MEKANISME PECAHNYA BATUAN

KONSEP YANG DIPAKAI ADALAH KONSEP PEMECAHAN

DAN REAKSI MEKANIK DALAM BATUAN HOMOGEN.

SIFAT MEKANIS DALAM BATUAN HOMOGEN BERBEDA

DENGAN BATUAN YANG MEMPUNYAI REKAHAN DAN
HETEROGEN SEPERTI YANG DIJUMPAI DALAM PEKERJAAN
PELEDAKAN.
MEKANISME PECAHNYA BATUAN DIJELASKAN
MENURUT TEORI KOMBINASI YANG
MENGGABUNGKAN PRINSIP EKSPANSI GAS,
GELOMBANG TEGANGAN DAN REFLEKSI.

LANG DAN FAVREAU (1974) MENJELASKAN TEORI

KOMBINASI INI YANG DIBAGI KE DALAM 3 FASE SBB :

PROSES PECAHNYA BATUAN AKIBAT ENERGI

PELEDAKAN DAPAT DIBAGI DALAM TIGA TINGKAT, YAITU
DYNAMIC LOADING, QUASI-STATIC LOADING, DAN
RELEASE OF LOADING
BAHAN PELEDAK PADA SAAT MELEDAK , TEKANAN TINGGI
MENGHANCURKAN BATUAN DI SEKITAR LUBANG LEDAK.

GELOMBANG KEJUT YANG MENINGGALKAN LUBANG LEDAK MERAMBAT

DENGAN KECEPATAN 3000 – 5000 M/DET, AKAN MENGAKIBATKAN
TEGANGAN TANGENSIAL YANG MENIMBULKAN REKAHAN MENJARI YANG
MENJALAR DARI DAERAH LUBANG LEDAK.

REKAH MENJARI PERTAMA TERJADI DALAM WAKTU 1 – 2 MS.

TEKANAN SEHUBUNGAN DENGAN GELOMBANG KEJUT YANG MENINGGALKAN
LUBANG LEDAK PADA PROSES PEMECAHAN TINGKAT I ADALAH POSITIF, APABILA
MENCAPAI BIDANG BEBAS AKAN DIPANTULKAN, TEKANAN AKAN TURUN
DENGAN CEPAT, KEMUDIAN BERUBAH MENJADI NEGATIF DAN TIMBUL
GELOMBANG TARIK. GELOMBANG TARIK INI MERAMBAT KEMBALI DI DALAM
BATUAN.
OLEH KARENA BATUAN LEBIH KECIL KETAHANANNYA TERHADAP TARIKAN DARI
PADA TEKANAN, MAKA AKAN TERJADI REKAHAN-REKAHAN PRIMER DISEBABKAN
TEGANGAN TARIK DARI GELOMBANG YANG DIPANTULKAN.
APABILA TEGANGAN TARIK CUKUP KUAT, AKAN MENYEBABKAN SLABBING ATAU
SPALLING PADA BIDANG BEBAS.
PROSES PEMECAHAN TINGKAT I DAN II MENYIAPKAN REKAHAN – REKAHAN KECIL
PADA BATUAN.
DI BAWAH PENGARUH TEKANAN YANG SANGAT TINGGI DARI GAS-GAS HASIL
PELEDAKAN MAKA REKAHAN RADIAL PRIMER AKAN DIPERLEBAR SECARA CEPAT
OLEH KOMBINASI EFEK TEGANGAN TARIK DAN PEMBAJIAN.
APABILA MASSA BATUAN DI DEPAN LUBANG LEDAK GAGAL DALAM
MEMPERTAHANKAN POSISINYA BERGERAK KE DEPAN MAKA TEGANGAN TEKAN
YANG TINGGI YANG BERADA DALAM MASSA BATUAN AKAN DILEPAS, SEPERTI
SPIRAL KAWAT YANG DITEKAN KEMUDIAN DILEPASKAN.
EFEK DARI TERLEPASNYA BATUAN ADALAH MENYEBABKAN TEGANGAN TARIK
TINGGI DALAM MASSA BATUAN YANG AKAN MELANJUTKAN PEMECAHAN HASIL
YANG TELAH TERJADI PADA PROSES PEMECAHAN TINGKAT II.
REKAHAN HASIL DALAM PEMECAHAN TINGKAT II MENYEBABKAN BIDANG-
BIDANG LEMAH UNTUK MEMULAI REAKSI-REAKSI FRAGMENTASI UTAMA PADA
PROSES PELEDAKAN.
MENCAKUP SELURUH PROSEDUR PERHITUNGAN DAN GAMBAR
DALAM PENENTUAN :
* GEOMETRI PENGEBORAN DAN PELEDAKAN
* POLA PENGEBORAN DAN PELEDAKAN
* KEBUTUHAN BAHAN PELEDAK DAN PERLENGKAPAN
* PRODUKSI PELEDAKAN
* PENANGANAN PASCA PRODUKSI

CUKUP BANYAK MASUKAN YANG HARUS DIPERHITUNG KAN

DALAM MERANCANG PELEDAKAN, DAN MASUKAN TERSEBUT
DAPAT DIGOLONGKAN KE DALAM :
* FAKTOR RANCANGAN YANG TIDAK DAPAT DIKONTROL
* FAKTOR RANCANGAN YANG DAPAT DIKONTROL
VARIABEL YG DPT DIKENDALIKAN VARIABEL YG TDK DPT DIKENDALIKAN

*GEOMETRI PENGEBORAN *GEOLOGI

*GEOMETRI PELEDAKAN *SIFAT DAN KEKUATAN BATUAN
*BAHAN PELEDAK DAN *DISKONTINUITAS BATUAN
PERLENGKAPANNYA *KONDISICUACA
*AIR

RANCANGAN PELEDAKAN
*RENCANA VOLUME PRODUKSI, FRAGMENTASI
*SISTEM PENYALAAN
*KONSUMSI BAHAN PELEDAK DAN PERLENGKAPANNYA
*POWDER FACTOR

KELUARAN
*TONASE
*FRAGMENTASI
*PROFIL TIMBUNAN
*EFEK PELEDAKAN
1. GEOLOGI

BATUAN PENYUSUN KERAK BUMI :

BATUAN BEKU, BATUAN SEDIMEN, DAN BATUAN METAMORF.

PROSES TERBENTUKNYA BERBEDA

MINERAL PENYUSUNNYA BERBEDA
MENGALAMI PROSES PELAPUKAN BERBEDA

HAL TERSEBUT AKAN MEMPENGARUHI SIFAT FISIK DAN SIFAT

MEKANIK BATUAN.

BATUAN SEGAR, AKAN MEMILIKI KEKUATAN LEBIH BESAR.

DAPAT BERUPA KEKAR, RETAKAN, SESAR, BIDANG
PERLAPISAN, DANSEBAGAINYA.

STRUKTUR KEKAR SANGAT PENTING DIKETAHUI

DAN MERUPAKAN PERTIMBANGAN UTAMA
DALAM OPERASI PELEDAKAN.

ADANYA STRUKTUR KEKAR DALAM MASSA

BATUAN AKAN MEMPENGARUHI
PENYEBARAN ENERGI PELEDAKAN
PENENTUAN ARAH PELEDAKAN
FRAGMENTASI BATUAN YANG DIHASILKAN
BERKAITAN DENGAN STRUKTUR KEKAR, PENENTUAN
ARAH PELEDAKAN MENURUT
RL. ASH ADALAH :

a. PADA MASSA BATUAN PERPOTONGAN

ANTAR KEKAR AKAN MEMBENTUK SUDUT
TUMPUL DAN SUDUT LANCIP

b. FRAGMENTASI CENDERUNG MENGIKUTI

PERPOTONGAN BIDANG

ARAH PELEDAKAN SEARAH SUDUT LANCIP AKAN

MENGAKIBATKAN OVERBREAK, BONGKAH,
VIBRATION, AIRBLAST, FLYROCK

UNTUK MENGHINDARINYA PELEDAKAN

DIARAHKAN KELUAR SUDUT TUMPUL
c. JIKA DIJUMPAI KEMIRINGAN KEKAR HORIZONTAL
ATAU MIRING MAKA LUBANG LEDAK MIRING
AKAN MEMBERIKAN KEUNTUNGAN KARENA
ENERGI PELEDAKAN DAPAT BERFUNGSI SECARA
EFISIEN.

d. JIKA KEMIRINGAN VERTIKAL FRAGMENTASI

LEBIH BERAGAM DAPAT DICAPAI BILA PELEDAKAN
DILAKUKAN SEJAJAR DENGAN KEMIRINGAN
KEKAR.
SIFAT BATUAN UNTUK PERBAIKAN FRAGMENTASI
SIFAT FISIK : BOBOT ISI
SIFAT MEKANIK : CEPAT RAMBAT GELOMBANG,
KUAT TEKAN, DAN KUAT TARIK

VOLUME SAMA, BOBOT ISI TINGGI, AKAN LEBIH BERAT,

SEHINGGA ENERGI LEBIH BESAR UNTUK MEMBONGKARNYA

CEPAT RAMBAT GELOMBANG TINGGI, MEMERLUKAN BAHAN

PELEDAK YANG BERKECEPATAN TINGGI PULA

BATUAN LEBIH TAHAN TERHADAP TEKANAN DARIPADA

TARIKAN, KUAT TEKAN > KUAT TARIK
4. KONDISI CUACA
KONDISI CUACA BERHUBUNGAN ERAT DENGAN
SKEDUL KERJA DAN WAKTU KERJA EFEKTIF
SEMAKIN BANYAK HARI HUJAN JUMLAH JAM KERJA
EFEKTIF SEMAKIN PENDEK SEHINGGA PRODUKSI
SEMAKIN BERKURANG

5. PENGARUH AIR KONDISI CUACA

AIR AKAN MEMPENGARUHI STABIILITAS KIMIA
BAHAN PELEDAK
KERUSAKAN BAHAN PELEDAK MENGURANGI
KECEPATAN REAKSI SEHINGGA ENERGINYA
BERKURANG ATAU BAHKAN TIDAK MELEDAK
ANFO LARUT DALAM AIR
1. GEOMETRI PENGEBORAN
a. DIAMETER
TERGANTUNG : Properties rock mass
VOLUME PRODUKSI
TINGGI JENJANG & KONFIGURASI ISIAN
TINGKAT FRAGMENTASI
MESIN BOR YANG ADA (cost)
KAPASITAS ALAT MUAT

DIAMETER < 5 INCI (65-165mm) DIAMETER > 5 INCI (180-450mm)

PRODUKSI KECIL PRODUKSI BESAR
B, S RAPAT : KEC. DETONASI TINGGI
HANDAK >> SISTEM PENGISIAN MEKANIK
WAKTUKERJA >> BIAYA RENDAH
PEKERJA >> PROD. MUAT MENINGKAT
BIAYA TINGGI
In surface blasts, the diameters Cover
a wide range which goes from 50 mm
up to 380 mm. In civil engineering,it is
common to operate with D around 50
to 125 mm,
whereas in mining the tendency has
been to increase this design Parameter
and it is not unusual to find diameters
between 165 and 3 10 mm.
. Low productivity Zone for shovels
In underground operations, the
increase in blasthole diameter has
been limited dan only in metal mining
have values between 125 and 220 mm
been used. In tunnel and drift driving
the range goes from 32 mm to 64 mm
and in bench blastings for cave
excavations the normal diameter runs
from 64 to 90 mm.

Triangle of dimension balance between drilling equipment, loading and haulage

01-Nov-21
b. KEDALAMAN LUBANG LEDAK
DISESUAIKAN DENGAN TINGGI JENJANG
LEBIH BESAR DARI TINGGI JENJANG
KELEBIHANNYA (SUBDRILLING) UNTUK MEMPEROLEH LANTAI JENJANG
YANG RATA

c. KEMIRINGAN LUBANG LEDAK

LUBANG LEDAK DAPAT TEGAK ATAU MIRING

KEUNTUNGAN LUBANG LEDAK TEGAK

PANJANG LEBIH PENDEK (TINGGI JENJANG SAMA)
FLYROCK SEDIKIT
MUDAH PENGERJAANNYA

KERUGIAN LUBANG LEDAK TEGAK

-PENGHANCURAN TIDAK MERATA
-BONGKAH PADA STEMMING LEBIH BANYAK
-TIMBUL TONJOLAN PADA LANTAI JENJANG
-TIMBUL BACKBREAK
Benefits of inclined holes.
d. POLA PENGEBORAN

ADA DUA MACAM POLA PENGEBORAN

POLA PENGEBORAN SEJAJAR (PARALEL)
POLA PENGEBORAN SELANG-SELING (STAGGERED)

POLA PENGEBORAN SEJAJAR ADALAH POLA DENGAN PENEMPATAN

LUBANG LEDAK DENGAN BARIS (ROW) YANG BERURUTAN DAN
SEJAJAR

POLA PENGEBORAN SELANG SELING, LUBANG LEDAK TERLETAK

PADA BARIS YANG BERURUTAN TIDAK SEJAJAR

DALAM PENERAPANNYA, POLA PENGEBORAN SEJAJAR ADALAH POLA

YANG UMUM, KARENA LEBIH MUDAH DALAM PENGEBORAN DAN
PENGATURAN LEBIH LANJUT, BILA DIBANDINGKAN DENGAN POLA
PENGEBORAN SELANG-SELING. TETAPI DALAM PENINGKATAN MUTU,
POLA PENGEBORAN SELANG-SELING LEBIH EFEKTIF.
 POLA PENGEBORAN SEJAJAR
(PARALLEL)

POLA PENGEBORAN SELANG-SELING

(STAGGERED)
 2. GEOMETRI PELEDAKAN

GEOMETRI PELEDAKAN YANG DITENTUKAN TERLEBIH DAHULU IALAH

BURDEN (B). JIKA B SUDAH DITENTUKAN MAKA BESARAN YANG LAIN
SEPERTI SPACING, STEMMING, SUBDRILLING, DSB. DAPAT DITENTUKAN.

BURDEN (B) : YAITU JARAK TEGAK LURUS TERPENDEK ANTARA MUATAN

BAHAN PELEDAK DENGAN BIDANG BEBAS YANG TERDEKAT ATAU KE
ARAH MANA PELEMPARAN BATUAN AKAN TERJADI.

SPACING (S) : ADALAH JARAK DIANTARA LUBANG LEDAK DALAM SATU

GARIS YANG SEJAJAR DENGAN BIDANG BEBAS.

STEMMING (T) : ADALAH KOLOM MATERIAL PENUTUP LUBANG LEDAK DI

ATAS KOLOM ISIAN BAHAN PELEDAK.

SUBDRILLING (J) : ADALAH MERUPAKAN PANJANG LUBANG LEDAK YANG

BERADA DI BAWAH GARIS LANTAI JENJANG YANG BERFUNGSI UNTUK
MEMBUAT LANTAI JENJANG RELATIF RATA SETELAH PELEDAKAN.
Typical Crater Forms (Plan View)
V-Cut (Square Corner), Progressive
Delays, S = 1.4 B
V-Cut (Angle Corner), Progressive Delays,
S = 1.4 B
Box Cut, ProgressiveDelays, S = 1.4 B

Box Cut, Alternating Delays, S = 1.4 B

Square Corner, Cut Fired on Echelon, Angle Corner, Fired on Echelon, S = 1.4 B
S = 1.4 B
Angle Corner, Instantaneous Rows,
S=2B
Angle Corner, Progressive Delays,
S = 1.4B
Angle Comer, Progressive Delays
(Low Bench) S = 1.15 B
Angle Corner, Fired on Echelon
(Low Bench) S = 1.15 B
A. GEOMETRI PELEDAKAN MENURUT RL. ASH

BURDEN (B)

Kb X De Kb X De
B = ------------ ft ATAU B = ----------- m
12 39,3

B = Burden ;
Kb = Burden Ratio;
De = Diameter bahan peledak, inci
Bobot isi batuan standart : (Dst) = 160 lb/ft3
Bahan peledak standart : SGst = 1,2
Vest = VODst = 12.000 ft/det
Kbst = 30
Faktor Penyesuaian :
Batuan yang akan diledakkan (Af1)
Bahan peledak yang dipakai (Af2)
Kbterkoreksi = Kbst x Af1 x Af2 = 30 x Af1 x Af2

Dengan :

Af1 = (Dst/D)1/3 ; D = bobot isi batuan yang

diledakkan

Af2 = ((SG x Ve2)/(SGst x Vest2))1/3

Jadi :
Kbterkoreksi x De
B = -------------------- m
39,3

De = Diameter bahan peledak, inci

SPACING (S)

Ks = S/B
Ks = Spacing ratio (1,00 – 2,00)
S = Ks x B

Ukuran spacing dipengaruhi oleh :

Cara peledakan : serentak atau beruntun
Fragmentasi yang diinginkan
Delay interval

Dasar urutan peledakan

-peledakan serentak, S = 2B
-peledakan berurutan dengan delay interval lama, S=B
-peledakan dengan millisecond delay, S antara 1B dan 2B
-Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, S antara 1,2 B dan 1,8 B
-Peledakan dengan pola equilateral dan berurutan tiap lubang ledak dalam
baris yang sama, S = 1,15 B
 4.2 x 4.8 m

Comparison between a square pattem (a) versus a staggerd

pattem with equilateral triangles (b)
STEMMiNG (T)

Kt = T/B
Kt = Stemming ratio (0,75 – 1,00)
T = Kt x B

Fungsi Stemming
-meningkatkan confining pressure dari akumulasi gas hasil ledakan
-menyeimbangkan tekanan di daerah stemming

KEDALAMAN LUBANG LEDAK (H)

Kh = H/B
Kh = Hole depth ratio (1,50 – 4,00)
H = Kh x B

Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tingkat

produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik
SUBDRILLING (J)

Kj = J/B
Kj = Subdrilling ratio (0,2 – 0,3)
J = Kj x B

PANJANG KOLOM ISIAN / charge length (PC)

PC = H – T

STICK COUNT (SC)

Jumlah dodol ukuran standart 3,175 cm x 20,32 cm yang terdapat

dalam satu doos seberat 22,68 kg
LOADING DENSITY (de)

Berat bahan peledak per panjang isian

de = 0,508 De2 (SGe)

De = diameter bahan peledak, inci

de = loading density (kg/m)
SGe = berat jenis bahan peledak

POWDER FACTOR (PF)

PF = W/E
PF = V/E
PF = E/W
PF = E/V
 TARGET PRODUKSI, ton/bln, m3/peledakan

(Belum termasuk losses)

Pertimbangan geometri
penggalian Karakteristik batuan
berdasarkan : Dst, D
 Luas daerah kerja
 Jangkauan alat muat Karakteristik handak
SGstd, Vestd, SG, Ve
Diameter Lubang Ledak
De

KbStd = 1/ 3
 SGxVe2 
1/ 3
Af 2    D 
30 Af1   Std 
 SGStd xVeStd   D 

Kb = KbStd x Af1 x Af2

Geometri peledakan :
KbxDe
B meter
39,3
H = Kh/B ............Kh = 1,5 – 4,0

S = Ks/B ............Ks = 1,0 – 2,0

T = Kt/B .............Kt = 0,75 – 1,0

J = Kj/B ..............Kj = 0,2 – 0,3
PC = H – T
L=H–J (utk. lb. tegak)
L = (H-J)/sin (utk lb. bersudut )

Berapa jumlah lubang ledak yang diperlukan ?

Gambar 4.
Tahapan perhitungan rancangan peledakan menurut Teori RL. Ash.
B.

Burden (B)

B = 3,15 De (SGe/SGr)0,33

B = ((2SGe/SGr) + 1,5)De

B = 0,67 De (Stv/SGr)0,33

B = Burden, ft
De = Diameter Bahan Peledak, inci
SGe = SG Bahan Peledak
SGr = SG Batuan
Stv = relative bulk strength (ANFO = 100)
Faktor Koreksi Terhadap Jumlah Baris Lubang Ledak

Correction for number of row Kr

One or two rows of holes 1.00
Third and subsequent rows or buffer blast 0.9

Faktor Koreksi Terhadap Posisi Lapisan Batuan

Correction for rock deposition Kd

Bedding steeply dipping into cut 1.18

Bedding steeply dipping into face 0.95
Other cases of deposition 1.00
Faktor Koreksi Terhadap Struktur Geologi

Correction for geologic structure Ks

Heavy cracked, frequent with joint, weakly cemented layers 1.30
Thin well cemented layers with tight joint 1,10

Massive intack rock 0,95

Burden terkoreksi :

Bc = Kr x Kd x Ks x B

B = Burden hasil perhitungan dengan rumus dasar (ft)

Bc = Burden terkoreksi (ft)
Kr = Faktor koreksi terhadap jumlah baris lubang ledak
Kd = Faktor koreksi terhadap posisi lapisan batuan
Ks = Faktor koreksi terhadap struktur geologi
Diagrammatic representation showing the effect of
Hole diameter on burden
SPACING (S)
Spacing adalah jarak diantara lubang ledak dalam satu baris yang
sejajar bidang bebas.

Spacing terlalu besar akan menghasilkan fragmentasi yang tidak

baik dan dinding akhir yang ditinggalkan relatif tidak rata,
sebaliknya bila spacing terlalu kecil akan mengakibatkan tekanan
pada stemming berlebih dan mengakibatkan gas hasil ledakan
dihamburkan ke atmosfir diikuti dengan suara bising.

Ditentukan berdasarkan tipe detonator yang digunakan dan

besarnya perbandingan antara tinggi jenjang dan burden

Persamaan untuk Menentukan Spacing

Tipe Detonator L/B < 4 L/B > 4

Instantaneous S = (L + 2B)/3 S=2B

Delay S = (L + 7B)/8 S = 1,4 B

Influence of spacing in bench blasting (Dick and others)
Stemming (T)

• Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak di atas

kolom isian bahan peledak
• Stemming yang terlalu pendek dapat mengakibatkan batu terbang
dan suara ledakan yang keras
• Sedangkan stemming yang terlalu panjang akan mengakibatkan
retakan kebelakang jenjang dan bongkah di sekitar dinding
jenjang.

T = 0,45 x De x (Stv/SGr)0,33 , ft
T = 0,7 B

Stv = Relative Bulk Strength (ANFO = 100)

If stemming distances are excessive, poor top
breakage will result and the amount of
backbreak will increase. When a blast
functions properly, the stemming zone will
gently lift and slowly drop onto the broken
rock pile after the burden has moved out. This
action is illustrated in Figure

Stemming Zone Performance

Selection of the proper size of stemming

material is important if one wants to minimize
the stemming depth in order to break cap rock.
Very fine drilling dust will not hold into the
blasthole. Very coarse materials have the
tendency to bridge the hole when loading and where:
maybe ejected like golf balls. The optimum Sz = Particle size (in)
size of stemming material would be material Dh = Blasthole diameter (in)
that has an average diameter of approximately
0 .05 times the diameter of the blasthole.
Material must be angular to function properly.
The best size would be determined as follows:
River gravel of this size, which has become rounded, will not function as well as
crushed stone. Upon detonation of the explosive in the blasthole, stemming
particles will becompressed to mortar consistency for a short distance above the
charge (Figure)

Stemming Material Compaction Immediately Above Charge.

Compact MaterialResults from Crushed Stone (on the left)
Sub Drilling ( J )

Sub drilling adalah merupakan panjang lubang ledak

yang berada di bawah garis lantai jenjang, yang
Berfungsi untuk membuat lantai jenjang relatif
rata setelah peledakan.

Sub drilling menurut Konya :

J = 0,3 B
If the subdrilling is small, the rock will not be completely sheared off at floor level,
which will result in toe appearance and a considerable increase in loading costs.
However, if the subdrilling is excessive, the following will occur:
- An increase in drilling and blasting costs.
- An increase in vibration level.
- Excessive fragmentation in the top part of the underlying bench, causing drilling
problems of the Same and affecting slope stability in the end zones of the Open
pit.

The nomal ratios of J/B for bench blastings

Different rock formations J/B

Open bedding plane at toe

Horizontal stratification 0
Easy toe. Soft rock 0.1-0.2
Normal toe. Medium hard rock 0.3
Difficult toe. Hardrock 0.4-0.5

(Carlos Jimeno, Drilling and Blasting of Rock)

 The breakage in the bottom of the blasthole
is produced in the shape of inverted cones,
whose angles to the horizontal depend
upon the structure of the rock mass and on
the residual Stresses.
Normally they vary between
10 and 30 degrees,

Minimum necessary subdrilling

(Carlos Jimeno, Drilling and Blasting of Rock)

Reducing subdrilling with

inclined blastholes.
 (Carlos Jimeno, Drilling and Blasting of Rock)

Bending conditions in
bench blasting with
different H/B ratios
(Ash).

POTENTIAL PROBLEMS AS RELATED TO STIFFNESS RATIO (L/B)

(Konya, Surface Blast Design)
Pemakaian detonator tunda dimaksudkan untuk mendapatkan perbedaan waktu
peledakan antara dua lubang ledak sehingga diperoleh peledakan secara beruntun.
Penerapan waktu tunda dapat mengurangi getaran tanah , kebisingan, dan
mengahasilkan fragmen berukuran kecil. Pengaturan waktu ini dapat diterapkan
pada peledakan beruntun antar lubang atau beruntun antar baris.
Peledakan Beruntun Antar Lubang Ledak (Hole to Hole Delays)
Penentuan waktu tunda antar lubang dipengaruhi oleh tipe batuan, dan tabel di
bawah ini menunjukkan konstanta waktu untuk tiap tipe batuan.
th = TH x S

Rock Type TH Constant (ms/ft)

Sands,loams,marls,coals 1.8-2.1
Some limestones, rock salt, shales 1.5-1.8
Compact limestones and marbles, granites, and bassalt, 1.2-1.5
quartzite rocks, gneisses and gabbroe
Diabase, diabase porphyrites, compact gneisses and 0.9-1.2
micashists, magnetites
 Peledakan Beruntun Antar Baris Lubang Ledak

Persamaan untuk menentukan waktu tunda antar baris lubang ledak adalah :
tr = TR x B
tr = waktu tunda antar baris lubang ledak (ms)
TR = konstanta waktu tunda
B = Burden, ft

Konstanta Waktu Tunda Antar Baris Lubang Ledak

TR Constant (ms/ft) Result

2 Violent excessive airblast, backbreak, etc

2-3 High pile close to face, moderate airblast, backbreak
3-4 Average pile height, average airblast and backbreak
4-6 Scattered pile with minimum backbreak
7-14 Blast casting
Piling and Uplift Resulting from Timing

Profiles of the muckpile after blasting

Effects of the explosion
according to the distance of
the charged shot hole from
the free face (Berta, 1985).
LOADING DENSITY (de)

de = 0,34 x SGe x De2

de = loading density, lb/ft

SGe = berat jenis bahan peledak
De = diameter bahan peledak, inch

E = Pc x de x N

Powder Factor (PF)

PF = W/E
PF = V/E
PF = E/W
PF = E/V
Rock classification according to their facility of fragmentation by explosives
in Open pit mines.

(Carlos Jimeno, Drilling and Blasting of Rock)

Contoh soal :
-Hitung loading density, bila menggunakan ANFO dengan specific
gravity sebesar 0,8 dan velocity of detonation nya
3300 m/detik, serta diameter lubang ledak 3,5 inci ?
-ANFO tersebut dipakai untuk meledakan batugamping yang mempunyai
bobot isi 2,35 t/m3 dengan lubang ledak berdiameter 3,5 inci. Tentukan
ukuran Burden nya ?

Jawab soal
Loading density, de
de = 0,508 (De2) SG = 0,508 (3,5)2 (0,8) = 4,9784 kg/m

Burden, B (RL ASH)

Density batuan std, 160 lb/ft3 = 2,566 t/m3
Af1 = 1,03
VODstd = 12.000 ft/dt = 3658,5 m/dt
Af2 = 0,8155
Kb = Kbst x Af1 x Af2 = 30 x 1,03 x 0,8155 = 25,2
B = Kb x De / 39,3 = 25,2 x 3,5 / 39,3 = 2,24 m
Burden (Konya)
B = 3,15 x De (SGe/SGr)0,33
B = 3,15 x 3,5 x (0,8/2,35)0,33 = 7,725 ft = 2,35 m

B = [(2 x SGe/SGr) + 1,5]De

B = [(2 x 0,8/2,35) + 1,5] 3,5 = 7,633 ft = 2,32 m

B = 0,67 x De (Stv/Sgr)0,33
B = 0,67 x 3,5 (100/2,35)0,33 = 8,085 ft = 2,46 m

Brata2 = 2,376 m

Dikoreksi terhadap jumlah baris, posisi, dan struktur

B = 2,376 x 0,9 x 1 x 1 = 2,138 m
B = 2,376 x 0,9 x 0,95 x 1,1 = 2,235 m
B = 2,376 x 0,9 x 1 x 1,1 = 2,35 m
• Kuari batugamping, target produksi 3 juta ton per tahun, asumsi losses 5%.
• Operasi peledakan tiap hari, 1 tahun = 12 bulan @ 25 hari kerja
• Bobot isi batugamping 2,35 ton/m3
• Bahan peledak ANFO, SG = 0,8 dan VoD = 3.300 m/detik
• Lubang ledak vertikal, Diameter 3,5 inci
• Pola pengeboran sejajar, box cut, 4 baris
• Pola peledakan serentak dalam satu baris dan beruntun antar baris
• Asumsi : RL. Ash, Ks=2, Kt=0,75, Kh=4, Kj=0,3
• Asumsi Konya, Kr=0,90, Kd=1,00, Ks=1,10
 Tentukan geometri peledakan dan gambarkan penampang tegaknya !
 Gambarkan pola peledakan sesuai dengan jumlah lubang ledak (gunakan
kertas milimeter)
 Hitung powder factor ! Tentukan jumlah kebutuhan ANFO, Primer,
Detonator per hari
 Catatan : 1 ton = 2200 lb, dan 1 m = 3,28 ft.
RANCANGAN PELEDAKAN
Parameter Batuan :
Density : 2,35 t/m3 ; SG : 2,35
Koreksi Burden : Kr = 0,9 ; Kd = 1,0 ; Ks = 1,10
Parameter Bahan Peledak :
Primer : Dayagel Magnum 2 dodol @ 250 gram per lubang
Isian : ANFO ; SG : 0,8 ; VOD : 3300 m/dt ; Stv : 100
Parameter Rancangan :
Produksi peledakan per hari : 10526,316 ton atau 4479,2834 m3
3000000 t/th, kehilangan 5 %, 12 bln/th, 25 hr/bln
3000000 x 100/95 x th/12bln x bln/25hr = 10526,316 t/hr
Lubang ledak vertikal, diameter 3,5 inci, pola pemboran sejajar, terdiri dari
4 baris/peledakan,
Pola peledakan serentak dalam satu baris dan beruntun antar baris, bentuk
bongkaran box cut,
Geometri peledakan :
RL ASH
B = 2,24 m = 2,20 m
S = ks x B = 2 x 2,20 m = 4,40 m
T = kt x B = 0,75 x 2,20 m = 1,65 m = 1,60 m
J = kj x B = 0,30 x 2,20 m = 0,66 m = 0,60 m
H = kh x B = 4 x 2,20 m = 8,80 m
L = H – J = 8,80 m – 0,60 m = 8,20 m
PC = H – T = 8,80 m – 1,60 m = 7,20 m
Volume batuan terbongkar : 4479,2834 m3
Tinggi batuan terbongkar (L) : 8,20 m
Lebar batuan terbongkar (Lb): 4 x B = 4 x 2,20 m = 8,80 m
Panjang batuan terbongkar (P) : 4479,2834 : (8,20 x 8,80) = 62,0743 m
Jumlah lubang ledak (N) : r((P-2B)/S + 3) = 4((62,0743-4,40)/4,40 + 3) = 64,4 = 68
Panjang batuan terbongkar (P) : 14xS+2B = 14X4,40+4,40 = 66 m
Volume batuan terbongkar : PxLbXL = 66x8,8x8,2 = 4762,56 m3
 Loading density (de) : 0,508 (De2) SG = 0,508 (3,5)2 (0,8) = 4,9784 kg/m
Kebutuhan ANFO per lubang : PCxde = 7,20x4,9784 = 35,85 kg
Kebutuhan Primer per lubang : 2x0,25 = 0,50 kg
Kebutuhan bahan peledak per lubang : 35,85 + 0,50 = 36,35 kg
Kebutuhan bahan peledak keseluruhan : 68 x 36,35 = 2471,80 kg
Powder Factor : 2471,80 kg/ 4762,56 m3 = 0,519 kg/m3
Kebutuhan detonator : no. 1 = 15 ; no. 2 = 17 ; no. 3 = 17 ; no. 4 = 17
no. 5 = 2

0
8
6
4
2
0
0 10 20 30 40 50 60
Konya :
B = 2,30 m
S = 2 B = 4,60 m
T = 0,7 B = 1,60 m
J = 0,3 B = 0,70 m
L = 4 B = 9,20 m
H = L + J = 9,20 + 0,70 = 9,90 m
Pc = H – T = 9,90 – 1,60 = 8,30 m
Volume batuan terbongkar : 4479,2834 m3
Tinggi batuan terbongkar (L) : 9,20 m
Lebar batuan terbongkar (Lb): 4 x B = 4 x 2,30 m = 9,20 m
Panjang batuan terbongkar (P) : 4479,2834 : (9,20 x 9,20) = 52,92 m
Jumlah lubang ledak (N) :
r((P-2B)/S + 3) = 4((52,92-4,60)/4,60 + 3) = 54 = 56
Panjang batuan terbongkar (P) : 11xS+2B = 11X4,60+4,60 = 55,20 m
Volume batuan terbongkar : PxLbXL = 55,2x9,2x9,2 = 4672,128 m3
Loading density (de) : 0,508 (De2) SG = 0,508 (3,5)2 (0,8) = 4,9784 kg/m
Kebutuhan ANFO per lubang : PCxde = 8,30x4,9784 = 41,321 kg
Kebutuhan Primer per lubang : 2x0,25 = 0,50 kg
Kebutuhan bahan peledak per lubang : 41,321 + 0,50 = 41,821 kg
Kebutuhan bahan peledak keseluruhan : 56 x 41,821 = 2341,976 kg
Powder Factor : 2341,976 kg/4672,128 m3 = 0,5012 kg/m3
Kebutuhan detonator : no. 1 = 12; no. 2 = 14 ; no. 3 = 14 ; no. 4 = 14
no. 5 = 2

SELESAI