TINJAUAN PUSTAKA
Landasan Teori
Perilaku Konsumen
Pengertian perilaku konsumen menurut Schiffman dan Kanuk (2000) adalah perilaku yang
produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan
Menurut Loudon dan Della Bitta dalam Buchari Alma (2007:236), yaitu “Consumer behavior
may be defined as the decision process and physical activity individuals engage in when
evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and services.” Perilaku konsumen adalah
proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam mengevaluasi,
Perilaku konsumen adalah proses yang dilalui oleh seseorang atau organisasi dalam mencari,
membeli, menggunakan, mengevakuasi dan membuang produk dan atau jasa setelah di konsumsi
untuk memenuhi kebutuhannya. Perilaku konsumen akan diperlihatkan dalam beberapa tahap
yaitu tahap sebelum pembelian, saat pembelian dan setelah pembelian. Pada tahap sebelum
pembelian konsumen melakukan pencarian informasi yang terkait produk dan atau jasa. Pada
tahap pembelian, konsumen akan melakukan pembelian produk dan atau jasa. Pada tahap setelah
14
pembelian, konsumen melakukan konsumsi (penggunaan produk), evaluasi kinerja produk dan
Perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan
sumber daya mereka yang tersedia (baik itu waktu, uang, dan usaha) guna membeli barang-
barang yang berhubungan dengan konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mau dibeli, mengapa
mau membeli, kapan membeli, dimana tempat membelinya, seberapa sering membeli barang
tersebut, dan seberapa sering konsumen menggunakan barang tersebut (Schiffman dan Kanuk,
2008:6).
Definisi perilaku konsumen diatas menekankan bahwa ada dua hal penting dari arti perilaku
konsumen, yaitu proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik, dimana tiap-tiap individu itu
menilai, mendapatkan, dan menggunakan barang dan jasa tersebut. Selain itu, keyakinan orang
Menurut Simamora (2002:15), suatu proses keputusan membeli harus berdasarkan peranan
dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Ada lima peran yang terjadi dalam keputusan
membeli, yaitu:
Pemrakarsa, yaitu orang yang pertama kali menyarankan membeli suatu produk atau jasa.
15
1. Pemberi pengaruh, yaitu orang yang pandangan/nasehatnya memberi bobot dalam
2. Pengambilan keputusan, yaitu orang yang sangat menentukan sebagian atau keseluruhan
keputusan pembelian, apakah membeli, apa yang dibeli, kapan hendak membeli, dengan
Adapun tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian konsumen adalah sebagai
berikut:
1. Pengenalan masalah, proses ini dimulai dengan pengenalan masalah apakah itu berkaitan
dengan keinginan atau kebutuhan. Kebutuhan ini bisa saja berkaitan dengan lingkungan internal
atau eksternalnya dan si konsumen dapat merasakan apakah kebutuhan yang muncul ini bersifat
2. Pencarian informasi. Adapun untuk pencarian informasi, itu bisa saja bersumber dari
keluarga, teman, tetangga, iklan di media elektronik dan media cetak, ataupun dari pengalaman
3. Evaluasi alternatif. Disini ada tiga kategori dalam memahami proses evaluasi, yaitu
konsumen mencari manfaat suatu produk, dan ketiga konsumen memiliki sikap yang berbeda
16
4. Keputusan pembelian. Sebelumnya, terdapat dua perbedaan antara niat membeli dengan
keputusan untuk membeli. Ada dua hal yang menjadi faktor pembedanya. Faktor pertama yaitu
terdapat pada ketergantungan konsumen yang dinilai menjadi alternatif dengan apa yang disukai
oleh konsumen dan bagaimana motivasi mereka untuk menuruti keinginan orang lain. Faktor
keduanya adalah terdapat faktor situasional yang tidak dapat diantisipasi sehingga mengubah niat
membeli mereka.
5. Perilaku purna pembelian. Hal ini berkaitan dengan perilaku si konsumen setelah
membeli produk, apakah mereka mengalami kepuasan atau ketidakpuasan terhadap suatu
produk. Hal ini terlihat apakah si pemakai produk tersebut menceritakan sesuatu yang baik atau
Menurut Schiffman dan Kanuk (2008:72), motivasi dapat digambarkan sebagai tenaga
pendorong dalam diri individu yang memaksa mereka untuk bertindak. Tenaga pendorong
tersebut dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat kebutuhan yang tidak
terpenuhi. Individu secara sadar maupun tanpa sadar berjuang untuk mengurangi ketegangan ini
melalui perilaku yang mereka harapkan akan memenuhi kebutuhan mereka dan dengan begitu
Seseorang menggunakan kartu kredit terkadang mereka yang ingin memiliki sebuah transaksi
yang cepat dan aman. Disini, gaya hidup seseorang merupakan pola hidup seseorang yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan pendapat orang tersebut, dan memang pola konsumsi
menggunakan kartu kredit ini ada kaitannya dengan kelas sosial. Semakin tinggi kelas sosialnya,
17
maka semakin mudah pula dia membelanjakan semua uangnya, bahkan dengan menggunakan
kartu kredit.
Menurut Tania Salie (2011), motivasi digambarkan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang
dalam menggunakan kartu kredit. Faktor-faktor motivasi yang digunakan terdiri dari kebutuhan
fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri dan kebutuhan
aktualisasi diri. Adapun faktor motivasi dari teori tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan tingkat pertama dan yang paling dasar, seperti
makanan, perumahan, pakaian. Dalam hal ini, konsumen menggunakan kartu kredit karena
banyak restoran-restoran dan toko-toko fashion yang pembayarannya tanpa harus menggunakan
uang tunai. Selain itu, konsumen menggunakan kartu kredit karena pembayaran cicilan rumah
b. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan kedua setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi.
Adapun penjabaran dari indikator kebutuhan akan rasa aman dalam penggunaan kartu kredit
yatu: konsumen menggunakan kartu kredit karena lebih aman daripada membawa uang tunai,
konsumen menggunakan kartu kredit karena kepastian cadangan dana yang tidak tergantung
pada uang tunai yang dimiliki, dan konsumen menggunakan kartu kredit karena dapat lebih
c. Kebutuhan sosial/kasih sayang, yaitu kebutuhan hubungan antar manusia dengan orang
lain. Misalnya konsumen bisa menggunakan kartu kredit disaat ada keperluan mendadak (seperti
ketika ada anggota keluarga yang masuk rumah sakit). Selain itu dengan kartu kredit, konsumen
18
d. Kebutuhan harga diri, merupakan kebutuhan kartu kredit untuk kepentingan diri sendiri.
Seperti seseorang menggunakan kartu kredit karena dia tidak ingin dipandang sebelah mata dan
menjadi apa saja yang mampu diraih, yaitu konsumen menggunakan kartu kredit karena
menyukai hal-hal baru dan ingin dikenal sebagai orang yang mengikuti trend.
2.1.3 Pengetahuan
Peter dan Olson (1999:312) mengemukakan bahwa pengetahuan adalah representasi kognitif dari
produk, merk, dan aspek-aspek lingkungan lainnya yang juga disimpan dalam ingatan, atau bisa
disebut juga dengan kepercayaan. Sedangkan Sumarwan (2004:120) menjelaskan bahwa Engel,
1. Pengetahuan Produk
Pengetahuan ini meliputi kategori produk, atribut produk, dan harga produk. Peter dan Olson
19
a. Pengetahuan atribut produk, terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu atribut fisik
(menggambarkan ciri-ciri suatu produk, misalkan ukuran dari iPhone) dan atribut abstrak
mereka tahu bahwa kartu kredit itu bisa mempermudah transaksi pembelian yang dilakukan, dan
2. Pengetahuan Pembelian
Peter dan Olson (1999) menguraikan pengetahuan pembelian melalui proses transaksi,
3. Pengetahuan Pemakaian
Sumarwan (2004) menjelaskan bahwa suatu produk itu akan dirasa memberikan manfaat
atau tidak kepada konsumen jika mereka sudah menggunakan produk tersebut. Agar produk
tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dengan kepuasan yang tinggi, maka konsumen
tersebut harus bisa menggunakan produk tersebut dengan benar. Kesalahan yang dilakukan oleh
konsumen dalam menggunakan suatu produk tidak berfungsi dengan baik ini akan menimbulkan
kecewa dalam benak konsumen, padahal kesalahan itu terletak pada diri konsumen itu sendiri.
Seseorang yang menggunakan kartu kredit, tidak serta merta dia langsung memutuskan untuk
memakai kartu kredit. Tentunya ada faktor lain mengapa seseorang menggunakan kartu kredit,
salah satunya yaitu adanya pengetahuan khususnya tentang manfaat yang ada dalam kartu kredit
20
sehingga dia memutuskan untuk menggunakan kartu kredit. Pengetahuan produk ini bisa berupa
Menurut Franck Vigneron dan Lester W. Johnson (1999), prestise akan suatu benda yang
bernilai lebih dilihat sebagai status dan kekayaan, serta nilai sosial prestise yang dapat berperan
dalam keputusan untuk membeli atau menggunakan suatu barang, sehingga akan menimbulkan
kebanggaan tersendiri bagi orang yang memiliki benda bernilai tersebut. Penafsiran ini
menyatakan bahwa definisi prestise tiap orang berbeda-beda, hal ini tergantung pada latar
belakang sosial ekonomi mereka. Konsumen membangun sebuah makna prestise dari sebuah
merek berdasarkan interaksinya dengan orang lain, properti dari objek itu sendiri (misalnya fitur-
fitur yang terdapat dalam produk), dan nilai-nilai hedonis (misalnya karena secara sensoris
Menurut Gellerman, prestise merupakan salah satu bentuk perilaku tidak tertulis dari seseorang
yang diharapkan untuk untuk ditunjukkan didepan orang lain, yaitu seberapa tinggi dia dihargai,
apakah itu dalam bentuk gelar, hal yang bersifat formalitas atau informal, dan memiliki efek
bagaimana membuat seseorang tersebut merasa nyaman setelah adanya pengakuan dari orang
Menurut Zafar U. Ahmed, Ishak Ismail, M. Sadiq Sohail & Ibrahim Tabsh (2010) dalam Jurnal
Malaysian Consumer’s Credit Card Usage Behavior menjelaskan bahwa awalnya kartu kredit
hanya dikeluarkan untuk para kepentingan professional atau seorang pebisnis yang memiliki
perusahaan. Dalam risetnya diketahui bahwa pada tahun 1970, sebanyak 20.000 kartu kredit
21
dikeluarkan dan selama kurun waktu tersebut konsumen memiliki sebuah kartu kredit yang
menjadi sebuah simbol prestise seseorang. Hasilnya, jumlah pemegang kartu kredit dalam abad
Fock et al. (2005) dalam Zafar U. Ahmed, Ishak Ismail, M. Sadiq Sohail & Ibrahim Tabsh
(2010) meneliti dampak sinergi dari bank penerbit kartu kredit dengan para pemegang kartu
kesetiaan pelanggan terhadap bank, dan dirasakan adanya semacam prestise (gengsi atau derajat
Phau dan Woo (2008) dalam Zafar U. Ahmed, Ishak Ismail, M. Sadiq Sohail & Ibrahim Tabsh
(2010) melihat sikap dan perilaku penggunaan kartu kredit antara yang dinilai kompulsif dan
yang tidak kompulsif. Dalam studi mereka menemukan bahwa pembeli yang kompulsif lebih
mungkin melihat uang sebagai sumber kekuasaan dan prestise, sehingga mereka jadi lebih sering
menggunakan kartu kredit dengan berbagai macam fasilitas yang disediakannya. Dengan melihat
hal tersebut, bagi penerbit kartu kredit itu merupakan sebuah cara yang ampuh dalam
memasarkan kartu kreditnya dengan mengedepankan symbol status dan prestise bagi para
penggunanya.
Davies et al (1989) dalam Cahaya Agung Purnama (2012) perceived usefulness atau keyakinan
akan kemanfaatan, yaitu tingkatan dimana user percaya bahwa penggunaan teknologi/sistem
akan meningkatkan performa mereka dalam bekerja. Thompson et al. (1991) juga menyebutkan
bahwa individu akan menggunakan teknologi informasi jika mengetahui manfaat positif atas
22
penggunaannya. Perceived usefulness merupakan sebuah keyakinan akan manfaat yang akan
didapat oleh konsumen ketika dia menggunakannya. Konsep ini juga menggambarkan manfaat
sistem bagi pemakainya yang berkaitan dengan productivity (produktivitas), dan overall
Oleh karena itu, keyakinan akan manfaat ini merupakan hal yang sangat signifikan dalam
mempengaruhi sikap, minat seseorang dan perilaku seseorang dalam menggunakan suatu produk,
apalagi jika produk tersebut merupakan sebuah sistem yang dapat membuat pekerjaan si
Perceived Ease of Use merupakan tingkatan dimana si pengguna atau pemakai mempercayai
bahwa suatu sistem itu dapat digunakan dengan mudah dan bebas dari masalah (Renza Azhari
dan Intan Sari H. Z, 2008, www.scribd.com). Jika seseorang percaya bahwa ada kemudahan
dibalik suatu sistem, maka seseorang tersebut akan berusaha untuk mendapatkannya, kemudian
dia menggunakannya. Jogiyanto (2007:115) dalam Devvy Pisheila Pratiwi (2012) menjelaskan
bahwa persepsi kemudahan penggunaan ini merupakan suatu kepercayaan tentang proses
pengambilan keputusan.
Menurut Fusiler dan Durlabhji (2005:246) dalam Devvy Pisheila Pratiwi (2012) juga
menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi perceived ease of use ini yaitu
merasakan kemudahan dalam menggunakan sistem yang ada untuk melakukan kegiatan yang
diinginkan, sistem tersebut mudah digunakan, dan dapat berinteraksi dengan jelas karena di
beberapa merchant juga menyediakan fasilitas khusus bagi pemegang kartu kredit.
23
Konstruk persepsi kemudahan penggunaan juga dibentuk dari banyak item. Davis (1989) dalam
Devvy Pisheila Pratiwi (2012) juga menggunakan beberapa item untuk mempelajari konstruk
tersebut, yaitu mudah dipelajari, dapat dikendalikan, jelas dan dapat dimengerti, fleksibel, dan
mudah digunakan.
Dalam kamus bahasa Inggris Oxford, materialisme didefinisikan sebagai sebuah pengabdian
untuk keinginan dan kebutuhan material, dan mengabaikan hal-hal yang bersifat rohani, sebuah
cara hidup, pendapat, atau kecenderungan didasarkan sepenuhnya pada kepentingan materi.
memberikan perhatian pada masalah kepemilikan dunia sebagai hal yang paling penting (Engel,
Dalam Schiffman dan Kanuk (2008:119), materialisme sebagai sifat kepribadian membedakan
antara individu yang menganggap kepemilikan barang amat penting bagi kehidupan dan identitas
mereka, dan orang-orang yang menganggap bahwa kepemilikan barang itu bersifat sekunder.
Para peneliti mengemukakan bahwa ciri-ciri orang yang materialistis itu seperti dibawah ini:
3. Mereka mencari gaya hidup dengan banyak barang, bukan dengan gaya hidup yang
biasa-biasa aja.
24
4. Kebanyakan barang milik mereka tidak memberikan kepuasan yang lebih besar bagi para
penggunanya.
Kartu kredit telah berdampak pada perilaku pemegang dan pengguna kartu kredit, karenanya
kartu kredit ini bisa kita tafsirkan sebagai kenyamanan dalam membuat transaksi yang sederhana
dengan menghilangkan kebutuhan yang mendesak, dan memutuskan membeli lebih cepat. Hal
ini menyebabkan, orang yang memiliki sifat materialistis adalah seseorang yang pemboros dan
Seseorang yang memiliki sifat materialistis juga cenderung menganggap bahwa kepemilikan
harta dan materi itu sebagai tolak ukur status mereka dalam lingkungan masyarakat dan dianggap
sebagai salah satu parameternya. Beberapa studi telah meneliti hubungan antara materialisme
dan praktek-praktek kredit konsumen. Materialisme dikaitkan dengan kemauan untuk mengambil
pada tingkat yang lebih besar atau melalui utang. Banyak peneliti di seluruh dunia telah
mempelajari materialisme sebagai sebuah konsep dalam perilaku konsumen. Sering didefinisikan
sebagai kepentingan konsumen yang melekat harta dan juga telah berhubungan erat dengan
konsumsi, juga dengan kecenderungan seseorang untuk meminjam uang untuk konsumsi. Kredit
memberikan individu keuntungan atas konsumsi langsung dengan membayar nanti. Dengan
menggunakan kredit sangat menarik bagi konsumen yang memiliki sifat materialistis, hal ini
memungkinkan mereka untuk memuaskan keinginan untuk memiliki harta atau barang dengan
waktu yang lebih cepat (Glenda Jacobs and Eon Smit, 2011).
25
Apalagi dengan adanya kartu kredit, mereka bisa “membeli dulu” barang yang mereka suka,
kemudian “membayar nanti”. Kartu kredit ini bisa juga menyebabkan adanya perilaku belanja
tak terencana, sehingga akan lebih meningkatkan lagi pembelanjaan produk tertentu.
Kartu kredit yaitu kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank dan sejenisnya yang dapat digunakan
oleh pembawanya untuk membeli segala keperluan dan barang-barang serta pelayanan tertentu
secara hutang. Dengan pola hidup konsumtif yang dimiliki oleh konsumen, mendorong orang
untuk memiliki kartu kredit lebih dari satu. Dimana dengan pola konsumtif ini akan
menimbulkan rasa bangga yang lebih lagi ketika memiliki dan menggunakan kartu kredit.
Apalagi sekarang ini, dengan diketahuinya peningkatan yang sangat cepat dalam pemakaian
kartu kredit, maka telah mempercepat pula status konsumen menjadi masyarakat konsumtif.
Untuk pengguna kartu kredit, terdapat beberapa hal yang memotivasi seseorang menggunakan
kartu kredit, yaitu: praktis dan aman, adanya cadangan uang, adanya reward, fasilitas dan
kemudahan, adanya diskon khusus, dan sifat kartu kredit yang “membeli sekarang dan bayar
kemudian.” Pengguna kartu kredit memiliki motif yang berbeda dalam menggunakan kartu
kredit. Ada beberapa nasabah yang menggunakan kartu kredit karena tujuan untuk memenuhi
perilaku konsumtif mereka, ada pula karena mereka merasa sangat praktis dalam menggunakan
26
kartu kredit daripada harus membawa uang tunai, dan yang terakhir ada juga nasabah yang
menggunakan kartu kredit karena membutuhkan kredit atas barang-barang yang dia beli.
Menurut Ratna (2001) dalam Jusup Agus Sayono, Ujang Sumarwan, Noer Azam Achsani, dan
Hartoyo (2009) yang melakukan penelitian yang bertujuan menganalisis apakah penggunaan
kartu kredit bagi individu dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pemegang kartu kredit.
Hal tersebut dikarenakan penggunaan kartu kredit dapat meningkatkan kemampuan daya beli
seseorang. Peningkatan daya beli tersebut seolah menunjukkan bahwa kualitas hidup seseorang
menjadi meningkat.
masa depannya untuk digunakan saat ini. Kartu kredit adalah salah satu cara yang banyak
digunakan orang untuk meminjam uang. Dengan kartu kredit, orang dapat membeli tanpa harus
menggunakan uang tunai, karena perusahaan penerbit kartu kredit akan membayar pembelian
tersebut da pengguna kartu kredit akan membayarnya kembali ke perusahaan penerbit kartu
kredit tersebut. Dalam jumlah pembelian tertentu, pemegang kartu kredit harus membayar
tingkat bunga dari pinjamannya. Tingkat suku bunga dari pinjaman tersebut dihitung sebagai
bagian dari total pinjaman dan pinjaman tersebut dikenakan biaya untuk periode tertentu.
Pelunasan bunga pinjaman, mengurangi jumlah uang yang tersedia bagi pemegang kartu kredit
untuk melakukan pembelian yang bersifat reguler, sehingga hal tersebut dapat menurunkan
27
2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian terdahulu yang menyajikan tentang analisis penggunaan kartu kredit yang pernah dilakukan,
antara lain:
Devvy Pisheila Pratiwi (2012) yang meneliti tentang “Pengaruh Persepsi Manfaat, Persepsi Kemudahan
Penggunaan, dan Pengalaman terhadap Perilaku Penggunaan Mobile Banking dengan Dimediasi Niat
Penggunaan Mobile Banking Nasabah Bank BCA di Surabaya.” Hasil penelitian ini adalah bahwa persepsi
kemudahan, persepsi manfaat, dan pengalaman tidak berpengaruh sifgnifikan secara bersama-sama
terhadap perilaku penggunaaan Mobile Banking bagi nasabah Bank BCA di Surabaya. Karena dari ketiga
variabel bebas, hanya persepsi manfaat yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku
penggunaan Mobile Banking.
Cliff A. Robb and Deanna L. Sharpe (2009) dengan judul penelitian “Effect of Personal Financial
Knowledge on College Student’s Credit Card Behavior.”tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur
seberapa besar pengaruh variable independen (pengetahuan financial, dimana ada 4 faktor yang
melatarbelakanginya, yaitu kekuatan gengsi, ketidakpercayaan, adanya kecemasan, dan perkiraan)
terhadap variable dependen (penggunaan kartu kredit). Hasil studi ini mengimplikasikan bahwa
keuangan pribadi yang dimiliki oleh para siswa tidak menjamin mereka bisa menggunakannya secara
spesifik dalam mengambil keputusan keuangan.
Risna Sulistyawaty (2012) dengan judul penelitian “Perilaku Konsumen dalam Penggunaan Kartu Kredit
di Wilayah DKI Jakarta.” Hasil penelitiannya bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi atau
memotivasi perilaku pemegang kartu kredit untuk menggunakan kartu kreditnya. Faktor-faktor tersebut
yaitu faktor keunggulan dan faktor kemudahan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang telah
terbentuk bisa dikatakan dengan gaya hidup masing-masing kelompok. Ada yang menggunakan kartu
kredit untuk mempermudah hidupnya dan sesuai dengan gaya hidupnya, karena gaya hidup individu itu
berbeda dengan individu yang lainnya.
Novianti (2006) yang meneliti tentang “Pengaruh Knowledge dan Attitude Nasabah BCA Tbk Cabang
Gajad Mada terhadap Pemakaian Kartu Kredit.” Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh
variabel knowledge dan attitude terhadap penggunaan kartu kredit. Dari hasil penelitian, terdapat
variabel knowledge dan attitude berpengaruh positif dan signifikan terhadap penggunaan kartu kredit.
Joyce K.H. Nga, Lisa H.L. Yong and Rathakrishnan Sellappan (2011) yang meneliti tentang “The Influence
of Image Consciousness, Materialism and Compulsive Spending on Credit Card Usage Intentions Among
Youth.” Tujuan penelitian yaitu untuk melihat pengaruh antara image consciousness, materialism,
compulsive spending, dan credit card usage. Hasil penelitannya yaitu terdapat pengaruh positif dan
signifikan antara image consciousness dan materialism, dan antara materialism dan compulsive
spending juga memiliki pengaruh positif dan signifikan. Akan tetapi, hubungan antara compulsive
spending dan credit card usage tidak berpengaruh secara signifikan. Sementara itu, hubungan antara
materialism dan credit card usage tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
28
Vigneron dan Johnson (1999) meneliti tentang “A Review and a Conceptual Framework of Prestige-
Seeking Consumer Behavior.”tujuan penelitian ini yaitu untuk meneliti pengetahuan konsumen yang ada
berurusan dengan aspek prestise, terutama prestise terhadap merk atau brand prestige, dimana
mengembangkan suatu kerangka kerja konseptual yang berguna untuk analisis perilaku konsumen
dalam mencari prestise-nya.
Tabel 2.1
Devvy Pisheila Pratiwi Pengaruh Persepsi Manfaat, Persepsi Kemudahan Penggunaan, dan Pengalaman
terhadap Perilaku Penggunaan Mobile Banking dengan Dimediasi Niat Penggunaan Mobile Banking
Nasabah Bank BCA di Surabaya (2012) Menggunakan variabel penelitian perceived usefulness,
perceived ease of use. Obyek penelitian para pengguna Mobile Banking Nasabah Bank BCA
Menggunakan variabel tambahan seperti motivasi, pengetahuan, perceived prestige, dan
materialisme
29
Devvy Pisheila Pratiwi Pengaruh Persepsi Manfaat, Persepsi Kemudahan Penggunaan, dan Pengalaman
terhadap Perilaku Penggunaan Mobile Banking dengan Dimediasi Niat Penggunaan Mobile Banking
Nasabah Bank BCA di Surabaya (2012) Menggunakan variabel penelitian perceived usefulness,
perceived ease of use.
Teknik analisis menggunakan uji regresi linier berganda Obyek penelitian para pengguna Mobile
Banking Nasabah Bank BCA
Menggunakan variabel keyakinan, pengalaman, perilaku penggunaan dengan dimediasi niat penggunaan
Menggunakan variabel tambahan seperti motivasi, pengetahuan, perceived prestige, dan materialisme
Cliff A. Robb dan Deanna L. Sharpe Effect of Personal Financial Knowledge on College Student’s
Credit Card Behavior (2009) Menggunakan variabel prestige dan knowledge
Obyek Penelitian para pengguna kartu kredit Menggunakan variabel knowledge yang berfokus pada
financial knowledge (anxiety, second guess, power-prestige, distrus)
Obyek Penelitian terbatas pada college student Menggunakan variabel variabel tambahan seperti
motivasi, perceived usefulness, perceived ease of use dan materialisme
30
Risna Sulistyawaty Perilaku Konsumen dalam Penggunaan Kartu Kredit di Wilayah DKI Jakarta
(2012) Menggunakan variabel penelitian motivasi
Obyek Penelitian para pengguna kartu kredit Hanya meneliti variabel motivasi dalam menggunakan
kartu kredit
Novianty Pengaruh Knowledge dan Attitude Nasabah BCA Tbk Cabang Gajad Mada terhadap
Pemakaian Kartu Kredit (2006) Obyek Penelitian para pengguna kartu kredit
Menggunakan teknik analisis korelasi parsial Menggunakan variabel variabel tambahan seperti,
perceived usefulness, perceived prestige, perceived ease of use dan materialisme
Joyce K.H. Nga, Lisa H.L. Yong dan Rathakrishnan Sellappan The Influence of Image Consciousness,
Materialism and Compulsive Spending on Credit Card Usage Intentions Among Youth (2011)
Menggunakan variabel materialisme
31
Obyek Penelitian para pengguna kartu kredit
Menggunakan variabel tambahan image consciousness dan compulsive spending dengan final
structural path diagram
Franck Vigneron dan Lester W. Johnson A Review and a Conceptual Framework of Prestige-Seeking
Consumer Behavior (1999) Menggunakan variabel prestige Menggunakan variabel perceived
conspicuous value, perceived unique value, perceived social value, perceived emotional value, perceived
quality value
Focus pada brand prestige Menggunakan variabel tambahan seperti, motivasi, pengetahuan,
materialisme, perceived usefulness, perceied prestige, dan perceived ease of use
32
2.3 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang ada maka dapat dibuat kerangka
konseptual sebagai berikut:
33
Sumber: Devvy Pisheila Pratiwi (2012), Cliff A. Robb dan Deanna L. Sharpe (2009), Risna Sulistyawaty
(2012), Novianti (2006), Joyce K.H. Nga, Lisa H. L. Yong, dan Rathakhrisnan Sellappan (2011).
2.4 Hipotesis
H1: Motivasi berpengaruh positif dan signifikan dalam penggunaan kartu kredit.
H2: Pengetahuan berpengaruh positif dan signifikan dalam penggunaan kartu kredit.
H3: Perceived Prestige berpengaruh positif dan signifikan dalam penggunaan kartu kredit.
H4: Perceived Usefulness berpengaruh positif dan signifikan dalam penggunaan kartu kredit.
H5: Perceived Ease of Use berpengaruh positif dan signifikan dalam penggunaan kartu kredit.
H6: Perilaku materialisme berpengaruh positif dan signifikan dalam penggunaan kartu kredit.
34
HALAMAN COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
35
BAB I PENDAHULUAN 13
2.1 Pemasaran
3.2 Sampel
3.3 Populasi
BAB V PENUTUP
DAFTAR RUJUKAN
DAFTAR ISI
36
37