Anda di halaman 1dari 266

TUGAS BESAR

PERENCANAAN STRUKTUR BAJA

PERENCANAAN STRUKTUR
BANGUNAN GEDUNG DPR TIGA
LANTAI DI KOTA PARIAMAN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
Andi Putra Pratama R. (07201009)
Desy Fitriani (07201021)
Kholik Abdul Azis Muhri (07201045)
Raditya Satria Dewantara (07201065)

Dosen Pengampu

Andina Prima Putri, S.T., M.Eng.


NIP: 198910042019032022

Dosen Asistensi

Andina Prima Putri, S.T., M.Eng.


NIP: 198910042019032022

Program Studi Teknik Sipil


Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Kalimantan
Balikpapan, 2022
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS BESAR
PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN BAJA
GEDUNG DPR TIGA LANTAI DI KOTA PARIAMAN

Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah Perencanaan
Struktur Bangunan Baja
Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Kalimantan

Disusun Oleh:

Andi Putra Pratama (07201009)

Desy Fitriani (07201021)

Kholik Abdul Azis Muhri (07203045)

Raditya Satria Dewantara (07201065)

Telah Disetujui dan Disahkan Oleh:

Balikpapan, Desember 2022

Dosen Pengampu Mata Kuliah Dosen Asistensi Tugas Besar

Andina Prima Putri, S.T., M.Eng. Andina Prima Putri, S.T., M.Eng.
NIP: 198910042019032022 NIP: 198910042019032022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tugas besar pada
mata kuliah Perencanaan Struktur Baja dengan judul “Perencanaan Struktur
Bangunan Gedung DPR Tiga Lantai di Kota Pariaman” tepat waktu.
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
besar pada mata kuliah Perencanaan Struktur Baja di Institut Teknologi
Kalimantan. Selain itu, laporan ini bertujuan untuk menambah ilmu dan wawasan
baru bagi para penulis serta pembacanya.
Pada kesempatan ini, tak lupa kami ucapkan terimakasih
sebanyak-banyaknya kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengerjaan
laporan tugas besar ini, yaitu:

1. Ibu Andina Prima Putri, S.T., M.Eng. dan Bapak Fachreza Akbar, S.T.,
M.T. selaku dosen pengampu pada mata kuliah Perencanaan Struktur Baja
yang telah memberikan ilmu dan wawasan selama masa perkuliahan.
2. Ibu Andina Prima Putri, S.T., M.Eng. selaku dosen asistensi yang telah
memberikan bimbingan serta arahannya dalam pengerjaan laporan ini.
3. Nur Afni Rahmatul Islamiah dari Teknik Sipil 2019 selaku Asisten Dosen
yang telah membimbing dan mengarahkan kami selama mengerjakan
tugas besar dan pembuatan laporan.
4. Teman-teman yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk
menyelesaikan tugas besar Perencanaan Struktur Baja dengan semangat.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan pada


penulisan laporan kami. Oleh karena itu, kami berharap pembaca dapat
menyampaikan kritik dan saran yang membangun agar laporan kami dapat lebih
baik lagi kedepannya.

Balikpapan, Desember 2022

Tim Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Desain Bangunan


Pulau Sumatra adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak
di Indonesia, dengan luas 473.481 km². Penduduk pulau ini sekitar 57.940.351.
Pulau ini dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas,
atau Suwarnadwipa dalam Bahasa Indonesia yang berarti Pulau Emas. Di Pulau
ini terdapat banyak kota salah satunya yaitu Kota Pariaman yang berada di
Sumatra bagian Barat. Pariaman adalah sebuah kota yang terletak di provinsi
Sumatra Barat, Indonesia. Kota ini berjarak sekitar 56 km dari Kota Padang atau
25 km dari Bandara Internasional Minangkabau. Pada tahun 2021, jumlah
penduduk kota ini sebanyak 95.519 jiwa. Kota Pariaman merupakan hamparan
dataran rendah yang landai terletak di pantai barat Sumatra dengan ketinggian
antara 2 sampai dengan 35 meter di atas permukaan laut dengan luas daratan
73,36 km² dengan panjang pantai ± 12,7 km serta luas perairan laut 282,69 km²
Secara astronomis, Kota Pariaman terletak antara 00° 33‘00 “– 00° 40‘43“
Lintang Selatan dan 100° 04‘ 46“ – 100° 10‘ 55“ Bujur Timur. Luas daratan kota
ini setara dengan 0,17% dari luas daratan wilayah Provinsi Sumatra Barat, dengan
6 buah pulau-pulau kecil di antaranya Pulau Bando, Pulau Gosong, Pulau Ujung,
Pulau Tangah, Pulau Angso dan Pulau Kasiak (Badan Pusat Statistik Kota
Pariaman, 2020).
Kabupaten Padang Pariaman terbentuk pada tanggal 2 Juli 2002
berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 2002, memiliki luas wilayah sekitar
73,36 Km². Kota Pariaman merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten
Padang Pariaman, yang terbentuk dengan berlakunya Undang-undang No. 12
Tahun 2002. Secara geografis, Kota Pariaman terletak di pantai barat pulau
Sumatra dan berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia. Kota Pariaman
juga memiliki kawasan pesisir yang terbentang dengan potensi perikanan dan
pariwisata yang bernilai tinggi. Dengan berkembangnya kegiatan perdagangan
dan pariwisata, maka posisi Kota Pariaman sebagai pusat perdagangan hasil
pertanian dan pariwisata pantai, akan menjadi semakin penting (Zulhelmi, 2020).
Gambar 1.1 Pulau Sumatra
(Sumber: Google Earth, 2022)

Berkaitan dengan hal yang telah dipaparkan diatas, dalam rangka


memperbaiki perekonomian di kota Pariaman maka dibangun Gedung DPR.
Perencanaan pembangunan Gedung DPR ini akan dibangun di Jalan Wolter
Monginsidi, Pariaman Timur, Sumatra Barat. Lokasi ini cukup strategis dan
masyarakat tidak terlalu padat. Gedung DPR ini akan dibangun dengan total tiga
lantai yang mana luas lantai pertama yaitu 900 m2, luas lantai kedua yaitu 850m2,
sedangkan luas lantai ketiga yaitu 800m2. Gedung DPR ini direncanakan akan
memiliki tinggi pada masing-masing lantai yaitu 4 meter. Gedung DPR dengan
perencanaannya menggunakan struktur baja yang mana baja biasa dijadikan
sebagai bahan bangunan utama dalam pembuatan rumah, gedung, pencakar langit,
jembatan, atau menara yang dibangun dengan teknik modern. Ini dikarenakan baja
merupakan material struktur yang mempunyai kualitas sangat baik.
Kelebihan-kelebihan dari baja tersebut terutama ada pada kekuatan, bobot,
instalasi, dan karakteristiknya. Dengan karakteristiknya tersebut, baja dapat
memberi manfaat yang maksimal. Bangunan modern pun mampu berdiri dengan
mantap saat ditopang oleh baja. Sehingga kini baja selalu digunakan di dalam
konstruksi bangunan yang modern.
Gambar 1.2 Lokasi Kota Pariaman
(Sumber: Google Earth, 2022)

Gambar 1.3 Kondisi Lembah di Lokasi Perencanaan


(Sumber: Google Earth, 2022)

Gambar 1.4 Site Plan Lokasi Perencanaan (A)


(Sumber: Google Earth, 2022)
Gambar 1.5 Site Plan Lokasi Perencanaan (B)
(Sumber: Google Earth, 2022)

Gambar 1.6 Keadaan Eksisting di Lokasi Perencanaan (A)


(Sumber: Google Earth, 2022)

Gambar 1.7 Keadaan Eksisting di Lokasi Perencanaan (B)


(Sumber: Google Earth, 2022)
1.2 Denah Bangunan
Menurut KBBI, denah merupakan gambar yang menunjukkan letak kota,
jalan, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Maka dapat disimpulkan
bahwa denah bangunan merupakan gambar yang menunjukkan rancangan suatu
bangunan dilihat dari atas bangunan. Adapun fungsi dari denah ini adalah untuk
menunjukkan fungsi ruangan, susunan ruangan, tata letak ruangan, fungsi utilitas
ruangan, dan lain sebagainya. Adapun denah bangunan dari perencanaan Gedung
DPR tiga lantai di Kota Pariaman ini adalah sebagai berikut.

Gambar 1.8 Denah Lantai 1

Gambar 1.9 Denah Lantai 2


Gambar 1.10 Denah Lantai 3
1.3 Mutu Material
Material yang digunakan dalam perencanaan Gedung DPR yaitu baja.
Adapun mutu material pada perencanaan Gedung DPR adalah sebagai berikut.

Tabel 1.1 Mutu Material

Mutu
No. Nama Eleman
Beton Baja
Simbol
(Mpa) (Mpa)

Fy 250
1. Balok -
Fu 410

Fy 250
2. Kolom -
Fu 410

3. Pelat Lantai Fc’ 30 -

Fy 250
4. Pelat Tangga -
Fu 410

Fy 420
5. Tulangan Longitudinal -
Fu 545

Fy 420
6. Tulangan Sengkang -
Fu 545

7. Dak Beton Fc’ 30 -


Tegangan leleh (yield stress) adalah nilai tegangan yang ketika terlampaui,
maka material akan meregang dengan sangat cepat meskipun perubahan
tegangannya tidak terlalu besar. Setelah melampaui yield stress, material akan
meregang dengan kecepatan yang jauh lebih cepat dari sebelumnya, sehingga
nyaris 'tanpa perlawanan', sebelum akhirnya putus pada suatu titik yang disebut
'tegangan ultimit'. Nilai fu ( tegangan putus) tidak boleh kurang dari 340 Mpa dan
tidak boleh melebihi 550 MPa. Sedangkan fy (tegangan leleh) tidak boleh kurang
dari 210 MPa dan tidak boleh melebihi 410 MPa.
Adapun alasan pemilihan mutu material tersebut yaitu berdasarkan artikel
dari jurnal dengan judul ‘Modifikasi Struktur Gedung Menara Parkson
Menggunakan Struktur Baja dengan Sistem Rangka Bresing Eksentrik’.
Bangunan ini terletak di kota Padang yang berdekatan dengan kota Pariaman yang
mana dalam perencanaannya setelah diperhitungkan kembali gedung tersebut
aman dengan menggunakan material BJ 41 dengan nilai tegangan leleh sebesar
250 Mpa. (Deded Eka Sahputra & Aniendhita Rizki Amalia, 2022). Pada
penelitian lain dengan judul “Analisis Perbandingan Perencanaan Baja Profil
Tunggal WF dengan Profil Tersusun (Built-Up) Kanal Pada Bangunan Gable
Frame” yang mana pada jurnal ini membandingkan antara Baja Profil Tunggal
WF dengan Profil Tersusun (Built-Up). Jenis-jenis baja yang diteliti yaitu BJ 37,
BJ 41, BJ 44, BJ 40, dan BJ 52. Akan tetapi, titik fokus yang kami amati dalam
jurnal ini yaitu hanya pada bagian baja profil WF saja. Berdasarkan penelitian
tersebut, BJ 37 dan BJ 41 memiliki hasil yang sama dimana beratnya lebih ringan
dibanding dengan BJ 44, BJ 50, dan BJ 52 yaitu sebesar 177772.84 kg dengan
harga Rp.222.160.463. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan material
BJ 41 dengan tegangan leleh (fy) 250 Mpa memiliki berat yang lebih ringan dan
harga yang lebih ekonomis dibanding dengan baja yang mutunya lebih tinggi.
(Meidiani & Juita, 2016)
Sedangkan pemilihan mutu beton 30 Mpa berdasarkan pada artikel dari
jurnal dengan judul ‘Perencanaan Struktur Gedung Hotel di Kota Padang Sumatra
Barat’ yang mana lokasi penelitiannya terletak di Kota Padang yang berdekatan
dengan Kota Pariaman. (Saysa, Yuyung Elfasmi, Wardi Wardi, and Veronika Salmi,
2019).
Tabel 1.2 Data Tambahan

No. Data Keterangan

1. Fungsi Bangunan Gedung DPR

2. Lokasi Perencanaan Kota Pariaman

3. Posisi Bangunan Pesisir

4. Berat Jenis Beton Bertulang 2400 kg/m3

5. Berat Jenis Baja 7850 kg/m3

1.4 Bagian Struktur yang Didesain


Adapun bagian struktur yang didesain pada perencanaan Gedung DPR ini
adalah sebagai berikut.

A. Balok
Menurut SNI 1727:2020, balok merupakan komponen struktur horizontal
nominal yang memiliki fungsi utama untuk menahan momen lentur. Balok
merupakan elemen struktur yang berfungsi menyalurkan beban ke kolom. Balok
merupakan bagian dari struktur inti bangunan selain kolom dan pondasi. Menurut
Dipohusodo (1994) balok merupakan elemen struktural yang menerima gaya-gaya
yang bekerja dalam arah transversal terhadap sumbu yang mengakibatkan
terjadinya momen lentur dan gaya geser sepanjang bentangnya (Dipohusodo,
1994). Terdapat dua hal yang dialami oleh balok yaitu tekan dan tarik yang
disebabkan oleh pengaruh lentur maupun gaya lateral (Wahyudi & Rahim, 1999).
Menurut Dipohusodo (1994), apabila bentang balok sederhana menahan
beban yang menyebabkan timbulnya momen lentur, maka akan terjadi deformasi
atau regangan lentur pada balok tersebut. Pada kejadian momen lentur positif,
regangan tekan akan terjadi di bagian atas dan regangan tarik akan terjadi di
bagian bawah penampang. Regangan tersebut menyebabkan tegangan-tegangan
harus ditahan oleh balok, tegangan tekan di bagian atas dan tegangan tarik di
bagian bawah (Dipohusodo, 1994).

B. Kolom
Menurut SNI 1727:2020, kolom merupakan komponen struktur vertikal
nominal yang memiliki fungsi utama menahan gaya aksial tekan. Kolom
merupakan struktur utama pada bangunan gedung karena kolom merupakan
struktur yang akan menahan beban dari bangunan baik itu merupakan beban mati
maupun beban hidup. Dalam mendesain suatu ukuran kolom pada bangunan,
langkah pertama yang harus dilakukan yaitu menghitung beban yang harus
ditahan oleh kolom tersebut berdasarkan kombinasi beban yang terjadi. Momen
yang terjadi pada pelat lantai maupun atap didistribusikan dengan kolom di bawah
dan di atas pelat lantai berdasarkan kekuatan relatif kolom (Dipohusodo, 1994).
Menurut Nawy (1990), fungsi kolom di dalam konstruksi yaitu untuk
meneruskan beban dari sistem lantai ke pondasi yang mana jika beban pada kolom
bertambah maka retak akan banyak terjadi diseluruh tinggi kolom pada
lokasi-lokasi tulangan sengkang.

C. Pelat
Nawy (1990) mendefinisikan pelat lantai sebagai elemen horizontal utama
yang menyalurkan beban hidup maupun beban mati ke kerangka pendukung
vertikal dari suatu sistem struktur. Elemen-elemen pelat tersebut dibuat sehingga
bekerja dalam satu arah atau bekerja dalam dua arah. Pelat lantai menerima beban
yang tegak lurus terhadap permukaan pelat (Nawy, 1990).
Dipohusodo (1994) mendefinisikan pelat lantai sebagai panel-panel beton
bertulang yang mungkin bertulang satu arah atau dua arah, tergantung sistem
strukturnya. Pelat dikatakan satu arah apabila nilai perbandingan antara panjang
dan lebar pelat lebih dari 2 dengan lenturan utama pada arah sisi yang pendek.
Struktur pelat satu arah dapat didefinisikan sebagai pelat yang didukung pada dua
tepi yang berhadapan sedemikian sehingga lenturan timbul hanya dalam satu arah
saja yaitu pada arah yang tegak lurus terhadap arah dukungan tepi. Apabila nilai
perbandingan antara panjang dan lebar pelat tidak lebih dari 2, pelat dianggap
sebagai pelat dua arah (Dipohusodo, 1994).

1.5 Acuan Peraturan dan Software


Adapun acuan-acuan dan software yang kami gunakan untuk membantu
menyelesaikan tugas besar ini adalah sebagai berikut.
A. Acuan Peraturan
1. SNI 1726-2019 tentang “Tata Cara Perencanaan Struktur Gempa untuk
Bangunan Gedung”.
2. SNI 1727:2020 tentang “Beban Minimum untuk Perancangan
Bangunan Gedung dan Struktur Lain”.
3. SNI 1729-2020 tentang “Spesifikasi Untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural”.
4. Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung Tahun 1983.

B. Software
1. AutoCAD 2022
Program komputer untuk menggambarkan detail-detail struktur yang
dipakai dalam perencanaan maupun perhitungan seperti denah,
potongan, dan tampak dari struktur bangunan.
2. Google Docs
Program komputer untuk menyusun laporan secara sistematis.
3. Google Spreadsheet
Program komputer untuk pengolahan angka sehingga dapat
mempermudah perhitungan.
4. Structural Analysis Program (SAP 2000)
Program komputer untuk menganalisa perhitungan mekanika struktur
bangunan dan juga digunakan sebagai pemodelan struktur.

1.6 Proses Desain


Berikut ini merupakan diagram alir atau flowchart dari perencanaan
Bangunan Gedung DPR di Kota Pariaman ditunjukkan pada Gambar 1.11.
Gambar 1.11 Flowchart Perencanaan Bangunan Gedung DPR
BAB II
KRITERIA DESAIN

2.1 Perancangan Awal (Preliminary Design)


Perancangan awal atau preliminary design adalah desain awal atau
estimasi jenis material, mutu material, serta dimensi material yang akan
digunakan untuk membentuk struktur. Terdapat beberapa rumusan dalam
menentukan perancangan awal yang berdasarkan acuan yang digunakan.
Perancangan awal pada struktur bangunan kampus tiga lantai ini menggunakan
data sebagai berikut:

Tabel 2.1 Data Perancangan Awal

No Perencanaan Awal Spesifikasi

1 Fungsi Bangunan Gedung DPR

2 Lokasi Bangunan Kota Pariaman

3 Jumlah Lantai 3 Lantai

4 Tinggi Bangunan 12 Meter

5 Lebar Bangunan 21 Meter

6 Panjang Bangunan 52 Meter

2.1.1 Preliminary Design Balok


Menurut SNI 1727:2020, balok merupakan komponen struktur horizontal
nominal yang memiliki fungsi utama untuk menahan momen lentur. Adapun
beban-beban yang dipikul oleh balok yaitu beban hidup dan beban mati.
Perencanaan yang dilakukan mengasumsikan bahwa balok tidak akan mengalami
tekuk, karena elemen yang mengalami tekan sepenuhnya terkekang dari arah
sumbu kuat maupun sumbu lemah. Pada kenyataannya, banyak sekali kasus balok
yang terkekang secara lateral sehingga masalah stabilitas tidak perlu mendapatkan
penekanan lebih lanjut, maka asumsi ini dianggap mendekati kenyataan.
Pada perencanaan yang dilaksanakan, pembebanan pada balok disesuaikan
dengan RSNI 1729:2018, SNI 1729:2020, dan Peraturan Pembebanan Indonesia
Untuk Gedung (PPIUG) 1983. Sedangkan untuk penggunaan profil baja dihitung
berdasarkan ketentuan pada LRFD. Gambar 2.1, Gambar 2.2, dan Gambar 2.3
merupakan gambar penamaan balok pada bangunan Gedung DPR Tiga Lantai di
Kota Pariaman yang direncanakan.

Gambar 2.1 Distribusi Beban untuk Preliminary Design Balok Lantai 1

Gambar 2.2 Distribusi Beban untuk Preliminary Design Balok Lantai 2


Gambar 2.3 Distribusi Beban untuk Preliminary Design Balok Lantai 3

A. Akumulasi Beban yang Bekerja (dead load dan live load)


Berikut adalah hasil identifikasi beban yang bekerja di atap, lantai 3 dan lantai 2:

Tabel 2.2 Beban Mati yang Bekerja pada Atap

Berat Volume Berat


Jenis Beban Perhitungan
(kg/m²) (kg/m²)

Penggantung (Suspended
10,2 10,2
steel channel system)

Plafon (Acoustical
5,1 5,1
Fiberboard)

Ducting dan Plumbing 19,37 19,37

Plat Bondek (Deck, metal) 12,24 12,24

Berat Sendiri (Beton) 2400 2400×0,1 240

Jumlah 286,91
(Sumber: SNI 1727:2020)

Tabel 2.3 Beban Hidup yang Bekerja pada Atap

Berat Volume Berat


Jenis Beban Perhitungan
(kg/m²) (kg/m²)
Orang 100 100

Hujan 40 40

Jumlah 140
(Sumber: PPIUG:1983)

Tabel 2.4 Beban Mati yang Bekerja pada Lantai 3

Berat Volume Berat


Jenis Beban Perhitungan
(kg/m²) (kg/m²)

Penggantung (Suspended
10,2 10,2
steel channel system)

Plafon (Acoustical
5,1 5,1
Fiberboard)

Ducting dan Plumbing 19,37 19,37

Plat Bondek (Deck, metal) 12,24 12,24

Berat Sendiri (Beton) 2400 2400×0,1 240

Keramik (13mm morat bed) 78,52 78,52

Spesi (0.02) 2100 2100×0,02 42

Dinding bata 102mm (Clay


190 190
Brick Wythes)

Jumlah 597,43
(Sumber: SNI 1727:2020)

Tabel 2.5 Beban Hidup yang Bekerja pada Lantai 3

Berat Volume Berat


Jenis Beban Perhitungan
(kg/m²) (kg/m²)

Ruang Sidang Paripurna 488,24 488,24

Lobby 488,24 488,24

Koridor 390,59 390,59


Musholla 488,24 488,24

Smoking Area/Balcon 488,24 488,24

Gudang 488,24 610,3

Ruang Arsip 488,24 488,24

Elektrikal 244,12 244,12

Janitor 244,12 244,12

Toilet 292,94 292,94

Tangga 488,24 488,24

Nilai Terbesar 488,24


(Sumber: SNI 1727:2020)

Tabel 2.6 Beban Mati yang Bekerja pada Lantai 2

Berat Volume Berat


Jenis Beban Perhitungan
(kg/m²) (kg/m²)

Penggantung (Suspended
10,2 10,2
steel channel system)

Plafon (Acoustical
5,1 5,1
Fiberboard)

Ducting dan Plumbing 19,37 19,37

Plat Bondek (Deck, metal) 12,24 12,24

Berat Sendiri (Beton) 2400 2400×0,1 240

Keramik (13mm morat bed) 78,52

Spesi (0.02) 2100 2100×0,02 42

Dinding bata 102mm (Clay


190 190
Brick Wythes)

Jumlah 597,43
(Sumber: SNI 1727:2020)
Tabel 2.7 Beban Hidup yang Bekerja pada Lantai 2

Berat Volume Berat


Jenis Beban Perhitungan
(kg/m²) (kg/m²)

Ruang Kerja 244,73 244,73

Ruang Rapat Komisi 488,24 488,24

Ruang Tata Usaha 244,73 244,73

Ruang Percetakan 488,24 488,24

Lobby 488,24 488,24

Koridor 390,59 390,59

Gudang 488,24 488,24

Elektrikal 244,12 244,12

Janitor 244,12 244,12

Toilet 292,94 292,94

Tangga 488,24 488,24

Nilai Terbesar 488,24


(Sumber: SNI 1727:2020)

B. Beban Terfaktor
Berdasarkan SNI 1729:2020 untuk memperoleh beban terfaktor digunakan
persamaan sebagai berikut:

𝑞𝑢 = 1,2D + 1,6 L

Dimana:
𝑞𝑢 = Beban terfaktor (kg/m2)

D = Beban mati (kg/m2)


L = Beban hidup (kg/m2)
Berdasarkan akumulasi beban yang bekerja pada setiap lantai
menggunakan persamaan diatas, maka diperoleh hasil perhitungan beban terfaktor
yang terjadi pada atap adalah sebagai berikut:

𝑞𝑢 = 1,2 (286,91 kg/m2) + 1,6 (140 kg/m)

𝑞𝑢 = 568,292 kg/m2

Maka, nilai 𝑞𝑢 yang diperoleh pada lantai atap adalah sebesar 568,292

kg/m2. Selanjutnya dengan menggunakan persamaan yang sama, maka diperoleh


hasil perhitungan beban terfaktor yang terjadi pada lantai 3 (tiga) adalah sebagai
berikut:

𝑞𝑢 = 1,2 (597,43 kg/m2) + 1,6 (488,24 kg/m2)

𝑞𝑢 = 1498,1 kg/m2

Maka, nilai 𝑞𝑢 yang diperoleh pada lantai 3 adalah sebesar 1498,1 kg/m2.

Kemudian dengan menggunakan persamaan yang sama, maka diperoleh hasil


perhitungan beban terfaktor yang terjadi pada lantai 2 (dua) adalah sebagai
berikut:

𝑞𝑢 = 1,2 (597,43 kg/m2) + 1,6 (488,24 kg/m2)

𝑞𝑢 = 1498,1 kg/m2

Maka, nilai 𝑞𝑢 yang diperoleh pada lantai 2 adalah sama seperti lantai 3

yaitu sebesar 1498,1 kg/m2.

C. Perhitungan Momen Maksimum Akibat Beban Terfaktor Envelope


Dalam menghitung momen maksimum yang terjadi akibat beban terfaktor,
beban yang ada dibedakan menjadi dua jenis yaitu beban merata berbentuk
segitiga dan beban merata berbentuk trapesium. Adapun persamaan yang
digunakan untuk menghitung beban segitiga dan beban trapesium terdapat pada
persamaan di bawah ini.

● Beban Merata Segitiga


5 2
𝑀𝑒𝑘 = 96
× 𝑞𝑒𝑘 × 𝑙

Gambar 2.4 Beban Merata Segitiga


(Sumber: Buku Ir. Sunggono K.H, 2022)
● Beban Merata Trapesium

)( )
𝑞𝑒𝑘𝑙 2
𝑀𝑒𝑘 = 96 ( 1 +
𝑏
𝑙
5 −
𝑏
2
𝑙

Gambar 2.5 Beban Merata Trapesium


(Sumber: Buku Ir. Sunggono K.H, 2022)

Dengan persamaan yang digunakan untuk mencari 𝑞𝑒𝑘 yaitu:

1
𝑞𝑒𝑘= 2
× 𝑞𝑢×𝑙

Dimana:
𝑀𝑒𝑘 = Momen ekuivalen (kg.m)

𝑞𝑒𝑘 = Beban ekuivalen (kg/m)

𝑙 = Panjang bentang yang ditinjau (m)


𝑞𝑢 = Beban Terfaktor (kg/m2)

Dari persamaan di atas, maka dapat dilakukan perhitungan momen


ekuivalen segitiga dan tarpesium. Pada lantai 3 dengan kode balok A3-3 yang
berbentuk segitiga dan trapesium, maka dapat dilihat perhitungan balok tersebut
di bawah ini.

1
𝑞𝑒𝑘 = 2
× 𝑞𝑢×𝑙
1
𝑞𝑒𝑘 = 2
× 568,292 × 6

𝑞𝑒𝑘 = 1704,88 kg/m

Didapatkan nilai 𝑞𝑒𝑘 yaitu sebesar 1704,88 kg/m. Langkah selanjutnya

yaitu mencari nilai 𝑀𝑒𝑘 segitiga sebagai berikut.

5 2
𝑀𝑒𝑘 = 96
× 𝑞𝑒𝑘 × 𝑙

5 2
𝑀𝑒𝑘 = 96
× 1704,88 × 6

𝑀𝑒𝑘 = 3196,649 kg.m

Didapatkan nilai 𝑀𝑒𝑘 segitiga adalah sebesar 3196,649 kg.m. Langkah

selanjutnya yaitu mencari nilai 𝑀𝑒𝑘 trapesium sebagai berikut.

)( )
𝑞𝑒𝑘𝑙 2
𝑀𝑒𝑘 = 96 ( 1 +
𝑏
𝑙
5 −
𝑏
2
𝑙

)(5 − )
2 2
𝑀𝑒𝑘 =
(1704,88 × 6 )
96
× 1+( 1
6
1
6
2

𝑀𝑒𝑘 = 3708,71 kg.m

Didapatkan nilai 𝑀𝑒𝑘 trapesium adalah sebesar 3708,71 kg.m. Maka


didapatkan momen ekuivalen total dengan menjumlahkan 𝑀𝑒𝑘 segitiga dengan
𝑀𝑒𝑘 trapesium.

𝑀𝑒𝑘 total = 𝑀𝑒𝑘 segitiga+ 𝑀𝑒𝑘 trapesium


𝑀𝑒𝑘 total = 3196,649 kg.m + 3708,71 kg.m

𝑀𝑒𝑘 total = 6905,34 kg.m

Sehingga, nilai Momen Ekivalen pada balok A3-3 sebesar 6905,34 kg.m.

D. Tahanan Momen Nominal


Balok baja direncanakan memiliki perletakan jepit-jepit yang mana
menggunakan metode perencanaan tahanan balok dalam desain Load and
Resistance Factor Design (LRFD). Metode LRFD menurut SNI 1729:2020
merupakan metode yang memproporsikan komponen struktur sedemikian
sehingga kekuatan yang di desain menjadi sama atau bahkan melebihi kekuatan
perlu komponen tersebut. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi pada desain
ini adalah sebagai berikut.

∅ 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢

Dimana:
Ø = Koefisien reduksi dengan nilai 0,90;
𝑀𝑛 = Tahanan momen nominal (kg.m);

𝑀𝑢 = Momen ultimate atau momen ekuivalen (kg.m).

Dari persamaan di atas, maka dapat diperoleh nilai tahanan nominal pada
lantai 3 dengan kode balok A3-3 adalah sebagai berikut.

∅ 𝑀𝑛 = 𝑀𝑢

∅ 𝑀𝑛 = 𝑀𝑒𝑘
𝑀𝑒𝑘
𝑀𝑛 = ∅

6905,34
𝑀𝑛 = 0,90

𝑀𝑛 = 7672,60 kg.m

E. Dimensi Penampang
Menurut SNI 1729-2020 dalam perhitungan tahanan momen nominal
dibedakan menjadi penampang kompak, penampang tak kompak dan penampang
langsing seperti halnya saat membahas batang tekan. Batasan
penampang-penampang di atas adalah sebagai berikut.

1. Penampang kompak : λ ˂ λp
2. Penampang tak kompak : λp < λ < λr
3. Penampang langsing : λ > λr

SNI 1729:2020 menyebutkan bahwa kekuatan lentur nominal (Mn) harus


nilai terendah yang didapatkan sesuai dengan keadaan batas leleh (momen
plastis), tekuk sayap lokal, tekuk lokal badan dan tekuk torsi lateral akibat lentur
murni. Berikut ini merupakan persamaan yang digunakan untuk menentukan nilai
kekuatan momen nominal.

𝑀𝑛= 𝑀𝑝= 𝐹𝑦. 𝑍𝑥

Dimana:
𝑀𝑛 = Kekuatan lentur nominal (kg.m);

𝑀𝑝 = Momen lentur plastis (kg.m);

𝑍𝑥 = Modulus penampang plastis terhadap sumbu lentur (mm3);

𝐹𝑦 = Tegangan leleh minimum dari tipe baja yang digunakan (MPa).

Dari persamaan di atas, maka pada lantai 3 dengan kode balok A3-3,
diperoleh dimensi yang digunakan adalah sebagai berikut.

𝑀𝑛 = 𝐹𝑦. 𝑍𝑥
𝑀𝑛
𝑍𝑥 = 𝑓𝑦

7672,60 × 1000000
𝑍𝑥= 25493000

3
𝑍𝑥 = 300970 𝑚𝑚
3
𝑍𝑥 = 300,97 𝑐𝑚

Dengan menggunakan tabel profil baja, maka diperoleh nilai 𝑍𝑥 yang

mendekati yaitu balok dengan dimensi 250 mm × 125 mm × 6 mm × 9 mm yaitu


3
pada 𝑍𝑥 324 𝑐𝑚 .

Dengan melakukan langkah yang sama dengan cara di atas maka akan
diperoleh rekapitulasi perhitungan untuk mencari dimensi penampang Balok
Lantai 3 Sumbu X berdasarkan lokasi balok diujung, ditepi maupun ditengah
seperti Tabel 2.8 sebagai berikut:

Tabel 2.8 Rekapitulasi Perhitungan Momen Maksimum Atap

Kode L Qek Mek Mn Zx


Tributary
Balok (m) (kg/m) (kg.m) (kg.m) (cm3)
A3-1 6 1704.88 Trapesium 3708.70 4120.77 161.64
A3-2 4 1136.58 Segitiga 947.15 1052.39 41.28
A3-3 6 1704.88 Segitiga Trapesium 6905.34 7672.60 300.97
A3-4 4 1136.58 Segitiga (2) 1894.31 2104.79 82.56
A3-5 6 1704.88 Segitiga Trapesium 6905.34 7672.60 300.97
A3-6 6 1704.88 Trapesium 3708.70 4120.77 161.64
A3-7 6 1704.88 Segitiga 3196.64 3551.83 139.33
B3-1 5 1420.73 Segitiga 1849.91 2055.45 80.63
B3-2 5 1420.73 Segitiga Trapesium 4052.04 4502.27 176.61
B3-3 5 1420.73 Segitiga (2) 3699.82 4110.91 161.26
B3-4 6 1704.88 Segitiga 3196.64 3551.83 139.33
B3-5 6 1704.88 Segitiga Trapesium 6905.34 7672.60 300.97
B3-6 6 1704.88 Segitiga (2) 6393.29 7103.65 278.65
B3-7 4 1136.58 Segitiga 947.15 1052.39 41.28
B3-8 4 1136.58 Segitiga (2) 1894.31 2104.79 82.56
B3-9 6 1704.88 Trapesium 3708.70 4120.77 161.64
Keterangan: = Balok yang ditinjau = Balok yang terbesar

Dari perhitungan momen maksimum beban terfaktor di lantai atap, maka


diperoleh rekapitulasi balok induk lantai 3 sumbu X dan sumbu Y di lantai 3 yang
mana angka-angka yang dituliskan diperoleh dari tabel profil baja adalah pada
Tabel 2.9 di bawah ini.
Tabel 2.9 Rekapitulasi Balok Induk Atap Sumbu X dan Sumbu Y

Zx Penampang
Kode Zx
Pakai Profil
Balok (cm3) d b tw tf
(cm3)
(mm) (mm) (mm) (mm)
A3-1 161.64 181 175 x 125 169 125 5,5 8
A3-2 41.28 66,1 125 x 60 125 60 6 8
A3-3 300.97 324 250 x 125 250 125 6 9
A3-4 82.56 88,8 150 x 75 150 75 5 7
A3-5 300.97 324 250 x 125 250 125 6 9
A3-6 161.64 181 175 x 125 169 125 5,5 8
A3-7 139.33 160 200 x 100 198 99 4,5 7
B3-1 80.63 88,8 150 x 75 150 75 5 7
B3-2 176.61 181 175 x 125 169 125 5,5 8
B3-3 161.26 181 175 x 125 169 125 5,5 8
B3-4 139.33 160 200 x 100 198 99 4,5 7
B3-5 300.97 324 250 x 125 250 125 6 9
B3-6 278.65 285 250 x 125 248 124 5 8
B3-7 41.28 66,1 125 x 60 125 60 6 8
B3-8 82.56 88,8 150 x 75 150 75 5 7
B3-9 161.64 181 175 x 125 169 125 5,5 8
Keterangan: = Balok yang ditinjau = Balok yang terbesar

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dimensi profil


yang digunakan pada balok lantai 3 yaitu 250 mm x 125 mm. Dengan melakukan
langkah yang sama maka akan diperoleh rekapitulasi perhitungan untuk mencari
dimensi penampang Balok Induk Lantai 2 Sumbu X dan Sumbu Y berdasarkan
lokasi balok di ujung, tepi maupun tengah seperti Tabel 2.10 di bawah ini.

Tabel 2.10 Rekapitulasi Perhitungan Momen Maksimum Lantai 2

Kode L Qek Mek Mn Zx


Tributary
Balok (m) (kg/m) (kg.m) (kg.m) (cm3)
A2-1 6 4494.30 Trapesium 9776.66 10862.96 426116.9
A2-2 4 2996.20 Segitiga 2496.83 2774.26 108824.7
A2-3 6 4494.30 Segitiga Trapesium 18203.48 20226.08 793400.5
A2-4 4 2996.20 Segitiga (2) 4993.67 5548.52 217649.5
A2-5 6 4494.30 Segitiga Trapesium 18203.48 20226.08 793400.5
A2-6 6 4494.30 Trapesium 9776.66 10862.96 426116.9
A2-7 6 4494.30 Segitiga 8426.81 9363.13 367283.5
B2-1 5 3745.25 Segitiga 4876.63 5418.48 212548.3
B2-2 5 3745.25 Segitiga Trapesium 10681.77 11868.63 465565.9
B2-3 5 3745.25 Segitiga (2) 9753.26 10836.95 425096.7
B2-4 6 4494.30 Segitiga 8426.81 9363.13 367283.5
B2-5 6 4494.30 Segitiga Trapesium 18203.48 20226.08 793400.5
B2-6 6 4494.30 Segitiga (2) 16853.63 18726.25 734567.1
B2-7 4 2996.20 Segitiga 2496.83 2774.26 108824.7
B2-8 4 2996.20 Segitiga (2) 4993.67 5548.52 217649.5
B2-9 6 4494.30 Trapesium 9776.66 10862.96 426116.9
Keterangan: = Balok yang terbesar

Dari perhitungan momen maksimum beban terfaktor di lantai 2, maka


diperoleh rekapitulasi balok induk lantai 2 sumbu X dan sumbu Y di lantai 2 yang
mana angka-angka yang dituliskan diperoleh dari tabel profil baja adalah sebagai
berikut.

Tabel 2.11 Rekapitulasi Balok Induk Lantai 2 Sumbu X dan Sumbu Y

Zx Penampang
Kode Zx
Pakai Profil
Balok (cm3) d b tw tf
(cm3)
(mm) (mm) (mm) (mm)
A2-1 426.12 502 250 x 175 244 175 7 11
A2-2 108.82 136 125 x 125 125 125 6,5 9
A2-3 793.40 893 300 x 200 298 201 9 14
A2-4 217.65 277 200 x 150 194 150 6 9
A2-5 793.40 893 300 x 200 298 201 9 14
A2-6 426.12 502 250 x 175 244 175 7 11
A2-7 367.28 472 200 x 200 200 200 8 12
B2-1 212.55 277 200 x 150 194 150 6 9
B2-2 465.57 628 200 x 200 208 202 10 16
B2-3 425.10 498 200 x 200 200 204 12 12
B2-4 367.28 472 200 x 200 200 200 8 12
B2-5 793.40 893 300 x 200 298 201 9 14
B2-6 734.57 867 250 x 250 250 250 9 14
B2-7 108.82 136 125 x 125 125 125 6,5 9
B2-8 217.65 277 200 x 150 194 150 6 9
B2-9 426.12 502 250 x 175 244 175 7 11
Keterangan: = Balok yang terbesar

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dimensi profil


yang digunakan pada balok lantai 2 yaitu 300 mm x 200 mm. Dengan melakukan
langkah yang sama dengan cara di atas maka akan diperoleh rekapitulasi
perhitungan untuk mencari dimensi penampang Balok Induk Lantai 1 Sumbu X
dan Sumbu Y berdasarkan lokasi balok di ujung, tepi maupun tengah seperti
Tabel 2.12 sebagai berikut:

Tabel 2.12 Rekapitulasi Perhitungan Momen Maksimum Lantai 1

Kode L Qek Mek Mn Zx


Tributary
Balok (m) (kg/m) (kg.m) (kg.m) (cm3)
A1-1 6 4494.30 Trapesium 9776.66 10862.96 426116.9
A1-2 4 2996.20 Segitiga 2496.83 2774.26 108824.7
A1-3 6 4494.30 Segitiga Trapesium 18203.48 20226.08 793400.5
A1-4 4 2996.20 Segitiga (2) 4993.67 5548.52 217649.5
A1-5 6 4494.30 Segitiga Trapesium 18203.48 20226.08 793400.5
A1-6 6 4494.30 Trapesium 9776.66 10862.96 426116.9
A1-7 6 4494.30 Segitiga 8426.81 9363.13 367283.5
B1-1 5 3745.25 Segitiga 4876.63 5418.48 212548.3
B1-2 5 3745.25 Segitiga Trapesium 10681.77 11868.63 465565.9
B1-3 5 3745.25 Segitiga (2) 9753.26 10836.95 425096.7
B1-4 6 4494.30 Segitiga 8426.81 9363.13 367283.5
B1-5 6 4494.30 Segitiga Trapesium 18203.48 20226.08 793400.5
B1-6 6 4494.30 Segitiga (2) 16853.63 18726.25 734567.1
B1-7 4 2996.20 Segitiga 2496.83 2774.26 108824.7
B1-8 4 2996.20 Segitiga (2) 4993.67 5548.52 217649.5
B1-9 6 4494.30 Trapesium 9776.66 10862.96 426116.9
Keterangan: = Balok yang terbesar

Dari perhitungan momen maksimum beban terfaktor di lantai 3, maka


diperoleh rekapitulasi balok induk lantai 1 sumbu X dan sumbu Y di lantai 1 yang
mana angka-angka yang dituliskan diperoleh dari tabel profil baja adalah sebagai
berikut.

Tabel 2.13 Rekapitulasi Balok Induk Lantai 2 Sumbu X dan Sumbu Y

Zx Penampang
Kode Zx
Pakai Profil
Balok (cm3) d b tw tf
(cm3)
(mm) (mm) (mm) (mm)
A1-1 426.12 502 250 x 175 244 175 7 11
A1-2 108.82 136 125 x 125 125 125 6,5 9
A1-3 793.40 893 300 x 200 298 201 9 14
A1-4 217.65 277 200 x 150 194 150 6 9
A1-5 793.40 893 300 x 200 298 201 9 14
A1-6 426.12 502 250 x 175 244 175 7 11
A1-7 367.28 472 200 x 200 200 200 8 12
B1-1 212.55 277 200 x 150 194 150 6 9
B1-2 465.57 628 200 x 200 208 202 10 16
B1-3 425.10 498 200 x 200 200 204 12 12
B1-4 367.28 472 200 x 200 200 200 8 12
B1-5 793.40 893 300 x 200 298 201 9 14
B1-6 734.57 867 250 x 250 250 250 9 14
B1-7 108.82 136 125 x 125 125 125 6,5 9
B1-8 217.65 277 200 x 150 194 150 6 9
B1-9 426.12 502 250 x 175 244 175 7 11
Keterangan: = Balok yang terbesar

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dimensi profil


yang digunakan pada balok lantai 1 yaitu 300 mm x 200 mm.

2.1.2 Preliminary Design Pelat


Lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung dan berfungsi sebagai
lantai pembatas antara tingkat pertama dengan tingkat lainnya merupakan
pengertian dari pelat lantai. Pada perencanaan bangunan Gedung DPR tiga lantai
di kota Pariaman, dimensi pelat yang didesain menggunakan peraturan yang
terdapat pada SNI 1729:2020 tentang Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja
Struktural. Dimensi pada masing-masing pelat yang direncanakan diasumsikan
memiliki ukuran yang sama berdasarkan ukuran terbesar yang diperoleh dari
preliminary design.

Gambar 2.6 Denah Pelat Lantai 1


Gambar 2.7 Denah Pelat Lantai 2

Gambar 2.8 Denah Pelat Lantai 3

Preliminary Design Pelat terdiri dari pelat satu arah dan pelat dua arah.
Berikut ini merupakan persamaan untuk menghitung ketebalan minimum pelat
berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 7.3.1.1 untuk pelat satu arah yang ditunjukkan
pada Tabel 2.14, sedangkan pelat dua arah berdasarkan SNI 2847:2019 pasal
8.3.1.1 yang ditunjukkan pada Tabel 2.15 Berikut ini.

Tabel 2.14 Ketebalan Minimum Pada Pelat Solid Satu Arah Non Prategang
Kondisi Tumpuan H minimum
𝐿
Tumpuan Sederhana 20

𝐿
Satu Ujung Menerus 24

𝐿
Kedua Ujung Menerus 28

𝐿
Kantilever 10

(Sumber: SNI 2847:2019)

Tabel 2.15 Ketebalan Minimum Pelat Dua Arah Non Prategang Tanpa Balok
Interior

Tanpa drop panel Dengan drop panel

Fy Panel eksterior Panel eksterior


(MPa) Panel Panel
Tanpa Dengan Tanpa Dengan
interior interior
balok balok balok balok
tepi tepi tepi tepi
𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛
280 33 36 36 36 40 40
𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛
420 30 33 33 33 36 36
𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛 𝐿𝑛
520 28 31 31 31 34 34
(Sumber: SNI 2847:2019)

Lantai yang direncanakan tidak terletak di atas tanah langsung, tetapi


terdapat pembatas antara lantai tingkat yang satu dengan lantai tingkat lainnya.
Pelat lantai pada bangunan DPR 3 Lantai ini didesain dengan dimensi pelat pada
lantai 1, lantai 2, dan lantai 3 diasumsikan sama.
Setelah dianalisis, perencanaan gedung DPR yang kami lakukan termasuk
ke dalam jenis pelat dua arah dengan jenis panel interior. Maka persamaan yang
kami gunakan untuk menghitung tebal pelat pada lantai 1, lantai 2, dan lantai tiga
berdasarkan Tabel 2.15 adalah sebagai berikut:

𝐿𝑛
t= 33
Berdasarkan persamaan di atas pada pelat lantai 3 dengan kode pelat PA-1
yang memiliki panjang melintang 6m dan panjang memanjang 5m, maka tebal
pelat memanjang dan melintangnya adalah sebagai berikut:

𝐿𝑛
𝑡𝑚𝑒𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 = 33

6
𝑡𝑚𝑒𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 = 33

𝑡𝑚𝑒𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 = 0.18 m

𝑡𝑚𝑒𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 = 180 mm

𝐿𝑛
𝑡𝑚𝑒𝑚𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = 33

5
𝑡𝑚𝑒𝑚𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = 33

𝑡𝑚𝑒𝑚𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = 0.15 m

𝑡𝑚𝑒𝑚𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = 150 mm

Tabel 2.16 berikut ini merupakan rekapitulasi tebal pelat yang digunakan
di lantai 3 pada perencanaan gedung DPR di Kota Pariaman.

Tabel 2.16 Rekapitulasi Perhitungan Tebal Pelat Lantai 3

L L
Nama Jenis Jenis t pakai
Melintang Memanjang Melintang Memanjang
Pelat Pelat Panel (m)
(m) (m)
Pelat
PA-1 6 5 Interior 0.18 0.15
dua arah
Pelat
PA-2 4 5 Interior 0.12 0.15
dua arah
Pelat
PA-3 6 6 Interior 0.18 0.18
dua arah
0.18
Pelat
PA-4 4 6 Interior 0.12 0.18
dua arah
Pelat
PA-5 6 4 Interior 0.18 0.12
dua arah
Pelat
PA-6 4 4 Interior 0.12 0.12
dua arah

Berdasarkan Tabel 2.16 di atas, maka tebal pelat yang digunakan pada
lantai 3 dalam perencanaan adalah setebal 0,18m atau setara dengan 180mm.
Selanjutnya, Tabel 2.17 dibawah ini merupakan rekapitulasi tebal pelat yang
digunakan di lantai 2 pada perencanaan gedung DPR di Kota Pariaman.

Tabel 2.17 Rekapitulasi Perhitungan Tebal Pelat Lantai 2

L L
Nama Jenis Jenis t pakai
Melintang Memanjang Melintang Memanjang
Pelat Pelat Panel (m)
(m) (m)
Pelat
PA-1 6 5 Interior 0.18 0.15
dua arah
Pelat
PA-2 4 5 Interior 0.12 0.15
dua arah
Pelat
PA-3 6 6 Interior 0.18 0.18
dua arah
0.18
Pelat
PA-4 4 6 Interior 0.12 0.18
dua arah
Pelat
PA-5 6 4 Interior 0.18 0.12
dua arah
Pelat
PA-6 4 4 Interior 0.12 0.12
dua arah

Berdasarkan Tabel 2.17 di atas, maka tebal pelat yang digunakan pada
lantai 2 dalam perencanaan adalah setebal 0,18m atau setara dengan 180mm.
Selanjutnya, Tabel 2.18 dibawah ini juga merupakan rekapitulasi tebal pelat yang
digunakan di lantai 1 pada perencanaan gedung DPR di Kota Pariaman.

Tabel 2.18 Rekapitulasi Perhitungan Tebal Pelat pada Lantai 1

L L
Nama Jenis Jenis t pakai
Melintang Memanjang Melintang Memanjang
Pelat Pelat Panel (m)
(m) (m)
Pelat
PA-1 6 5 Interior 0.18 0.15
dua arah
0.18
Pelat
PA-2 4 5 Interior 0.12 0.15
dua arah
Pelat
PA-3 6 6 Interior 0.18 0.18
dua arah
Pelat
PA-4 4 6 Interior 0.12 0.18
dua arah
Pelat
PA-5 6 4 Interior 0.18 0.12
dua arah
Pelat
PA-6 4 4 Interior 0.12 0.12
dua arah

Berdasarkan Tabel 2.18 di atas, maka tebal pelat yang digunakan pada
lantai 1 dalam perencanaan adalah setebal 0,18m atau setara dengan 180mm.
Maka, tebal pelat yang digunakan pada perencanaan ini di setiap lantai adalah
sebesar 180mm.

2.1.3 Preliminary Design Kolom


Menurut SNI 1729:2020 kolom merupakan komponen struktur vertikal
nominal yang berfungsi untuk menahan gaya aksial tekan.

Gambar 2.9 Distribusi Beban untuk Preliminary Design Kolom Lantai 1


Gambar 2.10 Distribusi Beban untuk Preliminary Design Kolom Lantai 2

Gambar 2.11 Distribusi Beban untuk Preliminary Design Kolom Lantai 3

Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk menghitung


preliminary design adalah sebagai berikut.

● Menghitung beban terfaktor


Menurut SNI 1729:2020 beban terfaktor merupakan hasil kali antara
faktor beban dan beban nominal. Adapun persamaan yang digunakan untuk
menghitung beban terfaktor adalah sebagai berikut.
𝑃𝑢 = 1.2 D + 1.6 L

Dimana:
2
𝑃𝑢 = Beban terfaktor (𝑘𝑔/𝑚 )

D = Beban mati (kg)


L = Beban hidup (kg)

● Menghitung beban aksial


Berdasarkan SNI 1727:2020 Bab B3, perencanaan desain kekuatan
berdasarkan Desain faktor beban dan Ketahanan (DFBT) memiliki persyaratan
sebagai berikut.

𝑅𝑢 ≤ ∅ 𝑅𝑛

Dimana:
𝑃𝑢 = Kekuatan perlu menggunakan kombinasi beban DFBT

𝑃𝑛 = Kekuatan nominal

∅ = faktor ketahanan (faktor reduksi)

● Menghitung nilai Ag
Ag merupakan luas penampang kotor yang mana dapat diperoleh
berdasarkan persamaan di bawah ini.

𝑅𝑛 × ω
𝐴𝑔 = 𝑓𝑦

1.43
ω = 1.6 −(0.67 × λ𝑐)

1 𝑙𝑘 𝑓𝑦
λ𝑐 = π
× 𝑖𝑚𝑖𝑛
× 𝐸

𝐿𝑘 = L × 𝐾𝑐
𝑙𝑘
𝑖𝑚𝑖𝑛 = 50

Dimana:
2
𝐴𝑔 = Luas penampang kotor (𝑐𝑚 )
𝑓𝑦 = Tegangan leleh (Mpa)

𝑙𝑘 = Panjang tekuk

𝐸 = Modulus Elastisitas (Mpa)


𝐿 = Panjang bentang (m)
𝐾𝑐 = Koefisien panjang tekuk

● Menentukan dimensi penampang


Setelah menghitung nilai 𝐴𝑔, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan

dimensi penampang berdasarkan tabel profil baja.


Berikut merupakan contoh perhitungan preliminary design kolom lantai 1,
lantai 2, dan lantai 3 pada bangunan Gedung DPR Tiga lantai di Kota Pariaman.

A. Kolom Lantai 3 dengan kode KF-3

1. Menghitung beban terfaktor


Tabel 2.19 di bawah merupakan rekapitulasi beban mati pada kolom lantai
3 dengan kode kolom KF-3.

Tabel 2. 19 Beban Mati Kolom Lantai 3 dengan Kode KF-3

Berat Volume Panjang Lebar Tebal Berat


Jenis Beban
kg/m3 m m m kg

Pelat Atap (0,18) 2400 6 5.5 0.18 14256

Plat Bondek (Deck, metal) 12.24 6 5.5 403.92

Balok Induk Melintang 29.6 6 177.6

Balok Induk Memanjang 29.6 5.5 162.8


Plafond (Acoustical
5.1 6 5.5 168.3
fiberboard)
Penggantung Plafond
(Suspended steel channel 10.2 6 5.5 336.6
system)
Ducting & Plumbing 19.37 6 5.5 639.21
Total Beban Mati (DL) 16144.43

Didapatkan total beban mati pada lantai 3 yaitu sebesar 16144.43 kg. Tabel
2.20 di bawah merupakan rekapitulasi beban hidup pada kolom lantai 3 dengan
kode kolom KF-3.

Tabel 2. 20 Beban Hidup Kolom Lantai 3 dengan Kode KF-3

Berat Volume Panjang Lebar Tebal Berat


Jenis Beban
kg/m3 m m m kg

Orang 100 6 5.5 3300

Hujan 40 6 5.5 1320

Total Beban Hidup (LL) 4620

Didapatkan total beban hidup pada lantai 3 yaitu sebesar 4620 kg.
Selanjutnya menghitung beban terfaktor pada kolom lantai 3 dengan kode kolom
KF-3.

𝑃𝑢 = 1.2 DL + 1.6 LL

𝑃𝑢 = (1.2 × 16144.43) + (1.6 × 4620)

𝑃𝑢 = 26765.316 kg

Maka, didapatkan nilai beban terfaktor pada kolom dengan kode KF-3
adalah sebesar 26765.316 kg.

2. Menghitung beban aksial


Menghitung beban aksial pada kolom lantai 3 dengan kode kolom KF-3
sebagai berikut.

𝑃𝑢
𝑃𝑛 = ∅

26765.316
𝑃𝑛 = 0.90

𝑃𝑛 = 31488.607 kg
Didapatkan besar nilai beban aksial pada kolom lantai 3 dengan kode
KF-1 sebesar 31488.607 kg.

3. Menghitung nilai 𝐴𝑔

Sebelum menghitung nilai 𝐴𝑔 terdapat beberapa koefisien yang harus

dihitung terlebih dahulu. Nilai pertama yang harus dihitung yaitu nilai 𝐿𝑘 dengan

menggunakan persamaan diatas.

𝐿𝑘 = L × 𝐾𝑐

𝐿𝑘 = 0.65 × 4

𝐿𝑘 = 2.6 m

Setelah memperoleh nilai 𝐿𝑘 sebesar 2.6 m, selanjutnya menghitung 𝑖𝑚𝑖𝑛

menggunakan persamaan diatas.

𝑙𝑘
𝑖𝑚𝑖𝑛 = 50

2.6
𝑖𝑚𝑖𝑛 = 50

𝑖𝑚𝑖𝑛 = 0.052

Setelah mendapatkan nilai 𝑖𝑚𝑖𝑛 sebesar 0.052, kemudian hitung λ𝑐 dengan

menggunakan persamaan diatas.

1 𝑙𝑘 𝑓𝑦
λ𝑐 = π
× 𝑖𝑚𝑖𝑛
× 𝐸

1 2.6 250
λ𝑐 = 3.14
× 0.052
× 200000

λ𝑐 = 0.56

Setelah mendapatkan nilai λ𝑐 sebesar 0.056, kemudian hitung ω dengan

menggunakan persamaan diatas.

1.43
ω= 1.6 −(0.67 × λ𝑐)
1.43
ω= 1.6 −(0.67 ×0.56)

ω = 1.17

Setelah mendapatkan nilai ω sebesar 1.17, kemudian hitung 𝐴𝑔 dengan

menggunakan persamaan diatas.

𝑃𝑛 × ω × 𝑆𝐹
𝐴𝑔 = 𝑓𝑦

31488.607 × 1.17 ×2.5


𝐴𝑔 = 250 × 10.197

3
𝐴𝑔 = 36.11 𝑐𝑚

3
Didapatkan besar nilai penampang kotor yaitu 36.11 𝑐𝑚

4. Menentukan dimensi penampang kolom


3
Dengan nilai 𝐴𝑔 yang diperoleh sebesar 36.11 𝑐𝑚 maka, sesuai dengan

tabel profil baja IWF diperoleh dimensi penampang kolom KF-3 yaitu 150 mm ×
150 mm × 7 mm × 10 mm.
Tabel 2.21 di bawah merupakan rekapitulasi perhitungan dimensi penampang
kolom lantai 3 pada perencanaan Gedung DPR Tiga Lantai di Kota Pariaman.

Tabel 2.21 Rekapitulasi Dimensi Penampang Kolom Lantai 3

Penampang
Kode Ag Ag Pakai Berat
d b tw tf
Kolom
cm2 cm2 mm mm mm mm Kg/m
KA-3 8.346 21,90 100 100 6 8 17.2
KB-3 13.829 21,90 100 100 6 8 17.2
KC-3 16.571 21,90 100 100 6 8 17.2
KD-3 18.188 21,90 100 100 6 8 17.2
KE-3 29.994 30,31 125 125 6,5 9 23.8
KF-3 36.112 40,14 150 150 7 10 31.5
KG-3 16.547 21,90 100 100 6 8 17.2
KH-3 27.419 30,31 125 125 6,5 9 23.8
KI-3 36.112 40,14 150 150 7 10 31.5
KJ-3 6.705 21,90 100 100 6 8 17.2
KK-3 11.112 21,90 100 100 6 8 17.2
KL-3 32.855 40,14 150 150 7 10 31.5
KM-3 17.721 21,90 100 100 6 8 17.2
KN-3 6.705 21,90 100 100 6 8 17.2
KO-3 16.547 21,90 100 100 6 8 17.2
KP-3 5.737 21,90 100 100 6 8 17.2
KQ-3 20.439 21,90 100 100 6 8 17.2
KR-3 1.275 21,90 100 100 6 8 17.2
Keterangan: = Kolom yang terbesar

Berdasarkan Tabel 2.21 di atas, dimensi kolom yang digunakan adalah


sebesar 150 mm x 150 mm x 7 mm x 10 mm dengan berat sebesar 31,5 kg/m.

B. Kolom Lantai 2

1. Menghitung beban terfaktor


Tabel 2.22 di bawah merupakan rekapitulasi beban mati pada kolom lantai
2 dengan kode kolom KF-2.

Tabel 2. 22 Beban Mati Kolom Lantai 3 dengan Kode KF-2

Berat Volume Panjang Lebar Tebal Berat


Jenis Beban
kg/m3 m m m kg

Pelat Lantai 3 (0,18) 2400 6 5.5 0.18 14256

Plat Bondek (Deck, metal) 12.24 6 5.5 403.92

Kolom Lantai 3 40.14 4 160.56

Balok Induk Melintang 56.6 6 392.4

Balok Induk Memanjang 56.6 5.5 359.7


Plafond (Acoustical
5.1 6 5.5 168.3
fiberboard)
Penggantung Plafond
(Suspended steel channel 10.2 6 5.5 336.6
system)
Ducting dan Plumbing 19.37 6 5.5 639.21

Keramik 78.52 6 5.5 2591.16

Spesi (0,02) 2100 6 5.5 0.02 1386


Dinding Bata 102mm
Melintang (Clay Brick 190 0 4 0
Wythes)
Dinding Bata 102mm
Memanjang (Clay Brick 190 0 4 0
Wythes)
Total Beban Mati (DL) 20693.85

Didapatkan total beban mati pada lantai 3 yaitu sebesar 20693.85 kg.
Tabel 2.23 di bawah merupakan rekapitulasi beban hidup pada kolom lantai 3
dengan kode kolom KF-2.

Tabel 2. 23 Beban Hidup Kolom Lantai 3 dengan Kode KF-2

Berat Volume Panjang Lebar Tebal Berat


Jenis Beban
kg/m3 m m m kg

Ruang Sidang Paripurna 488.24 6 5.5 16111.92

Total Beban Hidup (LL) 16111.92

Didapatkan total beban hidup pada lantai 3 yaitu sebesar 16111.92kg.


Selanjutnya menghitung beban terfaktor pada kolom lantai 3 dengan kode kolom
KF-2.

𝑃𝑢 = 1.2 DL + 1.6 LL

𝑃𝑢 = (1.2 × 20693.85) + (1.6 × 16111.92)

𝑃𝑢 = 77377.008 kg

Maka, didapatkan nilai beban terfaktor pada kolom dengan kode KF-2
adalah sebesar 77377.008 kg.
2. Menghitung beban aksial
Menghitung beban aksial pada kolom lantai 3 dengan kode kolom KF-3
sebagai berikut.

𝑃𝑢
𝑃𝑛 = ∅

77377.008
𝑃𝑛 = 0.90

𝑃𝑛 = 91031.774 kg

Didapatkan besar nilai beban aksial pada kolom lantai 3 dengan kode
KF-1 sebesar 91031.774 kg.

3. Menghitung nilai 𝐴𝑔

Sebelum menghitung nilai 𝐴𝑔 terdapat beberapa koefisien yang harus

dihitung terlebih dahulu. Nilai pertama yang harus dihitung yaitu nilai 𝐿𝑘 dengan

menggunakan persamaan diatas.


𝐿𝑘 = L × 𝐾𝑐

𝐿𝑘 = 0.65 × 4

𝐿𝑘 = 2.6 m

Setelah memperoleh nilai 𝐿𝑘 sebesar 2.6 m, selanjutnya menghitung 𝑖𝑚𝑖𝑛

menggunakan persamaan diatas.


𝑙𝑘
𝑖𝑚𝑖𝑛 = 50

2.6
𝑖𝑚𝑖𝑛 = 50

𝑖𝑚𝑖𝑛 = 0.052

Setelah mendapatkan nilai 𝑖𝑚𝑖𝑛 sebesar 0.052, kemudian hitung λ𝑐 dengan

menggunakan persamaan diatas.

1 𝑙𝑘 𝑓𝑦
λ𝑐 = π
× 𝑖𝑚𝑖𝑛
× 𝐸

1 2.6 250
λ𝑐 = 3.14
× 0.052
× 200000
λ𝑐 = 0.56

Setelah mendapatkan nilai λ𝑐 sebesar 0.056, kemudian hitung ω dengan

menggunakan persamaan diatas.

1.43
ω= 1.6 −(0.67 × λ𝑐)

1.43
ω= 1.6 −(0.67 ×0.56)

ω = 1.17

Setelah mendapatkan nilai ω sebesar 1.17, kemudian hitung 𝐴𝑔 dengan

menggunakan persamaan diatas.

𝑃𝑛 × ω × 𝑆𝐹
𝐴𝑔 = 𝑓𝑦

91031.774 × 1.17 ×2.5


𝐴𝑔 = 250 × 10.197

3
𝐴𝑔 = 104.40 𝑐𝑚

3
Didapatkan besar nilai penampang kotor yaitu 104.40 𝑐𝑚

4. Menentukan dimensi penampang kolom


3
Dengan nilai 𝐴𝑔 yang diperoleh sebesar 104.40 𝑐𝑚 maka, sesuai dengan

tabel profil baja IWF diperoleh dimensi penampang kolom KF-2 yaitu 250 mm ×
255 mm × 14 mm × 14 mm.
Tabel 2.24 di bawah ini merupakan rekapitulasi perhitungan dimensi
penampang kolom lantai 3 pada perencanaan Gedung DPR Tiga Lantai di Kota
Pariaman.

Tabel 2.24 Rekapitulasi Dimensi Penampang Kolom Lantai 2

Penampang
Kode Ag Ag Pakai Berat
d b tw tf
Kolom
cm2 cm2 mm mm mm mm Kg/m
KA1-2 27.98 30,31 125 125 6,5 9 23.8
KA2-2 27.19 30,31 125 125 6,5 9 23.8
KB1-2 45.70 51,21 175 175 7,5 11 40.2
KB2-2 49.42 51,21 175 175 7,5 11 40.2
KB3-2 46.34 51,21 175 175 7,5 11 40.2
KB4-2 45.70 51,21 175 175 7,5 11 40.2
KC-2 55.48 63,53 200 200 8 12 49.9
KD1-2 59.52 63,53 200 200 8 12 49.9
KD2-2 63.21 51,21 175 175 7,5 11 40.2
KE1-2 97.50 104,7 250 255 14 14 82.2
KE2-2 93.81 104,7 250 255 14 14 82.2
KE3-2 87.04 92,18 250 250 9 14 72.4
KE4-2 97.50 104,7 250 255 14 14 82.2
KF-2 104.40 104,7 250 255 14 14 82.2
KG1-2 31.21 30,31 125 125 6,5 9 23.8
KG2-2 57.87 63,53 200 200 8 12 49.9
KH1-2 85.50 92,18 250 250 9 14 72.4
KH2-2 86.73 92,18 250 250 9 14 72.4
KH3-2 85.50 92,18 250 250 9 14 72.4
KH4-2 89.19 92,18 250 250 9 14 72.4
KH5-2 87.96 92,18 250 250 9 14 72.4
KH6-2 87.96 92,18 250 250 9 14 72.4
KI-2 102.40 104,7 250 255 14 14 82.2
KJ1-2 12.68 21,90 100 100 6 8 17.2
KJ2-2 25.79 30,31 125 125 6,5 9 23.8
KK1-2 37.28 40,14 150 150 7 10 31.5
KK2-2 36.40 40,14 150 150 7 10 31.5
KK3-2 40.97 51,21 175 175 7,5 11 40.2
KL-2 102.40 104,7 250 255 14 14 82.2
KM1-2 58.01 63,53 200 200 8 12 49.9
KM2-2 61.38 63,53 200 200 8 12 49.9
KN1-2 23.26 30,31 125 125 6,5 9 23.8
KN2-2 25.79 30,31 125 125 6,5 9 23.8
KO1-2 57.87 63,53 200 200 8 12 49.9
KO2-2 54.17 63,53 200 200 8 12 49.9
KP-2 50.77 51,21 175 175 7,5 11 40.2
Keterangan: = Kolom yang terbesar

Berdasarkan Tabel 2.24 di atas, dimensi kolom yang digunakan adalah


sebesar 250 mm x 250 mm x 14 mm x 14 mm dengan berat sebesar 82,2 kg/m.

C. Kolom Lantai 1

1. Menghitung beban terfaktor


Tabel 2.25 di bawah merupakan rekapitulasi beban mati pada kolom lantai
1 dengan kode kolom KF-1.

Tabel 2. 25 Beban Mati Kolom Lantai 3 dengan Kode KF-1

Berat Volume Panjang Lebar Tebal Berat


Jenis Beban
kg/m3 m m m kg

Pelat Lantai 3 (0,18) 2400 6 5.5 0.18 14256

Plat Bondek (Deck, metal) 12.24 6 5.5 403.92

Kolom Lantai 2 104.7 4 418.8

Balok Induk Melintang 56.6 6 392.4

Balok Induk Memanjang 56.6 5.5 359.7


Plafond (Acoustical
5.1 6 5.5 168.3
fiberboard)
Penggantung Plafond
(Suspended steel channel 10.2 6 5.5 336.6
system)
Ducting dan Plumbing 19.37 6 5.5 639.21
Keramik 78.52 6 5.5 2591.16

Spesi (0,02) 2100 6 5.5 0.02 1386


Dinding Bata 102mm
Melintang (Clay Brick 190 0 4 0
Wythes)
Dinding Bata 102mm
Memanjang (Clay Brick 190 0 4 0
Wythes)
Total Beban Mati (DL) 20952.09

Didapatkan total beban mati pada lantai 1 yaitu sebesar 20952.09 kg.
Tabel 2.26 di bawah merupakan rekapitulasi beban hidup pada kolom lantai 1
dengan kode kolom KF-1.

Tabel 2. 26 Beban Hidup Kolom Lantai 3 dengan Kode KF-1

Berat Volume Panjang Lebar Tebal Berat


Jenis Beban
kg/m3 m m m kg

Ruang Kerja 244.73 6 5.5 8076.09

Total Beban Hidup (LL) 8076.09

Didapatkan total beban hidup pada lantai 1 yaitu sebesar 8076.09 kg.
Selanjutnya menghitung beban terfaktor pada kolom lantai 1 dengan kode kolom
KF-1.

𝑃𝑢 = 1.2 DL + 1.6 LL

𝑃𝑢 = (1.2 × 20952.09) + (1.6 × 8076.09)

𝑃𝑢 =115441.26 kg

Maka, didapatkan nilai beban terfaktor pada kolom dengan kode KF-1
adalah sebesar 115441.26 kg.

2. Menghitung beban aksial


Menghitung beban aksial pada kolom lantai 3 dengan kode kolom KF-1
sebagai berikut.

𝑃𝑢
𝑃𝑛 = ∅

115441.26
𝑃𝑛 = 0.90

𝑃𝑛 = 135813.247 kg

Didapatkan besar nilai beban aksial pada kolom lantai 1 dengan kode
KF-1 sebesar 135813.247 kg.

3. Menghitung nilai 𝐴𝑔

Sebelum menghitung nilai 𝐴𝑔 terdapat beberapa koefisien yang harus

dihitung terlebih dahulu. Nilai pertama yang harus dihitung yaitu nilai 𝐿𝑘 dengan

menggunakan persamaan diatas.

𝐿𝑘 = L × 𝐾𝑐

𝐿𝑘= 0.65 × 4

𝐿𝑘 = 2.6 m

Setelah memperoleh nilai 𝐿𝑘 sebesar 2.6 m, selanjutnya menghitung 𝑖𝑚𝑖𝑛

menggunakan persamaan diatas.

𝑙𝑘
𝑖𝑚𝑖𝑛= 50

2.6
𝑖𝑚𝑖𝑛 = 50

𝑖𝑚𝑖𝑛 = 0.052

Setelah mendapatkan nilai 𝑖𝑚𝑖𝑛 sebesar 0.052, kemudian hitung λ𝑐 dengan

menggunakan persamaan diatas.

1 𝑙𝑘 𝑓𝑦
λ𝑐 = π
× 𝑖𝑚𝑖𝑛
× 𝐸
1 2.6 250
λ𝑐 = 3.14
× 0.052
× 200000

λ𝑐 = 0.56

Setelah mendapatkan nilai λ𝑐 sebesar 0.056, kemudian hitung ω dengan

menggunakan persamaan diatas.

1.43
ω= 1.6 −(0.67 × λ𝑐)

1.43
ω= 1.6 −(0.67 ×0.56)

ω = 1.17

Setelah mendapatkan nilai ωsebesar 1.17, kemudian hitung 𝐴𝑔 dengan

menggunakan persamaan diatas.

𝑃𝑛 × ω × 𝑆𝐹
𝐴𝑔 = 𝑓𝑦

135813.247 × 1.17 ×2.5


𝐴𝑔 = 250 × 10.197

3
𝐴𝑔 = 155.75 𝑐𝑚

3
Didapatkan besar nilai penampang kotor yaitu 155.75 𝑐𝑚

4. Menentukan dimensi penampang kolom


3
Dengan nilai 𝐴𝑔 yang diperoleh sebesar 155.75 𝑐𝑚 maka, sesuai dengan

tabel profil baja IWF diperoleh dimensi penampang kolom KF-1 yaitu 344 mm ×
354 mm × 16 mm × 16 mm.
Tabel 2.27 di bawah ini merupakan rekapitulasi perhitungan dimensi
penampang kolom lantai 1 pada perencanaan Gedung DPR Tiga Lantai di Kota
Pariaman.

Tabel 2.27 Rekapitulasi Dimensi Penampang Kolom Lantai 1

Penampang
Ag Ag Pakai Berat
Kode
d b tw tf
Kolom
cm2 cm2 mm mm mm mm Kg/m

KA1-1 48.03 51,21 175 175 7,5 11 40.2

KA2-1 46.45 51,21 175 175 7,5 11 40.2

KB1-1 78.00 83,69 200 200 10 16 65.7

KB2-1 81.71 83,69 200 200 10 16 65.7

KB3-1 75.78 83,69 200 200 10 16 65.7

KB4-1 78.00 83,69 200 200 10 16 65.7

KC-1 90.00 92,18 250 250 9 14 72.4

KD1-1 104.96 107,7 300 300 12 12 84.5

KD2-1 99.98 104,7 250 250 14 14 82.2

KE1-1 165.42 166,6 350 350 16 16 131

KE2-1 153.56 166,6 350 350 16 16 131

KE3-1 136.81 146 350 350 10 16 115

KE4-1 140.51 146 350 350 10 16 115

KF-1 155.75 166,6 350 350 16 16 131

KG1-1 69.26 71,53 200 200 12 12 56.2

KG2-1 99.60 104,7 250 250 14 14 82.2

KH1-1 144.00 146 350 350 10 16 115

KH2-1 133.32 134,8 300 300 15 15 106

KH3-1 138.73 146 350 350 10 16 115

KH4-1 151.39 166,6 350 350 16 16 131

KH5-1 150.16 166,6 350 350 16 16 131

KH6-1 150.16 166,6 350 350 16 16 131


KI-1 166,03 166,6 350 350 16 131 115

KJ1-1 32.18 40,14 150 150 7 10 31.5

KJ2-1 45.30 51,21 175 175 7,5 11 40.2

KK1-1 67.56 71,53 200 200 12 12 56.2

KK2-1 62.11 63,53 200 200 8 12 49.9

KK3-1 71.25 71,53 200 200 12 12 56.2

KL-1 172.36 173,9 350 350 12 19 136

KM1-1 98.71 104,7 250 250 14 14 82.2

KM2-1 105.46 107,7 300 300 12 12 84.5

KN1-1 40.24 51,21 175 175 7,5 11 40.2

KN2-1 45.30 51,21 175 175 7,5 11 40.2

KO1-1 99.60 104,7 250 250 14 14 82.2

KO2-1 92.22 104,7 250 250 14 14 82.2

KP-1 96.23 104,7 250 250 14 14 82.2

Keterangan: = Kolom yang ditinjau = Kolom yang terbesar

Berdasarkan Tabel 2.27 di atas, dimensi kolom yang digunakan adalah


sebesar 350 mm x 350 mm x 12 mm x 19 mm dengan berat sebesar 172,36 kg/m.

2.1.4 Preliminary Design Tangga


Tangga merupakan bagian dari struktur bangunan bertingkat. Tangga
berfungsi sebagai penghubung antara lantai tingkat satu dengan lainnya pada
suatu bangunan. Penempatan tangga pada struktur suatu bangunan sangat
berhubungan dengan fungsi bangunan bertingkat yang akan dioperasionalkan.
Pada bangunan lebih dari satu lantai (bertingkat) keberadaan tangga menjadi
sebuah komponen penting dan biasa digunakan sebagai alat bantu pergerakan
secara vertikal. Dalam bangunan posisi tangga haruslah diusahakan pada daerah
yang mudah dijangkau dari segala ruangan.

A. Spesifikasi Tangga
Adapun perencanaan tangga baja pada struktur bangunan Gedung DPR 3
lantai dihitung berdasarkan SNI 1746-2000 dengan persyaratan sebagai berikut:

Tabel 2.28 Persyaratan Umum Tangga

Keterangan Nilai

Lebar bersih dari segala rintangan, 110 cm (44 inci) , 90cm (36 inci),
kecuali tonjolan atau dibawah tinggi apabila total beban hunian dari semua
pegangan pada tiap sisinya tidak lebih lantai-lantai yang dilayani oleh jalur
dari 9cm tangga kurang dari 50

Maksimum ketinggian anak tangga 18 cm (7 inci)

Minimum ketinggian anak tangga 10 cm (4 inci)

Minimum kedalaman anak tangga 28 cm (11 inci)

Tinggi ruangan minimum 200 cm (6 ft, 8 inci)

Ketinggian maksimum antar bordes


3,7 m (12 ft)
tangga

Bordes tangga minimum 90 cm


(Sumber: SNI 1746-2000)

Berdasarkan peraturan pada Tabel 2.28, data perencanaan tangga baja pada
struktur bangunan Gedung DPR 3 lantai dalam Tabel 2.29 sebagai berikut:

Tabel 2.29 Data Rencana Tangga Gedung DPR 3 Lantai

Keterangan Nilai Satuan

Tinggi Lantai 400 cm

Tinggi Bordes 200 cm

Panjang Bordes 300 cm

Lebar Bordes 100 cm

Ketinggian Anak Tangga


18 cm
Rencana/Tinggi Injakan (Optrade)
Kedalaman Anak Tangga
25 cm
Rencana/Lebar Injakan (Antrade)

Mutu Baja 25 Mpa

Modulus Elastisitas (E) 200000 Mpa

Berat Volume Baja 7850 kg/m3

B. Design Tangga
Tangga yang didesain direncanakan untuk menghubungkan lantai 1 dan
lantai 2 serta lantai 2 dan lantai 3. Tangga yang di desain menjadi dua arah yaitu
untuk arah naik dan juga arah turun. Jarak antar tangga ialah 4 meter untuk lantai
1 ke lantai 2, dan lantai 2 ke lantai 3. Tangga di desain dengan lear bordes 1 meter
dengan panjang 3 meter. Gambar rencana desain tangga sebagai berikut:

Gambar 2.12 Tangga Lantai 1 Tampak Atas


Setelah memperoleh data perencanaan tangga, dilakukan perhitungan
sesuai dengan persyaratan SNI 1746:2000 sebagai berikut:

1. Syarat Antrade (lebar anak tangga) dan Optrade (tinggi anak tangga)
Syarat untuk antrade dan optrade adalah sebagai berikut:

57 ≤ 2 𝑂𝑝𝑡𝑟𝑎𝑑𝑒 + 𝐴𝑛𝑡𝑟𝑎𝑑𝑒 ≤ 65

Berdasarkan persamaan diatas maka didapatkan lebar anak tangga dan


tinggi anak tangga sebagai berikut.

2(18) + 25 ≤ 65
57 ≤ 61 ≤ 65 (Syarat Memenuhi)

2. Penentuan Jumlah Anak Tangga


Untuk menghitung jumlah anak tangga dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut:

𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑇𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎
𝑛 = 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐴𝑛𝑎𝑘 𝑇𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎

200
𝑛 = 18

𝑛 = 11, 11 𝑏𝑢𝑎ℎ ≈ 12 𝑏𝑢𝑎ℎ

Jadi, jumlah anak tangga pada tangga tersebut berjumlah sebanyak 12


buah.

3. Syarat Kemiringan Tangga


Sedangkan, syarat kemiringan tangga harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:

25° ≤ α ≤ 40°
−1 𝑑𝑒𝑝𝑎𝑛
25° ≤ 𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑖𝑛𝑔
≤ 40°
−1 18
25° ≤ 𝑡𝑎𝑛 25
≤ 40°

25° ≤ 35, 75° ≤ 40° (𝑆𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑒𝑚𝑒𝑛𝑢ℎ𝑖)

C. Pembebanan Struktrur Tangga


1. Beban Mati
Beban mati merupakan berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung
yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi
tetap, finishing, kladding gedung dan komponen arsitektural dan struktural
lainnya serta peralatan layan terpasang lain. Beban mati pada struktur ini adalah
sebagai berikut.

Tabel 2.30 Beban Mati Tangga

Beban Berat Jenis

Baja 7850 kg/m3

2. Beban Hidup
Beban hidup merupakan beban yang diakibatkan oleh pengguna dan
penghuni. Beban hidup atap merupakan beban yang diakibatkan pelaksanaan
pemeliharaan oleh pekerja, peralatan, dan material. Selain itu juga beban selama
masa layan struktur yang diakibatkan oleh benda bergerak, seperti tanaman atau
benda dekorasi kecil yang tidak berhubungan dengan penghunian. Pembebanan
balok disesuaikan dengan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung
(PPIUG) 1983 dan SNI 1727: 2013.

Tabel 2.31 Beban Hidup Tangga

Beban Berat Jenis

Tangga dan Bordes 488,24 kg/m3

D. Perencanaan Awal Elemen Tangga


Perancangan awal atau preliminary design adalah desain awal atau
estimasi jenis material, mutu material, serta dimensi material yang akan
digunakan untuk membentuk struktur. Terdapat beberapa rumusan dalam
menentukan perancangan awal yang berdasarkan acuan yang digunakan.

1. Perencanaan Tebal Pelat Anak Tangga


Langkah awal perencanaan anak tangga adalah untuk menentukan tebal
pelat anak tangga terlebih dahulu dimana akan diambil sebesar 5 mm dan panjang
injakan sepanjang 1.5 m
a. Akumulasi Beban yang Bekerja (Dead Load dan Live Load)

Tabel 2.32 Beban Mati yang Bekerja pada Pelat

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Pelat Baja 7850 0,005 1,5 58,875

Sambungan 5,8875

Berat Total (qD) 64,7625

Tabel 2.32 Beban Hidup Merata yang Bekerja pada Pelat

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Tangga 488,24 1,5 732,36

Berat Total (qL) 732,36

Tabel 2.32 Beban Hidup Terpusat yang Bekerja pada Pelat

Berat Total Berat Total


Beban
kN kg

Tangga 1,33 135,62

Berat Total (PL) 135,62

b. Perhitungan Momen Akibat Beban Mati dan Momen Akibat Beban Hidup
Berdasarkan akumulasi beban, maka adapun hasil perhitungan momen
masing-masing akibat beban mati dan beban hidup adalah sebagai berikut:

1
𝑀𝑑 = 8
𝑞D𝐿2
1
𝑀𝑑 = 8
(64, 7625)(0, 25)2 = 0,51 kgm
1
𝑀𝐿 = 8
𝑞L𝐿2
1
𝑀𝐿 = 8
(732, 36)(0, 25)2 = 5,72 kgm
1
𝑀𝐿 = 4
𝑃L𝐿2
1
𝑀𝐿 = 4
(135, 62)(0, 25)2 = 2,12 kgm
Momen akibat beban hidup yang diambil adalah nilai yang terbesar yaitu
5,72 kgm.

c. Perhitungan Momen Maksimum Akibat Beban Terfaktor

𝑀U = 1, 2𝑀D+ 1, 6𝑀L
𝑀U = (1, 2 × 0, 51)+(1, 6 × 5, 72) = 9,76 kgm

d. Kontrol Momen Lentur dan Deformasi


Kontrol terhadap lentur yang terjadi akibat momen yang bekerja dilakukan
dengan persamaan berikut:

1 2
𝑍𝑥 = 4
𝑏. ℎ

ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 𝑍𝑥 × 𝑓𝑦
ϕ𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢

Sehingga dilakukan perhitungan dengan persamaan diatas sebagai berikut.

1 2 3
𝑍𝑥 = 4
150. 0, 5 = 9, 38 𝑐𝑚

ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 9, 38 × 2549, 25 = 21509, 29𝑘𝑔𝑐𝑚 = 215, 09 𝑘𝑔𝑚


ϕ𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
215, 09 𝑘𝑔𝑚 ≥ 9, 76 𝑘𝑔𝑚 (Memenuhi Syarat)

Setelah memastikan lendutan nya, berikutnya adalah melakukan kontrol


terhadap lendutan pelat dengan lebar injakan tangga adalah 25 cm. Persamaan
diambil dari SNI 2847:2019, tabel 24.2.2

𝐿
∆𝑖𝑧𝑖𝑛 = 240

25
∆𝑖𝑧𝑖𝑛 = 240
= 0, 104 𝑐𝑚

Besarnya lendutan pada balok dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan sebagai berikut:

1 3
𝐼𝑥 = 12
𝑏. ℎ
2
5.𝑞.𝐿
∆= 384𝐸𝐼
Sehingga dilakukan perhitungan dengan persamaan diatas sebagai berikut.

1 3 4
𝐼𝑥 = 12
150. 0, 5 = 1, 56 𝑐𝑚
2
5.7,97.25
∆= 384.2000000.1,56
= 0, 013 𝑐𝑚

∆ < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛
0, 013 𝑐𝑚 < 0, 104 𝑐𝑚 (Memenuhi Syarat)

Karena semua syarat terpenuhi, maka tebal pelat anak tangga 5 mm dapat
digunakan.

2. Perencanaan Balok Pengaku Anak Tangga


Anak tangga memerlukan pengaku anak tangga dalam bentuk profil baja
siku, maka pengaku anak tangga direncanakan menggunakan profil siku 50 × 50
× 9 dengan spesifikasi sebagai berikut.

Tabel 2.33 Data Profil Pengaku Anak Tangga Rencana

Keterangan Nilai Satuan

d 50 mm

b 50 mm

W 6,74 kg/m

A 8,24 cm2

ix 1,47 cm

iy 1,47 cm

t 9 mm

Jx 17,9 cm4

Jy 17,9 cm4
(Sumber: Tabel Profil Baja Morisco)

a. Akumulasi Beban yang Bekerja (Dead Load dan Live Load)

Tabel 2.32 Beban Mati yang Bekerja pada Pelat

Beban Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


kg/m3 m m kg/m

Pelat Baja 7850 0,005 0,25 9,8125

Berat Profil 6,74

Berat Total Pelat dan Pengaku 16,5525

Sambungan 1,65525

Berat Total (qD) 18,20775

Tabel 2.32 Beban Hidup Merata yang Bekerja pada Pelat

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Tangga 488,24 0,25 122,06

Berat Total (qL) 122,06

Tabel 2.32 Beban Hidup Terpusat yang Bekerja pada Pelat

Berat Total Berat Total


Beban
kN kg

Tangga 1,33 135,62

Berat Total (PL) 135,62

b. Perhitungan Momen Akibat Beban Mati dan Momen Akibat Beban Hidup
Berdasarkan akumulasi beban, maka adapun hasil perhitungan momen
masing-masing akibat beban mati dan beban hidup adalah sebagai berikut:

1
𝑀𝑑 = 8
𝑞D𝐿2
1
𝑀𝑑 = 8
(18, 20775)(1, 5)2 = 5,12 kgm
1
𝑀𝐿 = 8
𝑞L𝐿2
1
𝑀𝐿 = 8
(122, 06)(1, 5)2 = 34,33 kgm
1
𝑀𝐿 = 4
𝑃L𝐿2
1
𝑀𝐿 = 4
(135, 62)(1, 5)2 = 76,29 kgm
Momen akibat beban hidup yang diambil adalah nilai yang terbesar yaitu
76,29 kgm.

c. Perhitungan Momen Maksimum Akibat Beban Terfaktor

𝑀U = 1, 2𝑀D+ 1, 6𝑀L
𝑀U = (1, 2 × 5, 12)+(1, 6 × 76, 29) = 128,20 kgm

d. Perhitungan Geser Terfaktor

1 1
𝑉U = 1, 2( 2 × 𝑀D × 𝐿) + 1, 6( 2 × 𝑀L × 2)
1 1
𝑉U = 1, 2( 2 × 5, 12 × 1, 5) + 1, 6( 2 × 76, 29 × 2)

𝑉U = 126, 67 𝑘𝑔

e. Kontrol Kuat Geser


Geser terfaktor yang sudah didapatkan kemudian harus dibandingkan
dengan geser nominal dan begitu juga dengan momen nya. Perhitungan diawali
dengan persamaan dari SNI 1729:2020, tabel B4.1

λ < λ𝑝

𝑏𝑓 𝐸
𝑡𝑓
< 0, 54 < 𝑓𝑦

50 2000000
9
< 0, 54 < 250

5, 56 < 15, 27 (KOMPAK)

f. Kontrol Momen Lentur dan Deformasi


Setelah memastikan bahwa profil adalah profil kompak maka perhitungan
selanjutnya adalah menentukan momen dengan persamaan SNI 1729:2020, pasal
F10.1.

1 1
𝑍𝑥 = (𝑡𝑓 × 𝑑 × 2
× 𝑑) + (𝑡𝑓 × (𝑏 − 𝑡𝑓) × 2
) × 𝑡𝑤

ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 𝑍𝑥 × 𝑓𝑦
ϕ𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
Sehingga dilakukan perhitungan dengan persamaan diatas sebagai berikut.

1 1
𝑍𝑥 = (9 × 50 × 2
× 50) + (9 × (50 − 9) × 2
) × 9 = 12, 91 𝑐𝑚3

ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 12, 91 × 2549, 25 = 29620, 88 𝑘𝑔𝑐𝑚 = 296, 21 𝑘𝑔𝑚


ϕ𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
296, 21 𝑘𝑔𝑚 ≥ 128, 20 𝑘𝑔𝑚 (Memenuhi Syarat)

g. Kontrol Terhadap Geser


Setelah memastikan bahwa momen sudah memenuhi syarat, berikutnya
adalah melakukan kontrol terhadap geser dengan persamaan dari SNI 1729:2020,
pasal G3.

ℎ 1,2×𝐸
𝑡𝑤
< 1, 10 × 𝑓𝑦

50 1,2×200000
9
< 1, 10 × 250

5, 5 < 34, 08

Karena pernyataan di atas adalah benar maka Cv sama dengan 1.


𝑉𝑛 = 0, 6 × 𝑓𝑦 × 𝑏𝑓 × 𝑡𝑓 × 𝐶𝑣1
𝑉𝑛 = 0, 6 × 250 × 5 × 0, 9 × 1
𝑉𝑛 = 6882, 98 𝑘𝑔
ϕ𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢
6194, 68 𝑘𝑔 ≥ 126, 67 𝑘𝑔 (Memenuhi Syarat)
Karena semua syarat terpenuhi, maka profil siku 50 × 50 × 9 dapat
digunakan sebagai pengaku anak tangga.

3. Perencanaan Tebal Pelat Bordes


Setelah merencanakan pengaku anak tangga selanjutnya merencanakan
bordes. Pelat bordes direncanakan setebal 10 mm dengan panjang injakan 1 m.
Perencanaan diawali dengan pembebanan sebagai berikut.

a. Akumulasi Beban yang Bekerja (Dead Load dan Live Load)

Tabel 2.32 Beban Mati yang Bekerja pada Pelat


Berat Volume Tebal Panjang Berat Total
Beban
kg/m3 m m kg/m

Pelat Baja 7850 0,01 1 78,5

Sambungan 7,85

Berat Total (qD) 86,35

Tabel 2.32 Beban Hidup Merata yang Bekerja pada Pelat

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Tangga dan Bordes 488,24 1 488,24

Berat Total (qL) 488,24

b. Perhitungan Momen Akibat Beban Mati dan Momen Akibat Beban Hidup
Berdasarkan akumulasi beban, maka adapun hasil perhitungan momen
masing-masing akibat beban mati dan beban hidup adalah sebagai berikut:

1
𝑀𝑑 = 8
𝑞D𝐿2
1
𝑀𝑑 = 8
(86, 35)(1)2 = 10,80 kgm
1
𝑀𝐿 = 8
𝑞L𝐿2
1
𝑀𝐿 = 8
(488, 24)(1)2 = 61,03 kgm

c. Perhitungan Momen Maksimum Akibat Beban Terfaktor

𝑀U = 1, 2𝑀D+ 1, 6𝑀L
𝑀U = (1, 2 × 10, 80)+(1, 6 × 61, 03) = 110,60 kgm

d. Kontrol Momen Lentur dan Deformasi


Kontrol terhadap lentur yang terjadi akibat momen yang bekerja dilakukan
dengan persamaan berikut:

1 2
𝑍𝑥 = 4
𝑏. ℎ

ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 𝑍𝑥 × 𝑓𝑦
ϕ𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
Sehingga dilakukan perhitungan dengan persamaan diatas sebagai berikut.

1 2
𝑍𝑥 = 4
100. 1 = 25 𝑐𝑚3

ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 25 × 2549, 25 = 57358, 125 𝑘𝑔𝑐𝑚 = 573, 58 𝑘𝑔𝑚


ϕ𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
573, 58 𝑘𝑔𝑚 ≥ 110, 60 𝑘𝑔𝑚 (Memenuhi Syarat)

Setelah memastikan lendutan nya, berikutnya adalah melakukan kontrol


terhadap lendutan pelat dengan setengah panjang bordes adalah 50 cm. Persamaan
diambil dari SNI 2847:2019, tabel 24.2.2

𝐿
∆𝑖𝑧𝑖𝑛 = 240

50
∆𝑖𝑧𝑖𝑛 = 240
= 0, 208 𝑐𝑚

Besarnya lendutan pada balok dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan sebagai berikut:

1 3
𝐼𝑥 = 12
𝑏. ℎ
2
5.𝑞.𝐿
∆= 384𝐸𝐼

Sehingga dilakukan perhitungan dengan persamaan diatas sebagai berikut.

1 3 4
𝐼𝑥 = 12
50. 1 = 4, 17 𝑐𝑚
2
5.5,75.50
∆= 384.2000000.4,17
= 0, 056 𝑐𝑚

∆ < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛
0, 056 𝑐𝑚 < 0, 208 𝑐𝑚 (Memenuhi Syarat)

Karena semua syarat terpenuhi, maka tebal pelat bordes 10 mm dapat


digunakan.

4. Perencanaan Balok Pengaku Bordes


Langkah berikutnya dalam perencanaan tangga adalah perencanaan balok
pengaku bordes menggunakan profil IWF 100 × 50 × 5 × 7, berikut adalah
spesifikasinya dengan tambahan lebar bordes selebar 1 m.
Tabel 2.33 Data Profil Pengaku Anak Tangga Rencana

Keterangan Nilai Satuan

d 100 mm

bf 50 mm

W 9,3 kg/m

A 11,85 cm2

ix 3,98 cm

iy 1,12 cm

tw 5 mm

tf 7 mm

Zx 37,5 cm3

Zy 5,91 cm3

Jx 187 cm4

Jy 14,8 cm4

hw 70 mm

ho 93 mm

r 8 mm

J 13450 mm
(Sumber: Tabel Profil Baja Morisco)

a. Akumulasi Beban yang Bekerja (Dead Load dan Live Load)

Tabel 2.32 Beban Mati yang Bekerja pada Pelat

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Pelat Baja 7850 0,01 0,5 39,25

Sambungan 3,925

Berat Total (qD) 43,175

Tabel 2.32 Beban Hidup Merata yang Bekerja pada Pelat


Berat Volume Tebal Panjang Berat Total
Beban
kg/m3 m m kg/m

Tangga dan Bordes 488,24 0,5 244,12

Berat Total (qL) 244,12

b. Perhitungan Momen Akibat Beban Mati dan Momen Akibat Beban Hidup
Berdasarkan akumulasi beban, maka adapun hasil perhitungan momen
masing-masing akibat beban mati dan beban hidup adalah sebagai berikut:

1
𝑀𝑑 = 8
𝑞D𝐿2
1
𝑀𝑑 = 8
(43, 175)(1)2 = 5,40 kgm
1
𝑀𝐿 = 8
𝑞L𝐿2
1
𝑀𝐿 = 8
(244, 12)(1)2 = 30,52 kgm

c. Perhitungan Momen Maksimum Akibat Beban Terfaktor

𝑀U = 1, 2𝑀D+ 1, 6𝑀L
𝑀U = (1, 2 × 5, 40)+(1, 6 × 30, 52) = 55,30 kgm

d. Perhitungan Geser Terfaktor

1
𝑉D = 2
𝑞D × 𝐿

1
𝑉D = 2
43, 18 × 1 = 21, 59 𝑘𝑔
1
𝑉L = 2
𝑞L × 𝐿
1
𝑉L = 2
244, 12 × 1 = 122, 06 𝑘𝑔

𝑉U = 1, 2𝑉D+ 1, 6𝑉L
𝑉U = (1, 2 × 21, 59) + (1, 6 × 122, 06) = 221, 20 𝑘𝑔

e. Kontrol Kuat Momen Lentur


Geser terfaktor dan momen terfaktor yang sudah didapatkan kemudian
harus dibandingkan dengan geser nominal dan momen nominal nya. Perhitungan
diawali dengan persamaan dari SNI 1729:2020, tabel B4.1b untuk melakukan
kontrol kuat momen lentur terlebih dahulu.

Sayap
λ < λ𝑝
𝑏𝑓 𝐸
𝑡𝑓
< 0, 38 × 𝑓𝑦

50 2000000
7
< 0, 38 × 250

7, 14 < 10, 75 (KOMPAK)

Badan
λ < λ𝑝
ℎ 𝐸
𝑡𝑤
< 3, 76 × 𝑓𝑦

70 2000000
5
< 3, 76 × 250

14 < 106, 35 (KOMPAK)

Setelah dipastikan bahwa profil yang digunakan adalah profil kompak, maka
momen nominal dihitung menggunakan persamaan berikut

ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 𝑍𝑥 × 𝑓𝑦
ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 37, 5 × 2549, 25 = 86037, 19 𝑘𝑔𝑐𝑚 = 860, 37 𝑘𝑔𝑚
ϕ𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
860, 37 𝑘𝑔𝑚 ≥ 55, 30 𝑘𝑔𝑚 (Memenuhi Syarat)

f. Kontrol Terhadap Geser


Berikunya adalah mengecek kekuatan geser dari profil baja. Nilai kv
sebesar 5,34 seperti yang tertera pada SNI 1729:2020 halaman 70. Dengan
menggunakan nilai kv, maka koefisein Cv1 bisa dicari melalui persamaan berikut.

ℎ 𝐸
𝑡𝑤
< 2, 24 × 𝑓𝑦

100 2000000
5
< 2, 24 × 250

20 < 63, 36
Dari hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai Cv1 adalah
1, seperti yang tertera pada SNI 1729:2020 persamaan G2-3. Setelah itu, nilai Vn
bisa dicari menggunakan persamaan yang ada pada SNI 1729:2020 pasal G2.1.

𝑉𝑛 = 0, 6 × 𝑓𝑦 × ℎ × 𝑡𝑤 × 𝐶𝑣1
𝑉𝑛 = 0, 6 × 250 × 10 × 0, 5 × 1
𝑉𝑛 = 7647, 75 𝑘𝑔
ϕ𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢
6882, 98 𝑘𝑔 ≥ 221, 20 𝑘𝑔 (Memenuhi Syarat)

Karena semua syarat terpenuhi, maka profil IWF 100 × 50 × 5 × 7 dapat


digunakan sebagai pengaku bordes.

5. Perencanaan Balok Utama Tangga


Berikutnya adalah melakukan perencanaan balok utama tangga dengan
profil WF 250x125x5x8, berikut ini adalah spesifikasi nya.

Tabel 2.33 Data Profil Pengaku Anak Tangga Rencana

Keterangan Nilai Satuan

d 250 mm

bf 125 mm

W 25,7 kg/m

A 32,68 cm2

ix 10,4 cm

iy 2,79 cm

tw 5 mm

tf 8 mm

Zx 285 cm3

Zy 41,1 cm3

Jx 3540 cm4
Jy 255 cm4

hw 210 mm

ho 242 mm

r 12 mm

J 51417 mm
(Sumber: Tabel Profil Baja Morisco)

a. Akumulasi Beban yang Bekerja (Dead Load dan Live Load)

Tabel 2.32 Beban Mati yang Bekerja

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Pelat Baja 7850 0,005 0,75 29,4375

Berat Profil Siku


93,8
(14 buah)

Berat Balok 25,7

Berat Total Pelat, Pengaku, dan Balok 148,94

Sambungan 14,89

Berat Total (qD) 163,83

Tabel 2.32 Beban Hidup Merata yang Bekerja

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Tangga 488,24 0,75 366,18

Berat Total (qL) 366,18

Tabel 2.32 Beban Hidup Terpusat yang Bekerja

Berat Total Berat Total


Beban
kN kg

Tangga 1,33 135,62

Berat Total (PL) 135,62


Tabel 2.32 Beban Mati yang Bekerja pada Bordes

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Pelat Baja 7850 0,01 1 78,5

Berat Pengaku Bordes 9,3

Berat Total Pelat, dan Pengaku

Sambungan 8,78

Berat Total (qD) 96,58

Tabel 2.32 Beban Hidup Merata yang Bekerja

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Tangga dan Bordes 488,24 1 488,24

Berat Total (qL) 488,24

b. Perhitungan Momen Akibat Beban Mati dan Momen Akibat Beban Hidup
Berdasarkan akumulasi beban, maka adapun hasil perhitungan momen
masing-masing akibat beban mati dan beban hidup adalah sebagai berikut:

1
𝑀𝑑 = 8
𝑞D𝐿2
1
𝑀𝑑 = 8
(163, 83)(1, 5)2 = 46,08 kgm
1
𝑀𝐿 = 8
𝑞L𝐿2
1
𝑀𝐿 = 8
(366, 18)(1, 5)2 = 102,99 kgm

c. Perhitungan Momen Maksimum Akibat Beban Terfaktor

𝑀U = 1, 2𝑀D+ 1, 6𝑀L
𝑀U = (1, 2 × 46, 08)+(1, 6 × 102, 99) = 220,07 kgm

d. Perhitungan Geser Terfaktor

1
𝑉D = 2
𝑞D × 𝐿
1
𝑉D = 2
96, 58 × 1, 5 = 72, 44 𝑘𝑔
1
𝑉L = 2
𝑞L × 𝐿
1
𝑉L = 2
488, 24 × 1, 5 = 366, 18 𝑘𝑔

𝑉U = 1, 2𝑉D+ 1, 6𝑉L
𝑉U = (1, 2 × 72, 44) + (1, 6 × 366, 18) = 672, 81 𝑘𝑔

e. Kontrol Kuat Momen Lentur


Geser terfaktor dan momen terfaktor yang sudah didapatkan kemudian
harus dibandingkan dengan geser nominal dan momen nominal nya. Perhitungan
diawali dengan persamaan dari SNI 1729:2020, tabel B4.1b untuk melakukan
kontrol kuat momen lentur terlebih dahulu.

Sayap
λ < λ𝑝
𝑏𝑓 𝐸
𝑡𝑓
< 0, 38 × 𝑓𝑦

125 2000000
8
< 0, 38 × 250

7, 81 < 10, 75 (KOMPAK)

Badan
λ < λ𝑝
ℎ 𝐸
𝑡𝑤
< 3, 76 × 𝑓𝑦

210 2000000
5
< 3, 76 × 250

42 < 106, 35 (KOMPAK)

Setelah dipastikan bahwa profil yang digunakan adalah profil kompak, maka
momen nominal dihitung menggunakan persamaan berikut

ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 𝑍𝑥 × 𝑓𝑦
ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 285 × 2549, 25 = 653882, 625 𝑘𝑔𝑐𝑚 = 6538, 83 𝑘𝑔𝑚
ϕ𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
6538, 83 𝑘𝑔𝑚 ≥ 220, 07 𝑘𝑔𝑚 (Memenuhi Syarat)
f. Kontrol Terhadap Geser
Berikunya adalah mengecek kekuatan geser dari profil baja. Nilai kv
sebesar 5,34 seperti yang tertera pada SNI 1729:2020 halaman 70. Dengan
menggunakan nilai kv, maka koefisein Cv1 bisa dicari melalui persamaan berikut.

ℎ 𝐸
𝑡𝑤
< 2, 24 × 𝑓𝑦

196 2000000
5
< 2, 24 × 250

20 < 63, 36

Dari hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai Cv1 adalah
1, seperti yang tertera pada SNI 1729:2020 persamaan G2-3. Setelah itu, nilai Vn
bisa dicari menggunakan persamaan yang ada pada SNI 1729:2020 pasal G2.1.

𝑉𝑛 = 0, 6 × 𝑓𝑦 × ℎ × 𝑡𝑤 × 𝐶𝑣1
𝑉𝑛 = 0, 6 × 250 × 25 × 0, 5 × 1
𝑉𝑛 = 19119, 375 𝑘𝑔
ϕ𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢
17207, 44 𝑘𝑔 ≥ 672, 81 𝑘𝑔 (Memenuhi Syarat)

Karena semua syarat terpenuhi, maka profil IWF 250 × 125 × 5 × 8 dapat
digunakan sebagai balok utama tangga.

6. Perencanaan Balok Penumpu Bordes


Berikutnya adalah melakukan perencanaan balok penumpu bordes dengan
profil WF 250x175x7x11, berikut ini adalah spesifikasi nya.

Tabel 2.33 Data Profil Pengaku Anak Tangga Rencana

Keterangan Nilai Satuan

d 250 mm

bf 175 mm

W 44,1 kg/m

A 56,24 cm2
ix 10,4 cm

iy 4,18 cm

tw 7 mm

tf 11 mm

Zx 502 cm3

Zy 113 cm3

Jx 6120 cm4

Jy 984 cm4

hw 196 mm

ho 239 mm

r 16 mm

J 17769 mm
(Sumber: Tabel Profil Baja Morisco)

a. Akumulasi Beban yang Bekerja (Dead Load dan Live Load)

Tabel 2.32 Beban Mati yang Bekerja pada Pelat

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Pelat Baja 7850 0,01 0,5 39,25

Sambungan 3,925

Berat Total (qD) 43,175

Tabel 2.32 Beban Hidup Merata yang Bekerja pada Pelat

Berat Volume Tebal Panjang Berat Total


Beban
kg/m3 m m kg/m

Tangga dan Bordes 488,24 0,5 244,12

Berat Total (qL) 244,12

b. Perhitungan Momen Akibat Beban Mati dan Momen Akibat Beban Hidup
Berdasarkan akumulasi beban, maka adapun hasil perhitungan momen
masing-masing akibat beban mati dan beban hidup adalah sebagai berikut:

1
𝑀𝑑 = 8
𝑞D𝐿2
1
𝑀𝑑 = 8
(43, 175)(3)2 = 48,57 kgm
1
𝑀𝐿 = 8
𝑞L𝐿2
1
𝑀𝐿 = 8
(244, 12)(3)2 = 274,64 kgm

c. Perhitungan Momen Maksimum Akibat Beban Terfaktor

𝑀U = 1, 2𝑀D+ 1, 6𝑀L
𝑀U = (1, 2 × 48, 57)+(1, 6 × 274, 64) = 497,70 kgm

d. Perhitungan Geser Terfaktor

1
𝑉D = 2
𝑞D × 𝐿

1
𝑉D = 2
43, 175 × 3 = 64, 76 𝑘𝑔
1
𝑉L = 2
𝑞L × 𝐿
1
𝑉L = 2
244, 12 × 1, 5 = 183, 09 𝑘𝑔

𝑉U = 1, 2𝑉D+ 1, 6𝑉L
𝑉U = (1, 2 × 64, 76) + (1, 6 × 183, 09) = 370, 659 𝑘𝑔

e. Kontrol Kuat Momen Lentur


Geser terfaktor dan momen terfaktor yang sudah didapatkan kemudian
harus dibandingkan dengan geser nominal dan momen nominal nya. Perhitungan
diawali dengan persamaan dari SNI 1729:2020, tabel B4.1b untuk melakukan
kontrol kuat momen lentur terlebih dahulu.

Sayap
λ < λ𝑝
𝑏𝑓 𝐸
𝑡𝑓
< 0, 38 × 𝑓𝑦
175 2000000
11
< 0, 38 × 250

7, 954 < 10, 75 (KOMPAK)

Badan
λ < λ𝑝
ℎ 𝐸
𝑡𝑤
< 3, 76 × 𝑓𝑦

196 2000000
7
< 3, 76 × 250

28 < 106, 35 (KOMPAK)

Setelah dipastikan bahwa profil yang digunakan adalah profil kompak, maka
momen nominal dihitung menggunakan persamaan berikut

ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 𝑍𝑥 × 𝑓𝑦
ϕ𝑀𝑛 = 0, 9 × 502 × 2549, 25 = 1151751, 15 𝑘𝑔𝑐𝑚 = 11517, 51 𝑘𝑔𝑚
ϕ𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
11517, 51 𝑘𝑔𝑚 ≥ 497, 70 𝑘𝑔𝑚 (Memenuhi Syarat)

f. Kontrol Terhadap Geser


Berikunya adalah mengecek kekuatan geser dari profil baja. Nilai kv
sebesar 5,34 seperti yang tertera pada SNI 1729:2020 halaman 70. Dengan
menggunakan nilai kv, maka koefisein Cv1 bisa dicari melalui persamaan berikut.

ℎ 𝐸
𝑡𝑤
< 2, 24 × 𝑓𝑦

196 2000000
7
< 2, 24 × 250

5, 5 < 34, 08

Dari hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai Cv1 adalah
1, seperti yang tertera pada SNI 1729:2020 persamaan G2-3. Setelah itu, nilai Vn
bisa dicari menggunakan persamaan yang ada pada SNI 1729:2020 pasal G2.1.

𝑉𝑛 = 0, 6 × 𝑓𝑦 × ℎ × 𝑡𝑤 × 𝐶𝑣1
𝑉𝑛 = 0, 6 × 250 × 25 × 0, 7 × 1
𝑉𝑛 = 26767, 13 𝑘𝑔
ϕ𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢
24090, 41 𝑘𝑔 ≥ 370, 66 𝑘𝑔 (Memenuhi Syarat)

Karena semua syarat terpenuhi, maka profil IWF 250 × 175 × 7 × 11 dapat
digunakan sebagai balok penumpu bordes.

Tabel 2.38 Rekapitulasi Rencana Tangga

Elemen Dimensi Satuan

Tangga Lantai 1 Menuju Lantai 2

Pelat Tangga 5 mm

Pelat Bordes 10 mm

Balok Pengaku Anak Baja siku-siku sama mm


Tangga kaki 50 × 50 × 9

Balok Pengaku Bordes IWF 100 × 50 × 5 × 7 mm

Balok Utama Tangga IWF 250 × 125 × 5 × 8 mm

Balok Penumpu Bordes IWF 250 × 175 × 7 × 11 mm

Tangga Lantai 2 Menuju Lantai 3

Pelat Tangga 5 mm

Pelat Bordes 10 mm

Balok Pengaku Anak Baja siku-siku sama mm


Tangga kaki 50 × 50 × 9

Balok Pengaku Bordes IWF 100 × 50 × 5 × 7 mm

Balok Utama Tangga IWF 250 × 125 × 5 × 8 mm

Balok Penumpu Bordes IWF 250 × 175 × 7 × 11 mm

2.2 Pembebanan
Menurut peraturan pembebanan SNI 1727:2020, dalam perencanaan
struktur bangunan, diharapkan struktur dapat menahan beban yang diterima
sehingga memiliki kekuatan dan kekakuan yang cukup untuk memberikan
stabilitas struktural, melindungi komponen nonstruktural dan sistem. Pembebanan
struktur terdiri dari, beban mati, beban hidup dan beban lingkungan.
2.2.1 Beban Mati
Beban mati merupakan berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung
yang terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi
tetap, finishing, kladding gedung dan komponen arsitektural dan struktural
lainnya serta peralatan layan terpasang lain. Beban mati pada struktur pada
perencanaan Bangunan Gedung DPR Tiga Lantai terdapat pada Tabel 2.27
sebagai berikut:

Tabel 2.28 Beban Mati Bangunan

Berat Volume
Beban
Kg/m2
Penggantung Plafond (Suspended steel channel system) 10,2
Plafond (Acoustical fiberboard) 5,1
Ducting dan Plumbing 19,37
Plat Bondek (Deck, metal) 12.24
Berat Sendiri (Beton) 240
Keramik 78,52
Spesi (0,02) 42
Dinding Bata 102mm (Clay Brick Wythes) 190

2.2.2 Beban Hidup


Beban hidup merupakan beban yang diakibatkan oleh pengguna dan
penghuni. Beban hidup atap merupakan beban yang diakibatkan pelaksanaan
pemeliharaan oleh pekerja, peralatan, dan material. Selain itu juga beban selama
masa layan struktur yang diakibatkan oleh benda bergerak, seperti tanaman atau
benda dekorasi kecil yang tidak berhubungan dengan penghunian. Beban hidup
pada struktur pada perencanaan Bangunan Gedung DPR Tiga Lantai terdapat pada
Tabel 2.29 sebagai berikut:

Tabel 2. 29 Beban Hidup Bangunan

Berat Volume
Beban
Kg/m2
Orang 100
Hujan 40
Ruang Sidang Paripurna (Ruang pertemuan lainnya) 488.24
Lobby (Ruang Pertemuan: Lobi) 488.24
Koridor (Lembaga hukum: Koridor) 390.59
Mushola (Rumah Tinggal: Ruang Publik) 488.24
Smoking Area/Balcon (Balkon dan dek) 488.24
Gudang (Gudang penyimpanan dan pekerja: Ringan) 488.24
Ruang Arsip (Gedung Perkantoran: Ruang Arsip dan
488.24
Komputer)
Elektrikal (Sistem lantai akses: Ruang kantor) 244.12
Janitor (Sistem lantai akses: Ruang kantor) 244.12
Toilet (Toilet rooms) 292.94
Tangga (Tangga dan jalan keluar) 488.24
Ruang Kerja (Gedung Perkantoran: Kantor) 244.73
Ruang Rapat Komisi (Ruang pertemuan lainnya) 488.24
Ruang Tata Usaha (Gedung Perkantoran: Kantor) 244.73
Ruang Percetakan (Gedung Perkantoran: Ruang Arsip dan
488.24
Komputer)
Auditorium (Tempat Rekreasi: Ruang dansa dan ballroom) 488.24
Cafetaria (Ruang makan dan restoran) 488.24
Ruang Rapat Kecil (Ruang pertemuan lainnya) 488.24
Ruang Pers (Ruang pertemuan lainnya) 488.24
Elektrikal (Sistem lantai akses: Ruang kantor) 244.12
Janitor (Sistem lantai akses: Ruang kantor) 244.12
(Sumber: SNI 1727:2020)

2.2.3 Beban Atap


Perencanaan jenis penutup atap yang digunakan pada perancangan struktur
baja ini adalah atap dak dengan penutup beton. Beban hidup pada struktur pada
perencanaan Bangunan Gedung DPR Tiga Lantai terdapat pada Tabel 2.30
sebagai berikut:
Tabel 2. 30 Beban Atap Bangunan

Berat Volume
Beban
Kg/m2
Orang 100
Hujan 40
(Sumber: SNI 1727:2020)

2.2.4 Beban Lingkungan


Beban lingkungan merupakan merupakan beban yang ditimbulkan oleh
lingkungan (alam) dimana struktur bangunan tersebut direncanakan. Pembebanan
ini berdasarkan lokasi struktur yaitu di Kota Pariaman daerah pesisir.

2.2.4.1 Beban Angin


Perhitungan beban angin rencana pada dasarnya didapatkan dari kecepatan
angin dasar yang kemudian dikonversikan dengan faktor-faktor tertentu, seperti
arah angin, faktor keutamaan bangunan, eksposur, topografi, serta bentuk struktur
menjadi tekanan atau gaya. Kecepatan angin ini tergolong dalam kategori
eksposur B. Berikut adalah tahapan mencari besaran beban angin pada bangunan
Gedung DPR 3 lantai ini.

A. Langkah 1
Langkah pertama untuk menentukan beban angin adalah menentukan
kategori risiko bangunan gedung atau struktur lain sesuai dengan SNI 1727-2020
Kategori Risiko Bangunan dan Struktur lainnya untuk Beban Banjir, Angin, Salju,
Gempa, dan Es. Tabel 2.30 berikut merupakan kategori Resiko bangunan pada
bangunan rencana.

Tabel 2.30 Kategori Risiko Bangunan Gedung

Penggunaan atau Pemanfaatan Fungsi Bangunan Gedung dan Kategori


Struktur Risiko
Bangunan gedung dan struktur lain yang merupakan risiko rendah
I
untuk kehidupan manusia dalam kejadian kegagalan
Semua bangunan gedung dan struktur lain kecuali mereka
II
terdaftar dalam kategori risiko I, III, dan IV
Bangunan gedung dan struktur lain, kegagalan yang dapat
III
menimbulkan risiko besar bagi kehidupan manusia.
Bangunan gedung dan struktur lain, tidak termasuk dalam
kategori risiko IV, dengan potensi untuk menyebabkan dampak
ekonomi substansial dan/atau gangguan massa dari hari ke hari
kehidupan sipil pada saat terjadi kegagalan. Bangunan gedung
dan struktur lain tidak termasuk dalam risiko kategori IV
(termasuk, namun tidak terbatas pada, fasilitas yang manufaktur,
proses, menangani, menyimpan, menggunakan, atau membuang
zat-zat seperti bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya,
limbah berbahaya, atau bahan peledak) yang mengandung zat
beracun atau mudah meledak di mana kuantitas material melebihi
jumlah ambang batas yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang
dan cukup untuk menimbulkan suatu ancaman kepada publik jika IV
dirilis III Bangunan gedung dan struktur lain yang dianggap
sebagai fasilitas penting. Bangunan gedung dan struktur lain,
kegagalan yang dapat menimbulkan bahaya besar bagi
masyarakat. Bangunan gedung dan struktur lain (termasuk, namun
tidak terbatas pada, fasilitas yang memproduksi, memproses,
menangani, menyimpan, menggunakan, atau membuang zat-zat
berbahaya seperti bahan bakar, bahan kimia berbahaya, atau
limbah berbahaya) yang berisi jumlah yang cukup dari zat yang
sangat beracun di mana kuantitas melebihi jumlah ambang batas
yang ditetapkan oleh pihak yang berwenang dan cukup
menimbulkan ancaman bagi masyarakat jika dirilis.
(Sumber: SNI 1727:2020)

Dari tabel diatas didapatkan kategori resiko untuk bangunan Gedung DPR
tiga lantai ini adalah Kategori Risiko II yaitu kategori semua bangunan gedung
dan struktur lain kecuali mereka terdaftar dalam Kategori Risiko I, II, dan IV.

B. Langkah 2
Langkah kedua adalah menentukan kecepatan angin dasar (v) berdasarkan
standar dari Australia, HB 212-2002 – Design Wind Speeds for the Asia-Pacific
Region. Berikut dapat dilihat pada Gambar 2.12 dibawah ini.
Gambar 2.12 Design Wind Speeds for the Asia-Pasific Region
(Sumber: HB 212-2002)

Dari Gambar 2.12 didapatkan kecepatan angin dasar (v) di Indonesia


berada pada Key to Levels I.

Tabel 2.31 Nilai Wind Speed berdasarkan Handbook Level

Handbook Equation
Description V60 V600
Level for V R

Strong thunderstorms and


I 70-56R-0.1 32 40
monsoon winds

Moderately severe
II thunderstorms and extratropical 67-41R-0.1 39 45
gales

Severe thunderstorms and


III moderate or weakening 106-92R-0.1 44 57
typhoons/tropical cyclones

Strong typhoons/tropical
IV 122-104R-0.1 52 66
cyclones

V Very strong typhoons/tropical 156-142R-0.1 60 80


cyclones
(Sumber: HB 212-2002)

Dari Tabel 2.31 diatas dapat kita lihat bahwa nilai wind speed adalah 32
m/s untuk periode 60 tahunan dan 40 m/s untuk periode 600 tahunan. Berdasarkan
standar tersebut, kita dapat mengambil nilai V = 32 m/s untuk desain beban angin
pada kondisi layan (serviceability design) dan V = 40 m/s pada kondisi batas
(strength design).

C. Langkah 3
Langkah ketiga adalah menentukan parameter beban angin, pada tahap ini
terdapat beberapa parameter yang harus ditentukan, antara lain sebagai berikut.

1. Faktor Arah Angin (Kd)


Faktor arah angin ditentukan sesuai dengan SNI 1727-2020 Tabel 26.6-1
Faktor Arah Angin (Kd). Adapun Faktor Arah Angin (Kd) pada bangunan
Gedung DPR 3 Lantai ini dapat ditentukan menggunakan Tabel 2.32 sebagai
berikut.

Tabel 2. 32 Faktor Arah Angin (Kd)

Tipe Struktur Faktor Arah Angin (Kd)

Bangunan Gedung
0,85
Sistem Penahan Gaya Angin Utama (SPGAU)
Komponen dan Klading (K&K)
0,85
Atap Lengkung 0,85
Kubah Berbentuk Bundar 1,00a
Cerobong, tangki, dan struktur serupa
0,90
Persegi
0,95
Segi Enam
1,0a
Segi Delapan
1,0a
Bundar
Dinding solid yang berdiri bebas, peralatan
bagian atap, dan panel petunjuk solid yang 0,85
berdiri bebas serta panel petunjuk terikat
Panel petunjuk terbuka dan rangka terbuka
0,85
bidang tunggal
Rangka Batang Menara
Segitiga, Persegi, atau Persegi Panjang 0,85
Semua Penampang lainnya 0,95
(Sumber: SNI 1727:2020)

Dari tabel diatas didapatkan faktor arah angin (Kd) pada bangunan
Gedung DPR 3 lantai yang direncanakan ialah sebesar Kd = 0,85.

2. Kategori Eksposur
Bangunan Gedung DPR ini direncanakan berada di daerah pesisir Kota
Pariaman, sehingga untuk mengetahui kekasaran permukaan di daerah tersebut
dapat dilihat pada SNI 1727:2020 seperti Tabel 2.33 dibawah ini.

Tabel 2.33 Kategori Kekasaran Permukaan

Kategori Penjelasan

Untuk bangunan gedung atau struktur lain dengan tinggi atap rata-rata
kurang dari atau sama dengan 30 ft (9,1m), Eksposur B berlaku
bilamana kekasaran permukaan tanah, sebagaimana ditentukan oleh
Kekasaran Permukaan B, berlaku di arah melawan angin untuk jarak
B yang lebih besar dari 1.500 ft (457m). Untuk bangunan gedung atau
struktur lain dengan tinggi atap rata-rata lebih besar dari 30 ft (9,1m),
Eksposur B berlaku bilamana Kekasaran Permukaan B berada dalam
arah melawan angin untuk jarak lebih besar dari 2.600 ft (792 m) atau
20 kali tinggi bangunan atau struktur, pilih yang terbesar.
Eksposur C berlaku untuk semua kasus di mana Eksposur B atau
C
Eksposur D tidak berlaku.
Eksposur D berlaku bilamana kekasaran permukaan tanah,
sebagaimana ditentukan oleh Kekasaran Permukaan D, berlaku di
arah melawan angin untuk jarak yang lebih besar dari 5.000 ft
(1.524m) atau 20 kali tinggi bangunan gedung atau tinggi struktur,
pilih yang terbesar. Eksposur D juga berlaku bilamana kekasaran
D
permukaan tanah dekat dari situs dalam arah melawan angin adalah B
atau C, dan situs yang berada dalam jarak 600 ft (183 m) atau 20 kali
tinggi bangunan gedung atau tinggi struktur, pilih yang terbesar, dari
kondisi Eksposur D sebagaimana ditentukan dalam kalimat
sebelumnya.
(Sumber: SNI 1727:2020)

Dari tabel diatas didapatkan kategori eksposur pada bangunan Gedung


DPR 3 lantai ini adalah termasuk dalam kategori B.

3. Faktor Topografi (Kzt)


Berdasarkan SNI 1727:2020 disebutkan bahwa jika kondisi situs dan
lokasi bangunan gedung dan struktur lain tidak memenuhi semua kondisi yang
disyaratkan dalam Pasal 26.8.1, maka Kzt = 1,0.

4. Faktor Elevasi Permukaan Tanah (Ke)

Tabel 2. 34 Faktor Elevasi Permukaan Tanah

Elevasi Tanah di Atas Permukaan Laur Faktor Elevasi Permukaan


(Sea Level) Tanah

ft m

<0 <0 Lihat Catatan 2

0 0 1.00

1000 305 0.96

2000 610 0.93

3000 914 0.90

4000 1219 0.86

5000 1524 0.83

6000 1829 0.80

> 6000 > 1892 Lihat Catatan 2

(Sumber: SNI 1727:2020)

Berdasarkan SNI 1727:2020 Pasal 26.9.1, disebutkan bahwa “Faktor


elevasi permukaan tanah untuk menyesuaikan densitas udara, Ke, harus
ditentukan sesuai dengan Tabel 26.9-1. Untuk semua elevasi, boleh diambil nilai
Ke = 1.

5. Faktor Efek Tiupan Angin (Gf)


Bangunan Gedung DPR 3 lantai yang direncanakan ini ialah termasuk
kedalam jenis bangunan kaku atau struktur lainnya. Berdasarkan SNI 1727:2020
Pasal 26.11.1, disebutkan bahwa Faktor efek hembusan angin untuk suatu
bangunan gedung dan struktur lain yang kaku boleh diambil (Gf) = 0,85.
6. Klasifikasi Ketertutupan (GCpi)
Bangunan Gedung DPR 3 lantai yang direncanakan ini ialah jenis
bangunan gedung tertutup, sehingga untuk mengetahui nilai GCpi pada bangunan
tertutup dapat dilihat pada SNI 1727-2020 pada halaman 119, dapat dilihat pada
Tabel 2.35 sebagai berikut:

Tabel 2.35 Koefisien Tekanan Internal

Koefisien
Klasifikasi Kriteria untuk Klasifikasi Tekanan Tekanan
Ketertutupan Ketertutupan Internal Internal
(GCpi)
𝐴0 kurang dari tekanan terkecil
0.01 A 0
Bangunan -0,18
Atau 4 ft22 (0.37 m2) dan 𝐴0𝑖/ Sedang
Tertutup -0,18
𝐴𝑔𝑖 ≤ 0.2

𝐴0 > 1.1 𝐴0𝑖dan 𝐴0> terkecil dari

Bangunan 0.01 𝐴𝑔
-0,55
Tertutup Atau 4 ft22 (0.37 m2) dan 𝐴0𝑖/ Tinggi
-0,55
Sebagian
𝐴𝑔𝑖 ≤ 0.2

Bangunan Bangunan yang tidak sesuai dengan


-0,18
Terbuka klasifikasi tertutup, tertutup Sedang
-0,18
Sebagian sebagian, atau klasifikasi terbuka.

Bangunan Setiap dinding minimal terbuka


Diabaikan 0,00
Terbuka 80%

(Sumber: SNI 1727:2020)

Tabel ini memiliki catatan yang berbunyi “Tanda plus dan minus
menandakan tekanan yang bekerja ke arah dan menjauh dari permukaan dalam,
masing-masing”. Maka nilai GCpi pada bangunan Gedung DPR 3 lantai yang
akan direncanakan ialah GCpi = -0,18. Koefisien tekanan internal (GCpi),
ditentukan berdasarkan klasifikasi ketertutupan bangunan, yaitu termasuk dalam
Bangunan Gedung tertutup dengan nilai GCpi adalah -0,18 dan -0,18.
D. Langkah 4
Langkah keempat adalah menentukan koefisien eksposur tekanan
velositas, seperti yang tertera pada SNI 1727:2020 di Tabel 26.11-1 halaman 116.

Tabel 2.36 Konstanta Eksposur Daratan

Eksp Zg ℓ Zmin
α 𝑎 𝑏 𝑎 𝑏 c ϵ
osur (m) (m) (m)a

B 7,0 365,76 1/7 0,84 1/4,0 0,45 0,30 97,54 1/3,0 9,14

C 9,5 274,32 1/9,5 1,00 1/6,5 0,65 0,20 152,4 1/5,0 4,57

D 11,5 213,36 1/11,5 1,07 1/9,0 0,80 0,15 198,12 1/8,0 2,13

(Sumber: SNI 1727:2020)


Gedung DPR 3 Lantai yang direncanakan termasuk dalam Eksposur
Kategori B, dari Tabel 2.36 diatas didapatkan nilai α = 7,0, Zg = 365,76, dan z =
9,14. Kemudian didapatkan nilai Kz dengan persamaan Kz yang tertera pada SNI
1727-2020 sebagai berikut:

𝑧 2
Kz = 2,01×( 𝑍𝑔 ) α
9,14 2
Kz = 2,01×( 365,76 ) 7,0

Kz = 0,701

Sehingga didapatkan nilai Kz sebesar 0,701.

E. Langkah 5
Langkah kelima yaitu menentukan tekanan kecepatan (qz). Berdasarkan
SNI 1727:2020 Pasal 26.10.2 disebutkan bahwa “Tekanan kecepatan, qz, yang
dievaluasi pada ketinggian z di atas tanah harus dihitung dengan persamaan
berikut:

2
𝑞𝑧 = 0.00256 𝐾𝑧 𝐾𝑧𝑡 𝐾𝑑 𝐾𝑒 𝑉 (lb/ft2); V dalam mi/h
2
𝑞𝑧 = 0.613 𝐾𝑧 𝐾𝑧𝑡 𝐾𝑑 𝐾𝑒 𝑉 (N/m2); V dalam m/s

Dengan:

𝐾𝑧 = Koefisien eksposur tekanan kecepatan, lihat Pasal 26.10.1.

𝐾𝑧𝑡 = Faktor topografi, lihat Pasal 26.8.2.

𝐾𝑑 = Faktor arah angin, lihat Pasal 26.6

𝐾𝑒 = Faktor elevasi permukaan tanah, lihat Pasal 26.9.

V = Kecepatan angin dasar, lihat Pasal 26.5.


𝑞𝑧 = Tekanan kecepatan pada ketinggian z.

Maka nilai dapat dihitung sebagai berikut.

2
𝑞𝑧 = 0.613 𝐾𝑧 𝐾𝑧𝑡 𝐾𝑑 𝐾𝑒 𝑉

𝑞𝑧 = 0.613 × 0.701 × 1 × 0.85 × 1 × 402

𝑞𝑧 = 584 N/m2

Berdasarkan persamaan di atas, didapatkan nilai tekanan kecepatan (qz) = 584


N/m2.

F. Langkah 6
Langkah keenam yaitu menentukan koefisien eksposur tekanan velositas (Cp).

Tabel 2.37 Koefisien Tekanan Dinding

Koefisien Tekanan Dinding (Cp)

Digunakan
Permukaan L/B Cp
dengan qz

Dinding disisi Seluruh Nilai 0,8 qz


Angin Datang 0-1 -0,5 qh

Dinding disisi 2 -0,3 qh


Angin Pergi ≥4 -0,2 qh

Dinding Tepi Seluruh Nilai -0,7 qh


(Sumber: SNI 1727:2020)
Pada bangunan Gedung DPR 3 lantai ini yang direncanakan pada dinding
disisi angin datang, maka didapatkan nilai Cp = 0,8.

G. Langkah 7
Langkah selanjutnya yaitu menghitung tekanan angin yang mana
persamaan yang digunakan berdasarkan SNI 1727:2020 Pasal 28.3.1 sebagai
berikut.

p = qh[(GCpf) – (GCpi)] (lb/ft2)


p = qh[(GCpf) – (GCpi)] (N/m2)
p = qz x Gf x Cp – qz x (Gcpi)
p = 584 x 0,85 x 0,8 – 584 x 0,18
p = 292 N/m2
p = 2,92 kN/m2

Berdasarkan persamaan di atas, didapatkan nilai tekanan angin (p) sebesar


2,92 kN/m2. Beban angin yang digunakan dalam desain SPBAU untuk bangunan
gedung tertutup atau tertutup sebagian tidak boleh lebih kecil dari 0,77 KN/m2.
Karena 2,92 kN/m2 > 0.77 kN/m2, maka tekanan angin (p) yang digunakan yaitu
2,92 kN/m2.

1. Arah Angin X
Arah angin datang dari sisi kanan dengan sisi dinding yang memiliki
luasan dengan panjang 21 m dan tinggi bangunan 12 m dengan luas total adalah
252 m2 dan memiliki 21 joint di atas tanah. Beban angin dikalikan dengan luas
daerah dinding yang didistribusikan ke tiap joint yang diterpa angin. Dilakukan
perhitungan seperti di bawah ini:

(𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑥 𝑝)
P Angin X (px) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑜𝑖𝑛𝑡

(252×2,92)
P Angin X (px) = 21

P Angin X (px) = 35.04 kN


P Angin X (px) = 3573.08 Kg per Joint

2. Arah Angin Y
Angin arah Y arah angin datang berada sisi depan bangunan dengan sisi
dinding yang memiliki luasan dengan panjang 52 m dan tinggi bangunan 12 m
dengan luasan total adalah 624 m2 dan memiliki 33 joint di atas tanah. Beban
angin dikalikan dengan luas daerah dinding yang didistribusikan ke tiap joint yang
diterpa angin. Dilakukan perhitungan seperti di bawah ini sebagai berikut:

(𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐵𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑥 𝑝)
P Angin Y (py) = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐽𝑜𝑖𝑛𝑡

(624×2,92)
P Angin Y (py) = 33

P Angin Y (py) = 55.21 kN


P Angin Y (py) = 5630.19 Kg per Joint

Berikut merupakan rekapan nilai untuk mencari besaran beban angin yang
ditunjukkan pada Tabel 3.38 di bawah ini sebagai berikut:

Tabel 2.38 Rekapitulasi Indikator Beban Angin

Parameter Nilai Satuan

Kategori Bangunan II

Kecepatan Angin Dasar (V) 40 m/s

Parameter Beban Angin:


1. Faktor Arah Angin (Kd) 0,85
2. Kategori Eksposur B
3. Faktor Topografi (Kzt) 1,00
4. Faktor Efek Tiupan Angin (Gf) 0,85
5. Klasifikasi Ketertutupan Bangunan Gedung Tertutup
6. Koefisien Tekanan Internal (GCpi) -0,18

Koefisien Eksposur Tekanan Velositas (Kz) 0,701

Tekanan Velositas (q) 584 N/m2

Koefisien Tekanan Eksternal (Cp) 0,8

Hitungan Tekanan Angin (P) 2,92 kN/m2

Kecepatan Angin Pakai 2,92 kN/m2

2.2.4.2 Beban Hujan


Struktur atap perlu didesain untuk mampu menahan beban hujan pada
kondisi drainase primer ditutup dan ditambah beban merata yang diakibatkan air
yang naik dari inlet drainase sekunder pada aliran desain. Selain itu perlu
pengecekan kekakuan struktur terhadap kemungkinan adanya genangan air pada
atap dengan kemiringan kecil yang menyebabkan lendutan bertahap. Berdasarkan
PPIUG 1983, beban hujan dengan atap datar (α = 0) adalah sebagai berikut:

qh = 40 – 0.8(α)
qh = 40 – 0.8(0)
qh = 40 kg/m2

Tabel 2.39 Rekapitulasi Indikator Beban Hujan

Beban Berat Jenis Satuan

Beban Hujan 40 Kg/m2

2.2.4.3 Beban Gempa


Beban gempa merupakan perkalian dari massa yang berasal dari struktur
dan komponen lainnya yang terdapat pada struktur tersebut dan percepatan tanah
yang bersumber dari gempa yang terjadi. Analisis beban gempa secara umum
dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu analisis statik ekivalen, analisa respon
spektrum, dan analisa riwayat waktu. Ketentuan mengenai pembebanan ini
tertuang khusus dalam SNI 1726 - 2019.

A. Langkah 1
Langkah pertama untuk menentukan beban gempa adalah menentukan
Kategori Risiko Bangunan Gedung atau Struktur Lain sesuai dengan SNI
1726-2019 Pasal 4.1. Kategori Risiko Bangunan dan Struktur lainnya untuk
Beban Banjir, Angin, Salju, Gempa, dan Es. Kategori Resiko bangunan untuk
bangunan Gedung DPR 3 Lantai ini dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel
2.40 di bawah ini.

Tabel 2. 40 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung Untuk Beban
Gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori Risiko
Gedung dan nongedung yang memiliki risiko rendah
I
terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain :
- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan
perikanan
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk
dalam kategori risiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi
untuk :
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
II
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/ rumah susun
- Pusat perbelanjaan/ mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
Gedung dan nongedung yang memiliki risiko tinggi
terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan
III
unit gawat darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori
risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak
ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap
kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan,
termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori
risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas
manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan
atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia
berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah
meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di
mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang
disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup
menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran
Gedung dan non gedung yang dikategorikan sebagai fasilitas
yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah ibadah
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang
memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor
polisi, serta garasi kendaraan darurat IV
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, tsunami,
angin badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi
dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya
yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi,
tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin,
struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran
atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau
material atau peralatan pemadam kebakaran) yang
disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk
mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke
dalam kategori risiko IV.
(Sumber: SNI 1726:2019)

Dari tabel diatas didapatkan kategori resiko bangunan Gedung DPR 3


Lantai yang direncanakan termasuk pada Kategori Risiko II yaitu kategori
Gedung Perkantoran

B. Langkah 2
Langkah kedua yaitu menentukan Faktor Keutamaan Gempa berdasarkan
SNI 1726:2019 Pasal 4.1.2 yang terdapat pada Tabel 2.41 di bawah ini.

Tabel 2.41 Faktor Keutamaan Gempa

Kategori Risiko Faktor Keutamaan gempa, lr

I atau II 1.0

III 1.25

IV 1.50

(Sumber: SNI 1726:2019)

Karena Bangunan Gedung DPR ini merupakan bangunan dengan Kategori


Risiko II, maka dapat ditentukan Faktor Keutamaan Gempa (Ie) sebesar 1,0.

C. Langkah 3
Langkah selanjutnya yaitu menentukan Klasifikasi Kelas Situs Kota
Pariaman yang juga berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 5.3 sebagaimana terdapat
pada Tabel 2.42 di bawah ini.

Tabel 2.42 Klasifikasi Situs


Kelas Situs Ṽ𝑠 (m/detik) Ñ atau Ñ𝑠 Š𝑢 (kPa)

SA (batuan keras) > 1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras, sangat


350 sampai 750 > 50 ≥ 100
padat dan batuan lunak)

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai100

SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50

Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih


dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai
berikut:
1. Indeks plastisitas, PI > 20
2. Kadar air, w ≥ 40%
3. Kuat geser niralir Š𝑢 < 25 kPa

Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah


satu atau lebih dari karakteristik berikut:
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat
beban gempa seperti mudah likuifaksi,
SF (tanah khusus yang
lempung sangat sensitif, tanah tersementasi
membutuhkan
lemah
investigasi geoteknik
- Lempung sangat organik dan/atau gambut
spesifik dan analisis
(ketebalan H > 3 m)
respons spesifik situs
- Lempung berplastisitas sangat tinggi
yang mengikuti 0)
(ketebalan H > 7,5 m dengan indeks plastisitas
PI > 75).

Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan


ketebalan H > 35 m dengan su < 50 kPa

Catatan: N/A = tidak dapat dipakai


(Sumber: SNI 1726:2019)
Pada kelas situs Kota Pariaman termasuk kelas Situs SE. Pengambilan
kelas Situs SE didasari artikel dalam jurnal dengan judul ‘Perencanaan Struktur
Gedung Hotel Berlantai Lima di Kota Pariaman’. Pada artikel tersebut dilakukan
pengukuran standar penetration resistance (uji penetrasi standar SPT) di Kota
Pariaman yang juga merupakan lokasi bangunan dari Gedung DPR 3 Lantai yang
direncanakan. Hasil pengujian menunjukkan nilai SPT 𝑁 = 14,49 < (15-50) maka
berdasarkan Tabel 2.42 diatas termasuk kategori SE (Tanah lunak). Sehingga
didapatkan jenis tanah di Kota Pariaman termasuk Kategori Situs SE. (Arief SF,
Bahrul Anif, dan Khadavi, 2017)

D. Langkah 4
Langkah keempat yaitu menentukan Parameter Percepatan Perioda Pendek
(Ss) berdasarkan SNI 1726:2019 berdasarkan peta di halaman 233 sebagaimana
tertera pada Gambar 2.7 di bawah ini.

Gambar 2.10 Peta Zonasi Gempa di Indonesia untuk menentukan Ss


(Sumber: SNI 1726-2019)

Dari Peta Zonasi Parameter Percepatan Perioda Pendek (Ss) Gempa Bumi
di atas, dapat ditentukan bahwa lokasi Kota Pariaman ini memiliki Parameter
Percepatan Perioda Pendek (Ss) Gempa Bumi sebesar 1,2 g – 1,5 g. Dan dapat
diambil Parameter Percepatan Perioda Pendek (Ss) Gempa Bumi sebesar 1,5 g
untuk digunakan dalam perhitungan.

E. Langkah 5
Langkah kelima yaitu menentukan nilai S1 berdasarkan SNI 1726:2019
berdasarkan peta di halaman 234 sebagaimana tertera pada Gambar 2.8 di bawah
ini.

Gambar 2.11 Peta Zonasi Parameter Percepatan Periode 1 Detik (S1) Gempa
Bumi di Indonesia untuk menentukan Ss
(Sumber: SNI 1726-2019)

Setelah melihat Peta Zonasi Parameter Percepatan Periode 1 Detik (S1)


Gempa Bumi di atas, dapat ditentukan bahwa lokasi Kota Pariaman memiliki
Parameter Percepatan Periode 1 Detik (S1) Gempa Bumi sebesar 0,5 - 0,6 g. Dan
dapat diambil Parameter Percepatan Periode 1 Detik (S1) Gempa Bumi sebesar
0,6 g untuk digunakan dalam perhitungan.

F. Langkah 6
Langkah keenam yaitu menentukan koefisien situs (Fa) berdasarkan SNI
1726:2019 Pasal 6.2 sebagaimana tertera pada Tabel 2.43 di bawah ini.

Tabel 2.43 Koefisien Situs, Fa


Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa Maksimum
Kelas yang dipertimbangkan Risiko-Tertarget (MCER) Terpetakan
Situs pada Periode Pendek, T = 0,2 detik, Ss

Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1,00 Ss = 1,25 Ss ≥ 1,5

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9

SC 1,3 1,3 1,2 1,2 1,2 1,2

SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0 1,0

SE 2,4 1,7 1,3 1,1 0,9 0,8

SF SS(a)
Catatan:
(a) SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifikasi dan analisis
respons situs-spesifik, lihat 0
(Sumber: SNI 1726-2019)

Dari tabel di atas, dengan menggunakan nilai Parameter Percepatan


Perioda Pendek (Ss) yaitu 1,5 g dan Kelas Situs yaitu SE, maka didapat data
Koefisien Situs (Fa) sebesar 0,8.

G. Langkah 7
Langkah ketujuh yaitu menentukan koefisien situs berdasarkan SNI
1726:2019 yang tertera pada tabel 2.44 di bawah ini.

Tabel 2.44 Koefisien Situs, Fv

Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa Maksimum


Kelas yang dipertimbangkan Risiko-Tertarget (MCER) Terpetakan
Situs pada Periode Pendek, T = 0,2 detik, Ss

S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 = 0,5 S1 ≥ 0,6

SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SB 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

SC 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,4

SD 2,4 2,2 2,0 1,9 1,8 1,7


SE 4,2 3,3 2,8 2,4 2,2 2,0

SF SS(a)
(Sumber: SNI 1726-2019)

Dari tabel di atas, dengan menggunakan nilai Parameter Percepatan


Perioda Pendek (S1) yaitu 0,6 g dan Kelas Situs yaitu SE, maka didapat data
Koefisien Situs (Fv) sebesar 2.0.

H. Langkah 8
Langkah kedelapan yaitu menghitung parameter respon kecepatan perioda
pendek (SMS) dengan persamaan sebagai berikut.

𝑆𝑀𝑆 = 𝐹𝑎 𝑆𝑠

𝑆𝑀𝑆 = 0,8 × 1.5

𝑆𝑀𝑆 = 1.2 g

Maka, dari perhitungan di atas didapatkan nilai Parameter Respon


Kecepatan Perioda Pendek (SMS) sebesar 1,24 g.

I. Langkah 9
Langkah kesembilan yaitu Menghitung Parameter Respon Kecepatan
Perioda 1 Detik (SM1) dengan persamaan sebagai berikut.

𝑆𝑀1 = 𝐹𝑣 𝑆1

𝑆𝑀1 = 2.00 × 0.6

𝑆𝑀1 = 1.2 g

Maka dari perhitungan diatas didapatkan nilai Parameter Respon


Kecepatan Perioda 1 Detik (SM1) adalah sebesar 1.2 g.

J. Langkah 10
Langkah kesepuluh yaitu Menghitung Parameter Respon Kecepatan
Perioda 1 Detik (SM1) dengan persamaan sebagai berikut.

2
𝑆𝐷𝑆 = 3
𝑆𝑀𝑆
2
𝑆𝐷𝑆 = 3
× 1.24

𝑆𝐷𝑆 = 0.8 g

Dari perhitungan diatas maka didapatkan nilai Parameter Spectral Desain


Perioda Pendek (SDS) adalah sebesar 0.8 g.

K. Langkah 11
Langkah kesebelas yaitu Menghitung Parameter Spectral Desain Perioda 1
Detik (SD1) dengan persamaan sebagai berikut.

2
𝑆𝐷1 = 3
𝑆𝑀1
2
𝑆𝐷1 = 3
× 1.2

𝑆𝐷1 = 0.8 g

Dari perhitungan diatas maka didapatkan nilai Parameter Spectral Desain


Perioda 1 Detik (SD1) adalah sebesar 0,8 g.

L. Langkah 12
Langkah selanjutnya yaitu menentukan Menentukan Kategori Desain
Seismik berdasarkan nilai Parameter Respons Percepatan Perioda Pendek (SDS)
dan Kategori Risiko bangunan berdasarkan SNI: 1726-2019 Pasal 6.5
sebagaimana terdapat pada tabel 2.43 di bawah ini.

Tabel 2.45 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan


pada periode pendek

Kategori Risiko
Nilai 𝑆𝐷𝑆
I atau II atau III IV

𝑆𝐷𝑆 < 0.167 A A

0.167 ≤ 𝑆𝐷𝑆 < 0.33 B C

0.33 ≤ 𝑆𝐷𝑆 < 0.50 C D


0.50 ≤ 𝑆𝐷𝑆 D D

(Sumber: SNI 1726-2019)

Dari tabel di atas karena nilai Parameter Respon Percepatan Pada Perioda
Pendek (SDS) adalah sebesar 0,83 g dan kategori risiko bangunan termasuk
Kategori Risiko II, maka Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter
Respons Percepatan Pada Perioda Pendek adalah Kategori Risiko D.

M. Langkah 13
Langkah selanjutnya yaitu menentukan Menentukan Kategori Desain
Seismik berdasarkan nilai Parameter Respons Percepatan Pada Periode 1 Detik
(SD1) dan Kategori Risiko bangunan berdasarkan SNI: 1726-2019 Pasal 6.5
sebagaimana terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.46 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan


pada periode 1 detik

Kategori Risiko
Nilai 𝑆𝐷1
I atau II atau III IV

𝑆𝐷1 < 0.067 A A

0.067 ≤ 𝑆𝐷1 < 0.133 B C

0.133 ≤ 𝑆𝐷1 < 0.20 C D

0.20 ≤ 𝑆𝐷1 D D

(Sumber: SNI 1726-2019)

Karena nilai Parameter Respons Percepatan Pada Perioda Pendek (SD1)


adalah sebesar 0,32 dan kategori risiko bangunan termasuk Kategori Risiko II,
maka didapatkan nilai Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons
Percepatan Pada Periode 1 Detik adalah Kategori Risiko D.

N. Langkah 14
Langkah keempat belas yaitu menentukan nilai spektrum respons desain.
Tata cara ini berdasarkan SNI 1726-2019 yang dimana menghitung nilai TO, TS,
TL. Adapun Kurva Spektrum Respon Desain yang tertera di SNI 1726-2019
adalah sebagai berikut:

Gambar 2.12 Spektrum Respons Desain


(Sumber: SNI 1726-2019)

Gambar 2.12 di atas merupakan grafik desain respon spektrum. Selanjutnya yaitu
menghitung nilai 𝑇0, 𝑇𝑆, dan 𝑇𝐿 dengan persamaan berikut.

1. Menentukan nilai TO digunakan rumus sebagai berikut:

𝑆𝐷1
𝑇0 = 0.2 𝑆𝐷𝑠

0.8
𝑇0 = 0.2 0.8

𝑇0 = 0,2

2. Menentukan nilai TS digunakan rumus sebagai berikut:

𝑆𝐷1
𝑇𝑠 = 𝑆𝐷𝑠

0.8
𝑇𝑠 = 0.8
𝑇𝑠 = 1

3. Menentukan nilai TL digunakan rumus sebagai berikut:

Nilai TL diambil pada peta transisi periode panjang yang ditunjukkan pada
Gambar peta sebagai berikut:

Gambar 2.13 Peta transisi periode panjang, TL, wilayah Indonesia


(Sumber: SNI 1726-2019)

Setelah melihat Peta Zonasi Transisi Periode Panjang di atas, dapat


ditentukan bahwa lokasi Kota Pariaman memiliki TL sebesar 20 detik.
Setelah didapatkan nilai TO, TS dan TL maka dihitung nilai Sa. Menurut
SNI-1726-2019 maka didapatkan perhitungan Sa dengan cara dibawah ini.
Untuk periode yang lebih kecil dari TO, spektrum respons percepatan
desain Sa, harus diambil dari persamaan sebagai berikut:

𝑇
𝑆𝑎 = 𝑆𝐷𝑠 (0.4 + 0.6 𝑇0
)

0
𝑆𝑎 = 0.8 (0.4 + 0.6 0.2
)

𝑆𝑎 = 0.32

Untuk periode lebih kecil TO, diperoleh nilai spektrum respons percepatan
desain Sa pada perioda 0 menggunakan Sa sebesar 0.32
Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan TO dan lebih kecil dari
atau sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain Sa sama dengan SDS
yaitu sebesar 0.8.
Untuk periode lebih besar dari TS, tetapi lebih kecil dari atau sama dengan
TL, respons spektrum percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan:

𝑆𝐷1
𝑆𝑎 = 𝑇

0.8
𝑆𝑎 = 1.1

𝑆𝑎 = 0.72

Untuk periode lebih besar dari TL, respons spektrum percepatan desain Sa,
diambil berdasarkan persamaan :

𝑆𝐷1 𝑇
𝑆𝑎 = 2
𝐿

0.8 𝑥 20
𝑆𝑎 = 2
20,1

𝑆𝑎 = 0.04

Untuk periode lebih besar dari TL, spektrum respons percepatan desain
(Sa), didapatkan dari persamaan diatas, sehingga didapatkan nilai Spektrum
Respon Percepatan Desain (Sa) sebesar 0,04. Tabel 2.47 di bawah ini merupakan
rekapitulasi hasil perhitungan desain spektrum respon.

Tabel 2.47 Hasil Rekapitulasi Perhitungan Desain Spektrum Respon

Periode (T) Percepatan Respons Spektrum (Sa)


0 0.32
0.01 0.344
0.02 0.368
0.03 0.392
0.04 0.416
0.05 0.44
0.06 0.464
0.07 0.488
0.08 0.512
0.09 0.536
0.1 0.56
0.2 0.8
0.3 0.8
0.4 0.8
0.5 0.8
0.6 0.8
0.7 0.8
0.8 0.8
0.9 0.8
1 0.8
1.1 0.7273
1.2 0.6667
1.3 0.6154
1.4 0.5714
1.5 0.5333
1.6 0.5
1.7 0.4706
1.8 0.4444
1.9 0.4211
2 0.4
2.1 0.3810
2.2 0.3636
2.3 0.3478
2.4 0.3333
2.5 0.32
2.6 0.3077
2.7 0.2963
2.8 0.2857
2.9 0.2759
3 0.2667
3.1 0.2581
3.2 0.25
3.3 0.2424
3.4 0.2353
3.5 0.2286
3.6 0.2222
3.7 0.2162
3.8 0.2105
3.9 0.2051
4 0.2
4.1 0.1951
4.2 0.1905
4.3 0.1860
4.4 0.1818
4.5 0.1778
4.6 0.1739
4.7 0.1702
4.8 0.1667
4.9 0.1633
5 0.16
5.1 0.1569
5.2 0.1538
5.3 0.1509
5.4 0.1481
5.5 0.1455
5.6 0.1429
5.7 0.1404
5.8 0.1379
5.9 0.1356
6 0.1333
6.1 0.1311
6.2 0.1290
6.3 0.1270
6.4 0.125
6.5 0.1231
6.6 0.1212
6.7 0.1194
6.8 0.1176
6.9 0.1159
7 0.1143
7.1 0.1127
7.2 0.1111
7.3 0.1096
7.4 0.1081
7.5 0.1067
7.6 0.1053
7.7 0.1039
7.8 0.1026
7.9 0.1013
8 0.1
8.1 0.0988
8.2 0.0976
8.3 0.0964
8.4 0.0952
8.5 0.0941
8.6 0.0930
8.7 0.0920
8.8 0.0909
8.9 0.0899
9 0.0889
9.1 0.0879
9.2 0.0870
9.3 0.0860
9.4 0.0851
9.5 0.0842
9.6 0.0833
9.7 0.0825
9.8 0.0816
9.9 0.0808
10 0.08
10.1 0.0792
10.2 0.0784
10.3 0.0777
10.4 0.0769
10.5 0.0762
10.6 0.0755
10.7 0.0748
10.8 0.0741
10.9 0.0734
11 0.0727
11.1 0.0721
11.2 0.0714
11.3 0.0708
11.4 0.0702
11.5 0.0696
11.6 0.0690
11.7 0.0684
11.8 0.0678
11.9 0.0672
12 0.0667
12.1 0.0661
12.2 0.0656
12.3 0.0650
12.4 0.0645
12.5 0.064
12.6 0.0635
12.7 0.0630
12.8 0.0625
12.9 0.0620
13 0.0615
13.1 0.0611
13.2 0.0606
13.3 0.0602
13.4 0.0597
13.5 0.0593
13.6 0.0588
13.7 0.0584
13.8 0.0580
13.9 0.0576
14 0.0571
14.1 0.0567
14.2 0.0563
14.3 0.0559
14.4 0.0556
14.5 0.0552
14.6 0.0548
14.7 0.0544
14.8 0.0541
14.9 0.0537
15 0.0533
15.1 0.0530
15.2 0.0526
15.3 0.0523
15.4 0.0519
15.5 0.0516
15.6 0.0513
15.7 0.0510
15.8 0.0506
15.9 0.0503
16 0.05
16.1 0.0497
16.2 0.0494
16.3 0.0491
16.4 0.0488
16.5 0.0485
16.6 0.0482
16.7 0.0479
16.8 0.0476
16.9 0.0473
17 0.0471
17.1 0.0468
17.2 0.0465
17.3 0.0462
17.4 0.0460
17.5 0.0457
17.6 0.0455
17.7 0.0452
17.8 0.0449
17.9 0.0447
18 0.0444
18.1 0.0442
18.2 0.0440
18.3 0.0437
18.4 0.0435
18.5 0.0432
18.6 0.0430
18.7 0.0428
18.8 0.0426
18.9 0.0423
19 0.0421
19.1 0.0419
19.2 0.0417
19.3 0.0415
19.4 0.0412
19.5 0.0410
19.6 0.0408
19.7 0.0406
19.8 0.0404
19.9 0.0402
20 0.04

Berdasarkan rekapitulasi di atas, maka didapatkan grafik Spektrum


Respon Desain sebagaimana tergambar dalam gambar 2.14 berikut in

Gambar 2. 14 Grafik Spektrum Respon Desain

O. Langkah 15
Langkah yang terakhir yaitu menentukan Koefisien Pemikul Gaya Seismik
berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.2.2 sebagaimana terdapat pada Tabel 2.48 di
bawah ini.

Tabel 2.48 Faktor R, Cd, dan Ωo untuk Sistem Penahan Gaya Gempa

(Sumber: SNI 1726-2019)


Berdasarkan soal yang diberikan, struktur pemikul rangka momen yang
direncanakan yaitu Struktur Pemikul Rangka Momen Khusus (SPRMK), maka
besar nilai koefisien Pemikul gaya seismik (Ra) sebesar 8.

2.3 Kuat Rencana


Komponen elemen struktur dan elemen-elemen pondasi harus dirancang
sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh beban-beban
terfaktor dengan kombinasi-kombinasi. Kuat rencana (Rr)/Kekuatan desain
(Strength design) adalah hasil perkalian antara kuat nominal dengan faktor
keamanan gaya dalam atau disebut juga faktor reduksi kekuatan. Kuat rencana
merupakan kekuatan desain yang disediakan oleh suatu komponen struktur,
sambungannya dengan komponen lain, dan penampangnya, sehubungan dengan
lentur, beban normal, geser, dan torsi, yang harus diambil sebesar kekuatan
nominal yang dihitung sesuai dengan persyaratan dan dikalikan dengan faktor
reduksi kekuatan. Kuat rencana diharapkan dapat menahan beban yang terjadi
sehingga tercipta struktur yang kuat, stabil, dan kaku. Dalam perencanaan suatu
bangunan, struktur dan komponen struktur harus memiliki kekuatan rencana lebih
besar sama dengan kekakuan perlu yang dihitung untuk beban dari gaya terfaktor.
Beban-beban terfaktor adalah beban-beban yang ditetapkan oleh peraturan
pembebanan yang berlaku, kemudian dikalikan dengan faktor-faktor beban yang
sesuai. Kekuatan perlu (U) paling tidak harus sama dengan pengaruh beban
terfaktor dalam persamaan-persamaan berikut:

Tabel 2.49 Kekuatan Perlu Struktur

Persamaan Kombinasi Beban Beban Utama

U1 1.4 D D

U2 1.2 D + 1.6 L + 0.5 (Lr atau R) L

U3 1.2 D + 1.6 (Lr atau R) + (1.0 L atau 0.5 W) LR atau R

U4 1.2 D + 1.0 W + 1.0 L + 0.5 (Lr atau R) W

U5 1.2 D + 1.0 E + 1.0 L E


U6 0.9 D + 1.0 W W

U7 0.9 D + 1.0 E E

(Sumber: SNI 1727-2020)

Berdasarkan kekuatan perlu struktur diatas didefinisikan detail kombinasi


pembebanan yang akan diinputkan ke dalam SAP2000 dengan spesifikasi seperti
Tabel 2.50 di bawah ini.

Tabel 2.50 Kombinasi Pembebanan Struktur

Kombinasi Persamaan

COMB 1 1,4DL

COMB 2 1,2DL +1,6LL

COMB 3 1,2DL + 1,6LL + 0,5R

COMB 4 1,2DL + 1,6R + 1LL

COMB 5 1,2DL + 1,6R + 0,5WX

COMB 6 1,2DL + 1,6R + 0,5WY

COMB 7 1,2DL + 1WX + 1LL + 0,5R

COMB 8 1,2DL + 1WY + 1LL + 0,5R

COMB 9 0,9D+1WX

COMB 10 0,9D+1WY

COMB 11 1,2DL +1LL + 1EX + 0,3EY

COMB 12 1.2DL + 1LL + 1EX - 0,3EY

COMB 13 1,2DL +1LL - 1EX + 0,3EY

COMB 14 1,2DL +1LL - 1EX + 0,3EY


COMB 15 0.9DL + 1EX + 0,3EY

COMB 16 0.9DL + 1EX - 0,3EY

COMB 17 0.9DL - 1EX + 0,3EY

COMB 18 0.9DL - 1EX - 0,3EY

COMB 19 1.2DL + 1LL + 0,3EX + 1EY

COMB 20 1.2DL + 1LL + 0,3EX - 1EY

COMB 21 1.2DL + 1LL - 0,3EX + 1EY

COMB 22 1.2DL + 1LL - 0,3EX - 1EY

COMB 23 0,9DL + 0,3EX + 1EY

COMB 24 0,9DL + 0,3EX - 1EY

COMB 25 0,9DL - 0,3EX + 1EY

COMB 26 0,9DL - 0,3EX - 1EY

Layan 1DL + 1LL

Envelope ƩCOMB

(Sumber: SNI 1727-2020)


BAB III
PEMODELAN DAN PEMBEBANAN STRUKTUR

3.1 Pemodelan Struktur


Pemodelan adalah fitur yang bertujuannya untuk membuat bagian atau
fitur tertentu dari dunia lebih mudah untuk dipahami, didefinisikan, diukur,
divisualisasikan, atau di simulasikan. Intinya adalah menyederhanakan atau
mempermudah penggunaan suatu fitur. Dengan adanya pemodelan maka
permasalahan akan mudah dipecahkan dengan menggunakan metode-metode
tertentu. Setelah dilakukan perancangan awal dari tiap-tiap elemen struktur seperti
balok, kolom, dan pelat, maka didapatkan data-data informasi mengenai dimensi
penampang struktur dan pembebanannya yang kemudian data tersebut digunakan
untuk pemodelan struktur pada program bantu SAP 2000.

3.1.1 Kerangka Model


Struktur rangka bangunan berfungsi untuk meneruskan beban vertikal
maupun beban horizontal, baik berupa beban tetap, beban hidup maupun beban
sementara. Pembuatan kerangka struktur dalam aplikasi SAP2000 dengan
menggunakan langkah - langkah yang dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.1.2 Pemasangan Kolom, Balok, dan Pelat


Struktur rangka bangunan berfungsi untuk meneruskan beban vertikal
maupun beban horizontal, baik berupa beban tetap, beban hidup maupun beban
sementara. Pembuatan kerangka struktur dalam aplikasi SAP2000 dengan
menggunakan langkah - langkah sebagai berikut:

A. Balok
Balok merupakan elemen struktur penahan gaya lentur dan geser yang
terhubung kaku dengan kolom-kolom pada ujung-ujungnya sehingga memiliki
momen maksimum terdapat pada ujung-ujung balok tempat terjadinya sendi
plastis saat terjadi gempa.

B. Kolom
Balok merupakan elemen struktur penahan gaya lentur dan geser yang
terhubung kaku dengan kolom-kolom pada ujung-ujungnya sehingga memiliki
momen maksimum terdapat pada ujung-ujung balok tempat terjadinya sendi
plastis saat terjadi gempa.

C. Pelat
Pelat lantai dibuat dari beton yang dikompositkan dengan metaldeck atau
semacam pengganti tulangan dan pengganti perancah saat pengecoran beton.
Direncanakan tebal Pelat Lantai adalah sebesar 140 mm. Khusus untuk bagian
atap gedung pelat atap direncanakan tebal sebesar 120 mm.
Setelah dilakukan pembuatan kerangka model, maka selanjutnya adalah
menentukan struktur yang akan didesain dengan langkah - langkah yang dapat
dilihat pada Lampiran 2.

3.2 Pemberian Beban Pada Struktur


Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk memberikan beban pada
struktur di SAP200 adalah dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.3 Model Controlling


Langkah selanjutnya yang perlu ditempuh yaitu menjalankan program atau
yang lebih dikenal dengan istilah “running”. Adapun output yang diperoleh
setelah menjalankan program yaitu diagram gaya dalam momen, diagram gaya
dalam geser, diagram gaya dalam aksial dan mendapatkan nilai torsi. Selain itu
didapatkan juga gambar yang terdiri dari elemen balok, kolom, dan pelat. Pada
Gambar 3.1 di bawah ini merupakan hasil gaya dalam berdasarkan perhitungan
manual yang dilakukan.
Gambar 3.1 Pemodelan 3D Struktur Pada SAP2000

Selanjutnya Gambar 3.2 , Gambar 3.3 , dan Gambar 3.4 di bawah ini merupakan
pemodelan balok induk atap, balok induk lantai 3, dan balok induk lantai 2 yang
dimodelkan di SAP200.

Gambar 3.2 Pemodelan Balok Induk Lantai Atap


Gambar 3.3 Pemodelan Balok Induk Lantai 3

Gambar 3.4 Pemodelan Balok Induk Lantai 2

Sedangkan Gambar 3.5 di bawah ini merupakan tampak atas bangunan yang
dimodelkan menggunakan SAP2000.

Gambar 3.5 Pemodelan Tampak Atas Bangunan


Gambar 3.6 di bawah ini merupakan tampak bangunan dilihat dari arah X pada
bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.

Gambar 3.6 Pemodelan Tampak Arah X Bangunan

Gambar 3.7 di bawah ini merupakan tampak bangunan dilihat dari arah Y pada
bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.

Gambar 3.7 Pemodelan Tampak Arah Y Bangunan

Gambar 3.8 dan Gambar 3.8 di bawah ini merupakan pemodelan kolom lantai 3,
kolom lantai 2, dan kolom lantai 1 pada arah X dan Arah Y bangunan gedung
DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.
Gambar 3.8 Pemodelan Kolom Lantai 3, 2, dan 1 Arah X Bangunan

Gambar 3.9 Pemodelan Kolom Lantai 3, 2, dan 1 Arah Y Bangunan

Gambar 3.10 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam aksial pada bangunan
gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.

Gambar 3.10 Gaya Dalam Aksial


Gambar 3.11 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam geser 3-3 pada
bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.

Gambar 3.11 Gaya Dalam Geser 3-3

Gambar 3.12 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam geser 2-2 pada
bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.

Gambar 3.12 Gaya Dalam Geser 2-2

Gambar 3.13 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam torsi pada bangunan
gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.
Gambar 3.13 Gaya Dalam Torsi

Gambar 3.14 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam momen 3-3 pada
bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.

Gambar 3.14 Gaya Dalam Momen 3-3

Gambar 3.15 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam momen 2-2 pada
bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.
Gambar 3.15 Gaya Dalam Momen 2-2

Gambar 3.16 di bawah ini merupakan gambar deformasi akibat gempa dari arah X
pada bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.

Gambar 3.16 Deformasi Akibat Gempa Arah X

Gambar 3.17 di bawah ini merupakan gambar deformasi akibat gempa dari arah Y
pada bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.
Gambar 3.17 Deformasi Akibat Gempa Arah Y

Gambar 3.18 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam momen sumbu x pada
pelat lantai atap pada bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan
SAP2000.

Gambar 3.18 Gaya Dalam Momen Sumbu X Pada Pelat Lantai Atap
Gambar 3.19 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam momen sumbu y pada
pelat atap pada bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan SAP2000.

Gambar 3.19 Gaya Dalam Momen Sumbu Y Pada Pelat Lantai Atap

Gambar 3.20 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam momen sumbu x pada
pelat lantai 3 pada bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan
SAP2000.

Gambar 3.20 Gaya Dalam Momen Sumbu X Pada Pelat Lantai 3


Gambar 3.21 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam momen sumbu y pada
pelat lantai 3 pada bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan
SAP2000.

Gambar 3.21 Gaya Dalam Momen Sumbu Y Pelat Lantai 3

Gambar 3.22 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam momen sumbu x pada
pelat lantai 2 pada bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan
SAP2000.

Gambar 3.22 Gaya Dalam Momen Sumbu X Pelat Lantai 3


Gambar 3.23 di bawah ini merupakan gambar gaya dalam momen sumbu y pada
pelat lantai 2 pada bangunan gedung DPR yang dimodelkan menggunakan
SAP2000.

Gambar 3.23 Gaya Dalam Momen Sumbu Y Pelat Lantai 2

3.3.1 Kontrol Berat Struktur


Pada kontrol berat struktur dilakukan perhitungan berat sendiri struktur
(self weight) dan akan dihitung juga berat struktur secara manual yang nantinya
akan dibandingkan dengan hasil berat pada keseluruhan struktur dan pada
pemodelan. Setelah dibandingkan, tidak boleh terdapat selisih yang melebihi 5%.

Tabel 3.24 Berat Gedung Lantai 3

Dimensi Berat p l t Berat


Elemen Jumlah
m Volume m m m kg

Pelat PA-3 6×5 2400 kg/m3 6 5 0,18 6 77760

Pelat PB-3 4×5 2400 kg/m3 4 5 0,18 4 34560

Pelat PC-3 6×6 2400 kg/m3 6 6 0,18 7 108864

Pelat PD-3 4×6 2400 kg/m3 4 6 0,18 6 62208

Pelat PE-3 4×6 2400 kg/m3 6 4 0,18 5 51840

Pelat PF-3 4×4 2400 kg/m3 4 4 0,18 4 27648


Balok X1 0,25 × 0,125 29,6 kg/m 4 18 2131.2

Balok X2 0,25 × 0,125 29,6 kg/m 6 24 4262.4

Balok Y1 0,25 × 0,125 29,6 kg/m 4 10 1184

Balok Y2 0,25 × 0,125 29,6 kg/m 5 11 1628

Balok Y3 0,25 × 0,125 29,6 kg/m 6 15 2664

Kolom 0,35 × 0,35 156 kg/m 4 47 29328

BERAT TOTAL 404078

Tabel 3.25 Berat Gedung Lantai 2

Dimensi Berat p l t Berat


Elemen Jumlah
m Volume m m m kg

Pelat PA-2 6×5 2400 kg/m3 6 5 0,18 6 77760

Pelat PB-2 4×5 2400 kg/m3 4 5 0,18 4 34560

Pelat PC-2 6×6 2400 kg/m3 6 6 0,18 8 124416

Pelat PD-2 4×6 2400 kg/m3 4 6 0,18 6 62208

Pelat PE-2 4×6 2400 kg/m3 6 4 0,18 6 62208

Pelat PF-2 4×4 2400 kg/m3 4 4 0,18 4 27648

Balok X1 0,298 × 0,201 65,4 kg/m 4 18 2131.2

Balok X2 0,298 × 0,201 65,4 kg/m 6 26 10202.4

Balok Y1 0,298 × 0,201 65,4 kg/m 4 11 2877,6

Balok Y2 0,298 × 0,201 65,4 kg/m 5 15 4905

Balok Y3 0,298 × 0,201 65,4 kg/m 6 16 6278,4

Kolom 0,4 × 0,4 415 kg/m 4 49 81340

BERAT TOTAL 499112

Tabel 3.26 Berat Gedung Lantai 1

Dimensi Berat p l t Berat


Elemen Jumlah
m Volume m m m kg

Pelat PA-2 6×5 2400 kg/m3 6 5 0,18 6 77760


Pelat PB-2 4×5 2400 kg/m3 4 5 0,18 4 34560

Pelat PC-2 6×6 2400 kg/m3 6 6 0,18 8 124416

Pelat PD-2 4×6 2400 kg/m3 4 6 0,18 6 62208

Pelat PE-2 4×6 2400 kg/m3 6 4 0,18 6 62208

Pelat PF-2 4×4 2400 kg/m3 4 4 0,18 4 27648

Balok X1 0,298 × 0,201 65,4 kg/m 4 18 2131.2

Balok X2 0,298 × 0,201 65,4 kg/m 6 26 10202.4

Balok Y1 0,298 × 0,201 65,4 kg/m 4 11 2877,6

Balok Y2 0,298 × 0,201 65,4 kg/m 5 15 4905

Balok Y3 0,298 × 0,201 65,4 kg/m 6 16 6278,4

Kolom 0,4 × 0,4 605 kg/m 4 49 118580

BERAT TOTAL 536352

Tabel 3.27 Self Weight Model

Group Name Self Weight (Kgf)

ALL (Berat Keseluruhan) 1403460,8

Selisih antara perhitungan dan hasil pemodelan dihitung sebagai berikut.

𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ = (𝑊𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 − 𝑊𝑚𝑎𝑛𝑢𝑎𝑙) × 100 %

𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ = (1403460, 8 𝑘𝑔 − 1439542 𝑘𝑔) × 100 %


𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ = 2, 51 % < 5 % (𝑂𝐾)

Setelah dilakukan perbandingan, didapatkan hasil selisih sebesar 2,51 %.


Selisih yang didapatkan kurang dari 5% sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemodelan sistem struktur yang dilakukan memenuhi syarat kontrol bangunan.

3.3.2 Kontrol Partisipasi Massa


Menurut SNI 1726:2019 pasal 7.9.1.1, Struktur yang baik dapat dinilai
dari jumlah ragam partisipasi massa terkombinasi minimal 90% dari massa aktual
masing-masing arah horizontal ortogonal dari respons yang ditinjau oleh model.
Pada pemodelan yang telah dilakukan didapatkan hasil partisipasi massa sebagai
berikut.

Tabel 3.28 Modal Partisipasi Massa

Static Dynamic
Output Case Item Type Item
% %

MODAL Acceleration UX 100 100

MODAL Acceleration UY 100 99,9999

MODAL Acceleration UZ 91,1166 73,3481

Berdasarkan tabel di atas, partisipasi massa arah X sebesar 100 % dan arah
Y sebesar 100 %. Maka dapat disimpulkan bahwa pemodelan struktur yang
dilakukan telah memenuhi syarat kontrol partisipasi massa.

3.3.3 Kontrol Periode Fundamental


Kontrol periode fundamental dilakukan untuk mencegah struktur yang
direncanakan terlalu fleksibel, maka diberi batasan nilai waktu getar alami
fundamental. Berdasarkan SNI 1726:2019 pasal 7.8.2 waktu getar alami
fundamental ditentukan menggunakan persamaan berikut.

𝑥
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡 × ℎ𝑛

Dengan hn merupakan ketinggian struktur di atas dasar sampai tingkat tertinggi


dan Koefisien Ct dan x ditentukan dari tabel berikut ini.

Tabel 3.29 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x

Tipe Struktur Ct x

Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9

Rangka baja dengan pressing


0,0731 0,75
eksentris

Rangka baja dengan bresing


0,0731 0,75
terkekang terhadap tekuk

Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75


Dari tabel diatas dengan tipe struktur rangka beton pemikul momen dapat
diambil nilai Ct sebesar 0,0724 dan nilai x adalah 0,8. Dengan menggunakan
persamaan di atas, maka didapatkan nilai Ta sebagai berikut.

𝑥
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡 × ℎ𝑛
0,8
𝑇𝑎 = 0, 0724 × 12
𝑇𝑎 = 0, 53 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung ditentukan


menggunakan tabel berikut.

Tabel 3.30 Koefisien Untuk Batas Atas Pada Periode yang Dihitung

Parameter percepatan respons


Koefisien Cu
spektral desain pada 1 detik, SD1

≥ 0.4 1.4

0.3 1.4

0.2 1.5

0.15 1.6

≤ 0.1 1.7
(Sumber: SNI 1726:2019)
Dari tabel diatas, didapatkan nilai Cu sebesar 1,4 karena nilai SD1 sebesar
0,8 dimana 0,8 > 0,4 sehingga dapat dicari nilai Ta max dengan persamaan
sebagai berikut.

𝑇𝑎 𝑚𝑎𝑥 = 𝐶𝑢 × 𝑇𝑎
𝑇𝑎 𝑚𝑎𝑥 = 1, 4 × 0, 53 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑇𝑎 𝑚𝑎𝑥 = 0, 74 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

Tabel 3.31 Periode Getar Model


StepNum Period
OutputCase StepType
Unitless detik
MODAL Mode 1 0.635578
MODAL Mode 2 0.566649
MODAL Mode 3 0.511487
MODAL Mode 4 0.280244
MODAL Mode 5 0.243367
MODAL Mode 6 0.192669
MODAL Mode 7 0.148887
MODAL Mode 8 0.132412
MODAL Mode 9 0.115513
MODAL Mode 10 0.111241
MODAL Mode 11 0.105517
MODAL Mode 12 0.095545

Dari tabel diatas diketahui nilai Tmodel sebesar 0,636 detik, yang mana
lebih kecil dibanding nilai Ta max yaitu sebesar 0,74 detik. Maka digunakan T=Ta
yaitu 0,53 detik.

3.3.4 Kontrol Gaya Geser Dasar Seismik


Pada kontrol gaya geser dasar seismik dilakukan perhitungan gaya geser
dasar statik menggunakan prosedur gaya lateral ekivalen, kemudian dibandingkan
dengan hasil gaya geser dasar dinamik pada pemodelan. Pada SNI 1726:2019,
pasal 7.8.1, nilai gaya geser seismik dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan
dengan menggunakan persamaan berikut.

𝑉 = 𝐶𝑠 × 𝑊

Nilai Cs adalah koefisien respon seismik dan berat seismik efektif yang
dapat dicari dengan persamaan berikut.

𝑆𝐷𝑆
𝐶𝑠 = 𝑅
(𝐼)

0,8
𝐶𝑠 = 8
(1)

𝐶𝑠 = 0, 1

Namun nilai Cs tidak boleh lebih besar dari


𝑆𝐷1
𝐶𝑠 = 𝑅
𝑇× 𝐼

0,8
𝐶𝑠 = 8
0,529× 1

𝐶𝑠 = 0, 1892

Jika nilai Cs lebih besar dari batas atasnya, maka nilai yang dipakai adalah
batas atas Cs, namun nilai Cs juga tidak lebih kecil dari persamaan berikut.

𝐶𝑠 = 𝑆𝐷𝑆 × 0, 044 × 𝐼

𝐶𝑠 = 0, 8 × 0, 044 × 1
𝐶𝑠 = 0, 0352
𝐶𝑠𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 = 0, 1892

Dari pemodelan struktur yang telah dilakukan, didapatkan hasil reaksi


dasar struktur sebagai berikut.

Tabel 3.32 Reaksi Dasar Model

Output Case GlobalFX GlobalFY GlobalFZ


Text kN kN kN

Eqx 374837.84 219.08 86.41

Eqy 232.89 380302.48 108.31

Selanjutnya nilai Cs pakai dimasukkan ke dalam persamaan V sebagai


berikut.

𝑉𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑘 = 𝐶𝑠 × 𝑊

𝑉𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑘 = 0, 1892 × 13772, 92 𝑘𝑁

𝑉𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑘 = 2605, 81 𝑘𝑁

Setelah mendapatkan gaya geser dasar elastik maksimum Vex dan Vey
untuk arah X dan arah Y dari program bantu, selanjutnya untuk setiap gerak tanah
yang dianalisis, menurut SNI 1726:2019 pasal 7.9.2.5.1 gaya geser dasar inelastik
maksimum Vix dan Viy dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut.
Gempa Arah X
𝑉𝑒𝑥 × 𝐼𝑒
𝑉𝑖𝑥 = 𝑅

3673,41 𝑘𝑁 × 1
𝑉𝑖𝑥 = 8

𝑉𝑖𝑥 = 459, 18 𝑘𝑁

Gempa Arah Y
𝑉𝑒𝑦 × 𝐼𝑒
𝑉𝑖𝑦 = 𝑅

3726,96 𝑘𝑁 × 1
𝑉𝑖𝑦 = 8

𝑉𝑖𝑦 = 465, 87 𝑘𝑁

Selanjutnya adalah menentukan faktor skala untuk gaya geser dengan


persamaan berikut.

𝑉𝑥
η𝑥 = 𝑉𝑖𝑥

2605,81 𝑘𝑁
η𝑥 = 459,18 𝑘𝑁

η𝑥 = 5, 67 ≥ 1 (𝑂𝐾)
𝑉𝑦
η𝑦 = 𝑉𝑖𝑦

2605,81 𝑘𝑁
η𝑦 = 465,87 𝑘𝑁

η𝑦 = 5, 59 ≥ 1 (𝑂𝐾)

Maka diperoleh kesimpulan bahwa pemodelan memenuhi syarat kontrol


nilai akhir respon spektrum.

3.3.5 Kontrol Batas Simpangan


Kontrol batas simpangan dilakukan dengan menghitung simpangan antar
lantai sebagai selisih defleksi pada pusat massa di masing-masing tingkat
bangunan. Simpangan antar lantai dihitung sebagai selisih terbesar dari defleksi
titik pusat massa di tingkat atas dan di tingkat bawah yang letaknya segaris secara
vertikal. Menurut SNI 1726:2019, simpangan antar tingkat desain tidak boleh
melebihi simpangan antar tingkat izin yang dapat dicari dengan persamaan
berikut.
∆𝑎 = 0. 025 × ℎ𝑥

Selanjutnya untuk persamaan simpangan antar lantai dapat dilihat pada


SNI 1726:2019 sebagai berikut.

Gambar 3. Penentuan Simpangan Antar Tingkat

Defleksi pusat massa dihitung menggunakan persamaan dan parameter berikut.

𝐶𝑑 = 5. 5

𝐼𝑒 = 1
ℎ𝑥 = 4 𝑚
𝐶𝑑×δ𝑒
δ𝑥 = 𝐼𝑒

∆ = δ𝑥 − δ𝑥(𝑖 − 𝑙)
∆𝑎 = 0. 025 × ℎ

Dimana:
δ𝑒 = Defleksi pada pemodelan
δ𝑥 = Defleksi diperbesar pada lantai ke-x
∆ = Simpangan antar lantai
∆𝑎 = Simpangan izin

Cd = Faktor pembesaran defleksi


Ie = Faktor keutamaan gedung
Setelah diketahui parameter perhitungan, maka diambil data simpangan
lantai pada pemodelan yang selanjutnya digunakan dalam analisa simpangan antar
lantai sebagai berikut.

Tabel 3.33 Simpangan Antar Lantai Akibat Beban Gempa Arah X


Hsx Dx ∆x ∆a (Ijin) Kontrol
Lantai
mm mm mm mm ∆x < ∆ Ijin
ATAP 4000 11.699541 12.5590 100 OK
LT.2 4000 9.416083 27.0924 100 OK
LT.1 4000 4.490187 24.6960 100 OK
Dasar 0 0 0 0 OK

Tabel 3.34 Simpangan Antar Lantai Akibat Beban Gempa Arah Y


Hsy Dy ∆y ∆a (Ijin) Kontrol
Lantai
mm mm mm mm ∆y < ∆ Ijin
ATAP 4000 32.474991 35.3665 100 OK
LT.2 4000 26.044713 80.1467 100 OK
LT.1 4000 11.472583 63.0992 100 OK
Dasar 0 0 0 0 OK

Dari perhitungan yang telah dilakukan, diketahui simpangan antar lantai


yang terjadi pada pemodelan tidak melebihi nilai simpangan izin. Maka diperoleh
kesimpulan bahwa pemodelan memenuhi syarat kontrol batas simpangan.
LAMPIRAN

A. Pembuatan kerangka struktur dalam SAP2000


1. Pilih menu File kemudian pilih New Model (satuan dalam kilogram dan
meter).

Gambar 7.1 New Model dengan satuan Kgf, m,

2. Pilih Grid Only, kemudian akan muncul kotak dialog pada Gambar 7.1
3. Tentukan nilai X, Y, dan Z grid sesuai dengan denah bangunan baja yang
didesain.
4. Kemudian tentukan grid pada pemodelan sesuai dengan kebutuhan dengan
menekan kursor kanan, kemudian pilih edit grid data dan diubah sesuai
perencanaan seperti pada Gambar 7.2 berikut.
Gambar 7.2 Define Grid System Data Dengan Satuan Kgf, m, C

5. Selanjutnya gambar frame dengan menggunakan fungsi Cable/Draw Frame


dan gambarkan sesuai dengan rencana struktur yang akan dibuat sehingga
akan muncul tampilan seperti pada Gambar 7.3 di bawah ini.

Gambar 7.3 Draw Frame Sesuai Rencana Struktur Dengan Satuan Kgf, m, C
6. Selanjutnya, tentukan perletakan pada struktur yaitu jepit-jepit dengan
memilih assign kemudian pilih joint kemudian restrains dan pilih fixed yang
dapat dilihat pada gambar 7.4 berikut ini.

Gambar 7.4 Assign Joint Restraints Dengan Satuan Kgf, m, C

B. Penentuan Elemen Struktur yang akan di Desain dalam SAP2000


1. Menentukan spesifikasi material yang akan didesain dengan memilih Define
lalu pilih Materials.

Gambar 7.5 Define Materials Dengan Satuan Kgf, m, C


2. Menentukan spesifikasi material untuk kolom, balok dan pelat (berat jenis
fc’ elastisitas dan poisson ratio). Dimasukkan data untuk spesifikasi material
untuk kolom dan balok seperti pada Gambar 7.6 sebagai berikut:

Gambar 7.6 Material Property Data Kolom dan Balok Dengan Satuan N,
mm, C

Dimasukkan data untuk spesifikasi material untuk pelat atap dan lantai
seperti pada Gambar 3.7 sebagai berikut:
Gambar 7.7 Material Property Data Pelat Atap dan Lantai Dengan Satuan
N, mm, C

3. Menentukan properties elemen yang digunakan dengan cara Define lalu


Section Properties lalu pilih Frame Section sehingga muncul tampilan
seperti pada Gambar 7.8 sebagai berikut

.
Gambar 7.8 Frame Properties Dengan Satuan Kgf, m, C
4. Kemudian tentukan spesifikasi balok dilakukan dengan cara pilih Add New
Property lalu pilih Steel sesuai dengan material yang digunakan, setelah itu
tentukan bentuk penampang sesuai dengan desain. Pada pemodelan balok,
profil yang digunakan memiliki ukuran yang berbeda-beda untuk setiap
lantainya. Berikut merupakan pemodelan untuk profil balok pada Balok
Induk Lantai 3 seperti pada Gambar 7.9 sebagai berikut:

Gambar 7.9 I/Wide Flange Section Balok Lantai 3 Dengan Satuan Kgf, mm, C

Berikut merupakan pemodelan untuk profil balok pada Balok Induk di


Lantai 2 seperti pada Gambar 7.10 sebagai berikut:
Gambar 7.10 I/Wide Flange Section Balok Lantai 2 Dengan Satuan Kgf, mm, C

Berikut merupakan pemodelan untuk profil balok pada Balok Induk di


Lantai 1 seperti pada Gambar 7.11 sebagai berikut

Gambar 7.11 I/Wide Flange Section Balok Lantai 1 Dengan Satuan Kgf, mm, C

Setelah menentukan properties balok yang digunakan, langkah selanjutnya


adalah menentukan properties kolom yang digunakan dari lantai 3, lantai 2,
dan lantai 1 memilih menu Define lalu pilih Section Properties lalu pilih
Frame Section seperti pada Gambar 7.8. Berikut merupakan pemodelan
untuk profil Kolom di Lantai 3 seperti pada Gambar 7.12 sebagai berikut:

Gambar 7.12 I/Wide Flange Section Kolom Lantai 3 Dengan Satuan Kgf, mm, C

Berikut merupakan pemodelan untuk profil Kolom di Lantai 2 seperti pada


Gambar 7.13 sebagai berikut:

Gambar 7.13 I/Wide Flange Section Kolom Lantai 2 Dengan Satuan Kgf, mm, C
Berikut merupakan pemodelan untuk profil Kolom di Lantai 1 seperti pada
Gambar 7.14 sebagai berikut:

Gambar 7.14 I/Wide Flange Section Kolom Lantai 1 Dengan Satuan Kgf, mm, C

5. Menentukan spesifikasi pelat lantai dan pelat atap yang digunakan, pilih
menu. Define lalu Section Properties dan pilih Area Section. Berikut
merupakan pemodelan untuk Area Section pada Pelat Atap seperti pada
Gambar 7.15 sebagai berikut:

Gambar 7.15 Shell Section Data Pelat Atap Dengan Satuan Kgf, mm, C
Berikut merupakan pemodelan untuk Area Section pada Pelat Lantai seperti
pada Gambar 7.16 sebagai berikut:

Gambar 7.16 Shell Section Data Pelat Lantai Dengan Satuan Kgf, mm, C

C. Pemberian Beban pada Struktur dalam SAP2000


1. Pilih menu Define lalu pilih Load Pattern, setelah itu tentukan Load Pattern
Name, Type, dan Self Weight Multiplier dari beban-beban yang dimasukkan
seperti pada Gambar 7.17 di bawah ini.

Gambar 7.17 Define Load Patterns

2. Kemudian input data ke Load Case lalu Add New Load Cases seperti pada
Gambar 7.18 di bawah ini.
Gambar 7.18 Define Load Cases

3. Setelah itu Load Cases Name diisi dengan nama Gempa (Sumbu X) dan
Gempa (Sumbu Y) lalu pada Load Case Type pilih Response Spectrum,
kemudian ubah Scale Factor.
Nilai Scale Factor diperoleh menggunakan persamaan berikut:

Scale Factor = I x (g/R)

Dimana:
I = Kategori risiko bangunan yang bernilai 1
g = Percepatan gravitasi yang bernilai 9.81 m/s2
R = Nilai maksimal rangka beton pemikul momen yaitu 8
Maka,

Scale Factor = i x (9.81/R)


Scale Factor = 1 x (9.81/8)
Scale Factor = 1.22625

Kemudian setelah menginput semua nilai, maka Load Case Data-response


Spectrum dapat dilihat pada Gambar 7.19 di bawah ini.
Gambar 7.19 Load Case Data-Response Spectrum Dengan Satuan Kgf, m, C

4. Selanjutnya masukkan kombinasi pembebanan pada struktur sesuai dengan


kombinasi pembebanan yang telah ditentukan berdasarkan SNI yaitu sebagai
berikut.
a. 1.4 DL
b. 1,2 DL + 1,6 L
c. 1,2 DL + 0,5 LL + 1,0 Ex + 0,3 Ey
d. 1,2 DL + 0,5 LL + 1,0 Ex - 0,3 Ey
e. 1,2 DL + 0,5 LL - 1,0 Ex + 0,3 Ey
f. 1,2 DL + 0,5 LL - 1,0 Ex - 0,3 Ey
g. 1,2 DL + 0,5 LL + 0,3 Ex + 1,0 Ey
h. 1,2 DL + 0,5 LL + 0,3 Ex - 1,0 Ey
i. 1,2 DL + 0,5 LL - 0,3 Ex + 1,0 Ey
j. 1,2 DL + 0,5 LL - 0,3 Ex - 1,0 Ey
k. 1,2 DL + 1,0 Wx + 1,0 LL
l. 1,2 DL - 1,0 Wx + 1,0 LL
m. 1,2 DL + 1,0 Wy + 1,0 LL
n. 1,2 DL - 1,0 Wy + 1,0 LL
o. 0,9 DL + 1,0 Ex + 0.3 Ey
p. 0,9 DL + 1,0 Ex - 0.3 Ey
q. 0,9 DL - 1,0 Ex + 0.3 Ey
r. 0,9 DL - 1,0 Ex - 0.3 Ey
s. 0,9 DL + 0,3 Ex + 1,0 Ey
t. 0,9 DL + 0,3 Ex - 1,0 Ey
u. 0,9 DL - 0,3 Ex + 1,0 Ey
v. 0,9 DL - 0,3 Ex - 1,0 Ey

Kemudian setelah menentukan kombinasi pembebanan, klik Menu


kemudian pilih Define lalu pilih Load Combination seperti pada Gambar 3.
di bawah ini.

Gambar 7.20 Define Load Combination

5. Kemudian metode yang digunakan untuk melakukan simulasi arah gempa


rencana sembarang pada gedung yang telah dimodelkan memiliki pengaruh
gempa pada arah utama yang harus efektif dengan nilai 100% dan arah
pengaruh gempa tegak lurus pada arah utama dengan nilai efektifitas sebesar
30%. Berdasarkan kombinasi tersebut, untuk memperoleh nilai maksimum
dan minimum dilakukan dengan cara mengubah Load Combination Type
menjadi Envelope, setelah itu masukkan semua kombinasi pembebanan
yang telah dibuat sebelumnya, yang mana dapat dilihat pada Gambar 7.21 di
bawah ini.
Gambar 7.21 Define Load Combination Data untuk Envelope

6. Input beban mati atau SIDL (Superimposed Dead Load) ke dalam setiap
elemen struktur yang telah dimodelkan pada pelat atap dan juga pelat lantai
seperti pada Gambar 7.22. Tabel 7.1 dibawah ini merupakan rekapitulasi
beban SIDL pada bangunan yang direncanakan.

Tabel 7.1 Rekapitulasi Beban Mati (SIDL)

No Jenis Beban Berat Jenis Satuan

1 Plafond (Acoustical fiberboard) 5.1 kg/m²

Penggantung Plafond
2 10.2 kg/m²
(Suspended steel channel system)

3 Ducting dan Plumbing 19.37 kg/m²

4 Keramik 78.52 kg/m²

5 Spesi (0,02) 21 kg/m²

6 Pelat Bondek (Deck, metal) 12,24 kg/m²


7 Beton Sendiri 240 kg/m²

8 Dinding 190 kg/m²

Gambar 7.22 Assigns Area Uniform Loads to Frames SIDL atap

7. Masukkan beban hidup area pada pelat atap dengan cara yang sama seperti
proses memasukkan beban mati (SIDL) pada pelat lantai seperti pada
Gambar 7.23 di bawah ini.

Tabel 7.2 Rekapitulasi Beban Hujan

No Jenis Beban Berat Jenis Satuan

1 Orang 100 kg/m²

2 Hujan 40 kg/m²
Gambar 7.23 Assigns Area Uniform Loads to Frames Beban Hujan

8. Setelah memasukkan beban hidup area pada pelat atap, selanjutnya


masukkan beban hidup pada area lantai dengan cara yang sama seperti
proses memasukkan beban mati (SIDL) pada pelat lantai seperti pada
Gambar 7.24 di bawah ini.

Tabel 7.3 Rekapitulasi Beban Hidup Pelat Lantai

No Jenis Beban Berat Jenis Satuan

1 Ruang Sidang Paripurna 488.24 kg/m²

2 Lobby 488.24 kg/m²

3 Koridor 390.59 kg/m²

4 Mushola 488.24 kg/m²

5 Smoking Area/Balcon 488.24 kg/m²

6 Gudang 488.24 kg/m²

7 Ruang Arsip 488.24 kg/m²

8 Elektrikal 244.12 kg/m²


9 Janitor 244.12 kg/m²

10 Toilet 292.94 kg/m²

11 Tangga 488.24 kg/m²

12. Ruang Kerja 244.73 kg/m²

13. Ruang Rapat Komisi 488.24 kg/m²

14. Ruang Tata Usaha 244.73 kg/m²

15. Ruang Percetakan 488.24 kg/m²

16. Auditorium 488.24 kg/m²

17. Cafetaria 488.24 kg/m²

18. Ruang Rapat Kecil 488.24 kg/m²

19. Ruang Pers 488.24 kg/m²

Gambar 7.24 Assigns Area Uniform Loads to Frames Beban Hidup

9. Memilih dan menentukan joint angin yang diberikan. Beban angin yang
terdiri dari dua arah yaitu Angin Arah Sumbu X dan Angin Arah Sumbu Y.
Pilih menu Assign pilih Joint Loads lalu pilih Forces dan diinputkan Load
Pattern beban angin yaitu Angin Arah Sumbu X dan Angin Arah Sumbu Y
lalu dimasukkan besar beban angin sesuai arahnya seperti pada Gambar 7.25
dan Gambar 7.26 di bawah ini.

Gambar 7.25 Assign Join Forces Angin arah X

Berikut merupakan penginputan beban angin pada arah y seperti pada


gambar sebagai berikut

Gambar 7.26 Assign Join Forces Angin arah Y


10. Langkah selanjutnya yaitu memeriksa apakah nilai beban hidup dan beban
mati telah sesuai atau ada yang keliru. Kekeliruan yang sering terjadi yaitu
seperti terinput ganda atau ada beban yang belum terinput. Pilihlah setiap
pelat lalu klik kanan, setelah itu akan muncul kotak dialog Object Model –
Area Information lalu klik Loads maka akan muncul semua nilai beban yang
telah diinputkan sesuai dengan Gambar 7.27 di bawah ini.

Gambar 7.27 Load Object Model Area Information pada Pelat


1. Gambar Denah

2. Tampak Depan, Samping, Belakang Bangunan

3. Potongan Arah X

4. Potongan Arah Y

5. Gambar Struktur Rangka Baja

6. Gambar Pelat Lantai Beton dan Penulangannya

7. Gambar Sambungan Baja

8. Gambar Base Plate


LEMBAR ASISTENSI

TUGAS BESAR PERENCANAAN STRUKTUR BAJA

SEMESTER GANJIL 2022/2023

Perencanaan Struktur Bangunan Gedung DPR Tiga Lantai Di


Kota Pariaman

Kelompok 6A

Andi Putra Pratama 07201009

Desy Fitriani 07201021

Kholik Abdul Aziz Muhri 07203045

Raditya Satria Dewantara 07201065

Dosen Pengampu : Andina Prima Putri, S.T., M.Eng.

Dosen Asistensi : Andina Prima Putri, S.T., M.Eng.

Asisten Dosen : Nur Afni Rahmatul Islamiah


PARAF ASISTEN
NO. HARI/TANGGAL KETERANGAN
DOSEN

● Pertimbangkan adanya lift


Rabu, 7 September
1. ● Revisi penempatan ruang
2022
● Lengkapi denah

Kamis, 8 September ● Revisi penempatan pintu


2.
2022 ● ACC denah arsitektur
`

BAB IV
ANALISIS STRUKTUR DAN DESAIN STRUKTURAL
MEMBER

4.1 FEM Software Design Input

4.2 Rekapitulasi Gaya Dalam


Pada perencanaan struktur bangunan gedung DPR tiga lantai ini digunakan
program bantu SAP2000. Setelah dilakukan permodelan dan pembebanan pada
struktur, kemudian dilakukan analisis gaya dalam. Gaya dalam yang terjadi pada
setiap elemen struktur baik balok, pelat dan juga kolom direkapitulasi untuk
perencanaan penulangan pada setiap elemen.
4.2.1 Gaya Dalam Balok Utama
Setelah dilakukan analisa struktur dengan menggunakan peogram bantu
yaitu SAP2000 maka didapatkan hasil rekapitulasi gaya dalam balok induk. Dari
hasil rekapitulasi data tersebut didapatkan nilai maximum dan minimum yang akan
digunakan untuk pada perencanaan tulangan balok. Gaya dalam yang terjadi pada
setiap elemen struktur baik balok, pelat dan juga kolom direkapitulasi untuk
perencanaan sambungan pada setiap elemen.

A. Balok Arah X

Setelelah memasukkan seluruh data ke dalam SAP2000, didapatkan rekapitulasi


gaya dalam pada balok dan kolom. Pada balok arah dilakukan analisis rekapitulasi
sebagai berikut.

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 3 sumbu
X bentang 4 meter.

Tabel 4. 1 Balok Lantai 3 Sumbu X Bentang 4 Meter

Balok Induk Lantai 3/Atap Bentang 4 Sumbu X


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
0 Max 0.0 289.3 0.0 0.7 0.0 1588.7
`

Min 0.0 -7916.8 0.0 -0.7 0.0 -7278.5


Max 0.0 541.6 0.0 0.7 0.0 1752.4
1
Min 0.0 -5815.2 0.0 -0.7 0.0 -1050.6
Max 0.0 1143.6 0.0 0.7 0.0 3931.5
2
Min 0.0 -790.5 0.0 -0.7 0.0 -135.4
B3X-
Max 0.0 5932.5 0.0 0.7 0.0 1351.3
4m 3
Min 0.0 -538.2 0.0 -0.7 0.0 -763.0
Max 0.0 8034.1 0.0 0.7 0.0 943.6
4
Min 0.0 -285.9 0.0 -0.7 0.0 -7266.8
Maksimum 0.0 8034.1 0.0 0.7 0.0 3931.5
Minimum 0.0 -7916.8 0.0 -0.7 0.0 -7278.5

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 3 sumbu
X bentang 6 meter.

Tabel 4. 2 Balok Lantai 3 Sumbu X Bentang 6 Meter

Balok Induk Lantai 3/Atap Bentang 6 Sumbu X


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 -224.3 0.0 0.9 0.0 613.0
0
Min 0.0 -16724.1 0.0 -0.9 0.0 -20414.6
Max 0.0 154.2 0.0 0.9 0.0 3098.2
1.5
Min 0.0 -12247.8 0.0 -0.9 0.0 -1170.3
Max 0.0 532.7 0.0 0.9 0.0 13179.4
3
B3X- Min 0.0 -604.0 0.0 -0.9 0.0 88.1
6m Max 0.0 12245.9 0.0 0.9 0.0 3234.2
4.5
Min 0.0 -82.1 0.0 -0.9 0.0 -933.2
Max 0.0 16722.3 0.0 0.9 0.0 874.3
6
Min 0.0 327.2 0.0 -0.9 0.0 -20410.9
Maksimum 0.0 16722.3 0.0 0.9 0.0 13179.4
Minimum 0.0 -16724.1 0.0 -0.9 0.0 -20414.6

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 2 sumbu
X bentang 4 meter.

Tabel 4. 3 Balok Lantai 2 Sumbu X Bentang 4 Meter

Balok Induk Lantai 2 Bentang 4 Sumbu X


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 3129.4 0.0 9.2 0.0 9139.2
0
B2X- Min 0.0 -54525.6 0.0 -13.6 0.0 -56712.1
4m Max 0.0 3687.0 0.0 9.2 0.0 15884.4
1
Min 0.0 -37177.7 0.0 -13.6 0.0 -17371.9
`

Max 0.0 11541.9 0.0 9.2 0.0 15577.6


2
Min 0.0 -19879.9 0.0 -13.6 0.0 -4819.6
Max 0.0 37532.5 0.0 9.2 0.0 22391.4
3
Min 0.0 -10192.8 0.0 -13.6 0.0 -16185.3
Max 0.0 54880.4 0.0 9.2 0.0 27740.0
4
Min 0.0 -3637.0 0.0 -13.6 0.0 -56814.2
Maksimum 0.0 54880.4 0.0 9.2 0.0 27740.0
Minimum 0.0 -54525.6 0.0 -13.6 0.0 -56814.2

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 2 sumbu
X bentang 6 meter.

Tabel 4. 4 Balok Lantai 2 Sumbu X Bentang 6 Meter

Balok Induk Lantai 2 Bentang 6 Sumbu X


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 2870.6 0.0 8.9 0.0 13274.8
0
Min 0.0 -115274.2 0.0 -10.8 0.0 -132828.3
Max 0.0 3707.0 0.0 8.9 0.0 34129.4
1.5
Min 0.0 -76799.0 0.0 -10.8 0.0 -8819.0
Max 0.0 7081.2 0.0 8.9 0.0 84300.5
3
B2X- Min 0.0 -7570.4 0.0 -10.8 0.0 -1347.0
6m Max 0.0 77040.0 0.0 8.9 0.0 34182.5
4.5
Min 0.0 -3738.3 0.0 -10.8 0.0 -5298.5
Max 0.0 115515.2 0.0 8.9 0.0 9892.7
6
Min 0.0 -2901.9 0.0 -10.8 0.0 -132801.2
Maksimum 0.0 115515.2 0.0 8.9 0.0 84300.5
Minimum 0.0 -115274.2 0.0 -10.8 0.0 -132828.3

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 1 sumbu
X bentang 4 meter.

Tabel 4. 5 Balok Lantai 1 Sumbu X Bentang 4 Meter

Balok Induk Lantai 1 Bentang 4 Sumbu X


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 6041.0 0.0 11.2 0.0 16877.0
0
Min 0.0 -58548.8 0.0 -9.6 0.0 -59620.6
Max 0.0 7398.2 0.0 11.2 0.0 13111.6
B1X- 1
Min 0.0 -41200.9 0.0 -9.6 0.0 -18027.2
4m
Max 0.0 14996.6 0.0 11.2 0.0 18433.7
2
Min 0.0 -20150.7 0.0 -9.6 0.0 -2556.9
3 Max 0.0 41178.4 0.0 11.2 0.0 22275.4
`

Min 0.0 -10463.6 0.0 -9.6 0.0 -18096.1


Max 0.0 58526.3 0.0 11.2 0.0 27895.2
4
Min 0.0 -5841.8 0.0 -9.6 0.0 -61420.5
Maksimum 0.0 58526.3 0.0 11.2 0.0 27895.2
Minimum 0.0 -58548.8 0.0 -9.6 0.0 -61420.5

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 1 sumbu
X bentang 6 meter.

Tabel 4. 6 Balok Lantai 1 Sumbu X Bentang 6 Meter

Balok Induk Lantai 1 Bentang 6 Sumbu X


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 2679.9 0.0 6.5 0.0 13196.0
0
Min 0.0 -115540.5 0.0 -8.1 0.0 -136890.3
Max 0.0 3516.3 0.0 6.5 0.0 29145.3
1.5
Min 0.0 -77065.3 0.0 -8.1 0.0 -8685.9
Max 0.0 7581.7 0.0 6.5 0.0 79238.7
3
B1X- Min 0.0 -7469.8 0.0 -8.1 0.0 -1011.3
6m Max 0.0 77091.7 0.0 6.5 0.0 29122.8
4.5
Min 0.0 -3861.8 0.0 -8.1 0.0 -5300.9
Max 0.0 115567.0 0.0 6.5 0.0 10574.3
6
Min 0.0 -3025.5 0.0 -8.1 0.0 -136673.5
Maksimum 0.0 115567.0 0.0 6.5 0.0 79238.7
Minimum 0.0 -115540.5 0.0 -8.1 0.0 -136890.3

B. Balok Arah Y

Setelelah memasukkan seluruh data ke dalam SAP2000, didapatkan rekapitulasi


gaya dalam pada balok dan kolom. Pada balok arah dilakukan analisis rekapitulasi
sebagai berikut.

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 3 sumbu
Y bentang 4 meter

Balok Lantai 3 Sumbu Y Bentang 4 Meter

Tabel 4. 7 Balok Lantai 3 Sumbu Y Bentang 4 Meter

Balok Induk Lantai 3/Atap Bentang 4 Sumbu Y


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N N N N
B3Y- Max 0.0 -1305.0 2.5 0.7 1.7 591.1
0
4m Min 0.0 -14177.1 0.0 -0.7 0.0 -11199.1
`

Max 0.0 -224.6 1.3 0.7 0.0 2513.3


1
Min 0.0 -8763.2 0.0 -0.7 -0.2 -812.2
Max 0.0 1017.4 0.0 0.7 0.0 6099.7
2
Min 0.0 -672.1 0.0 -0.7 -0.8 397.3
Max 0.0 9125.3 0.0 0.7 0.0 1351.8
3
Min 0.0 408.3 -1.3 -0.7 -0.2 -359.0
Max 0.0 14539.1 0.0 0.7 1.7 -414.3
4
Min 0.0 1488.7 -2.5 -0.7 0.0 -11923.2
Maksimum 0.0 14539.1 2.5 0.7 1.7 6099.7
Minimum 0.0 -14177.1 -2.5 -0.7 -0.8 -11923.2

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 3 sumbu
Y bentang 5 meter

Tabel 4. 8 Balok Lantai 3 Sumbu Y Bentang 5 Meter

Balok Induk Lantai 3/Atap Bentang 5 Sumbu Y


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N N N N
Max 0.0 -3184.3 3.1 0.6 2.6 -1248.3
0
Min 0.0 -26515.4 0.0 -0.2 0.0 -22274.9
Max 0.0 -1316.3 1.6 0.6 0.0 4714.4
1.25
Min 0.0 -14646.1 0.0 -0.2 -0.3 105.2
Max 0.0 658.0 0.0 0.6 0.0 13227.9
2.5
B3Y- Min 0.0 -776.2 0.0 -0.2 -1.3 1403.4
5m Max 0.0 14167.5 0.0 0.6 0.0 4338.0
3.75
Min 0.0 1245.9 -1.6 -0.2 -0.3 -383.7
Max 0.0 26036.8 0.0 0.6 2.6 -964.6
5
Min 0.0 3113.9 -3.1 -0.2 0.0 -21078.3
Maksimum 0.0 26036.8 3.1 0.6 2.6 13227.9
Minimum 0.0 -26515.4 -3.1 -0.2 -1.3 -22274.9

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 3 sumbu
Y bentang 6 meter

Tabel 4. 9 Balok Lantai 3 Sumbu Y Bentang 6 Meter

Balok Induk Lantai 3/Atap Bentang 6 Sumbu Y


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N N N N
Max 0.0 -2614.7 3.8 0.4 3.8 -687.1
0
Min 0.0 -26960.7 0.0 -0.4 0.0 -30583.0
B3Y-
Max 0.0 -994.1 1.9 0.4 0.0 5179.7
6m 1.5
Min 0.0 -17516.1 0.0 -0.4 -0.5 -511.2
3 Max 0.0 937.4 0.0 0.4 0.0 18854.5
`

Min 0.0 -463.5 0.0 -0.4 -1.9 1398.4


Max 0.0 17575.4 0.0 0.4 0.0 4539.5
4.5
Min 0.0 1157.1 -1.9 -0.4 -0.5 138.1
Max 0.0 27020.1 0.0 0.4 3.8 -2070.8
6
Min 0.0 2777.7 -3.8 -0.4 0.0 -29900.0
Maksimum 0.0 27020.1 3.8 0.4 3.8 18854.5
Minimum 0.0 -26960.7 -3.8 -0.4 -1.9 -30583.0

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 2 sumbu
Y bentang 4 meter.

Tabel 4. 10 Balok Lantai 2 Sumbu Y Bentang 4 Meter

Balok Induk Lantai 2 Bentang 4 Sumbu Y


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 -4482.2 2.7 8.4 1.8 12022.5
0
Min 0.0 -69214.6 0.0 -5.8 0.0 -62526.9
Max 0.0 947.1 1.3 8.4 0.0 20190.5
1
Min 0.0 -42015.1 0.0 -5.8 -0.2 -12846.4
Max 0.0 15329.2 0.0 8.4 0.0 31862.2
2
B2Y- Min 0.0 -7571.0 0.0 -5.8 -0.9 816.7
4m Max 0.0 53618.5 0.0 8.4 0.0 5936.7
3
Min 0.0 1007.0 -1.3 -5.8 -0.2 -10559.6
Max 0.0 80818.0 0.0 8.4 1.8 -569.6
4
Min 0.0 5997.8 -2.7 -5.8 0.0 -72693.3
Maksimum 0.0 80818.0 2.7 8.4 1.8 31862.2
Minimum 0.0 -69214.6 -2.7 -5.8 -0.9 -72693.3

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 2 sumbu
Y bentang 5 meter.

Tabel 4. 11 Balok Lantai 2 Sumbu Y Bentang 5 Meter

Balok Induk Lantai 2 Bentang 5 Sumbu Y


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 -16314.7 3.4 4.9 2.8 -8267.7
0
Min 0.0 -98252.2 0.0 -5.1 0.0 -105211.8
Max 0.0 -5617.9 1.7 4.9 0.0 11457.6
1.25
B2Y- Min 0.0 -66051.2 0.0 -5.1 -0.4 -7018.2
5m Max 0.0 5861.1 0.0 4.9 0.0 52957.7
2.5
Min 0.0 -12704.4 0.0 -5.1 -1.4 5776.6
Max 0.0 53904.0 0.0 4.9 0.0 27141.4
3.75
Min 0.0 1460.5 -1.7 -5.1 -0.4 -8723.9
`

Max 0.0 86105.1 0.0 4.9 2.8 9028.0


5
Min 0.0 12939.4 -3.4 -5.1 0.0 -79447.4
Maksimum 0.0 86105.1 3.4 4.9 2.8 52957.7
Minimum 0.0 -98252.2 -3.4 -5.1 -1.4 -105211.8

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 2 sumbu
Y bentang 6 Meter.

Tabel 4. 12 Balok Lantai 2 Sumbu Y Bentang 6 Meter

Balok Induk Lantai 2 Bentang 6 Sumbu Y


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 -8761.0 4.0 16.0 4.0 29136.3
0
Min 0.0 -138089.3 0.0 -30.4 0.0 -149519.4
Max 0.0 -378.4 2.0 16.0 0.0 48323.8
1.5
Min 0.0 -84836.8 0.0 -30.4 -0.5 -7857.5
Max 0.0 8986.6 2.0 27.6 1.0 90221.0
3
B2Y- Min 0.0 -29810.5 -2.0 -30.4 -2.0 4925.0
6m Max 0.0 87097.6 0.0 27.6 0.0 26847.5
4.5
Min 0.0 3538.1 -2.0 -10.1 -0.5 -2626.5
Max 0.0 140350.2 0.0 27.6 4.0 -5678.8
6
Min 0.0 13716.5 -4.0 -10.1 0.0 -155534.8
Maksimum 0.0 140350.2 4.0 27.6 4.0 90221.0
Minimum 0.0 -138089.3 -4.0 -30.4 -2.0 -155534.8

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 1 sumbu
Y bentang 4 meter.

Tabel 4. 13 Balok Lantai 1 Sumbu Y Bentang 4 Meter

Balok Induk Lantai 1 Bentang 4 Sumbu Y


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 -2494.1 2.3 4.5 1.5 26787.6
0
Min 0.0 -74877.8 0.0 -5.0 0.0 -66769.5
Max 0.0 7729.4 1.1 4.5 0.0 28242.1
1
Min 0.0 -47678.3 0.0 -5.0 -0.2 -18255.4
Max 0.0 21887.7 0.0 4.5 0.0 30050.8
B1Y- 2
Min 0.0 -15189.0 0.0 -5.0 -0.8 403.9
4m
Max 0.0 57885.3 0.0 4.5 0.0 12122.7
3
Min 0.0 -3490.5 -1.1 -5.0 -0.2 -15570.3
Max 0.0 85084.8 0.0 4.5 1.5 9763.9
4
Min 0.0 6685.2 -2.3 -5.0 0.0 -80614.0
Maksimum 0.0 85084.8 2.3 4.5 1.5 30050.8
`

Minimum 0.0 -74877.8 -2.3 -5.0 -0.8 -80614.0

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 1 sumbu
Y bentang 5 meter.

Tabel 4. 14 Balok Lantai 1 Sumbu Y Bentang 5 Meter

Balok Induk Lantai 1 Bentang 5 Sumbu Y


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 -11461.0 2.9 4.3 2.4 5429.0
0
Min 0.0 -100851.4 0.0 -4.1 0.0 -111898.0
Max 0.0 17.9 1.4 4.3 0.0 13648.1
1.25
Min 0.0 -68650.4 0.0 -4.1 -0.3 -12409.5
Max 0.0 11496.9 0.0 4.3 0.0 50349.7
2.5
B1Y- Min 0.0 -16997.0 0.0 -4.1 -1.2 5384.1
5m Max 0.0 58759.4 0.0 4.3 0.0 31115.9
3.75
Min 0.0 -3324.0 -1.4 -4.1 -0.3 -16161.3
Max 0.0 90960.4 0.0 4.3 2.4 21578.4
5
Min 0.0 8155.0 -2.9 -4.1 0.0 -93233.0
Maksimum 0.0 90960.4 2.9 4.3 2.4 50349.7
Minimum 0.0 -100851.4 -2.9 -4.1 -1.2 -111898.0

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam balok lantai 1 sumbu
Y bentang 6 meter

Tabel 4. 15 Balok Lantai 1 Sumbu Y Bentang 6 Meter

Balok Induk Lantai 1 Bentang 6 Sumbu Y


Bentang P V2 V3 T M2 M3
Kode Kondisi
m N N N Nm Nm Nm
Max 0.0 -7471.5 3.4 15.1 3.4 28066.7
0
Min 0.0 -139819.4 0.0 -31.8 0.0 -155949.4
Max 0.0 911.2 1.7 15.1 0.0 39820.2
1.5
Min 0.0 -86566.9 0.0 -31.8 -0.4 -16628.4
Max 0.0 9293.8 1.7 28.2 0.9 88441.4
3
B1Y- Min 0.0 -33585.2 -1.7 -31.8 -1.7 4761.8
6m Max 0.0 88553.3 0.0 28.2 0.0 26728.3
4.5
Min 0.0 1292.7 -1.7 -10.1 -0.4 -6169.0
Max 0.0 141805.9 0.0 28.2 3.4 932.6
6
Min 0.0 14108.5 -3.4 -10.1 0.0 -161737.9
Maksimum 0.0 141805.9 3.4 28.2 3.4 88441.4
Minimum 0.0 -139819.4 -3.4 -31.8 -1.7 -161737.9
`

4.2.2 Gaya Dalam Kolom


Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam kolom lantai 3 bentang
4 meter.

Tabel 4. 16 Kolom Lantai 3 Bentang 4 Meter

Rekapitulasi Kolom Lantai 3


P V2 V3 T M2 M3
Kondisi
N N N Nm Nm Nm
Max -13703.9 4400.4 3819.6 0.6 8941.9 9087.9
P
Min -249489.0 -4855.8 -4671.7 -0.6 -9321.9 -9557.5
Max -72272.6 7002.7 5941.8 0.6 11913.3 14560.5
V2
Min -62662.4 -6396.5 -4193.9 -0.6 -8221.8 -13902.6
Max -51850.8 4203.2 6007.6 0.6 12002.6 7993.7
V3
Min -116141.0 -3458.6 -6015.1 -0.6 -12083.6 -6349.9
Max -25063.3 3508.1 3614.5 0.6 6956.8 6776.8
T
Min -116141.0 -3458.6 -6015.1 -0.6 -12083.6 -6349.9
Max -51850.8 4203.2 6007.6 0.6 12002.6 7993.7
M2
Min -116141.0 -3458.6 -6015.1 -0.6 -12083.6 -6349.9
Max -72272.6 7002.7 5941.8 0.6 11913.3 14560.5
M3
Min -62662.4 -6396.5 -4193.9 -0.6 -8221.8 -13902.6
Maksimum -13703.9 7002.7 6007.6 0.6 12002.6 14560.5
Minimum -249489.0 -6396.5 -6015.1 -0.6 -12083.6 -13902.6

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam kolom lantai 2 bentang
4 meter.

Tabel 4. 17 Kolom Lantai 2 Bentang 4 Meter

Rekapitulasi Kolom Lantai 2


P V2 V3 T M2 M3
Kondisi
N N N Nm Nm Nm
Max -17369.9 13560.0 15673.1 4.2 34667.6 55923.4
P
Min -800626.6 -25432.5 -23415.3 -4.3 -46650.4 -49737.8
Max -229232.1 40110.8 32640.9 4.2 64294.3 74388.0
V2
Min -387907.4 -40502.9 -17039.9 -4.3 -33185.9 -75057.6
Max -229232.1 40110.8 32640.9 4.2 64294.3 74388.0
V3
Min -474060.4 -13662.1 -33452.7 -4.3 -65914.3 -27703.2
Max -48343.5 16712.6 12422.9 4.2 25758.1 32981.2
T
Min -474060.4 -13662.1 -33452.7 -4.3 -65914.3 -27703.2
Max -209027.8 39061.1 28483.7 4.2 67897.7 26966.5
M2
Min -497704.5 -14461.4 -28186.8 -4.3 -66270.8 -86074.1
Max -153440.4 14019.6 18963.9 4.2 34975.2 86973.0
M3
Min -497704.5 -14461.4 -28186.8 -4.3 -66270.8 -86074.1
Maksimum -17369.9 40110.8 32640.9 4.2 67897.7 86973.0
`

Minimum -800626.6 -40502.9 -33452.7 -4.3 -66270.8 -86074.1

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam kolom lantai 1 bentang
4 meter.

Tabel 4. 18 Kolom Lantai 1 Bentang 4 Meter

Rekapitulasi Kolom Lantai 1


P V2 V3 T M2 M3
Kondisi
N N N Nm Nm Nm
Max -61751.3 10884.9 19086.1 4.5 40289.1 64436.7
P - -
Min -31610.2 -4.5 -65391.3 -75416.0
1361832.5 33085.4
Max -502452.2 48633.7 30262.1 4.5 59647.3 93823.3
V2 - -
Min -37207.1 -4.5 -78295.6 -93835.2
1340254.6 48652.4
Max -557789.7 31284.2 43391.8 4.5 86659.0 71134.6
V3 - -
Min -45598.4 -4.5 -89429.0 -92115.6
1253147.4 47665.9
Max -599488.9 33107.2 39091.5 4.5 75478.1 75319.8
T - -
Min -31610.2 -4.5 -65391.3 -75416.0
1361832.5 33085.4
Max -496884.4 29964.2 37563.9 4.5 92966.8 98563.7
M2 -
Min -853855.6 -44449.4 -4.5 -89738.2 -54468.1
17809.9
Max -553066.2 31284.2 43391.8 4.5 70535.6 100786.4
M3 - -
Min -24212.0 -4.5 -61404.6 -100723.8
1210150.8 31256.9
Maksimum -61751.3 48633.7 43391.8 4.5 92966.8 100786.4
- -
Minimum 1361832.5 48652.4 -45598.4 -4.5 -89738.2 -100723.8

4.2.4 Gaya Dalam Pelat dan Tangga


A. Pelat Atap
Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam pelat atap.

Tabel 4.19 Rekapitulasi Gaya Dalam Pelat Atap

M11 M22
Pelat Kondisi
KN-m/m KN-m/m
Max 18314.7 19840.0
M11
Min -17636.7 -20055.5
ENVELOPE
PA Max 18314.7 19840.0
M22
Min -17636.7 -20055.5
1.DL M11 Max 325.9 296.0
`

Min -314.8 -236.2


Max 197.7 328.4
M22
Min -314.8 -236.2
Max 353.1 332.9
M11
Min -355.3 -136.3
1.SIDL
Max 319.1 475.1
M22
Min -248.4 -379.0
Max 688.8 484.9
M11
Min -558.3 -531.8
1.LL
Max -360.2 1046.0
M22
Min -292.3 -623.8

B. Pelat Lantai

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam pelat lantai 3.

Tabel 4.20 Rekapitulasi Gaya Dalam Pelat Lantai 3

M11 M22
Pelat Kondisi
KN-m/m KN-m/m
Max 28414.1 24600.3
M11
Min -30316.0 -47477.4
ENVELOPE
Max 21371.0 40389.4
M22
Min -30316.0 -47477.4
Max 964.4 3592.9
M11
Min -1150.6 -4117.2
1.DL
Max 964.4 3592.9
M22
Min -1150.6 -4117.2
P3
Max 2030.3 6512.3
M11
Min -1898.9 -6509.2
1.SIDL
Max 2030.3 6512.3
M22
Min -1898.9 -6509.2
Max 4677.8 12028.5
M11
Min -3163.2 -12687.0
1.LL
Max 4677.8 12028.5
M22
Min -3163.2 -12687.0

Berikut ini merupakaan rekapitulasi perhitungan gaya dalam pelat lantai 2.

Tabel 4.21 Rekapitulasi Gaya Dalam Pelat Lantai 2

M11 M22
Pelat Kondisi
KN-m/m KN-m/m
Max 29768.8 25777.7
M11
P2 ENVELOPE Min -32238.5 -51468.3
M22 Max 21549.1 46222.9
`

Min -32238.5 -51468.3


Max 927.0 3493.9
M11
Min -1026.2 -4219.4
1.DL
Max 927.0 3493.9
M22
Min -1026.2 -4219.4
Max 2000.0 6386.5
M11
Min -1731.1 -6698.9
1.SIDL
Max 2000.0 6386.5
M22
Min -1731.1 -6698.9
Max 4632.6 11848.0
M11
Min -2995.0 -12959.5
1.LL
Max 4632.6 11848.0
M22
Min -2995.0 -12959.5

4.3 Pengecekan Kapasitas Penampang


4.3.1 Pengecekan Kapasitas Penampang Elemen Balok
Pengecekan terhadap kapasitas balok dilakukan terhadap kapasitas elemen gaya
geser serta kapasitas elemen terhadap gaya momen lentur. Berikut ini merupakan
langkah-langkah yang harus dijalankan untuk mengecek kapasitas penampang.

Langkah 1: Menyiapkan data perencanaan balok

Data-data yang diperoleh merupakan data perencanaan yang telah ditetapkan sejak
awal perencanaan bangunan.

Langkah 2: Menyiapkan data profil baja balok berdasarkan preliminary


design yang didapatkan.

Data profil baja yang diperoleh berasal dari hasil perhitungan preliminary design
yang kemudian berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan parameter-parameter
yang diperlukan.

Langkah 3: Melakukan perhitungan

a. Menentukan 𝑀𝑢 dan 𝑉𝑢 berdasarkan rekapitulasi gaya dalam


Adapun persamaan untuk menghitung 𝑀𝑢 (momen maksimum) adalah sebagai
berikut.
𝑀𝑢 = 𝑉𝑢 x – 0.5 𝑞𝑢 L ……………………………………………………… (4.1)
dimana:
`

𝑀𝑢 = momen terfaktor pada penampang (N-mm)


𝑉𝑢 = gaya geser terfaktor penampang (N)
𝑥 = panjang elemen etrhadap sumbu x (mm)
𝑞𝑢 = beban terfaktor persatuan luas (N/m2)
𝐿 = panjang bentang (mm)
b. Kontrol lendutan
Berdasarkan SNI 03-1729:2002 Pasal 6.4.3 batas-batas lendutan maksimum
adalah sebagai berikut.

Tabel 4.22 Batas Lendutan Maksimum

Komponen Struktur Dengan Beban


Beban Tetap
Beban Tidak Terfaktor Sementara
Balok pemikul dinding atau 𝐿
-
finishing yang getas 360
𝐿
Balok biasa -
240
Kolom dengan analisis orde ℎ ℎ
pertama saja 500 200
Kolom dengan analisis orde ℎ ℎ
kedua 300 200
(Sumber: SNI 03-1729:2002)

𝐿
∆𝑖𝑧𝑖𝑛 = 360 ……………………………………………….….……… (4.2)
5𝑞𝐿4
∆𝑦 = 384 𝐸 𝐼 ……………………..…………..……….…...……… (4.3)
𝑥

dimana:
∆𝑖𝑧𝑖𝑛 = lendutan izin (mm)
L = panjang bentang (mm)
∆𝑦 = lendutan akibat beban luar (mm)
𝐸 = modulus elastisitas (Mpa)
𝐼𝑥 = inersia arah X (mm4)
Persyaratan kontrol lendutan:
Lendutan akibat beban luar (∆𝑦 ) < Lendutan izin (∆𝑖𝑧𝑖𝑛 )
`

c. Klasifikasi penampang
1. Sayap
Adapun persamaan-persamaa yang digunakan untuk menghitung klasifikasi
penampang sayap.
𝑏
𝜆 = 2𝑡 …………………………..…………………….….……… (4.4)

𝐸
𝜆𝑝 = 0.38 √𝑓 ……………………………...….………….……… (4.5)
𝑦

𝐸
𝜆𝑟 = 1.0 √𝑓 ………………………..……………...….….……… (4.6)
𝑦

dimana:
𝜆 = Rasio lebar terhadap tebal untuk elemen
𝑏 = lebar profil (mm)
𝜆𝑝 = Batas parameter lebar terhadap tebal untuk elemen kompak
E = modulus elastisitas (Mpa)
𝑓𝑦 = kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan (Mpa)
𝜆𝑟 = Batas parameter lebar terhadap tebal untuk elemen nonkompak
2. Badan
Adapun persamaan-persamaa yang digunakan untuk menghitung klasifikasi
penampang badan.
h = A – 2r – 2tf …………………..……….……...….….……… (4.7)

𝜆 = 𝑡 ………………………….....……….……...….….……… (4.8)
𝑤

𝐸
𝜆𝑝 = 3.76 √𝑓 …………………..…………..……...….….……… (4.9)
𝑦

𝐸
𝜆𝑟 = 5.70 √𝑓 …………………..……….……...….…………… (4.10)
𝑦

dimana:
h = tinggi elemen struktur (mm)
A = Luas penampang siku (mm2)
r = radius (mm)
𝑡𝑓 = Tebal sayap (mm)
𝑡𝑤 = Tebal badan (mm)
𝜆𝑝 = Batas parameter lebar terhadap tebal untuk elemen kompak
`

E = Modulus elastisitas baja (Mpa)


𝑓𝑦 = kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan (Mpa)
𝜆𝑟 = Batas parameter lebar terhadap tebal untuk elemen nonkompak
Setelah melakukan perhitungan pada penampang sayap dan badan,
selanjutnya penampang tersebut diklasifikasikan sebagai berikut.

Tabel 4.23 Klasifikasi Penampang

Klasifikasi Penampang Keterangan


Apabila semua bagian sayap dan badan
Penampang Kompak menyatu dan pada elemen mempunyai
batasan 𝜆 ≤ 𝜆𝑝
Apabila salah satu ataua semua bagian elemen
Penampang Non-kompak
tekan mempunyai batasan rasio 𝜆𝑝 ≤ 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Apabila semua bagian elemen tekan
Penampang Langsing
mempunyai rasio 𝜆 ≥ 𝜆𝑟
(Sumber: SNI 03-1729-2002)

d. Klasifikasi keadaan berdasarkan tabel perencanaan kuat batas


Klasifikasi keadaan pada balok ditentukan berdasarkan tabel di bawah ini.
`

Gambar 4.1 Tabel Perencanaan Balok Lentur


(Sumber: SNI 1726-2019)

e. Menghitung parameter keadaan batas


1. Kondisi Leleh
1 𝑑 𝑑 −2 × 𝑡𝑓
𝑍𝑥 = b (𝑑 − 2 × 2 × 𝑡𝑓 ) + ( 2 − 𝑡𝑓 ) × 𝑡𝑤 × ( ) …. … (4.11)
2

𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 × 𝑍𝑥 ……………………..……...…...…...……… (4.12)
dimana:
𝑍𝑥 = Modulus penampang plastis terhadap sumbu x (mm3)
𝑏 = lebar profil (mm)
`

d = Tinggi penampang (mm)


𝑡𝑓 = Tebal sayap (mm)
𝑡𝑤 = Tebal badan (mm)
𝑀𝑛 = Kekuatan lentur nominal (N-mm)
𝑀𝑝 = Momen lentur plastis (N-mm)
𝐹𝑦 = kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan (Mpa)
2. Kondisi LTB (Lateral Torsional Buckling)
𝐸
𝐿𝑝 = 1.76 × 𝑟𝑦 × √𝐹 ………………………..…...….….……… (4.13)
𝑦

1
ℎ𝑜 = 𝑑 − 2 × 2 × 𝑡𝑓 …………’’…………………..…………… (4.14)
𝐼𝑦 ℎ𝑜 2
𝐶𝑤 = …………………………....….……….....….… .…… (4.15)
4

𝐼𝑦 𝐶𝑤
𝑅𝑡𝑠 2 =√ …………...…………….…..……………….……… (4.16)
𝑍𝑥

𝑅𝑡𝑠 = √ 𝑅𝑡𝑠 2 ……………...………………………..…….……… (4.17)

d = h – 𝑡𝑓 ………...…………………………………….....…… (4.18)
(2 𝑏 𝑡𝑓 2 )+(𝑑 𝑡𝑤 3 )
J = …………....…………...……………….… (4.19)
3
12.5 𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
𝐶𝑏 = 2.5 ….…...…….……….………… (4.20)
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 +3 𝑀𝐴 +4 𝑀𝐵 + 3 𝑀𝐶

𝐸 𝐽𝑐 𝐽𝑐 2 0.7𝑓𝑦 2
𝐿𝑟 = 1.95 𝑟𝑡𝑠 0.7 𝐹 × √𝑆 + √(𝑆 ) + 6.76 ( ) ……..... (4.21)
𝑦 𝑥 × ℎ𝑜 𝑥 × ℎ𝑜 𝐸

𝑝 𝐿 −𝐿
𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 [𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 0.7 𝐹𝑦 𝑆𝑥 ) (𝐿𝑏− 𝐿 )] …………………… (4.22)
𝑟 𝑝

dimana:
𝐿𝑝 = batas bentang pendek (mm3)
𝑟𝑦 = Radius girasi terhadap sumbu y (mm)
𝐸 = modulus elastisitas (Mpa)
𝐹𝑦 = kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan (Mpa)
ℎ𝑜 = Jarak antara titik-titik berat sayap (mm)
d = Tinggi penampang (mm)
𝑡𝑓 = Tebal sayap (mm)
𝐶𝑤 = Konstanta pilin (mm6)
`

𝐼𝑦 = Momen inersia terhadap sumbu utama arah Y (mm4)


𝑅𝑡𝑠 =
𝑍𝑥 = Modulus penampang plastis terhadap sumbu x (mm3)
h = jarak bersih antara kedua sayap (mm)
J = inersia torsi (mm4)
b = lebar profil (mm)
𝑡𝑤 = Tebal badan (mm)
𝐶𝑏 = faktor modifikasi tekuk torsi lateral
𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = Nilai absolut momen maksimum pada segmen (N-mm)
𝑀𝐴 = Nilai absolut momen pada titik seperempat dari segmen (N-mm)
𝑀𝐵 = Nilai absolut momen pada titik tengah dari segmen (N-mm)
𝑀𝐶 = Nilai absolut momen pada titik tiga perempat dari segmen (N-
mm)
𝐿𝑟 = batas bentang menengah (mm3)
𝑆𝑥 = Modulus penampang elastis terhadap sumbu x (mm3)
𝑀𝑛 = Kekuatan lentur nominal (N-mm)
𝑀𝑝 = Momen lentur plastis (N-mm)
𝐿𝑏 = Panjang antara titik-titik (mm)
f. Analisa momen
Adapun syarat yang digunakan untuk menganalisa momen adalah sebagai
berikut
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
0.9 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
dimana:
𝜑 = faktor reduksi
𝑀𝑛 = Kekuatan lentur nominal (N-mm)
𝑀𝑢 = momen terfaktor pada penampang (N-mm)
g. Analisa kuat geser

……………...………………….……………………………………. (4.23)
𝑡𝑤

𝐸
2.24 √ 𝐹 ……………...………………….……………………...……… (4.24)
𝑦
`

ℎ 𝐸
Jika < 2.24 √ 𝐹 , maka ∅𝑣 = 1 dan 𝐶𝑣 = 1.0 …………………….… (4.25)
𝑡𝑤 𝑦

𝐴𝑤 = d 𝑡𝑤 ……………...………………….………………………..…… (4.26)
𝑉𝑛 = 0.6 𝐹𝑦 𝐴𝑤 𝐶𝑣 …………….....……………………….…………… (4.27)
𝑉𝑢 = 0.9 𝑉𝑛 ……………...………………….…………………………… (4.28)
dimana:
h = jarak bersih antara kedua sayap (mm)
𝑡𝑤 = Tebal badan (mm)
𝐸 = modulus elastisitas (Mpa)
𝐹𝑦 = kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan (Mpa)
∅𝑣 = Faktor ketahanan untuk geser
𝐶𝑣 = Koefisien kekuatan geser badan
𝐴𝑤 = Luas badan (mm2)
𝑑 = Tinggi penampang (mm)
𝑉𝑛 = tegangan beton ekuivalen terkait kekuatan geser dua arah nominal pada
pelat atau fondasi, MPa
𝑉𝑢 = gaya geser terfaktor penampang (N)

A. Balok Arah X
Berikut ini merupakan contoh perhitungan pengecekan kapasitas penampang
pada balok dimana elemen yang ditinjau yaitu balok lantai 3 sumbu X bentang
4 meter.

Langkah 1: Menyiapkan data perencanaan balok

Tabel 4. 24 Data Perencanaan Balok Lantai 3 Sumbu X Bentang 4 Meter

DATA PERENCANAAN
Keterangan Nilai Satuan
𝐹𝑦 250 MPa
𝐹𝑢 410 Mpa
E 200000 MPa

Langkah 2: Menyiapkan data profil baja balok berdasarkan


preliminary design yang didapatkan.
`

Tabel 4. 25 Data Profil Baja Balok Lantai 3 Sumbu X Bentang 4 Meter

DATA PROFIL BAJA


Keterangan Nilai Satuan
𝐻𝑓 250 𝑚𝑚
𝐵𝑓 125 𝑚𝑚
𝑡𝑤 6 𝑚𝑚
𝑡𝑓 9 𝑚𝑚
r 12 𝑚𝑚
A 3766 𝑚𝑚4
𝐼𝑥 40500000 𝑚𝑚4
𝐼𝑦 2940000 𝑚𝑚4
𝑟𝑥 104 𝑚𝑚
𝑟𝑦 27.9 𝑚𝑚
𝑍𝑥 324000 𝑚𝑚3
𝑍𝑦 47000 𝑚𝑚3
W 29.6 𝑁𝑚𝑚
L 4000 𝑚𝑚

Langkah 3: Melakukan perhitungan


a) Menentukan 𝑀𝑢 dan 𝑉𝑢 berdasarkan rekapitulasi gaya dalam
1) Gaya geser maksimum
𝑉𝑢 = 8034.1 N
Berdasarkan rekapitulasi gaya dalam pada balok lantai 3 sumbu X
bentang 4 meter, didapatkan gaya geser maksimum sebesar 8034.1 N.
2) Momen maksimum
𝑀𝑢 = 7278.5 Nm
= 7278500 Nmm
𝑀𝐴 = 1752.4 Nm
= 1752400 Nmm
𝑀𝐵 = 3931.5 Nm
= 3931500 Nmm
𝑀𝐶 = 1351.3 Nm
= 1351300 Nmm
Berdasarkan rekapitulasi gaya dalam pada balok lantai 3 sumbu X
bentang 4 meter, didapatkan nilai momen maksimum sebesar 7278.5
Nm atau 7278500 Nmm.
b) Kontrol lendutan
`

𝐿
∆𝑖𝑧𝑖𝑛 = 360
4000
= 360

= 11.1 mm

5𝑞𝐿4
∆𝑦 = 384 𝐸 𝐼
𝑥

5 × ×40004
= 384 ×200000 ×133000000

= 0.4 mm
Didapatkan nilai ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 sebesar 11.1 mm dan ∆𝑦 sebesar 0.4 mm. Selanjutnya
nilai tersebut harus memenuhi syarat berikut.
(∆𝑦 ) < (∆𝑖𝑧𝑖𝑛 )
0.4 < 11.1
Maka memenuhi persyaratan (OK)
c) Klasifikasi penampang
1) Sayap
𝑏
𝜆 = 2𝑡
125
= 2×9

= 6.9
𝐸
𝜆𝑝 = 0.38 √𝑓
𝑦

200000
= 0.38 √ 250

= 10.7
𝐸
𝜆𝑟 = 1.0 √𝑓
𝑦

200000
= 1.0 √ 250

= 28.3
Berdasarkan nilai yang dihasilkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa penampang tersebut kompak karena memenuhi syarat 𝜆 ≤ 𝜆𝑝 .
2) Badan
h = A – 2r – 2tf
`

= 250 – (2 × 12) – (2 × 9)
= 208 mm

𝜆 =𝑡
𝑤

208
= 6

= 34.7
𝐸
𝜆𝑝 = 3.76 √𝑓
𝑦

200000
= 3.76 √
250

= 106.3
𝐸
𝜆𝑟 = 5.70 √𝑓
𝑦

200000
= 5.70√ 250

= 161.2
Berdasarkan nilai yang dihasilkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa penampang tersebut kompak karena memenuhi syarat 𝜆 ≤ 𝜆𝑝 .
d) Klasifikasi keadaan berdasarkan tabel perencanaan kuat batas
Berdasarkan perhitungan pada langkah 3 dan Gambar 3.1 maka, dapat
diklasifikasikan balok berdasarkan kelangsingan sayap dan badan yaitu
kompak-kompak. Dapat dilihat pada tabel kondisi batas yang harus
diterapkan yaitu Y (Yield) dan LTB (Lateral torsional Buckling).
e) Menetukan parameter keadaan batas
1) Kondisi leleh (Yield)
1 𝑑 𝑑 −2 × 𝑡𝑓
𝑍𝑥 = b (𝑑 − 2 × 2 × 𝑡𝑓 ) + ( 2 − 𝑡𝑓 ) × 𝑡𝑤 × ( )
2
1 250 250 −2 × 9
= 125 (250 − 2 × 2 × 9 ) + ( − 9) × 6 × ( )
2 2

= 351860 𝑚𝑚3
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 × 𝑍𝑥
= 250 × 351860
= 87965250 Nmm
= 87965.25 Nm
`

2) Kondisi LTB (Lateral torsional Buckling)


𝐸
𝐿𝑝 = 1.76 × 𝑟𝑦 × √𝐹
𝑦

200000
= 1.76 × 27.9 × √ 250

= 1388.87
1
ℎ𝑜 = 𝑑 − 2 × 2 × 𝑡𝑓
1
= 250 − 2 × 2 × 9

= 241 mm
𝐼𝑦 ℎ𝑜 2
𝐶𝑤 = 4
2940000 ×2412
= 4

= 42689535000 𝑚𝑚6
𝐼𝑦 𝐶𝑤
𝑅𝑡𝑠 2 =√ 𝑍𝑥

2940000 × 42689535000
=√ 324000

= 1093.43 𝑚𝑚2

𝑅𝑡𝑠 = √ 𝑅𝑡𝑠 2

= √1093.43
= 33.07 mm
d = h – 𝑡𝑓
= 250 – 9
= 241 mm
(2 𝑏 𝑡𝑓 2 )+(𝑑 𝑡𝑤 3 )
J = 3
(2 × 125 × 92 )+(241 × 63 )
= 3

= 78102 𝑚𝑚4
𝐿𝑏 = 4000 mm
12.5 𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
𝐶𝑏 = 2.5 𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 +3 𝑀𝐴 +4 𝑀𝐵 + 3 𝑀𝐶
12.5 × 7278.5
= 2.5 ×7278.5 +3 ×1752.4 +4 × 3931.5 + 3 ×1351.3
`

= 2.1

𝐸 𝐽𝑐 𝐽𝑐 2 0.7𝑓𝑦 2
𝐿𝑟 = 1.95 𝑟𝑡𝑠 × √𝑆 + √(𝑆 ) + 6.76 ( )
0.7 𝐹𝑦 𝑥 × ℎ𝑜 𝑥 × ℎ𝑜 𝐸

200000 78102 78102 2 0.7×250 2


= 1.95×33.07 0.7×250 ×√ + √( ) + 6.76 ( )
324000×241 324000×241 200000

= 4350.59 mm
𝑝 𝐿 −𝐿
𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 [𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 0.7 𝐹𝑦 𝑆𝑥 ) (𝐿𝑏− 𝐿 )]
𝑟 𝑝

4000−1388.78
= 2.1 [87965250 − (87965250 − 0.7 × 250 × 324000) (4350.59−1388.78)]

= 127109145.7 Nmm
= 127109.1 Nm
Bersadarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan nilai 𝑀𝑛
kondisi leleh sebesar 87965.25 Nm sedangkan nilai 𝑀𝑛 kondisi LTB
sebesar 127109.1 Nm. Adapun nilai yang gunakan yaitu nilai terkecil,
maka 𝑀𝑛 pakai yaitu 8795.25 Nm yang didapatkan pada kondisi yield.
f) Analisis momen
𝑀𝑢 = 0.9 𝑀𝑛
= 0.9 × 8798.25
= 79168.7 Nm.
Nilai 𝑀𝑢 yang diperoleh dari gaya dalam sebesar 7278.5 Nm. Setelah itu
terdapat syarat yang harus dipenuhi yaitu.
Selanjutnya nilai tersebut harus memenuhi syarat berikut.
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
79168.7 ≥ 7578.5
Maka memenuhi persyaratan (OK)
g) Analisis kuat geser
h = 208 mm
ℎ 208
=
𝑡𝑤 6

= 34.67
𝐸 200000
2.24 √ 𝐹 = 2.24 √
𝑦 250

= 63.36
`

ℎ 𝐸
Karena 𝑡 < 2.24 √ 𝐹 , maka ∅𝑣 = 1 dan 𝐶𝑣 = 1.0
𝑤 𝑦

𝐴𝑤 = d 𝑡𝑤
= 250 × 6
=1500 𝑚𝑚2
𝑉𝑛 = 0.6 𝐹𝑦 𝐴𝑤 𝐶𝑣
= 0.6 × 250 × 1500 × 1
= 225000.0 N
𝑉𝑢 = 0.9 𝑉𝑛
= 0.9 × 225000.0
= 202500 N

Nilai 𝑉𝑢 yang diperoleh dari gaya dalam sebesar 8034.1 N.


Selanjutnya nilai tersebut harus memenuhi syarat berikut.
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢
202500 ≥ 202500
Maka memenuhi persyaratan (OK)

Berikut ini merupakan rekapitulasi perhitungan kapasitas penampang pada


balok arah x yang tertera pada Tabel 4.26 berikut.
Tabel 4.26 Rekapitulasi Perhitungan Kapasitas Penampang Balok Arah X

Parameter
Langkah yang di Nilai Satuan Keterangan
tinjau
Balok Lantai 3 Arah X Bentang 4 Meter

7278.5 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
7278500 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
8034.1 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
8034100 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 0.4 < 11.1 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
`

Kondisi leleh
Parameter 87965.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 127109.1 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 79168.7
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 7278.5
Analisis kuat 202500
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 8034.1
Balok Lantai 3 Arah X Bentang 4 Meter aman
Balok Lantai 3 Arah X Bentang 6 Meter
𝑀𝑢 20414.6 N-m -
Menetukan
20414600 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
𝑉𝑢 16724.1 N-m -
𝑉𝑢
16724100 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 2.8 < 16.7 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
Parameter 87965.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 81674.2 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 73506.8
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 20414.6
Analisis kuat 202500
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 16724.1
Balok Lantai 3 Arah X Bentang 6 Meter aman
Balok Lantai 2 Arah X Bentang 4 Meter
Menetukan 56814.2 N-m -
𝑀𝑢
nilai 𝑀𝑢 dan 56814200 Nmm -
𝑉𝑢 54880.4 N-m -
`

𝑉𝑢 54880400 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 0.3 < 11.1 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
Parameter 240800.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 477400.7 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 216720.2
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 56814.2
Analisis kuat 362070
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 54880.4
Balok Lantai 2 Arah X Bentang 4 Meter aman
Balok Lantai 2 Arah X Bentang 6 Meter
132828.3 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
132828300 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
115515.2 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
115515200 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 6.4 < 16.7 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
Parameter 240800.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 358881.3 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 216720.2
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 132828.3
Analisis kuat 362070
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 115515.2
`

Balok Lantai 2 Arah X Bentang 6 Meter aman


Balok Lantai 1 Arah X Bentang 4 Meter
61420.5 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
61420500 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
58548.8 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
58548800 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 0.3 < 11.1 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
Parameter 240800.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 479705.8 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 216720.2
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 61420.5
Analisis kuat 362070
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 58548.8
Balok Lantai 1 Arah X Bentang 4 Meter aman
Balok Lantai 1 Arah X Bentang 6 Meter
136890.3 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
136890300 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
115567 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
115567000 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 5.5 < 16.7 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
240800.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
`

Parameter
Kondisi LTB
keadaaan 387694.6 Nm -
(𝑀𝑛 )
batas
Analisis 216720.2
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 136890.3
Analisis kuat 362070
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 115567
Balok Lantai 1 Arah X Bentang 6 Meter aman

B. Balok Arah Y
Berikut ini merupakan contoh perhitungan pengecekan kapasitas penampang
pada balok dimana elemen yang ditinjau yaitu balok lantai 1 sumbu Y bentang
4 meter.

Langkah 1: Menyiapkan data perencanaan balok

Tabel 4. 27 Data Perencanaan Balok Lantai 1 Sumbu Y Bentang 4 Meter

DATA PERENCANAAN
Keterangan Nilai Satuan
𝐹𝑦 250 MPa
𝐹𝑢 410 Mpa
E 200000 MPa

Langkah 2: Menyiapkan data profil baja balok berdasarkan


preliminary design yang didapatkan.

Tabel 4. 28 Data Profil Baja Balok Lantai 1 Sumbu X Bentang 4 Meter

DATA PROFIL BAJA


Keterangan Nilai Satuan
𝐻𝑓 298 𝑚𝑚
𝐵𝑓 201 𝑚𝑚
𝑡𝑤 9 𝑚𝑚
𝑡𝑓 14 𝑚𝑚
r 18 𝑚𝑚
A 8336 𝑚𝑚4
𝐼𝑥 133000000 𝑚𝑚4
𝐼𝑦 19000000 𝑚𝑚4
𝑟𝑥 126 𝑚𝑚
𝑟𝑦 47.7 𝑚𝑚
`

𝑍𝑥 893000 𝑚𝑚3
𝑍𝑦 189000 𝑚𝑚3
W 65.4 𝑁𝑚𝑚
L 4000 𝑚𝑚

Langkah 3: Melakukan perhitungan


a) Menentukan 𝑀𝑢 dan 𝑉𝑢 berdasarkan rekapitulasi gaya dalam
1) Gaya geser maksimum
𝑉𝑢 = 85084.8 N
Berdasarkan rekapitulasi gaya dalam pada balok lantai 1 sumbu X
bentang 4 meter, didapatkan gaya geser maksimum sebesar 85084.8 N.
2) Momen maksimum
𝑀𝑢 = 80614 Nm
= 80614000 Nmm
𝑀𝐴 = 28242.1 Nm
= 28242100 Nmm
𝑀𝐵 = 30050.8 Nm
= 30050800 Nmm
𝑀𝐶 = 15570.3 Nm
= 15570300 Nmm
Berdasarkan rekapitulasi gaya dalam pada balok lantai 3 sumbu X
bentang 4 meter, didapatkan nilai momen maksimum sebesar 80614 Nm
atau 80614000 Nmm.
b) Kontrol lendutan
𝐿
∆𝑖𝑧𝑖𝑛 = 360
4000
= 360

= 11.1 mm

5𝑞𝐿4
∆𝑦 = 384 𝐸 𝐼
𝑥

5 × ×40004
= 384 ×200000 ×133000000

= 0.7 mm
`

Didapatkan nilai ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 sebesar 11.1 mm dan ∆𝑦 sebesar 0.7 mm. Selanjutnya
nilai tersebut harus memenuhi syarat berikut.
(∆𝑦 ) < (∆𝑖𝑧𝑖𝑛 )
0.7 < 11.1
Maka memenuhi persyaratan (OK)
c) Klasifikasi penampang
3) Sayap
𝑏
𝜆 = 2𝑡
201
= 2 × 14

= 7.2
𝐸
𝜆𝑝 = 0.38 √𝑓
𝑦

200000
= 0.38 √ 250

= 10.7
𝐸
𝜆𝑟 = 1.0 √𝑓
𝑦

200000
= 1.0 √ 250

= 28.3
Berdasarkan nilai yang dihasilkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa penampang tersebut kompak karena memenuhi syarat 𝜆 ≤ 𝜆𝑝 .
4) Badan
h = A – 2r – 2tf
= 298 – (2 × 18) – (2 × 14)
= 234 mm

𝜆 =𝑡
𝑤

234
= 9

= 26
𝐸
𝜆𝑝 = 3.76 √𝑓
𝑦
`

200000
= 3.76 √ 250

= 106.3
𝐸
𝜆𝑟 = 5.70 √𝑓
𝑦

200000
= 5.70√ 250

= 161.2
Berdasarkan nilai yang dihasilkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa penampang tersebut kompak karena memenuhi syarat 𝜆 ≤ 𝜆𝑝 .
d) Klasifikasi keadaan berdasarkan tabel perencanaan kuat batas
Berdasarkan perhitungan pada langkah 3 dan Gambar 3.1 maka, dapat
diklasifikasikan balok berdasarkan kelangsingan sayap dan badan yaitu
kompak-kompak. Dapat dilihat pada tabel kondisi batas yang harus
diterapkan yaitu Y (Yield) dan LTB (Lateral torsional Buckling).
e) Menetukan parameter keadaan batas
3) Kondisi leleh (Yield)
1 𝑑 𝑑 −2 × 𝑡𝑓
𝑍𝑥 = b (𝑑 − 2 × × 𝑡𝑓 ) + ( − 𝑡𝑓 ) × 𝑡𝑤 × ( )
2 2 2
1 298 298 −2 × 14
= 201 (298 − 2 × 2 × 14 ) + ( 2
− 14) × 9 × ( 2
)

= 963201 𝑚𝑚3
𝑀𝑛 = 𝑀𝑝 = 𝐹𝑦 × 𝑍𝑥
= 250 × 963201
= 24800250 Nmm
= 24800.25 Nm
4) Kondisi LTB (Lateral torsional Buckling)
𝐸
𝐿𝑝 = 1.76 × 𝑟𝑦 × √𝐹
𝑦

200000
= 1.76 × 47.7 × √ 250

= 2374.52 mm
1
ℎ𝑜 =𝑑−2× × 𝑡𝑓
2
1
= 298 − 2 × 2 × 14
`

= 284 mm
𝐼𝑦 ℎ𝑜 2
𝐶𝑤 = 4
19000000 ×284 2
= 4

= 383116000000 𝑚𝑚6
𝐼𝑦 𝐶𝑤
𝑅𝑡𝑠 2 =√ 𝑍𝑥

19000000 × 383116000000
=√ 893000

= 3021.27 𝑚𝑚2

𝑅𝑡𝑠 = √ 𝑅𝑡𝑠 2

= √3021.27
= 54.96 mm
d = h – 𝑡𝑓
= 298 – 14
= 284 mm
(2 𝑏 𝑡𝑓 2 )+(𝑑 𝑡𝑤 3 )
J = 3
(2 × 201 × 14)+(284 × 63 )
= 3

= 436708 𝑚𝑚4
𝐿𝑏 = 4000 mm
12.5 𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠
𝐶𝑏 = 2.5 𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 +3 𝑀𝐴 +4 𝑀𝐵 + 3 𝑀𝐶
12.5 × 80614
= 2.5 ×80614 +3 ×28242.1 +4 × 30050.8 + 3 ×15570.3

= 2.2

𝐸 𝐽𝑐 𝐽𝑐 2 0.7𝑓𝑦 2
𝐿𝑟 = 1.95 𝑟𝑡𝑠 × √𝑆 + √(𝑆 ) + 6.76 ( )
0.7 𝐹𝑦 𝑥 × ℎ𝑜 𝑥 × ℎ𝑜 𝐸

200000 436708 78102 2 0.7×250 2


= 1.95×54.96 0.7×250 ×√ + √( ) + 6.76 ( )
839000×284 839000×284 200000

= 8285.61 mm
𝑝 𝐿 −𝐿
𝑀𝑛 = 𝐶𝑏 [𝑀𝑝 − (𝑀𝑝 − 0.7 𝐹𝑦 𝑆𝑥 ) (𝐿𝑏− 𝐿 )]
𝑟 𝑝
`

= 2.2 [240800250 − (240800250 − 0.7 × 893000 ×


4000−2374.52
324000) ( )]
8285.61−2374.52

= 483756560.5 Nmm
= 483756.6 Nm
Bersadarkan perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan nilai 𝑀𝑛
kondisi leleh sebesar 24800.25 Nm sedangkan nilai 𝑀𝑛 kondisi LTB
sebesar 483756.6 Nm. Adapun nilai yang gunakan yaitu nilai terkecil,
maka 𝑀𝑛 pakai yaitu 24800.25 Nm yang didapatkan pada kondisi yield.
f) Analisis momen
𝑀𝑢 = 0.9 𝑀𝑛
= 0.9 × 24800.25
= 216720.2 Nm.
Nilai 𝑀𝑢 yang diperoleh dari gaya dalam sebesar 80614 Nm. Setelah itu
terdapat syarat yang harus dipenuhi yaitu.
Selanjutnya nilai tersebut harus memenuhi syarat berikut.
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢
216720.2 ≥ 80614
Maka memenuhi persyaratan (OK)
g) Analisis kuat geser
h = 234 mm
ℎ 234
=
𝑡𝑤 9

= 26
𝐸 200000
2.24 √ 𝐹 = 2.24 √
𝑦 250

= 63.36
ℎ 𝐸
Karena 𝑡 < 2.24 √ 𝐹 , maka ∅𝑣 = 1 dan 𝐶𝑣 = 1.0
𝑤 𝑦

𝐴𝑤 = d 𝑡𝑤
= 289 × 9
= 2682 𝑚𝑚2
𝑉𝑛 = 0.6 𝐹𝑦 𝐴𝑤 𝐶𝑣
= 0.6 × 250 × 2682 × 1
`

= 402300 N
𝑉𝑢 = 0.9 𝑉𝑛
= 0.9 × 402300
= 362070 N

Nilai 𝑉𝑢 yang diperoleh dari gaya dalam sebesar 85084.8 N.


Selanjutnya nilai tersebut harus memenuhi syarat berikut.
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢
362070 ≥ 85084.8
Maka memenuhi persyaratan (OK)

Berikut ini merupakan rekapitulasi perhitungan kapasitas penampang pada


balok arah Y yang tertera pada Tabel berikut.
Tabel 4.29 rekapitulasi perhitungan kapasitas penampang balok arah Y

Parameter
Langkah yang di Nilai Satuan Keterangan
tinjau
Balok Lantai 3 Arah Y Bentang 4 Meter

11923.2 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
11923200 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
14539.1 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
14539100 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 0.6 < 11.1 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
Parameter 87965.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 136806.5 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 79168.7
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 11923.2
`

Analisis kuat 202500


𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 14539.1
Balok Lantai 3 Arah Y Bentang 4 Meter aman
Balok Lantai 3 Arah Y Bentang 5 Meter
22274.9 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
22274900 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
26515.4 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
26515.4 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 2.1 < 13.9 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
Parameter 87965.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 102231.3 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 79168.7
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 22274.9
Analisis kuat 202500
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 26515.4
Balok Lantai 3 Arah Y Bentang 5 Meter aman
Balok Lantai 3 Arah Y Bentang 6 Meter
30583 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
30583000 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
27020.1 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
27020100 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 4.2 < 16.7 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
`

Kondisi leleh
Parameter 87965.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 82964.5 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 74668
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 30583
Analisis kuat 202500
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 27020.1
Balok Lantai 3 Arah Y Bentang 6 Meter aman
Balok Lantai 2 Arah Y Bentang 4 Meter
72693.3 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
72693300 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
80818 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
80818000 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 0.9 < 11.1 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
Parameter 240800.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 492452.9 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 216720.2
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 72693.3
Analisis kuat 362070
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 80818
Balok Lantai 3 Arah Y Bentang 4 Meter aman
Balok Lantai 2 Arah Y Bentang 5 Meter
Menetukan 105211.8 N-m -
𝑀𝑢
nilai 𝑀𝑢 dan 105211800 Nmm -
𝑉𝑢 98252.2 N-m -
`

𝑉𝑢 98252200 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 2.7 < 13.9 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi
Sayap - - Kompak
penampang
Badan - - Kompak
Parameter
Kondisi leleh
keadaaan 240800.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
batas
Kondisi LTB
452569.5 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 216720.2
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 105211.8
Analisis kuat 362070
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 98252.2
Balok Lantai 2 Arah Y Bentang 5 Meter aman
Balok Lantai 2 Arah Y Bentang 6 Meter
155534.8 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
155534800 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
140350.2 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
140350200 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 7.3 < 16.7 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
Parameter 240800.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 376698.2 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 216720.2
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 155534.8
`

Analisis kuat 362070


𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 140350.2
Balok Lantai 2 Arah Y Bentang 6 Meter aman
Balok Lantai 1 Arah Y Bentang 4 Meter
80614 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
80614000 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
85084.8 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
85084800 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 0.7 < 11.1 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
Parameter 240800.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 483756.6 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 216720.2
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 80614
Analisis kuat 362070
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 85084.8
Balok Lantai 1 Arah Y Bentang 4 Meter aman
Balok Lantai 1 Arah Y Bentang 5 Meter aman
111898 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
111898000 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
100851.4 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
100851400 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 1.3 < 13.9 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
`

Kondisi leleh
Parameter 240800.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 461951 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 216720.2
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 111898
Analisis kuat 362070
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 100851.4
Balok Lantai 1 Arah Y Bentang 5 Meter aman
Balok Lantai 1 Arah Y Bentang 6 Meter
161737.9 N-m -
Menetukan 𝑀𝑢
161737900 Nmm -
nilai 𝑀𝑢 dan
141805.9 N-m -
𝑉𝑢 𝑉𝑢
141805900 Nmm -
Kontrol
∆𝑦 < ∆𝑖𝑧𝑖𝑛 6.2 < 16.7 mm Memenuhi
Lendutan
Klasifikasi Sayap - - Kompak
penampang Badan - - Kompak
Kondisi leleh
Parameter 240800.25 Nm -
(𝑀𝑛 )
keadaaan
Kondisi LTB
batas 398870.7 Nm -
(𝑀𝑛 )
Analisis 216720.2
𝜑 𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢 Nm Memenuhi
momen ≥ 161737.9
Analisis kuat 362070
𝜑 𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 N Memenuhi
geser ≥ 141805.9
Balok Lantai 1 Arah X Bentang 6 Meter aman

4.4.2 Pengecekan Kapasitas Penampang Elemen Kolom


Berikut ini merupakan langkah-langkah yang harus dijalankan untuk mengecek
kapasitas penampang.
`

Langkah 1: Menyiapkan data perencanaan kolom

Data-data yang diperoleh merupakan data perencanaan yang telah ditetapkan sejak
awal perencanaan bangunan.

Langkah 2: Menyiapkan data profil baja balok berdasarkan preliminary


design yang didapatkan.

Data profil baja yang diperoleh berasal dari hasil perhitungan preliminary design
yang kemudian berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan parameter-parameter
yang diperlukan.

Langkah 3: Melakukan perhitungan

a. Periksa terhadap kemungkinan tekuk lokal


1. Sayap
Adapun persamaan yang digunaan pada pemeriksaan terhadap
kemungkinan tekuk lokal sayap adalah sebagai berikut.
𝑏
𝜆 = 𝑡 …………………………………………………………... (4.29)
𝐸
𝜆𝑟 = 0.56 √ …………………………………….……………... (4.30)
𝑓𝑦

dimana:
𝜆 = Rasio lebar terhadap tebal untuk elemen
𝑏 = Lebar elemen (mm)
𝑡 = Jarak dari sumbu netral ke serat tarik terluar (mm)
𝜆𝑟 = Batas parameter lebar terhadap tebal untuk elemen nonkompak
𝐸 = Modulus elastisitas baja (Mpa)
𝑓𝑦 = Tegangan leleh minimum (Mpa)
Dikatakan mengalami tekuk lokal pada sayap apabila tidak memenuhi
persyaratan berikut.
𝜆 ≤ 𝜆𝑟
2. Badan
Adapun persamaan yang digunaan pada pemeriksaan terhadap
kemungkinan tekuk lokal badan adalah sebagai berikut
h = A – 2r – 2𝑡𝑓 ….…………………………….……………... (4.31)

𝜆 = 𝑡 ……………………………………….….……………... (4.32)
𝑤
𝐸
𝜆𝑟 = 1.49 √𝑓 ……………...…………………….……………... (4.33)
𝑦

dimana:
`

h = jarak bersih antara kedua sayap (mm)


A = Luas penampang siku (mm2)
r = radius (mm)
𝑡𝑓 = Tebal sayap (mm)
𝜆 = Rasio lebar terhadap tebal untuk elemen
𝑡𝑤 = Tebal badan (mm)
𝜆𝑟 = Batas parameter lebar terhadap tebal untuk elemen nonkompak
𝐸 = Modulus elastisitas baja (Mpa)
𝑓𝑦 = Tegangan leleh minimum (Mpa)
Dikatakan mengalami tekuk lokal pada badan apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut.
𝜆 ≤ 𝜆𝑟
b. Tekuk lentur
1. Menghitung 𝐿𝑐 dan 𝐹𝑒
𝐿𝑐 = L × k ……………………………………….……………... (4.34)
(𝜋 × E)
𝐹𝑒 = 𝐿𝑐 2
……………………………………….……………... (4.35)
𝑟

dimana:
𝐿𝑐 = Panjang efektif komponen struktur (mm)
𝐿 = Panjang komponen struktur (mm)
𝑘 = Jarak dari muka terluar sayap ke ujungfilet yang di badan (mm)
𝐹𝑒 = Tegangan tekuk elastis (Mpa)
𝐸 = Modulus elastisitas baja (Mpa)
𝑟 = radius (mm)
2. Periksa
𝐿𝑐
………………………………………..…………….……………... (4.36)
𝑟

𝐸
4.71 √𝐹 ……………………………………………....……………... (4.37)
𝑦

dimana:
𝐿𝑐 = Panjang efektif komponen struktur (mm)
𝑟 = radius (mm)
𝐸 = Modulus elastisitas baja (Mpa)
𝑓𝑦 = Tegangan leleh minimum (Mpa)
3. Hitung menggunakaan cara a atau cara b
Nilai 𝐹𝑐𝑟 ditentukan dengna batasan berikut.
a) Cara a
`

𝐿𝑐 𝐸
Jika ≤ 4.71 √𝐹
𝑟 𝑦

Maka persamaan yang digunakan untuk menghitung 𝐹𝑐𝑟 adalah sebagai


berikut.
𝐹𝑦
𝐹𝑐𝑟 = 0.658 𝐹𝑒 𝐹𝑒 …..…………………………….……………... (4.38)
dimana:
𝐹𝑐𝑟 = Tegangan tekuk torsi-lateral penampang (Mpa)
𝑓𝑦 = Tegangan leleh minimum (Mpa)
𝐹𝑒 = Tegangan tekuk elastis (Mpa)
b) Cara b
𝐿𝑐 𝐸
Jika > 4.71 √𝐹
𝑟 𝑦

Maka persamaan yang digunakan untuk menghitung 𝐹𝑐𝑟 adalah sebagai


berikut.
𝐹𝑐𝑟 = 0.877 𝐹𝑒 ………...………………………….……………... (4.39)
dimana:
𝐹𝑐𝑟 = Tegangan tekuk torsi-lateral penampang (Mpa)
𝐹𝑒 = Tegangan tekuk elastis (Mpa)
4. Menghitung nilai 𝑃𝑛
𝑃𝑛 = 𝐹𝑐𝑟 𝐴𝑔 ……………………..……………….….…………... (4.40)
dimana:
𝑃𝑛 = Kekuatan tekan nominal (N)
𝐹𝑐𝑟 = Tegangan tekuk torsi-lateral penampang (Mpa)
𝐴𝑔 = Luas penampang bruto komponen struktur (mm2)
c. Tekuk torsi
1
ℎ𝑜 = 𝑑 − 2 × 2 × 𝑡𝑓 ……………………… …………….……………... (4.41)
𝐼𝑦 ℎ𝑜 2
𝐶𝑤 = 4
(2 𝑏 𝑡𝑓 2 )+(𝑑 𝑡𝑤 3 )
J = ………...………………………….……………... (4.42)
3
𝜋 2 𝐸 𝐶𝑤 1
𝐹𝑒 = ( + 𝐺 𝐽) 𝐽 ………..…………………….……………... (4.33)
𝐿𝑐 2 𝑥 + 𝐽𝑦

dimana:
`

ℎ𝑜 = Jarak antara titik-titik berat sayap (mm)


𝑑 = Tinggi penampang (mm)
𝑡𝑓 = Tebal sayap (mm)
𝐶𝑤 = Konstanta pilin (mm6)
𝐼𝑦 = Momen inersia terhadap sumbu utama arah Y (mm4)
J = Konstanta torsi (mm4)
b = Lebar elemen (mm)
𝑡𝑤 = Tebal badan (mm)
𝐹𝑒 = Tegangan tekuk elastis (Mpa)
𝐸 = Modulus elastisitas baja (Mpa)
𝐿𝑐 = Panjang efektif komponen struktur (mm)
G = Modulus elastisitas geser baja (Mpa)
𝐽𝑥 =
𝐽𝑦 =
d. Kontrol
𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛

A. Kolom lantai 3
Berikut ini merupakan contoh perhitungan pengecekan kapasitas penampang
pada kolom lantai 1.

Langkah 1: Menyiapkan data perencanaan kolom

Tabel 4.30 Data Perencanaan Kolom Lantai 3

DATA PERENCANAAN
Keterangan Nilai Satuan
𝐹𝑦 250 MPa
𝐹𝑢 410 Mpa
E 200000 MPa

Langkah 2: Menyiapkan data profil baja balok berdasarkan


preliminary design yang didapatkan.
`

Tabel 4. 31 Data Profil Baja Kolom Lantai 3

DATA PROFIL BAJA


Keterangan Nilai Satuan
𝐻𝑓 150 𝑚𝑚
𝐵𝑓 150 𝑚𝑚
𝑡𝑤 7 𝑚𝑚
𝑡𝑓 10 𝑚𝑚
r 11 𝑚𝑚
A 4014 𝑚𝑚4
𝐼𝑥 16400000 𝑚𝑚4
𝐼𝑦 5630000 𝑚𝑚4
𝑟𝑥 63.9 𝑚𝑚
𝑟𝑦 37.5 𝑚𝑚
𝑍𝑥 219000 𝑚𝑚3
𝑍𝑦 75100 𝑚𝑚3
W 32.2 𝑁𝑚𝑚
L 4000 𝑚𝑚
k 0.65
G 772000 Mpa
Kz 1
Pu 249489 N

Langkah 3: Melakukan perhitungan

a. Periksa terhadap kemungkinan tekuk lokal


1. Sayap
𝑏
𝜆 =𝑡
75
= 10
= 7.5
𝐸
𝜆𝑟 = 0.56 √𝑓
𝑦

200000
= 0.56 √ 250
= 15.83
Dikatakan mengalami tekuk lokal pada sayap apabila tidak memenuhi
persyaratan berikut.
𝜆 ≤ 𝜆𝑟
7.5 ≤ 15.83

Memenuhi persamaan (Oke), maka kolom lantai 3 tidak mengalami


tekuk lokal pada sayap

2. Badan
`

Adapun persamaan yang digunaan pada pemeriksaan terhadap


kemungkinan tekuk lokal badan adalah sebagai berikut
h = A – 2r – 2𝑡𝑓
= 150 – (2 × 11) – (2 × 10)
= 180 mm

𝜆 =𝑡
𝑤
108
= 7
= 15.43
𝐸
𝜆𝑟 = 1.49 √𝑓
𝑦

200000
= 1.49 √ 250
= 42.14
Dikatakan mengalami tekuk lokal pada sayap apabila tidak memenuhi
persyaratan berikut.
𝜆 ≤ 𝜆𝑟
15.43 ≤ 42.14

Memenuhi persamaan (Oke), maka kolom lantai 3 tidak mengalami


tekuk lokal pada badan
b. Tekuk lentur
1. Menghitung 𝐿𝑐 dan 𝐹𝑒
𝐿𝑐 = L × k
= 4000 × 0.65
= 2600 mm
(𝜋 × E)
𝐹𝑒 = 𝐿𝑐 2
𝑟

(3.14 × 200000)
= 26002
11

= 11.24 Mpa
2. Periksa
𝐿𝑐 2600
=
𝑟 11

= 236.36
𝐸
4.71 √𝐹 = 133.21
𝑦
`

𝐿𝑐 𝐸
> 4.71 √
𝑟 𝐹𝑦

236.36 > 133.21


Maka dilakukan perhitungan dengan cara b.
3. Hitung menggunakaan cara a
𝐹𝑐𝑟 = 0.877 𝐹𝑒
= 0.877 × 11.24
= 9.85 Mpa
4. Menghitung nilai 𝑃𝑛
𝑃𝑛 = 𝐹𝑐𝑟 𝐴𝑔
= 9.85 × 4014
= 39570.84 N
c. Tekuk torsi
1
ℎ𝑜 = 𝑑 − 2 × 2 × 𝑡𝑓
1
= 150 − 2 × 2 × 10

= 140 mm
𝐼𝑦 ℎ𝑜 2
𝐶𝑤 = 4
5630000 ×1402
= 4

= 27587000000 𝑚𝑚6
(2 𝑏 𝑡𝑓 2 )+(𝑑 𝑡𝑤 3 )
J = 3
(2 × 150 × 102 )+(108 × 73 )
= 3

= 1252 𝑚𝑚4
𝐿𝑐 = 4000 mm
𝜋 2 𝐸 𝐶𝑤 1
𝐹𝑒 =( + 𝐺 𝐽) 𝐽
𝐿𝑐 2 𝑥 + 𝐽𝑦

3.142 ×200000×27587000000 1
=( + 772000 × 1252)
40002 16400000 + 5630000

= 198.21 Mpa
𝐹𝑐𝑟 = 0.877 𝐹𝑒
= 0.877 × 198.21
`

= 173.83 Mpa
𝑃𝑛 = 𝐹𝑐𝑟 𝐴𝑔
= 173.83 × 4014
= 694444.32 N
d. Kontrol
e. Nilai 𝑃𝑛 yang digunakan = 39570.8 N
𝑃𝑢 = ∅ 𝑃𝑛
= 0.9 × 39570.8
= 35613.8 N
𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛
39570.8 ≤ 35613.8

Berdasarkan perhitungan di atas, maka kolom dinyatakan tidak aman karena tidak
memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dilakukana trial & error
dengan cara memperbesar dimensi kolom. Setelah dimensi kolom diperbesar,
langkah selanjutnya yaitu melakukan perhitungan kontrol kolom sampai kolom
tersebut aman digunakan.
Berikut ini merupakan rekapitulasi perhitungan trial & error yang telah dilakukan.

Tabel 4.32 Rekapitulasi Perhitungan Pengecekan Kapasitas Penampang pada


Kolom Lantai 1

Parameter
Langkah Nilai Satuan Keterangan
yang di tinjau
Kolom Lantai 3
Trial & error pertama
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
Nilai 175 175 7.5 11
Periksa Sayap
7.9 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
17.2 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
`

Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 60079.98 N
cara b
Tekuk torsi 𝑃𝑛 1091874.37 N -
251982.3 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 54072 memenuhi
Trial & error kedua
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
Nilai 200 200 12 12
Periksa Sayap
8.3 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
12.5 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 98488.94 N
cara b
Tekuk torsi 𝑃𝑛 1898038.99 N -
254223.1 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 88640 memenuhi
Trial & error ketiga
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
Nilai 350 350 16 16
Periksa Sayap
10.93 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
17.37 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 249282.66 N
cara b
Tekuk torsi 𝑃𝑛 12706573.19 N -
255273.8 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 224354.4 memenuhi
`

Trial & error keempat


Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter Parameter Parameter Parameter Parameter
Nilai 350 350 19 19
Periksa Sayap
9.21 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
14.31 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 296864.82 N
cara b
Tekuk torsi 𝑃𝑛 14931324.53 N -
261630.8
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N Memenuhi
≤ 267178.3

B. Kolom lantai 2
Berikut ini merupakan rekapitulasi perhitungan kolom lantai 2 tertera pada Tabel
4.33 berikut ini.

Tabel 4.33 Rekapitulasi Perhitungan Pengecekan Kapasitas Penampang pada


Kolom Lantai 2

Parameter
Langkah Nilai Satuan Keterangan
yang di tinjau
Kolom Lantai 2
Perhitungan sesuai dengan preliminary design
Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
Nilai 250 250 14 14
Periksa Sayap
8.93 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
13.57 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 32141.75 N
cara b
`

Tekuk torsi 𝑃𝑛 4123573.42 N -


800626.6 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 28927.6 memenuhi
Trial & error pertama
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
Nilai 300 300 15 15
Periksa Sayap
10 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
15.6 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 104195.39 N
cara b
Tekuk torsi 𝑃𝑛 7477883.59 N -
798330.9 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 93775.9 memenuhi
Trial & error kedua
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
Nilai 350 350 16 16
Periksa Sayap
10.9 ≤ 15.8 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
17.37 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 249282.66 N
cara b
Tekuk torsi 𝑃𝑛 12706573.19 N -
794924.6 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 224354.4 memenuhi
Trial & error ketiga
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
`

Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
Nilai 400 400 18 18
Periksa Sayap
11.11 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
17.77 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 522979.52 N
cara b
Tekuk torsi 𝑃𝑛 21336857.3 N -
785947.7 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 470681.6 memenuhi
Trial & error keempat
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter Parameter Parameter Parameter Parameter
Nilai 400 400 30 50
Periksa Sayap
4 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
8.53 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 1289398.203 N
cara b
Tekuk torsi 𝑃𝑛 43001106.03 N -
816404
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N Memenuhi
≤ 1160458.4

C. Kolom lantai 1
Berikut ini merupakan rekapitulasi perhitungan kolom lantai 1 tertera pada Tabel
4.34 berikut ini.

Tabel 4.34 Rekapitulasi Perhitungan Pengecekan Kapasitas Penampang pada


Kolom Lantai 1
`

Parameter
Langkah Nilai Satuan Keterangan
yang di tinjau
Kolom Lantai 1
Perhitungan sesuai dengan preliminary design
Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
Nilai 350 350 12 19
Periksa Sayap
9.21 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
22.66 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 260205.6 N
cara a
Tekuk torsi 𝑃𝑛 13110770.5 N -
1361832.5 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 234185.1 memenuhi
Trial & error pertama
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
Nilai 400 400 18 18
Periksa Sayap
11.1 ≤ 15.8 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
17.7 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 522979.5 N
cara a
Tekuk torsi 𝑃𝑛 21336857.3 N -
1656024.6 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 470681.6 memenuhi
Trial & error kedua
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
`

Nilai 400 400 16 24


Periksa Sayap
8.3 ≤ 15.8 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
19.25 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 621770 N
cara a
Tekuk torsi 𝑃𝑛 24617522.4 N -
1352878.6 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 559593 memenuhi
Trial & error ketiga
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter 𝐻𝑓 𝐵𝑓 𝑡𝑤 𝑡𝑓
Nilai 400 400 30 50
Periksa Sayap
4 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
8.53 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 1289398.2 N
cara a
Tekuk torsi 𝑃𝑛 43001106 N -
1354625.9 Tidak
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N
≤ 1160458.4 memenuhi
Trial & error keempat
Dengan menaikkan diameter penampang berikut ini
Parameter Parameter Parameter Parameter Parameter
Nilai 400 400 45 70
Periksa Sayap
2.85 ≤ 15.84 N-m -
terhadap 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
kemungkinan Badan
4.8 ≤ 42.14 Nmm -
tekuk lokal. 𝜆 ≤ 𝜆𝑟
`

Menggunakan
Tekuk lentur 𝑃𝑛 1878481.9 N
cara a
Tekuk torsi 𝑃𝑛 24807446.7 N -
1418155.5
Kontrol 𝑃𝑢 ≤ 𝜑 𝑃𝑛 N Memenuhi
≤ 1690633.8
`

BAB V
DESAIN PELAT, SAMBUNGAN DAN TUMPUAN

5.1 Pendahuluan
Penggunaan alat sambung dan pemilihan cara menyambung baja adalah
bagian penting dalam menyambung baja. Pada gedung yang kami rencanakan,
diperlukan tambahan elemen elemen penunjang struktur bangunan, seperti
tulangan, sambungan, dan shear connector. Penggunaan sambungan baja memiliki
fungsi antara lain:

a. Menggabungkan profil-profil baja menjadi batang, kolom, balok, dan


bagian konstruksi lainnya.
b. Menggabungkan bagian-bagian konstruksi menjadi satu kesatuan
bangunan.

Untuk merencanakan sambungan baja, terdapat tiga komponen utama penyusun


sambungan yaitu batang yang disambung, alat sambung, dan lempeng
penyambung. Tiga hal di atas memiliki peran penting dalam penyambungan baja.
Hal ini berkaitan dengan penyaluran gaya yang akan terjadi. Perlunya kehati-hatian
dalam menyambung bagian struktur baja ini bertujuan menghindari kegagalan
sambungan. Apabila sambungan yang direncanakan gagal, akan berakibat buruk
pada konstruksi keseluruhan. Adapun tujuan dari sambungan baja yaitu sebagai
berikut.

a. Menyatukan batang baja. Pada sambungan kolom dan sambungan sistem


rangka, tujuan sambungan digunakan untuk menyatukan batang baja
menjadi kesatuan konstruksi secara utuh.
b. Mencukupi kebutuhan. Apabila terdapat batang baja yang tidak mencukupi
kebutuhan, batang dapat disambung menggunakan sambungan baja.
Dengan sambungan baja, akan didapatkan ukuran baja yang sesuai
kebutuhan pembuatan konstruksi.
c. Sebagai alat bantu penyetelan konstruksi baja pada saat di lokasi
pemasangan.
`

d. Memudahkan pergantian. Apabila terjadi kerusakan, sambungan baja


digunakan untuk memudahkan pergantian.
e. Sebagai tempat cadangan muai-susut. Pada celah kecil sambungan, dapat
digunakan sebagai tempat cadangan muai-susut baja akibat perubahan suhu.

5.2 Desain Penulangan Pelat dan Tangga


Plat beton bertulang adalah struktur yang dibuat dari beton bertulang dengan
bidang yang arahnya horizontal, dan beban yang bekerja tegak lurus pada bidang
struktur tersebut. Plat beton bertulang ini sangat kaku dan arahnya horizontal,
sehingga pada bangunan gedung, plat ini berfungsi sebagai diafragma/unsur
pengaku horizontal yang sangat bermanfaat untuk mendukung ketegaran balok
portal.

Perhitungan penulangan ini diambil dari momen-momen yang menentukan


dan dapat mewakili penulangan secara keseluruhan. Untuk melakukan perhitungan
penulangan plat terlebih dahulu ditentukan ρ dari Mu / bd2 dan ρ harus memenuhi
syarat yaitu ρmin < ρ < ρmaks. Jika ternyata ρ yang ada < ρmin maka digunakan
ρmin dan bila ρ > ρmaks maka harus redesain plat. Kemudian dicari luas tulangan
dengan rumus As = ρ.b.d dan ditentukan berapa diameter dan jumlah tulangan.

Adapun langlah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengetahui kebutuhan


tulangan pada perencanaan pembangunan gedung adalah sebagai berikut.

Langkah 1: Menetukan material properti dan penampang

Beberapa parameter diperoleh tanpa menggunakan persamaan didapatkan


berdasarkan SNI 2847:2019 dan data perencanaan berdasarkan perhitungan serta
telah ditetapkan di awal.

1) Menghitung tebal efektif penampang


𝑑
d = ℎ − 𝐶𝑐 − 𝑑𝑠 − ( 2𝑏 )………………………………….…………….. (5.1)

dimana:
d = tebal penampang efektif (mm)
h = tebal pelat (mm)
𝐶𝑐 = tebal selimut bersih (mm)
𝑑𝑠 = 𝑑𝑏 = diameter tulangan (mm)
`

2) Menghitung modulus elastisitas beton

𝐸𝑐 = 4700 × √𝑓𝑐 ′ ……………………………mmmmm……………….. (5.2)


dimana:
𝐸𝑐 = modulus elastisitas beton
𝑓𝑐 ′ = kuat tekan beton (Mpa)
3) Menghitung 𝛽1
Nilai 𝛽1 diambil dari SNI 2847:2019 tabel 22.2.2.4.3 berikut.

Tabel 5.1 Nilai β1 untuk distribusi tegangan beton persegi ekuivalen

𝒇𝒄 ′ , MPa 𝜷𝟏
17 ≤ 𝑓𝑐 ′ ≤ 28 0.85
0.05 (𝑓𝑐 ′ − 28)
28 < 𝑓𝑐 ′ < 55 0.85 −
7
𝑓𝑐 ′ ≥ 55 0.65
(Sumber: SNI 2847:2019)
Persamaan yang digunakan yaitu
0.05 (𝑓𝑐 ′ −28)
𝛽1 = 0.85 − ………………………………………..……….. (5.3)
7

4) Menghitung 𝜆
Nilai 𝜆 diambil dari SNI 2847:2019 tabel 25.4.2.4 berikut.

Tabel 5.2 Faktor modifikasi untuk panjang penyaluran batang ulir dan kawat
ulir dalam kondisi tarik

Faktor Modifikasi Kondisi Faktor


Beton ringan 0.75
Beton ringan Beton ringan, bila fct Sesuai dengan
𝜆 ditentukan 19.2.4.3
Beton normal 1.0
(Sumber: SNI 2847:2019)
Pada perencanaan ini diasumsikan menggunakan beton normal.

Langkah 2: Menginput gaya dalam

Didapatkan dari rekapitulasi gaya dalam yang diperoleh dari SAP 2000

Langkah 3: Menghitung penulangan lentur


`

Dalam menghitung penulangan lentur, dilakukan analisis perlantai. Berikut ini


merupakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menghitung Tulangan
Lapangan Bawah Sumbu X (Momen positif M11), Tulangan Lapangan Atas Sumbu
X (Momen negatif M11), Tulangan Lapangan Bawah Sumbu Y (Momen positif
M22), Tulangan Lapangan Atas Sumbu Y (Momen negatif M22), dan Tulangan
Minimum (tumpuan bawah dan lapangan atas, arah X dan arah Y)

a) Menentukan spasi maksimum berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 8.7.2.2


menggunakan persamaan berikut.
𝑠𝑚𝑎𝑥 = 2 × 𝑡…………………………………………….………….. (5.4)
dimana:
𝑠𝑚𝑎𝑥 = spasi maksimum (mm)
𝑡 = tebal pelat (mm)
b) Periksa spasi maksimum sesuai persyaratan berikut.
𝑠 ≤ 𝑠𝑚𝑎𝑥
c) Menghitung jumlah tulangan negatif tumpuan dengan diasumsikan analisis
dilakukan per 1 meter (b=1000mm) menggunakan persamaan berikut.
𝑏
𝑛 = 𝑠 …………………………………………………………………….. (5.5)

dimana:
n = jumlah tulangan negatif tumpuan
b = jarak tulangan diasumsukan 1 meter (mm)
s = spasi tulangan (mm)
d) Menghitung jarak bersih antar tulangan dengan persamaan berikut.
𝑠𝑛 = 𝑠 − 𝑑𝑏 ………………………………………… ……….……….. (5.6)
dimana:
𝑠𝑛 = jarak bersih antar tulangan (mm)
s = spasi tulangan (mm)
𝑑𝑏 = diameter tulangan (mm)
e) Periksa jarak bersih antar tulangan sesuai persyaratan berikut.
𝑠𝑛 ≥ 𝑑𝑏
f) Menghitung As pasang menggunakan persamaan berikut.
𝜋
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 = 𝑛 × 4
× 𝑑𝑏 2 ……………………………………………….. (5.7)
`

dimana:
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 = luas tulangan pasang (mm2)
𝑛 = jumlah tulangan negatif tumpuan
𝑑𝑏 = diameter tulangan (mm)
g) Menghitung nilai As min berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 7.6.1.1 dan Pasal
8.6.1.1 menggunakan persamaan berikut.
Jenis tulangan batang ulir dengan 𝑓𝑦 < 429 Mpa, persamaan yang digunakan:
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0020 × 𝐴𝑔 ……..……………………………… ……….. (5.8)
Sedangkan jenis tulangan batang ulir atau kawat las dengan 𝑓𝑦 ≥ 420 Mpa,
persamaan yang digunakan adalah nilai terbesar dari:
0.0018 ×420
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 𝐴𝑔 …………………………………………. ….. (5.9)
𝑓𝑦

𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0014 × 𝐴𝑔 ………….………………………………….. (5.10)


dimana:
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = luas minimum tulangan lentur (mm2)
𝐴𝑔 = luas tulangan (mm2)
h) Periksa As min sesuai persamaan berikut.
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 ≥ 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛
i) Menghitung tinggi blok beton berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 22.2.2.4.1
menggunakan persamaan berikut.
𝐴𝑠 × 𝑓𝑦
𝑎 = 0.85 × 𝑓 ′ × 𝑏 ……………………………………………………….. (5.11)
𝑐

dimana:
𝑎 = tinggi blok beton (mm)
𝐴𝑠 = luas tulangan tarik longitudinal nonprategang (mm2)
𝑓𝑦 = kekuatan leleh tulangan yang disyaratakan (Mpa)
𝑓𝑐 ′ = kuat tekan beton (Mpa)
b = jarak tulangan diasumsukan 1 meter (mm)
j) Menghitung kapasitas lentur berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 22.2.2.4.1
menggunakan persamaan berikut.
𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 × 𝑓𝑦 × (𝑑 − 2) ………………………………………..…….. (5.12)

dimana:
`

𝑀𝑛 = kekuatan lentur nominal pada penampang (N-mm)


𝐴𝑠 = luas tulangan tarik longitudinal nonprategang (mm2)
𝑓𝑦 = kekuatan leleh tulangan yang disyaratakan (Mpa)
d = tebal penampang efektif (mm)
𝑎 = tinggi blok beton (mm)
k) Menghitung lokasi garis netral berdasarkan SNI 2847:2019 Pasal 22.2.2.4.1
menggunakan persamaan berikut.
𝑎
𝑐 = 𝛽 ………………………………………………………………….. (5.13)
1

dimana:
c = lokas garis netral (mm)
𝑎 = tinggi blok beton (mm)
𝛽1 = faktor yang menghubungkan tinggi blok tegangan tekan persegi ekuivalen
dengan tinggi sumbu netral
l) Menghitung regangan tulangan tarik berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 22.2.1.2
dan 22.2.2.1 menggunakan persamaan berikut.
𝑑−𝑐
𝜀𝑠 = 𝑐 × 0.003 ……………………… ……………………………….. (5.14)

dimana:
𝜀𝑠 = regangan tulangan tarik
d = tebal penampang efektif (mm)
c = lokas garis netral (mm)
m) Menghitung faktor reduksi berdasarkan SNI 2847:2019 tabel 21.2.2 sebagai
berikut.

Tabel 5.3 Faktor reduksi kekuatan (𝜑) untuk momen, gaya aksial, atau
kombinasi momen dan gaya aksial

Regangan 𝝋
tarik netto Klasifikasi Jenis tulangan transversal
(𝜺𝒕 ) Spiral sesuai 25.7.3 Tulangan lainnya
Tekanan
𝜀𝑡 ≤ 𝜀𝑡𝑦 0,75 a) 0,65 b)
terkontrol
𝜀𝑡 − 𝜀𝑡𝑦 𝜀𝑡 − 𝜀𝑡𝑦
𝜀𝑡𝑦 < 𝜀𝑡 < 0.005 Transisi 0.75+0.15 c) 0.65+0.25 d)
0.005−𝜀𝑡𝑦 0.005−𝜀𝑡𝑦
`

Tegangan
𝜀𝑡𝑦 ≥ 0.005 0,90 e) 0,90 f)
terkontrol
(Sumber: SNI 2847:2019)
n) Menghitung lentur tereduksi menggunaan persamaan berikut.
𝜑𝑀𝑛 = 0.9 × 𝑀𝑛 ………………………………………………….. (5.15)
dimana:
𝜑 = faktor reduksi
𝑀𝑛 = kekuatan lentur nomina pada penampang (N-mm)
o) Periksa kapasitas penampang sesuai persyaratan berikut.
𝜑𝑀𝑛 > 𝑀𝑢

Langkah 4: Periksa kapasitas geser


a) Menghitung kapasitas geser beton menggunakan persamaan berikut ini
𝑉𝑐 = 0.17 × 𝑓𝑐 ′0.5 × 𝑏 × 𝑑 ……………………….…………………….. (5.16)
dimana:
𝑉𝑐 = kuat geser nominal (N)
𝑓𝑐 ′ = kuat tekan beton (Mpa)
b = jarak tulangan diasumsukan 1 meter (mm)
d = tebal penampang efektif (mm)
b) Menghitung ambang batas pelat
ambang batas pelat = 0.5 × φ × 𝑉𝑐 ………..…………………….. (5.17)
dimana:
𝜑 = faktor reduksi
𝑉𝑐 = kuat geser nominal (N)
c) Menentukan kebutuhan tulangan geser pelat
𝑉𝑢 = 0.5 × φ × 𝑉𝑐 …………………………………………..……….….. (5.18)
dimana:
𝑉𝑢 = gaya geser terfaktor penampang (N)
𝜑 = faktor reduksi
𝑉𝑐 = kuat geser nominal (N)

Langkah 5: Menghitung lendutan pelat

a) Kapasitas retak lentur


`

1) Menghitung momen inersia pelat menggunakan persamaan berikut.


1
𝐼𝑔 = 12 × 1000 × 𝑡 3 ………………………………..………….. (5.19)

dimana:
𝐼𝑔 = momen inersia pelat (mm4)
t = tebal pelat (mm)
2) Menghitung tegangan retak menggunakan persamaan berikut

𝑓𝑟 = 0.62 √𝑓𝑐 ′ ……………………………….………………….. (5.20)


dimana:
𝑓𝑟 = tegangan retak (Mpa)
𝑓𝑐 ′ = kuat tekan beton (Mpa)
3) Menghitung garis netral menggunakan persamaan berikut
𝑡
y = 2 …………………………………………..……………….. (5.21)

dimana:
y = garis netral (mm)
t = tebal pelat (mm)
4) Menghitung kapasitas retak lentur
𝐼𝑔
𝑀𝑐𝑟 = 𝑓𝑟 × ……………………………….………..………….. (5.22)
𝑦

dimana:
𝑀𝑐𝑟 = momen retak (N-mm)
𝑓𝑟 = tegangan retak (Mpa)
𝐼𝑔 = momen inersia pelat (mm4)
y = garis netral (mm)
5) Menghitung inersia retak
𝐼𝑐𝑟 = 0.25 × 𝐼𝑔 ………………………………………………….. (5.23)
dimana:
𝐼𝑐𝑟 = momen inersia penampang retak (mm4)
𝐼𝑔 = momen inersia pelat (mm4)
b) Lendutan arah sumbu X dan lendutan arah sumbu Y
1) Menghitung Ma lapangan (+)
𝑀𝑎 = ∑ 𝑀22 𝑀𝑎𝑥 …………………………………...………….. (5.24)
dimana:
`

𝑀𝑎 = momen maksimum (N-mm)


2) Menghitung Ma tumpuan (-)
𝑀𝑎 = ∑ 𝑀22 𝑀𝑖𝑛
dimana:
𝑀𝑎 = momen maksimum (N-mm)
3) Menghitung Ie lapangan dan Ie tumpuan
𝑀 𝑀
𝐼𝑒 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛, 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = ( 𝑀𝑐𝑟 )3 𝐼𝑔 + [1 − ( 𝑀𝑐𝑟 )3 ] 𝐼𝑐𝑟 …….. (5.25)
𝑎 𝑎

Dengan syarat:
𝐼𝑒 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛, 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 < 𝐼𝑔
dimana:
𝐼𝑒 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛, 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = momen inersia efektif tumpuan atau
lapangan (mm4)
𝑀𝑐𝑟 = momen retak (N-mm)
𝑀𝑎 = momen maksimum (N-mm)
𝐼𝑔 = momen inersia pelat (mm4)
𝐼𝑐𝑟 = momen inersia penampang retak (mm4)
4) Menghitung Ie rata-rata
𝐼𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = 0.5 𝐼𝑒 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 + 0.5 𝐼𝑒 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 ….….. (5.26)
dimana:
𝐼𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = momen inersia efektif rata-rata (mm4)
𝐼𝑒 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛, 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = momen inersia efektif tumpuan atau
lapangan (mm4)
5) Menghitung lendutan seketika akibat DL, SIDL, dan LL
5
48 𝐿2
𝛿𝑖,𝐷𝐿,𝑆𝐼𝐷𝐿,𝐿𝐿 = (𝐸𝑐 × 𝐼𝑔 ) [𝑀𝑙𝑎𝑝 + 0.2 𝑀𝑡𝑢𝑚 ]
……...…………………….. (5.27)

dimana:
𝛿𝑖,𝐷𝐿,𝑆𝐼𝐷𝐿,𝐿𝐿 = lendutan seketika akibat DL, SIDL, dan LL (mm)
L = panjang pelat (mm)
𝐸𝑐 = modulus elastisitas beton
𝐼𝑔 = momen inersia pelat (mm4)
𝑀𝑙𝑎𝑝 = momen M11 maximum akibat DL (Nm)
`

𝑀𝑡𝑢𝑚 = momen M11 minimum akibat DL (Nm)


6) Menghitung syarat lendutan seketika LL
𝐿
Syarat Lendutan = 360 ………………………………...……….. (5.28)

dimana:
L = panjang pelat (mm)
7) Periksa lendutan seketika
𝛿𝑖,𝐿𝐿 ≤ 𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑛𝑑𝑢𝑡𝑎𝑛
8) Menghitung faktor jangka panjang
2
𝜆 = (1+50× 𝜌′ ) ……………………….………………………….. (5.29)

dimana:
𝜆 = faktor jangka panang
𝜌′ = rasio 𝑨𝒔 ′ terhadap bd
9) Menghitung lendutan jangka panjang
Δ𝐿𝑇 = (𝛿𝑖,𝐷𝐿+𝑆𝐼𝐷𝐿 ) × 𝜆 + 𝛿𝑖,𝐿𝐿 ………………………………….. (5.30)
dimana:
Δ𝐿𝑇 = lendutan jangka panjang (mm)
𝛿𝑖,𝐷𝐿,𝑆𝐼𝐷𝐿,𝐿𝐿 = lendutan seketika akibat DL, SIDL, dan LL (mm)
𝜆 = faktor jangka panang
10) Menghitung syarat lendutan jangka panjang
𝐿
Syarat Lendutan Jangka Panjang = 240 ……...………………….. (5.31)

dimana:
L = panjang pelat (mm)
11) Periksa lendutan jangka panjang
Δ𝐿𝑇 ≤ 𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑛𝑑𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔

5.2.1 Desain Tulangan Pelat Arah X dan Pelat Arah Y


Berdasarkan SNI 2847:2019, dilakukan perhitungan tulangan menggunakan
persamaan yang telah dituliskan di atas. Berikut merupakan contoh perhitungan
pada desain tulangan pelat arah x dan pelat arah y pada lantai atap.
Langkah 1: Menetukan material properti dan penampang
`

Adapun material properti dan penampang yang digunakan tertera pada Tabel 5.4
sebagai berikut.

Tabel 5.4 Material properti Dan Penampang Tulangan Pelat Atap

Parameter Nilai Satuan


Panjang Pelat Arah Sumbu 1, L1 4000 mm
Panjang Pelat Arah Sumbu 2, L2 4000 mm
Tebal Pelat, t 180 mm
Diameter Tulangan, db 10 mm
Selimut Bersih, cc 20 mm
Tebal Efektif Penampang, d 145 mm
Kuat Tekan Beton, fc' 30 MPa
Kuat Leleh Tulangan, fy 420 MPa
Modulus Elastisitas Beton, Ec 25743 -
β1 0.8357 -
λ 1 -

Langkah 2: Menginput gaya dalam

Didapatkan dari rekapitulasi gaya dalam yang diperoleh dari SAP 2000 tertera pada
Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5 Gaya Dalam Pelat Atap

Parameter Nilai Satuan


M Max akibat M11 Max 18314.68 N-m
M Min akibat M11 Min -17636.72 N-m
M Max akibat M22 Max 19840.00 N-m
M Min akibat M22 Min -20055.51 N-m
Vu 0 N

Langkah 3: Menghitung penulangan lentur

a) Tulangan lapangan bawah arah sumbu 1 (sumbu X)


Spasi tulangan, s = 200 N-m
1) Menentukan spasi maksimum.
`

𝑠𝑚𝑎𝑥 =2 ×𝑡
= 2 × 180
= 360 N-m
2) Periksa spasi maksimum.
𝑠 ≤ 𝑠𝑚𝑎𝑥
200 ≤ 360
Memenuhi syarat (Oke).
3) Menghitung jumlah tulangan negatif tumpuan dengan diasumsikan analisis
dilakukan per 1 meter (b=1000mm).
𝑏
𝑛 =𝑠
1000
= 200

=5
4) Menghitung jarak bersih antar tulangan.
𝑠𝑛 = 𝑠 − 𝑑𝑏
= 200 − 10
= 190 mm
5) Periksa jarak bersih antar tulangan.
𝑠𝑛 ≥ 𝑑𝑏
190 ≥ 10
Memenuhi syarat (Oke).
6) Menghitung As pasang.
𝜋
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 =𝑛× × 𝑑𝑏 2
4
𝜋
=5× × 102
4

= 392.699 mm4
7) Menghitung nilai As min.
Tulangan batang ulir dengan 𝑓𝑦 < 429 Mpa
𝐴𝑔 =b×t
= 1000 × 800
= 180000 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0020 × 𝐴𝑔
= 0.0020 × 180000
`

= 360 mm2
Tulangan batang ulir atau kawat las dengan 𝑓𝑦 ≥ 420 Mpa
0.0018 ×420
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 𝐴𝑔
𝑓𝑦

0.0018 ×420
= 180000
420

= 324 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0014 × 𝐴𝑔
= 0.0014 × 180000
= 252 mm2
Nilai 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 yang digunakan adalah nilai terbesar yaitu 324 mm2.
8) Periksa As min sesuai persamaan berikut.
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 ≥ 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛
392.699 ≥ 324
Memenuhi syarat (Oke).
9) Menghitung tinggi blok beton.
𝐴𝑠 × 𝑓𝑦
𝑎 = 0.85 × 𝑓 ′ × 𝑏
𝑐

392.699 ×420
= 0.85 × 30 × 1000

= 6.468 mm
10) Menghitung kapasitas lentur.
𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 × 𝑓𝑦 × (𝑑 − 2)
6.468
= 392.699 × 420 × (145 − )
2

= 23381.980 N-m
11) Menghitung lokasi garis netral.
𝑎
𝑐 =𝛽
1

6.468
= 0.8357

= 7.739 mm
12) Menghitung regangan tulangan tarik.
𝑑−𝑐
𝜀𝑠 = 𝑐 × 0.003
145−7.739
= 7.739 × 0.003
`

= 0.053
13) Menghitung faktor reduksi
𝜀𝑡 − 𝜀𝑡𝑦
𝜑 = 0.65+0.25
0.005−𝜀𝑡𝑦

= 0.65 + 0.25 0.0530.003


−0.002

= 0.9
14) Menghitung lentur tereduksi.
𝜑𝑀𝑛 = 0.9 × 𝑀𝑛
= 0.9 × 23381.980
= 21043.782 N-m
15) Periksa kapasitas penampang.
𝑀𝑢 = 𝑀11 𝑀𝐴𝑋 = 18314.68 N-m
𝜑𝑀𝑛 > 𝑀𝑢
21043.782 > 18314.68
Memenuhi syarat (Oke).
b) Tulangan tumpuan atas arah sumbu 1 (sumbu X)
Spasi tulangan, s = 200 N-m
1) Menentukan spasi maksimum.
𝑠𝑚𝑎𝑥 =2 ×𝑡
= 2 × 180
= 360 N-m
2) Periksa spasi maksimum.
𝑠 ≤ 𝑠𝑚𝑎𝑥
200 ≤ 360
Memenuhi syarat (Oke).
3) Menghitung jumlah tulangan negatif tumpuan dengan diasumsikan analisis
dilakukan per 1 meter (b=1000mm).
𝑏
𝑛 =𝑠
1000
= 200

=5
4) Menghitung jarak bersih antar tulangan.
𝑠𝑛 = 𝑠 − 𝑑𝑏
`

= 200 − 10
= 190 mm
5) Periksa jarak bersih antar tulangan.
𝑠𝑛 ≥ 𝑑𝑏
190 ≥ 10
Memenuhi syarat (Oke).
6) Menghitung As pasang.
𝜋
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 =𝑛× × 𝑑𝑏 2
4
𝜋
=5× × 102
4

= 392.699 mm4
7) Menghitung nilai As min.
Tulangan batang ulir dengan 𝑓𝑦 < 429 Mpa
𝐴𝑔 =b×t
= 1000 × 800
= 180000 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0020 × 𝐴𝑔
= 0.0020 × 180000
= 360 mm2
Tulangan batang ulir atau kawat las dengan 𝑓𝑦 ≥ 420 Mpa
0.0018 ×420
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 𝐴𝑔
𝑓𝑦

0.0018 ×420
= 180000
420

= 324 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0014 × 𝐴𝑔
= 0.0014 × 180000
= 252 mm2
Nilai 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 yang digunakan adalah nilai terbesar yaitu 324 mm2.
8) Periksa As min sesuai persamaan berikut.
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 ≥ 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛
392.699 ≥ 324
Memenuhi syarat (Oke).
`

9) Menghitung tinggi blok beton.


𝐴𝑠 × 𝑓𝑦
𝑎 = 0.85 × 𝑓 ′ × 𝑏
𝑐

392.699 ×420
= 0.85 × 30 × 1000

= 6.468 mm
10) Menghitung kapasitas lentur.
𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 × 𝑓𝑦 × (𝑑 − 2)
6.468
= 392.699 × 420 × (145 − )
2

= 23381.980 N-m
11) Menghitung lokasi garis netral.
𝑎
𝑐 =𝛽
1

6.468
= 0.8357

= 7.739 mm
12) Menghitung regangan tulangan tarik.
𝑑−𝑐
𝜀𝑠 = 𝑐 × 0.003
145−7.739
=
7.739 × 0.003

= 0.053
13) Menghitung faktor reduksi
𝜀𝑡 − 𝜀𝑡𝑦
𝜑 = 0.65+0.25
0.005−𝜀𝑡𝑦

= 0.65 + 0.25 0.0530.003


−0.002

= 0.9
14) Menghitung lentur tereduksi.
𝜑𝑀𝑛 = 0.9 × 𝑀𝑛
= 0.9 × 23381.980
= 21043.782 N-m
15) Periksa kapasitas penampang.
𝑀𝑢 = 𝑀11 𝑀𝐼𝑁 = 17636.720 N-m
𝜑𝑀𝑛 > 𝑀𝑢
21043.782 > 17636.720
Memenuhi syarat (Oke).
`

c) Tulangan lapangan bawah arah sumbu 2 (sumbu Y)


Spasi tulangan, s = 190 N-m
1) Menentukan spasi maksimum.
𝑠𝑚𝑎𝑥 =2 ×𝑡
= 2 × 180
= 360 N-m
2) Periksa spasi maksimum.
𝑠 ≤ 𝑠𝑚𝑎𝑥
190 ≤ 360
Memenuhi syarat (Oke).
3) Menghitung jumlah tulangan negatif tumpuan dengan diasumsikan analisis
dilakukan per 1 meter (b=1000mm).
𝑏
𝑛 =𝑠
1000
= 190

= 5.26
4) Menghitung jarak bersih antar tulangan.
𝑠𝑛 = 𝑠 − 𝑑𝑏
= 190 − 10
= 180 mm
5) Periksa jarak bersih antar tulangan.
𝑠𝑛 ≥ 𝑑𝑏
180 ≥ 10
Memenuhi syarat (Oke).
6) Menghitung As pasang.
𝜋
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 =𝑛× × 𝑑𝑏 2
4
𝜋
= 5.26 × × 102
4

= 413.367 mm4
7) Menghitung nilai As min.
Tulangan batang ulir dengan 𝑓𝑦 < 429 Mpa
𝐴𝑔 =b×t
`

= 1000 × 800
= 180000 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0020 × 𝐴𝑔
= 0.0020 × 180000
= 360 mm2
Tulangan batang ulir atau kawat las dengan 𝑓𝑦 ≥ 420 Mpa
0.0018 ×420
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 𝐴𝑔
𝑓𝑦

0.0018 ×420
= 180000
420

= 324 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0014 × 𝐴𝑔
= 0.0014 × 180000
= 252 mm2
Nilai 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 yang digunakan adalah nilai terbesar yaitu 324 mm2.
8) Periksa As min sesuai persamaan berikut.
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 ≥ 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛
392.699 ≥ 324
Memenuhi syarat (Oke).
9) Menghitung tinggi blok beton.
𝐴𝑠 × 𝑓𝑦
𝑎 = 0.85 × 𝑓 ′ × 𝑏
𝑐

413.367 ×420
= 0.85 × 30 × 1000

= 6.808 mm
10) Menghitung kapasitas lentur.
𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 × 𝑓𝑦 × (𝑑 − 2)
6.808
= 413.367 × 420 × (145 − )
2

= 233846.916 N-m
11) Menghitung lokasi garis netral.
𝑎
𝑐 =𝛽
1

6.808
= 0.8357

= 8.147 mm
`

12) Menghitung regangan tulangan tarik.


𝑑−𝑐
𝜀𝑠 = 𝑐 × 0.003
145−8.147
= 8.147 × 0.003

= 0.05
13) Menghitung faktor reduksi
𝜀𝑡 − 𝜀𝑡𝑦
𝜑 = 0.65+0.25
0.005−𝜀𝑡𝑦

0.053 −0.002
= 0.65 + 0.25 0.003

= 0.9
14) Menghitung lentur tereduksi.
𝜑𝑀𝑛 = 0.9 × 𝑀𝑛
= 0.9 × 233846.916
= 20562.225 N-m
15) Periksa kapasitas penampang.
𝑀𝑢 = 𝑀22 𝑀𝐴𝑋 = 19840 N-m
𝜑𝑀𝑛 > 𝑀𝑢
20562.225 > 19840
Memenuhi syarat (Oke).
d) Tulangan tumpuan atas sumbu 2 (sumbu Y)
Spasi tulangan, s = 190 N-m
1) Menentukan spasi maksimum.
𝑠𝑚𝑎𝑥 =2 ×𝑡
= 2 × 180
= 360 N-m
2) Periksa spasi maksimum.
𝑠 ≤ 𝑠𝑚𝑎𝑥
190 ≤ 360
Memenuhi syarat (Oke).
3) Menghitung jumlah tulangan negatif tumpuan dengan diasumsikan analisis
dilakukan per 1 meter (b=1000mm).
𝑏
𝑛 =𝑠
`

1000
= 190

= 5.26
4) Menghitung jarak bersih antar tulangan.
𝑠𝑛 = 𝑠 − 𝑑𝑏
= 190 − 10
= 180 mm
5) Periksa jarak bersih antar tulangan.
𝑠𝑛 ≥ 𝑑𝑏
180 ≥ 10
Memenuhi syarat (Oke).
6) Menghitung As pasang.
𝜋
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 =𝑛× × 𝑑𝑏 2
4
𝜋
= 5.26 × × 102
4

= 413.367 mm4
7) Menghitung nilai As min.
Tulangan batang ulir dengan 𝑓𝑦 < 429 Mpa
𝐴𝑔 =b×t
= 1000 × 800
= 180000 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0020 × 𝐴𝑔
= 0.0020 × 180000
= 360 mm2
Tulangan batang ulir atau kawat las dengan 𝑓𝑦 ≥ 420 Mpa
0.0018 ×420
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 𝐴𝑔
𝑓𝑦

0.0018 ×420
= 180000
420

= 324 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0014 × 𝐴𝑔
= 0.0014 × 180000
= 252 mm2
Nilai 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 yang digunakan adalah nilai terbesar yaitu 324 mm2.
`

8) Periksa As min sesuai persamaan berikut.


𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 ≥ 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛
392.699 ≥ 324
Memenuhi syarat (Oke).
9) Menghitung tinggi blok beton.
𝐴𝑠 × 𝑓𝑦
𝑎 = 0.85 × 𝑓 ′ × 𝑏
𝑐

413.367 ×420
= 0.85 × 30 × 1000

= 6.808 mm
10) Menghitung kapasitas lentur.
𝑎
𝑀𝑛 = 𝐴𝑠 × 𝑓𝑦 × (𝑑 − 2)
6.808
= 413.367 × 420 × (145 − )
2

= 233846.916 N-m
11) Menghitung lokasi garis netral.
𝑎
𝑐 =𝛽
1

6.808
= 0.8357

= 8.147 mm
12) Menghitung regangan tulangan tarik.
𝑑−𝑐
𝜀𝑠 = 𝑐 × 0.003
145−8.147
= 8.147 × 0.003

= 0.05
13) Menghitung faktor reduksi
𝜀𝑡 − 𝜀𝑡𝑦
𝜑 = 0.65+0.25
0.005−𝜀𝑡𝑦

0.053 −0.002
= 0.65 + 0.25 0.003

= 0.9
14) Menghitung lentur tereduksi.
𝜑𝑀𝑛 = 0.9 × 𝑀𝑛
= 0.9 × 233846.916
= 20562.225 N-m
15) Periksa kapasitas penampang.
`

𝑀𝑢 = 𝑀22 𝑀𝐴𝑋 = 200055.510 N-m


𝜑𝑀𝑛 > 𝑀𝑢
20562.225 > 200055.510
Memenuhi syarat (Oke).
e) Tulangan minimum (tumpuan bawah dan lapangan atas arah X dan arah
Y)
Spasi tulangan, s = 200 N-m
1) Menentukan spasi maksimum.
𝑠𝑚𝑎𝑥 =2 ×𝑡
= 2 × 180
= 360 N-m
2) Periksa spasi maksimum.
𝑠 ≤ 𝑠𝑚𝑎𝑥
200 ≤ 360
Memenuhi syarat (Oke).
3) Menghitung jumlah tulangan negatif tumpuan dengan diasumsikan analisis
dilakukan per 1 meter (b=1000mm).
𝑏
𝑛 =𝑠
1000
= 200

=5
4) Menghitung jarak bersih antar tulangan.
𝑠𝑛 = 𝑠 − 𝑑𝑏
= 200 − 10
= 180 mm
5) Periksa jarak bersih antar tulangan.
𝑠𝑛 ≥ 𝑑𝑏
180 ≥ 10
Memenuhi syarat (Oke).
6) Menghitung As pasang.
𝜋
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 =𝑛× × 𝑑𝑏 2
4
𝜋
=5× × 102
4
`

= 392.699 mm4
7) Menghitung nilai As min.
Tulangan batang ulir dengan 𝑓𝑦 < 429 Mpa
𝐴𝑔 =b×t
= 1000 × 800
= 180000 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0020 × 𝐴𝑔
= 0.0020 × 180000
= 360 mm2
Tulangan batang ulir atau kawat las dengan 𝑓𝑦 ≥ 420 Mpa
0.0018 ×420
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 𝐴𝑔
𝑓𝑦

0.0018 ×420
= 180000
420

= 324 mm2
𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 = 0.0014 × 𝐴𝑔
= 0.0014 × 180000
= 252 mm2
Nilai 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛 yang digunakan adalah nilai terbesar yaitu 324 mm2.
8) Periksa As min.
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔 ≥ 𝐴𝑠 𝑚𝑖𝑛
392.699 ≥ 324
Memenuhi syarat (Oke).

Langkah 4: Periksa kapasitas geser


a) Menghitung kapasitas geser beton.
𝑉𝑐 = 0.17 × 𝑓𝑐 ′0.5 × 𝑏 × 𝑑
= 0.17 × 300.5 × 1000 × 145
= 135013.610 N
b) Menghitung ambang batas pelat.
φ = 0.75
ambang batas pelat = 0.5 × φ × 𝑉𝑐
= 0.5 × 0.75 × 35013.610
`

= 50630.104 N
c) Menentukan kebutuhan tulangan geser pelat.
𝑉𝑢 > ambang batas pelat
0 > 35013.610
Tidak memenuhi persyaratan, maka dapat disimpulkan bahwa tidak diperlukan
tulangan geser.

Langkah 5: Menghitung lendutan pelat

a) Kapasitas retak lentur


1) Menghitung momen inersia pelat.
1
𝐼𝑔 = 12 × 1000 × 𝑡 3
1
= 12 × 1000 × 180 3

= 468000000 mm4
2) Menghitung tegangan retak menggunakan persamaan berikut

𝑓𝑟 = 0.62 √𝑓𝑐 ′
= 0.62 √30
= 3.396 Mpa
3) Menghitung garis netral menggunakan persamaan berikut
𝑡
y =2
180
= 2

= 90 mm
4) Menghitung kapasitas retak lentur
𝐼𝑔
𝑀𝑐𝑟 = 𝑓𝑟 × 𝑦
468000000
= 3.396 ×
90

= 18337.751 N-m
5) Menghitung inersia retak
𝐼𝑐𝑟 = 0.25 × 𝐼𝑔
= 0.25 × 468000000
= 121500000 mm4
b) Lendutan arah sumbu 1 (sumbu X)
`

𝑀11 𝑀𝑎𝑥 akibat DL = 325.89 N-m


𝑀11 𝑀𝑖𝑛 akibat DL = -314.77 N-m
𝑀11 𝑀𝑎𝑥 akibat SIDL = 353.08 N-m
𝑀11 𝑀𝑖𝑛 akibat SIDL = -355.25 N-m
𝑀11 𝑀𝑎𝑥 akibat LL = 688.77 N-m
𝑀11 𝑀𝑖𝑛 akibat LL = -558.28 N-m

1) Menghitung Ma lapangan (+)


𝑀𝑎 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = ∑ 𝑀11 𝑀𝑎𝑥
= 𝑀11 𝑀𝑎𝑥 akibat DL + 𝑀11 𝑀𝑎𝑥 akibat SIDL + 𝑀11 𝑀𝑎𝑥 akibat LL
= 325.89 + 353.08 + 688.77
= 1367.74 N-m
2) Menghitung Ma tumpuan (-)
𝑀𝑎 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 = ∑ 𝑀11 𝑀𝑖𝑛
= 𝑀11 𝑀𝑖𝑛 akibat DL + 𝑀11 𝑀𝑖𝑛 akibat SIDL + 𝑀11 𝑀𝑖𝑛 akibat LL
= -314.77 + (-355.25) + (-558.2)
= -1228.3 N-m
3) Menghitung Ie lapangan
𝑀 𝑀
𝐼𝑒 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 = ( 𝑀𝑐𝑟 )3 𝐼𝑔 + [1 − ( 𝑀𝑐𝑟 )3 ] 𝐼𝑐𝑟 ……..
𝑎 𝑎

18337.751 3 18337.751 3
=( 1367.74
) 468000000 + [1 − (
1367.74
) ] 121500000

= 486000000 mm4
4) Menghitung Ie tumpuan
𝑀 𝑀
5) 𝐼𝑒 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = ( 𝑀𝑐𝑟 )3 𝐼𝑔 + [1 − ( 𝑀𝑐𝑟 )3 ] 𝐼𝑐𝑟 ……..
𝑎 𝑎

18337.751 18337.751 3
= ( 1367.74 )3 468000000 + [1 − ( 1367.74
) ] 121500000

= 486000000 mm4
6) Menghitung Ie rata-rata
𝐼𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = (0.5 × 486000000) + (0.5 × 486000000)
= 486000000 mm4
7) Menghitung lendutan seketika akibat DL
5
48 𝐿2
𝛿𝑖,𝐷𝐿 = (𝐸𝑐 × 𝐼𝑔 ) [𝑀𝑙𝑎𝑝 + 0.2 𝑀𝑡𝑢𝑚 ]
`

5
48 × 40002
= (25743 × 486000000) [352.89 + 0.2 ×314.77]×103

= 0.052 mm
8) Menghitung lendutan seketika akibat SIDL
5
48 𝐿2
𝛿𝑖,𝑆𝐼𝐷𝐿 = (𝐸𝑐 × 𝐼𝑔 ) [𝑀𝑙𝑎𝑝 + 0.2 𝑀𝑡𝑢𝑚 ]
5
48 × 40002
= (25743 × 486000000) [353.08 + 0.2 × 355.25]×103

= 0.057 mm
9) Menghitung lendutan seketika akibat LL
5
48 𝐿2
𝛿𝑖,𝐿𝐿 = (𝐸𝑐 × 𝐼𝑔 ) [𝑀𝑙𝑎𝑝 + 0.2 𝑀𝑡𝑢𝑚 ]
5
48 × 40002
= (25743 × 486000000) [688.77 + 0.2 ×558.28]×103

= 0.107 mm
10) Menghitung syarat lendutan seketika LL
𝐿
Syarat Lendutan = 360
4000
= 360

= 11.11 mm
11) Periksa lendutan seketika
𝛿𝑖,𝐿𝐿 ≤ 𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑛𝑑𝑢𝑡𝑎𝑛
0.107 ≤ 11.11
Memenuhi syarat (oke).
12) Menghitung faktor jangka panjang
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔
𝜌′ = 1000 × 𝑑
392.699
= 1000 × 145

= 56.94
2
𝜆 = (1+50× 𝜌′ )
2
= (1+50× 56.94)

= 1.761
13) Menghitung lendutan jangka panjang
`

Δ𝐿𝑇 = (𝛿𝑖,𝐷𝐿+𝑆𝐼𝐷𝐿 ) × 𝜆 + 𝛿𝑖,𝐿𝐿


= 0. .52 + 0.057) × 1.761 + 0.107
= 0.297 mm
14) Menghitung syarat lendutan jangka panjang
𝐿
Syarat Lendutan Jangka Panjang = 240
4000
= 240

= 16.67
15) Periksa lendutan jangka panjang
Δ𝐿𝑇 ≤ 𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑛𝑑𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
0.297 ≤ 16.67
Memenuhi syarat (oke).
c) Lendutan arah sumbu 2 (sumbu Y)
𝑀22 𝑀𝑎𝑥 akibat DL = 328.39 N-m
𝑀22 𝑀𝑖𝑛 akibat DL = −236.15 N-m
𝑀22 𝑀𝑎𝑥 akibat SIDL = 475.1 N-m
𝑀22 𝑀𝑖𝑛 akibat SIDL = −379.09 N-m
𝑀22 𝑀𝑎𝑥 akibat LL = 1046.03 N-m
𝑀22 𝑀𝑖𝑛 akibat LL = −623.84 N-m
1) Menghitung Ma lapangan (+)
𝑀𝑎 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = ∑ 𝑀22 𝑀𝑎𝑥
= 𝑀22 𝑀𝑎𝑥 akibat DL + 𝑀22 𝑀𝑎𝑥 akibat SIDL + 𝑀22 𝑀𝑎𝑥 akibat LL
= 328.39+ 475.1 + 1046.03
= 1849.52 N-m
2) Menghitung Ma tumpuan (-)
𝑀𝑎 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 = ∑ 𝑀22 𝑀𝑖𝑛
= 𝑀22 𝑀𝑖𝑛 akibat DL + 𝑀22 𝑀𝑖𝑛 akibat SIDL + 𝑀22 𝑀𝑖𝑛 akibat LL
= −236.15 + (−379.09) + (−623.84)
= −1239.02 N-m
3) Menghitung Ie lapangan
𝑀 𝑀
𝐼𝑒 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 = ( 𝑀𝑐𝑟 )3 𝐼𝑔 + [1 − ( 𝑀𝑐𝑟 )3 ] 𝐼𝑐𝑟 ……..
𝑎 𝑎
`

18337.751 18337.751
= ( 1849.52 )3 468000000 + [1 − ( 1849.52 )3 ] 121500000
= 468000000 mm4
4) Menghitung Ie tumpuan
𝑀 𝑀
5) 𝐼𝑒 𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 = ( 𝑀𝑐𝑟 )3 𝐼𝑔 + [1 − ( 𝑀𝑐𝑟 )3 ] 𝐼𝑐𝑟 ……..
𝑎 𝑎

18337.751 18337.751
= (−1239.02 )3 468000000 + [1 − (−1239.02 )3 ] 121500000

= 468000000 mm4
6) Menghitung Ie rata-rata
𝐼𝑒 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 = (0.5 × 1849.520 ) + (0.5 × −1239.02)
= 468000000 mm4
7) Menghitung lendutan seketika akibat DL
5
48 𝐿2
𝛿𝑖,𝐷𝐿 = (𝐸𝑐 × 𝐼𝑔 ) [𝑀𝑙𝑎𝑝 + 0.2 𝑀𝑡𝑢𝑚 ]
5
48 × 40002
= (25743 × 486000000) [328.39 + 0.2 × 236.15]×103

= 0.05 mm
8) Menghitung lendutan seketika akibat SIDL
5
48 𝐿2
𝛿𝑖,𝑆𝐼𝐷𝐿 = (𝐸𝑐 × 𝐼𝑔 ) [𝑀𝑙𝑎𝑝 + 0.2 𝑀𝑡𝑢𝑚 ]
5
48 × 40002
= (25743 × 486000000) [475.1 + 0.2 × 379.03]×103

= 0.073 mm
9) Menghitung lendutan seketika akibat LL
5
48 𝐿2
𝛿𝑖,𝐿𝐿 = (𝐸𝑐 × 𝐼𝑔 ) [𝑀𝑙𝑎𝑝 + 0.2 𝑀𝑡𝑢𝑚 ]
5
48 × 40002
= (25743 × 486000000) [1046.03 + 0.2 × 623.84]×103

= 0.156 mm
10) Menghitung syarat lendutan seketika LL
𝐿
Syarat Lendutan = 360
4000
= 360

= 11.11 mm
11) Periksa lendutan seketika
`

𝛿𝑖,𝐿𝐿 ≤ 𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑛𝑑𝑢𝑡𝑎𝑛


0.156 ≤ 11.11
Memenuhi syarat (oke).
12) Menghitung faktor jangka panjang
𝐴𝑠 𝑝𝑎𝑠𝑎𝑛𝑔
𝜌′ = 1000 × 𝑑
392.699
= 1000 × 145

= 56.94
2
𝜆 =
(1+50× 𝜌′ )
2
= (1+50× 56.94)

= 1.761
13) Menghitung lendutan jangka panjang
Δ𝐿𝑇 = (𝛿𝑖,𝐷𝐿+𝑆𝐼𝐷𝐿 ) × 𝜆 + 𝛿𝑖,𝐿𝐿
= (0.05 + 0.073) × 1.761 + (0.156)
= 0.373 mm
14) Menghitung syarat lendutan jangka panjang
𝐿
Syarat Lendutan Jangka Panjang = 240
4000
= 240

= 16.67
15) Periksa lendutan jangka panjang
Δ𝐿𝑇 ≤ 𝑠𝑦𝑎𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑛𝑑𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
0.373 ≤ 16.67
Memenuhi syarat (oke).

Tabel di bawah ini merupakan rekapitulasi perhitungan penulangan pelat pada


lantai atap, lantai 3, dan lantai 2 pada perencanaan bangunan Gedung DPR.

Tabel 5.6 Rekapitulasi Kebutuhan Tulangan Pelat

Besar Nilai /
Elemen yang di Satu
Parameter Kebutuhan Keterangan
tinjau an
tulangan
Pelat Lantai Atap
`

Tulangan lapangan
Penulangan
bawah arah sumbu 5D 10- 200
Lentur
1 (sumbu X)
Tulangan tumpuan
atas arah sumbu 1 5D 10- 200
(sumbu X)
Tulangan lapangan
bawah arah sumbu 6D 10 - 190
2 (sumbu Y)
Tulangan tumpuan
atas arah sumbu 2 6D 10 - 190
(sumbu Y)
Tulangan
5D 10 -200
minimum
Tidak
Kapasitas Kapasitas geser
135013.610 N membutuhkan
geser balok
tulangan geser
Lendutan Kapasitas retak
18337.751 Nm
pelat lentur
Lendutan akibat Memenuhi syarat,
arah sumbu 1 lendutan yang
(sumbu X) terjadi aman
Lendutan akibat Memenuhi syarat,
arah sumbu 2 lendutan yang
(sumbu Y) terjadi aman
Pelat Lantai 3
Tulangan lapangan
Penulangan
bawah arah sumbu 8D 10 - 140
Lentur
1 (sumbu X)
Tulangan tumpuan
atas arah sumbu 1 8D 10- 130
(sumbu X)
`

Tulangan lapangan
bawah arah sumbu 12D 10 - 90
2 (sumbu Y)
Tulangan tumpuan
atas arah sumbu 2 15D 10 - 70
(sumbu Y)
Tulangan
5D 10 -200
minimum
Tidak
Kapasitas Kapasitas geser
135013.610 N membutuhkan
geser balok
tulangan geser
Lendutan Kapasitas retak
18337.751 Nm
pelat lentur
Lendutan akibat Memenuhi syarat,
arah sumbu 1 lendutan yang
(sumbu X) terjadi aman
Lendutan akibat Memenuhi syarat,
arah sumbu 2 lendutan yang
(sumbu Y) terjadi aman
Pelat Lantai 2
Tulangan lapangan
Penulangan
bawah arah sumbu 10D 10 - 100
Lentur
1 (sumbu X)
Tulangan tumpuan
atas arah sumbu 1 10D 10 - 100
(sumbu X)
Tulangan lapangan
bawah arah sumbu 13D 10 - 80
2 (sumbu Y)
Tulangan tumpuan
atas arah sumbu 2 15D 10 - 70
(sumbu Y)
`

Tulangan
5D 10 -200
minimum
Tidak
Kapasitas Kapasitas geser
135013.610 N membutuhkan
geser balok
tulangan geser
Lendutan Kapasitas retak
18337.751 Nm
pelat lentur
Lendutan akibat Memenuhi syarat,
arah sumbu 1 lendutan yang
(sumbu X) terjadi aman
Lendutan akibat Memenuhi syarat,
arah sumbu 2 lendutan yang
(sumbu Y) terjadi aman

5.2.2 Desain Penulangan Tangga

5.2.3 AA

5.3 Desain Sambungan Baja


Konstruksi bangunan baja tersusun atas batang-batang baja yang
digabungkan dan membentuk satu kesatuan bentuk konstruksi dengan berbagai
macam teknik sambungan. Terdapat beberapa fungsi sambungan baja antara lain
sebagai berikut.

a. Menggabungkan beberapa batang baja membentuk kesatuan konstruksi


sesuai kebutuhan.
b. Mendapatkan ukuran panjang baja, lebar baja, tebal baja, dan sebagainya
sesuai kebutuhan.
c. Mempermudah penyetelan konstruksi baja di lapangan.
d. Mempermudah penggantian jika suatu bagian/elemen konstruksi
mengalami rusak.
`

e. Memberikan kemungkinan adanya bagian/elemen konstruksi yang dapat


bergerak misal peristiwa muai-susut baja akibat perubahan suhu.

Terdapat beberapa alat sambungan pada perencanaan baja yang terdiri dari
paku keling, baut, dan las.

a. Paku keling
Merupakan alat sambung untuk konstruksi baja yang terbuat dari batang
baja berpenampang bulat.
b. Baut
Merupakan alat sambung dengan batang bulat dan beruli yang merupakan
salah satu ujung dibentuk kepala baut dan ujung lainnya dipasang mur atau
pengunci.
c. Las
Penyambungan baja menggunakan las dilakukan dengan memanaskan baja
hingga mencapai suhu lumer (meleleh) dengan bajan pengisi maupun tidak
dengan bahan pengisi. Setelah dingin, sambungan baja tersebut akan
menyatu dengan baik.

5.3.1 Sambungan Balok Kolom


Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan perhitungan
sambungan antara balok dan kolom adalah sebagai berikut.
Langkah 1: Menyiapkan data perencanaan

Data-data yang diperoleh merupakan data perencanaan yang telah ditetapkan sejak
awal perencanaan bangunan dan berdasarkan gaya dalam yang didapatkan.

Langkah 2: Menyiapkan data profil balok dan profil pelat sambungan

Data profil baja yang diperoleh berasal dari hasil perhitungan preliminary design
yang kemudian berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan parameter-parameter
yang diperlukan.

Langkah 3: Menyiapkan data rencana baut


`

Beberapa parameter yang diperoleh pada data perencanaan baut didapatkan dari
tabel profil baja dan perhitungan sebelumnya. Untuk menmperoleh besar lubang
baut standar menggunakan persamaan berikut.

Lubang baut standar = 𝑑𝑏 + 2

dimana:

𝑑𝑏 = diameter baut (mm)

Untuk mendapatkan nilai Baut A325 didapatkan berdasarkan SNI 1729:2020 pasal
J3 pada Tabel J3.1 yang terdapat pada Tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7 Pratarik Baut Minimum, kN [a]

Ukuran Baut, Kelompok A (misal, Baut Kelompok B (misal, Baut


mm A325M) A490M)
M16 91 114
M20 142 179
M22 176 221
M24 205 257
M27 267 334
M30 326 408
M36 475 595
[a] Sama dengan 0,70 dikalikan kekuatan tarik minimum baut, dibulatkan ke
satuan kN terdekat, seperti dispesifikasikan ASTM F3125/F3125M untuk baut
Grade A325M dan baut Grade A490M dengan ulir UNC.

Langkah 4: Melakukan Perhitungan

a. Menentukan pelat penyambung dan jarak antar baut


Persamaan yang digunakan untuk menghitung tebal pelat adalah sebagai
berikut.
ℎ+𝑏
t = …………………………………………………..…………….. (5.32)
90

dimana:
t = Tebal pelat (mm)
`

d = Tinggi penampang (mm)


b = Lebar penampang (mm)
persamaan di atas harus memenuhi syarat
𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 ≥ 𝑡𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡
b. Menentukan jarak baut
1. Jarak maksimum
𝑆1 = 4 × 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 + 100 ………………………...…………….. (5.33)
2. Jarak minimum
𝑆1 = 1.5 𝑑𝑏 ………………………...………………….…….….. (5.34)
𝑆 = 3 𝑑𝑏 ………………………...…………………………….. (5.35)
Syarat kontrol jarak baut terhadap balok dan pelat sambungan
(𝑆1 × 2 + 𝑆) ≤ ℎ
𝑆1 < ℎ
c. Menentukan kuat desain sambungan baut
1. Kuat geset baut
𝜋
𝐴𝑏 = 4 × 𝑑𝑏 2 ………………………...…………………..…….. (5.36)

𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × 𝐹𝑛𝑣 × 𝐴𝑏 ………………………...………………….. (5.37)


𝑉
𝑛 = 𝜑 𝑅𝑢 ………………………...…………………………..….. (5.38)
𝑛

dimana:
𝐴𝑏 = Luas nominal baut yang tidak berulir atau bagian yang berulir
(mm2)
𝑑𝑏 = Diameter nominal (mm)
𝜑 = faktor reduksi
𝑅𝑛 = Kekuatan nominal
𝐹𝑛𝑣 = Tegangan geser nominal (Mpa)
𝑉𝑢 =
𝑛 =
Adapun syarat untuk kontrol putus baut adalah sebagai berikut.
(𝜑 𝑅𝑛 × 𝑛) ≥ 𝑉𝑢
2. Kuat tarik baut
𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × 𝐹𝑛𝑡 × 𝐴𝑏 ………………………...………………….. (5.39)
`

dimana:
𝜑 = faktor reduksi
𝑅𝑛 = Kekuatan nominal
𝐹𝑛𝑣 = Tegangan geser nominal (Mpa)
𝐴𝑏 = Luas nominal (mm2)
d. Menentukan pelat sobek dan kuat tumpu
1. Pelat sobek
𝐿𝑐 = 𝑆1 − 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 ………………………......….. (5.40)
𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × 1.2 × 𝐿𝑐 × 𝑡 × 𝐹𝑢 ………………….....…………….. (5.41)
dimana:
𝐿𝑐 =
𝑆1 =
Lubang baut standar =
𝜑 = faktor reduksi
𝑅𝑛 = Kekuatan nominal
t =
𝐹𝑢 = Kekuatan tarik minimum (Mpa)
2. Kuat tumpu
𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × 2.4 × 𝑑 × 𝑡 × 𝐹𝑢 ……………………..…………….. (5.42)
dimana:
𝜑 = faktor reduksi
𝑅𝑛 = Kekuatan nominal
𝑑 =
t =
𝐹𝑢 = Kekuatan tarik minimum (Mpa)
3. Syarat
𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡 𝑠𝑜𝑏𝑒𝑘 ≤ 𝑘𝑢𝑎𝑡 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢
𝜑 𝑅𝑛 ≥ 𝑉𝑢
e. Kontrol tarik
1. Leleh
𝜑 𝑃𝑛 = 0.9 × 𝐴𝑔 × 𝐹𝑦 …………………...………...…………….. (5.43)
dimana:
`

𝜑 = faktor reduksi
𝑃𝑛 =
𝐴𝑔 = Luas penampang (mm2)
𝐹𝑦 = Kekuatan leleh minimum (Mpa)
2. Fraktur
𝐴𝑛 = 𝐴𝑔 − 1 × 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 × 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 …………..k..... (5.44)
𝑥
𝑢 =1− 90

𝐴𝑒 = 𝐴𝑔 × 𝑢
𝜑 𝑃𝑛 = 0.75 × 𝐴𝑒 × 𝐹𝑢
dimana:
𝐴𝑛 =
𝐴𝑔 =
𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 =
𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 =
𝑢 =
x̄ =
𝐴𝑒 =
𝐹𝑢 = Kekuatan tarik minimum (Mpa)
3. Geser blok
𝐴𝑛𝑣 = ((𝑆1 + 𝑆 × 3) 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 ) − (3.5 × 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 × 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 )
𝐴𝑛𝑡 = (𝑆1 × 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 ) − (0.5 × 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 × 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 )
𝐴𝑔𝑣 = (𝑆1 + 𝑆) 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝐴𝑔𝑡 = 𝑆1 × 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
𝜑 𝑅𝑛1 = 0.75 × (0.6 × 𝐹𝑢 × 𝐴𝑛𝑣 + 1 × 𝐹𝑢 × 𝐴𝑛𝑡 )
𝜑 𝑅𝑛2 = 0.75 × (0.6 × 𝐹𝑦 × 𝐴𝑔𝑣 + 𝑈𝑏𝑠 × 𝐹𝑢 × 𝐴𝑛𝑡 )
dimana:
𝐴𝑛𝑣 =
𝑆1 =
S =
𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 =
𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 =
`

𝐴𝑛𝑡 =
𝐴𝑔𝑣 =
𝐴𝑔𝑡 =
𝜑 𝑅𝑛1 =
𝐹𝑢 = Kekuatan tarik minimum (Mpa)
𝜑 𝑅𝑛2 =
𝐹𝑦 = Kekuatan leleh minimum (Mpa)
𝑈𝑏𝑠 =
4. Syarat
𝜑 𝑃𝑛 ≥ 𝑉𝑢
f. Menentukan kombinasi geser dan tarik
1. Tipe tumpuan
𝑃𝑢
𝑃𝑢 = 4
𝑉𝑢
𝑉𝑢 = 4
𝜋
𝐴𝑏 = × 𝑑𝑏 2
4
𝑉𝑢
𝐹𝑟𝑣 =
𝐴𝑏
𝐴𝑛𝑣
F’nt = 1.3 × 𝐴𝑛𝑣 − (𝐹 ) 𝐹𝑟𝑣
𝑛𝑡 × 𝐹𝑛𝑣

dimana:
𝑃𝑢 =
𝑉𝑢 =
𝐴𝑏 = Luas nominal (mm2)
𝑑𝑏 =
𝐹𝑟𝑣 =
F’nt = Tegangan tarik nominal yang dimodifikasi untuk memperhitungkan
efek tegangan geser (Mpa)
𝐴𝑛𝑣 =
𝐹𝑛𝑡 = Tegangan tarik nominal (Mpa)
𝐹𝑛𝑣 = Tegangan geser nominal (Mpa
𝐹𝑟𝑣 = Tegangan geser perlu (Mpa)
2. Kuat tarik
`

𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × F’nt × 𝐴𝑏
dimana:
𝜑 = faktor reduksi
𝑅𝑛 = Kekuatan nominal
F’nt = Tegangan tarik nominal yang dimodifikasi untuk memperhitungkan
efek tegangan geser (Mpa)
𝐴𝑏 = Luas nominal (mm2)
syarat:
𝜑 𝑅𝑛 ≥ 𝑃𝑢
3. Tipe slip critical
𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × 𝜇 × 𝐷𝑢 × ℎ𝑓 × 𝑡𝑏 × 𝑛𝑠
𝑃𝑢
1000
𝐾𝑠𝑐 =1− 1.13 × 𝑠 × 4

𝜑 = faktor reduksi
𝑅𝑛 = Kekuatan nominal
𝜇 =
𝐷𝑢 =
ℎ𝑓 =
𝑡𝑏 =
𝑛𝑠 =
𝐾𝑠𝑐 =
𝑃𝑢 =
syarat:
𝜑 𝑅𝑛 ≥ 𝑉𝑢 a
g. Menetukan gaya tarik akibat momen
𝑆1 + 𝑆 × 3
𝑦2 = 1000
𝑆1 + 𝑆 × 2
𝑦4 = 1000
𝑆1 + 𝑆
𝑦6 = 1000
1𝑆
𝑦8 = 1000

Σ 𝑦2 = (𝑦2 + 𝑦4 + 𝑦6 + 𝑦8 )2
`

𝑀𝑢 × 𝑦2
𝑇𝑖 = Σ 𝑦2
𝑉𝑢
𝑅𝑢𝑣 = 8
𝑃𝑢
𝑅𝑢𝑡 = 8

𝑅𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 = 𝑅𝑢𝑡 + 𝑇𝑖


𝑅 2 𝑅𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 2
𝑅𝑢 = (𝜑 𝑅𝑢𝑣 ) + ( )
𝑛𝑣 𝜑 𝑅𝑛𝑡

dimana:
𝑦2 =
𝑆1 =
𝑠 =
𝑦4 =
𝑦6 =
𝑦8 =
Σ 𝑦2 =
𝑇𝑖 =
𝑅𝑢𝑣 =
𝑉𝑢 =
𝑅𝑢𝑡 =
𝑃𝑢 =
𝑅𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 =
𝑅𝑢 = Kekuatan perlu
𝑅𝑛𝑣 =
𝑅𝑛𝑡 =
syarat:
𝑅𝑢 ≤ 1

A. Sambungan Balok Kolom Lantai 3


Berikut ini merupakan contoh perhitungan sambungan balok kolom pada lantai
3.

Langkah 1: Menyiapkan data perencanaan


`

Tabel 5.8 Data Perencanaan Sambungan Balok Kolom Lantai 3

DATA PERENCANAAN
Keterangan Nilai Satuan
𝑃𝑢 0 N
𝑉𝑢 27020.1 N
𝑀𝑢 30582.99 Nm

Langkah 2: Menyiapkan data profil balok dan profil pelat


sambungan

Tabel 5.9 Data Profil Penampang Balok dan Pelat Sambungan Lantai 3

DATA PROFIL PENAMPANG BALOK & PELAT SAMBUNGAN


Keterangan Nilai Satuan
Profil penampang: 250 mm × 150 mm × 11 mm × 11 mm
h (d) 250 mm
b 150 mm
Profil pelat sambungan: 90 mm × 90 mm × 9 mm
Mutu baja: BJTS 41
𝐴𝑔 1550 mm2
x̄ 25.4 mm
h (d) 90 mm
b 90 mm
𝐹𝑢 410 Mpa
𝐹𝑦 250 Mpa

Langkah 3: Menyiapkan data rencana baut

Tabel 5.10 Data Rencana Baut Pada Sambungan Balok dan Kolom Lantai 3

DATA RENCANA BAUT


Keterangan Nilai Satuan
Diameter baut 𝑑𝑏 16 mm
Lubang baut standar 18 mm
𝐹𝑛𝑣 372 Mpa
𝐹𝑛𝑡 620 Mpa
𝑇𝑏 91

Langkah 4: Melakukan Perhitungan

a. Menentukan pelat penyambung dan jarak antar baut


Persamaan yang digunakan untuk menghitung tebal pelat adalah sebagai
berikut.
ℎ+𝑏
t = 90
`

250 + 150
= 90

= 4.44 mm
𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 = 9 mm
Syarat:

𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 ≥ 𝑡𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡
9 ≥ 4.44

Memenuhi syarat (Oke)


b. Menentukan jarak baut
1. Jarak maksimum
𝑆1 = 4 × 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 + 100
= 4 × 9 + 100
= 136 mm
𝑆 = 200 mm
2. Jarak minimum
𝑆1 = 1.5 𝑑𝑏
= 1.5 × 16
= 24 mm
≈ 25 mm
𝑆 = 3 𝑑𝑏
= 3 × 16
= 48 mm
≈ 50 mm
Syarat kontrol jarak baut terhadap balok dan pelat sambungan
Nilai yang digunakan:
𝑆1 = 50 mm
𝑆 =100 mm

(𝑆1 × 2 + 𝑆) ≤ ℎ
(50 × 2 + 100) ≤ 250
200 ≤ 250

Memenuhi syarat (Oke)


c. Menentukan kuat desain sambungan baut
`

1. Kuat geset baut


𝜋
𝐴𝑏 = 4 × 𝑑𝑏 2
𝜋
= 4 × 162

= 201 mm
𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × 𝐹𝑛𝑣 × 𝐴𝑏
= 0.75 × 372 × 201
= 56067.84 N
𝑉
𝑛 = 𝜑 𝑅𝑢
𝑛

27020.1
= 56067.84

= 0.48 buah
≈ 1 buah
Adapun syarat untuk kontrol putus baut adalah sebagai berikut.
(𝜑 𝑅𝑛 × 𝑛) ≥ 𝑉𝑢
(56067.84 × 1) ≥ 27020.1
56067.84 ≥ 27020.1
Memenuhi syarat (Oke)
2. Kuat tarik baut
𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × 𝐹𝑛𝑡 × 𝐴𝑏
= 0.75 × 620 × 201
= 93446.4 N
𝑃
𝑛 = 𝜑 𝑅𝑢
𝑛

0
= 93446.4

= 0 buah
Jumlah baut yang digunakan = 4 buah
d. Menentukan pelat sobek dan kuat tumpu
1. Pelat sobek
𝐿𝑐 = 𝑆1 − 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
= 50 − 18
= 32 mm
𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × 1.2 × 𝐿𝑐 × 𝑡 × 𝐹𝑢
`

= 0.75 × 1.2 × 32 × 9 × 410


= 106272 N
2. Kuat tumpu
𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × 2.4 × 𝑑 × 𝑡 × 𝐹𝑢
= 0.75 × 2.4 × 16 × 9 × 410
= 106272 N
3. Syarat
Syarat 1:

𝑝𝑒𝑙𝑎𝑡 𝑠𝑜𝑏𝑒𝑘 ≤ 𝑘𝑢𝑎𝑡 𝑡𝑢𝑚𝑝𝑢


106272 ≤ 106272

Syarat 2:

𝜑 𝑅𝑛 ≥ 𝑉𝑢
106272 ≥ 27020.1

Kedua persamaan di atas memenuhi syarat (oke)


e. Kontrol tarik
1. Leleh
𝜑 𝑃𝑛 = 0.9 × 𝐴𝑔 × 𝐹𝑦
= 0.9 × 1550 × 250
=
2. Fraktur
𝐴𝑛 = 𝐴𝑔 − 1 × 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 × 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 …
= 1550 − 1 × 18 × 9 …
= 348750 N
𝑥
𝑢 =1− 90
25.4
=1− 90

= 0.71
𝐴𝑒 = 𝐴𝑔 × 𝑢
= 1550 × 0.71
= 996.27 mm2
`

𝜑 𝑃𝑛 = 0.75 × 𝐴𝑒 × 𝐹𝑢
= 0.75 × 1550 × 410
= 306255 N
3. Geser blok
𝐴𝑛𝑣 = ((𝑆1 + 𝑆 × 3) 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 ) − (3.5 × 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 × 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 )
= ((50 + 100 × 3) × 9) − (3.5 × 18 × 9)
= 945 mm2
𝐴𝑛𝑡 = (𝑆1 × 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 ) − (0.5 × 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 × 𝑡𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 )
= (50 × 9) − (0.5 × 18 × 9)
= 369 mm2
𝐴𝑔𝑣 = (𝑆1 + 𝑆) 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
= (50 + 100) × 18
= 2700 mm3
𝐴𝑔𝑡 = 𝑆1 × 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑢𝑡 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
= 50 × 18
= 900 mm4
𝜑 𝑅𝑛1 = 0.75 × (0.6 × 𝐹𝑢 × 𝐴𝑛𝑣 + 1 × 𝐹𝑢 × 𝐴𝑛𝑡 )
= 0.75 × (0.6 × 410 × 945 + 1 × 410 × 369)
= 287820 N
𝜑 𝑅𝑛2 = 0.75 × (0.6 × 𝐹𝑦 × 𝐴𝑔𝑣 + 𝑈𝑏𝑠 × 𝐹𝑢 × 𝐴𝑛𝑡 )
= 0.75 × (0.6 × 250 × 2700 + 1 × 410 × 369)
= 417217.50 N
Nilai 𝜑 𝑅𝑛 yang digunakan = 287820 N
4. Syarat
Nilai 𝜑 𝑃𝑛 yang digunakan = 287820 N

𝜑 𝑃𝑛 ≥ 𝑉𝑢
287820 ≥ 27020.1

Memenuhi syarat (Oke)


f. Menentukan kombinasi geser dan tarik
1. Tipe tumpuan
`

𝑃𝑢
𝑃𝑢 = 4
0
=4

= 0 N/baut
𝑉𝑢
𝑉𝑢 = 4
27020.1
= 4

= 6755.025 N/baut
𝜋
𝐴𝑏 = × 𝑑𝑏 2
4
𝜋
= × 162
4

= 201 mm2
𝑉
𝐹𝑟𝑣 = 𝐴𝑢
𝑏

6755.025
= 201

= 33.6 Mpa
𝐹
F’nt = 1.3 × 𝐹𝑛𝑡 − (𝜑×𝑛𝑡𝐹 ) 𝐹𝑟𝑣
𝑛𝑣

620
= 1.3 × 620 − (0.75× 372) 33.6

= 731.30 Mpa
2. Kuat tarik
𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × F’nt × 𝐴𝑏
= 0.75 × 731.30 × 201
= 110221.94 Kn
syarat:

𝜑 𝑅𝑛 ≥ 𝑃𝑢
110221.94 ≥ 0
Memenuhi syarat
3. Tipe slip critical
𝜑 𝑅𝑛 = 𝜑 × 𝜇 × 𝐷𝑢 × ℎ𝑓 × 𝑡𝑏 × 𝑛𝑠
= 30849 N
𝑃𝑢
1000
𝐾𝑠𝑐 = 1 − 1.13 × 𝑠 × 4
`

0
1000
=1− 1.13 × 100 × 4

=1
𝜑 𝑅𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 𝜑 𝑅𝑛 × 𝐾𝑠𝑐
= 30849 × 1
= 30849 kN
syarat:

𝜑 𝑅𝑛 ≥ 𝑉𝑢
30849 ≥ 27020.1
Memenuhi syarat (Oke)
g. Menetukan gaya tarik akibat momen
𝑆1 + 𝑆 × 3
𝑦2 = 1000
50+ 100 × 3
= 1000

= 0.25 m
𝑆1 + 𝑆 × 2
𝑦4 = 1000
50+ 100 × 2
= 1000

= 0.15 m
Σ 𝑦2 = (𝑦2 + 𝑦4 )2
= (0.25 + 0.15 )2
= 0.16 m2
𝑀𝑢 × 𝑦2
𝑇𝑖 = Σ 𝑦2
30582.99 × 0.25
= 0.16

= 47785.92 N
𝑉𝑢
𝑅𝑢𝑣 = 4
27020.1
= 4

= 6755.025 N
𝑃𝑢
𝑅𝑢𝑡 = 4
0
=4

=0N
`

𝑅𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 = 𝑅𝑢𝑡 + 𝑇𝑖


= 0 + 47785.92
= 47785.92 N
𝑅 2 𝑅𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑘𝑎𝑖 2
𝑅𝑢 = (𝜑 𝑅𝑢𝑣 ) + ( )
𝑛𝑣 𝜑 𝑅𝑛𝑡

6755.025 2 47785.92 2
= ( 56057.84 ) + ( 92446.4 )

= 0.27 N
Syarat:

𝑅𝑢 ≤ 1
0.27 ≤ 1

Memenuhi syarat (Oke)


Maka disimpulkan kebutuhan sambungan pada balok kolom lantai 3 dapat
dilihat pada Tabel 5.11 berikut.

Tabel 5.11 Rekapitulasi Kebutuhan Sambungan Baut Balok Kolom Lantai 3

Kebutuhan Sambungan Balok Kolom Lantai 3


Keterangan Nilai Satuan
Profil sambungan: 90 mm × 90 mm × 9 mm
Tebal pelat
9 mm
sambungan
𝑆1 50 mm
𝑆 100 mm
Diameter baut (𝑑𝑏 ) 16 mm
Jumlah baut 4 buah

B. Sambungan Balok Kolom Lantai 2


Dengan melakukan langkah-langkah perhitungan yang sama dengan
perhitungan sambungan balok kolom lantai 3, diperoleh rekapitulasi data
perencanaan sambungan balok kolom lantai 2 tertera pada Tabel 5.12 berikut.

Tabel 5.12 Rekapitulasi Kebutuhan Sambungan Baut Balok Kolom Lantai 2

Kebutuhan Sambungan Balok Kolom Lantai 2


Keterangan Nilai Satuan
Profil sambungan: 100 mm × 100 mm × 14 mm
Tebal pelat
14 mm
sambungan
𝑆1 50 mm
`

𝑆 65 mm
Diameter baut (𝑑𝑏 ) 20 mm
Jumlah baut 8 buah

C. Sambungan Balok Kolom Lantai 1


Dengan melakukan langkah-langkah perhitungan yang sama dengan
perhitungan sambungan balok kolom lantai 3, diperoleh rekapitulasi data
perencanaan sambungan balok kolom lantai 1 tertera pada Tabel 5.13 berikut.

Tabel 5.13 Rekapitulasi Kebutuhan Sambungan Baut Balok Kolom Lantai 1

Kebutuhan Sambungan Balok Kolom Lantai 1


Keterangan Nilai Satuan
Profil sambungan: 100 mm × 100 mm × 14 mm
Tebal pelat
14 mm
sambungan
𝑆1 50 mm
𝑆 65 mm
Diameter baut (𝑑𝑏 ) 20 mm
Jumlah baut 8 buah
5.3.2 Sambungan ----------

5.4 Desain Tumpuan/Base Plate


Ada
`

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Ada

6.2 Saran
ada
`

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai