Anda di halaman 1dari 263

REKAYASA

JEMBATAN
RC 14-1362

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


FTSP - ITS
The Sunshine Skyway Bridge
USA 1930
Jumlah SKS
3 SKS KULIAH + Responsi
1 SKS TUGAS
Mahasiswa diwajibkan memiliki
printout :
• Slide bahan ajar
• Peraturan Pembanan Jembatan Terbaru
PENILAIAN

NILAI
TOTAL
100%

KULIAH TUGAS
60 % BESAR
40%
NILAI
KULIAH
100%

ABSENSI QUIZ/TUGAS KULIAH UTS UAS


5% 20% 35% 40%
NILAI TUGAS BESAR
100%

BANGUNAN ATAS BANGUNAN BAWAH


60% 40%

BANGUNAN ATAS BANGUNAN BAWAH


100% 100%

PERHITUNGAN GAMBAR PERHITUNGAN GAMBAR


60% 40% 60% 40%
PENDAHULUAN
PENGERTIAN JEMBATAN
SUATU STRUKTUR YANG MELINTASKAN ALUR
JALAN MELINTASI RINTANGAN YANG ADA TANPA
MENUTUPNYA.

RINTANGAN
JENIS RINTANGAN
1. SUNGAI
2. JURANG
3. SALURAN IRIGASI
4. JALAN RAYA
5. JALAN KERETA API
6. LEMBAH
7. LAUT
8. SELAT
SEBUTAN JEMBATAN
JEMBATAN DI ATAS AIR = AQUADUCT

AIR

JEMBATAN DI ATAS JALAN = VIADUCT

JALAN
KOMPONEN
JEMBATAN
KOMPONEN JEMBATAN
A. BANGUNAN ATAS
1. LANTAI KENDARAAN
a. Pelat Lantai Kendaraan
b. Balok Memanjang
c. Balok Melintang
2. TROTOAR
3. PEMIKUL UTAMA
Berupa : - Balok
- Rangka Batang
4. IKATAN – IKATAN
Berupa : - Ikatan Angin atas dan bawah
- Ikatan Rem
- Ikatan Tumbuk (khusus untuk Jembatan KA)
B. PERLETAKAN
C. BANGUNAN BAWAH
1. PILAR
2. TEMBOK PANGKAL
D. PONDASI
E. APPROACH
1. URUGAN
2. PELAT INJAK
3. TEMBOK PENGHANTAR KIRI – KANAN
F. BANGUNAN PENGAMAN ALIRAN
1. APRON
2. PENGAMAN LERENG
3. TEMBOK SAYAP
G. KELENGKAPAN JEMBATAN
1. SANDARAN
2. LAMPU PENERANGAN
3. SALURAN AIR / KABEL

LANTAI KENDARAAN

PELAT
INJAK PERLETAKAN
BALOK MEMANJANG
BANGUNAN BAWAH Sebagai Pemikul Utama

BALOK MELINTANG

PONDASI

JEMBATAN GELAGAR
STRUKTUR PEMIKUL UTAMA
RANGKA BATANG

LANTAI KENDARAAN

PELAT INJAK BALOK MELINTANG

BALOK MEMANJANG

PERLETAKAN

BANGUNAN BAWAH
APRON
YANG BERFUNGSI PULA
SEBAGAI PONDASI

JEMBATAN RANGKA BATANG


IKATAN ANGIN ATAS

PEMIKUL UTAMA

IKATAN ANGIN ATAS

LANTAI KENDARAAN 2%

SALURAN
AIR

BALOK MELINTANG LANTAI KENDARAAN 2%


BALOK MEMANJANG

TAMPAK BALOK MELINTANG BALOK MEMANJANG


MELINTANG
JEMBATAN RANGKA
BATANG
BALOK MEMANJANG
PANGKAL JEMBATAN

BALOK MELINTANG

DENAH JEMBATAN
PERLETAKAN JEMBATAN
SENDI ROL
TUMPUAN SENDI
TUMPUAN SENDI
TUMPUAN SENDI
TUMPUAN SENDI
PERLETAKAN JEMBATAN

RUBBER BEARING PAD


ROTASI
(elastomer) D
a

Rubber Bearing Pad dapat berfungsi sebagai setengah Sendi


dan setengah Rol, sehingga dapat menampung pergerakan
struktur baik Translasi maupun Rotasi
Elastomer
MODEL KEPALA JEMBATAN DAN PILAR

PILAR

KEPALA JEMBATAN
ISTILAH PADA JEMBATAN
PANJANG JEMBATAN

BENTANG BERSIH JEMBATAN

BENTANG TOTAL

TINGGI BEBAS
EFEKTIF LINEAR WATERWAY
MAT (FREE BOARD)

S/D
ABUTMEN
LINEAR WATERWAY
ISTILAH PADA JEMBATAN

PERMUKAAN JALAN

TINGGI KONSTRUKSI

MAT TINGGI BEBAS


ISTILAH PADA JEMBATAN

LEBAR RUANG BEBAS

HEAD ROOM

TINGGI RUANG BEBAS


RUANG BEBAS
ISTILAH PADA JEMBATAN

JEMBATAN PERSEGI PANJANG

POSISI
LANTAI KENDARAAN
JEMBATAN
ISTILAH PADA JEMBATAN
LETAK LANTAI KENDARAAN

LANTAI KENDARAAN DI ATAS

LANTAI KENDARAAN DI BAWAH

LANTAI KENDARAAN DI TENGAH


ISTILAH – ISTILAH LAIN
1. SCOUR
PENGIKISAN DASAR SUNGAI AKIBAT ARUS AIR

2. AFFLUX
KENAIKAN MUKA AIR DI ATAS MUKA AIR NORMAL

3. JEMBATAN TETAP
DIRENCANAKAN UNTUK JANGKA WAKTU YANG PANJANG

4. JEMBATAN SEMENTARA
DIRENCANAKAN UNTUK PENGGUNAAN YANG PENDEK

5. SCOURING
PROSES PENDALAMAN DASAR SUNGAI AKIBAT ARUS AIR
JEMBATAN
RANGKA BATANG
JEMBATAN RANGKA BATANG BAJA
- BISA SAMPAI BENTANG 60 M
- PEMIKUL UTAMA BERUPA RANGKA BATANG BAJA SEBANYAK 2
BUAH YANG DIPASANG DI KIRI DAN KANAN JEMBATAN
- BALOK MELINTANG MENERUSKAN BEBAN DARI BALOK
MEMANJANG KE PEMIKUL UTAMA
- BALOK MEMANJANG MENERIMA BEBAN LANTAI KENDARAAN
DAN MENERUSKAN KE BALOK MELINTANGAU BETON
BERTULANG
- LANTAI KENDARAAN YANG TERBUAT DARI BETON BISA HANYA
SEBAGAI BEBAN TERHADAP BALOK MEMANJANG / MELINTANG
ATAU KOMPOSIT DENGAN BALOK MEMANJANG / MELINTANG
- LANTAI KENDARAAN BISA DI ATAS, DI TENGAH ATAU DI BAWAH
- UNTUK JEMBATAN RANGKA TERTUTUP DILENGKAPI IKATAN ANGIN
ATAS DAN BAWAH, IKATAN REM DAN PORTAL AKHIR
- BILA LANTAI KENDARAANNYA KOMPOSIT IKATAN ANGIN BAWAH
HANYA DIPERLUKAN PADA SAAT PENDIRIAN JEMBATAN. TETAPI
BILA LANTAI KENDARAANNYA TIDAK KOMPOSIT IKATAN ANGIN
BAWAH DIPERLUKAN SECARA PERMANEN
- IKATAN REM TIDAK DIPERLUKAN UNTUK LANTAI KENDARAAN YANG
KOMPOSIT / KAKU
- UNTUK JEMBATAN RANGKA TERBUKA HANYA DILENGKAPI IKATAN
ANGIN BAWAH DAN PENGAKU RANGKA DI BAGIAN BAWAH
- PADA BAGIAN UJUNG RANGKA BATANG HARUS BERUPA PORTAL
KAKU YANG DISEBUT DENGAN PORTAL AKHIR (END FRAME)
KHUSUS UNTUK JEMBATAN TERTUTUP
- UNTUK JEMBATAN RANGKA TERTUTUP, IKATAN ANGIN ATASNYA
DIUSAHAKAN TIDAK MENGGANGGU RUANG BEBAS, SEHINGGA
SEBAIKNYA SEBIDANG
- IKATAN ANGIN BAWAH BIASANYA BERBENTUK SILANG dan BISA
SEBIDANG ATAU TIDAK SEBIDANG

IKATAN ANGIN ATAS

IKATAN ANGIN BAWAH

BISA SEBIDANG, BISA TIDAK


- IKATAN REM BISA DIPASANG DI KEDUA UJUNG ATAU DI
TENGAH
Tampak Memanjang Jembatan
Jembatan Sembayat, Gresik - Jatim
Situasi Jembatan
Jembatan Sembayat, Gresik - Jatim
SAMBUNGAN KAKU

Ikatan Angin Atas Bentang


Jembatan Sembayat, Gresik - Jatim
SAMBUNGAN KAKU

Perbedaan Tinggi Jembatan 1 & 2


Jembatan Sembayat, Gresik - Jatim
PORTAL AKHIR
KERUNTUHAN JEMBATAN CIPUNEGARA TAHUN 2004
KERUNTUHAN JEMBATAN CIPUNEGARA TAHUN 2004
FILOSOFI
PERENCANAAN
Filosofi perencanaan jembatan
Pasal 5, SNI 1725 : 2016
“Jembatan harus direncanakan sesuai dengan keadaan batas
yag disyaratkan untuk mencapai targer pembangunan,
keamanan dan aspek layan dengan memperhatikan
kemudahan inspeksi, factor ekonomi dan estetika.”

Dalam perencanaan persamaan 1 pada SNI 1725 : 2016 harus


dipenuhi untuk setiap gaya bekerja beserta kombinasinya.
Persamaan (1) : Σ𝜂𝑖 𝛾𝑖 𝑄𝑖 ≤ ØRn = Rr
Untuk beban dengan nilai maksimum 𝛾𝑖 , maka: (2)
𝜂𝑖 =𝜂𝐷 𝜂𝑅 𝜂𝐼 ≥ 0,95
Untuk beban dengan nilai minimum 𝛾𝑖 , maka: (3)
1
𝜂𝑖 = 𝜂 ≥ 0,95
𝐷 𝜂𝑅 𝜂𝐼
Keterangan:
𝛾𝑖 = factor beban ke - i
𝜂𝑖 = factor pengubah respons berkaitan dengan
daktilitas, redundansi dan klasifikasi operasional
𝜂𝐷 = factor pengubah respons berkaitan dengan
daktilitas
𝜂𝑅 = factor pengubah respons berkaitan dengan
redundansi
Ø = factor tahanan
𝑄𝑖 = pengaruh gaya
Rn = tahanan nominal
Rr = tahahan terfaktor
Keadaan batas layan
Berdasarkan pasal 5.1
“Keadaan batas layan disyaratkan dalam
perencanaan dengan melakukan pembatasan pada
tegangan, deformasi, dan lebar retak pada kondisi
pembebanan layan agar jembatan memiliki kinerja
yang baik selama umur rencana”
Keadaan batas fatik dan fraktur
Berdasarkan pasal 5.2
“ Keadaan batas fatik disyaratkan agar jembatan tidak
mengalami kegagalan akibat fatik selama umur rencana.
Untuk tujuan ini, perencana harus membatasi tentang
tegangan akibat satu beban truk rencana pada jumlah siklus
pembebanan yang dianggap dapat terjadi selama umur
rencana jembatan.”
Keadaan batas fraktur disyaratkan dalam perencanaan dengan
menggunakan persyaratan kekuatan material sesuai
spesifikasi. Keadaan batas fatik dan fraktur dimaksudkan
untuk membatasi penjalaran retak akibat beban siklik yang
pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya kegagalan
fraktur selama umur desain jembatan.
Keadaan batas kekuatan
Berdasarkan pasal 5.3
“Keadaan batas kekuatan disyaratkan dalam
perencanaan untuk memastikan adanya kekuatan
dan kestabilan jembatan yang memadai, baik yang
sifatnya lokal maupun global, untuk memikul
kombinasi pembebanan yang secara statistic
mempunyai kemungkinan cukup besar untuk terjadi
selama masa layan jembatan. Pada keadaan batas ini,
dapat terjadi kelebihan tegangan ataupun kerusakan
structural, tetapi integritas struktur secara
keseluruhan masih terjaga”
Keadaan batas ekstrem
“Keadaan batas ekstrem diperhitungkan untuk
memastikan struktur jembatan dapat bertahan
akibat gempa besar. Keadaan batas ekstrem
merupakan kejadian dengan frekuensi kemunculan
yang unik dnegan periode ulang yang lebih besar
secara signifikan dibandingkan umur rencana
jembatan”
Daktilitas
Redundansi
Kepentingan operasional
BEBAN
JEMBATAN
BEBAN JEMBATAN

BEBAN PERMANEN BEBAN TRANSIEN


(NOMINAL) (NOMINAL)
DIKALIKAN
FAKTOR BEBAN

BEBAN PERMANEN BEBAN TRANSIEN


(RENCANA) (RENCANA)

AKSI KOMBINASI
BEBAN JEMBATAN
Berdasarkan pasal 5.8
BEBAN PERMANEN BEBAN TRANSIEN
MS = beban mati komponen SH = susut / rangkak
structural dan non struktural TB = rem (brake)
TR = sentrifugal
MA = beban mati perkerasan dan
TC = tumbukan kendaraan
utilitas
TV = tumbukan kapal
TA = gaya horizontal tekanan tanah EQ = gempa
PL = gaya – gaya yang terjadi akibat BF = friksi
proses pelaksanaan TD = beban lajur “D”
TT = beban truk “T”
PR = prategang TP = beban pejalan kaki
SE = beban akibat penurunan
ET = beban akibat temperature gradient
EUn = beban akibat temperature
seragam
EWs = beban angina pada struktur
EWL= brban angina pada kendaraan
EU = beban arus dan hanyutan
FAKTOR BEBAN DAN KOMBINASI
PEMBEBANAN
Berdasarkan pasal 6
Gaya total terfaktor yang digunakan dalam
perencanaan harus dihitung dgn persamaan berikut “
Q = ∑ 𝜂𝑖 𝛾𝑖 𝑄𝑖 (4)

Uraian tiap kombinasi dapat dilihat pada pasal 6.1


Tabel 1. Kombinasi dan factor beban
FAKTOR BEBAN

SEMUA BEBAN HARUS DIKALIKAN DENGAN


FAKTOR BEBAN YANG TERDIRI DARI :
-FAKTOR BEBAN KERJA
-FAKTOR BEBAN ULTIMATE (Pembesaran)
-FAKTOR BEBAN ULTIMATE (Terkurangi)
Serta disesuaikan dengan kombinasi pada tabel 1.
CONTOH TABEL FAKTOR BEBAN
BERAT SENDIRI (Tetap / Permanen) – Tabel 3

FAKTOR BEBAN (MS )


JENIS MATERIAL s
MS u
 MS

Normal Terkurangi

Baja, Alumunium 1.0 1.1 0.90


Beton Pracetak 1.0 1.2 0.85

Beton Cor Setempat 1.0 1.3 0.75

Kayu 1.0 1.4 0.70


BEBAN
JEMBATAN
PADA BANGUNAN ATAS
BEBAN PERMANEN

1. BEBAN SENDIRI (MS)


2. BEBAN MATI TAMBAHAN / UTILITAS (MA)
3. BEBAN PENGARUH PRATEGANG (PR)
4. BEBAN TEKANAN TANAH (TA)
5. BEBAN PENGARUH PELAKSANAAN TETAP (PL)
Tabel 2 – Berat isi untuk beban mati
1. Berat Sendiri (MS)
Berdasarkan pasal 7.2 “Berat bahan dan bagian
jembatan yang merupakan elemen structural,
ditambah dengan elemen non
Tabel 3 – Faktor beban untuk berat sendiri
Tipe Faktor Beban ( MS)
Beban Keadaan batas layan (s MS) Keadaan batas ultimate (U MS)
Bahan Biasa Terkurangi
Baja 1,00 1,10 0,90
Aluminium 1,00 1,10 0,90
Beton Pracetak 1,00 1,20 0,85
Tetap
Beton Cor di 1,00 1,30 0,75
Tempat
Kayu 1,00 1,40 0,70
2. Berat Mati Tambahan / Utilitas (MA)
Berdasarkan pasal 7.3
Tabel 4 – Faktor beban untuk beban mati tambahan
Tipe Faktor Beban ( MA)
Beban Keadaan batas layan (s MA) Keadaan batas ultimate (U MA)
Bahan Biasa Terkurangi
Umum 1,00 (1) 2,00 0,70
Tetap
Khusus (terawasi) 1,00 1,40 0,80
(1) Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas
3. Beban akibat tekanan tanah (TA)
Berdasarkan pasal 7.4
Tabel 5 – Faktor beban akibat tekanan tanah
Tipe Faktor Beban ( TA)
Beban Keadaan batas layan (s TA) Keadaan batas ultimate (U TA)
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
Tekanan tanah 1,00 1,25 0,80
vertikal
Tekanan tanah 1,00
Tetap lateral
- Aktif 1,00 1,25 0,80
- Pasif 1,00 1,40 0,70
(1)
- Diam 1,00

Catatan (1) : Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak
diperhitungkan dalam keadaan batas ultimit
4. Pengaruh tetap pelaksanaan
Berdasarkan pasal 7.5
Tabel 10 – Faktor beban akibat pengaruh pelaksanaan
Tipe Faktor Beban ( PL)
Beban Keadaan batas ultimate (U PL)
Keadaan batas layan (s PL)
Biasa Terkurangi
Tetap 1,00 1,00 1,00

Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban yang disebabkan oleh metode


dan urutan pelaksanaan pekerjaan jembatan. Beban ini biasanya
mempunyai kaitan dengan aksi – aksi lainnya, seperti pra-penegangan dan
berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh factor ini tetap harus
dikombinasikan dengan aksi – aksi tersebut dengan beban yang sesuai.
Berdasarkan pasal 8

BEBAN LALU LINTAS

Beban Lajur “D” Beban Truk “T”


(TD) (TT)

Beban Terbagi Rata Beban Garis Terpusat


“BTR” “BGR”
Berdasarkan pasal 8.1
Berdasarkan pasal 8.2
Lajur lalu lintas rencana
Beban Lajur “D” (TD)
Seperti bagan sebelumnya diketahui bahwa beban TD terdiri
atas:
• beban terbagi rata (BTR)
• beban garis terpusat (BGT)
Adapun factor beban yang digunakan untuk beban lajur
seperti pada tabel 12
Tipe Beban Faktor Beban ( TT)
Keadaan batas layan (s MA)
Jenis Material Keadaan batas ultimate (U MA)
Jembatan
Beton 1,00 1,80
Transien
Box Girder Baja 1,00 2,00
Intensitas Beban Lajur ‘D’ Terbagi Rata ( BTR )

BESARNYA BEBAN ‘D’ MERATA ADALAH SEBESAR :


UNTUK L < 30 m q = 9.0 kPa
UNTUK L > 30 m q = 9.0 (0.5 + 15/L) kPa
Dimana:
q : intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang
jembatan (kPa)
L : panjang total jembatan dibebani (m)
Intensitas Beban Garis Terpusat ( BGT )
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas 49 kN/m harus
ditempatkan tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada
jembatan. (pasal 8.3.1)
Faktor beban dinamis Lajur ‘D’ (TD)
Pada batas layan dan ultimate, selain dikalikan dengan factor
beban, BGT harus dikalikan terhadap 1+FBD, dengan besarnya
FBD dilihat pada gambar 28 (atau pasal 8.6) berikut ini:
Sketsa Beban Lajur ‘D’ (TD)
Alternatif
penempatan
beban ‘D’ (TD)
arah
memanjang
Respon terhadap beban lajur “D”
Distribusi beban hidup dalam arah melintang
digunakan untuk memperoleh momen dan geser
dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan.
Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan beban
lajur “D” tersebar pada seluruh lebar balok (tidak
termasuk parapet, kerb dan trotoar) dengan
intensitas 100% untuk panjang terbebani yang sesuai
BEBAN TRUK ‘T’ (TT) – pasal 8.4.1 (Gambar 26)
Beban truk tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”

‘T‘
“T” (500 kN) TERPUSAT

4m - 9 m 5m 0.5 m 1.75 m 0.5 m

112,5 kN 112,5 kN
750 mm

750 mm

150 mm
25 kN

112,5 kN 112,5 kN
25 kN
750 mm
750 mm

150 mm

250 mm
250 mm 250 mm
Faktor beban untuk beban “T”
Tipe Beban Faktor Beban ( TT)
Keadaan batas layan (s TT)
Jenis Material Keadaan batas ultimate (U TT)
Jembatan
Beton 1,00 1,80
Transien
Box Girder Baja 1,00 2,00
Penerapan beban hidup kendaraan
(8.4.6)
Pengaruh beban hidup pada waktu menentukan momen
positif, harus diambil nilai terbesar dari:
• Beban T x FBD
• Beban BTR + (BGT x FBD)
Untuk menentukan momen negative, beban truk dikerjakan
pada dua bentang berdampingan sesuai gambar 27
Penerapan beban hidup untuk
evaluasi lendutan (8.4.6.1)
Jika pemilik pekerjaan menginginkan agar jembatan
memenuhi kriteria lendutan akibat beban hidup,
maka lendutan harus diambil sebagai nilai terbesar
dari:
• Lendutan akibat beban satu truk
• Lendutan akibat BTR
Gaya Rem (TB)
Pasal 8.7
Gaya rem diambil yang terbesar dari:
• 25% dari berat gandar truk desain
• 5% x (berat truk rencana + BTR)

Penempatan Gaya Rem:


Di semua lajur rencana yang dimuati sesuai pasal 8.2,
ditempatkan secara horizontal pada jarak 1800 mm
di atas permukaan jalan pada masing – masing arah
longitudinal dan dipilih yang paling menentukan.
Gaya Sentrifugal (TR)
Pasal 8.8
Gaya sentrifugal adalah gaya radial / efek guling dari beban roda
TR = C x Berat gandar truk rencana
𝑣2
C=f
𝑔𝑅𝐼
Keterangan
v = kecepatan rencana jalan raya (cek peraturan geometri jalan Bina
Marga) (m/s)
f = 1,0 (u/ batas fatik) dan f = 4/3 (u/ selain batas fatik)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
RI = jari – jari kelengkungan lajur lalu lintas (m)
Gaya sentrifugal harus diterapkan secara horizontal pada jarak
ketinggian 1800 m di atas permukaan jalan.
Beban pejalan kaki (TP)
Pasal 8.9
Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600
mm harus direncanakan untuk memikul beban
pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap
bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan
pada masing – masing lajur kendaraan.
Beban akibat tumbukan
kendaraan (TC)
Beban Fatik

16
AKSI LINGKUNGAN PADA
BANGUNAN ATAS

1. AKIBAT TERJADINYA PENURUNAN


2. PERUBAHAN TEMPERATUR
3. BEBAN ANGIN
PENURUNAN (ES)
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan
terjadinya penurunan yang diperkirakan, termasuk
perbedaan penurunan sebagai aksi daya layan.
Pengaruh penurunan dapat dikurangi dengan adanya
rangkak dan interaksi pada struktur tanah. Dengan
factor beban yang digunakan sesuai tabel 17.

Tabel 17. Faktor beban akibat penuruan

Tipe Beban Faktor Beban ( ES)


Keadaan batas layan (s ES) Keadaan batas ultimate (U ES)
Transien 1,0 Tidak Ada
TEMPERATUR MERATA (EUn)
Pasal 9.3.1 Deformasi akibat perubahan temperature
yang merata dapat dihitung dengan persamaan 33,
dengan data berdasarkan tabel 18 dan tabel 19.

∆ 𝑇 = 𝛼𝐿 (𝑇max 𝑑𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 − 𝑇min 𝑑𝑒𝑠𝑖𝑔𝑛 )

Keterangan :
∆T = simpangan akibat beban temperature
L = panjang komponen jembatan (mm)
a = koefisien muai temperatur (mm/mm/˚C) – tabel 19
Nilai Tmax design dan Tmin design – tabel 18
Beban Angin
Tekanan Angin Horizontal
Berdasarkan pasal 9.6.1
Untuk jembatan atau bagian jembatan dgn elevasi lebih dari 10 m,
kecepatan angina dasar rencana (VDZ) harus dihitung dengan persamaan
sebagai berikut:
𝑉10 𝑍
𝑉𝐷𝑍 = 2,5 𝑉0 𝑙𝑛
𝑉𝐵 𝑍0
Tabel 28 – Nilai V0 dan Z0 untuk berbagai variasi kondisi permukaan hulu
Kondisi Lahan Terbuka Sub Urban Kota
V0 (km/jam) 13,2 17,6 19,3
Z0 (mm) 70 1000 2500
Beban angin dari struktur atas

Berdasarkan pasal 9.6.1.1a , jika angin yang bekerja


tidak tegak lurus struktur, maka tekanan angin dasar
PB, untuk berbatai sudut seranf dapat diambil seperti
yang ditentukan dalam Tabel 30.
Beban angin dari pada
kendaraan (EWI)
Berdasarkan pasal 9.6.1.2, Jembatan harus direncanakan
memikul gaya akibat tekanan angin pada kendaraan, dimana
tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus
sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm di atas
permukaan jalan. Jika angina tidak bekerja tegak lurus maka
komponen beban angin disesuaikan tabel 31.
BEBAN ANGIN

BEBAN ANGIN YANG


LANGSUNG BEKERJA
PADA KONSTRUKSI BEBAN ANGIN YANG BEKERJA PADA
KONSTRUKSI LEWAT KENDARAAN
YANG BERADA DI ATAS JEMBATAN

EWs

EWI
JEMBATAN RANGKA TERTUTUP

EWs EWI

JEMBATAN RANGKA TERBUKA

EWs EWI
Beban Gempa
Berdasarkan pasal 9.7, jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan
untuk runtuh namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan
terhadap pelayanan akibat gempa.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan
perkalian antara koefisien respon elastic (Csm) dengan berat struktur ekivalen
yang kemudian dimodifikasi dengan factor modifikasi respon (Rd). Dengan rumus
sebagai berikut:
𝐶𝑠𝑚
𝐸𝑄 = 𝑥𝑊𝑡
𝑅𝑑
Keterangan:
EQ = Gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm = Koefisien respon gempa elastis
Rd = factor modifikasi respon
Wt = berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesuai (kN)

Ketentuan lain dilihat pada SNI 2833:2008 Standar perencanaan ketahanan gempa untuk
jembatan
CONTOH
CARA PERHITUNGAN
JEMBATAN
RANGKA BATANG
PERHITUNGAN STRUKTUR
BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM
MELAKUKAN PERHITUNGAN STRUKTUR, YAITU :
- Peraturan Bahan
- Peraturan Pembebanan
- Aturan dalam Ilmu Gaya
- Aturan dalam Ilmu Geoteknik
- Metode Pendirian Jembatan
PERHITUNGAN STRUKTUR

UNTUK JEMBATAN BAJA, KARENA BERATNYA RINGAN, MAKA


PERLU MEMPERTIMBANGKAN BEBERAPA HAL KHUSUS
SEBAGAI BERIKUT :
- Pemanfaatan Ikatan – ikatan yang ada
guna menambah KEKAKUAN dan STABILITAS
- Kontrol Stabilitas untuk Elemen Struktur dan
Struktur keseluruhan Jembatan, terutama
terhadap deformasi arah horizontal
PERHITUNGAN PELAT LANTAI
MODEL GAMBAR PERHITUNGAN
d4 (Tebal Aspal)
d3 (Tebal Beton)
S = b 1- b f
b1
Pelat Beton dihitung per
meter pajang

1m

Semua satuan dihitung dalam meter


PERHITUNGAN PELAT LANTAI
BEBAN MATI
Beban sendiri Pelat Beton = d3 x Beras jenis beton x UMS
Beban Aspal = d4 x Beras jenis aspal x UMS
qMU = ………………. +
Nilai berat jenis gunakan tabel 2, nilai factor beban () gunakan tabel 3

BEBAN HIDUP ‘T’


Beban hidup ‘T” diperhitungkan sebesar 112,5 kN yang harus
dikalikan dengan faktor beban ( KTT ) sebesar 2U(atau berdasarkan
tabel 13) dan tambahan faktor kejut (DLA) sebesar 0.3 (atau
berdasarkan pasal 8.6)
Beban ‘ TU’ = 112,5 x (1+0.3) X 2 = ……………..
PERHITUNGAN PELAT LANTAI
PERHITUNGAN MOMEN

-1/10 -1/10 -1/10


+1/10 +1/10

B. MATI : (1/10) x qMU x (b1)2


B. HIDUP : 0.8 X (S + 0.6)TU / 10 +
MU = ……………
Untuk Komposit S < b1
Untuk Non Komposit S = b1
Setelah MU dihitung, maka dilanjutkan perhitungan demensi
dengan menggunakan aturan yang berlaku
PERHITUNGAN PELAT LANTAI
KONTROL GESER

Roda Kendaraan

d3
Gaya Geser (V) =
U
KTT x 112,5 x (1+0.3)
Luas Bidang Kritis (AK) =
2 x (b0+d0) x d3
d3 / 2 Kemampuan Geser (VU) =
d0 250 mm
d 3/ 2 AK x Teg Geser Beton
d3 / 2 750 d3 / 2 Gaya Geser harus < VU
mm
b0
PERHITUNGAN BALOK MEMANJANG
MODEL MEKANIKA
d4 A dan B adalah
d3 tumpuan yang
diasumsikan SIMPLE
CONNECTION ke Balok
Melintang
b1 b1
Beban yang bekerja
PADA Balok memanjang
adalah BEBAN MATI dan
A B BEBAN HIDUP UDL, KEL
dan T sebagai
l pembanding
PERHITUNGAN BALOK MEMANJANG
PERHITUNGAN BEBAN dan MOMEN

BEBAN MATI :

Aspal : d4 x Beras jenis beton x b1 x UMS

Pelat Beton : d3 x Beras jenis beton x b1 x UMS


Berat Sendiri : ……. x UMS
Bekisting : ……. x UMS +

qMU : ……….. Gaya /satuan panjang


MD = 1/8 x qMU x l2
MD : Momen akibat beban mati di tengah bentang
PERHITUNGAN BALOK MEMANJANG
PERHITUNGAN BEBAN dan MOMEN Pembebanan sesuai pasal 8.3

qKEL T
qUDL

l l

BEBAN HIDUP qUDL : 9 kPa x b1 x UTD untuk L < 30 m


9 ( 0.5 + 15 / L) x b1 x UTD L > 30 m
BEBAN HIDUP qKEL : 49 kN / m x b1 x UTD (1+ DLA)
DLA untuk beban KEL diambil sesuai gambar 28
MOMEN AKIBAT B. HIDUP (ML1) : 1/4 qKEL x l + 1/8 qUDL x l2
PERHITUNGAN BALOK MEMANJANG
PERHITUNGAN BEBAN dan MOMEN
BEBAN HIDUP TRUK TERPUSAT ‘ T ‘ = 112,5 kN
Beban ‘ T ‘ tersebut harus dikalikan UTT (2) dan dikalikan
(1+`DLA).
DLA untuk beban ‘ T ‘ diambil 0.3
Momen akibat beban terpusat ‘ T ‘ adalah :
ML2 = ¼ x T x 2 x (1+ 0.3) x l
ML2 dan ML1 dibandingkan dan diambil yang terbesar.
Momen Total yang harus diperhitungkan adalah :
MT = MD + ML1 atau
Diambil yang Terbesar
= MD + ML2
PERHITUNGAN BALOK MELINTANG
MODEL MEKANIKA dan PEMBEBANAN
PENINJAUAN TERHADAP BEBAN ‘ T ‘

T T 1m T T T T

B B
Gb. a Gb. b

Pembebanan pada Gambar ‘a’ dibandingkan dengan pembebanan


pada Gambar ‘b’ dan dipilih yang hasil momennya terbesar.
PERHITUNGAN BALOK MELINTANG
MODEL MEKANIKA dan PEMBEBANAN UDL & KEL
KEL

UDL
Tampak Depan
Tampak
Samping
Beban Lalu Lintas

Beban Kerb
Beban Kerb

l
100 %
l = Jarak antar Gelagar
Melintang

PENINJAUAN
TERHADAP BEBAN
UDL dan KEL
PERHITUNGAN BALOK MELINTANG
PERHITUNGAN BEBAN dan MOMEN SEBELUM KOMPOSIT

BEBAN MATI :
Balok Memanjang : (qWF x l / b1) x UMS
Balok Melintang : ……. x UMS
Pelat Beton : d3 x beton x l x UMS
Bekisting : ……. x UMS +
qMU1 : … Gaya / Satuan panjang
Mq MU1 : 1/8 x q MU1 x B2
Pada saat sebelum komposit, BEBAN HIDUP, BEBAN KERB dan
BEBAN ASPAL masih belum bekerja.
PERHITUNGAN BALOK MELINTANG
PERHITUNGAN BEBAN dan MOMEN SETELAH KOMPOSIT

d4 Kerb
Aspal dK

BEBAN MATI : Aspal = l x d4 x Berat jenis aspal x UMS


Kerb = dK x l x Berat jenis beton x UMS
Mq MU2 = ……………………..
PERHITUNGAN BALOK MELINTANG
PERHITUNGAN BEBAN dan MOMEN SETELAH KOMPOSIT
Beban ‘ T ‘

T T 1m T T T T

B B
Gb. a Gb. b

Beban ‘ T ‘ tersebut harus dikalikan dengan Load Factor = 2 dan


dikalikan juga dengan Faktor Beban Dinamis sebesar (1 + DLA),
dimana DLA diambil 0.3.
Momennya hihitung sebagai MT = ……………………
PERHITUNGAN BALOK MELINTANG
PERHITUNGAN BEBAN dan MOMEN SETELAH KOMPOSIT
BEBAN HIDUP qUDL : 9 kPa x l x UTD ; untuk L < 30 m
9 ( 0.5 + 15 / L) x l x UTD ; untuk L > 30 m
BEBAN HIDUP qKEL : 49 kN / m x UTD dan masih harus dikalikan
dengan (1+ DLA)
DLA untuk beban KEL diambil sesuai grafik dalam gambar 28
Momen akibat beban UDL dan KEL dihitung sebagai :
M(p+q) = …………………………..

Hasil perhitungan Momen akibat Beban UDL dan KEL dibandingkan


dengan Momen akibat Beban T dari Gb. a atau Gb. b dan kemudian
dipilih yang yang terbesar
PERHITUNGAN BALOK MELINTANG
KONTROL TEGANGAN YANG TERJADI

sa sa
s1
+ =

s1 s2 s1 + s2
SEBELUM SETELAH TEGANGAN
KOMPOSIT KOMPOSIT AKHIR
PERHITUNGAN BALOK MELINTANG
MENGHITUNG GAYA GESER
Untuk mendapatkan gaya geser yang maksimum, maka beban hidup
lalu lintas harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan gaya geser yang maksimum.

KEL

UDL
PERHITUNGAN RANGKA UTAMA
H I J K L M
P/2 P P/2 h
a a
A
B C D E F G
l l l l l l

BEBAN MATI DARI GELAGAR MELINTANG

H I J K L M
KEL
h
UDL
a a
A
B C D E F G
l l l l l l

BEBAN KEL DAN UDL


MENGHITUNG BEBAN ‘P’
1. Berat Profil/m x Lebar Jemb x ½ x UMS
2. BJ Beton x Tebal x Lebar Jemb x l x UMS x 1/2
3. BJ Aspal x Tebal x Lebar Jemb x l x UMS x ½
4. Berat profil memanjang/m x l / b1 x Lebar Jemb x ½ x UMS

KEEMPAT MACAM BEBAN TERSEBUT DIJUMLAHKAN, SEHINGGA


MENJADI BEBAN ‘P’
PERHITUNGAN RANGKA UTAMA
H I J K L M

V/2 V VKEL V/2 h


a a
A
B C D E F G
l l l l l l

BEBAN LALU LINTAS DIUBAH


TERPUSAT PADA TITIK SIMPUL

Untuk menentukan gaya – gaya batang maksimum pada elemen


rangka harus menggunakan GARIS PENGARUH dari masing – masing
elemen batang rangka
Setelah Garis pengaruh tergambar, maka gaya luar yang bekerja
diletakkan pada tempat - tempat dimana terdapat nilai garis
pengaruh yang maksimum
PERHITUNGAN RANGKA UTAMA
CARA MENENTUKAN BEBAN V dan VKEL

V = Beban UDL x l x Lebar Jalur Lalu lintas x UTD x ½ + Beban


Pejalan Kaki Trotoar
VKEL = Beban KEL x DLA x Lebar Jalur Lalu lintas x UTD x ½

Beban Hidup Trotoar dapat dihitung dengan cara :

Beban Hidup Trotoar / m2 x l x Lebar Trotoar yang berdekatan


dengan rangka yang dihitung

Bila Beban Hidup Trotoar sudah dimasukkan pada saat


perhitungan beban total trotoar, maka Beban Hidup Trotoar
tidak perlu lagi ditambahkan pada beban V
PERHITUNGAN RANGKA UTAMA
H I J K L M
CARA MENEMPATKAN
h BEBAN HIDUP
A a a
B l C l D l E l F l G KEMDARAAN PADA GARIS
l G PENGARUH
V+VKEL

V V+VKEL
V/2 GARIS PENGARUH JD
Pilih yang besar dari
beban warna kuning
+ atau warna hijau

V+VKEL
V/2 V V V V V/2
GARIS PENGARUH CD
Beban hidup UDL
+ bekerja di sepanjang
balok
PERLETAKAN

FAKTOR BENTUK
A A = Luas Permukaan Terikat
S=
P te
P = Keliling Permukaan Terikat
4 < S < 12 te = Tebal Efektif Lapisan Elastomer

SIMPANGAN GESER
Ha.t
Ha = Gaya Geser Arah Longitudinal
da =
A.G
Hb = Gaya Geser Arah Transversal
Hb.t
db = G = Moduls Geser
A.G
t = Tebal Total Lapisan Elastomer
da , db = Simpangan Geser pada arah a dan b
KONTROL REGANGAN GESER TOTAL

2.6
esc + + esh <
esr G
Vmax
esc = 6.S. ec ec =
3.Aeff.G(1+2S2)
da db
Aeff = 1- -
a b

es r aa a2 + ab b2 aa , a b = Sudut Rotasi dalam


=
2 t1t arah a dan b

esh =
ds
ds = Pertambahan vektor dari
t gerakan total akibat
pengaruh gaya
tangensian dalam arah a
KONTROL TEGANGAN TEKAN RATA - RATA

Vmax
< 15 MPa Vmax = Gaya Vertikal
A Maksimum

KONTROL STABILITAS PERLETAKAN


Vmax 2 be G S’
< be = Lebar terkecil dari a
Aeff 3t dan b

KONTROL TEBAL MINIMUM PELAT

Teban Pelat (te) > 3 mm Vmax dalam kN

3.Vmax.t1.103 t1 dalam mm
Teban Pelat (te) >
A.fy Fy dalam Mpa
KONTROL PENAHANAN PERLETAKAN

Hmax < 0.1 ( Vmax + 3Aeff x 103)

Vmax. 103
>2
Aeff
PANJANG LAPANGAN /
JARAK GELAGAR
MELINTANG
l1
OPTIMUM
l2
BERAT GEL. MELINTANG DAN
GEL. MEMANJANG

l3

l4
l 1 l2 l 3 l4 l 5

l5
l Optimum
MENENTUKAN PERBANDINGAN TINGGI
RANGKA DAN PANJANG LAPANGAN
YANG EKONOMIS

BATANG DIAGONAL V = Gaya Lintang


V
D= = Diagonal
D Sin a
l
h V
a l1 = Cos a
H

F = Luas Penampang
l D V
l1 = =
s s Sin a
V l 2 Vl
F l1= x =
s Sin a Cos a s Sin 2a
2 Vl
F l1 = Volume Diagonal =
s Sin 2a
Volume Diagonal akan minimum bila Sin 2a = 1 atau o

a = 45
BATANG VERTIKAL
Panjang Batang (h)= l Tg a Minimum Bila a = Kecil

BATANG TEPI ATAS dan BAWAH


M M
Gaya Batang = =
Tinggi Rangka l Tg a
Minimum Bila a = Besar

Karena Batang Tepi yang paling menentukan, maka yang terbaik


o
adalah a > 45 dan h > l
BESARNYA ‘h’ DAPAT DIAMBIL ASUMSI BERKISAR :
- 1/8 L – 1/5 L untuk jembatan jalan raya
- 1/6 L – 1/4 L untuk jembatan KA

BILA ‘h’ < l, DAPAT DIBUAT JEMBATAN TERTUTUP


BILA ‘h’ > l, DAPAT DIBUAT JEMBATAN TERBUKA
UNTUK JEMBATAN BENTANG BESAR, ADA
KEMUNGKINAN BESARNYA a ATAU PANJANG
BATANGNYA MENJADI BESAR. SOLUSINYA ADALAH
DAPAT MENGGUNAKAN RANGKA SEKUNDER
MENENTUKAN DIMENSI
IKATAN SILANG

P P P
k D D

2 3 Dk
Ad
h
Ic
Ac
a H1 1 H2 4
L

V1 V2
MENENTUKAN DIMENSI
IKATAN SILANG
F/Cos a
P P
D
F 3 D a S M1= 0
F
2 P D + P (L + D) - k h D
- V2 L = 0

h
S M2 = V1 D - H1 h = 0
D
H1 = V1
H1 1 a H2 4 h

L S M3 = V2 D - H2 h = 0
V1 V2 D V2
H2 =
h
D
H1 + H2 = (V1 + V2) = D k
h
MENENTUKAN DIMENSI
IKATAN SILANG
kh p 2 E Ic
V1 + V2 = 2P = k h P kritis = = 2
2 h
p E Ic
2
k perlu = 2
3
h

k yang diberikan oleh IKATAN SILANG adalah :


2 2
F/Cos a L + h
D Cos a = F = D k
2
Ad E Cos a

2
Ad E Cos a 2 p E Ic
2
k = Dibandingkan dengan k perlu =
2 2 3
h
L + h
MENENTUKAN DIMENSI
IKATAN SILANG

2 2 3/2
k perlu (L + h )
BILA k < k perlu Ad = 2
EL

2 2 3/2
k (L + h )
BILA k > k perlu Ad = 2
EL

Ad = LUAS PENAMPANG IKATAN SILANG YANG


DIPERLUKAN
PEMILIHAN DIMENSI ELEMEN
RANGKA BATANG
BATANG DIAGONAL ---- bisa bersifat tarik dan tekan, sehingga perlu
MOMEN INERSIA BESAR

BATANG VERTIKAL ---- biasanya gayanya kecil, sehingga MOMEN


INERSIA TIDAK PERLU BESAR

BATANG TEPI ATAS dan BAWAH ---- biasanya menentukan, sehingga


memerlukan MOMEN INERSIA BESAR

PROFIL RANGKA BISA BERUPA BATANG TERSUSUN ATAU


BATANG TUNGGAL
PEMILIHAN TIPE PONDASI
PEMILIHAN TIPE PONDASI TERGANTUNG DARI :
- Besarnya Beban yang Diterima Pondasi
- Daya Dukung dan Sifat Tanah
- Kedalaman Tanah dasar yang baik

TIPE PONDASI YANG BISA DIBUNAKAN :


- Pondasi Langsung
- Pondasi Sumuran
- Pondasi Tiang
- Caisson

DALAM MERENCANAKAN PONDASI PERLU MEMPERHITUNG - KAN


KEMUNGKINAN TERJADINYA UPLIFT PADA PONDSI
STABILITAS STRUKTUR RANGKA TERBUKA
Khususnya Stabilitas Tekuk Arah Tegak Lurus Bidang
Rangka
C
y=1

nl
y=1

C
N
dR = (R/l) dx = (C/l) y dx
y = yo Cos (px/y)
R=C y N
v/2 v/2
Q Q
N
x Q=yo dR = (C/l)yo Cos {(px)/v} dx
y yo N
o o
v
Q = (C v )yo / p l
STABILITAS STRUKTUR RANGKA TERBUKA
Khususnya Stabilitas Tekuk Arah Tegak Lurus Bidang
Rangka
v/2

Momen di tengah = N yo – Q v/2 + x dR


o
E I y’’ = - M Untuk x=O, maka E I {y’’}x=o =
v/2
- Nc yo + Q v/2 - x dR
MENGHASILKAN
o
2 2
p EI C v
Nc = +
v
2
p 2
l
2 2
dNc 2p EI 2C v =
Nc min = 0, + 2 0
p l
2
dv v
STABILITAS STRUKTUR RANGKA TERBUKA
Khususnya Stabilitas Tekuk Arah Tegak Lurus Bidang
Rangka

4 E I l
v= p C v = Panjang Tekuk

Bila v disubstitusikan ke pers. Nc, maka akan didapatkan :

2 EI l
C p
2
p EI + C = 2
C EI
Nc =
EI l
2
p l l
2
p C
Nc adalah Gaya Normal Kritis Batang Atas
Sehingga bila diberikan angka keamanan 5, maka 5 Sbatang
atas harus lebih kecil atau sama dengan Nc
STABILITAS STRUKTUR RANGKA TERBUKA
Khususnya Stabilitas Tekuk Arah Tegak Lurus Bidang
Rangka
a1 a 0
H 3
H h2 M b/2 H h1 b
a1 = f = =
3 E Iv E Ig 2 E Ig
Iv h2
2
H h1 b
h1 a0 = f h1 =
2 E Ig
3
h2 h1 b
Ig f a 0 + a1 = H +
3 E Iv 2 E Ig

C a 0 + a1 = H C = H / a 0 + a1
b/2 b/2
1
Ig f C =
3
h2 h1 b
+
b/2 M = H h1 3 E Iv 2 E Ig
LATIHAN PERHITUNGAN
STABILITAS BATANG ATAS JEMBATAN RANGKA BATANG

Mata Kuliah : Konstruksi Jembatan


Lakukan pemeriksanaan stabilitas batang atas dari jembatan
rangka batang baja, bila diketahui beberapa hal sebagai berikut :
- Lebar Jembatan = 7m
- Modulus Elastisitas Batang = 2.000.000 kg/cm2
- Momen Inersia Batang Atas (Ix) = 66.600 cm4
- Momen Inersia Batang Atas (Iy) = 22.400 cm4
- Momen Inersia Batang Vertikal (Ix) = 56.000 cm4
- Momen Inersia Batang Vertikal (Iy) = 20.000 cm4
- Momen Inersia Batang Melintang (Ix) = 201.000 cm4
- Momen Inersia Batang Melintang (Iy) = 10.800 cm4
- Tinggi Stiffener = 60 cm
- Tinggi Rangka = 650 cm
- Gaya Batang Atas Rangka = 200 Ton
- Safety Factor = 5
- Jarak antar Gel. Melintang = 5m
STABILITAS STRUKTUR JEMBATAN
Khususnya Stabilitas Terhadap Guling
p

W
V

j
h

R P G
B t
b b

B.b + P.p – V.j – G.t – W.h


R= > 0
2.b
KONSEP PERHITUNGAN PILAR
Beban yang harus diperhitungkan :
1. Beban Mati
2. Beban Hidup termasuk pengaruh eksentrisitas
3. Impact effect
4. Uplift
5. Beban Arus
6. Beban Angin
7. Beban Gelombang
8. Beban Longitudinal akibat Rem, Traktive, gaya gesekan pada
perletakan
9. Beban Gempa
BEBAN LAIN YANG PERLU
DIPERHITUNGKAN
PADA BANGUNAN BAWAH
JEMBATAN
AKSI TETAP PADA BANGUNAN BAWAH

BEBAN PENGARUH PRATEGANG


BEBAN TEKANAN TANAH
AKSI LALU LINTAS PADA
BANGUNAN BAWAH
CARA MELETAKKAN BEBAN UDL
DAN KEL SEPANJANG JEMBATAN
Pada arah memanjang jembatan, cara meletakkan beban UDL
dan KEL harus diatur sedemikian rupa sehingga mendapatkan
reaksi yang maksimum
KEL
UDL

UDL KEL

KEL
UDL
AKSI LINGKUNGAN LAINNYA
PADA BANGUNAN BAWAH
JEMBATAN
AKSI LINGKUNGAN PADA
BANGUNAN BAWAH

1. BEBAN TUMBUKAN
2. ALIRAN AIR DAN BENDA HANYUTANDAN TUMBUKAN
DENGAN BATANG KAYU
3. TEKANAN HIDROSTATIS DAN GAYA APUNG
BEBAN TUMBUKAN PADA
PENYANGGA JEMBATAN
Berdasarkan pasal 8.10.2
Kecuali jembatan yang dilindungi dengan pelindung jembatan,
semua kepala jembatan dan pilar dengan dalam jarak 9000
mm dari tepi jalan, atau dalam jarak 15000 mm dari sumbu rel
harus direncanakan untuk mampu memikul beban static
ekivalen sebesar 1800 kN, yang diasumsikan mempunyai arah
sembarang dalam bidang horizontal, bekerja pada ketinggian
1200 mm di atas permukaan tanah.
ALIRAN AIR
ADANYA ALIRAN AIR YANG DERAS DAN BENDA HANYUTAN YANG
MUNGKIN DAPAT MERUSAKKAN JEMBATAN TERUTAMA PADA PILAR,
MAKA PERLU DIPERHITUNGKAN DALAM PERENCANAAN YANG BERUPA
GAYA SERET SEJAJAR ALIRAN DAN TEGAK LURUS ALIRAN YANG
BESARNYA :
GAYA SEJAJAR ALIRAN TEF1 = 0.5 CD (VS)2 Ad kN
GAYA TEGAK LURUS ALIRAN TEF2 = 0.5 CL (VS)2 AL kN
CD = Koefisien Seret ; CL = Coefisien Angkat
VS = Kecepatan Aliran
Ad = Luasan Proyeksi Tegak Lurus Aliran
AL = Luasan Proyeksi Sejajar Aliran
KOEFISIEN – KOEFISIEN TERSEBUT DAPAT DILIHAT SNI 1725:2016 PASAL
9.4, Tabel 25
Tabel 23 – Koefisien seret (CD) dan angkat (CL) untuk berbagai bentuk pilar
TUMBUKAN BENDA HANYUTAN
AKIBAT ADANYA BENDA ATAU BATANG KAYU YANG HANYUT
DIMUNGKINKAN DAPAT MENUMBUK PILAR. SEHINGGA HARUS
DIPERHITUNGKAN DENGAN RUMUS :
TEF = M (VS)2 / d
M = Masa Batang Kayu atau = 2 ton
d = dapat dilihat pada tabel 26 pada SNI 1725:2016
Tabel 26 – Lendutan ekivalen untuk tumbukan batang kayu

TIPE PILAR d (m)

Pilar Beton Masif 0.075


Tiang Beton Perancah 0.150
Tiang Kayu Perancah 0.300
Tabel 25 – Periode ulang banjir untuk kecepatan rencana air

PERIODE ULANG
KEADAAN BATAS FAKTOR BEBAN
BANJIR
DAYA LAYAN UNTUK
20 TAHUN 1.0
SEMUA JEMBATAN
ULTIMATE :

JEMBATAN BESAR DAN 100 TAHUN 2.0


PANJANG
JEMBATAN PERMANEN 50 TAHUN 1.5

GORONG – GORONG 50 TAHUN 1.0

JEMBATAN SEMENTARA 20 TAHUN 1.5


TEKANAN HIDROSTATIS DAN GAYA APUNG
Berdasarkan pasal 9.5 - adanya perbedaan tinggi muka air yang
mungkin terjadi selama umur bangunan, akan menyebabkan
timbulnya tekanan hidrostatis dan gaya apung pada bangunan
yang harus diperhitungkan dalam perencanaan.

Tabel 27 – Faktor beban akibat tekanan hidrostatis dan gaya apung

FAKTOR BEBAN TEKANAN HIDROSTATIS DAN GAYA APUNG


(Transient)

EU
s
 EU
u
biasa  EUu terkurangi
1.0 1.0 (1.1) 1.0 (0.9)
PENGARUH
GEMPA
BEBAN GEMPA – RSNI 2833:201X
Berdasarkan RSNI 2833:201X pasal 5
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemampuan kecil untuk runtuh namyn
dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhada pelayanan akibat
gempa dengan kemungkinan terlampaui 7% dalam 75 tahun.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian
antara koefisien respons elastic (Csm) dengan berat struktur ekuivalen yang kemudian
dimodifikasi dengan factor modifikasi respon (R) dengan formulasi sebagai berikut :

𝑪𝒔𝒎
EQ = . 𝑾𝒕
𝑹
Keterangan
EQ : gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm : koefisien respons gempa elastic pada mode getar ke-m
R : factor modifikasi respons
Wt : berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang sesua (kN)
Menentukan nilai Csm
Nilai Csm didapatkan berdasarkan pasal 5.4.1 dan 5.4.2.
Pasal 5.4.1 menjelaskan tentang Respon Spektrum Rencana (respon maksimum dari system
berderajat tunggal pada berbagai frekuensi alami (periode alami) teredam akibat suatu
goyangan tanah.
Berikut ini adalah gambar respon spektrum rencana

Diperlukan untuk membuat


respon spektra
Menentukan nilai Csm
Pengaruh Situs (Pasal 5.3)
• Klasifikasi situs pada pasal ini ditentukan untuk lapisan setebal 30 m
sesuai dengan yang didasarkan pada korelalasi hasil penyelidikan
tanah di laboratorium, berdasarkan tabel 2 sebagai berikut:
Menentukan nilai As
As = FPGA x PGA
Nilai PGA mengacu pada peta Gempa Indonesia
2010, atau dalam RSNI 2833:201X pada Gambar 4
FPGA mengacu pada Tabel 3
Sebagai contoh :
Kota Surabaya, dari gambar 4, diketahui nilai PGA = 0,25 – 0,3 g
(semisal digunakan PGA = 0,25 g)
Dari data tanah diketahui kelas situs SE (tanah lunak)
PGA = 0,25

Jika digunakan interpolasi linier, maka Kota Surabaya:


nilai PGA = 0,25 g
pada kelas situs tanah Lunak, akan memiliki
nilai FPGA = 1,45
sehingga :
As = 1,45 x 0,25 = 0,3625
Menentukan nilai SDS
SDS = Fa x Ss
Nilai Ss mengacu pada peta Gempa Indonesia 2010,
atau dalam RSNI 2833:201X pada Gambar 5
Fa mengacu pada Tabel 3
Sebagai contoh :
Kota Surabaya, dari gambar 5, diketahui nilai Ss = 0,4 – 0,5 g
(semisal digunakan = 0,4 g)
Dari data tanah diketahui kelas situs SE (tanah lunak)
Ss = 0,4

Jika digunakan interpolasi linier, maka Kota Surabaya:


nilai Ss = 0,4 g
pada kelas situs tanah Lunak, akan memiliki
nilai Fa = 2,02
sehingga :
SDS = 2,02 x 0,4 = 0,808
Menentukan nilai SD1
SD1 = Fv x S1
Nilai S1 mengacu pada peta Gempa Indonesia 2010,
atau dalam RSNI 2833:201X pada Gambar 6
Fv mengacu pada Tabel 3
Sebagai contoh :
Kota Surabaya, dari gambar 6, diketahui nilai S1 = 0,2 – 0,25 g
(semisal digunakan = 0,2 g)
Dari data tanah diketahui kelas situs SE (tanah lunak)
Ss = 0,4

Jika digunakan interpolasi linier, maka Kota Surabaya:


nilai S1 = 0,2 g
pada kelas situs tanah Lunak, akan memiliki
nilai Fv = 3,2
sehingga :
SD1 = 3,2 x 0,2 = 0,64

Sehingga
Ts = SD1/ SDS= 0,64/0,808=0,792
T0 = 0,2 Ts = 0,158
Respon Spektra Rencana Kota Surabaya
Csm = SDS untuk kondisi kritis
SDS = 0,808

SD1 = 0,808

As = 0,362

Ts = 0,792
T0 =0,158
Menentukan nilai R
Sesuai dengan pasal 5.7 RSNI 2833:RSNI 201X
maka gunakan tabel 6 dan tabel 7 untuk menentukan nilai R
Kombinasi pengaruh gaya gempa
Berdasarkan pasal 5.8 , maka kombinasi pengaruh gaya
gempa ditentukan sebagai berikut:
MATERIAL JEMBATAN
DAN
JENIS JEMBATAN
BENTANG PENDEK
LAINNYA
MATERIAL JEMBATAN
1. BAJA
2. BETON
3. KAYU
4. DURALUMIN

BAJA DURALUMIN BETON


SS. 41 A.6061 FC. 240 KAYU

Kerapatan (t/m3) 7.85 2.70 2.40 0.50

s ijin Tekan (kg/cm2) 1600 1500 80 60

s ijin Tarik (kg/cm2) 1600 1500 - 70


Teg. Geser (kg/cm2) 924 867 7.4 - 14.8 5
Modulus Elastisitas (E)
(t/cm2) 2100 700 230 70

s Tekan / Kerapatan
(Specific Strength) 204 567 33 120

E / s Tekan 1.31 0.47 2.28 1.16


MACAM – MACAM JEMBATAN BENTANG PENDEK LAINNYA
1. JEMBATAN GELAGAR BAJA JALAN RAYA
- UNTUK BENTANG SAMPAI DENGAN 25 m
- KONSTRUKSI PEMIKUL UTAMA BERUPA BALOK MEMANJANG YANG
DIPASANG SEJARAK 45 cm – 100 cm.
- LANTAI KENDARAAN BERADA DI ATAS
- PELAT LANTAI KENDARAAN BISA TERBUAT DARI :
• Kayu ditutup aspal
• Baja + beton ditutup aspal
- GELAGAR MELINTANG SEBAGAI PEMBAGI BEBAN
- IKATAN ANGIN DAN IKATAN REM BERADA DI BAWAH LANTAI
KENDARAAN. TIDAK ADA IKATAN ANGIN ATAS
- BANGUNAN BAWAH YANG TERDIRI DARI KEPALA JEMBATAN (ABUTMEN)
DAN PILAR (PIER)
- ABUTMEN DAN PIER DAPAT BERFUNGSI SEBAGAI PONDASI
BILA TANAHNYA CUKUP BAIK DAN BISA DIRENCANAKAN
SEBAGAI PONDASI LANGSUNG

RAILING
PAGAR

TROTOAR

LANTAI KENDARAAN

BALOK MELINTANG
BALOK MEMANJANG

TAMPAK MELINTANG JEMBATAN


IKATAN REM

IKATAN ANGIN

BALOK MEMANJANG
PANGKAL JEMBATAN

BALOK MELINTANG
- IKATAN REM BISA DIPASANG DI SALAH SATU UJUNG, DI
KEDUA UJUNG ATAU DI TENGAH
2. JEMBATAN GELAGAR BAJA KOMPOSIT
- UNTUK BENTANG SAMPAI DENGAN 30 M
- KOMPONENNYA SAMA DENGAN JEMBATAN GELAGAR BAJA BIASA
- LANTAI KENDARAAN DARI BETON BERTULANG YANG MENYATU
DENGAN GELAGAR MEMANJANG DAN DISATUKAN DENGAN
PENGHUBUNG GESER (Shear Connector)
- TIDAK MEMERLUKAN IKATAN REM
- HANYA ADA IKATAN ANGIN BAWAH
- BILA LANTAI KENDARAANNYA TERBUAT DARI BETON BERTULANG,
MAKA IKATAN ANGIN HANYA DIPERLUKAN PADA SAAT PENDIRIAN,
NAMUN DI LAPANGAN SERING DIPASANG SECARA PERMANEN
- BILA LANTAI KENDARAANNYA TERBUAT DARI KAYU, MAKA IKATAN
ANGIN DAN IKATAN REM MUTLAK DIPERLUKAN
RAILING
PAGAR

TROTOAR

LANTAI KENDARAAN

BALOK MELINTANG
BALOK MEMANJANG

SHEAR CONNECTOR
KEUNTUNGAN KOMPOSIT
- Dapat mengurangi berat baja
- Dapat mengurangi tinggi profil
- Kekakuan lantai lebih besar
- Untuk profil yang telah ditetapkan dapat mencapai bentang
yang lebih besar
- Keamampuan menerima beban lebih besar

KELEMAHAN KOMPOSIT
- Kekakuan tidak konstan, untuk daerah momen negatif, pelat
beton tidak dianggap bekerja
- Pada jangka panjang, terjadi defleksi yang cukup besar
3. JEMBATAN BAJA PLATE GIRDER DAN
BOX GIRDER
- UNTUK PLATE GIRDER BISA SAMPAI BENTANG 35 M
- UNTUK BOX GIRDER BISA SAMPAI BENTANG 40 M
- KOMPONENNYA SAMA DENGAN JEMBATAN BALOK BAJA
- LANTAI KENDARAANNYA BIASANYA KOMPOSIT DENGAN BALOK
MEMANJANG DAN TERBUAT DARI BETON BERTULANG
- LANTAI KENDARAAN BISA DI ATAS, DI TENGAH ATAU DI BAWAH
- BALOK MEMANJANG TERBUAT DARI SUSUNAN PELAT BAJA
- TIDAK MEMERLUKAN IKATAN REM
- HANYA ADA IKATAN ANGIN BAWAH
- UNTUK LANTAI KENDARAAN BERADA DI ATAS, PERLU DIPASANG
IKATAN SILANG
- UNTUK LANTAI KENDARAAN DI BAWAH PERLU PENGAKU
VERTIKAL
- BILA LANTAI KENDARAANNYA TERBUAT DARI BETON
BERTULANG, MAKA IKATAN ANGIN HANYA DIPERLUKAN PADA
SAAT PENDIRIAN, NAMUN DI LAPANGAN SERING DIPASANG
SECARA PERMANEN
- BILA LANTAI KENDARAANNYA TERBUAT DARI KAYU, MAKA
IKATAN ANGIN DAN IKATAN REM MUTLAK DIPERLUKAN

L.K. DI ATAS

PENGAKU

IKATAN SILANG L.K. DI BAWAH


TAMPAK SAMPING PLATE GIRDER

PENAMPANG PLATE GIRDER


TAMPAK SAMPING BOX GIRDER

PENAMPANG BOX GIRDER


Plat sayap

Plat badan

Stiffner

Paku keling
6 plat
4 plat

Bentang tengah

Sambungan dari 3 plat ke 4 plat Sambungan dari 2 plat ke 3 plat

Bentang tepi
- JEMBATAN PLATE GIRDER BIASANYA DIGUNAKAN UNTUK JEMBATAN
KERETA API
- UNTUK JEMBATAN KA BIASANYA DIBUAT JEMBATAN GANDA YANG
DIHUBUNGKAN DENGAN IKATAN TUMBUK

REL KA

BALOK IKATAN
MELINTANG TUMBUK

BALOK MEMANJANG
4. GIRDER HYBRID

- GIRDER HYBRID TERSUSUN DARI PELAT


YANG DIHUBUNGKAN DENGAN LAS, DIMANA
MUTU SAYAP (FLENS) LEBIH TINGGI DARI
MUTU BADANNYA
- GIRDER HYBRID BISA KOMPOSIT ATAU TIDAK
KOMPOSIT
- UNTUK NON KOMPOSIT :
a. Mutu Flens atas dan bawah SAMA
b. Mutu Badan < Mutu Flens namun tidak lebih
rendah dari 35 %
c. Luas Flens tekan > Flens tarik
- UNTUK KOMPOSIT :
a. Mutu Flens atas < Flens bawah, namun tidak lebih
rendah dari 35% mutu flens bawah
b. Mutu Badan < Mutu Flens atas, namun tidak lebih
rendah dari 35 % mutu Flens atas
c. Luas Flens tekan < Flens tarik

Mutu > >


Sambungan Las

NON KOMPOSIT KOMPOSIT


5. JEMBATAN ORTHOTROPIC
(Orthogonal – Anisotropic)
- JEMBATAN ORTHOTROPIC ADALAH JEMBATAN
YANG LANTAI KENDARAANNYA MENJADI SATU
KESATUAN DENGAN RUSUK MEMANJANG DAN
RUSUK MELINTANGNYA
- KEKAKUAN RUSUK MEMANJANG DAN RUSUK
MELINTANGNYA TIDAK SAMA (Anisotropic)
- RUSUK MEMANJANG BIASANYA TEGAK LURUS
DENGAN RUSUK MELINTANGNYA (Orthogonal)
- SISI ATAS LANTAI KENDARAAN PERLU DIBERI
LAPISAN AUS DAN LAPISAN ANTI KARAT
- RUSUK MEMANJANG BISA BERUPA RUSUK
TERBUKA ATAU RUSUK TERTUTUP
LANTAI ORTHOTROPIC

RUSUK TERBUKA RUSUK TERTUTUP


6. JEMBATAN BALOK BETON BERTULANG
- PEMIKUL UTAMANYA BERUPA BALOK BETON
BERTULANG
- PEMIKUL UTAMA BISA DICOR DITEMPAT (Cast In
Situ) DENGAN MENGGUNAKAN BEKISTING DAN
PERANCAH ATAU DENGAN SISTEM PRACETAK
- PELAT LANTAI KENDARAAN KOMPOSIT DENGAN
BALOK MEMANJANG YANG DICOR SETELAH
BALOKNYA SELESAI DIBUAT ATAU SETELAH
DIANGKAT BILA BALOKNYA PRACETAK
- PELAT LANTAI BISA DIBUAT SISTEM CAST IN SITU
ATAU SISTEM PRACETAK SEBAGIAN
- BALOK MELINTANG SEBAGAI PEMBAGI BEBAN
- TIDAK MEMERLUKAN IKATAN ANGIN DAN IKATAN
REM
- BANGUNAN BAWAH TERDIRI DARI KEPALA
JEMBATAN DAN PILAR
JEMBATAN BALOK BETON BERTULANG

LANTAI KENDARAAN CAST IN SITU

RAILING
PAGAR

CAST IN SITU PRACETAK

TROTOAR
LANTAI KENDARAAN PRACETAK SEBAGIAN

BALOK MEMANJANG
BALOK MELINTANG
SHEAR CONNECTOR

LANTAI KENDARAAN LANTAI KENDARAAN


PRACETAK SEBAGIAN CAST IN SITU
7. JEMBATAN BALOK BETON PRATEKAN

- BISA SAMPAI BENTANG 40 M


- PEMIKUL UTAMANYA BERUPA BALOK BETON PRATEKAN YANG DIPASANG
DENGAN JARAK ANTARA 100 cm – 200 cm
- PEMIKUL UTAMA DIBUAT SECARA PRACETAK SEGMENTAL ATAU UTUH
SEPANJANG BENTANG
- PELAT LANTAI KENDARAAN KOMPOSIT DENGAN BALOK MEMANJANG
YANG DICOR SETELAH BALOKNYA SELESAI DIANGKAT
- PELAT LANTAI BISA DIBUAT SISTEM CAST IN SITU ATAU SISTEM PRACETAK
SEBAGIAN
- BALOK MELINTANG SEBAGAI PEMBAGI BEBAN, YANG DIBUAT SECARA
PRACETAK DAN BIASA DISEBUT DIAFRAGMA
- TIDAK MEMERLUKAN IKATAN ANGIN DAN IKATAN REM
- BANGUNAN BAWAH TERDIRI DARI KEPALA JEMBATAN DAN PILAR
KABEL BALOK PRATEKAN SEGMENTAL
A PRATEKAN B

ANGKER

SHEAR CONNECTOR

POTONGAN A POTONGAN B
ANGKER MATI
ANGKER MATI
MODEL LUBANG TENDON
MODEL ANGKER HIDUP
MODEL ANGKER HIDUP
PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN
1. DIPILIH LINTASAN YANG SEMPIT DAN STABIL
2. ALIRAN AIR YANG LURUS
3. TEBING TEPIAN YANG CUKUP TINGGI DAN STABIL
4. KONDISI TANAH DASAR YANG BAIK
5. SUMBU SUNGAI DAN SUMBU JEMBATAN DIUSAHAKAN TEGAK
LURUS
6. RINTANGAN MINIMUM PADA WATERWAY
7. DIPILIH LOKASI YANG TIDAK MEMERLUKAN PERLINDUNGAN
PROFIL
8. DIUSAHAKAN SESEDIKIT MUNGKIN PEKERJAAN DI BAWAH AIR
9. DIPILIH FREE BOARD YANG CUKUP BESAR
10. APPROACH YANG LURUS DAN KUAT
11. JAUH DARI ANAK SUNGAI
12. DEKAT DENGAN JALUR KOMUNIKASI
PENENTUAN ELEVASI TERTINGGI
MUKA AIR
- Melalui Pengamatan di Lapangan
- Perhitungan Debit Maksimum Sungai

PENENTUAN TINGGI BEBAS


- Perletakan dan Bangunan Atas Harus Bebas dari Air
- Jarak Tepi bagian bawah jembatan dengan Muka Air Tertinggi
harus memperhitungkan kemungkinan benda yang akan lewat.
Biasanya ditentukan dengan PERDA atau ditentukan
berdasarkan besarnya debit air (m3/det) yang lewat.

Q < 0.3 H=150 mm Q < 300 H=900 mm


Q<3 H=450 mm Q < 3000 H=1200 mm
Q < 30 H=600 mm Q > 3000 H=1500 mm
DATA YANG DIPERLUKAN UNTUK
PEMILIHAN LOKASI JEMBATAN
- PETA INDEX Skala 1 : 50.000
- PETA CONTOUR Skala 1 : 1000
- SITE PLAN Skala 1 : 1000
- GAMBAR POTONGAN MELINTANG LOKASI JEMBATAN dengan Skala 1:
1000 untuk horizontal dan 1 :100 untuk vertikal
- GAMBAR ALTERBATIF LOKASI JEMBATAN termasuk gambar
POTONGANNYA
- DATA HIDROLIK LOKASI JEMBATAN
- DATA GEOLOGI
- DATA MUSIM
- SKEMA PEMBEBANAN
PEMILIHAN TIPE JEMBATAN
PEMILIHAN TIPE JEMBATAN DAPAT DILAKUKAN DENGAN MENINJAU
BEBERAPA HAL SEBAGAI BERIKUT :
1. UMUR JEMBATAN : - Sementara
- Tetap
2. MATERIAL : Baja, Beton atau Kayu
3. KEDUDUKAN : Tetap atau Bergerak
4. LANTAI KENDARAAN : - Submersible
- Non Submersible :- L.K. di atas
- L.K. di
tengah
- L.K. di
bawah
5. JENIS LALU LINTAS : - Orang
- Umum
- KA
- Air
PEMILIHAN TIPE JEMBATAN
6. SISTEM STATIK : - Statis Tertentu
- Statis Tak Tentu
7. BENTUK STRUKTUR :
- Gelagar Baja
- Gelagar Baja Komposit
- Gelagar Dinding Penuh
(Plate Girder)
- Box Girder
- Beton Bertulang
- Beton Pratekan
- Rangka BatangUntuk bentang Panjang
- Busur
- Kabel
PENENTUAN BENTANG EKONOMIS
PENGERTIAN BENTANG EKONOMIS :
Bentang ekonomis adalah bentang jembatan yang
memberikan harga termurah.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIAYA JEMBATAN


- Harga Material Bangunan
- Tenaga Kerja yang Berpengalaman
- Panjang Bentang
- Sifat Aliran
- Kondisi Cuaca
PENENTUAN BENTANG EKONOMIS
CARA MENENTUKAN BENTANG EKONOMIS
Asumsi :
- Jembatan terdiri dari beberapa bentang yang sama
- Biaya konstruksi pemikul dan ikatan angin,
sebanding dengan kuadrad bentang
- Biaya lantai kendaraan berbanding lurus dengan
bentang
- Biaya pilar konstan
- Biaya tembok pangkal termasuk sayapnya konstan
BIAYA TOTAL JEMBATAN (K)

+ H2 V
K = 2A + (n-1)P + n + W2
n n n

b = Harga bangunan atas untuk bentang l = L/n


-1
K = 2A + nP – P + (H + W) n + V
dK
=0 P – 12 (H + W) = 0
dn n
1 1 V
P= 2(H + W) P 2(H + W) +
n n n

BENTANG EKONOMIS AKAN DICAPAI BILA HARGA SATU PILAR


MENDEKATI SAMA DENGAN HARGA SATU BENTANG JEMBATAN
UNTUK VIADUCT BENTANG
EKONOMIS
Harga Satu Pilar (P) = a h + bhl AKAN
Bila l = 0, maka P = ah DICAPAI BILA
Harga Jembatan HARGA SATU
PILAR
K = 2A + (n – 1)P + n H + W + V MENDEKATI
2 2 SAMA
n n n
-1
DENGAN
K = 2A + (n – 1) ( a h + b+h L) (H + W) n + V HARGA SATU
BENTANG
Untuk Penyederhanaan (n – 1) = n
JEMBATAN
dK 1 (H + W) = 0
=0 ah - – 2
dn n
1 (H + W)
ah = – 2
n
1 (H + W) + V
Bila l = 0, maka ah + bhl –
n2 n
KETERANGAN :
K = Harga Total Jembatan
L = Bentang Total Jembatan
l = Panjang Satu Bentang Jembatan = L / l
n = Jumlah Bentang Jembatan
H= Harga Pemikul Utama untuk Bentang L
W = Harga Ikatan Angin untuk Bentang L
V = Harga Lantai Kendaraan untuk Bentang L
B= Harga Bangunan Atas untuk Bentang L = H + W + V
b = Harga Bangunan Atas untuk Bentang l

H + W + V
=
n2 n2 n
h = Tinggi Pilar
SEJARAH
JEMBATAN
SEJARAH JEMBATAN
Jembatan dari rangkaiann akar pohon

Jungle Bridge
Natural Rock Arches
Packhorse Bridge Wasdale Head, Cumbria - England
Roman Bridge Danube in the Province of Dacia (Now in Romania) in c. AD100
Allahverdi Khan Bridge Persia, 1597
The Pons Fabricius Rome, 62 BC
Charles Labelye’s Westminster Bridge
London - England, 1734
The An Ji Bridge
Zhao Xian, Hebei Province – China, 7 Th Century
The Jade Belt Stone Bridge Beijing
The Ironbridge, Coalbrookdale
England, 1779
The First Suspension Bridge Design
By James Finley, 1810
Telford’s Bonar bridge
Tahun 1815
The ST. Louis Bridge
USA, 1874
American Rail road
Virginia , 1875
The Fort Rail Bridge
Scotland, 1889
Plougaste Bridge
France 1930
Plougaste Bridge
France, 1930
AMSTERDAM
ALEXANDRE III BRIDGE- PARIS
PARIS – S. SEINE
IENA BRIDGE - PARIS
JEMBATAN BERGERAK - AMSTERDAM
PASSERELLE DEBILLY BRIDGE- PARIS
PASSERELLE DEBILLY BRIDGE- PARIS
PASSERELLE DEBILLY BRIDGE- PARIS
Malam Hari
INVALIDES BRIDGE- PARIS
DE LA CONCORDE BRIDGE- PARIS
BIR HAKEIM BRIDGE- PARIS
The Sunshine Skyway Bridge
USA 1930
The ST. Nazaire Bridge
France 1974
Moving Bridge
London - England, 1976
The George Washington Bridge
New York – USA , 20Th Century
The Great Belt Link
Denmark 1998
PRESENTASI
TUGAS
TUGAS PRESENTASI
1. Amati jembatan yang menjadi topik masing – masing sesuai daftar
tugasnya dengan melakukan survey ke lokasi.
2. Buatlah bahasan atas hasil pengamatan saudara yang mencakup :
a. Lokasi
b. Jenis dan material jembatan
c. Ukuran panjang dan lebarnya
d. Komponen – komponen jembatan dan fungsinya masing - masing
e. Kerusakan atau kekurangan yang terjadi pada komponen –
komponennya dan apa akibatnya bila tidak segera diperbaiki ?
3. Bahasan dibuat dalam CD dan ditulis dalam Powerpoint
4. Masing – masing kelompok harus mempresentasikan hasil
pengamatannya.
5. Lengkapi dengan Gambar – gambar photo ataupun video yang dapat
menjelaskan hasil pengamatan saudara.

Anda mungkin juga menyukai