Anda di halaman 1dari 8

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sate merupakan salah satu makanan tradisional yang memiliki tingkat
kepopuleran tinggi di Indonesia, dan bahkan di dunia. Hal ini terlihat dari
banyaknya kaki lima, depot, dan restoran yang mengangkat makanan tersebut
sebagai menu andalannya. Hal yang sama terjadi pula di Surabaya. Begitu banyak
gerai sate tersebar di kota ini, bersaing untuk memperoleh pelanggannya. Karena
persaingan begitu ketat, akhirnya taktik menurunkan harga sebanyak mungkin
tanpa memperhatikan kualitas produk seringkali ditemui. Alhasil, sate sering
dianggap sebagai makanan tradisional murahan (murah tanpa kualitas).
Namun di antara begitu banyak gerai itu, ada satu produsen yang mau
mengambil pendekatan berbeda. Lisidu, sebuah rumah makan sate ayam
Ponorogo, bertekad tidak hanya untuk melestarikan makanan tradisional ini saja,
namun juga meningkatkan derajat makanan tradisional. Oleh dari itu, pemikiran
bahwa sate itu makanan pinggir jalan, yang tidak jelas kebersihan dan bahannya,
harus dihilangkan. Caranya adalah dengan menggunakan bahan terbaik dalam
produksi satenya, yaitu 100% ayam kampung. Hal ini kemudian membuat harga
produksinya meningkat serta targetnya lebih premium dibanding gerai sate lain di
Surabaya.
Selain dalam hal produk, Lisidu juga kerap berusaha memberikan yang
terbaik pada pelangganya. Salah satunya adalah dalam hal menyajikan produknya.
Untuk pelanggan yang makan di tempat, sate dan bumbu akan disajikan pada
piring keramik putih yang sangat cocok dengan image bersih yang dimilikinya.
Untuk pelanggan yang ingin menikmati satenya di luar, atau take away, Lisidu
menyajikan satenya dengan kemasan kertas coklat laminasi (kertas bungkus nasi),
hampir sama dengan kemasan sate umumnya. Bedanya, setelah dibungkus dengan
kertas coklat, kemasan dibungkus lagi dengan aluminium foil, guna mengunci
kehangatan sate. Untuk saus kacang, penyajiannya dibuat terpisah dengan
menggunakan kantung plastik. Setelah itu bungkusan sate, bumbu, dan plastik

1 Universitas Kristen Petra


berisi sambal serta irisan bawang merah dimasukkan ke dalam satu buah kantung
kresek berbahan plastik.
Meski sudah menggunakan sedikit inovasi dibandingkan dengan kemasan
sate umumnya, kenyataannya kemasan sate Lisidu masih memiliki beberapa
kelemahan yang cukup fatal. Yang pertama, dari segi kepraktisannya. Untuk
menyajikan satu jenis hidangan saja, kemasan ini membutuhkan 3 macam
kemasan, kemasan sate, kemasan saus, dan kemasan luar untuk menjinjing. Belum
termasuk tambahan seperti sambal dan irisan bawang merah yang juga
dimasukkan ke dalam kresek. Sangat tidak praktis.
Kelemahan kedua adalah dari segi efektivitas. Kemasan take away jangka
pendek harusnya memungkinkan konsumen untuk menikmati hidangan sate
tersebut di mana pun. Take away, bukan take home. Namun hal ini tidak
dimungkinkan, melihat penggunaan kertas coklat laminasi sebagai kemasan utama
satenya. Sifat dari kertas yang datar dan rata tidak dapat dituangi dengan bumbu
saus kacang begitu saja, karena dalam sekejab bumbu akan melebar ke mana-
mana. Untuk mengatasinya, akhirnya konsumen harus menunggu untuk pulang ke
rumah untuk memindahkan sate ke piring lagi. Padahal seharusnya kemasan take
away itu sendiri dapat menjadi substitusi dari piring yang digunakan di rumah
makan.
Kelemahan lainnya terlihat dari sisi kebersihan. Seperti yang diketahui,
untuk membuat rasa yang pekat pada sate ayam Ponorogo, dibutuhkan proses
perendaman daging di dalam bumbu. Setelah dipanggang, nyatanya bumbu itu
seringkali mudah merembes keluar dari daging hingga membasahi kertas coklat
laminasi dan aluminium foil di luarnya. Dan karena Lisidu tidak menggunakan
sistem penutupan atau segel pada kemasannya, bumbu itu akan semakin mudah
keluar melalui celah-celah kertas dan foil yang terbuka. Alhasil, kemasan-
kemasan lain dan bagian bawah kantung kresek pun ikut terkena bumbu itu. Hal
ini, selain berlawanan dengan fungsi kemasan yang seharusnya memberi proteksi
dan pengamanan pada produknya (Cenadi 96), juga berlawanan dengan citra
higenis yang dimiliki Lisidu.
Selain itu pula, kemasan sate Lisidu ini belum memiliki identitas yang jelas,
yang dapat mengarah pada pencapaian citra dari sate ayam Lisidu sendiri.

2 Universitas Kristen Petra


Kemasan sate ini tidak terlalu berbeda dengan kemasan sate lain. Hal ini
berlawanan dengan salah satu tujuan kemasan dalam mengekspresikan identitas
dan citra produknya (“The” par. 3). Adanya identitas ini nantinya juga dapat
menjadi Unique Selling Proposition, sebuah poin unik yang dapat membedakan
kemasan sate Lisidu dengan yang lain, dengan harapan konsumen lebih tertarik
untuk membeli sate Lisidu sendiri (Hindle 197).
Oleh dari pada itu, dibutuhkan sebuah perancangan kemasan untuk
memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada pada bentuk kemasan sate ayam
Lisidu yang telah digunakan selama ini.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana merancang kemasan yang inovatif yang dapat menjawab
permasalahan kepraktisan, efektivitas, perlindungan, dan identitas pada kemasan
sate ayam Lisidu?

1.3 Batasan Lingkup Perancangan


Berdasarkan permasalahan yang ada, ditemukan batasan masalah sebagai
berikut.
1.3.1 Objek Perancangan
Kemasan inovatif sate ayam Lisidu Surabaya.
1.3.2 Subjek Perancangan
Lisidu, Surabaya.
1.3.3 Sasaran Perancangan
1.3.3.1 Demografis
Sasarannya adalah wanita maupun pria dengan keadaan ekonomi
menengah ke atas.
1.3.3.2 Geografis
Meliputi.masyarakat kota Surabaya.
1.3.3.3 Psikografis
Golongan masyarakat yang menyukai makanan tradisional.

3 Universitas Kristen Petra


1.3.3.4 Behaviouristis
Masyarakat yang memiliki kesibukan yang cukup padat, sehingga sukar
untuk makan di tempat ataupun menempuh perjalanan ke rumah untuk makan.
1.3.4 Objek Penelitian
Pihak Lisidu beserta produk kemasan untuk kepentingan take away-nya.
1.3.5 Lokasi Penelitian
Surabaya.

1.4 Tujuan Perancangan


Merancang kemasan yang inovatif yang dapat menjawab permasalahan
kepraktisan, efektivitas, perlindungan, dan identitas pada kemasan sate ayam
Lisidu.

1.5 Manfaat Perancangan


1.5.1 Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan mahasiswa seputar dunia kemasan, seperti
pentingnya tidak hanya melihat kemasan dari segi visual saja, melainkan dari segi
fungsinya juga.
1.5.2 Bagi Institusi (Keilmuan DKV)
Mengaplikasikan apa yang telah dipelajari di DKV, khususnya seputar
perancangan kemasan, dalam permasalahan yang benar-benar dihadapi di
kehidupan sekitar.
1.5.3 Bagi Lisidu
Meningkatkan citra sate ayam Lisidu sebagai sate yang mudah dinikmati,
meski tidak dikonsumsi di rumah makan dan di rumah, serta mendorong semangat
berkreasi produsen sate dalam mengemas produknya.
1.5.4 Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat dengan mudah menikmati hidangan sate ayam Lisidu di
lokasi selain rumah makan dan rumah.

4 Universitas Kristen Petra


1.6 Definisi Operasional
1.6.1 Kemasan inovatif
Kotler dan Keller mendefiniskan kemasan sebagai segala aktivitas
mendesain atau merancang dan memproduksi wadah untuk sebuah produk (368).
Sedangkan, inovatif (berasal dari kata inovasi) didefinisikan oleh Kamus Besar
Bahasa Indonesia sebagai penemuan baru yang berbeda dari apa yang sudah ada
atau yang sudah dikenal sebelumnya. Hal ini dapat mencakup gagasan, metode,
atau alat. Dari situ, didapatkan pengertian kemasan inovatif, yakni kegiatan
merancang dan memproduksi wadah yang baru, atau berbeda dari yang sudah ada,
untuk sebuah produk.
1.6.2 Sate ayam
Sate adalah makanan yang diolah dari potongan daging yang dipotong
kecil-kecil ditusuk dengan tusukan sate, dan dibakar menggunakan bara arang
kayu. Biasanya sate dimakan bersama bumbu, meski hal ini tergantung pula dari
variasi sate yang dipilih (“Berbagai” par. 1). Karena di sini dikatakan sate ayam,
maka tak lain bahan yang digunakan berasal dari daging ayam.

1.7 Metode Perancangan


1.7.1 Data yang Dibutuhkan
1.7.1.1 Data Primer
Data primer yang dibutuhkan berbasis pada data-data mengenai produsen.
Pengamatan terhadap kemasan-kemasan yang telah dibuat produsen dan kemasan-
kemasan kompetitor juga dibutuhkan sebagai acuan untuk menghasilkan desain
kemasan yang inovatif dan efektif dalam memecahkan masalah di kemasan
sebelumnya.
1.7.1.2 Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari studi literatur dari berbagai sumber,
terutama yang terkait dengan dunia kemasan.

5 Universitas Kristen Petra


1.7.2 Metode Pengumpulan Data
1.7.2.1 Wawancara
Wawancara dilakukan kepada pihak dari produsen sate ayam Lisidu
untuk lebih mengetahui mengenai perkembangan rumah makan dan kemasan yang
digunakan.
1.7.2.2 Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari
produk yang telah ada, terutama kaitannya dengan kemasan yang telah digunakan.
1.7.2.3 Studi literatur
Studi data melalui internet dan kepustakaan akan dilakukan untuk
mengetahui hal-hal seputar kemasan itu sendiri, mulai dari teori hingga contoh
kemasan yang inovatif. Hal ini dilakukan untuk menambahkan pengetahuan dan
pengalaman.

1.7.3 Instrumen/ Alat Pengumpulan Data


Beberapa alat yang digunakan untuk perancangan ini adalah kertas, alat
tulis, perangkat komputer, dan software (Adobe Illustrator, Adobe Photoshop,
Adobe Indesign, Microsoft Word, dan lain-lain).

1.8 Metode Analisis Data


Metode yang digunakan di sini adalah 5W1H. Penjabarannya ialah sebagai
berikut.
What : Apa masalah yang mendasari perancangan kemasan ini?
Why : Mengapa masalah tersebut terjadi?
Who : Siapa yang mengalami permasalahan ini?
When : Sejak kapan masalah ini terjadi?
Where : Di mana masalah ini terjadi?
How : Bagaimana upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut?
Selain itu, digunakan pula metode SWOT untuk mengetahui kelebihan,
kelemahan, peluang, dan ancaman dari kemasan dan produk Lisidu sendiri.

6 Universitas Kristen Petra


Strength : Apa sajakah kelebihan yang dapat ditemukan dari kemasan
sate ayam Lisidu?
Weakness : Apa sajakah kelemahan yang dapat ditemukan dari kemasan
sate ayam Lisidu?
Opportunities : Apa sajakah peluang yang dimiliki Lisidu dalam rangka
perancangan kemasan yang baru?
Threat : Apa sajakah ancaman yang dimiliki Lisidu dalam rangka
perancangan kemasan yang baru?

1.9 Konsep Perancangan


Meskipun sate ayam Lisidu memiliki citra sebagai produsen sate yang
premium, berkualitas, dan higenis; hal tersebut belum nampak dalam kemasannya.
Alih-alih, masih ditemukan kelemahan-kelemahan yang mendasar pada
kemasannya. Permasalahan inilah yang mendorong dibuatnya sebuah perancangan
sebuah kemasan yang inovatif dan dapat menjawab kelemahan-kelemahan pada
kemasan yang dimiliki Lisidu selama ini.
Untuk mendukung perancangan ini, dilakukan pengumpulan data. Data-data
tersebut kemudian dianalisis agar dapat diperoleh pemecahan dan konsep
perancangan yang tepat. Setelah konsep perancangan ditemukan, kegiatan desain
dan uji coba dilakukan hingga pada akhirnya dapat ditemui karya kemasan final
yang mampu menjawab permasalahan kemasan Lidisu ini.

7 Universitas Kristen Petra


1.10 Skematika Perancangan

8 Universitas Kristen Petra

Anda mungkin juga menyukai