Sate merupakan salah satu makanan tradisional yang memiliki tingkat kepopuleran tinggi di Indonesia, dan bahkan di dunia. Hal ini terlihat dari banyaknya kaki lima, depot, dan restoran yang mengangkat makanan tersebut sebagai menu andalannya. Hal yang sama terjadi pula di Surabaya. Begitu banyak gerai sate tersebar di kota ini, bersaing untuk memperoleh pelanggannya. Karena persaingan begitu ketat, akhirnya taktik menurunkan harga sebanyak mungkin tanpa memperhatikan kualitas produk seringkali ditemui. Alhasil, sate sering dianggap sebagai makanan tradisional murahan (murah tanpa kualitas). Namun di antara begitu banyak gerai itu, ada satu produsen yang mau mengambil pendekatan berbeda. Lisidu, sebuah rumah makan sate ayam Ponorogo, bertekad tidak hanya untuk melestarikan makanan tradisional ini saja, namun juga meningkatkan derajat makanan tradisional. Oleh dari itu, pemikiran bahwa sate itu makanan pinggir jalan, yang tidak jelas kebersihan dan bahannya, harus dihilangkan. Caranya adalah dengan menggunakan bahan terbaik dalam produksi satenya, yaitu 100% ayam kampung. Hal ini kemudian membuat harga produksinya meningkat serta targetnya lebih premium dibanding gerai sate lain di Surabaya. Selain dalam hal produk, Lisidu juga kerap berusaha memberikan yang terbaik pada pelangganya. Salah satunya adalah dalam hal menyajikan produknya. Untuk pelanggan yang makan di tempat, sate dan bumbu akan disajikan pada piring keramik putih yang sangat cocok dengan image bersih yang dimilikinya. Untuk pelanggan yang ingin menikmati satenya di luar, atau take away, Lisidu menyajikan satenya dengan kemasan kertas coklat laminasi (kertas bungkus nasi), hampir sama dengan kemasan sate umumnya. Bedanya, setelah dibungkus dengan kertas coklat, kemasan dibungkus lagi dengan aluminium foil, guna mengunci kehangatan sate. Untuk saus kacang, penyajiannya dibuat terpisah dengan menggunakan kantung plastik. Setelah itu bungkusan sate, bumbu, dan plastik
1 Universitas Kristen Petra
berisi sambal serta irisan bawang merah dimasukkan ke dalam satu buah kantung kresek berbahan plastik. Meski sudah menggunakan sedikit inovasi dibandingkan dengan kemasan sate umumnya, kenyataannya kemasan sate Lisidu masih memiliki beberapa kelemahan yang cukup fatal. Yang pertama, dari segi kepraktisannya. Untuk menyajikan satu jenis hidangan saja, kemasan ini membutuhkan 3 macam kemasan, kemasan sate, kemasan saus, dan kemasan luar untuk menjinjing. Belum termasuk tambahan seperti sambal dan irisan bawang merah yang juga dimasukkan ke dalam kresek. Sangat tidak praktis. Kelemahan kedua adalah dari segi efektivitas. Kemasan take away jangka pendek harusnya memungkinkan konsumen untuk menikmati hidangan sate tersebut di mana pun. Take away, bukan take home. Namun hal ini tidak dimungkinkan, melihat penggunaan kertas coklat laminasi sebagai kemasan utama satenya. Sifat dari kertas yang datar dan rata tidak dapat dituangi dengan bumbu saus kacang begitu saja, karena dalam sekejab bumbu akan melebar ke mana- mana. Untuk mengatasinya, akhirnya konsumen harus menunggu untuk pulang ke rumah untuk memindahkan sate ke piring lagi. Padahal seharusnya kemasan take away itu sendiri dapat menjadi substitusi dari piring yang digunakan di rumah makan. Kelemahan lainnya terlihat dari sisi kebersihan. Seperti yang diketahui, untuk membuat rasa yang pekat pada sate ayam Ponorogo, dibutuhkan proses perendaman daging di dalam bumbu. Setelah dipanggang, nyatanya bumbu itu seringkali mudah merembes keluar dari daging hingga membasahi kertas coklat laminasi dan aluminium foil di luarnya. Dan karena Lisidu tidak menggunakan sistem penutupan atau segel pada kemasannya, bumbu itu akan semakin mudah keluar melalui celah-celah kertas dan foil yang terbuka. Alhasil, kemasan- kemasan lain dan bagian bawah kantung kresek pun ikut terkena bumbu itu. Hal ini, selain berlawanan dengan fungsi kemasan yang seharusnya memberi proteksi dan pengamanan pada produknya (Cenadi 96), juga berlawanan dengan citra higenis yang dimiliki Lisidu. Selain itu pula, kemasan sate Lisidu ini belum memiliki identitas yang jelas, yang dapat mengarah pada pencapaian citra dari sate ayam Lisidu sendiri.
2 Universitas Kristen Petra
Kemasan sate ini tidak terlalu berbeda dengan kemasan sate lain. Hal ini berlawanan dengan salah satu tujuan kemasan dalam mengekspresikan identitas dan citra produknya (“The” par. 3). Adanya identitas ini nantinya juga dapat menjadi Unique Selling Proposition, sebuah poin unik yang dapat membedakan kemasan sate Lisidu dengan yang lain, dengan harapan konsumen lebih tertarik untuk membeli sate Lisidu sendiri (Hindle 197). Oleh dari pada itu, dibutuhkan sebuah perancangan kemasan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada bentuk kemasan sate ayam Lisidu yang telah digunakan selama ini.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana merancang kemasan yang inovatif yang dapat menjawab permasalahan kepraktisan, efektivitas, perlindungan, dan identitas pada kemasan sate ayam Lisidu?
1.3 Batasan Lingkup Perancangan
Berdasarkan permasalahan yang ada, ditemukan batasan masalah sebagai berikut. 1.3.1 Objek Perancangan Kemasan inovatif sate ayam Lisidu Surabaya. 1.3.2 Subjek Perancangan Lisidu, Surabaya. 1.3.3 Sasaran Perancangan 1.3.3.1 Demografis Sasarannya adalah wanita maupun pria dengan keadaan ekonomi menengah ke atas. 1.3.3.2 Geografis Meliputi.masyarakat kota Surabaya. 1.3.3.3 Psikografis Golongan masyarakat yang menyukai makanan tradisional.
3 Universitas Kristen Petra
1.3.3.4 Behaviouristis Masyarakat yang memiliki kesibukan yang cukup padat, sehingga sukar untuk makan di tempat ataupun menempuh perjalanan ke rumah untuk makan. 1.3.4 Objek Penelitian Pihak Lisidu beserta produk kemasan untuk kepentingan take away-nya. 1.3.5 Lokasi Penelitian Surabaya.
1.4 Tujuan Perancangan
Merancang kemasan yang inovatif yang dapat menjawab permasalahan kepraktisan, efektivitas, perlindungan, dan identitas pada kemasan sate ayam Lisidu.
1.5 Manfaat Perancangan
1.5.1 Bagi Mahasiswa Menambah wawasan mahasiswa seputar dunia kemasan, seperti pentingnya tidak hanya melihat kemasan dari segi visual saja, melainkan dari segi fungsinya juga. 1.5.2 Bagi Institusi (Keilmuan DKV) Mengaplikasikan apa yang telah dipelajari di DKV, khususnya seputar perancangan kemasan, dalam permasalahan yang benar-benar dihadapi di kehidupan sekitar. 1.5.3 Bagi Lisidu Meningkatkan citra sate ayam Lisidu sebagai sate yang mudah dinikmati, meski tidak dikonsumsi di rumah makan dan di rumah, serta mendorong semangat berkreasi produsen sate dalam mengemas produknya. 1.5.4 Bagi Masyarakat Masyarakat dapat dengan mudah menikmati hidangan sate ayam Lisidu di lokasi selain rumah makan dan rumah.
4 Universitas Kristen Petra
1.6 Definisi Operasional 1.6.1 Kemasan inovatif Kotler dan Keller mendefiniskan kemasan sebagai segala aktivitas mendesain atau merancang dan memproduksi wadah untuk sebuah produk (368). Sedangkan, inovatif (berasal dari kata inovasi) didefinisikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai penemuan baru yang berbeda dari apa yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Hal ini dapat mencakup gagasan, metode, atau alat. Dari situ, didapatkan pengertian kemasan inovatif, yakni kegiatan merancang dan memproduksi wadah yang baru, atau berbeda dari yang sudah ada, untuk sebuah produk. 1.6.2 Sate ayam Sate adalah makanan yang diolah dari potongan daging yang dipotong kecil-kecil ditusuk dengan tusukan sate, dan dibakar menggunakan bara arang kayu. Biasanya sate dimakan bersama bumbu, meski hal ini tergantung pula dari variasi sate yang dipilih (“Berbagai” par. 1). Karena di sini dikatakan sate ayam, maka tak lain bahan yang digunakan berasal dari daging ayam.
1.7 Metode Perancangan
1.7.1 Data yang Dibutuhkan 1.7.1.1 Data Primer Data primer yang dibutuhkan berbasis pada data-data mengenai produsen. Pengamatan terhadap kemasan-kemasan yang telah dibuat produsen dan kemasan- kemasan kompetitor juga dibutuhkan sebagai acuan untuk menghasilkan desain kemasan yang inovatif dan efektif dalam memecahkan masalah di kemasan sebelumnya. 1.7.1.2 Data Sekunder Data sekunder didapatkan dari studi literatur dari berbagai sumber, terutama yang terkait dengan dunia kemasan.
5 Universitas Kristen Petra
1.7.2 Metode Pengumpulan Data 1.7.2.1 Wawancara Wawancara dilakukan kepada pihak dari produsen sate ayam Lisidu untuk lebih mengetahui mengenai perkembangan rumah makan dan kemasan yang digunakan. 1.7.2.2 Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari produk yang telah ada, terutama kaitannya dengan kemasan yang telah digunakan. 1.7.2.3 Studi literatur Studi data melalui internet dan kepustakaan akan dilakukan untuk mengetahui hal-hal seputar kemasan itu sendiri, mulai dari teori hingga contoh kemasan yang inovatif. Hal ini dilakukan untuk menambahkan pengetahuan dan pengalaman.
1.7.3 Instrumen/ Alat Pengumpulan Data
Beberapa alat yang digunakan untuk perancangan ini adalah kertas, alat tulis, perangkat komputer, dan software (Adobe Illustrator, Adobe Photoshop, Adobe Indesign, Microsoft Word, dan lain-lain).
1.8 Metode Analisis Data
Metode yang digunakan di sini adalah 5W1H. Penjabarannya ialah sebagai berikut. What : Apa masalah yang mendasari perancangan kemasan ini? Why : Mengapa masalah tersebut terjadi? Who : Siapa yang mengalami permasalahan ini? When : Sejak kapan masalah ini terjadi? Where : Di mana masalah ini terjadi? How : Bagaimana upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut? Selain itu, digunakan pula metode SWOT untuk mengetahui kelebihan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari kemasan dan produk Lisidu sendiri.
6 Universitas Kristen Petra
Strength : Apa sajakah kelebihan yang dapat ditemukan dari kemasan sate ayam Lisidu? Weakness : Apa sajakah kelemahan yang dapat ditemukan dari kemasan sate ayam Lisidu? Opportunities : Apa sajakah peluang yang dimiliki Lisidu dalam rangka perancangan kemasan yang baru? Threat : Apa sajakah ancaman yang dimiliki Lisidu dalam rangka perancangan kemasan yang baru?
1.9 Konsep Perancangan
Meskipun sate ayam Lisidu memiliki citra sebagai produsen sate yang premium, berkualitas, dan higenis; hal tersebut belum nampak dalam kemasannya. Alih-alih, masih ditemukan kelemahan-kelemahan yang mendasar pada kemasannya. Permasalahan inilah yang mendorong dibuatnya sebuah perancangan sebuah kemasan yang inovatif dan dapat menjawab kelemahan-kelemahan pada kemasan yang dimiliki Lisidu selama ini. Untuk mendukung perancangan ini, dilakukan pengumpulan data. Data-data tersebut kemudian dianalisis agar dapat diperoleh pemecahan dan konsep perancangan yang tepat. Setelah konsep perancangan ditemukan, kegiatan desain dan uji coba dilakukan hingga pada akhirnya dapat ditemui karya kemasan final yang mampu menjawab permasalahan kemasan Lidisu ini.