Anda di halaman 1dari 4

MEMPERSIAPKAN GENERASI YANG TANGGUH DAN BERTAQWA

Saat ini, betul betul terekam banyaknya kasus mengenaskan pada seputar problematika anak dan
remaja. Dalam catatan sungguh mencengangkan, walaupun tidak perlu disebutkan satu persatu.
Sungguh saat ini banyak generasi yang mengalami sakit secara mental psikologis sehingga
membahayakan sebagai generasi kelak di kemudian hari. Betapa anak-anak yang masih berusia
Sekolah Dasar banyak yang sudah terkena kasus narkoba, dst. Dalam konteks ini kita tentu tidak
bisa menyalahkan anak itu sendiri, mereka hanya sebagai korban bisnis dari sebuah lingkungan
zaman yang demikian rusak.

Secara naluriah, setiap orang tua tentu menginginkan untuk memiliki anak-anak yang
sholeh dan sholihah, cerdas dan berprestasi dalam bidang kehidupanya, dan kelak menjadi
pemimpinya kaum yang bertaqwa. Tentu sebaliknya, tidak ada satu orang tua pun yang
menghendaki anaknya menjadi rusak dan gagal. Hanya saja persoalanya adalah bagaimana
sebuah Visi yang mulia tersebut dapat terwujud, tentu bukan semudah membalik telapak tangan.

Memang berbicara dalam tataran ideal, generasi yang sukses adalah jika terdapat
dukungan dari lingkungan keluarga yang sehat, lingkungan masyarakat dan negara yang sehat.
Seperti halnya tokoh besar Ibnu Sina (Avicenna) telah hafal Al Quran dalam usia lima tahun;
Imam Syafii hafal Al Qur'an dalam usia tujuh tahun; Syekh Taqiyuddin An Nabhani hafal Al
Qur'an dalam usia tiga belas tahun, dst. Mereka semuanya kemudian tumbuh kembang menjadi
ulama besar dan mujtahid, generasi emas yang sangat luar biasa. Namun perlu dicatat bahwa
mereka adalah hidup pada lingkungan keluarga, masyarakat dan negara Islam yang sangat sehat
dan bergizi tinggi. Sementara dewasa ini anak dan remaja hidup dalam lingkungan sistem "air
yang keruh, berlimbah dan sarang penyakit"!!!

Namun demikian, bagi orang tua tetap harus bersemangat bagaimana menyelamatkan
generasi di tengah lingkungan seperti tersebut. Tentu saja, dengan tidak boleh menyerah
sedikitpun, sejuta cara wajib diusahakan. Sebab bagaimanapun anak merupakan amanah dari
Allah Swt. Jika ternyata orang tuanya abai dan lalai dalam mendidik sehingga menjadi generasi
yang rusak maka kelak akan dimintai pertanggung jawaban di sisi Allah Swt di hari kiamat.
Itulah kiranya perlu adanya sharing bagaimana menemukan sebuah metode dan teknik mencetak
Generasi Emas.

009. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)
mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.Hadirin Rohimakumullah.
Firman Allah yang baru kita simak bersama mengisyaratkan agar kita umat Islam memiliki
ekonomi yang kuat. Mari kita kaji secara mendalam. Imam Ibnu Katsir di dalam kitabnya Tafsir
Ibnu Katsir jilid ke-3 menyebutkan, bahwa sebab diturunkannya ayat ini berawal dari sebuah
pertanyaan Sa’ad bin Abi Waqash kepada Saidina Muhammad Rasulullah SAW. “ wahai
Rasulullah aku memiliki harta yang banyak akan tetapi pewarisku hanya satu orang anak, maka
bolehkah jika aku bersedekah dua pertiganya? Rasul menjawab : “tidak boleh”. Bolehkah jika
seperduanya? Rasul menjawab : “ tidak boleh”. Bagaimana jika sepertiganya? Rasul menjawab :
“ tidak boleh “ seraya melanjutkan perkataannya :

‫إنك إن تذر ورثتك األغنياء خير من أن تذرهم عالة يتكففون الناس‬

“ sungguh aku mengharapkan jika engkau dapat warisi keturunan yang kaya dan berharta dan
itulah yang terbaik dari pada engkau mewarisi keturunan yang lemah lagi papa serta hanya
mengharapkan belas kasih orang lain “

Kisah ini menjelaskan kepada kita bahwasanya Islam menginginkan agar setiap orangtua dapat
meninggalkan generasi penerus mereka dalam keadaaan yang kuat fisik, kuat mental, dan kuat
perekonomiannya.

Syekh Mustofa al-Maroghi menafsirkan kalimat “khoofu ‘alaihim”, sebagai suatu kekhawatiran
jikalau anak-anak hidup terlantar dan tersia-sia, kenapa demikian? Karena telah diketahui
bersama bahwa tolak ukur sejahtera tidak sejahteranya seseorang, makmur tidak makmurnya
seseorang dilihat dari keadaan ekonominya, apabila ekonominya baik, maka apa yang menjadi
hajat hidupnya akan mudah untuk didapatkan, akan tetapi jikalau ekonominya buruk maka secara
pasti apa yang menjadi hajat hidupnya akan sulit untuk terpenuhi.

Prof. Dr. BJ. Habibi mengatakan setidaknya ada lima kelamahan yang harus kita hindari, yakni
lemah harta, lemah fisik, lemah ilmu, lemah semangat hidup, dan yang sangat ditakutkan adalah
lemah akhlak. Hadirin jika lima kelemahan ini melekat pada generasi-generasi remaja dan
pemuda kita, saya yakin mereka bukan sebagai pelopor pembangunan melainkan sebagai firus
pembangunan, penghambat pembangunan, bahkan penghancur pembangunan. Padahal hadirin
dinegeri tercinta ini sejarah telah membuktikan sejak tahun 1908 masa kebangkitan nasional
sampai menjelang detik-detik proklamasi dikumandangkan berbagai organisasi kepemudaan,
seperti persatuan pelajar stofia, Trikoro Dharmo, Jong Islamanten Bond bahkan kita mengenal
Budi Utomo tokoh pemuda kharismatik, mereka semua menjadi The Grand Old Man istilah bung
Karno menjadi Stood Geeber bahkan menjadi The Founding Father pendiri, penggerak yang
mampu merebut kemerdekaan. Jika tanpa pemuda mustahil Indonesia ini merdeka. Demikian
ungkapan kekaguman Bung Karno terhadap generasi muda kita yang diabadikan oleh sejarah
perjuangan bangsa.

Sejarah tersebut mengajarkan kepada kita semua selaku remaja dan pemuda saat ini dan yang
akan datang agar memiliki semangat juang yang tinggi serta tanggung jawab yang penug
terhadap kelangsungan Nusa Bangsa dan Agama yang kita anut saat ini, sebab ‫سبان اليوم رجال الغد‬
The Young today is The leader tomorrow pemuda hari ini adalah jago-jagonya pemimpin yang
akan datang.

Dengan demikian hadirin, islam tidak mengenal istilah pemuda pengangguran, pemuda mejeng,
pemuda nangkring, tapi yang diinginkan oleh islam adalah pemuda-pemuda yang agresif,
inopatif, progresif, dan produktif. Dengan demikian, dapat kita fahami apabila kita giat berkerja,
rajin berusaha, dan gemar beramal artinya menuju masa depan yang cerah menjanjikan. Namun
jika remaja dan pemuda malas berkerja, enggan berusaha, dan tidak mau beramal artinya menuju
masa depan yang suram dan mengenaskan. Sebab :

‫الكسل ال يطعم العسل‬

“Insan yang pemalas tidak akan merasakan manisnya madu” melainkan akan tenggelam dalam
pahitnya empedu.No again without a paint tiada kebahagiaan tanpa lemah derita, tiada
perjuangan tanpa pengorbanan.

Jaman semakin berubah, Era modern menjadikan semuanya seperti bebas, yang terbanyak di
ikuti oleh para kaum muda, Untuk itu para orang tua perlu pandai mendidik, Karena anak
merupakan anugerah terindah bagi orang tua. Banyak pasangan suami istri yang
mengharapkannya tapi tak kunjung diberi, sementara banyak juga orang tua yang dengan mudah
memperolehnya. Tapi, mensia-siakannya. Anak memang anugerah, bahkan di dalam al-Qur’an
dikatakan sebagai perhiasan hidup, ”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan
dunia…”” (QS. al-Kahfi : 46). Bayangkan, jika hidup kita tanpa perhiasan, semuanya akan terasa
suram. Untuk itu kita patut bersyukur atas nikmat Allah yang dititipkannya melalui anak-anak
kita. Rasa syukur itu dapat kita wujudkan dengan mengasuh dan mendidik mereka berlandaskan
fitrah dan kasih sayang.

Selain sebagai anugerah, anak diberikan kepada orang tuanya sebagai amanah ”pesan/titipan”
untuk dipelihara, dididik dan dibina agar berkualitas dan tangguh. Seperti diperintahkan dalam
al-Qur’an

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhiyanati Allah dan Rasul, dan janganlah
kamu mengkhiyanati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kamu, sedang kamu
mengetahui, dan ketahuilah, bahwa harta kamu dan anak-anak kamu hanyalah cobaan dan
sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar (QS. 8: 27-28).
Lalu bagaimana cara orang tua mendidik anak agar menjadikan anaknya menjadi pribadi yang
berkualitas, tangguh dan terutama menjadi anak yang sholeh (Sholehah) sesuai sabda rasulullah
s.a.w :

“Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga
perkara yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakan
untuknya.” (HR. Muslim)

Adapun caranya sebagai berikut :

1. Menjadikan Nabi sebagai panutan


Dengan banyak menceritakan prilaku-prilaku para nabi dari usia dini, insya’allah anak akan
turut mencontoh prilakuny, karena para nabi merupakan sosok yang paling baik, santun terhadap
sesama, pintar, taat beribadah, beradab mulia dan bijaksana.

2. Mengenalkan sholat
Sholat merupakan tiangnya agama, dengan sholat akan menjauhkan dari sifat keji dan munkar,
sebaiknya didiklah anak semenjak usia dini agar mereka kelak terbiasa dalam mengerjakan
sholat, karena dengan terbiasa sholat mereka akan takut terhadap kemaksiatan yang akan
merusak semua pahala amal ibadahnya.

3. Tilawah al-quran
Tilawah artinya membaca, perkenalkan mereka al-quran semenjak dini, dengan mengajarkannya
alquran dan membacanya setiap hari baik bersama anak maupun orang tua pribadi, insyaallah al-
quran akan menjadi Syifa “Obat” dari segala macam penyakit termasuk penyakit hati, juga dapat
menjadi penuntun hidup anak dan keluarga.

4. Makanan yang halal


Usaha yang haram maka akan menjadi haram, sebaliknya dari hasil usaha yang halal maka akan
menjadi halal dan berkah, jangan sekali-kali memberikan anak makanan dari hasil/cara yang
dilarang agama, seperti mencuri, korupsi, menipu atau pun dari orang lain yang merasa tak
ikhlas, karena hanya akan menjadi nanah bukan darah, yang kemungkinan besar akan merusak
perilaku dan watak anak, menjadi bodoh, jahat atau durhaka.

5. Pendidikan yang baik


Orang tua merupakan watak dan perilaku terpenting perannya dalam hal mendidik anak, namun
pendidikan Extern (Pengajian, pesantren, sekolah/kampus) juga tak kalah pentingnya bagi masa
depan sang anak, untuk itu antara orang tua dan pihak sekolah harus bekerjasama dalam hal
mendidik anak, pada dasarnya semua sekolah sama, menjanjikan yang terbaik untuk para peserta
didiknya, mereka semua tak ingin mengecewakan reputasi kerjanya sebagai pendidik, hanya saja
sering kali kita dengar banyak kenakalan-kenakalan remaja selama ini, entah tawuran atau hal
lain, nah untuk itu peran kejiwaan dasarnya adalah orang tua, karena sekalipun orang tua
memasukannya pada sekolah yang bersifat religius tapi mereka merasa tak nyaman atau
mendapatkan tekanan baik dari sekolah atau orang tua, itu hanya akan membuat mereka semakin
nakal.

Anda mungkin juga menyukai