Anda di halaman 1dari 32

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Pembelian Konsumen

Perilaku konsumen merupakan tindakan yang dilakukan secara fisik oleh


konsumen sehingga dapat diamati dan diukur langsung oleh orang lain (Olson,
2005). Beberapa contoh perilaku konsumen antara lain berbelanja di mall,
membeli produk, dan menggunakan kartu kredit. Perilaku konsumen di suatu
wilayah akan dipengaruhi oleh budaya yang berkembang di wilayah tersebut,
ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, gaya hidup, trend, serta faktor
demografis. Seiring dengan kemajuan jaman dimana masyarakat semakin
membutuhkan sesuatu yang efisien, munculah shopping mall dengan konsep dapat
memenuhi semua kebutuhan masyarakat dalam suatu tempat. Konsep awal dari
pusat perbelanjaan adalah sebagai tempat yang hanya menyediakan barang-barang
dagangan, namun sekarang konsep tersebut berubah. Mall telah mengubah
perannya sebagai wadah bisnis perdagangan menjadi pusat hiburan dan even-even
budaya. Sebelumnya para pelaku bisnis mall berkompetisi untuk memenuhi
kebutuhan konsumen akan pusat perbelanjaan yang mengutamakan efektivitas dan
efisiensi waktu. Namun sekarang, kebutuhan konsumen berubah menjadi
mementingkan elemen hiburan dalam pusat perbelanjaan (Agustina, 2005).

2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen

Solomon (2003) menyatakan bahwa:


Consumer behavior is the process involved when individuals or groups
selest, purchase, use, adn dispose of goods, services, ideas, or experiences to
satisfy their needs and desires.
Pernyataan diatas dapat diartikan bahwa perilaku konsumen merupakan
suatu proses yang melibatkan seseorang ataupun suatu kelompok untuk memilih,

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

10

membeli, menggunakan dan memanfaatkan barang-barang, pelayanan, ide,


ataupun pengalaman untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Sedangkan menurut Kotler (2007):
Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu,
kelompok, dan organisasi

menyeleksi, membeli, menggunakan, dan

memposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan


kebutuhan dan keinginan mereka.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen
merupakan proses yang melibatkan individu, kelompok, dan organisasi untuk
memilih, membeli, menggunakan dan memanfaatkan barang-barang, pelayanan,
ide, ataupun pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen


Kotler (2007) mengatakan bahwa: perilaku pembelian konsumen
dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Beberapa
faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah sebagai berikut:

1. Faktor Budaya
Budaya, sub-budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku
pembelian. Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar.
Masing-masing budaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih
menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Subbudaya mencakup kebangsaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis.
Pada dasarnya, semua masyarakat manusia memiliki stratifikasi sosial.
Stratifikasi lebih sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial, pembagian
masyarakat yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hirarkis
dan yang para anggotanya menganut nilai, minat, dan perilaku serupa.
Kelas sosial memiliki beberapa ciri. Pertama, orang-orang didalam
kelas sosial yang sama cenderung berperilaku lebih seragam daripada orangorang dari dua kelas sosial yang berbeda. Kedua, orang merasa dirinya
menempati posisi inferior atau superior dikelas sosial mereka. Ketiga, kelas

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

11

sosial ditandai oleh sekumpulan variabel seperti pekerjaan, penghasilan,


kesejahteraan, pendidikan, dan orientasi nilai, bukannya satu variabel.
Keempat, individu dapat pindah dari satu tangga ke tangga lain pada kelas
sosialnya selama masa hidup mereka. Besarnya mobilitas itu berbeda-beda,
tergantung pada seberapa kaku stratifikasi sosial dalam masyarakat tertentu.

2. Faktor Sosial
Perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti
kelompok acuan, keluarga, serta peran dan status sosial. Kelompok acuan
membuat seseorang menjalani perilaku dan gaya hidup baru dan
memengaruhi perilaku serta konsep pribadi seseorang, kelompok acuan
menuntut orang untuk mengikuti kebiasaan kelompok sehingga dapat
mempengaruhi pilihan seseorang akan produk dan merek aktual. Keluarga
orientasi terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang. Dari orang tua
seseorang mendapatkan orientasi atas agama, politik, dan ekonomi serta
ambisi, pribadi, harga diri dan cinta. Kedudukan orang itu dimasing-masing
kelompok dapat ditentukan berdasarkan peran dan statusnya. Peran meliputi
kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing
peran menghasilkan status.

3. Faktor Pribadi
Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi.
Karakteristik tersebut meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan,
keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta nilai dan gaya hidup
pembeli.

4. Faktor Psikologi
Satu perangkat proses psikologis berkombinasi dengan karakteristik
konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan
pembelian.

Empat

proses

psikologis

penting-motivasi,

persepsi,

pembelajaran, dan memori-secara fundamental mempengaruhi tanggapan


konsumen terhadap berbagai rangsangan pemasaran.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

12

Ilmu perilaku konsumen merupakan ilmu tentang bagaimana individu


mengambil suatu keputusan dalam menggunakan sumberdaya yang dimilikinya
yaitu waktu, tenaga dan uang untuk mengkonsumsi sesuatu, termasuk
mempelajari apa, mengapa, kapan, dan dimana seseorang membeli, serta seberapa
sering seseorang membeli dan menggunakan suatu produk dan jasa.

2.1.3 Perspektif Perilaku Konsumen

Utami (2010) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku


yang terlibat dalam hal perencanaan, pembelian, dan penentuan produk
serta jasa yang konsumen harapkan untuk dapat memenuhi kebutuhan dan
keinginan konsumen. Disebutkan pula terdapat tiga perspektif dalam perilaku
konsumen sebagai berikut:

1) Perspektif Pengambilan Keputusan


Perspektif pengambilan keputusan menggambarkan seorang konsumen
sedang melakukan serangkaian langkah tertentu pada saat melakukan pembelian.
Langkah-langkah ini termasuk pengenalan masalah, mencari, evaluasi alternatif,
memilih, dan evaluasi pascaperolehan. Perspektif pengambilan keputusan
menekankan pendekatan pemrosesan informasi yang rasional terhadap perilaku
pembelian konsumen.

2) Perspektif Pengalaman
Perspektif pengalaman atas pembelian konsumen menyatakan bahwa
untuk beberapa hal, konsumen tidak melakukan pembelian sesuai dengan proses
pengambilan keputusan yang rasional dan konsumen membeli produk dan jasa
tertentu untuk memperoleh kesenangan, menciptakan fantasi, atau perasaan emosi
saja. Pengklasifikasian berdasarkan perspektif pengalaman menyatakan bahwa
pembelian akan dilakukan karena dorongan hati (impulsif) dan mencari variasi.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

13

3) Perspektif Pengaruh Perilaku


Perspektif pengaruh perilaku mengasumsikan bahwa kekuatan lingkungan
memaksa konsumen untuk melakukan pembelian tanpa harus terlebih dahulu
membangun perasaan atau kepercayaan terhadap produk. Menurut perspektif ini,
konsumen tidak saja melalui proses pengambilan keputusan rasional tetapi
bergantung juga pada perasaan untuk membeli produk atau jasa tersebut.
Tindakan pembelian konsumen merupakan hasil dari kekuatan lingkungan, nilainilai budaya, lingkungan fisik, dan tekanan ekonomi.

2.2 Keputusan Pembelian


2.2.1 Pengertian Keputusan Pembelian

Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai suatu proses penilaian dan


pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-kepentingan tertentu
dengan menetapkan suatu pilihan yang dianggap paling menguntungkan. Kalau
ada dua atau lebih pilihan alternatif, dan dari dua pilihan tersebut konsumen harus
memilih salah satu dari alternatif yang ada tersebut tidak lain adalah proses
pengambilan keputusan (decision makin process). Dalam bukunya Amirulloh
(2002:62), J. Paul Peter dan Jerry C. Olson mengungkapkan bahwa yang
dimaksud

pengambilan

keputusan

konsumen

adalah

suatu

proses

pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi


dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu diantaranya.

2.2.2 Tahap-tahap Proses Keputusan Pembelian


Kotler (2007) mengatakan bahwa, para konsumen melewati lima
tahap : pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan pembelian, perilaku pasca pembelian. Jelaslah bahwa proses
pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dilakukan dan memiliki
dampak yang lama setelah itu.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

14

Pengenalan Masalah

Pencarian Informasi

Evaluasi ALternatif

Keputusan Pembelian

Perilaku Pasca Pembelian


Gambar 2.1
Proses Pembelian Konsumen

Penjelasan secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Problem Recognition (pengenalan masalah)


Merupakan tahapan dimana pembeli mengenali masalah atau
kebutuhannya. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan aktualnya
dengan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan tersebut dipengaruhi oleh
rangsangan internal dan eksternal.

Information Search (pencarian informasi)


Merupakan tahapan dimana konsumen berusaha mencari informasi
lebih banyak tentang hal-hal yang telah dikenali sebagai kebutuhannya.
Konsumen memperoleh informasi dari sumber pribadi, komersial, publik
dan sumber pengalaman.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

15

Altenatives Evaluation (evaluasi alternatif)


Merupakan tahapan dimana konsumen memperoleh informasi
tentang suatu objek dan membuat penilaian akhir. Pada tahap ini
konsumen

menyempitkan

pilihan

hingga

alternatif

yang

dipilih

berdasarkan besarnya kesesuaian antara manfaat yang diinginkan dengan


yang bisa diberikan oleh pilihan produk yang tersedia.

Purchase Decision (keputusan pembelian)


Merupakan tahapan dimana konsumen telah memiliki pilihan dan
siap melakukan transaksi pembelian atau pertukaran antara uang atau janji
untuk membayar dengan hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang
dan jasa.

Post-purchase Behavior (perilaku pasca pembelian)


Merupakan tahapan dimana konsumen akan mengalami dua
kemungkinan yaitu kepuasan dan ketidak-puasan terhadap pilihan yang
diambilnya.

2.2.3 Faktor Keputusan Pembelian

Faktor keputusan pembelian terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Berikut penjelasannya:

1) Faktor Internal
Faktor internal dapat didefinisikan sebagai faktor-faktor yang ada dalam diri
individu (konsumen), dimana faktor tersebut akan dapat berubah bila ada pengaruh
dari faktor luar (eksternal). Sebaliknya jika faktor internal memiliki posisi yang kuat
maka faktor eksternal tidak akan memiliki pengaruh yang berarti. Menurut Amirullah
(2002:62) faktor internal terdiri dari:

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

16

a. Pengalaman Belajar dan Memori (learning and memory)

Dalam proses pemecahan masalah (pengambilan keputusan),


konsumen dapat menggunakan proses belajar melalui berfikir wawasan, di
mana berfikir disini meliputi manipulasi mental terhadap simbol-simbol
yang tersaji dalam dunia nyata dan dalam bentuk kombinasi arti.
Sementara itu memori bertindak sebagai perekam tentang yang diketahui
konsumen melalui proses belajar.

b. Kepribadian dan Konsep Diri (personality and self-concept)


Kepribadian dan konsep diri merupakan dua gagasan psikologis
yang telah digunakan dalam mempelajari perilaku konsumen yang
diorganisir secara menyeluruh dari tindakan konsumen. Diharapkan
dengan memahami kepribadian dan konsep diri ini akan memberikan
kepada kita konsistensi pokok yang cocok atau pola-pola yang
tergambarkan dalam pilihan produk dan perilaku lainnya.

c. Motivasi dan Keterlibatan (motivation and involvement)


Motivasi berperan sebagai pendorong jiwa individu untuk
bertindak sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh mereka dan apa yang
telah dipelajari (learning).

d. Sikap (attitude)
Menurut Swastha dan Irawan (2000:114), sikap adalah suatu
kecenderungan yang dipelajari untuk bereaksi terhadap penawaran produk
dalam masalah yang baik ataupun kurang baik secara konsistensi.

e. Persepsi (perception)
Persepsi dapat diartikan sebagai proses dimana individu memilih,
mengelola, dan menginterpretasikan stimulus ke dalam bentuk arti dan
gambar. Atau dapat juga dikatakan bahwa persepsi adalah bagaimana
orang memandang lingkungan di sekelilingnya.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

2) Faktor Eksternal
Input

Usaha-usaha
Pemasaran
4P

Lingkungan sosial budaya:


keluarga, sumber informal, sumber
non komersial, kelas sosial, budaya
dan subbudaya

Pengambilan keputusan konsumen

Proses

Sadar akan
kebutuhan

Area psikologis
1. Motivasi
2. Persepsi
3. Pembelajaran
4. Kepribadian

Mencari sebelum
membeli
Pengalaman

Perilaku pascaMengevaluasi
keputusan
alternatif
Output

Pembelian
1.Percobaan
2.Pembelian
Ulang

Evaluasi pasca beli

Gambar 2.2: Faktor Eksternal Keputusan Pembelian


Sumber: Prasetijo dan John (2005:232)

17

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

18

Keputusan konsumen untuk membeli suatu barang saat ini cenderung


mengikuti perubahan-perubahan lingkungan luar (external factor). Perubahan
lingkungan yang begitu cepat dan kompleks menyebabkan konsumen menetapkan
pilihan pada sesuatu yang kadang-kadang tidak berdasarkan pada kebutuhan pribadi
dan stimuli psikologis. Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi keputusan
membeli seseorang dapat dikelompokkan menjadi empat faktor utama, yaitu:

a. Faktor Budaya
Budaya didefinisikan sebagai sejumlah nilai, kepercayaan dan kebiasaan yang
digunakan untuk menunjukkan perilaku konsumen langsung dari kelompok
masyarakat tertentu.

b. Faktor Sosial
Menurut Swastha dan Irawan (2000:107), faktor sosio-kebudayaan lain yang
dapat mempengaruhi pandangan tingkah laku pembeli adalah kelas sosial. Pada
pokoknya, masyarakat kita ini dapat dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu
golongan atas, menengah dan rendah.

c. Faktor Ekonomi
Pada prinsipnya kekuatan yang sangat basar yang mempengaruhi daya beli
dan pola pembelian konsumen meliputi: pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan
per kapita, dan inflasi. Oleh karena itu, pemasar harus jeli dalam melihat
kecenderungan-kecenderungan kondisi ekonomi dimana mereka bersaing.

d. Faktor Bauran Pemasaran


Bauran pemasaran (marketing mix) terdiri dari: produk, harga, kegiatan

promosi dan saluran distribusi. Marketing mix merupakan variable-variabel yang


dapat digunakan pemasar untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dari segmen
pasar tertentu yang dituju.
Dalam melakukan keputusan pembelian konsumen dihadapkan oleh perilaku
pembelian yang tidak terencana. Hal itu dipengaruhi oleh beberap faktor
pendukungnya.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

19

2.3 Impulse Buying


2.3.1 Pengertian Impulse Buying

Harmancioglu et al. (2009) membedakan dua tipe pembelian konsumen


yaitu tipe pembelian terencana dan pembelian tidak terencana. Pembelian
terencana merupakan perilaku pembelian yang melibatkan pencarian informasi
yang membutuhkan waktu dan diikuti dengan pengambilan keputusan yang
bersifat rasional. Sedangkan tipe pembelian tidak terencana yaitu seluruh
pembelian yang dibuat tanpa rencana terlebih dahulu, termasuk di dalamnya
adalah perilaku impulsif.
Menurut ahli impulse buying is a non deliberate action and is
accompanied by strong emotional responses (Rook & Gardner dalam
Herabadi, et al., 2009) yang memiliki arti bahwa impulse buying adalah tindakan
tanpa sengaja dan diikuti oleh respon emosional yang kuat.
Harmancioglu et al. (2009) menyatakan bahwa pembelian tidak
terencana merupakan seluruh pembelian yang dibuat tanpa rencana terlebih
dahulu,

termasuk didalamnya adalah

perilaku

pembelian

impulsif.

Sedangkan menurut Solomon (2004), pembelian tidak terencana (impulse


buying) terjadi ketika seseorang merasa tidak familiar dengan layout sebuah
toko, merasakan tekanan untuk membeli atau seseorang merasa diingatkan
untuk membeli sesuatu ketika melihatnya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa impulse buying adalah
tindakan pembelian yang sebelumnya tidak direncanakan dan diikuti oleh respon
emosional yang tinggi. Impulse buying didorong oleh keinginan yang bersifat
spontanitas dan emosional. Ketika melakukan pembelian, konsumen akan lebih
banyak mengandalkan perasaan dan cenderung lebih dinilai irrational dibanding
rational. Perilaku impulse buying dapat dipahami sebagai suatu perilaku
pembelian yang sedikit melibatkan proses kognitif dan melibatkan proses efektif
yang cukup tinggi. Pembelian impulsif nampaknya tidak merefleksikan pikiran
dalam berbelanja dan tertarik secara emosional terhadap suatu objek untuk
memenuhi kepuasan dengan segera.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

20

2.3.2 Tipe Impulse Buying

Kadangkala tanpa alasan ataupun stimulus langsung yang diberikan


peritel, konsumen juga termotivasi untuk melakukan pembelian impulsif. Pembeli
impulsif lebih mungkin untuk mengalami pengalaman membeli secara spontan,
lebih terkesan secara tiba-tiba, dan tidak berencana untuk membeli sebelumnya
(Rook dan Fisher dalam Peck dan Terry, 2006). Namun, pembelian impulsif
bukanlah pembelian yang sepenuhnya tidak direncanakan atau membeli suatu
produk tanpa adanya suatu kebutuhan. Menurut Stern dalam Utami (2010)
terdapat empat tipe pembelian impulsif, yaitu:
1) Impuls Murni (Pure Impulse)
Pengertian ini mengacu pada tindakan pembelian sesuatu karena alasan
menarik, biasanya ketika pembelian terjadi karena loyalitas terhadap merek
atau perilaku pembelian yang telah biasa dilakukan.
2) Impuls Pengingat (Reminder Impulse)
Tindakan pembelian ini dikarenakan suatu produk biasanya memang
dibeli oleh konsumen, tetapi tidak tercatat dalam daftar belanja.
3) Impuls Saran (Suggestion Impulse)
Suatu produk yang dilihat konsumen untuk pertama kali akan
menstimulasi keinginan konsumen untuk mencobanya.
4) Impuls Terencana (Planned Impulse)
Aspek perencanaan dalam perilaku ini menunjukkan respon konsumen
terhadap beberapa insentif spesial untuk membeli produk yang diantisipasi.
Impuls ini biasanya distimulasi oleh pengumuman penjualan kupon, potongan
kupon, atau penawaran menarik lainnya.

Keputusan impulse buying merupakan keputusan spontan yang dilakukan


konsumen saat berada di dalam toko, dan dapat disebabkan karena banyak hal.
Meliputi produk yang menarik, promosi seperti diskon, iklan ataupun konsumen
diingatkan akan kebutuhan yang sebenarnya harus dipenuhinya saat melihat suatu
produk yang terpajang. Selain itu, perilaku impulse buying dapat terjadi untuk

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

21

produk-produk baru. Konsumen terangsang ingin segera memiliki produk tersebut


ditambah jika ditawari diskon dengan harga murah. Price dan store layout juga
ikut berperan dalam perilaku impulse buying. Dengan kata lain impulse buying
dapat terjadi akibat adanya pengaruh dari lingkungan belanja. Motif dalam
mengambil keputusan membeli konsumen dipengaruhi oleh kepribadian dalam
diri. Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan pengambilan
keputusan dalam membeli (Anwar, 2005). Jadi keputusan impulse buying
tergantung kepada kepribadian yang dimilikinya.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impulse Buying

Beberapa penelitian mengenai impulse buying menunjukkan bahwa


karakteristik produk, karakteristik pemasaran serta karakteristik konsumen
memiliki pengaruh terhadap munculnya impulse buying (Loudon & Bitta, 1993).
Selain ketiga karakteristik tersebut, Hawkins (2007) juga menambahkan
karakteristik situsional sebagai faktor yang juga berpengaruh.
1. Karakteristik produk yang mempengaruhi impulse buying adalah:
a. Memiliki harga yang rendah
b. Adanya sedikit kebutuhan terhadap produk tersebut
c. Ukurannya kecil dan ringan
d. Mudah disimpan
2. Pada karakteristik pemasaran, hal-hal yang mempengaruhi impulse buying
adalah:
a. Distribusi massa pada self service outlet terhadap pemasangan iklan
besar-besaran dan material yang akan didiskon. Hawkins dkk (2007)
juga menambahkan mengenai ketersediaan informasi dimana hal ini
meliputi suatu format yang secara langsung berhubungan dengan
penggunaan informasi. Bagaimanapun juga, terlalu banyak informasi
dapat menyebabkan informasi yang berlebihan dan penggunaan
informasi berkurang. Pemasangan iklan, pembelian barang yang
dipamerkan, website, penjaga toko, paket-paket, konsumen lain, dan

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

22

sumber yang bebas seperti laporan konsumen adalah sumber utama dari
informasi konsumen.
b. Posisi barang yang dipamerkan dan lokasi toko yang menonjol turut
mempengaruhi

impulse

buying.

Hawkins

dkk

(2007)

juga

menambahkan bahwa jumlah, lokasi, dan jarak antara toko barang


eceran di pasar mempengaruhi jumlah kunjungan konsumen ke toko
sebelum pembelian. Karena kunjungan ke toko membutuhkan waktu
energi, dan uang, jarak kedekatan dari toko seringkali akan
meningkatkan aspek ini dari pencarian di luar.
3. Karakteristik konsumen yang mempengaruhi impulse buying adalah:
a. Kepribadian konsumen
b. Demografis berupa gender, usia, kelas sosial ekonomi, status
perkawinan, pekerjaan, dan pendidikan.

2.4 Perceived Value

Perceived value dianggap sebagai salah satu konsep yang paling penting
bagi pelaku bisnis untuk memahami konsumen. Perceived value adalah
hubungan antara produk dan pelanggan yaitu pemahaman pelanggan
mengenai apa yang mereka inginkan dengan produk atau jasa yang
ditawarkan dalam memenuhi kebutuhannya, dibandingkan dengan biaya
yang dikeluarkannya (Woodruff dan Gardial, 2000). Dalam literatur
pemasaran, dimensi perceived value yang paling sering digunakan adalah hedonic
value dan utilitarian value.
Utilitarian value didefinisikan sebagai penilaian keseluruhan antara
manfaat fungsional dan pengorbanannya. Komponen utama yang membentuk
utilitarian value antara lain penghematan uang serta kenyamanan konsumen
dalam berbelanja (Rintamaki, et. Al, 2006). Sedangkan hedonic value mengacu
pada sensasi, berupa kenikmatan dan kesenangan, yang diperoleh konsumen dari
keseluruhan pengalaman membeli yang terkait dengan berbelanja di suatu toko
(Kaul, 2006). Nilai ini terkait dengan perasaan, fantasi dan kesenangan konsumen.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

23

2.4.1 Hedonic Value

Kegiatan belanja pada awalnya dilakukan oleh konsumen dimotivasi oleh


motif yang bersifat rasional, yakni berkaitan dengan manfaat yang diberikan
produk tersebut (nilai utilitarian). Nilai lain yang mempengaruhi kegiatan belanja
yang dilakukan oleh konsumen adalah nilai yang bersifat emosional atau yang
dikenal dengan nilai hedonik.
Nilai hedonik konsumsi merupakan pengalaman konsumsi yang
berhubungan dengan perasaan, fantasi, kesenangan, dan pancaindera, di
mana pengalaman tersebut mempengaruhi emosi seseorang (Hirsman and
Holbrook dalam Johnstone and Conroy, 2005). Sedangkan menurut
Suhartanto (2008), motif belanja hedonik merupakan dorongan berbelanja
untuk mencari kesenangan. Ketika konsumen berbelanja dilandasi oleh motif
hedonik, konsumen cenderung berorientasi pada kesenangan, fantasi, dan hiburan
yang bisa didapatkannya melalui pengalaman belanja. Park et al. (2006)
menyatakan bahwa konsumsi hedonik adalah salah satu segi dari perilaku
konsumen yang berhubungan dengan aspek multi-sensori, fantasi, dan emosi
dalam pengalaman yang dikendalikan oleh berbagai manfaat seperti
kesenangan dalam menggunakan produk.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hedonic value adalah
dorongan berbelanja untuk mencari kesenangan yang berhubungan dengan aspek
multi-sensori, fantasi, dan emosi.

2.4.2 Faktor yang mempengaruhi Motif Belanja Hedonik

Setiap individu mempunyai banyak alasan untuk berbelanja. Namun tidak


semua alasan belanja untuk memenuhi kebutuhan secara fungsional. Consumers
are increasingly seeking value not only from the product but from the shopping
process itself (May, 1989, Teller, Retmerer & Schnedlitz, 2008). Pada motif
hedonik, konsumen lebih mementingkan dan mencari nilai dari proses

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

24

pembelanjaan itu sendiri. Menurut Arnold and Reynolds (2003), motivasi


belanja hedonik diikuti oleh 6 dimensi, yaitu:
1) Adventure shopping (shopping for stimulation and the feeling of being in
another world)
Adventure

shopping

merupakan

suatu

pandangan

dimana

berbelanja adalah suatu petualangan. Sebagian besar konsumen berbelanja


karena adanya sesuatu yang dapat membangkitkan gairah belanja dari
konsumen itu sendiri, merasakan bahwa berbelanja adalah suatu
pengalaman dan dengan berbelanja konsumen merasa memiliki dunianya
sendiri.
2) Social shopping
Konsumen memandang bahwa berbelanja bertujuan sebagai
kesempatan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Sebagian besar
konsumen beranggapan bahwa kenikmatan dalam berbelanja akan tercipta
ketika konsumen menghabiskan waktu bersama dengan keluarga atau
teman. Konsumen ada pula yang merasa bahwa berbelanja merupakan
kegiatan sosialisasi baik itu antara konsumen yang satu dengan yang lain,
ataupun dengan karyawan yang bekerja dalam gerai. Konsumen juga
beranggapan bahwa dengan dengan berbelanja bersama-sama dengan
keluarga atau teman, konsumen akan mendapat banyak informasi
mengenai produk yang akan dibeli.
3) Gratification shopping
Berbelanja merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi
stress, mengatasi atmosfer hati yang buruk, dan berbelanja merupakan
sarana untuk melupakan masalah-masalah yang sedang dihadapi. Saat
merasa stres, belanja merupakan obat untuk mengubah suasana hati
menjadi lebih baik dengan kata lain shopping as a treat or way to improve
a mood (Berbelanja adalah cara untuk meningkatkan mood).

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

25

4) Idea shopping
Berbelanja digunakan untuk mengetahui informasi yang up to date
mengenai produk dan trend. Biasanya konmsumen berbelanja karena
melihat sesuatu yang baru dari iklan yang ditawarkan melalui media masa.
5) Role shopping
Motif

berbelanja

berhubungan

dengan

perannya

dalam

masyarakat, seperti berbelanja untuk keluarga maupun teman merupakan


kepuasan tersendiri dan merasa bahagia atas pemberiannya kepada orang
lain.
6) Value shopping (pleasure from seeking and finding a bargain)
Tujuan aktifitas berbelanja untuk bisa menawar dan mendapatkan
harga yang rendah dengan diskon. Konsumen akan merasa tawar menawar
merupakan hal yang menyenangkan dan akan merasa puas apabila
konsumen mendapatkan harga yang rendah.

Menurut Suhartanto (2008) ada beberapa motif yang memungkinkan


konsumen menjadi hedonik, yaitu:
a) Pengalaman sosial, mall kini dipandang sebagai tempat dimana masyarakat
berkumpul. Karena motif belanja mencari pengalaman sosial tersebut, maka
konsumen sering melakukannya bersama teman maupun keluarga.
b) Berbagi peminatan yang sama, konsumen merasa senang ketika dapat
berkumpul dengan orang-orang yang mempunyai peminatan atau hobi yang
sama. Seperti bengkel yang bagi orang-orang yang menyukai otomotif.
c) Daya tarik terhadap orang lain, pusat perbelanjaan merupakan tempat
berkumpul konsumen. Mall-mall yang banyak berkembang sudah menjadi
tempat hang out maupun hanya sebagai people watching.
d) Mencari status secara instan, dengan berbelanja seorang konsumen merasa
mendapatkan status sebagai orang yang diperhatikan dan dianggap penting.
c) Kesenangan berburu diskon, berbelanja dipandang sebagai suatu perburuan.
Keberhasilan untuk mendapatkan barang yang diinginkan dengan harga yang
paling rendah merupakan sebuah kepuasan.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

26

Motif berbelanja hedonik ini terjadi karena adanya dorongan untuk


memuaskan kebutuhan yang bersifat emotional benefit dan melibatkan konsumen
secara psikologi. Bukan untuk memenuhi kebutuhan berdasarkan kegunaan
fungsional dari sebuah produk.

2.5 Store Atmosphere

Atmosfer berbelanja mempengaruhi keyakinan terhadap produk dan


pelayanan yang ditawarkan oleh sebuah gerai ritel (Grayson dan McNeill, 2009).
Oleh karena itu, store atmosphere merupakan salah satu aspek yang penting yang
harus dipertimbangkan ketika mengelola tujuan bisnis dan ekspektasi konsumen.
Store atmosphere merupakan salah satu elemen bauran pemasaran ritel
yang terkait dalam hal penciptaan suasana belanja. Atmosfer merupakan kunci
dalam menarik dan membuat konsumen terkesan dengan pengalaman berbelanja
di dalam gerai (Coley dan Burgess, 2003). Utami (2010) menyatakan terdapat
dua macam motivasi berbelanja yang menjadi perhatian peritel dalam
menyediakan atmosfer dalam gerai yang sesuai. Pertama adalah kelompok yang
berorientasi pada motif utilitarian yang lebih mementingkan aspek fungsional.
Kelompok kedua adalah kelompok yang berorientasi rekreasi, faktor ambience,
visual merchandising, dan fasilitas-fasilitas yang lengkap menjadi faktor penentu
keputusan konsumen.

2.5.1 Pengertian Store Atmosphere


Menurut Maruf (2006:201), suasana atau atmosphere di dalam toko
merupakan salah satu dari berbagai unsur dalam retailing

mix yang

berperan penting dalam memikat pembeli, membuat nyaman dalam memilih


barang belanjaan dan mengingatkan konsumen akan produk apa saja yang
harus dibeli. Store atmosphere bertujuan memenuhi syarat fungsional sekaligus
menyediakan pengalaman berbelanja yang menyenangkan sehingga mendukung
terjadinya transaksi.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

27

Menurut Kotler dan Keller (2009:153), atmosfer adalah elemen lain


dalam melengkapi toko. Setiap toko mempunyai penampilan dan tata letak fisik
yang bisa mempersulit atau mempermudah orang untuk bergerak.
Menurut

Christina

Whidya

Utami

(2008:217),

Suasana

toko

merupakan kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, tata


letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperature, musik, serta aroma
yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen.
Melalui

suasana

toko

yang

sengaja

diciptakan,

ritel

berupaya

untuk

mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga maupun,


ketersediaan barang dagangan yang bersifat fashionable.
Dari definisi tersebut di atas dapat diartikan untuk toko yang basic retailer
atau eceran, suasana lingkungan toko itu berdasarkan pada karakteristik fisik yang
biasanya digunakan untuk membangun kesan menarik pelanggan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pentingnya
suatu atmosfer untuk dapat mendesain tokonya dengan inovasi dan penemuan
baru. Atmosfer toko merupakan salah satu strategi untuk dapat bersaing dan
menarik konsumen sehingga dapat meningkatkan citra perusahaan serta
menimbulkan kesan yang menarik dan menyenangkan bagi konsumen dan
mempengaruhi emosi konsumen untuk melakukan pembelian.

2.5.2 Unsur-Unsur Store Atmosphere


Maruf (2006) memaparkan bahwa atmosfer dan ambience dapat tercipta
dari gabungan unsur-unsur sebagai berikut:

1) Desain Gerai
Desain gerai merupakan strategi penting dalam menciptakan atmosfer
yang dapat membuat pelanggan merasa betah berada dalam suatu gerai. Desain
gerai bertujuan untuk memenuhi syarat fungsional sekaligus menyediakan
pengalaman berbelanja yang menyenangkan sehingga mendukung terjadinya
transaksi.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

28

Desain gerai mencakup desain di lingkungan gerai, yaitu desain eksterior,


layout, dan ambience. Desain eksterior mencakup wajah gerai, marquee, pintu
masuk, dan jalan masuk. Layout atau tata letak berkaitan dengan alokasi ruang
untuk penempatan produk yang akan dijual. Ambience adalah atmosfer dalam
gerai yang menciptakan perasaan tertentu dalam diri pelanggan yang ditimbulkan
dari penggunaan unsur-unsur interior, pengaturan cahaya, tata suara, sistem
pengaturan udara, dan pelayanan. Desain gerai yang tepat akan membantu
tercapainya sasaran komunikasi visual.

2) Perencanaan Gerai
Perencanaan gerai mencakup layout (tata letak) dan alokasi ruang. Layout
mencakup rencana jalan atau gang dalam gerai dan sirkulasi arus orang.

3) Komunikasi Visual
Komunikasi

visual

adalah

komunikasi

perusahaan

ritel

dengan

konsumennya melalui wujud fisik berupa identitas peritel, grafis, dan instore
communication. Identitas peritel berupa wajah gerai dan marquee, kedua hal
inilah yang pertama kali dilihat oleh calon pembeli ketika berniat berbelanja,
sedangkan grafis merupakan pendukung dari komunikasi dalam gerai yang
melibatkan tata suara, tekstur, entertainment, promosi, dan personal.

5) Penyajian Merchandise
Berkenaan dengan teknik penyajian barang-barang dalam gerai untuk
menciptakan situasi dan atmosfer tertentu. Teknik dan penyajian merchandise
berkenaan dengan keragaman produk, koordinasi kategori produk, display contoh,
pencahayaan, tata warna, dan window display.
Penyajian merchandise sering kali dikaitkan dengan teknik visual
merchandising. Visual merchandising adalah gabungan unsur-unsur desain
lingkungan gerai, penyajian merchandise, dan komunikasi dalam gerai, contohnya
adalah display harga khususnya harga yang menciptakan citra ritel dan atmosfer
ritel di benak pelanggan. Penyajian merchandise dan visual merchandising

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

29

bertujuan memikat pelanggan dari segi penampilan, suara, dan aroma, bahkan
pada rupa barang yang disentuh konsumen.
Gabungan unsur-unsur atmosfer gerai tersebut dapat menggambarkan
momen of truth, yaitu situasi langsung yang dirasakan konsumen saat berbelanja.
Jika setting dari gabungan unsur-unsur tersebut dapat berjalan optimal, peritel
akan dapat menyentuh emosi konsumen dan memberi pengalaman berbelanja
yang akan berdampak pada peluang untuk meningkatkan pangsa pasar serta
memenangkan hati konsumen.

2.5.3 Faktor yang mempengaruhi Store Atmosphere

Faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam menciptakan suasana toko


menurut Lamb et.al (2003:108) adalah :
1. Jenis karyawan dan kepadatan
Jenis karyawan mengacu pada karakteristik umum karyawan,
sebagai contoh, rapi, ramah, berwawasan luas, terorientasi pada
pelayanan. Kepadatan adalah jumlah karyawan perseribu meter persegi
ruangan penjualan. Namun terlalu banyak karyawan dan tidak cukup
banyak pelanggan dapat menyampaikan suasana keputusan dan
mengintimidasi pelanggan.
2. Jenis barang dagangan dan kepadatan
Jenis barang dagangan yang dijual dan bagaimana barang
tersebut dipajang menentukan suasana yang diciptakan. Pengecer
pemberi diskon dan pemotong harga mungkin menjual beberapa merek
tetapi banyak pula menjual barang bekas atau barang-barang yang
sudah lewat musim.
3. Jenis perlengkapan tetap dan kepadatan
Perlengkapan tetap bisa elegan (terbuat dari kayu jati), trendi
(dari krom dan kaca tidak tembus pandang), atau terdiri dari meja-meja
kuno seperti ditoko antik. Perlengkapan tetap harus harus konsisten
dengan suasana umum yang ingin diciptakan. Menciptakan suasana

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

30

lantai yang teratur dengan memajang barang dagangan diatas meja dan
rak daripada diatas rak-rak pipa tradisional, memungkinkan pelanggan
lebih mudah melihat dan menyentuh barang dagangan dengan lebih
mudah.
4. Bunyi Suara
Bunyi suara bisa menyenangkan atau menjengkelkan bagi
seorang pelanggan. Musik klasik di restoran Italia membantu
menciptakan suasana yang pas bagi konsumen. Sama halnya dengan
musik country yang diputar dipemberhentian truk. Musik juga bisa
membuat konsumen tinggal lebih lama di toko dan membeli lebih
banyak atau makan dengan cepat dan meninggalkan meja untuk
pelanggan lainnya.
5. Aroma
Bau bisa merangsang ataupun mengganggu penjualan. Bau kue
kering dan roti akan memikat konsumen roti. Sebaliknya, pelanggan
dapat dipukul mundur oleh bau busuk seperti asap rokok, bau apek,
aroma antiseptik, dan pengharum ruangan yang terlalu menyengat. Jika
sebuah toko menggunakan bau harum roti panggang, penjualan di
departemen itu meningkat tiga kali lipat. Departemen toko yang
menyemprotkan wangi-wangian yang menyenangkan bagi pasar
sasaran mereka, responnya adalah menguntungkan.
6. Faktor visual
Warna dapat menciptakan suasana hati dan oleh karena menjadi
faktor yang penting dalam suasana. Warna merah, kuning, orange,
dianggap sebagai warna yang hangat dan kedekatan yang diinginkan.
Warna-warna yang menyejukan seperti biru dan violet digunakan
untuk membuka tempat-tempat yang tertutup dan menciptakan suasana
elegan dan bersih. Warna-warna tertentu lebih pas untuk barangbarang yang dipajang dengan bludru hitam atau biru tua. Pencahayaan
juga bisa mempunyai pengaruh penting terhadap suasana toko.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

31

2.5.4 Elemen Store Atmosphere

Store atmosphere memiliki elemen-elemen yang semuanya berpengaruh


terhadap suasana toko yang ingin diciptakan. Elemen-elemen store atmosphere
terdiri dari exterior, general interior, store layout, dan interior displays.

Elemen Store Atmosphere

exterior

interior
displays

store
atmosphre
created by
retailer

general
interior

store
layout

Gambar 2.3 Elemen Store Atmosphere


Sumber : Berman dan Evans (2010:509)

1. Exterior
Menurut Berman dan Evans (2010), exterior sebuah toko mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap image toko dan harus direncanakan secara matang.
Konsumen terkadang menilai sebuah toko dari bagian depannya. Bagian depan
sebuah toko merupakan keseluruhan physical exterior dari sebuah toko. Yang
termasuk exterior adalah pintu masuk, etalase, teras, papan nama toko, dan
konstruksi material lainnya.
Dalam beberapa kasus, tercapainya tujuan atmosphere adalah melalui
penataan yang unik dan menarik perhatian. Bagian depan toko yang berbeda,
papan nama toko yang menarik, sirkulasi udara yang baik, dekorasi etalase yang
baik, dan bangunan toko yang tidak biasa adalah merupakan kelengkapankelengkapan yang dapat menarik perhatian karena keunikannya.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

32

2. General Interior
Menurut Berman dan Evans (2010), general interior merupakan elemenelemen yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen ketika berada dalam sebuah
toko. Lampu yang terang dengan vibrant colours dapat memberikan kontribusi
terhadap atmosfir yang berbeda daripada penerangan dengan lampu yang remang.
Suara dan aroma dapat mempengaruhi perasaan konsumen. Sebuah restoran dapat
menggunakan aroma makanan untuk merangsang konsumen. Toko kosmetik
dapat menggunakan aroma dari parfum untuk menarik konsumen. Salon
kecantikan dapat memainkan musik yang slow atau rock tergantung permintaan
pelanggannya. Musik dengan tempo yang lambat dapat membuat orang yang
berada dalam supermarket bergerak lebih lambat.

3. Store layout
Menurut Berman dan Evans (2010), perencanaan store layout meliputi
penataan penempatan ruang untuk mengisi

luas lantai yang tersedia,

mengklasifikasikan produk yang akan ditawarkan, pengaturan lalu lintas dalam


toko, pengaturan lebar ruangan yang dibutuhkan, pemetaan ruangan toko, dan
menyusun produk yang ditawarkan secara individu.
Pembagian ruangan toko meliputi ruangan-ruangan sebagai berikut :
a. Selling space

atau ruang penjualan, yang merupakan tempat

produk-produk dipajang serta merupakan tempat interaksi antara


pembeli dan penjual.
b. Merchandise space atau ruang merchandise, yang merupakan ruang
untuk produk-produk dengan kategori nondisplayed item.
c. Personel space atau ruang karyawan, yang merupakan ruangan
khusus untuk karyawan.
d. Customer space atau ruang untuk konsumen, yang meliputi kursi,
rest room, restoran dan lainnya.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

33

Mengatur lalu lintas didalam toko dilakukan dengan menggunakan dua


pola yaitu straight (gridiron) traffic flow dan curving (free-flowing) traffic flow.
Masing-masing pola memilki kelebihan sendiri yaitu :
1. Pola straight (gridiron) traffic flow memiliki kelebihan sebagai berikut :

Dapat menciptakan atmosfir yang efisien.

Menciptakan ruangan yang lebih banyak untuk memajang produk.

Menghemat waktu belanja.

Mempermudah mengontrol barang dan menerapkan self service.

2. Pola curving ( free flowing) traffic flow memilki kelebihan sebagai berikut:

Dapat menciptakan atmosfir yang bersahabat.

Mengurangi rasa terburu-buru konsumen.

Konsumen dapat berjalan keliling toko dengan pola yang berbedabeda.

Merangsang pembelian yang tidak direncanakan.

Pengaturan luas ruangan yang dibutuhkan diatur berdasarkan antara ruang


penjualan dan ruang nonpenjualan. Pemetaan ruang toko dimaksudkan untuk
mempermudah penempatan produk yang ditawarkan.
Hal terakhir menyangkut store layout adalah menyusun produk-produk
yang ditawarkan sesuai dengan karakteristik produk. Produk dan merek yang
paling menguntungkan harus ditempatkan dilokasi yang paling baik. Produk harus
disusun berdasarkan ukuran, harga, warna, merek, dan produk yang paling
digemari konsumen.

4. Interior (point-of-purchased) Displays


Menurut Berman dan Evans (2010:555), jenis dari interior displays adalah
sebagai berikut :
a. Assortment Displays
Merupakan bentuk interior displays yang digunakan untuk berbagai
macam produk yang berbeda dan dapat mempengaruhi konsumen untuk
merasakan, melihat, dan mencoba produk. Kartu ucapan majalah, buku,

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

dan

produk

sejenis

lainnya

merupakan

produk-produk

34

yang

menggunakan assortment displays.


b. Theme setting display
Merupakan bentuk interior displays yang menggunakan tema-tema
tertentu.

Theme

setting

display

digunakan

dengan

tujuan

membangkitkan suasana/nuansa tertentu. Biasanya digunakan dalam


even-even tertentu seperti menyambut hari kemerdekaan, valentine, dan
hari besar lainnya.
c. Ensemble Displays
Merupakan bentuk interior displays yang digunakan untuk satu setel
produk yang merupakan gabungan dari berbagai macam produk.
Biasanya digunakan untuk produk satu setel pakaian (sepatu, kaos kaki,
celana, baju, dan jaket).
d. Rack displays
Merupakan bentuk interior displays yang memilki fungsi utama sebagai
tempat/gantungan untuk produk yang ditawarkan. Bentuk lain dari rack
displays adalah case displays yang memilki fungsi hampir sama dengan
rack displays hanya saja case displays digunakan untuk produk-produk
seperti catatan, buku, dan sejenisnya.
e. Cut case
Merupakan interior displays yang murah karena hanya menggunakan
kertas biasa. Biasanya digunakan di supermarket atau oleh toko yang
sedang menyelenggarakan diskon. Bentuk cut case adalah dump bin,
merupakan tempat menumpuk pakaian-pakaian atau buku-buku yang
sedang di diskon.

Poster, papan petunjuk, dan ragam interior displays lainnya dapat


mempengaruhi atmosfir toko karena memberikan petunjuk bagi konsumen. Selain
memberikan petunjuk bagi konsumen, interior displays juga dapat merangsang
konsumen untuk melakukan pembelian.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

35

2.6 Retail

Bisnis ritel dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang terlibat


dalam penjualan barang dan jasa secara langsung ke konsumen akhir untuk
penggunaan pribadi dan bukan bisnis (Alma,2005). Pendapat lain mengenai
konsep ritel diutarakan oleh Sopiah dan Syihabuddin (2008) yang menyatakan
ritel merupakan penjualan barang atau jasa kepada konsumen akhir. Peritel
termasuk Paris Van Java wajib menciptakan dan mengelola atmosfer gerai yang
berkesan serta menyediakan pelayanan yang sesuai atau melebihi apa yang
diharapkan konsumen. Kondisi tersebut akan dapat membantu untuk membedakan
diri dan mampu menciptakan keunggulan kompetitif dari para pesaing. Konsumen
akan lebih senang berbelanja jika merasa nyaman ketika berinteraksi dengan
lingkungan berbelanja dan kemungkinan besar akan berkunjung kembali ke suatu
gerai (Soars, 2009).

2.6.1 Konsep Retail Modern

Paradigma ritel modern merupakan pandangan yang menekankan


pengelolaan ritel dengan menggunakan pendekatan modern dimana konsep
pengelolaan usaha ritel lebih ditekankan dari sisi pemenuhan kebutuhan
konsumen yang menjadi pasar sasaran. Keberadaan bisnis ritel modern ditandai
dengan salah satu ciri, yaitu meningkatnya kebutuhan terhadap aplikasi teknologi
sistem informasi, misalnya penggunaan aplikasi sistem operasi toko dengan
komputer seperti: Point of Sales (POS), Electronic Data Interchange (EDI), dan
EFT (Electronic Fund Transfer), di mana aplikasi sistem tersebut diharapkan
menunjang peningkatan efisiensi.
Menurut Maruf (2006) macam-macam ritel modern di Indonesia adalah
sebagai berikut:
1) Minimarket: terjadi pertumbuhan sebanyak 1.800 buah selama 10 tahun
sampai tahun 2002. Luas ruang minimarket adalah antara 50m2 sampai 200m2.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

36

2) Convenience store: gerai ini mirip minimarket dalam hal produk yang dijual,
tetapi berbeda dalam hal harga, jam buka, luas ruang, dan lokasi. Convenience
store ada yang buka 24 jam dengan luas antara 200 m2 hingga 450 m2 dan
berlokasi di tempat yang strategis. Sebagian produknya sedikit lebih mahal
daripada yang dijual minimarket.
3) Specialty store: Sebagian masyarakat lebih menyukai berbelanja di toko di
mana pilihan produk tersedia lengkap sehingga tidak harus mencari lagi toko
lain. Keragaman produk disertai harga yang bervariasi dari yang terjangkau
hingga yang premium membuat specialty store unggul. Contoh specialty store
adalah Electronic City dan Automall.
4) Factory outlet merupakan sebuah toko berbentuk fisik ataupun online dimana
produsen secara langsung menjual produknya kepada konsumen.
5) Distro atau distribution outlet adalah jenis toko yang menjual pakaian dan
aksesori yang dititipkan oleh pembuat pakaian atau diproduksi sendiri.
6) Supermarket: sebanyak 700 buah berdiri dalam kurun waktu 10 tahun sampai
tahun 2002. Supermarket kecil mempunyai luas ruang antara 300 m2 sampai
1.100 m2, sedangkan supermarket besar mempunyai luas antara 1.100 m2
sampai 2.300 m2.
7) Department store atau toserba (toko serba ada) : Gerai jenis ini mempunyai
ukuran luas ruang yang beragam, mulai dari beberapa ratus m2, hingga 2.000m2
sampai 3.000m2.
8) Perkulakan atau gudang rabat (semacam warehouse club) yang hanya
melayani pembelian dalam jumlah besar.
9) Superstore: luas ruang mulai 2.300 m2 sampai 4.700 m2.
10) Hypermarket: luas ruang diatas 5.000 m2.
11) Pusat Perbelanjaan (Mall dan Trade center): Mall memuat banyak gerai
mulai dari toko (store) biasa sampai supermarket, department store,
amusement center, dan foodcourt. Trade center mirip mall tetapi tidak
memiliki ruang publik seluas mall dan biasanya tidak tersedia department
store dan amusement center.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

37

Paris Van Java merupakan perusahaan ritel modern jenis mall. MerriamWebster (2009) menjelaskan shopping mall adalah sebuah tempat dimana di
dalamnya terdapat toko-toko yang berhubungan sehingga pengunjung dapat
dengan mudah berpindah dari satu toko ke toko yang lain. Secara umum,
pusat perbelanjaan atau shopping mall dapat diartikan sebagai kumpulan
dari berbagai macam barang dan jasa, yang diatur secara strategis untuk
menarik perhatian konsumen (Agustina, 2005). Strategi pemasaran itu terus
berubah selama beberapa dekade dalam masa perkembangannya. Mall telah
mengalami transformasi menjadi pusat perbelanjaan sekaligus sebagai pusat
hiburan.
Paris Van Java merupakan pusat perbelanjaan yang tidak hanya menjadi
tempat berbelanja barang-barang kebutuhan saja, tetapi juga sebagai tempat
hiburan. Berbagai usaha telah dilakukan manajemen Paris Van Java untuk
menciptakan atmosfer gerai yang nyaman dan berkesan guna merangsang
terjadinya pembelian oleh konsumen. Mall yang diresmikan pada bulan Juli 2006
ini, dirancang dengan nuansa open air yang alami serta pemandangan burungburung merpati hias yang berterbangan bebas. Faktor lain yang menjadi daya tarik
adalah konsep bangunan yang kental dengan desain Eropa. Paris Van Java ini
sangat cocok sebagai tempat berbelanja sekaligus rekreasi bagi keluarga.

2.6.2 Bauran Pemasaran Ritel

Bauran pemasaran merupakan elemen penting dalam strategi pemasaran


yang dilakukan perusahaan ritel. Penerapan bauran pemasaran diharapkan akan
mampu menjadi daya tarik bagi konsumen untuk memilih suatu perusahaan ritel
guna melakukan transaksi pembelian terhadap suatu produk dalam hal pemenuhan
kebutuhan dan keinginannya. Menurut Utami (2010) bauran pemasaran ritel
adalah strategi pemasaran yanng mengacu pada beberapa variabel, dimana
peritel dapat mengombinasikan variabel-variabel tersebut menjadi jalan
alternatif dalam upaya menarik konsumen.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

38

Menurut Maruf (2006) bauran pemasaran ritel terdiri dari enam elemen
yang meliputi:
1) Lokasi: merupakan faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel.
Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai
lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk
yang sama, oleh wiraniaga yang sama banyaknya, dan sama terampilnya, dan
sama-sama punya pengaturan atmosfer yang bagus.
2) Merchandise: merupakan keseluruhan produk yang dijual oleh peritel dalam
gerai.
3) Harga: penetapan harga dalam pemasaran ritel merupakan hal yang penting
mengingat penetapan harga akan menghasilkan dampak yang besar bagi usaha
ritel itu sendiri karena akan menentukan laba/rugi yang akan diperoleh peritel.
4) Promosi: promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu
program pemasaran usaha ritel. Kegiatan promosi yang dilakukan oleh peritel
biasanya bertujuan untuk menginformasikan, mempengaruhi, dan membujuk
serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran
pemasarannya. Program promosi yang biasanya diterapkan oleh peritel terdiri
atas iklan, sales promotion, public relations (publisitas), dan personal selling.
5) Atmosfer gerai: atmosfer atau suasana gerai berperan penting dalam memikat
pembeli dan membuat nyaman pembeli dalam memilih barang belanjaan.
Atmosfer yang dimaksud adalah suasana dan ambience yang tercipta dari
gabungan unsur-unsur desain gerai, perencanaan gerai, komunikasi visual, dan
penyajian merchandise (display barang).
6) Pelayanan ritel: bertujuan untuk memberikan berbagai jenis fasilitas kepada
konsumen saat konsumen melakukan kegiatan belanja dalam gerai ritel.
Pelayanan ritel bersama unsur-unsur bauran pemasaran ritel lainnya
mempunyai fungsi memenuhi kebutuhan pembeli dalam berbelanja.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa bauran pemasaran


ritel merupakan alat pemasaran yang digunakan oleh peritel untuk mencapai

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

39

tujuan pemasarannya yang terdiri atas lokasi, merchandise, harga, promosi,


atmosfer gerai, dan pelayanan ritel.

2.7 Keterkaitan Antar Variabel Penelitian


2.7.1 Hubungan Store Atmosphere dan Impulse Buying

Penelitian Soars (2009) menemukan adanya pengaruh positif atmosfer


gerai terhadap pembelian impulsif. Peritel sangat penting untuk mengetahui
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif yang terjadi di dalam
gerai misalnya atmosfer gerai (Fam et al., 2011). Menurut Youn dan Faber
(2000), atmosfer suatu gerai memperbesar kemungkinan terjadinya perilaku
impulsif. Park dan Lennon (2006) menyatakan pembeli impusif sangat
menyukai stimulus atmosfer gerai untuk merangsang respon pembelian secara
tiba-tiba.

2.7.2 Hubungan Hedonic Value dan Impulse Buying

Semuel (2006) menemukan bahwa nilai emosional mempunyai dampak


positif secara langsung terhadap kecenderungan perilaku pembelian impulsif.
Hausman (2000) menemukan bahwa perilaku pembelian impulsif dilakukan
konsumen untuk memuaskan hasrat hedonik yaitu kesenangan, menemukan dan
merasakan hal-hal baru, fantasi, interaksi sosial, dan emosional. Penelitian Park
et al. (2006) menunjukkan bahwa nilai yang bersifat emosional (hedonik)
mendorong terjadinya pembelian impulsif. Harmancioglu et al. (2009)
menemukan bahwa nilai emosional konsumen seperti kesenangan meningkatkan
kecenderungan perilaku pembelian impulsif. Tirmizi et al. (2009) juga
menemukan nilai yang bersifat emosional memiliki hubungan positif dengan
perilaku pembelian impulsif. Silvera et al. (2008) menyatakan bahwa perilaku
pembelian impulsif sering dilakukan untuk memuaskan motif yang bersifat
hedonik.

BAB II - TINJAUAN PUSTAKA

40

2.8 Hipotesis

Berdasarkan hal di atas maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Ho: rs 0, artinya tidak ada pengaruh antara hedonic value dengan impulse
buying konsumen
H1: rs > 0, artinya hedonic value berpengaruh terhadap impulse buying
konsumen
2. Ho: rs 0, artinya tidak ada pengaruh antara store atmosphere dengan impulse
buying konsumen
H2: rs > 0, artinya store atmosphere berpengaruh terhadap impulse buying
konsumen.
Kriteria yang dapat digunakan sebagai berikut:

Jika thit t tabel maka Ho ditolak dan H1 diterima

Jika thit < t tabel maka Ho diterima dan H2 ditolak

Anda mungkin juga menyukai