PEMBELAJARAN INOVATIF
Tri Astari
Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Nahdlatul Ulama Sumatera Utara
E-mail: triastari55@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengetahuan dan keterampilan peserta dalam
diseminasi Virtual Reality (VR) sebagai pembelajaran inovatif. Jenis penelitian ini
merupakan deskriptif kualitatif. Populasi dan sampel penelitian ini adalah 184 orang dari
berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan. Analisis data yang berasal dari hasil
observasi, pengamatan, dan angket. Hasil analisis pengetahuan peserta di awal sebanyak
60% (110 orang) sudah mengetahui VR, tidak mengetahui 37% (68 orang), dan tidak
menjawab 3% (6 orang). Sedangkan hasil observasi dan pengamatan ketika pelaksanaan
diseminasi hanya 23% (44 orang) peserta yang aktif dan sisanya tidak aktif sebesar 77%
(140 orang). Peserta yang memiliki pengetahuan dan terampil berhasil mengembangkan
VR sebesar 3,3% (6 orang), dan sebesar 20,7% (38 orang) sampai tahap menyelesaikan
materi di pelantar “Guru Binar” sedangkan sisanya tidak mengikuti diseminasi. Hal ini
disebabkan beberapa kendala yang terjadi dalam proses diseminasi VR seperti waktu
diseminasi singkat (1 bulan) sebesar 26%, pembelajaran hybrid learning sebesar 24%,
kendala kuota dan jaringan terbatas sebesar 23%, selanjutnya perangkat belum memadai
sebesar 21%, dan lain-lain sebesar 6%.
Abstract
This study aims to evaluate the knowledge and skills of participants in the dissemination
of Virtual Reality (VR) as innovative learning. This type of research is descriptive
qualitative. The population and sample of this study were 184 people from various
educational and occupational backgrounds. Analysis of data derived from the results of
observations, observations, and questionnaires. The results of the analysis of participants'
knowledge at the beginning as much as 60% (110 people) already knew VR, 37% (68
people) did not know, and 3% (6 people) did not answer. While the results of observations
and observations during the dissemination were only 23% (44 people) of active
participants and the remaining 77% (140 people) were not active. Participants who have
knowledge and skills succeeded in developing VR by 3.3% (6 people), and 20.7% (38
people) until the stage of completing the material on the “Guru Binar” platform while the
rest did not participate in the dissemination. This is due to several obstacles that occur in
the VR dissemination process such as short dissemination time (1 month) by 26%, hybrid
learning by 24%, quota constraints and limited network by 23%, then inadequate
equipment by 21%, and so on. another 6%.
Teknologi VR ini bisa digunakan untuk Diseminasi berasal dari bahasa Inggris
kegiatan pertolongan pertama, hingga proses ditujukan kepada kelompok target atau individu
perawatan kepada pasien yang terluka (Sevima, agar mereka memperoleh informasi, timbul
pengembangan virtual reality tidak begitu pesat. kegiatan tindakan inovasi yang disusun dan
dengan VR hampir tidak ada. VR di Indonesia yang matang dengan pandangan jauh ke depan
masih didominasi dari pengguna smartphone baik melalui diskusi atau forum lainnya yang
Andy Rachman, 2017). Pada penelitian ini, kami kesepakatan untuk melaksanakan inovasi.
VR di Indonesia kepada masyarakat khususnya VR berbagai topik dalam mata pelajaran atau
calon pendidik dan guru/dosen. Dimana mereka mata kuliah di PT. Oleh karena itu, peserta yang
merupakan aktor pendidikan dan hal ini melakukan registrasi dalam kegiatan ini berasal
merupakan langkah awal dalam melihat sejauh dari berbagai jenjang pendidikan dan pekerjaan
VR nantinya agar dapat menjadi bahan perbaikan learning yakni asikronus pada pelantar “Guru
dan mencari solusinya. Sehingga penelitian ini Binar” dan “Millealab” serta sikronus melalui
pembelajaran yang dikemas oleh guru, atau mewujudkan pembelajaran inovasi diperlukan
instruktur, yang merupakan wujud gagasan atau adanya model pembelajaran, strategi
teknik yang dipandangn baru, agar mampu pembelajaran dan yang utama adalah media
memfasilitasi siswa untuk memperoleh pembelajaran. Harapannya dengan media
kemajuan dalam proses dan hasil belajar. pembelajaran, suatu strategi pembelajaran dapat
Pembelajaran inovatif bisa mengadaptasi dari menjadi maksimal dengan mengedepankan
model pembelajaran yang menyenangkan, atau mahasiswa atau siswa sebagai pusat kegiatan
learning is fun. Hal tersebut merupakan kunci pembelajaran.
yang diterapkan dalam pembelajaran
inovatif(Purwadhi, 2019). Pembelajaran inovatif METODE
pada abad 21 berorientasi pada kegiatan untuk Penelitian ini adalah penelitian kualitatif
melatihkan keterampilan esensial sesuai deskriptif yang ditunjang oleh data yang
framework for 21st century skills, yaitu diperoleh melalui observasi, pengamatan, dan
keterampilan hidup dan karir, keterampilan angket menggunakan Google Forms. Populasi
inovasi dan pembelajaran, dan keterampilan dan sampel penelitian ini adalah 184 orang dari
informasi, media, dan TIK. Pembelajaran ini berbagai latar belakang pendidikan dan
memiliki karakteristik untuk melatihkan pekerjaan yang merupakan peserta dalam
keterampilan esensial tersebut mengarah pada diseminasi VR sebagai pembelajaran inovatif.
proses pembelajaran yang interaktif, holistik, Perangkat yang digunakan dalam kegiatan
integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, diseminasi VR adalah pelantar “Guru Binar” dan
kolaboratif, dan berpusat pada peserta didik, “Millealab” serta Zoom Meeting. Adapun bentuk
sehingga dalam implementasinya pendidik dapat alur penelitian dapat ditunjukkan pada Gambar 1.
merancang kegiatan dengan memilih Alur Penelitian sebagai berikut.
metode/model pembelajaran yang dapat
mengakomodir keseluruhan karakteristik
tersebut secara komprehensif (Muhali, 2019).
Dari berbagai uraian di atas,
pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang
memberikan kesempatan pada peserta didik
untuk membangun pengetahuan itu sendiri atau
secara mandiri sehingga membentuk
keterampilan esensial secara alami. Dalam
workshop. Kita cenderung terbiasa masih siswa yaitu 4,38 (Dharma, 2018). Media
menggunakan metode tradisonal yakni tatap pembelajaran 3 dimensi (3D) berbasis VR efektif
muka langsung. Pada urutan ketiga terdapat untuk meningkatkan minat dan hasil belajar IPA
kendala kuota dan jaringan terbatas sebesar 23%, siswa. Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan yang
selanjutnya perangkat belum memadai sebesar signifikan minat dan hasil belajar siswa sebelum
21%, dan lain-lain sebesar 6%. Dalam dan sesudah menggunakan media pembelajaran,
pelaksanaan diseminasi VR ini perangkat dari rata-rata yang semula 52,95 diperoleh
minimum yang diperlukan adalah laptop atau PC capaian rata-rata baru sebesar 82,05 (Dewi,
OS Windows 64 Bit, RAM Minimal 2 GB, 2020). Peningkatan respon, dan hasil belajar
Processor Core i3 atau AMD FX-8370, dengan siswa juga sejalan dengan peningkatan minat
memory minimal 3 GB, dan koneksi Internet belajar siswa. Hal ini tentu akan berdampak pada
minimal 3G serta memiliki smartphone android. kualitas mutu pendidikan nantinya. Oleh sebab
Pada umumnya peserta telah memiliki perangkat itu, penggunaan media seperti ini perlu
yang cukup memadai akan tetapi laptop atau dikembangkan dan diujicobakan lebih lanjut
smartphone yang dimiliki sudah tidak cukup untuk berbagai bidang ilmu lain khususnya
ruang untuk aplikasi Millealab. Sehingga pendidikan.
walaupun perangkat sudah cukup memadai akan
tetapi belum dapat digunakan secara maksimal. KESIMPULAN
Setelah melihat penjabaran hasil evaluasi Peserta yang memiliki pengetahuan dan
pelaksanaan diseminasi VR tersebut, dapat terampil berhasil mengembangkan VR sebesar
disimpulkan bahwa antusias masyarakat 3,3% (6 orang), dan sebesar 20,7% (38 orang)
khususnya mahasiswa dan guru/dosen memiliki sampai tahap menyelesaikan materi di pelantar
antusias dan harapan yang besar penggunaan VR “Guru Binar” sedangkan sisanya tidak mengikuti
dalam proses pembelajaran. Apalagi mengingat diseminasi. Hal ini disebabkan beberapa kendala
selama pandemi telah terjadi learning lost dalam yang terjadi dalam proses diseminasi VR seperti
dunia pendidikan di Indonesia. Selain itu, waktu diseminasi singkat (1 bulan) sebesar 26%,
beberapa penelitian memiliki hasil yang pembelajaran hybrid learning sebesar 24%,
signifikan ketika pembelajaran memanfaatkan kendala kuota dan jaringan terbatas sebesar 23%,
teknologi tiga dimensi tersebut. Respon siswa selanjutnya perangkat belum memadai sebesar
dari penerapan media VR pada materi 21%, dan lain-lain sebesar 6%. Uraian diatas
pengenalan kendaraan adalah sangat positif menunjukkan perlu adanya evaluasi perbaikan
dilihat dari rata-rata skor hasil angket respon terhadap proses diseminasi VR berikutnya