest di Peneleh iku yo makam.
Iya. Soalnya ya, orang – orang yang
N4 dimakamkan disini itu orangnya top 49.
(berperan penting pada periode tertentu).
Kalo ngomongin cagar budaya disini
P sebenernya itu ada berapa cagar 50.
budaya?
Kalo di sekitar sini? Ya kurang lebih
ada 8. Cuma kalo ngomongin 1
kelurahan, ya banyak. Ya ada Rajawali,
N1 51.
RS Undaan, panti jompo, panti asuhan.
Jumlahnya banyak sakjane, udah ada
plakat – plakatnya
P Terus disini cagar budayanya 52.

201
202

(bangunan) penataannya acak atau


sudah ditentukan?
Kalo di Surabaya itu, cagar budayanya
gak ada yang ngelompok gitu.
Semuanya ya nyebar, ya mungkin
masih ada, cuman yaa full sederet
N3 53.
bangunan cagar budaya. Ya itu mau
yang kolonial, mau tradisional, ga ada
mas yang sederet gitu, apalagi cagar
budaya disini ya.
Masuk ke spesifik bangunannya ya Pak,
sebenarnya yang bangunan cagar
P 54.
budaya disini itu yang asli era kolonial
sama tradisional itu ada mana aja?
Kalo masa-masanya pasti jaman
kolonial dulu. Tapi kalo arsitekturnya
beda-beda, ada yang jawa ada yang
kolonial. Kalo kolonial itu kayak eh…..
Toko Buku Peneleh. Kalo rumahnya
Soekarno itu bangunan baru seh, 70an.
Menurutku itu petilasan ya Jadi
N1 55.
rumahnya bentuknya gak gitu, “disini
itu lahirnya Bung Karno”. Jadi
Soekarno lahir disini, tapi rumahnya
sudah diganti, rumah yang asli
bentuknya sudah nggak ada. Cuman
buat ngomongin kalo disini itu
Soekarno lahir disini.
Terus rumahnya itu (Rumah Kelahiran
Soekarno) sebenernya mau dibeli sama
pemerintah, tapi sama orang-orang
N3 gaboleh….. Udah pernah ditawar berapa 56.
M gitu, tapi tetep gak dikasih, maksudnya
buat apa gitu kalo dibeli, orang udah gak
ada hubungan historis, dan Soekarno juga

202
203

tinggal disitu 6 bulan tok terus pindah


keluarganya. Setauku 5 M dari yang
punya, tapi pemkot nawar 2 M, terus
dipikir-pikir sama yang punya kalo dibeli
terus buat apa… Orang gak asli, wes gawe
tetenger ae.
Udah dari dulu itu, udah jadi rumahnya
N1 57.
orang, ada itu pemiliknya.
Tapi kalo bangunan-bangunan cagar
budaya lainnya itu bentuk wujudnya itu
P 58.
masih asli kan? Atau sudah berubah
juga?
N1, N3, N4 Masih asli. 59.
Masih asli. Kalo yang punya itu dari dulu
sampe sekarang itu tetep maskudnya ada
N3 60.
hubungan dengan keluarganya itu biasanya
masih yaa…
P Kalo untuk fungsi-fungsinya pak? 61.
N3 Kalo fungsinya juga masih sama. 62.
Kayak Rumah Ruslan Abdulgani, itu
N1 kafe dulunya. Gatau sekarang apa 63.
yaa…
Iya, dulu itu rumah Cak Ru situ kafe,
N4 64.
dulu enak lo pak, onok kronconge.
Iyo biyen jenenge WOSS, Warung
N2 65.
Omah Sejarah Surabaya, Plampitan.
Berarti untuk kondisi-kondisinya cagar
P budaya di Peneleh itu sudah bagus? 66.
Atau menurut bapak masih kurang?
Kondisinya sekarang udah bagus-bagus
mas. Maksudnya, sudah keurus lah,
N1 buat melindungi bangunan itu, biar 67.
diliatnya kayak sudah keurus. Padahal
ya itu diluarnya aja.
N4 Iya. Kondisinya untuk bangunane 68.

203
204

sudah bagus, tapi yang kurang itu


pengelolaane belum seh dari
pemkotnya.
Kalo ngomongin kondisi bangunan ya…
ya bener diomongin tadi, bagus-bagus
N2 aja, tapi belum dikelola biar orang- 69.
orang itu bisa tau lebih dalem
bangunane itu apa, sejarahe itu apa.
Kalo elemen-elemennya, kayak fasad
bangunannya, pilar-pilar, atap,
P materialnya itu di… bangunan cagar 70.
budaya itu ada yang sudah diganti atau
masih aslinya?
O… kalo elemennya masih pada asli-
asli. Tapi, ya itu tadi… Rumahnya
Soekarno itu yang saya gak tau bentuk
N1 71.
aslinya memang seperti itu atau sudah
berubah total ya… karena saya juga
gak paham seh
Elemennya harusnya banyak yang
masih asli kok mas, paling ada-ada aja
N2 yang diganti tapi gak merusak estetika 72.
kayak aslinya kecuali kalo memang
harus berubah ya…
Iyaa, bener. Ada yang elemen-elemene
kayak pintue, ta dindinge onok seng
N4 keropos, paling kan diganti tok, di gawe 73.
semirip mungkin sama yang dulu kayak
gimana..
Terus gasido, ga ngerti gak laku atau
pengelolaannya kurang ta gak mbois.
N4 74.
Padahal dulu tiap malem minggu itu ada
live music tapi keroncong.
Kalo rumahnya HOS. Tjokroaminoto
P 75.
pak?

204
205

N1, N3, N4 Aslii… 76.


Mulai awal Tjokroaminoto disana itu
N3 masih gak di ubah2, sampe fasad-fasadnya 77.
itu… asli.
P Kalo Toko Buku Peneleh? 78.
N3 Apa? 79.
P Toko Buku Peneleh, pak… 80.
O… itu juga masih tetep kok. Dulu itu
yaa… bukan gak laku, cuman masih
tetep gitu. Kan dulu Bung Karno itu
sering kesana buat baca-baca buku,
dolen-dolene itu kan disana. Kan yang
punya itu kan, tokoh Muhammadiyah.
N3 81.
Itu buat bagi-bagi pikiran, baca-baca,
macem-macem.. itu toko buku Peneleh
itu… sejak dulu udah jadi rumah
pribadi. Kalo rumah Abdulgani itu
sekarang yang nempatin salah satu
keluarganya.
Biasanya mas, kalo yang bangunane
keliatan kolonial-kolonial gitu itu asli
mas, disini ya… Kalo tradisional.. cagar
budaya kayak rumahnya HOS.
N5 82.
Tjokroaminoto itu dipertahankan
sebagaimana mestinya, tapi aku gatau
ya aslinya kayak gimana bentuk omahe
itu.
O… itu fasadnya emang aslinya kayak
gitu? Apa sudah pernah di ubah?
P 83.
Maksudnya elemen-elemen bangunan
disitu…
Ya… kalo itu kan dulunya kafe-
N3 kafe,depannya itu semua sudah berubah, 84.
tapi ya nggak terlalu macem-macem.
N1 Ini apa lagi yang butuh kamu? 85.

205
206

Ini, pak. Saya masih kurang masalah


P bentuk arsitekturnya yang bangunan 86.
cagar budaya di Peneleh itu apa aja.
Kalo itu sebenernya disini mayoritas
masanya kolonial, tapi arsitektur-
arsitekturnya itu diliat dari jenis-
N1 jenisnya. Kan ada indisch, Art Deco, Art 87.
Nouveau, neo-klasik, macem-macem..
Kalo tradisional itu, ngeliatnya ya
paling joglo, terus apalagi itu..
Iyo, mas. Akeh bangunan londo nang
N2 88.
kene.
Ya disini juga udah jadi rumah-rumah
orang dari jaman dulu, dari masa
N4 89.
kolonial. Jadi ya, mungkin kelihatan
kolonial banget.
Berarti condongnya bangunan disini itu
P 90.
bangunan apa?
Iku lo mas… Omahe Tjokroaminoto
keliatan kan kalo tradisional, rumah-
N2 91.
rumah asli Indonesia gitu. Terasnya
ada.
Ya…. Rumah HOS. Tjokroaminoto
N4 itu… Kalo ada terasnya itu biasane asli 92.
Indonesia, gitu.
Ya mungkin bisa jadi kalo bangunane
dominasi sama kolonial akulturasi, soale
gak cuma kolonial tok di bangunan itu,
ada tradisional-tradisionale. Kalo di
N1 93.
Belanda itu kan soalnya ga ada teras,
keademen mas…. Itu orang Belanda
sendiri yang bilang pas kesini. Kan teras
juga kultur Jawa iku..
Didominasi sama gaya-gaya kolonial,
N2 94.
tapi sudah diubah-ubah, jadinya…

206
207

Akulturasi itu.
Kalo akulturasi, disini mungkin rumah
Tjokro sakjane… soalnya ada cerobong
N4 95.
palsu di atapnya, jadi kayak bangunan-
bangunan Belanda.
Bangunan akulturasi itu disini… ya
N3 ada-ada aja tapi gak ngerti seh cagar 96.
budayanya disini akulturasi apa nggak.
Oh yaya… Oh iya pak, sebenernya disini
P 97.
ini masih ada orang yang asli Peneleh?
Setauku gak ada seh, udah lama juga
soalnya. Kalo pun masih ada, juga udah
N3 sepuh seh mas. Peneleh itu kan berasal 98.
dari kata Pinilih, artinya kan itu pilhan.
Maksudnya orang-orang pilihan.
Oh iya pak, mau tanya. Kalo komunitas
Begandring ini itu ada kayak bagian-
P 99.
bagiannya? Kayak ada ketua, wakil, gitu-
gitu.
Oh… gak ada. Sebenernya Begandring itu
tuh sebuh forum diskusi buat komunitas-
komunitas pecinta sejarah gitu. Jadi kalo
ada bahasan tentang ini, dikumpulin buat
bahas sejarah ini, sejarah itu… Begandring
N3 100.
kan sebenernya artine cangkrukan, jadi
semuanya bisa ditampung, yang suka-suka
bahas sejarah itu semuanya bisa disini.
Emang biasanya kita kumpulnya di Lodji
sini.
P Udah ada sejak kapan pak Begandring ini? 101.
Baru seh mas kita… Sekitar… 2018 kita
N3 102.
ini, belum lama-lama banget.
Tapi menurut bapak, kondisi disini
P bangunan-bangunan cagar budayanya 103.
gimana?

207
208

Kalo kondisi seh… bangunane bagus


seh mas, tapi sayangnya kan belum
N3 104.
banyak yang tau itu dimana, ada apa di
situ, sejarahe lah maksude.
Tapi kalo elemen-elemen disini pak?
P Dari pilar, fasadenya, material sama 105.
atapnya disini itu gimana?
Kurang ngerti aku seh kalo elemen-
N3 106.
elemennya.
Maksudnya kayak pernah diganti apa tetep
P 107.
dari dulu gitu?
Kalo itu biasanya elemen-elemen kayak
gitu sebisa mungkin tetep seh mas, jadi
kalo pun emang udah rusak ta jelek gitu
dibenerin seasli-asli mungkin. Kayak
Ruslan Abdulgani itu kan kamu
N3 108.
lihatnya depannya di cat kayak gitu
ya… mungkin dulunya seperti itu, terus
pernah diganti-ganti, atau itu mungkin
dari sejak dia eh… pas itu jadi kafe.
Gak ngerubah semuanya, iya.
Sebenernya ada nggak pak orang yang
P putar-putar disini mau tahu daerah sini 109.
gitu?
Ada seh ada mas, pasti ada. Tapi paling
N2 110.
cuman keliling tok terus pulang
Iyo, pasti ada lah. Masalahnya kan
ngapain orang itu muter-muter disini,
wong yo gak ngerti endi seh cagar
N1 111.
budayane, belum lagi kalo dia bawa
kendaraan sama temen-temene gitu kan
angel.
Pak, sebenernya bangunan-bangunan di
P pinggir jalan Peneleh ini itu sudah 112.
daridulu gitu? Atau mungkin diganti

208
209

sama pemiliknya?
Waduh, kurang paham aku ya. Tapi
paling seh sudah direnov-renov ya. Kalo
N1 seng jelen-jelek gitu mungkin masih 113.
tetep ya, ditelantarin git uterus dari
dulu.
Harusnya seh udah mas.. kalo dilihat
sekarang ya, soalnya udah nyampur-
N2 nyampur ngono lo. Jadi gaero endi seng 114.
teko koloni, endi seng gawenane wong
kene.
Iyo… Belum lagi itu di pinggir jalan
N1 kan. Jadi kita juga nggak tahu Peneleh 115.
itu kawasan apa sebenere.

209
210

(Warga Kampung Peneleh, Kota Surabaya)


Keterangan :
 Jabatan :
Kode Wawancara Jabatan
P
Pewawancara
Rifqi Soedjono
N7
Ketua RT
Pak Eko

 Waktu : Selasa, 24 Maret 2020 (11:45 -13:00)


Kode
Wawancara Nomor
Wawancara
N7 Darimana? 1.
Saya Rifqi Soedjono, Pak. Dari ITS,
P 2.
Perencanaan Wilayah Kota.
N7 Fakultas Perikanan? 3.
P Eh… Fakultas Perencanaan 4.
O… Tak kira perikanan. Eh.. itu Teknik
N7 5.
Sipil?
P Bukan, pak. Beda, kalo saya tata kota 6.
Oalah, yaya…Teknik Lingkungan berarti?
N7 7.
ITS
P e…. Satu fakultas sekarang, pak. 8.
N7 Yaya, ini maaf ya rumah saya berantakan 9.
Iya, pak, gapapa. Saya juga mendadak tadi
P 10.
dikenalin sama Mas Ojan di depan tadi
N7 Iya, kok bisa kenal sama ini? 11.
Iya, pak. Tadi ketemu di depan rumah
P Tjokroaminoto. Terus ditawarin mau 12.
ketemu pak RT sini, gitu.
N7 O… gimana mas? Ada apa? 13.
P Ini, pak. Saya mau tanya-tanya tentang 14.

210
211

bangunan-bangunan cagar budaya di


Peneleh ini. Saya masih bingung juga
tentang bangunan-bangunan disini yang
belum ditetapin sama dikelola sama
pemerintah ini, kayak di rumah
Soekarno itu, pak.
O.. iya sebenere masih banyak sih mas,
kalo bangunan yang harusnya dicagar
budayakan kalo berdasarkan dilihat
dari umur bangunan yang lebih dari 50
tahun gitu kan harus dicagar budaya
kan. Contoh kayak masjid, masjid
Peneleh yang di gang 5 ini kan masuk
kategori cagar budaya, kan juga
peninggalan yang lebih dulu dari
Tjokroaminoto. Ini kan sejarahnya
berjalannya Sunan Ampel disini itu kan
dan diteruskan sama yang kuburannya
di tengah itu Mbah Singo, panjang
namanya… Di saat kanjeng Sunan
N7 Ampel disini ini bertemu dengan Mbah 15.
Singo yang notabene dulu kan hindu-
budha kan, agama islam belum masuk
itu. Dari lama saja Mbah Singo itu
sudah nama jawa, kan.. hingga menjadi
legenda kan karena saksi hidupnya
udah gak ada, udah tinggal e.. dari
cerita-cerita ini dari nenek saya yang
juga diceritakan sama orangtuanya.
Jadi ceritanya sebelum Sunan Ampel
masuk sini ini, yang namanya minum,
main, adat itu kan memang kebiasan
orang hindu-budha. Contohnya orang
Belanda, orang Bali ini kalo ada acara
atau upacara itu kana da acara mabuk-

211
212

mabuknya. Jadi, makanya kanjeng


Sunan Ampel ini mau masuk agama
islam ini dengan kesakstian dari Mbah
Singo. Awalnya dengan adu fisik, tapi
kanjeng Sunan Ampel lebih bijaksana,
jadi kita taruh saja kesaktian kita
dengan media ayam, dan akhirnya
Mbah Singo ini kalah. Ya… akhirnya
dia ikut kebudayaan Kanjeng Sunan
Ampel yang notabene itu agama baru
lah, agama islam. Jadi gitu, apa lagi
yang mau ditanya kan?
Ini.. mau nanya tentang Lawang
P 16.
Seketeng, pak. Itu kan baru ya pak?
Lawang Seketeng. Itu nama-nama
sebetulnya sangkut-paut dari catatan jejak
sejarah, kayak Pandean tentang Pandai,
N7 17.
Jagalan tukang jagal atau menyembelih
suatu upacara-upacara penyembelihan di
jaman kerajaan.
Tapi kalo Lawang Seketeng itu baru
P 18.
ditemukan atau gimana?
Lawang Seketeng Sumur. Kalo menurut
saya jejak dari Pandean, Pande itu kan
perlu air untuk menyelup yang sudah
jadi itu berbentuk sumur yang airnya
bisa untuk rumah tangga bisa, untuk
N7 kebutuhan sehari-hari di jaman dulu. 19.
Dulu saya juga pernah coba ya,
memang airnya itu lebih jernih
daripada air pet. Itu ditemukan pas mau
ada galian jalan itu akhirnya nemu
sumur itu.
Mau tanya, pak. Sebenernya orang asli
P 20.
Peneleh disini itu masih ada atau nggak?

212
213

Terakhir meninggal, hari kamis… kemarin


ada rencana mau wawancara untuk
N7 21.
kesaksian di Peneleh ini tapi orangnya
sudah sangat tua..
P Terus kalo rumah Soekarno itu, pak? 22.
Iya, itu kemarin saya waktu ketemu bu
wali saya tanyakan langsung, “bu
kenapa kok tidak segera rumah
kelahirannya Soekarno di-anu?” terus
di jawab sama Bahasa jawa katanya
ditanya mintanya sekian, udah, karena
tidak sesuai dengan NJOP sopo sing
wani tanggung jawab untuk anggaran,
yasudah, 400 terus NJOPnya sekitar
100 sekian. Ada dana 400, terus pas
N7 23.
diklarifikasi, berubah minta 1M. 1M
terus siapa yang berani tanggung
jawab… Maksudnya, bagaimana pun
kita ini kan merasa berutang budi
dengan beliau (Soekarno). Mungkin
jurusan sampeyan ya nggak linier
dengan sejarah, tapi setidaknya…
mengerti lah cerita-cerita jaman dahulu
seperti apa… Apalagi yang mau
ditanya?
Aah.. ini pak. Saya mau tanya yang di
P Pelampitan, itu rumah Ruslan 24.
Abdulgani..
Kalo menurut saya pribadi ya, mas…
Rumahnya Ruslan Abdulgani itu tidak
termasuk golongan tidak A. Memang
N7 rumah Ruslan Abdulgani dulu sempat 25.
berubah, tapi di saat eeh.. memang
beliaunya suka menulis, dan suka
membaca, jadi buku-bukunya itu

213
214

dikumpulkan disana dan muncul


kenapa rumah ini tidak dijadikan cagar
budaya.. itu bagian depan, fasadnya itu
kan berubah dicat kayak kayu-kayu
gitu. Memang kalo sudah dicagar
budayakan ada konsekuensinya, tidak
boleh diganti apa-apa tapi ada
perawatan entah bagaimana.. tapi
kenyataannya ndak, bagaimana untuk
ganti-ganti itu biaya harusnya dari
pemerintah, nyatanya ndak… Kayak
dulu rumah Tjokroaminoto itu saya
2016 yang pegang, tapi setelah itu saya
tidak bisa bekerja sendiri padahal
pengunjung itu sudah banyak kesana,
mas… Jadi intinya saya babat alas buat
ngenalin rumah itu sama rekan-rekan
UNAIR.
Kalo ngomongin golongan bangunan
ini, tidak semua di Peneleh ini gak
semua golongan A, karena saya gak tau
ya gimana…
Jadi, kalo ngomongin bangunan, ya
pak. Menurut bapak disini bcbnya
P 26.
termasuk era apa? Kalo diliat dari
arsitekturnya juga pak.
Kalo sebetulnya, disini dulu itu
didominasi sama orang-orang kolonial.
Tapi, karena sudah kesini-kesini ya
jamannya… ada juga yang tradisional.
N7 Tjokroaminoto itu kan kelihatan kayak 27.
bangunan jawa, depannya itu.. Toko
buku Peneleh.. juga bisa dilihat
bentuknya masa-masa kolonial kan. Itu
pas saya yang pegang, ya hampir mirip-

214
215

mirip lah.. Sebenernya pemerintah


tinggal terusin aja.
Tapi kalo untuk bangunan akulturasi,
P 28.
pak?
N7 Akulturasi? 29.
Maksudnya kayak di bangunan itu ada
P eh… kolonialnya ada, tradisionalnya juga 30.
ada. Itu di Peneleh ada nggak pak?
O… kalo bangunan ya mas, di Peneleh
ada seharusnya. Tapi, kalo cagar
budayanya setau saya nggak ada seh.
N7 Mungkin kayak Masjid Peneleh itu ya.. 31.
itu sudah pernah direnovasi bagian
depannya jadi kayak gitu sekarang.
Sudah ke sana?
Sudah pak. Untuk fungsi sama kondisi
bangunan cagar budaya disini itu pak?
P Untuk fungsinya bangunan itu berubah 32.
atau tetep kayak dulu sama kondisinya
dirawat lah atau ditelantarin gitu..
N7 Cagar budaya ya? 33.
Iya, pak.. bangunan cagar budaya di
P 34.
Peneleh.
Untuk fungsi-fungsinya ya… bcb disini
itu tetep kayak dulu. Cuman untuk
rumah Soekarno itu yang saya bilang
tadi… karena pemkot gak megang ya,
jadi kondisinya kayak gini sekarang.
Orang-orang sekitarnya juga… yang
N7 35.
penting gak diapa-apain gitu mikirnya
lah. Mungkin langgar duwur itu ya…
karena mungkin belum selama
bangunan-bangunan cagar lainnya ya..
keliatan kurang ya.. Menurut saya,
bangunan yang kondisinya kurang

215
216

banget disini itu cuma rumahnya


Soekarno. Sayang banget itu..
Oh iya pak… kalo elemen-elemen
bangunan cagar budaya di Peneleh itu
P menurut bapak sudah ada yang diganti 36.
kah… atau masih bagus dari awal
bangunannya ada?
Kalo yang di rumahnya Tjokroaminoto,
elemen-elemennya itu masih asli tapi
pernah… bukan renovasi, tapi
dibagusin lagi gitu lah biar terlihat
bagus, menarik lah buat didatengin
sama orang-orang. Sayangnya kan
masih belum banyak tau dimana
N7 rumahnya, yang tau-tau itu biasanya 37.
kayak sampeyan-sampeyan gini, untuk
skripsinya atau yang suka sama sejarah
gitu biasanya nyariin rumah-rumah.
Jadi dibagusin rumahnya biar keliatan
kalo cagar budaya disitu sudah
terlindungi. Padahal ya belum
semuanya, kalo disini ini.

216
217

BIODATA PENULIS

Penulis lahir di Kota Ujung Pandang


pada tanggal 27 Juni 1998 dan anak
bungsu dari tiga bersaudara. Penulis
telah menempuh pendidikan formal di
SD Muhammadiyah 4 Surabaya, SMP
Negeri 39 Surabaya, dan SMA Negeri
20 Surabaya. Setelah melakukan
pendidikan formal selama 12 tahun,
penulis melanjutkan pendidikan dan
perkuliahan di Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya, menjadi
mahasiswa pada Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota pada tahun
2016. Selama masa perkuliahan dan menjadi mahasiswa, penulis
mendapatkan pelajaran baik formal dan informal yang didapatkan
dari dosen, mahasiswa, maupun lingkungan sekitar. Penulis akan
selalu mengucapkan kata terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penulis mengerjakan Tugas Akhir ini dan membantu
selama masa perkuliahan di PWK ITS, terutama keluarga saya dan
teman sepercangkrukan saya. Penulis dapat dihubungi melalui email
rifqisoedjono@gmail.com.

217

Anda mungkin juga menyukai