Anda di halaman 1dari 22

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS


A. Kajian Teori

1. Perilaku Konsumen

Menurut Schiffman dan Kanuk (2000) perilaku konsumen adalah

istilah perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan

konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan

menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan

kebutuhan mereka. Sedangkan menurut Engel, Blackwell, dan Miniard

(1995) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang

langsung terlibat dalam mendapatkan, mengonsumsi, dan menghabiskan

produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan

mengikuti tindakan ini.

Menurut Kotler (2008) karakteristik yang mempengaruhi perilaku

konsumen yaitu :

a. Faktor Budaya

Faktor budaya mempunyai pengaruh yang luas dan mendalam

pada perilaku konsumen. Pemasar harus memahami peran yang

dimainkan oleh budaya, sub-budaya, dan kelas sosial pembeli.

1) Budaya

Budaya (culture) adalah penyebab keinginan dan perilaku

seseorang yang paling dasar. Perilaku manusia dipelajari secara

luas. Tumbuh di dalam suatu masyarakat, seseorang anak


mempelajari nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku dari

keluarga dan institusi penting lainnya.

2) Sub – Budaya

Masing-masing budaya mengandung sub-budaya (sub-

culture) yang lebih kecil, atau kelompok orang yang berbagi sistem

nilai berdasarkan pengalaman hidup dab situasi yang umum. Sub-

budaya meliputi kebangsaan, agama, kelompok ras, dan daerah

geografis.

3) Kelas Sosial

Kelas sosial (social class) adalah pembagian masyarakat

yang relatif permanen dan berjenjang di mana anggota berbagi

nilai, minat, dan perilaku yang sama.

b. Faktor Sosial

1) Kelompok

Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok

kecil. Kelompok yang mempunyai pengaruh langsung dan tempat

dimana seseorang menjadi anggotanya disebut kelompok

keanggotaan. Sebaliknya, kelompok referensi bertindak sebagai

titik perbandingan atau titik referensi langsung atau tidak langsung

dalam membentuk sikap atau perilaku seseorang.

2) Keluarga

Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang

paling penting dalam masyarakat, dan telah diteliti secara ekstensif.


Pemasar tertarik pada peran dan pengaruh suami, istri, serta anak-

anak dalam pembelian barang dan jasa yang berbeda.

3) Peran dan Status

Posisi seseorang dalam masing-masing kelompok dapat

didefinisikan dalam peran dan status. Peran terdiri dari kegiatan

yang diharapkan dilakukan seseorang sesuai dengan orang-orang

disekitarnya. Masing-masing peran membawa status yang

mencerminkan nilai umum yang diberikan kepadanya oleh

masyarakat.

c. Faktor Pribadi

1) Usia dan Tahap Siklus Hidup

Orang mengubah barang dan jasa sesuai yang mereka beli

sepanjang hidup mereka. Pembelian juga dibentuk oleh tahap

siklus hidup keluarga, tahap-tahap yang dilalui keluarga ketika

mereka menjadi matang dengan berjalannya waktu. Pemasar sering

mendefinisikan pasar sasaran mereka dengan tahap siklus hidup

dan mengembangkan produk dan rencana pemasaran yang sesuai

untuk setiap tahap itu.

2) Pekerjaan

Pekerjaan sesorang mempengaruhi barang dan jasa yang

mereka beli. Pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok

pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata pada produk dan

jasa mereka.
3) Situasi Ekonomi

Situasi ekonomi seseorang akan mempengaruhi pilihan

produk. Pemasar barang-barang yang sensitif terhadap pendapatan

mengamati gejala pendapatan pribadi, tabungan, dan suku bunga.

4) Gaya Hidup

Gaya hidup adalah pola hidup sesorang yang diekspresikan

dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya.

5) Kepribadian dan Konsep Diri

Kepribadian setiap orang yang berbeda-beda mempengaruhi

perilaku pembeliannya. Kepribadian (personality) mengacu pada

karakteristik psikolog unik yang menyebabkan respon yang relatif

konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan orang itu sendiri.

d. Faktor Psikologis

1) Motivasi

Motif atau dorongan adalah kebutuhan dengan tekanan kuat

yang mengarahkan seseorang mencari kepuasan.

2) Persepsi

Persepsi adalah proses dimana orang memilih, mengatur,

dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk gambaran

dunia yang berarti.

3) Keyakinan dan Sikap

Keyakinan adalah pikiran deskripstif yang dimiliki

seseorang tentang sesuatu. Sedangkan sikap adalah evaluasi,


perasaan, dan tendensi yang relatif konsisten dari seseorang

terhadap sebuah objek atau ide.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

keputusan pembelian konsumen sangat dipengaruhi oleh karakteristik

budaya, sosial, pribadi, dan psikologis. Biasanya pemasar tidak dapat

mengendalikan faktor-faktor semacam itu, tetapi mereka harus

memperhitungkannya (Kotler, 2008).

2. Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian menurut Kotler (2008) adalah membeli

merek yang paling disukai dari berbagai alternatif yang ada, tetapi 2 (dua)

faktor bisa berada antara niat pembelian dan keputusan pembelian.

Keputusan untuk membeli bisa mengarah kepada bagaimana proses dalam

pengambilan keputusan tersebut dilakukan.

Menurut Kotler (2008) proses keputusan pembelian konsumen

terdiri dari 5 tahap yang dilakukan oleh seorang konsumen sebelum

sampai pada keputusan pembelian dan selanjutnya pasca pembelian, yaitu :

a. Problem Recognition (Pengenalan Masalah)

Pada tahap ini konsumen mengetahui ada masalah atau

kebutuhan yang harus diselelsaikan atau dipenuhi.

b. Information Research (Pencarian Informasi)

Pada tahap ini konsumen mencari sebanyak-banyaknya

informasi atas alternatif-alternatif pilihan akan barang atau jasa

yang dibutuhkan dan diinginkan.


c. Evaluation of Alternatives (Evaluasi Alternatif)

Konsumen akan mengevaluasi manfaat produk atau jasa yang

akan dibeli tersebut dari berbagai alternatif yang tersedia.

d. Purchase Decision (Keputusan Pembelian)

Pada tahap ini konusmen telah menetapkan pilihan pada satu

alternatif dan melakukan pembelian.

e. Postpurchase Decision (Perilaku Pasca Pembelian)

Pada tahap setelah pembelian, konsumen akan mengalami level

kepuasan dan ketidakpuasan.

Bentuk proses pengambilan keputusan pembelian menurut Kotler

(2002) dapat digolongkan sebagai berikut :

a. Fully Planner Purchase

Merupakan proses pembelian dimana produk dan merek sudah

dipilih sebelumnya Fully Planner Purchase dapat dialihkan dengan

taktik marketing misalnya pengurangan harga, kupon, atau

aktivitas promosi lainnya.

b. Partially Planner Purchase

Suatu keadaan dimana konsumen bermaksud untuk membeli

produk yang sudah ada tetapi pemilihan merek ditunda sampai

pembelian. Keputusan akhir dapat dipengaruhi oleh diskon harga,

atau display produk.


c. Uplanned Purchase

Keadaan dimana produk dan merek dipilih di tempat

pembelian.

Keputusan pembelian ditentukan oleh stimuli baik yang berasal dari

luar individu (usaha-usaha yang dilakukan oleh pemasar melalui strategi

pemasarannya dan lingkungan) serta hal-hal yang ada pada konsumen

sendiri. Pemasar juga harus memahami karakteristik konsumen tentang

bagaimana kesenangan konsumen terhadap suatu barang sehingga

konsumen merasa ingin sekali membeli barang tersebut dan merasa puas

setelah membelinya hingga terjadilah proses pembelian secara tidak

terencana.

3. Pembelian Impulsif (Pembelian Tidak Terencana)

Pembelian impulsif menurut Mowen dan Minor (2001) adalah

tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki masalah berupa maksud

atau niat membeli yang terbentuk sebelum memasuki toko. Pembelian

impulsif merupakan pilihan yang dibuat pada saat konsumen melakukan

pembelian karena perasaan positif yang kuat mengenai suatu benda.

Di sisi lain, Rook (1987) mengungkapkan bahwa pembelian impulsif

terjadi ketika konsumen mengalami suatu dorongan yang tiba-tiba, sering

kali terkesan kuat dan mendesak untuk membeli apapun secara seketika.

Dorongan emosional tersebut berhubungan dengan adanya perasaan yang

mendalam yang ditunjukkan dengan melakukan pembelian karena adanya

dorongan untuk membeli suatu produk dengan cepat, mengabaikan


konsekuensi negatif, merasakan kepuasan dan mengalami konflik dalam

pemikiran.

Berdasarkan pemaparan definisi para ahli diatas maka pembelian

impulsif (pembelian impulsif) dapat dikatakan sebagai perilaku konsumen

dalam membeli suatu produk tanpa adanya perencanaan. Pembelian

impulsif timbul karena adanya dorongan emosional individu akan

ketertarikan pada suatu produk tanpa berpikir panjang. Menurut Rook

(1987), pembelian impulsif memiliki beberapa karakteristik yaitu sebagai

berikut :

a. Dorongan spontan untuk membeli, yaitu pembelian yang timbul

karena adanya suatu dorongan secara tiba-tiba, tidak diharapkan

dan dapat memotivasi konsumen untuk membeli saat itu juga,

serta memiliki respon yang menggebu terhadap stimulasi visual

langsung ditempat penjualan.

b. Kekuatan, kompulsi, dan intensitas dimana kemungkinan terdapat

motivasi untuk mengesampingkan semua hal dan bertindak

dengan seketika.

c. Kegairahan dan stimulasi, yaitu terdapat desakan secara

mendadak untuk membeli barang yang disertai emosi yang tidak

terkendali dengan ciri yang menggairahkan, menggetarkan atau

liar.
d. Ketidakpedulian akan akibat, yaitu terdapat desakan untuk

membeli barang yang sulit untuk ditolak sehingga akibat negatif

lebih sering diabaikan.

e. Sinkronitas yaitu terdapat perasaan ingin membeli barang saat itu

juga karena berpikir tidak ada kesempatan untuk membelinya di

lain kesempatan.

f. Animasi produk, kekuatan produk yaitu seseorang akan terdorong

untuk membeli produk begitu melihat produk dan merasa bahwa

produk itu memanggil sesorang untuk segera dibeli.

g. Elemen hedonis yaitu melakukan pembelian dapat membantu

memuaskan rasa ingin tau seseorang, sehingga dengan membeli

dapat merasa senang.

h. Konflik, baik versus buruk, kontrol versus kesenangan yaitu tidak

mampu mengendalikan dorongan untuk membeli dan tidak ada

yang menghentikannya, sehingga harus mengikuti keinginan

tersebut.

i. Mengabaikan konsekuensi yaitu keinginan kuat untuk membeli

tidak dapat ditolak, sehingga seseorang tidak sadar akan

konsekuensi negatifnya.
Menurut Utami (2010) tipe-tipe pembelian impulsif yaitu :

a. Pure Impulse (Impuls Murni)

Tindakan pembelian produk karena alasan menarik,

biasanya terjadi karena loyalitas terhadap merek atau perilaku

pembelian yang telah biasa dilakukan.

b. Reminder Impulse (Impuls Pengingat)

Pembeli melihat produk tersebut dan diingatkan bahwa

persediaan di rumah perlu ditambah atau telah habis.

c. Suggestion Impulse (Impuls Saran)

Suatu produk yang ditemui konsumen untuk pertama kali

akan menstimulasi keinginan untuk mencobanya.

d. Planned Impulse (Impuls Terencana)

Aspek perencanaan dalam perilaku ini menunjukkan respon

konsumen terhadap beberapa insentif spesial untuk membeli unit

yang tidak diantisipasi. Impuls ini biasanya distimulasi olej

pengumuman penjualan kupon, potongan kupon, atau penawaran

yang menggiurkan lainnya.

Proses Psikologis dalam Pembelian Impulsif

Menurut Coley dan Burges (2002), pembuatan keputusan dalam

pembelian impulsif dipengaruhi oleh masalah kognisi dan afeksi dalam

diri seseorang, di mana segi afeksi lebih menonjol dibandingkan sisi

kognisi yang ada yang lebih banyak dipengaruhi oleh stimuli eksternal

berkaitan dengan faktor harga.


Pembelian impulsif dalam penelitian ini terdiri dari dua dimensi,

yaitu dimensi kognitif dan dimensi afektif. Menurut Coley (2002). Proses

psikologis dalam pembelian impulsif terdiri dari dua proses yang meliputi:

a. Proses Afektif: yaitu proses psikologis dalam diri seseorang yang

merujuk kepada emosi, perasaan maupun suasana hati (mood).

Proses ini memiliki tiga komponen, yaitu:

1) Irresistible Urge to Buy yaitu suatu keadaan dimana (calon)

konsumen memiliki keinginan yang instan, terus menerus dan

begitu memaksa, sehingga (calon) konsumen tidak dapat

menahan dirinya.

2) Positive Buying Emotion yaitu suatu keadaan dimana (calon)

konsumen memiliki suasana hati positif yang berasal dari

motivasinya untuk memuaskan diri melalui pembelian

impulsif.

3) Mood Management yaitu suatu keadaan di mana muncul

keinginan (calon) konsumen untuk mengubah atau menata

perasaanya melalui pembelian impulsif.

b. Proses Kognitif yaitu proses psikologis seseorang yang merujuk

kepada struktur dan proses mental yang meliputi pemikiran,

pemahaman dan penginterpretasian. Proses ini terdiri dari tiga

komponen, yaitu:

1) Cognitive Deliberation yaitu suatu keadaan di mana (calon)

konsumen merasakan adanya desakan untuk bertindak tanpa


adanya pertimbangan mendalam atau memikirkan

konsekuensinya.

2) Unplanned Buying yaitu suatu keadaan di mana (calon)

konsumen tidak memiliki rencana yang jelas dalam berbelanja

3) Disregard for the future yaitu suatu keadaaan dimana (calon)

konsumen dalam melakukan pembelian impulsifnya tidak

menghiraukan masa depan.

Dari berbagai faktor yang membuat seseorang melakukan

pembelian impulsif, ada salah satu faktor situasional yang dapat

mendorong emosi positif konsumen untuk melakukan pembelian yaitu

ketersediaan uang.

4. Ketersediaan Uang

Ketersediaan uang menurut Beatty dan Ferrel (1998) adalah jumlah

dana atau dana lebih yang dimiliki untuk dihabiskan pada saat berbelanja.

Ketersediaan uang menjadi fasilitator yang penting dalam mengukur

seberapa besar kemampuan yang dimiliki oleh konsumen untuk membeli

suatu produk, karena dapat meningkatkan daya beli individu, jika individu

tidak memiliki banyak uang, ia akan menghindari lingkungan belanja.

Ketersediaan uang yang berlebih juga membuat konsumen tidak terlalu

memikirkan kemungkinan yang terjadi setelah melakukan pembelian

impulsif, misalnya perasaan menyesal karena persediaan uang akhir bulan

yang semakin menipis akibat pembelian impulsif yang dilakukannya


(Sherilou, dkk, 2012). Indikator ketersediaan uang menurut Beatty dan

Ferrel (1998) adalah:

a. Mampu untuk melakukan pembelian yang tidak direncanakan

b. Anggaran yang cukup untuk berbelanja

c. Memiliki uang lebih ketika berbelanja

d. Bisa berbelanja secara royal ketika menemukan sesuatu yang

dicari

Ketersediaan uang adalah faktor situasional yang dapat

mempengaruhi keputusan pembelian impulsif. Seseorang yang memiliki

cukup uang akan cenderung melakukan kegiatan belanja, untuk

mendukung gaya hidupnya.

5. Gaya Hidup

Menurut Kasali (2007) gaya hidup pada prinsipnya adalah

bagaimana sesorang menghabiskan waktu dan uangnya. Gaya hidup

mempengaruhi perilaku seseorang, dan akhirnya menentukan pilihan-

pilihan konsumsi seseorang. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan

pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Faktor-faktor utama

pembentuk gaya hidup dapat dibagi menjadi dua yaitu secara demografis

dan psikografis. Faktor demografis misalnya berdasarkan tingkat

pendidikan, usia, tingkat penghasilan dan jenis kelamin, sedangkan faktor

psikografis lebih kompleks karena indikator penyusunnya dari

karakteristik konsumen.
Dari perspektif ekonomi, gaya hidup menunjukkan pada bagaimana

seseorang mengalokasikan pendapatan, dan memilih produk maupun jasa

dan berbagai pilihan lainnya ketika memilih alternatif dalam satu kategori

jenis produk yang ada. Apakah yang mempengaruhi gaya hidup dan

bagaimana pengaruhnya terhadap konsumsi, tabel di bawah dapat

menjelaskan hal tersebut.

Gambar 2.2 Gaya Hidup dan Proses Pembelian

Penentu Gaya Gaya Hidup Dampak terhadap


Hidup Tercemin pada Perilaku
1. Demografi 1. Aktivitas 1. Pembelian
2. Sub-budaya 2. Minat (bagaimana, kapan,
3. Kelas sosial 3. Kesukaan/ dimana, apa, dan
4. Motif ketidaksukaan dengan siapa)
5. Kepribadian 4. Sikap 2. Konsumsi
6. Emosi 5. Konsumsi (dimana, dengan
7. Nilai-nilai 6. Harapan siapa, bagaimana,
8. Daur hidup 7. perasaan kapan, dan apa)
keluarga

Sumber : Hawkins dan Mothersbaugh (2013) “Consumer Behavior”

Josep Plumer dalam Kasali (2007) menyatakan bahwa segmentasi

gaya hidup mengukur aktifitas-aktifitas individu dalam:

a. Menggunakan waktu yang dimiliki.

b. Minat dan penentuan skala prioritas dalam kehidupan.

c. Pandangan terhadap diri sendiri maupun orang lain.

d. Karakter-karakter dasar seperti daur kehidupan, penghasilan,

pendidikan, dan tempat tinggal.


Dengan memahami gaya hidup konsumen, pemasar dapat

mengembangkan pemasarannya terutama produk yang dapat menjunjang

dan memenuhi gaya hidup konsumen sehingga konsumen merasa

terdorong untuk melakukan pembelian. Gaya hidup seseorang yang ingin

selalu up to date cenderung memiliki motivasi belanja hedonis untuk

memenuhi keinginan dan kebutuhannya.

6. Motivasi Belanja Hedonis

Menurut Scarpi (2006) belanja hedonis menggambarkan nilai

pengalaman berbelanja yang meliputi fantasi, sensor rangsangan,

kegembiraan, kesenangan, keingintahuan dan khayalan kegembiraan.

Arnold & Kristy (2003) mengemukakan terdapat beberapa kategori dari

belanja hedonis diantaranya adalah adventure shopping yaitu belanja untuk

suatu perjalanan, dilakukan untuk berpetualang serta merasakan dunia

yang berbeda, dan gratification shopping yaitu berbelanja dilakukan

dengan tujuan menghilangakan stress, mengurangi rasa bosan, dan untuk

menyenangkan diri sendiri.

Menurut Utami (2010) ada 5 (lima) faktor motivasi berbelanja

hedonis, yaitu:

a. Adventure shopping

Kategori pertama adalah adventure shopping dimana

sebagian besar konsumen berbelanja karena adanya sesuatu yang

dapat membangkitkan gairah belanjanya, merasakan bahwa

berbelanja adalahsuatu pengalaman dan dengan berbelanja mereka


memiliki dunianya sendiri. Hal inilah yang menjadi dasar

terbentuknya motivasi konsumen yang hedonis.

b. Social shopping

Kategori yang kedua adalah social shopping dimana

sebagian besar konsumen beranggapan bahwa kenikmatan

berbelanja akan tercipta ketika mereka menghabiskan waktu yang

bersama-sama dengan keluarga atau teman. Selain itu merekajuga

beranggapan bahwa dengan berbelanja bersama-sama dengan

keluarga atau teman, mereka mendapat banyak informasi mengenai

pruduk yang akan dibeli.

c. Gratification shopping

Kategori yang ketiga adalah gratification shopping dimana

berbelanja merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi stres,

mengatasi suasana hati yang buruk, dan belanja merupakan suatu

yang spesial untuk dicoba serta sebagai sarana untuk melupakan

masalah yang sedang dihadapi. Jadi dengan berbelanja diharapkan

dapat menghilangkan atau mengurangi stres.

d. Idea shopping

Kategori yang keempat adalah idea shopping dimana

konsumen berbelanja untuk mengikuti trend model terbaru dan

untuk melihat produk serta inovasi yang baru. Dengan demikian,

konsumen juga melakukan proses pembelajaran mengenai trend

baru dan mendapat informasi mengenai trend-trend yang lama.


e. Value shopping

Kategori yang kelima adalah value shopping dimana

konsumen menganggap bahwa berbelanja merupakan suatu

permainan yaitu pada saat tawar - menawar harga atau pada saat

konsumen mencari tempat perbelanjaan yang menawarkan diskon,

obrolan, ataupun tempat perbelanjaan dengan harga yang murah.

Motivasi belanja hedonis berpengaruh terhadap pembelian impulsif

karena sesorang yang memiliki sifat berbelanja secara hedonis akan

selalu melihat barang-barang yang disukainya dan membeli barang

tersebut.

B. Kajian Penelitian Terdahulu

1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ardiyanto (2016) yang berjudul

pengaruh positive emotion, time availability, dan money availability

terhadap impulsive buying behavior konsumen mahasiswa pada

department store di Kota Yogyakarta dengan menggunakan positive

emotion (X1), time availability (X2), dan money availability (X3)

sebagai variabel independen dan impulsive buying behavior (Y)

sebagai variabel dependen dengan teknik analisis regresi dengan

menghasilkan kesimpulan positive emotion (X1) berpengaruh positif

dan signifikan terhadap impulsive buying behavior (Y), time

availability (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap

impulsive buying behavior (Y), money availability (X3) berpengaruh

positif dan signifikan terhadap impulsive buying behavior (Y), serta


variabel positive emotion (X1), time availability (X2), dan money

availability (X3) memiliki pengaruh yang signifikan secara simultan

terhadap variabel impulsive buying behavior (Y).

2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2017) yang berjudul

pengaruh gaya hidup dan minat terhadap kebiasaan pembelian barang

yang tidak terencana masyarakat Kota Jambi dengan menggunakan

gaya hidup (X1) dan minat (X2) sebagai variabel independen dan

pembelian barang tidak terencana (Y) sebagai variabel dependen

dengan teknik analisis regresi dengan menghasilkan kesimpulan gaya

hidup (X1) berpengaruh positif signifikan terhadap pembelian tidak

terencana (Y) dan minat (X2) berpengaruh positif signifikan terhadap

pembelian tidak terencana (Y), serta variabel gaya hidup (X1) dan

minat (X2) memiliki pengaruh yang signifikan secara simultan

terhadap variabel pembelian tidak terencana (Y).

3. Pada penelitian yang dilakukan oleh Mulianingsih, Fauzi, dan

Alfisyahr (2019) yang berjudul pengaruh pengaruh motivasi belanja

hedonis terhadap kecenderungan pembelian impulsif di online shop

survei online pada konsumen Zalora Indonesia di Kota Surabaya

dengan menggunakan adventure shopping (X1), value shopping (X2),

idea shopping (X3), social shopping (X4), dan relaxation shopping

(X5) sebagai variabel independen dan pembelian impulsif (Y) sebagai

variabel dependen dengan teknik analisis regresi linear berganda

dengan menghasilkan kesimpulan adventure shopping (X1)


berpengaruh positif signifikan terhadap pembelian impulsif (Y), value

shopping (X2) berpengaruh tidak signifikan terhadap pembelian

impulsif (Y), idea shopping (X3) berpengaruh positif signifikan

terhadap pembelian impulsif (Y), social shopping (X4) berpengaruh

tidak signifikan terhadap pembelian impulsif (Y), dan relaxation

shopping (X5) berpengaruh positif signifikan terhadap pembelian

impulsif (Y), serta adventure shopping (X1), value shopping (X2),

idea shopping (X3), social shopping (X4), dan relaxation shopping

(X5) secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pembelian impulsif (Y), kemudian secara parsial, adventure shopping

(X1), idea shopping (X3), dan relaxation shopping (X5) berpengaruh

positif dan signifikan terhadap pembelian impulsif (Y), sedangkan

value shopping (X2) dan social shopping (X4) berpengaruh tidak

signifikan terhadap pembelian impulsif.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan tinjauan landasan teori dan penelitian terdahulu, maka

dapat disusun kerangka berfikir dalam penelitian ini.

Gambar 2.3 Kerangka Berfikir

Ketersediaan Uang (X1) H1

H2 Pembelian Impulsif
Gaya Hidup (X2) (Y)
H3
Motivasi Belanja Hedonis
H4
(X3)
D. Perumusan Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan sementara dari sebuah penelitian

yang menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih. Kebenaran dugaan

tersebut harus dibuktikan dengan cara penyelidikan ilmiah. Berdasarkan

variabel – variabel yang akan diteliti maka hipotesis yang akan diajukan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengaruh ketersediaan uang terhadap pembelian impulsif

Uang merupakan elemen yang sangat penting untuk kehidupan

sehari-hari. Konsumen dengan ketersedian uang yang lebih akan merasa

lebih bahagia dan bereaksi lebih positif terhadap perilaku pembelian

secara impulsif, dibandingkan dengan mereka yang memiliki

ketersediaan uang rendah (Chang, dkk, 2013). Dalam penelitian yang

dilakukan oleh Ardiyanto (2016) membuktikan bahwa ada hubungan

positif signifikan antara ketersediaan uang dengan pembelian impulsif.

Berdasarkan variabel ketersediaan uang (X1) dan variabel pembelian

impulsif (Y) maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Diduga ketersediaan uang berpengaruh positif signifikan terhadap

pembelian impulsif.

Ho : Diduga ketersediaan uang tidak berpengaruh positif signifikan

terhadap pembelian impulsif.

2. Pengaruh gaya hidup terhadap pembelian impulsif.

Gaya hidup yang terus berkembang menjadikan kegiatan

berbelanja menjadi salah satu tempat yang paling digemari oleh


seseorang untuk memenuhi kebutuhan. Semakin tinggi konsumen

berbelanja dan menjadikan berbelanja menjadi sebuah gaya hidup, besar

pula kemungkinan terjadinya pembelian secara implusif. Dalam

penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2017) membuktikan bahwa ada

hubungan positif signifikan antara gaya hidup dengan pembelian

impulsif. Berdasarkan variabel gaya hidup (X2) dan variabel pembelian

impulsif (Y) maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Diduga gaya hidup berpengaruh positif signifikan terhadap

pembelian impulsif.

Ho : Diduga gaya hidup tidak berpengaruh positif signifikan terhadap

pembelian impulsif.

3. Pengaruh motivasi belanja hedonis terhadap pembelian impulsif.

Motivasi berbelanja secara hedonis merupakan tingkah laku

individu yang melakukan kegiatan berbelanja secara berlebihan untuk

memenuhi kepuasan tersendiri. Motivasi belanja hedonis akan tercipta

dengan adanya gairah berbelanja seseorang yang mudah terpengaruh

model terbaru dan berbelanja menjadi gaya hidup seseorang untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga dapat mempengaruhi

pembelian impulsif. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mulianingsih,

Fauzi, dan Alfisyahr (2019 ) membuktikan bahwa ada hubungan positif

signifikan antara motivasi belanja hedonis dengan pembelian impulsif.

Berdasarkan variabel motivasi belanja hedonis (X3) dan variabel


pembelian impulsif (Y) maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H3 : Diduga motivasi belanja hedonis berpengaruh positif signifikan

terhadap pembelian impulsif.

Ho : Diduga motivasi belanja hedonis tidak berpengaruh positif

signifikan terhadap pembelian impulsif.

4. Pengaruh ketersediaan uang, gaya hidup, dan motivasi belanja hedonis,

terhadap pembelian impulsif.

Ketersediaan uang, gaya hidup, dan motivasi belanja hedonis

menyebabkan konsumen melakukan pembelian impulsif. Oleh karena itu,

variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap pembelian impulsif.

Pembelian impulsif merupakan perilaku konsumen yang menyimpang

karena sebagai akibat dari kebiasaan membeli barang secara berlebihan

untuk produk tanpa dipertimbangkan secara matang, tetapi dalam proses

pembelian konsumen mengalami kesenangan atau kepuasan. Penelitian

ini diperkuat oleh penelitian – penelitian terdahulu yang telah dijelaskan

di atas. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka

dapat diputuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Diduga ketersediaan uang, gaya hidup, dan motivasi belanja hedonis

berpengaruh secara bersama – sama terhadap pembelian impulsif.

Anda mungkin juga menyukai