Anda di halaman 1dari 20

RPS 5

“Akuntansi Modal Bank”

Dosen Pengampu:

Drs. Made Mertha, M.Si, Ak,CA,CPA.

Oleh:

Kelompok 5

EKA 329/B2

Ni Putu Ari Mirayani 2107531266 ; 2021

Kadek Mitta Pradila Yuardi 2107531268 ; 2021

Kadek Adysti Ulandari 2107531271 ; 2021

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

TAHUN 2022
PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Modal Bank


Pengertian modal menurut Dahlan Siamat (2000;56): “Modal bank adalah dana yang
diinvestasikan oleh pemilik dalam rangka pendirian badan usaha yang dimaksudkan
untuk membiayai kegiatan usaha bank disamping memenuhi peraturan yang ditetapkan”
Adapun pengertian modal menurut Komaruddin Sastradipoera (2004;297): “Modal bank
sebagai sejumlah dana yang diinvestasikan dalam berbagai jenis usaha (ventura)
perbankan yang relevan.
Pembagian jenis modal bank di Indonesia dapat diklasifikasikan sesuai Standard
Bank For International Settlements, yaitu:
1. Modal Inti
Modal inti terdiri dari modal disetor, modal sumbangan, cadangan-cadangan yang
dibentuk dari laba setelah pajak dan laba yang diperoleh setelah diperhitungkan pajak.
a. Modal inti yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya.
b. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham,
termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut
dijual. Modal Ini sering disebut modal donasi.
c. Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan
atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak, dan mendapat persetujuan dari rapat
umum pemegang saham.
d. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba yang dikurangi pajak yang disisihkan untuk
tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham.
e. Laba ditahan dimaksudkan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang
oleh rapat umum pemegang saham diputuskan untuk tidak dibagikan.
f. Laba tahun lalu adalah laba tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak yang belum
ditetapkan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham.
g. Laba tahun berjalan setelah dikurangi dengan taksiran hutang pajak. Laba tahun
berjalan ini hanya diperhitungkan sebagai modal inti sebesar 50%.
Modal inti merupakan modal yang disetor para pemilik bank dan modal yang
berasal dari cadangan yang dibentuk ditambah dengan laba yang ditahan. Porsi
terbesar modal inti terletak pada modal saham yang disetor. Sedangkan selebihnya
sangat tergantung laba yang diperoleh dan kebijakan Rapat Umum Pemegang Saham.
Untuk modal disetor berupa saham biasa. Pemegang saham biasa memiliki hak
suara, sehingga dapat mengendalikan manajemen bank. Pada saham preferen,
pemegangnya tidak mempunyai hak suara namun pembagian dividennya akan
didahulukan sebelum membayar dividen saham biasa.
Pencatatan modal saham dilakukan sebesar harga nominal. Selisih harga saham di
atas nilai nominal dicatat sebagai aglo saham. Selisih harga saham di bawah nilai
nominal dicatat sebagai disagio saham. Agio saham akan diamortisasi setiap akhir
periode dan disagio saham akan diakumulasi setiap akhir periode.
Harga saham atau nilai modal disetor (paid in capital) merupakan total yang
dibayar oleh pemegang saham kepada bank emiten untuk ditukarkan dengan saham
preferen atau saham biasa. Nilai modal disetor merupakan penjumlahan nilai nominal
ditambah dengan agio saham atau nilai nominal dikurangi disagio saham. Sedangkan
nilai nominal merupakan nilai kewajiban yang ditetapkan untuk tiap-tiap lembar
saham. Nilai nominal ditentukan berkaitan dengan kepentingan hukum, misalnya
untuk proteksi terhadap kreditur. Dalam hal bank emiten menerbitkan saham biasa
dan saham preferen, maka penyajian dalam neraca saham preferen harus didahulukan.
Contoh:
a. Tanggal 2 Januari 2017 telah diterima setoran awal dana dari Bapak Surya Darma
untuk modal bank berupa uang tunai Rp500.000.000, aktiva tetap berupa tanah
senilai Rp600.000.000, kendaraan baru dan belum disusut senilai Rp200.000.000,
inventaris kantor senilai Rp 200.000.000, Setoran ini dicatat dalam bentuk
saham biasa untuk 150.000 lembar dengan nilai nominal Rp10.000 per lembar,
kurs 103%.
b. Tanggal 10 Januari 2017 dijual saham biasa 10.000 lembar dengan nominal
Rp5.000, kurs 97%. Pembayaran diterima tunai.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

2/1/2017 Dr. Kas 545.000.000

Dr. AT. Tanah 600.000.000

Dr. AT. Kendaraan 200.000.000

Dr. AT. Inventaris Kantor 200.000.000

Cr. Modal Disetor-Saham 1.500.000.000


Cr. Agio Saham 45.000.000

Dr. Kas 48.500.000

Cr. Disagio Saham 1.500.000

Cr. Modal Disetor-Saham 50.000.000


Bank yang mengeluarkan saham sering menerima pesanan saham dari calon
investor. Saham yang dijual secara pesanan harus diserahkan setelah dilunasi
seluruhnya. Perlakuan akuntansi untuk pemesanan saham adalah emiten akan
mendebit piutang pemesan saham dan mengkredit modal saham yang dipesan. Dalam
hal pemesan tidak melunasi sisa pembayaran saham, maka emiten dapat
mengembalikan jumlah pembayaran sebelumnya, atau dijadikan hak milik emiten
(bila ada perjanjian) dan dimasukkan sebagai komponen tambahan modal dengan
perkiraan tambahan modal-pembatalan pemesanan saham. Cara lain untuk mera ini
adalah dengan mengeluarkan saham yang jumlahnya sama dengan jumlah pembayaran
yang telah diterima. Alternatif-alternatif ini dilakukan berdasarkan perjanjian yang
telah disepakati antara emiten dengan calon pemodal.
Contoh transaksi pemesanan saham:
a. Tanggal 15 Juni 2017 Bank Mitra Buana menerima pesanan saham 100.000 lembar
saham blara dari PT Mirana dengan kurs 102. Harga nominal per lembar Rp10.000
uang muka pesanan saham diterima 60% tunai.
b. Tanggal 30 Juni 2017 pesanan saham tersebut dilunasi secara tunai.

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

15/6/2017 Dr. Kas 612.000.000

Dr. Piutang- PT Mirana 408.000.000

Cr. Modal Saham Dipesen 1.000.000.000

Cr. Agio Saham 20.000.000

30/6/2017 Dr. Kas 408.000.000

Dr. Modal Saham Dipesen 1.000.000.000

Cr. Piutang- PT Mirana 408.000.000


Cr. Modal Disetor-Saham 1.000.000.000
Bila di kemudian hari pemesan saham tidak mampu melunasi kekurangannya
dan bank selaku emiten harus mencatatnya sesuai dengan perjanjian yang disepakati
awal.
Contoh:
Bila pesanan saham yang dilakukan oleh PT Mirana tidak dilunasi, dan Bank Mitra
Buana mengembalikannya sebesar 80% dari nilai yang telah dibayar, maka jurnalnya
adalah:

Tanggal Rekening Debit (Rp) Kredit (Rp)

15/6/2017 Dr. Agio Saham 20.000.000

Dr. Modal Saham yang Dipesan 1.000.000.000

Cr. Piutang - PT Mirana 408.000.000

Cr. Kas 489.600.000

Cr. Pendapatan Lain-Lain 122.400.000


Keterangan:
Telah Diterima Tunai = Rp 612.000.000
Dikembalikan 80% = Rp 489.600.000
Pendapat Lain-lain = Rp 122.400.000
Struktur modal bank menjadi pertimbangan penting bagi pemilik lama, oleh
karena itu pembelian kembali saham yang telah beredar dapat dilakukan dalam
kerangka untuk mempertahankan struktur kepemilikan, menghindari hostile takeover,
memenuhi tuntutan regulasi atau untuk mengimbangi penurunan skala operasi bark
yang semakin menurun sehingga tidak perlu modal besar, Saham yang dibeli kembali
disebut saham treasuri.
Perlakuan akuntansi untuk saham treasuri terdiri dari dua macam. Yang pertama
dicatat berdasarkan harga perolehan dan cara lain saham dicatat sebesar harga
nominal. Selisih antara jumlah yang dibayarkan pada saat perolehan kembali dengan
jumlah yang diterima pada saat pengeluaran saham tidak diakui sebagai late atau rugi
suatu bank. Oleh karena itu saham treasuri tidak boleh diperlakukan sebagai aktiva
bank, namun hanya sebagai pengurang terhadap modal saham.
Saham yang diperoleh kembali yang dicatat sebesar harga perolehan, maka pada
saat dijual kembali juga dicatat atau dikreditkan sebesar harga perolehannya. Bila
pembelian saham treasuri dilakukan lebih dari satu kali, maka dapat digunakan
Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTP) can disajikan sebagai pengurang
modal saham. Selisih harga jual kembali dengan harga perolehannya diperlakukan
sebagai tambahan modal, sebaliknya bila harga jual kembali lebih rendah dari harga
perolehannya maka selisihnya diperlakukan sebagai pengurang modal, dalam hal ini
dibebankan pada rekening tambahan modal untuk saham treasuri. Bila saldo tambahan
modal saham treasuri tidak mencukupi untuk menanggung kerugian penjualan saham
treasuri, maka selanjutnya bisa dibebankan pada laba ditahan.
Bagaimana bila pencatatan didasarkan pada harga nominal? Pada metode ini
saham yang diperoleh kembali dicatat sebesar harga nominal dan disajikan sebagai
pengurang terhadap modal saham. Bila harga perolehan kembali saham treasury
semula dikeluarkan dengan harga di atas harga nominal (harga part), maka harus
didebit agio saham. Kalau jumlah yang dibayarkan lebih besar daripada pada saat
pengeluaran saham, maka bank dapat mendebet rekening laba ditahan, sebaliknya bila
yang dibayarkan lebih kecil daripada saat pengeluaran saham maka dikreditkan ke
rekening tambahan modal-saham treasuri.
Penarikan Kembali Saham Treasuri
Saham treasuri yang ditarik kembali, berarti saham tersebut tidak akan diedarkan
kembali. Perlakuan akuntansi untuk saham trasuri yang ditarik tergantung metode
pencatatan sebelumnya. Bila berdasarkan harga perolehan, maka kenaikan atau
penurunan saham treasuri harus diakui pada saat saham tersebut ditarik kembali. Jika
sebelumnya diketahui bahwa harga perolehan saham trasuri lebih kecil daripada harga
saham ketika emisi, maka kenaikan ini dicatat dengan mengkredit rekening tambahan
modal saham trasuri. Bila terjadi sebaliknya, maka bank dapat mendebet rekening
tambahan modal (agio saham) atau laba ditahan. Bila pencatatan didasarkan pada
harga nominal, maka bank telah mengakui kenaikan atau penurunannya, sehingga
pada saar penarikan tidak perlu mengakui selisih atau kenaikan/penurunan tersebut.
Contoh : Misalkan setelah terjadi transaksi pembelian kembali saham treasuri di
Bank ABC pada tanggal 30 Juni 2017, Bank ABC menyatakan menarik 10.000 lembar
saham treasuri tersebut pada tanggal 15 Juli 2017. Maka pencatatannya yaitu:
Berdasarkan Metode Harga Perolehan

15/6/2017 Dr. Modal Saham 50.000.000


Dr. Agio Saham 50.000.000
Cr. Tambahan Modal -Sh. 1.500.000
Cr. Saham Treasuri 51.500.000

Berdasarkan Metode Harga Nominal


50.000.000
15/7/2017 Dr. Modal Saham
Cr. Saham Treasuri 50.000.000

2. Modal Pelengkap
Modal pelengkap terdiri dari cadangan-cadangan yang dibentuk tidak berasal
dari laba, modal pinjaman, serta pinjaman subordinasi. Cadangan revaluasi aktiva
tetap yakni cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang
telah mendapat persetujuan dari Direktorat Jendral Pajak. Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan,
dengan maksud untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagian akibat
tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktifnya. Modal pinjaman
merupakan utang yang didukung oleh instrumen atau warkat yang memiliki sifat-sifat
seperti modal dan mempunyai ciri-ciri tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan,
tidak dapat ditarik atau dilunasi atas inisiatif pemilik tanpa persetujuan BI,
mempunyai kedudukan sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank
melebihi laba ditahan dan cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum
dilikuidasi, dan pembayaran bunga dapat ditangguhkan apabila bank dalam keadaan
rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut. Pencatatan
modal pinjaman dimulai saat penerbitan atau penjualan warkat modal pinjaman.
Modal pinjaman dicatat sebesar nilai nominal. Biaya-biaya penerbitan warkat modal
pinjaman dapat ditangguhkan dan diamortisasi secara sistematis selama taksiran
jangka waktunya, yang selama-lamanya 5 tahun.

Pencatatan saat penerbitan (Penjualan Warkat)

Dr. Giro Bank-Bank Lain xx

Dr. Biaya Penerbitan Modal Pinjaman Dibayar di Muka xx


Cr. Modal Pinjaman xx

Pencatatan saat amortisasi biaya penerbitan

Dr. Biaya Penerbitan Modal Pinjaman xx

Cr. Biaya Penerbitan MP Dibayar di Muka xx

Pencatatan saat penyesuaian bunga

Dr. Biaya Bunga xx

Cr. Bunga MP Masih harus dibayar xx

Pencatatan saat pembayaran bunga

Dr. Bunga MP Masih harus dibayar xx

Cr. Kas/Giro Bank-Bank Lain/Giro BI xx

Pencatatan saat pelunasan pokok pinjaman

Dr. Modal Pinjaman xx

Cr. Giro BI/Kas/Giro Bank-Bank Lain xx

Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang memenuhi syarat-syarat ada


perjanjian tertulis, mendapat persetujuan Bank Indonesia dan tidak dijamin oleh bank
yang bersangkutan dan telah disetor penuh dengan minimal jangka waktu 5 tahun,
pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapatkan persetujuan BI serta hak tagih
beradda pada urutan paling akhir dalam hal bank dilikuidasi.

Pinjaman yang diterima bank dapat dikelompokkan pinjaman subordinasi bila


memeuhi persyaratan:

a. Ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman

b. Mendapat persetujuan dari Bank Indonesia

c. Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah dibayar pebuh

d. Jangka waktu pinjaman minimal 5 tahun

e. Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia,
dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank yang bersangkutan tetap sehat

f. Hak tagihnya berlaku paling akhir dalam hal terjadi likuidasi.


Akuntansi Pinjaman Subordinasi
Akuntansi untuk pos ini pencatatannya dimulai dari komitmen disepakati,
kemudian pada saat realisasi, dan pencatatan selama periode pinjaman subordinasi
berupa angsuran pokok dan bunga.

Pencatatan pada saat komitmen ditandatangani

Dr. Fasilitas Pinjaman Subordinasi disetujui dan Belum direalisasi xx

Cr. Fasilitas pinjaman subordinasi disetujui dan belu direalisasi xx

Pencatatan saat pinjaman direalisasi

Dr, Giro BI xx

Cr. Pinjaman Subordinasi xx

Pencatatan pada saat penyesuaian bunga akhir setiap akhir periode

Dr. Biaya Bunga xx

Cr. Bunga yang Masih Harus Dibayar xx

Pencatatan pada saat pembayaran bunga setelah penyesuaian

Dr. Bunga yang Masih Harus Dibayar xx


Cr. Giro BI/Bank-Bank Lain xx
Pencatatan pada saat pelunasan
Dr. Pinjaman Subordinasi xx
Cr. Giro BI/Bank-Bank Lain xx

3. Modal Pelengkap Tambahan


Bank dapat memperhitungkan modal pelengkap tambahan untuk tujuan
perhitungan kebutuhan penyediaan modal minimum (KPMM) atau Capital Adequacy
Ratio (CAR) secara individual dan atau secara konsolidasi dengan perusahaan anak.
Modal pelengkap tambahan dalam perhitungan KPMM hanya dapat digunakan untuk
memperhitungkan risiko pasar. Pos yang dapat diperhitungkan sebgaia modal
pelengkap tambahan adalah pinjaman subordinasi yang memenuhi kriteria:
a. Tidak dijamin oleh bank atau perusahaan anak yang bersangkutan dan telah disetor
penuh
b. Memiliki jangka waktu perjanjian sekurang-kurangnya 2 tahun
c. Tidak dapat dibayar sebelum jadwal waktu yang ditetapkan dalam perjanjuan
pinjaman kecuali dengan persetujuan Bank Indonesia
d. Terdapat klausula yang mengikat yang menyatakan bahwa tidak dapat dilakukan
pembayaran pokok atau bunga, termasuk pembayaran pada saat jatuh tempo,
apabila pembayaran dimaksud dapat menyebabkan KPMM secara individual atau
secara konsolidasi dengan perusahaan anak tidak memenuhi ketentuan yang
berlaku
e. Terdapat perjanjian pinjaman yang jelas termasuk jadwal pelunasannya
f. Memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia
Modal pelengkap tambahan untuk memperhitungkan risiko pasar hanya dapat
digunakan dengan memenuhi kriteria tidak melebihi 250% dari bagian modal inti
yang dialokasikan untuk memperhitungkan risiko pasar dan jumlah modal pelengkap
dan modal pelengkap tambahan paling tinggi sebesar 100% dari modal inti. Modal
pelengkap yang tidak digunakan dapat ditambahkan untuk modal pelengkap tambahan
dengan memenuhi kriteria tersebut. Pinjaman subordinasi sebagaimana diatur dalam
ketentuan yang berlaku dan melebihi 50% modal inti dapat digunakan sebagai
komponen modal pelengkap tambahan dengan tetap memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam kriteria diatas.
2.2 Rasio Kecukupan Modal Bank Perkreditan Rakyat
Tata cara perhitungan kecukupan modal bank perkreditan rakyat dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. Dalam menghitung ATMR, pos-pos aktiva diberikan bobot risiko yang besarnya
didasarkan pada risiko yang terkandung pada aktiva Itu sendiri atau risiko yang
didasarkan pada jenis aktiva, golongan debitur, penjamin, atau sifat barang
b. Dengan memperhatikan prinsip pada angka 1 maka rincian bobot risiko adalah
sebagai berikut:

0% : a Kas

b Sertifikat Bank Indonesia (SBI).


c Kredit dengan agunan berupa SBI, tabungan dan deposito yang diblokir
pada BPR yang bersangkutan disertai dengan surat kuasa pencairan
emas
dan logam mulia, sebesar nilai terendah antara agunan dan baki debet.

d Kredit kepada Pemerintah Pusat.

20% : a. Giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, serta tagihan lainnya

kepada bank lain.

b. Kredit kepada atau yang dijamin oleh bank lain atau Pemerintah Daerah.

40% : Kredit Pemillikan Rumah (KPR) yang dijamin oleh hak tanggungan pertama :
dengan tujuan untuk dihuni

50% : a. Kredit kepada atau yang dijamin oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Yang dimaksud dengan BUMN
sebagai penjamin adalah lembaga penjamin kredit milik Pemerintah Pusat.
Yang dimaksud dengan BUMD sebagai penjamin adalah BUMD yang
melakukan usaha sebagai perusahaan penjamin dan melakukan perjanjian
kerjasama penjaminan kredit dengan lembaga penjamin kredit milik
Pemerintah Pusat.
b. Kredit kepada pegawai/pensiunan, yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) Pegawai/pensiunan yang menerima kredit adalah:

a) Pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI/POLRI, pegawai


lembaga negara, atau pegawai BUMN/BUMD;
b) Pensiunan PNS, pensiunan anggota TNI/POLRI, pensiunan
pegawai lembaga negara, atau pensiunan pegawai BUMN/BUMD;

2) Pegawai/pensiunan dijamin dengan asuransi jfwa dari perusahaan


asuransi yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a) Memiliki izin usaha dari instansi yang berwenang;

b) Laporan keuangan terakhir telah diaudit oleh akuntan publik


dan memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas minimum sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; dan
c) Tidak merupakan pihak terkait dengan BPR;

3) Pembayaran angsuran/pelunasan kredit bersumber dari gafi/pensiun


berdasarkan Surat Kuasa Memotong Gaji/Pensiun kepada BPR. Dalam
hal pembayaran gaji/pensiun dilakukan melalui bank lain atau BUMN
lain, maka BPR harus memiliki perjanjian kerjasama dengan bank lain
atau BUMN lain pembayar gaji/pensiun untuk melakukan pemotongan
gafi/ pensiun dalam rangka pembayaran angsuran/pelunasan kredit; dan
4) BPR menyimpan asli surat pengangkatan pegawai atau surat keputusan
pensiun atau Kartu Registrasi Induk Pensiun (KARIP) dan polis
pertanggungan asuransi jiwa debitur.

85% : Kredit kepada usaha mikro dan kecil. Kredit kepada usaha mikro adalah kredit
dengan plafon sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Kredit
kepada usaha kecil adalah kredit dengan plafon di atas Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah),

100% : a. Kredit kepada atau yang dijamin oleh perorangan, koperasi, atau kelompok
dan perusahaan lainnya.
b. Aktiva tetap dan inventaris (nilai buku).

c. Aktiva lainnya selain tersebut di atas.

c. Aktiva produktif dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan, atau Macet dalam
perhitungan ATMR dinilai sebesar nilai buku yaitu setelah dikurangi dengan
Penyisthan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) khusus dari aktiva produktif
dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet. Penilaian kualitas aktiva
produktif (KAP) dan PPAP mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang berlaku
mengenai KAP dan PPAP BPR.
Tata Cara Perhitungan Kebutuhan Modal
Perhitungan kebutuhan modal minimum Bank Perkreditan Rakyat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
a. Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada ATMR yang dihitung dengan cara
mengalikan nilai nominal pos-pos aktiva dengan bobot risiko masing-masing.
Perhitungan ATMR bagi aktiva produktif dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan,
atau Macet dilakukan dengan cara mengalikan nilai buku dengan bobot risiko masing-
masing. Dalam hal ini ATMR mengacu pada SE no.8/28/DPBI/2006 dan untuk
Kualitas Aktiva Produktif mengacu pada PBI no.8/19/PBI/2006.
b. Menjumlahkan ATMR dari masing-masing pos aktiva.
c. Menjumlahkan modal inti dan modal pelengkap untuk mengetahui jumlah modal
BPR.
d. Menghitung modal minimum dengan cara mengalikan jumlah ATMR dengan 8%
(delapan per seratus).
e. Menghitung kekurangan modal dengan cara membandingkan jumlah modal
minimum pada angka 4 dengan jumlah modal pada angka 3.
f. Menghitung KPMM dengan cara membandingkan jumlah modal BPR pada
angka 3 dengan ATMR pada angka 2.
Contoh:
BPR XYZ mempunyai laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi per 31
Desember 2016 seperti tampak pada Tabel 11.3 dan Tabel 11.4 berikut int:
Tabel 11.3.

A Aktiva Jumlah (Rp)

1 Kas 63.647.000

2 Antar Bank Aktiva 21.869.000

3 Wesel promes dan tagihan lainnya

4 Efek-Efek

5 Kredit diberikan 6.158.987.000

6 Penyisihan penghapusan aktiva tetap -205.541.000

7 Aktiva tetap dan inventaris 295.233.000

8 Akumulasi Aktiva Tetap dan Inventaris -40.750.000

9 Rupa rupa aktiva 25.028.000

Jumlah aktiva 6. 318.464.000

B Passiva

1 Kewajiban Segera Dibayar:

a. Pemerintah

b. Lainnya 11.800.000

2 Tabungan 125.091.000
3 Deposito Berjangka 3.885.000.000

4 Pinjaman Diterima Pihak III bukan Bank 650.000.000

5 Antar Bank Pasiva

a. Pinjaman Diterima 498.484.000

b. Deposito Berjangka 510.000.000


6 Rpa-Rupa Pasiva 104.000
7 Modal Disetor:

a Modal Dasar 500.000.000

b Belum Disetor
8 Laba/Rugi (Ditahan) 137.985.000

6318.464.000

Laporan Laba/Rugi BPR XYZ Per 31 Desember 2016

No Rekening Jumlah (Rp)

1 Pendapatan Operasional

a. Pendapatan Bunga 1.660.100.000

b. Provisi dan Komisi 100.462.000

c. Pendapatan Lainnya 13.230.000

Jumlah Pendapatan Operasional 1.773.792.000

2 Pendapatan Non Operasional 9.750.000

Jumlah Pendapatan 1.783.542.000

3 Biaya Operasional: 1.390.409.000

a. Biaya Bunga 75.525.000

b. Biaya Tenaga Kerja 2.500.000

c. Biaya Sewa Gedung Kantor 16.130.000

d. Biaya Pemeliharaan dan Perbaikan 19.996.000

e. Biaya Pengadaan Barang dan Jasa Pihak III 150.000


f. Biaya Honorarium 123.500.000

g. Biaya Penyisihan Penghapusan AP 50.270.000

h. Biaya Penyusutan 39.694.000

i. Biaya Operasional Lainnya 1.718.174.000

Jumlah Biaya Operasional 4.520.000

4 Biaya Non Operasional 1.722.694.000

Jumlah Biaya 60.848.000

5 Rugi/laba tahun berjalan sebelum pajak (laba) 77.137.000

6 Sisa rugi/laba tahun sebelum pajak (laba) 137.985.000

7 Jumlah Laba 1.390.409.000

Hasil Perhitungan ATMR BPR XYZ Per 31 Desember 2016


Jumlah Bobot Risiko ATMR (Rp)
No. Keterangan
(a) (b) (c)

1 Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)

Aktiva Neraca

1. Kas 63.647.000

2. Sertifikat Bank Indonesia 0


3. Kredit dengan agungan berupa SBI, tabungan
dan deposito yang diblokir pada BPR yang
bersangkutan disertai dengan surat kuasa
pencairan emas dan logam mulia, sebesar nilai 0
terendah antara agunan dan baki debet

4. Kredit kepada Pemerintah Pusat 0


5. Giro, deposito berjangka, sertifikat deposito
21.869.000 20 4.373.800
tabungan serta tagihan lainnya
6. Kredit kepada atau yang dijamin bank
20
lain/pemerintah daerah
7. KPR yang dijamin oleh hipotik/hak
40
tanggungan pertama dengan tujuan huni
8. Kredit kepada atau yang dijamin oleh

BUMD/BUMN

9. Kredit kepada pegawai/perusahaan 50

10.Kredit kepada pegawai/pensiunan 50

11.Kredit kepada usaha mikro dan kecil 6.158.978.000 85 5.235.131.300

12.Tagihan kepada atau tagihan yang dijamin oleh

a. BUMD 100

b. Perorangan 100

c. Koperasi 100

d. Perusahaan lainnya 100

e. Lain-lain 100

13.Aktiva tetap dan inventaris (nilai buku) 244.483.000 100 244.483.000

14.Aktiva lainnya selain tersebut di atas 25.028.000 100 25.028.000

Jumlah ATMR 5.509.016.100

Hasil Perhitungan CAR BPR XYZ Per 31 Desember 2016


Jumlah per
No Keterangan Jumlah (Rp)
Komponen (Rp)

I Modal

1. Modal

1.1. Modal disetor 500.000.000

1.2. Modal disumbangkan

1.3. Cadangan umum

1.4. Cadangan tujuan

1.5. Laba ditahan

1.6. Laba tahun-tahun lalu 77.137.000


1.7. Rugi tahun-tahun lalu -/-

1.8. Laba tahun berjalan (50%) 30.424.000

1.9. Rugi tahun Berjalan -/-

1.10. Sub Total 607.561.000

1.11. Good Will -/-

1.12. Jumlah Modal Inti 607.561.000

II 2. Modal Pelengkap

2.1. Cad. Rev. Aktiva Tetap


2.2.Penyisihan Penghapusan Aktuva Produktif (maks. 1,25%
80.410.785
ATMR)

2.3.Modal Kuasi

2.4.Pinjaman Subordinasi (maksimum 50% dari modal inti)

2.5.Jumlah Modal Pelengkap 80.410.785

2.6.Jumlah Modal pelengkap yang diperhitungkan (maks.


80.410.785
100% dari modal inti)

Jumlah Modal (1.12 + 2.6) 687.971.785

III Modal maksimum (8% ATMR) 440.721.288

IV Kelebihan atau Kekurangan Modal 247.250.497

V CAR = (Jml. Modal/ATMR) x 100% 12,49%


2.3 Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequancy Ratio) Bank Umum
Perhitungan rasio kecukupan modal pada bank mum memiliki perbedaan dengan tata
cara perhitungan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio (CAR)) pada Bank
Perkreditan Rakyat. Pada bank umum, untuk menentukan kecukupan modal perlu
memasukkan risiko pasar. Untuk menentukan besaran risiko pasar daliam perhitungan
kecukupan modal dapat menggunakan metode standar dan metode internal (tidak dibahas
di sini).
Metode standar menawarkan pendekatan penguikuran risiko pasar serta perhitungan
kecukupan modal yang terstandardisir untuk seluruh bank sejak tahun 2003. Namun
berdasarkan perkembangan dan tuntutan yang ada termasuk, sejalan dengan
perkembangan instrumen keuangan dan semakin kompleksnya usaha bank, maka telah
dilakukan penyempurnaan kembali terhadap penggunaan metode standar. dalam
perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dengan memperhitungkan risiko
pasar.
Penggunaan metode standar dalam Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum Bank Umum dengan Memperhitungkan Risiko Pasar dituangkan dalam Surat
Edaran Bank Indonesia Nomor 9/33/DPNP tanggal 18 Desember 2007. Pada intinya
pendekatan ini adalah:
a. Perhitungan KPMM dengan memperhitungkan risiko kredit dan risiko pasar
dilakukan dengan formula sebagai berikut:

KPMM = (Tier 1 + Tier 2 + Tier 3) - Penyertaan x 8% (minimum)

ATMR (Risiko Kredit) + 12,5 x Beban Modal untuk Risiko Pasar

b. Sebelum mengalokasikan beban modal untuk risiko pasar sebagaimana dimaksud pada
angka 1, bank wajib memenuhi KPMM untuk risiko kredit yaitu minimal sebesar 8%
sesuai ketentuan yang berlaku dengan formula:

(Tier 1 + Tier 2) - Penyertaan


KPMM = x 8% (minimum)
ATMR (Risiko Kredit)

c. Dalam perhitungan KPMM secara konsolidasi, perhitungan modal, risiko kredit, dan
risiko pasar dilakukan terhadap data/posisi secara konsolidasi.
d. Dalam melakukan perhitungan sebagaimana dimaksud pada angka 1, bank harus
melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
 Menghitung Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk risiko kredit sesuai
ketentuan yang berlaku.
 Menghitung jumlah beban modal untuk seluruh jenis risiko pasar.
 Untuk, menghindari duplikasi perhitungan risiko terhadap surat berharga, eksposur
yang termasuk dalam troding book yang telah diperhitungkan risiko spesifik untuk
risiko suku bunga, seperti obligasi yang diterbitkan oleh BUMN/Swasta
dikeluarkan dari perhitungan ATM berdasarkan risiko kredit.
 Menghitung eksposur tertimbang menurut risiko pasar (market risk weighted
exposures), dengan cara mengkonversikan jumlah beban modal untuk seluruh jenis
risiko pasar sebagaimana dimaksud pada huruf b menjadi ekuivalen dengan ATMR
(dikalikan dengan angka 12, 5, yaitu 100/8).
 Menjumlahkan ATMR untuk risiko kredit dengan eksposur tertimbang menurut
risiko pasar.
 Menghitung modal. bank yang terdiri atas Modal Inti (tier 1), Modal Pelengkap
(tier 2), dan Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) yang dialokasikan untuk menutup
risiko pasar setelah dikurangi penyertaan. Dalam perhitungan KPMM secara
konsolidasi, penyertaan yang, menjadi pengurang modal adalah penyertaan bank
kepada perusahaan anak yang tidak wajib dikonsolidasikan sesuai ketentuan yang
berlaku.
 Membagi total modal sebagaimana dimaksud pada huruf f dengan jumlah ATMIR,
dan eksposur tertimbang sebagaimana dimaksud pada huruf e, yang hasillnya
dinyatakan dalam persentase.
e. Modal Pelengkap Tambahan (tier 3) yang digunakan dalam perhitungan rasio KPNM
adalah sebesar modal yang dibutuhkan untuk menutup risiko pasar.
f. Modal Pelenghap Tambahan (tier 3) yang memenun persyaratan namun tidak
digunakan dalam pertitungan rasio KPMM sebagaimana dimaksud pada angka 4,
dihitung sebagai rasio kelebihan Modal Pelengkap Tambahan (excess tir 3 capital
ratio), dengan formula:

Rasio Kelebihan Modal Kelebihan Modal Pelengkap Tambahan


=
Pelengkap Tambahan ATMR (Risiko Kredit) + ATMR (Risiko Pasar)
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Taswan. (2017). Akuntansi Perbankan: Akuntansi Modal Bank. (Edisi III, Cetakan 5).
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Anda mungkin juga menyukai