Anda di halaman 1dari 3

Berdakwah Dengan Hikmah

03-04-2014 | 12:44:34

Islam pada awal periodenya telah berhasil menggentarkan kehidupan-kehidupan yang tanpa
nilai serta tanpa norma yang digambarkan sebagai kehidupan jahiliyah di panggung
kehidupan. Hal ini sesuai dengan risalah yang diemban oleh Rasulllah SAW, yakni
menyempurnakan akhlak manusia, sehingga tercipta sebuah kehidupan yang teratur, hasil ini
juga sesuai dengan fitroh manusia yang selalu mendambakan sebuah kedamaian dan
ketentraman dalam menjalankan aktivitas kehidupannya.

Islam adalah agama yang menuntun kita, bukan hanya kepada kebaikan individual, namun
juga kebaikan kolektif. Karena itulah, maka wajib bagi kita untuk terus menerus memperbaiki
diri sendiri, tetapi juga memperbaiki kehidupan bersama, kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Karena itulah maka menjadi kewajiban kita, untuk terus
berdakwah, mengajak untuk masing-masing kita meningkatkan keimanan dan ketaqwaan,
meningkatkan kesejahteraan, perdamaian, dan kemaslahatan kita semua. Jika itu yang kita
lakukan, maka kita akan dinilai oleh Allah, sebagai hamba yang berhak mendapatkan surga di
akhirat nanti. Allah berfirman dalam surah An Nahl : 125 yang maknanya : Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk.

Jika kita memiliki kekuasaan, maka hikmah itu adalah kebijakan untuk menentukan
masyarakat menjadi lebih baik kehidupannya. Dengan peraturan-peraturan yang dibuat oleh
sang penguasa, menggiring masyarakat agar menjadi orang yang muhsin (orang-orang yang
berbuat baik). Alhikmah juga bisa diartikan sebagai ilmu pengetahuan. Maka, di antara kita
yang mempunyai ilmu pengetahuan, marilah itu kita gunakan untuk berdakwah. Hikmah juga
bisa diartikan kata-kata arif dalam berdakwah. Di dalam Al-Qur’an Allah SWT menyatakan
suatu pedoman yang sangat penting supaya kita menjadi orang yang sukses, membawa
masyarakat ini menuju kebajikan. Menjadi da’i yang selalu beramar ma’ruf nahi munkar
dengan sukses. (QS Ali Imron :159) yang maknanya : Maka disebabkan rahmat dari Allah-
lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Pertama, yang harus dibangun dalam berdakwah adalah lemah lembut. Artinya dalam
berdakwah jika masih menemukan jalan yang terbaik yang lebih ashlah (yang membawa
kedamaian), yang menyebabkan kesadaran masyarakat, maka itu harus kita lakukan. Dan
salah satu hal yang sangat penting bagaimana kita menunjukkan keagungan dan kebesaran
agama Allah ini, dengan sikap kita yang lemah-lembut. Tidak mungkin kita menunjukkan
keagungan ajaran Allah, dengan cara yang bertentangan dengan syariah, bertentangan dengan
prinsip-prinsip kedamaian ajaran Islam, karena kalau itu yang kita lakukan, maka justeru
orang akan melihat bahwa ajaran Islam tidak sesuai dengan kehidupan sekarang. Maka, kita
sebagai muslim, apapun kedudukannya, apapun jabatannya, mari kita gunakan untuk
menunjukkan, keagungan ajaran Allah. Kita jadikan agama Allah ini sebagai kebutuhan
zaman, sebagai prinsip-prinsip moral yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan peradaban
masyarakat sekarang ini. Maka, kalau itu bisa kita lakukan, salah satu modal telah kita
bangun dalam melakukan dakwah Islamiyah.

Kedua, mau memberikan maaf kepada orang-orang yang berbuat salah. Memberikan maaf
bukan berarti melupakan kesalahan orang lain. Bukan melupakan kesalahan yang mungkin
kita lakukan. Selama masih ada peluang untuk memberikan maaf, maka itulah jalan yang
sangat baik. Ada sebuah contoh yang bisa kita jadikan teladan. Pada tahun sekitar 60-an ada
seorang pejuang, yang dengan segala daya dan upaya akan melakukan perubahan dalam
masyarakat, dari yang penuh kedhaliman, menuju masyarakat yang penuh dengan keadilan.
Akan merubah sistem pemerintahan yang operesif menuju sebuah sistem pemerintahan yang
menunjukkan kesejahteraan bersama. Maka, pejuang ini di penjara oleh pemerintah yang
berkuasa pada saat itu. Dia di dalam tahanan selama 25 tahun, dan selama itu pula dia disiksa,
dan dihinakan. Hingga pada suatu saat, dia dibebaskan dan telah terjadi demokratisasi. Dan
dia akhirnya terpilih menjadi presiden. Pada suatu ketika ada seorang wartawan yang
bertanya : “Wahai Bapak Presiden, engkau adalah orang yang dulu dipenjara, dan di dalam
penjara itu anda dihinakan. Nah, sekarang engkau memiliki kekuasaan, apa yang engkau
lakukan?” Dia menjawab :”to forgive mybe, to forget imposible” (untuk memaafkan adalah
suatu yang sangat mungkin, tetapi untuk melupakan, adalah sesuatu yang mustahil). Kalau
kita lupa terhadap masa lalu, lupa terhadap kesalahan kita, maka kita akan kembali menjadi
umat yang bodoh yang tidak bisa mengambil pelajaran dari masa lalu. Oleh karena itulah,
maka prinsif memaafkan tidak berarti kita tidak boleh belajar dari kesalahan kita masa
lampau. Dan kalau ini kita lakukan, maka insyaallah, sesuai dengan kebijakan Rasulullah
SAW, ketika menaklukkan kota Makkah. Sebagai seorang Nabi yang berjuang untuk
menegakkan agama Islam. Ketika di Makkah, beliau di musuhi, dan dihinakan oleh kaum
musyrikin, tetapi setelah dia hijrah dan berhasil menaklukkan Makkah, maka Rasulullah
SAW mengatakan : “Engkau semua (penduduk Makkah) bebas, tidak ada dendam, tidak ada
sakit hati, maka mari kita bangun bersama, kehidupan masyarakat mendatang dengan lebih
baik, sesuai prinsip-prinsip ajaran Allah SWT.

Ketiga, hendaklah kita memintakan maaf kepada orang lain. Bagi saudara kita yang mungkin
telah berbuat salah. Ketika ada hambatan psikologis, bagi seseorang untuk minta maaf,
mungkin karena gengsi, mungkin karena pertimbangan-pertimbangan lain, maka kita harus
menjadi mediator, untuk menjembatani agar, orang tersebut mau memberikan maaf, kepada
saudaranya yang telah melakukan kesalahan. Wastaghfirlahum, bisa juga diartikan bahwa
kita memintakan ampun kepada Allah SWT bagi saudara-saudara kita yang mungkin telah
berbuat dosa dan kesalahan kepada Allah. Kalau hal ini kita lakukan, InsyaAllah akan
tergambar kebesaran jiwa kita, sebagai orang yang mampu menegakkan kedamaian. Sebagai
orang yang mampu menengahi konflik, di antara saudara-saudara kita, dan dengan itu
pulalah, maka akan tergambar, jiwa besar dari kita, dan kebesaran ajaran agama yang kita
anut. Dan insyaAllah orang lain akan melihat kebesaran dan keagungan agama kita.

Keempat, hendaklah bermusyawarah dalam setiap perkara. Untuk kepentingan masyarakat,


untuk kepentingan kehidupan bersama, maka kita harus melakukan musyawarah. Karena
seringkali, kita tidak sadar, mungkin pada suatu saat yakin akan kebenaran pendapat kita.
Mungkin pada suatu saat akan merasa paling benar, maka di situlah Allah memperingatkan
bahwa hendaknya dia bermusyawarah. Orang sering mengatakan : “Kita sering menjadi
tawanan dari kita sendiri”. Ketika kita menjadi pedagang terjadi krisis, kita menyalahkan
orang lain, yang menyebabkan krisis itu. ketika kita menjadi seorang penguasa, dan
kemudian terjadi kemelut di tengah-tengah masyarakat, kita sering menyalahkan masyarakat
sebagai penyebab krisis itu sendiri. Ketika kita menjadi tokoh masyarakat, mungkin akan
menyalahkan orang lain, akan menyalahkan bisnisman, penguasa, dan siapa saja. Itulah
sebuah contoh, bahwa kita sering menjadi tawanan dari situasi kita. Karena itulah, kita perlu
mendengarkan kata orang lain, mungkin dari posisi yang berbeda, mungkin dari sudut
pandang yang lain, maka akan menemukan jalan yang terbaik, sebagai hasil dari
musyawarah, tentang malaha-masalah yang tentu sering kita hadapi.

Kelima, bertawakkal kepada Allah. Apabila kita memutuskan sebuah keputusan atas hasil
musyawarah itu, maka kita harus bertawakkal kepada Allah SWT. Karena keputusan itu
mengikat kepada semua orang dan karena itu tidak boleh ada upaya-upaya untuk
mementahkan, atau menggagalkan atas hasil keputusan musyawarah itu.

Mudah-mudahan dengan sikap yang dituntunkan oleh Allah SWT ini, dan dicontohkan oleh
Nabi Muhammad SAW, kita menjadi orang yang sukses dalam melakukan perbaikan, dalam
ber amar ma’ruf nahi mungkar. Amien.

Anda mungkin juga menyukai