Anda di halaman 1dari 524

PEMANTAUAN LINGKUNGAN

(1)
Peraturan Perundangan Lingkungan Hidup
Dan Tata Cara Pemenuhannya
Out Line
1 Peraturan Perundangan Lingkungan Hidup dan Persetujuan Lingkungan

2 Pengawasan dan Penegakan Hukum Lingkungan


3 Pengelolaan limbah industri
a) Air Limbah Pengolahan primer, Pengolahan sekunder,
Pengolahan tersier, Desinfeksi Slude treatment atau
pengolahan lumpur
b) Udara Emisi Mengontrol emisi gas buang
Kebauan, Getaran, Kebisingan
c) Limbah Non B3 dan Sampah Penimbunan terbuka, Sanitary landfill, Insenerasi,
Kompos padat, Daur ulang
d) Limbah B3: Metode pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi
Sumur dalam/ sumur industri, Kolam penyimpanan,
landfill
4 PROPER
PERATURAN PERUNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP
DAN PERSETUJUAN LINGKUNGAN
UU 32/2009 PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 65 (1)
Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik
dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.

VS
Pasal 67

Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi


lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup.

4
PENGENDALIAN

Pencegahan 1 2 Penanggulangan
13 Instrumen : KLHS, Tata • Informasi
Ruang, BML, KBKL, AMDAL, • Isolasi
UKL/ UPL, Perizinan, ekonomi • Penghentian
LH, Per-UU, Anggaran basis • Cara lain sesuai

3
lingk, analisis risiko, audit, dll perkembangan iptek

Pemulihan
• Penghentian
• Remediasi
• Rehabilitasi
• Restorasi
PENGATURAN UUPPLH DALAM UUCK
UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja:

memperkuat penegakan
memperpendek birokrasi perizinan
hukum

Dalam UU 32/2009 ada 4


Menjadi 3 tahapan : Jika ada Jika ada
tahapan :
1. Proses Dokumen pelangaran, pelanggaran,
1. Proses Dokumen
menjadi lingkungan (Amdal, yang akan menjadi yang akan
lingkungan (Amdal,
terkena adalah terkena
UKL/UPL) UKL/UPL)
Izin konsekuensi
2. Persetujuan 2. Persetujuan
Lingkungan. adalah Izin
Lingkungan Lingkungan Selama Izin utamanya yaitu
3. Izin Lingkungan 3. Perizinan Berusaha Usaha tdk Perizinan
4. Izin Usaha
dicabut, maka Berusaha
kegiatan dapat
tetap berjalan

MELINDUNGI KUALITAS LINGKUNGAN DAN MEMPERMUDAH KEGIATAN BERUSAHA


Perizinan Berusaha
Pasal 1 dan 37 UU CK
Kondisi Eksisting

Izin Lingkungan “Pelaku Usaha tidak perlu


mengurus banyak Perizinan, Cukup mengurus
Perizinan Berusaha
Izin Mendirikan
Bangunan

Izin Usaha Persyaratan dan


kewajiban Aspek
Perizinan
Izin PPLH
Lingkungan
“Diintegrasikan” Berusaha
Andalalin
“Semangat UU Cipta Kerja adalah
Penyederhanaan Regulasi Perizinan”
Izin Lokasi

“Izin Lingkungan tidak dihilangkan namun tujuan dan fungsinya diintegrasikan ke dalam
Perizinan Berusaha”
PERMEN LHK NO. 05 TAHUN 2021 Definisi
TATA CARA PENERBITAN PERSETUJUAN TEKNIS DAN
SURAT KELAYAKAN OPERASIONAL BIDANG
PENGENDALIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

Persetujuan Teknis adalah Surat Kelayakan Operasional yang


persetujuan dari Pemerintah Pusat selanjutnya disebut SLO adalah surat
atau Pemerintah Daerah berupa yang memuat pernyataan pemenuhan
ketentuan mengenai standar mengenai standar perlindungan
perlindungan dan pengelolaan dan pengelolaan lingkungan hidup
lingkungan hidup dan/atau analisis Usaha dan/atau Kegiatan sesuai
mengenai dampak lalu lintas Usaha dengan ketentuan peraturan
dan/atau Kegiatan sesuai peraturan perundang-undangan.
perundangundangan
FLOW CHART PENERBITAN PERTEK DAN SLO

Tim Pertek Tim SLO


Pemohon/Industri Prov/Kab./Kota Pemohon/Industri
Prov/Kab./Kota

Laporan telah
Pembangunan diselesaikannya
Permohonan Pemeriksaan Penerbitan
Penapisan Fasilitas Alat pembangunan Penerbitan
Persetujuan Persetujuan Persetujuan Verivikasi
Mandiri Pengendali instalasi SLO
Teknis Teknis Teknis
Air/Emisi pengendali Air
Limbah/Emisi

Standar Lanjut ke Proses Penerbitan Izin


Teknis Usaha Hingga Keluar Izin Usaha
Kajian
Teknis
Dasar Hukum Pertek & SLO Emisi

Permen LHK 05/2021


PP 22/2021 TATA CARA
PENYELENGGARAAN PENERBITAN PERTEK
Pasal 219 huruf e Pertek dan SLO
PERLINDUNGAN DAN & SLO BIDANG
Pembuangan Emisi
PENGELOLAAN PENGENDALIAN
LINGKUNGAN HIDUP PENCEMARAN
PERATURAN
PENGENDALIAN
PENCEMARAN AIR
Peraturan Perundang-undangan
di Bidang Pengendalian Pencemaran Air

• UU No.32 Tahun 2009 ttg Perlindungan dan Pengelolaan LH


• UU No. 11 Tahun 2020 ttg Cipta Kerja
• PP No.22 Tahun 2021 ttg Perlindungan dan Pengelolaan LH
• Permenlhk 5 tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat
Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran
• PermenLH No.28 Tahun 2003 Ped. Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dari
Industri Minyak Sawit pd Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.
• PermenLH No.29 Tahun 2003 ttg Pedoman Syarat dan Tatacara Perizinan Pemanfaatan
Air Limbah Minyak Kelapa Sawit pd Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.
• PermenLH No.13 Thn 2007 ttg Persy.&Tatacara Peng.Air Limbah Keg.Hulu
Migas&Panas Bumi dg Cara Injeksi.
Peraturan Perundang-undangan di Bidang Pengendalian Pencemaran Air (Lanjutan)

• KepmenLH No.113 Tahun 2003 ttg BM Air Limbah Keg. Pertambangan Batubara
• KepmenLH No.202 Tahun 2004 ttg BM Air Limbah Keg.Pertambangan Emas &Tembaga.
• KepmenLH No.04 Tahun 2006 ttg BM Air Limbah Keg.Pertambangan Bijih Timah.
• KepmenLH No.09 Tahun 2006 ttg BM Air Limbah Keg.Pertambangan Bijih Nikel.
• PermenLH No.08 Tahun 2009 ttg BM Air Limbah Keg.Pembangkit Listrik Tenaga Thermal.
• PermenLH No.21 Tahun 2009 ttg BM Air Limbah Keg. Pertambangan Bijih Besi.
• PermenLH No.34 Tahun 2009 ttg BM Air Limbah Keg.Pertambangan Bijih Bauksit.
• PermenLH No. 19 Tahun 2010 ttg BM Air Limbah Keg.Migas serta Panas Bumi
• PermenLH No.02 Tahun 2011 ttg BM Air Limbah Keg.Gas Methan Batubara.
• PermenLH No.05 Tahun 2014 ttg BM Air Limbah Keg.Industri.
• PermenLHK No.P.68/MenLHK/Setjen/Kum.1/8/2016 ttg BM Air Limbah Keg. Domestik
• PermenLHK No.P.59/MenLHK/Setjen/Kum.1/8/2016 ttg BM Air Lindi Keg.TPA Sampah
• PermenLHK No.93/MenLHK/Setjen/Kum.1/8/2018 ttg pemantauan kualitas air limbah secara terus
menerus dan dalam jaringan bagi usaha dan/atau kegiatan .
• PermenLHK No.P.5/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2018 Standard dan Sertifikasi Kompetensi PJ
Operasional Pengolahan air limbah dan PJ Pengendalian Pencemaran Air.
HAK pasal 157-159 KEWAJIBAN Setiap orang wajib:
Setiap orang berhak: ❑ memelihara dan menjaga kelestarian
❑ mendapatkan informasi RPPA & pendidikan PPA dan fungsi Air;
❑ berpartisipasi dalam memantau kualitas Air ❑ melakukan pencegahan pencemaran
❑ menyampaikan pengaduan dan mengajukan keberatan atas
pencemaran Air
Air;
❑ mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka ❑ ikut berpartisipasi dalam
memperjuangkan PPA penanggulangan dan pemulihan Air.

PERAN MASYARAKAT pasal 160-161


LARANGAN
Masyarakat berperan aktif:
Setiap orang dilarang: ❑ memantau Badan Air secara mandiri di lingkungan
masing-masing;
❑ memasukkan Air Limbah ke air tanah, mata air dan danau ❑ melakukan upaya pengurangan bahan pencemar air di
danau tertutup; lingkungan masing-masing;
❑ memasukkan sampah, limbah padat, limbah lumpur, B3 ❑ menyampaikan informasi hasil pemantauan yang benar
dan/atau LB3 ke Badan Air; dan akurat;
❑ merusak kondisi fisik dan fungsi Badan Air; ❑ menyebarluaskan gerakan pengurangan pencemar air;
❑ melakukan perbuatan yang menimbulkan pencemaran Air; ❑ melakukan kemitraan dengan para pihak dalam rangka
❑ melepaskan spesies asing, invasif, produk rekayasa genetik pengurangan pencemar air; dan/atau
ke Badan Air yang bertentangan dengan Peraturan; ❑ melakukan program ekoriparian untuk pemulihan
ekosistem Badan Air.
dan/atau Pemerintah dan Pemda: memfasilitasi terbentuknya
❑ memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan kemitraan antara masyarakat dg badan usaha dlm
informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan pengurangan pencemar air. Kemitraan dituangkan dlm
yang tidak benar. bentuk perjanjian.
Peraturan Perundangan-Undangan
Pengendalian Pencemaran Udara
1. UU 32/2009 tentang Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. UU 11/2020 tentang Cipta Kerja
3. PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
4. KEPMENLH No:KEP-13/MENLH/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
5. KEPKA-BAPEDAL No. 205/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara
6. KEPMENLH 48/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
7. KEPMENLH 49/1996 tentang Baku Mutu Getaran
8. KEPMENLH 50/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan.
9. Permen LH No. 07/2007 tentang Baku Mutu Emisi Tidak Bergerak bagi Ketel Uap
10. PermenLH 17 tahun 2008 Baku mutu Emisi untuk Industri Keramik
11. Permen LH No. 13/2009 tentang Baku Mutu Emisi Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau Minyak dan Gas
12. PERMENLH 12/2010 tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah
13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha Dan/Atau
Kegiatan Pertambangan
14. KepmenLH 70 tahun 2016 Baku Mutu emisi dan atau Kegiatan Pengolahan Sampah Secara Thermal
15. PermenLHK 19 Tahun 2017 Baku mutu Emisi Sumber tidak bergerak bagi Industri dan atau kegiatan Industri Semen
16. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.6/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2018 Tentang Standar Dan
Sertifikasi Kompetensi Penanggung Jawab Operasional Instalasi Pengendalian Pencemaran Udara Dan Penanggung Jawab
Pengendalian Pencemaran Udara
17. Permenlhk No P.15 2019 Baku Mutu Emisi Pembangkit Listrik Tenaga Termal
18. P.17/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2019 tentangbaku Mutu Emisi Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Industri pupuk dan Industri Amonium Nitrat
19. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan Surat
Kelayakan Operasional Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan
20. Permenlhk 11/2021 tentang Bku Mutu Emisi dengan Mesin Pembakaran Dalam
21. Permenlhk 8 Tahun 2023 tentang Penerapan Baku Mutu Emisi Kendaraan Bermotor Kategori M, Kategori N, Kategori O, dan Kategori L
PP 22 tahun 2021 Lampiran XV
Peraturan Pengelolaan
Limbah B3
PERATURAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
PERATURAN TENTANG

UU 32/2009 (Pasal 58 – 61) Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

UU 23/2014 Pemerintahan Daerah

UU 11/2020 Cipta Kerja

Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintahan


PP 38/2007
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kab/Kota

PP 22/2021 Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan LH

PermenLH
Pengelolaan Limbah di Pelabuhan
05/2009
PermenLH 18/2009
Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah B3
(DICABUT)
PERATURAN PENGELOLAAN LIMBAH B3
PERATURAN TENTANG
PermenLH
Simbol dan Label Limbah B3
14/2013

PerMenLH No. 101/2018 Pemulihan Lahan Terkontaminasi

PerMenLH No 74/2019 Program kedaruratan Limbah B3

PermenLH 4/2020 Pengangkutan LB3 (Dicabut)

PerMen LH 10/2020 Tata Uji Karakteristik LB3 (dicabut)

PerMen LH 18/2020 Pemanfaatan LB3 (Dicabut)


PERATURAN PENGELOLAAN LIMBAH B3

PERATURAN TENTANG

PerMen LH 12/2020 Penyimpanan LB3 (Dicabut)

KepDAL No. 3 Th 95 Tata Cara Pengolahan LB3 (Dicabut)

Permen LHK 1/2021 Tentang Kriteria Proper tahun 2021

Permen LHK 6/2021


Tentang Tata Cara Persyaratan Pengelolaan LB3
Larangan (PP 22 Tahun 2021 Lamp XV)
Larangan (PP 22 Tahun 2021 Lamp XV)
Larangan (PP 22 Tahun 2021 Lamp XV)

Dst… Check di PP 22 tahun 2021


Lampiran XV
PERATURAN PENGELOLAAN SAMPAH DAN
LIMBAH PADAT NON B3
DASAR HUKUM
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
• Undang Undang 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
• Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga.
• Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Sampah Spesifik.
• Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
• Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2018 Penetapan Standar Kompetensi
Kerja Nasional Indonesia Kategori Pengelolaan Air, Pengelolaan Air Limbah, Pengelolaan dan Daur Ulang
Sampah, dan Aktivitas Remediasi Golongan Pokok Pengelolaan dan Daur Ulang Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga.
• Permenlhk No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup
• Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengembangan dan
Pemeliharan Skema Sertifikasi Profesi.
• PermenLHK 19 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah NonBahan Berbahaya dan Beracun
Bedakan Antara Ketentuan dalam Pengelolaan Sampah
dan Limbah Non B3
PENDAHULUAN
PP 22 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
• BAB VII. Pengelolaan Limbah B3 dan
Limbah NonB3 – Bagian Ketiga
• Lampiran IX – Limbah B3
• Lampiran XIV – Limbah NonB3 Terdaftar

PermenLHK 06 Tahun 2021


tentang Tata Cara Dan Persyaratan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun
PermenLHK 19 Tahun 2021
tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah
NonBahan Berbahaya dan Beracun
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
DASAR HUKUM

PP No 18 Tahun 1999 Jo
PP No 85 Tahun 1999
PP No 22 Tahun 2021

PP No 19 Tahun 1994 Jo PP 101 Tahun 2014


PP No 12 Tahun 1995

1. PerMenlh No. 05 tentangPenyimpanan 1. Permen LHK No. 101 Tahun 2018 tentang 1. PermenLHK Nomor 05 tahun 2021 tentang
LB3 di Pelabuhan Pedoman Pemulihan Lahan Tata Cara Penerbitan Persetujuan Teknis dan
2. PermenLH No. 13 Tahun 2014 tentang Terkontaminasi Limbah B3 Surat Kelayakan Operasional Bidang
Simbol dan Label Limbah B3 2. Permen LHK No. 74 Tahun 2019 tentang Pengendalian Pencemaran Lingkungan
3. PerMenlh No. 55/2016 tentang Program Kedaruratan Pengelolaan B3 2. PermenLHK Nomor 06 tahun 2021 Tentang
Karakteristik LB3 dan Limbah B3 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan
4. Peraturan MENLH Nomor 56 Tahun 2016 3. PermenLHK Nomor 01 tahun 2021 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan
tentang Pengelolaan Limbah B3 tentang Program Penilaian Peringkat Beracun
FASYANKES; Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan 3. Permen LHK Nomor 19 tahun 2021 Tentang
Lingkungan Hidup Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah non B3

3
DEFINISI LIMBAH B3 DAN LIMBAH NONB3

adalah Sisa suatu usaha dan atau Sesuai


dengan PP
kegiatan yang mengandung bahan Limbah B3 22 Tahun
berbahaya dan beracun (B3)” 2021

adalah zat,energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat,


konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat mencemarkan dan/ atau merusak Bahan Berbahaya
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup dan Beracun (B3)
manusia, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta
makhluk hidup lain”

adalah sisa suatu usaha dan/atau


kegiatan yang tidak menunjukkan Limbah nonB3
karakteristik Limbah B3
4
KATEGORI LIMBAH B3 DAN NON B3

LIMBAH

LIMBAH B3 LIMBAH nonB3

Limbah B3 tercantum pada


lampiran IX Peraturan
Pemerintah Nomor LIMBAH nonB3 Terdaftar LIMBAH nonB3 Khusus
22 Tahun 2021

Limbah nonB3 Terdaftar : pada Limbah nonB3 Khusus :


Pengelolaan LB3 mengacu : lampiran XIV Peraturan merupakan Limbah B3 yang
Permen LHK Nomor 6 Tahun Pemerintah Nomor dikecualikan dari Limbah B3
2021 22 Tahun 2021 berdasarkan penetapan
pengecualian dari pengelolaan
9 Jenis Limbah, Limbah B3 dari Sumber
kode Limbah : N101 s.d. N109 Spesifik
Pengelolaan LNB3 mengacu :
Permen LHK Nomor 19 Tahun 2021
LIMBAH NON B3 TERDAFTAR

KODE LIMBAH JENIS LIMBAH SUMBER LIMBAH

Slag Besi/Baja (Steel

Sesuai Lampiran XIV PP 22 Tahun 2021


N101 Proses peleburan bijih dan/atau logam besi danbaja
Slag)

Slag Nikel (Nickel


N102 Proses peleburan bijih nikel
Slag)
Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan
N103 Mill Scale
teknologi selain teknoogi induction furnace/kupila
Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja denganmenggunakan
N104 Debu EAF
teknologi electric arc furnace (EAF)
Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan
N105 PS Ball
teknologi selain teknoogi induction furnace/kupila
Proses pembakaran batubara pada fasilitas PLTU atau dari kegiatan lain yang
N106 Fly Ash
menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungkuindustri
Proses pembakaran batubara pada fasilitas PLTU atau dari kegiatan lain yang
N107 Bottom Ash
menggunakan teknologi selain stocker boiler dan/atau tungkuindustri
Proses industri oleochemical dan/atau pengolahan minyak hewani ataunabati
N108 Spent Bleaching Earth yang menghasilkan SBE hasil ekstaksi (SBE Ekstraksi) dengan kandungan minyak
kurang dari atau sama dengan 3%
Pasir Foundry (Sand
N109 Proses casting logam dengan penggunaan pelarut dengan titk nyala di atas60oC
Foundry)
PRINSIP PENGELOLAAN LIMBAH

Kehati-hatian
Tanggung Jawab Mutlak Reduk
Polluter pays principle
si

LIMBAH
PENGURANGAN VOLUME
• Penghasil bertanggung jawab terhadap
limbah yg dihasilkan
From cradle to grave ➔ From cradle to cradle 3R (Reuse,
• Pemantauan sejak limbah dihasilkan sampai
Recycle,
dengan pengelola akhir Recovery)
• Orientasinya pemanfaatan limbah jika
memungkinkan.
Pengolah
Minimisasi Limbah an
• Mendahulukan reduksi dan hirarki
pengolahan limbah yg dihasilkan
Proximity Penimbun
• Pengelolaan/pengolahan sedekat mungkin an
dengan tempat dihasilkan / Landfill

Hierarki Pengelolaan LimbahB3


7
Perubahan Paradigma Pengelolaan Limbah
Circular Economy Pemanfaatan
Perubahan Paradigma Pengelolaan Limbah
Limbah B3 (PP 22 Tahun 2021)
Linear economy
Resource Production Limbah 100 %
Raw Material
menggantikan
BAHAN material alam
BAKU
Production Circular economy Limbah
menggantikan
Reuse, SUBSTITUSI sebagian bahan
Use Remake, Use BAHAN BAKU baku pembuatan
Recycle produk

Limbah
Waste SUBSTITUSI
ENERGI
menggantikan
Waste sebagian bahan
bahan baku untuk
Dispose energi

Definisi Sumber daya: faktor produksi terdiri atas tanah, tenaga Limbah berpotensi dimanfaatkan sebagai sumber
kerja, dan modal yang dipakai dalam kegiatan ekonomi untuk
menghasilkan barang jasa, serta mendistribusikannya (ref: daya sebagai faktor produksi untuk menghasilkan
KBBI). produk.
8
Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah NonB3

Penyimpanan Sementara
PENGHASIL LIMBAH memerlukan Rincian Teknis TPS
yang tercantum pada
Persetujuan Lingkungan

Pengelolaan Pemanfaatan/Pengolahan/Penim
Limbah B3 bunan memerlukan Persetujuan
Teknis dan disahkan melalui SLO
Setiap Orang yang Daftar Limbah B3  Lampiran
menghasilkan Limbah IX
wajib melakukan
pengelolaan limbah Pengelolaan Limbah nonB3
tidak memerlukan izin dan
yang dihasilkannya
Persetujuan Teknis

Pengelolaan Standar Pengelolaan tercantum


Limbah NonB3 pada Dokumen Rincian Teknis
yang terintegrasi degan
Daftar Limbah NonB3  Lampiran Persetujuan Lingkungan 9
PENGELOLAAN LIMBAH nonB3

PENGELOLAAN LIMBAH DOKUMEN RINCIAN TEKNIS


NON B3
Dalam hal pelaksanaan Usaha dan/atau Kegiatan
menghasilkan Limbah nonB3 baru yang tidak termuat
Limbah NonB3 Terdaftar
dalam Persetujuan Lingkungan, penghasil Limbah nonB3
melakukan perubahan Persetujuan Lingkungan
Limbah NonB3 Khusus Rincian pengelolaan Limbah nonB3 yang
termuat dalam daftar Limbah
nonB3 yang tercantum dalam termuat dalam Persetujuan Lingkungan :
Lampiran XIV Limbah B3 yang dikecualikan a) identitas Limbah nonB3
dari Limbah B3
berdasarkan penetapan b) bentuk Limbah nonB3;
pengecualian dari c) sumber Limbah nonB3;
Pengelolaan Limbah B3 dari
sumber spesifik d) jumlah Limbah nonB3 yang
dihasilkan setiap bulan; dan
e) jenis pengelolaan Limbah nonB
Pengelolaan sesuai
dengan Dokumen
Rincian Teknis Pengelolaan sesuai
Pengelolaan Limbah dengan Surat Keputusan
NonB3 Penetapan Pengecualian Detail Rincian Teknis diatur dalam PermenLHK
Limbah NonB3 14
PENGELOLAAN LIMBAH nonB3
1. PENGURANGAN

• Sebelum limbah dihasilkan


• Setelah limbah dihasilkan Ketentuan :
a. Pengaturan dalam PP 22 Tahun 2021:
2. PENYIMPANAN
BAB VII (Pasal 450 s.d. Pasal 470)
- Bangunan
- Silo
b. Pengaturan dalam Permen LHK 19
- Waste Pile Tahun 2021 tentang Tatacara
- Waste Impoundment Pengelolaan Limbah nonB3
- IPTEK c. Rincian Teknis wajib tercantum dalam
3. PEMANFAATAN Persetujuan Lingkungan
• Substitusi bahan baku d. Wajib memenuhi Baku Mutu
• Substitusi sumber energi Lingkungan
• Produk samping
• IPTEK e. Memenuhi Standar Produk
4. PENIMBUNAN
Fasilitas Penimbunan :
• Penimbusan Akhir
• Penempatan di area bekas tambang
• Bendungan
• IPTEK 15
ISI PERMENLHK NO 19 TAHUN 2021

Ketentuan Umum
12 Pengurangan Limbah NonB3
BAB
10 LAMPIRAN
Penyimpanan Limbah NonB3
Pemanfaatan Limbah NonB3
DITETAPKAN
Penimbunan Limbah NonB3 25 Oktober 2021

TATA CARA Pengangkutan Limbah NonB3


PENGELOLAAN
LIMBAH NON B3 Perpindahan Lintas Batas Limbah Non B3
Dokumen Rincian Teknis Pengelolaan Limbah Non B3
Klarifikasi Status Limbah
Pelarangan
48 PASAL
Pemantauan dan Pelaporan
Ketentuan Penutup 16
PENGELOLAAN LIMBAH NON B3 - OSS

Pengajuan Uji AMDAL atau UKL-UPL, kepada Menteri,


PENGHASIL LIMBAH Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan
penerbitan Perizinan Berusaha sesuai sektor

Termasuk Pengelolaan Limbah Non B3 (DRT) :


1. Pengurangan Limbah nonB3
2. Penyimpanan Limbah nonB3
3. Pemanfaatan Limbah nonB3
4. Penimbunan Limbah nonB3

Pengajuan Persetujuan Lingkungan


Terbit Persetujuan Lingkungan

Terbit Perizinan Berusaha

17
DOKUMEN RINCIAN TEKNIS (DRT) LIMBAH NON B3

1. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan kegiatan Pengelolaan Limbah
nonB3 wajib menyusun dokumen rincian teknis pengelolaan Limbah nonB3.
2. Dokumen rincian teknis dibuat sesuai dengan kegiatannya yaitu untuk kegiatan :
a. Pengurangan Limbah nonB3 (Lampiran VI);
b. Penyimpanan Limbah nonB3 (Lampiran VII);
c. Pemanfaatan Limbah nonB3 (Lampiran VIII);
d. Penimbunan Limbah nonB3 (Lampiran IX); dan
3. DRT memuat antara lain persyaratan fasilitas dan teknologi, standar yang diacu, prosedur
penyelenggaraan pengelolaan, neraca massa, rencana kajian, dan pemantauan.
4. DRT harus termuat dalam Persetujuan Lingkungan.
5. Tata cara penerbitan Persetujuan Lingkungan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

18
PELAPORAN DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN LIMBAH NON B3

1 kali dalam 1 Tahun


PermenLHK 19 Tahun 2021 Kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal
PELAPORAN SECARA ELEKTRONIK

PEMANTAUAN :
1. Direktur Jenderal melakukan
pemantauan paling sedikit 1 (satu) kali MEMUAT
dalam 1 (satu) tahun terhadap kegiatan
dan neraca massa pengelolaan Limbah
nonB3. Jumlah
2. Pelaksanaan pemantauan sebagaimana Limbah Jenis
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam Kegiatan
Kode
rangka peningkatan kinerja pelaksanaan Limbah Neraca
pengelolaan Limbah nonB3 Massa
Nama
Limbah

19
PELARANGAN

• Dumping Limbah nonB3


tanpa persetujuan
Pemerintah Pusat
• Open burning
• Mencampurkan Limbah
nonB3 dan Limbah B3
• Penimbunan Limbah
nonB3 di TPASampah

21
PERATURAN MENTERI LHK
NOMOR 19 TAHUN 2021
TENTANG
TATACARA PENGELOLAAN
LIMBAH NON-B3

DIREKTORAT PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN LIMBAH NON B3


DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN SAMPAH, LIMBAH DAN B3

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


2022
AMANAT PENYUSUNAN
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
NOMOR 19 TAHUN 2021
TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAHNON-B3

“ Pasal 470 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d dan huruf f Peraturan


Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021
tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

51
BATANG TUBUH
PERATURAN MENTERI LHK NOMOR 19 TAHUN 2021

12 48
BAB PASAL

10
LAMPIRAN

52
STRUKTUR BAB…..(1)
BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II PENGURANGAN LIMBAH NONBAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BAB III PENYIMPANAN LIMBAH NONBAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BAB IV PEMANFAATAN LIMBAH NONBAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BAB V PENIMBUNAN LIMBAH NONBAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BAB VI PENGANGKUTAN LIMBAH NONBAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

53
STRUKTUR BAB…..(2)
PERPINDAHAN LINTAS BATAS LIMBAH NON BAHAN
BAB VII BERBAHAYA DAN BERACUN

DOKUMEN RINCIAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH NON BAHAN


BAB VIII
BERBAHAYA DAN BERACUN

BAB IX KLARIFIKASI STATUS LIMBAH

BAB X PELARANGAN

BAB XI PEMANTAUAN DAN PELAPORAN

BAB XII KETENTUAN PENUTUP


54
Daftar Lampiran…..(1)
LAMPIRAN I
BAKUMUTU EMISI PENGURANGAN LIMBAH NON B3 SECARA TERMAL

LAMPIRAN II
FORMAT LABEL LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN.

LAMPIRAN III
FORMAT PERMOHONAN PERSETUJUAN STANDAR PRODUK

LAMPIRAN IV
FORMAT BERITA ACARA PEMERIKSAAN KELENGKAPAN ADMINISTRASI

LAMPIRAN V
FORMAT BERITA ACARA PENYERAHAN LIMBAH NONB3

LAMPIRAN VI
FORMAT DOKUMEN RINCIAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH NONB3 UNTUK
KEGIATAN PENGURANGAN LIMBAH NONB3

LAMPIRAN VII
FORMAT DOKUMEN RINCIAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH NONB3 UNTUK
KEGIATAN PENYIMPANAN LIMBAH NONB3

55
Daftar Lampiran…..(2)
LAMPIRAN VIII
FORMAT DOKUMEN RINCIAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH NONB3 UNTUK
KEGIATAN PEMANFAATAN LIMBAH NONB3

LAMPIRAN IX
FORMAT DOKUMEN RINCIAN TEKNIS PENGELOLAAN LIMBAH NONB3 UNTUK
KEGIATAN PENIMBUNAN LIMBAH NONB3

LAMPIRAN X
FORMAT PELAPORAN

56
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1: memuat terminologi yang digunakan dalam Pengelolaan Limbahnon-B3

57
LIMBAH non-B3
(Pasal 2)

LIMBAH non-B3 Terdaftar LIMBAH non-B3 Khusus

Limbah nonB3 Terdaftar adalah Limbah nonB3 Khusus adalah


Limbah non-B3 yang tercantum Limbah B3 yang dikecualikan
pada Lampiran XIV Peraturan dari Pengelolaan Limbah B3
Pemerintah Nomor 22 Tahun berdasarkan Penetapan
2021 dengan kode N101 - N109 Pengecualian dari Sumber
Spesifik dari Menteri
N108: SBE dengan kandungan
Minyak < 3% (SBE Ekstraksi)

DILAKUKAN
PENGELOLAAN
58
LINGKUP PENGELOLAAN LIMBAH NON-B3 (PASAL 3)
10

PENGURANGAN
Pasal 4

PEMANTAUAN PENYIMPANAN
DAN PELAPORAN Pasal 5 –
Pasal 46 – 49 Pasal 11

PENGELOLA WAJIB DILENGKAPI DENGAN


AN LIMBAH “DOKUMEN RINCIAN TEKNIS
PENGELOLAAN
PERPINDAHAN
LINTAS BATAS NON-B3 PEMANFAATAN
Pasal 12 –
LIMBAH NONBAHAN BERBAHAYA DAN
Pasal 40 BERACUN”
(Pasal 3) Pasal 20
Pasal 41 – Pasal 43

PENIMBUNAN
PENGANGKUTAN Pasal 21 –
Pasal 39
Pasal 38

59
BAB II
PENGURANGAN
LIMBAH NON-B3

60
Pengelolaan Limbah nonB3 II. Pengurangan Limbah non-B3 (PASAL 4)

Sebelum • Modifikasi Proses


1 dihasilkannya • Teknologi ramah
Limbah lingkungan 1. Tercantum dalam Doukmen Rincian
Teknis (DRT) Kegiatan
Pengurangan Limbah nonB3
• Penggilingan 2. Memenuhi Baku Mutu Lingkungan :
Setelah • Pencacahan • Air Limbah
2 dihasilkannya • Pemadatan • Emisi Udara
Limbah • Termal
• Sesuai IPTEK

Baku mutu
Emisi Termal
Lampiran 1 P19
Residu dari kegiatan
Termal, wajib dilakukan :
1. Penyimpanan
2. Pemanfaatan
3. penimbunan
61
BAB III
PENYIMPANAN
LIMBAH NON-B3

62
III. Penyimpanan Limbah non-B3 (PASAL 5 – PASAL 11)
Syarat Lokasi (Pasal 8) :
Fasilitas (pasal 5) : 1. Bebas Banjir
Persyaratan (Pasal 7) :
• Bangunan
Pengelolaan Limbah nonB3

2. Jarak Aman
1. Kriteria Lokasi
• Silo 3. Lokasi di area Pengasil
2. Kriteria Desain
• Waste Pile 4. Dapat dilakukan rekayasa teknologi
3. Memperhatikan
• Waste
Kapasitas Penyimpanan Kriteria Desain (Pasal 9) :
Impoundment
4. Tercantum dalam SOP Sesuai dengan fasilitas yang akan
• Sesuai IPTEK
digunakan (bangunan, silo, waste pile,
waset impoundment)

Dapat Dilakukan Pengemasan


(Pasal 6) Pasal 10 - 11
1. Masa Simpan Paling lama 3
Syarat Kemasan : tahun
1. Tidak Bocor 2. Wajib dilakukan
2. Tidak Berkarat pengelolaan
3. Tidak Rusak 3. Pencatatan pada logbook

Label Limbah nonB3, berisi IBC


informasi : Jumbo Tank
1. Identitas limbah nonB3 Bag WASTE
kemasan WASTE PILE IMPOUNDMENT
(kode) BANGUNAN SILO
dan/atau wadah
2. Bentuk limbah lainnya sesuai
Kemasan
3. Jumlah Limbah dengan Bentuk
Drum Limbah nonB3 Tertuang dalam Dokumen Rincian Teknis
4. Tanggal mulai disimpan
(DRT) Penyimpanan Limbah NonB3
63
BAB IV
PEMANFAATAN
LIMBAH NON-B3

64
IV. Pemanfaatan Limbah non-B3 (PASAL 12) …(1)

Dilakukan oleh penghasil


1
Pengelolaan Limbah nonB3

limbah nonB3
Rincian dan tujuan pemanfaatan
harus termuat dalam persetujuan
Dilakukan oleh lingkungan penghasil limbah nonB3
2 Pemanfaat Langsung
limbah nonB3

1. Pemerintah Pemanfaatan Limbah nonB3 sebagai:


2. Pemerintah Daerah 1. Substitusi Bahan Baku
3. Kelompok Orang 2. Substitusi Sumber Energi
(UMKM) 3. Bahan Baku
4. Badan Usaha memiliki 4. Produk Samping
Perizinan Berusaha 5. Sesuai IPTEK

Tertuang dalam Dokumen


Rincian Teknis (DRT)
Pemanfaatan Limbah nonB3
65
IV. Pemanfaatan Limbah non-B3..…(2)

Pemanfaatan
Sebagai Sebagai Limbah nonB3
Sebagai Sebagai sesuai dengan
Substitusi Substitusi Produk
Bahan Baku perkembangan
Bahan Baku Sumber Energi Samping
(Pasal 15) ilmu
(Pasal 13) (Pasal 14) (Pasal 16) pengetahuan
dan teknologi

Pemanfaatan Limbah NonB3


Wajib Mengacu Kepada Standart Produk (PASAL 17) 17
IV. Pemanfaatan Limbah non-B3 ..…(3)
Substitusi Bahan Substitusi Sumber BAHAN BAKU PRODUK PERKEMBANGAN
Baku (Pasal 13) Energi SAMPING IPTEK
Pengelolaan Limbah nonB3

a.Beton, batako, Memenuhi persyaratan 1. Pembuatan produk Harus memenuhi Belum tersedia
paving block, • Kalori > 2500 kkal/Kg menggunakan proses ketentuan: Standar Produk,
beton ringan, dan • TOX < 2% koagulasi. 1. dihasilkan dari proses maka:
• Sulfur < 1% Kristalisasi, oksidasi industri yang Pemanfaat
Kontruksi. terintegrasi dengan mengajukan
dan destilasi;
b.Industri semen. 2. Pembuatan produk proses utama sebagai permohonan
c. Pemadatan tanah. kertas, low grade produk sekunder; persetujuan
d.Pemanfaatan Memenuhi baku mutu paper, dan kertas 2. penggunaannya standar produk
lainnya lingkungan : chipboard; bersifat pasti; kepada Menteri
1. Baku Mutu Emisi 3. pembuatan base oil 3. kualitas produk yang
2. Baku Mutu Air Limbah dan bahan bakar dihasilkan bersifat
Kelengkapan
minyak; konsisten;
permohonan
4. peleburan logam; 4. memenuhi syarat dan
berupa hasil
5. pembuatan produk standar produk sesuai
kajian yang berisi:
berbahan dasar SNI
1. Waktu dan
logam, kertas, tujuan
plastik, dan kaca; 2. Lembaga
6. pembuatan pelaksana
Memenuhi Standar Produk pembenah tanah 3. Teknologi
Pasal 17): 7. Sesuai IPTEK 4. Hasil kajian
1. SNI
2. Standar yang ditetapkan
pemerintah/sector terkait
3. StandarInternasional 18
Pengelolaan Limbah nonB3 IV. Pemanfaatan Limbah non-B3 ..…(4)

PEMANFAATAN
LIMBAH NON-B3
LampiranII
P19

Standar Produk Pemanfaatan (Pasal


17):
PERMOHONAN PERSETUJUAN
1. SNI TIDAK TERSEDIA
STANDAR PRODUK
2. Standar yang ditetapkan STANDAR PRODUK PEMANFAATAN LIMBAH NON-B3
pemerintah/sector terkait
3. Standar Internasional

Dokumen teknis berupa hasil kajian yang


berisi informasi:
a. waktu dan tujuan pelaksanaan kajian;
b. lembaga pelaksana kajian;
c. teknologi yang digunakan; dan
d. hasil pelaksanaan kajian.

68
BAB V
PENIMBUNAN
LIMBAH NON-B3

69
V. Penimbunan Limbah non-B3 …(1)
PenimbusanAkhir
Pengelolaan Limbah nonB3

Ketentuan Penimbunan Limbah non-


Fasilitas Penimbunan (Pasal 21) : Penempatan di areal
B3 (Pasal 23)
1. Penimbusan Akhir bekas tambang
a. persyaratan fasilitas Penimbunan
2. Penempatan kembali di area bekas
Limbah non-B3;
tambang
b. persyaratan lokasi fasilitas
3. Bendungan penampung limbah
Penimbunan Limbah non-B3;
4. Sesuai IPTEK
c. tata cara Penimbunan Limbah non-
B3; dan
Dapat dilakukan juga di fasilitas d. penetapan penghentian kegiatan Bendungan/penampung
penimbusan akhir limbah B3 Penimbunan Limbah non-B3. limbah tambang

Sesuai
IPTEK
Tertuang dalam Dokumen
Rincian Teknis (DRT)
Penimbunan Limbah non-B3
70
V. Penimbunan Limbah non-B3 …(2)
PenimbusanAkhir
Ketentuan Penimbunan Limbah non-
Pengelolaan Limbah nonB3

B3 (Pasal 23)
Fasilitas Penimbunan (Pasal 21) : a. persyaratan fasilitas Penimbunan
1. Penimbusan Akhir Limbah non-B3;
2. Penempatan kembali di area bekas b. persyaratan lokasi fasilitas
tambang Penempatan di areal
Penimbunan Limbah non-B3; bekas tambang
3. Bendungan penampung limbah c. tata cara Penimbunan Limbah non-
4. Sesuai IPTEK B3; dan
d. penetapan penghentian kegiatan
Penimbunan Limbah non-B3.

Bendungan/penampung
Persyaratan Fasilitas Penimbunan limbah tambang
Persyaratan Fasilitas
Penimbunan 1. Memiliki desain fasilitas (Penimbusan akhir dan
1. Penimbusan Akhir (Pasal bendungan penampung)
24 - 25) 2. Memiliki system pelapis (Penimbusan akhir)
2. Penempatan kembali di 3. Memiliki kelengkapan fasilitas (Bendungan
area bekas tambang (Pasal Penampung dan Penempatan kembali)
26) 4. Memliki peralatan pendukung Sesuai
3. Bendungan penampung
5. Memiliki rencana penimbunan, penutupan dan IPTEK
limbah (Pasal 27)
pasca penutupas fasilitas

71
V. Penimbunan Limbah non-B3 …(3)
PenimbusanAkhir
Ketentuan Penimbunan Limbah non-
Pengelolaan Limbah nonB3

B3 (Pasal 23)
Fasilitas Penimbunan (Pasal 21) : a. persyaratan fasilitas Penimbunan
1. Penimbusan Akhir Limbah non-B3;
2. Penempatan kembali di area bekas b. persyaratan lokasi fasilitas
tambang Penempatan di areal
Penimbunan Limbah non-B3; bekas tambang
3. Bendungan penampung limbah c. tata cara Penimbunan Limbah non-
4. Sesuai IPTEK B3; dan
d. penetapan penghentian kegiatan
Penimbunan Limbah non-B3.

Bendungan/penampung
limbah tambang
Persyaratan Lokasi Penimbunan (Pasal 28)
a. sesuai dengan rencana tata ruang wilayah;
b. bebas banjir seratus tahunan;
c. permeabilitas tanah yang diukur sebagai
konduktivitas hidraulik paling besar 10-5 cm/detik
(sepuluh pangkat minus lima sentimeter per Sesuai
IPTEK
detik);
d. daerah yang secara geologis aman, stabil, tidak
rawan bencana, dan di luar kawasan lindung;
e. bukan merupakan daerah resapan air tanah;dan
f. hidrologi permukaan.
72
V. Penimbunan Limbah non-B3 …(4)
PenimbusanAkhir
Ketentuan Penimbunan Limbah non-
Pengelolaan Limbah nonB3

B3 (Pasal 23)
Fasilitas Penimbunan (Pasal 21) : a. persyaratan fasilitas Penimbunan
1. Penimbusan Akhir Limbah non-B3;
2. Penempatan kembali di area bekas b. persyaratan lokasi fasilitas
tambang Penempatan di areal
Penimbunan Limbah non-B3; bekas tambang
3. Bendungan penampung limbah c. tata cara Penimbunan Limbah non-
4. Sesuai IPTEK B3; dan
d. penetapan penghentian kegiatan
Penimbunan Limbah non-B3.

Bendungan/penampung
1. Pemeriksaan dan Pemeliharaan sarana dan limbah tambang
tata cara Penimbunan Limbah non-B3 prasarana fasilitas penimbun:
(Pasal 29) a) Sistem pendeteksi kebocoran
a. memperhatikan penempatan Limbah b) Sumur pantau
non-B3 pada lokasi fasilitas c) Saluran drainase
Penimbunan Limbah non-B3; d) Dinding tanggul
b. melakukan pengelolaan air lindi yang e) Pengolahan air lindi
ditimbulkan dari kegiatan Penimbunan 2. Pemantauan Lingkungan: Sesuai
Limbah non-B3; a) Air Tanah IPTEK
c. melakukan pemeriksaan dan b) Air Lindi
pemeliharaan sarana dan prasarana 3. Waktu pemantauan
Penimbunan Limbah non-B3; dan a) 1 kali dalam 1 bulan selama 2 tahun pertama
d. melakukan pemantauan lingkungan. beroperasi
b) 1 kali dalam 3 bulan untuk tahun berikutnya
73
V. Penimbunan Limbah non-B3 …(5)
PenimbusanAkhir
Ketentuan Penimbunan Limbah non-
Pengelolaan Limbah nonB3

B3 (Pasal 23)
Fasilitas Penimbunan (Pasal 21) : a. persyaratan fasilitas Penimbunan
1. Penimbusan Akhir Limbah non-B3;
2. Penempatan kembali di area bekas b. persyaratan lokasi fasilitas
tambang Penempatan di areal
Penimbunan Limbah non-B3; bekas tambang
3. Bendungan penampung limbah c. tata cara Penimbunan Limbah non-
4. Sesuai IPTEK B3; dan
d. penetapan penghentian kegiatan
Penimbunan Limbah non-B3.

Bendungan/penampung
limbah tambang
penetapan penghentian kegiatan
Penimbunan Limbah non-B3 (Pasal 34)
1. Penutupan fasilitas penimbunan
limbah nonB3
2. Pemeliharaan fasilitas penimbunan
limbah nonB3 Sesuai
3. Pemantauan fasilitas penimbunan IPTEK
limbah nonB3
a) Penimbusan Akhir: 31 Tahun
b) Penempatan kembali di area
bekas tambang: 6 tahun
c) Bendungan : 11 Tahun 25
BAB VI
PENGANGKUTAN
LIMBAH NON-B3

75
5. Pengangkutan Limbah non-B3 (Pasal 39)
wajib dilengkapi dengan
Berita Acara Penyerahan
Pengelolaan Limbah nonB3

Limbah nonB3
(BAPL)
PENGHASIL
LIMBAH
NONB3
PENGANGKUT LIMBAH NONB3

Ketentuan pengangkutan : PIHAK LAINNYA


1. Wajib menjamin tidak 1. Pemanfaat langsung
terjadinya ceceran, 2. Jasa Pengelola Limbah
tumpahan dan/atau B3
pencemaran lingkungan ;
dan
2. Wajib menggunakan alat
angkut yang sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundangan dibidang
Transportasi.
76
BAB VII
PERPINDAHAN LINTAS BATAS
LIMBAH NON-B3

77
Pengelolaan Limbah nonB3 VII. Perpindahan Lintas Batas Limbah non-B3 (Pasal 40)

1. penghasil Limbah nonB3 dapat melakukan ekspor Limbah


nonB3.
2. Bila negara tujuan ekspor Limbah nonB3 Limbah yang
diekspor sebagai Limbah B3, Penghasil Limbah nonB3
harus mengajukan permohonan notifikasi kepada Menteri
sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Limbah nonB3 dilarang untuk di impor apabila tidak diatur
dengan Peraturan perudangan lainnya.
4. Impor Limbah nonB3 yang dapat dilakukan importasinya
kedalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) adalah Limbah nonB3 yang telah diatur oleh
peraturan perundang-undangan lainnya

78
BAB VIII
DOKUMEN RINCIAN TEKNIS
LIMBAH NON-B3

79
Pengelolaan Limbah nonB3 VIII. DOKUMEN RINCIAN TEKNIS (DRT) LIMBAH NON-B3 (Pasal 41)

1. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan kegiatan


Pengelolaan Limbah nonB3 wajib menyusun dokumen rincian teknis pengelolaan
Limbah nonB3.
2. Dokumen rincian teknis dibuat sesuai dengan kegiatannya yaitu untuk kegiatan :
a. Pengurangan Limbah nonB3 (Lampiran VI);
b. Penyimpanan Limbah nonB3 (Lampiran VII);
c. Pemanfaatan Limbah nonB3 (Lampiran VIII);
d. Penimbunan Limbah nonB3 (Lampiran IX); dan
3. DRT memuat antara lain persyaratan fasilitas dan teknologi, standar yang diacu,
prosedur penyelenggaraan pengelolaan, neraca massa, rencana kajian, dan
pemantauan.
4. DRT harus termuat dalam Persetujuan Lingkungan.
5. Tata cara penerbitan Persetujuan Lingkungan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

80
CONTOH DRT
BAB IX
KLARIFIKASI STATUS
LIMBAH

82
IX. KLARIFIKASI STATUS LIMBAH(PASAL 44)
1. Menteri memfasilitasi penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang memerlukan klarifikasi status
Limbah yang dihasilkannya.
Pengelolaan Limbah nonB3

2. Penghasil Limbah dapat mengajukan permohonan klarifikasi status limbah kepada Direktur Jenderal.

PROSEDUR 3. Verifikasi Lapangan


1. Mengajukan Permohonan Klarifikasi, Identifikasi proses dihasilkan
dilengkapi : limbah dan sumber dihasilkannya
✓ Fotokopy Izin Lingkungan (contoh: limbah FABA dari boiler
✓ Flow Proses Produksi chaingrate untuk steam)
✓ Bahan Baku yang Digunakan
✓ Flow Proses Dihasilkannya Limbah
✓ Uji Laboratorium 4. Surat Klarifikasi, menyatakan :
✓ Informasi Rencana pengelolaan lanjut ✓ dikategorikan Limbah B3
limbah sebagaimana Lampiran IX PP
2. Rapat Teknis 22/2021;
Pemohon Menyampaikan ✓ dikategorikan Limbah nonB3
Terdaftar sebagaimana
Presentasi Proses Produksi dan
Lampiran XIV PP 22/2021; atau
Proses Dihasilkannya Limbah ✓ Limbah Tidak dikategorikan
sebagai Limbah B3

83
BAB X
PELARANGAN

84
Pengelolaan Limbah nonB3 X. PELARANGAN DALAM PENGELOLAAN LIMBAH NON B3 (Pasal 45)

• Dumping Limbah nonB3


tanpa persetujuan
Pemerintah Pusat
• Open burning
• Mencampurkan Limbah
nonB3 dan Limbah B3
• Penimbunan Limbah
nonB3 di TPASampah

36
BAB XI
PEMANTAUAN DAN
PELAPORAN

86
PELAPORAN DAN
PEMANTAUAN 1 kali dalam 1 Tahun
PENGELOLAAN
Pengelolaan Limbah nonB3

Kepada Menteri melalui


LIMBAH NON B3 Direktur Jenderal
(Pasal 46 – 47) PELAPORAN SECARA ELEKTRONIK

PEMANTAUAN (Pasal 46): MEMUAT


1. Direktur Jenderal melakukan
pemantauan paling sedikit 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun terhadap Jumlah
kegiatan dan neraca massa Limbah
pengelolaan Limbah nonB3. Jenis
Kegiatan
2. Pelaksanaan pemantauan Kode
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Limbah
dilakukan dalam rangka peningkatan Neraca
Massa
kinerja pelaksanaan pengelolaan Nama
Limbah nonB3 Limbah

87
DASAR HUKUM PENGELOLAAN
SAMPAH
UU 18/2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH:

• Pasal 11: Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah


tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib
mengurangi dan menangani sampah dengan cara berwawasan
lingkungan.

• Pasal 13: Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,


kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas
sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas
pemilahan sampah.
DASAR HUKUM

PP 81/2012:
Pasal 17 ayat (3): Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, fasilitas
lainnya dalam melakukan pemilahan sampah wajib menyediakan sarana
pemilahan sampah skala kawasan.

Pasal 18 ayat (2): Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,


kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan
fasilitas lainnya dalam melakukan pengumpulan sampah wajib
menyediakan:
a. TPS
b. TPS3R
c. Alat pengumpul untuk sampah terpilah
DASAR HUKUM

PP 81/2012:

Pasal 21 ayat (2): Pengolahan sampah dilakukan oleh:


a. Setiap orang pada sumbernya
b. Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan
industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, fasilitas
lainnya.

Pasal 21 ayat (3): Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,


kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan
fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pengolahan sampah skala
kawasan yang berupa TPS3R
DEFINISI SAMPAH JENIS SAMPAH YANG DIKELOLA
(Pasal 2)

Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2008


Tentang Pengelolaan Sampah (Pasal 1) Sampah Rumah Tangga
Sampah padat yang berasal dari sisa kegiatan sehari-hari
di rumah tangga, dan dari proses alam

“Sampah adalah Sisa Kegiatan Tidak termasuk tinja dan sampah spesifik

Sehari-hari Manusia dan/atau Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga


Sampah RT yang berasal bukan dari RT dan lingkungan RT
Proses Alam yang Berbentuk Padat melainkan berasal dari sumber lain
misalnya: pasar, kantor, sekolah, rumah sakit, dll.

Sampah Spesifik
” Sampah yang mengandung B3 (batere bekas, obat bekas)
Sampah yang mengandung limbah B3 (sampah medis)
Sampah akibat bencana
Puing bongkaran
Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah
Sampah yang timbul tidak secara periodik (sampah hasil kerja bakti
KONSEKUENSI UU 18/2008

1. PRODUSEN (pabrik) harus MEMBATASI (reduce) jumlah sampah yang


dihasilkan dari produk mereka. Pembatasan juga dilakukan oleh
konsumen (masyarakat) dengan mengkonsumsi produk yang sedikit
menimbulkan sampah.

MENGUBAH PERILAKU. Sampah diperlakukan sebagai sumber daya


2. (resources) BUKAN waste dengan menjalankan prinsip 2R (reuse dan
recycle).
Pengelolaan sampah, walaupun domain pelayanan publik tetapi tidak
3. lepas dari tanggung jawab MASYARAKAT dan PELAKU BISNIS.
KONSEKUENSI UU 18/2008

Yang perlu dilakukan PEMDA adalah menyusun strategi pengelolaan


sampah yang berisi antara lain:

• Menyusun PERDA pengelolaan sampah


• Membuat rencana & melaksanakan penutupan TPA sistem open dump
• Data dan sumber sampah yang akurat
• Menetapkan zonasi wilayah pengelolaan sampah
• Menetapkan target pengurangan sampah
• Memilih teknologi pengolahan sampah
• Menetapkan lokasi TPST dan TPA
• Menciptakan kelompok-kelompok masyarakat dan melakukan
pembinaan/pelatihan
LARANGAN
BAB X PASAL 29 UU NO. 18 TAHUN 2008

Setiap orang dilarang:

a. Memasukan sampah ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.


b. Mengimpor sampah.
c. Mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun.
d. Mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan.
e. Membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan
disediakan.
f. Melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat
pemrosesan akhir.
g. Membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis
pengelolaan sampah.
Tujuan
Pengelolaan
Sampah (Pasal
4 UU 18
Tahun 2008)
MAKSUD PENGELOLAAN SAMPAH :
PERUBAHAN PARADIGMA
PENGELOLAAN SAMPAH

PENDEKATAN END OF PIPE


MENJADI
REDUCE AT SOURCE &
RESOURCES RECYCLE
PENGELOLAAN SAMPAH
Paradigma Lama
“KUMPUL,
ANGKUT, BUANG” Paradigma Baru
PENGURANGAN,
PENANGANAN

DAMPAK NEGATIF:
• Kesehatan Masyarakat
• Kesehatan Lingkungan
• Bencana
DAMPAK POSITIF:
• Lingkungan Hidup
• Kesehatan Masy.
• Nilai Ekonomi
PARADIGMA BARU PELAKSANAAN PRINSIP TSB DILAKUKAN KEGIATAN:
PENGELOLAAN SAMPAH 1. 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE).
+ MENGUTAMAKAN 2. EXTENDED PRODUCER’S RESPONSIBILITY (EPR).
PRINSIP SAMPAH SEBAGAI 3. WASTE TO ENERGY.
SUMBERDAYA
4. PENGELOLAAN AKHIR YANG ENVIRONMENTAL
+ MENGUTAMAKAN FRIENDLY (SANITARY LANDFILL).
PRINSIP PENGENDALIAN
PENCEMARAN
KEUNTUNGAN CARA INI:
1. MENGHEMAT SUMBERDAYA.
2. BEBAN PENCEMAR BERKURANG.
3. BERNILAI EKONOMIS & MEMBUKA LAPANGAN KERJA.
4. OPERATIONAL COST RENDAH.
5. BEBAN TPA BERKURANG.
PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN
AKTOR DAN KORBAN KASUS LINGKUNGAN HIDUP
PERUSAHAAN

PERSEORANGAN LINTAS BATAS

PELANGGAR/
PENCEMAR

KASUS
LINGKUNGAN NASIONAL
LINGKUNGAN
HIDUP
PROVINSI
MASYARAKAT PIHAK
KORBAN
BERWAJIB
KABUPATEN/
NEGARA KOTA
KARAKTERISTIK DAN DAMPAK KEJAHATAN SUMBERDAYA ALAM

KERUGIAN JASA
KOMPLEKS LINGKUNGAN & BENCANA EKOLOGIS
DINAMIS RUANG
KEHATI
DAN LINGKUP LUAS
TERORGANISIR

KESEHATAN KERUGIAN
MASYARAKAT SERIOUS EKONOMI
EXTRAORDINARY CRIME
IMPACT

KERUGIAN
KEWIBAWAAN KEUANGAN
NEGARA NEGARA DAMPAK
JANGKA
PANJANG

FINANCIAL GAIN INTERLINKED


CRIME
KOMITMEN NASIONAL UNTUK PENEGAKAN HUKUM SDA

KONSTITUSI HIJAU - UUD 1945 DASAR PENEGAKAN HUKUM LHK


UU No. 5/1990
Pasal 28 H UU No.37/2014
Konservasi Sumber Daya Konservasi Tanah & Air
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat Alam Hayati & Ekosistemnya
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”
UU No. 41/1999 UU No. 4/2009
Pasal 33 Ayat (3) Kehutanan Mineral & Batubara
“Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat”
UU No. 18/2008 UU No. 39/2014
Pengelolaan Sampah Perkebunan
Pasal 33 Ayat (4)
“Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi
ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
UU No. 32/2009
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta Perlindungan & Pengelolaan UU No. 26/2007
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi Lingkungan Hidup Penataan Ruang
nasional”
UU No. 18/2013 UU No. 27/2007 jo. UU No.
Pencegahan & Pemberantasan 1/2014 Pengelolaan Wilayah
Perusakan Hutan Pesisir & Pulau-pulau Kecil

UU No. 8/2010 Pencegahan & UU No. 11/2021


Pemberantasan TPPU Undang Undang Cipta Kerja
UU No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja
Ketentuan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup diubah
dalam Pasal 22 UU No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja sebagai berikut:

26 Pasal yang dirubah

20 Pasal dihapus

3 Pasal tambahan
Penegakan Hukum LHK Pasca UUCK

USAHA/KEGIATAN SENGAJA/LALAI
USAHA/KEGIATAN MELEBIHI BAKU MUTU USAHA/KEGIATAN
MEMILIKI
TANPA PERIZINAN AIR, AIR LAUT, UDARA TANPA PERIZINAN
PERIZINAN
BERUSAHA/PERSE AMBIEN, ATAU BERUSAHA/PERSE
BERUSAHA/PERSE
TUJUAN KERUSAKAN TUJUAN
TUJUAN LINGKUNGAN
PEMERINTAH PEMERINTAH
PEMERINTAH (PASAL 98 & 99)
(PASAL 82A) (PASAL 109)
(PASAL 82B)

PELANGGARAN TIDAK PELANGGARAN


MENIMBULKAN DAMPAK K2L MENIMBULKAN DAMPAK K2L

SANKSI
ADMINISTRATIF Prinsip SANKSI PIDANA

*K2L : Keselamatan, Kesehatan dan/atau Lingkungan Ultimum Remedium *K2L : Keselamatan, Kesehatan dan/atau Lingkungan
BAB I: KETENTUAN UMUM

PP No. 22 BAB II: PERSETUJUAN LINGKUNGAN

Tahun 2021 BAB III: PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN MUTU AIR

BAB IV: PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN MUTU UDARA


Tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup BAB V: PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN MUTU LAUT

BAB VI: PENGENDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB VII: PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DAN


sebagai PENGELOLAAN LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

BAB VIII: DANA PENJAMINAN UNTUK PEMULIHAN FUNGSI LINGKUNGAN

BAB IX: SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN HIDUP

Peraturan Pelaksana BAB X: PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


UU No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja BAB XI: TATA CARA PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF PERIZINAN
BERUSAHA ATAU PERSETUJUAN PEMERINTAH
Bidang Lingkungan Hidup BAB XII: KETENTUAN PERALIHAN

BAB XIII: KETENTUAN PENUTUP


INSTRUMEN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DALAM UU CIPTA KERJA

1. Teguran Tertulis
PENGENAAN 2. Paksaan Pemerintah
ULTIMUM
SANKSI 3. Denda Administratif
REMEDIUM ADMINISTRATIF 4. Pencabutan Perizinan
5. Pembekuan Perizinan

PENYELESAIAN
1. Ganti Kerugian Publik
SENGKETA DI LUAR 2. Pemulihan Lingkungan
• Mempercepat PENGADILAN
Proses
Penegakan
Hukum PENYELESAIAN
1. Ganti Kerugian Negara
SENGKETA MELALUI
2. Pemulihan Lingkungan
PENGADILAN
1. Pidana Penjara
2. Denda Pindana
PREMUM PENEGAKAN HUKUM
3. Pidana Tambahan
REMEDIUM PIDANA • Pemulihan Lingkungan
• Perampasan Keuntungan
ASAS-ASAS PENGUATAN KEBIJAKAN PASCA UU 11/2020

ASAS-ASAS INSTRUMEN KEBIJAKAN

Batas
Perencanaan Kajian Lingkungan Hidup
PENCEGAHAN Spatial
Kawasan
Strategis (KLHS)
Hutan
Surat Kelayakan
KEHATI- • STANDARD Persetujuan Persetujuan
• EIA Operasional
HATIAN Lingkungan Teknis
(SLO)

POLLUTER Pengawasan Sanksi Penyelesaian Penegakan


PAYS Penaatan Administrasi Sengketa Hukum Pidana
Pengawasan dan
PERSETUJUAN LINGKUNGAN : Persetujuan Lingkungan Penegakan Hukum
diterbitkan oleh Lingkungan oleh MENLHK,
JANTUNG SISTEM PERIZINAN MENLHK, Gubernur atau Gubernur,
Bupati/Walikota
Bupati/Walikota
DI INDONESIA

AMDAL Persetuju Perizinan


& an Berusaha
UKL/UP Lingkung
L an
PEMRAKARSA –
RENCANA USAHA PELAKSANAAN USAHA
DAN/ATAU KEGIATAN Proses Amdal atau UKL-UPL Perizinan Berusaha diterbitkan DAN/ATAU
- Uji Kelayakan oleh Tim Uji oleh KEGIATAN
Kelayakan Menteri, Gubernur atau Penaatan
- Proses Pemeriksaan oleh Bupati/Walikota terhadap BML
Instansi LH dan KBKL
- Persetujuan Teknis
• PERSETUJUAN LINGKUNGAN merupakan “JANTUNG-nya” Sistem Perizinan di Indonesia. Secara
legal sesuai UU Cipta Kerja Perizinan Berusaha untuk usaha dan/atau kegiatan tidak dapat
diterbitkan tanpa adanya Persetujuan Lingkungan
• Persetujuan Lingkungan merupakan hasil dari Proses Amdal atau UKL-UPL yang disusun oleh
Pemrakarsa dan dinilai oleh Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup atau diperiksaoleh Instansi LH
• Persetujuan Lingkungan yang termuat dalam Perizinan Berusaha merupakan instrument utama
penurunan Beban Pencemaran Lingkungan dan Laju Kerusakan Lingkungan dan Pengawasan LH Penurunan Beban Pencemaran
dan Kerusakan Lingkungan Hidup
110
“Izin Lingkungan TIDAK
DIHILANGKAN, namun tujuan dan
fungsinya diINTEGRASIkan ke dalam
PERIZINAN BERUSAHA”

111
PENGATURAN AMDAL, UKL-UPL, SPPL DAN PERIZINAN
BERUSAHA DALAM UU CK
UNTUK
INSTANSI
PENGAWASAN
PEMERINTAH
LINGKUNGAN
UNTUK HIDUP
PELAKU
USAHA
PENGAWASAN
LINGKUNGAN
HIDUP
Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

DASAR
Angka 25 Pasal 71 ayat (1) “Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah melakukan
pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang pelindungan

HUKUM
dan pengelolaan lingkungan hidup.

Angka 25 Pasal 72 “Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan


kewenangannya berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan
oleh Pemerintah melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan
PENGAWASAN atau kegiatan terhadap Perizinan Berusaha, atau persetujuan Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah.

LINGKUNGAN Angka 25 Pasal 73 “Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap


HIDUP ketaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan yang Perizinan
Berusaha atau persetujuan Pemerintah Daerah diterbitkan oleh Pemerintah
Daerah jika Menteri menganggap terjadi pelanggaran yang serius di bidang
pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

Pasal 492 ayat (1) “Menteri, gubernur atau bupati/wali kota wajib
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab Usaha
dan/atau Kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam Perizinan
Berusaha atau Persetujuan Pemerintah terkait Persetujuan
Lingkungan dan peraturan perundang-undangan di bidang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup..
Pengawasan
Lingkungan Hidup
Pasal 1 angka 98 PP No. 22 Tahun 2021

“ Kegiatan yang dilaksanakan secara langsung


atau tidak langsung oleh Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup (PPLH) untuk mengetahui
dan/atau menetapkan tingkat ketaatan
penanggung jawab Usaha dan/atau
Kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan
dalam Perizinan Berusaha atau
Persetujuan Pemerintah serta peraturan
perundang-undangan di bidang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
PEJABAT PENGAWAS
LINGKUNGAN HIDUP
(PPLH)
Pasal 1 angka 98 PP No. 22 Tahun 2021

Pejabat Fungsional Pengawas Lingkungan Hidup


yang selanjutnya disebut Pejabat Pengawas
Lingkungan Hidup adalah pegawai negeri sipil
yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang,
dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melakukan pengawasan
dan/atau penegakan hukum Lingkungan Hidup.
Kewenangan Pengawasan
(Pasal 71 ayat (1) dan Pasal 72
UU 32/2009 jo. UU Cipta Kerja)

Pemerintah Pusat / Ketaatan Penanggungjawab


Pemerintah Daerah Pengawasan Usaha dan/atau Kegiatan

Perizinan Berusaha dan Persetujuan


Pemerintah terkait persetujuan lingkungan
yang diterbitkan oleh:

Pemerintah Pusat Menteri


Pemerintah Provinsi Gubernur
Pemerintah Kabupaten/Kota Bupati /
Walikota
Pasal 493 ayat (1) s.d (3) PP 22 Tahun 2021
KEWENANGAN PENGAWASAN
OLEH MENTERI, GUBERNUR DAN BUPATI/WALIKOTA

PENGECUALIAN
Pasal 493 ayat (4) s.d. (6)
Analisis mengenai PP 22 Tahun 2021 Perizinan Berusaha atau
dampak lalu lintas Persetujuan Pemerintah
terkait Persetujuan
Lingkungan mensyaratkan
SLO dan belum dipenuhi
Pengawasan oleh Menteri yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
perhubungan, gubernur,
Pengawasan dilakukan terhadap
bupati/wali kota sesuai
kewajiban lainnya dalam
kewenangan
Persetujuan Lingkungan
Menteri, Gubernur, Bupati / Walikota

Pendelegasian Penetapan PPLH Peraturan PPLH


Kewenangan Dalam pelaksanaan
02 Dalam pengawasan kepada 03 pengawasan menetapkan 04 Ketentuan mengenai
PPLH diatur dalam
pejabat/instansi teknis yang Pejabat Pengawas Peraturan Pemerintah
bertanggung jawab di Lingkungan Hidup yang
bidang Perlindungan Dan merupakan pejabat
Pengelolaan Lingkungan fungsional
Hidup
(Pasal 71 ayat (2), (3) dan (4)
UU 32/2009 jo. UU Cipta Kerja)
PELAKSANAAN
PENGAWASAN
(Pasal 496 PP 22 Tahun 2021)

(1) Pengawasan dilakukan oleh Pejabat Pengawas


Lingkungan Hidup

(2) Pengawasan dilakukan dengan cara:

PENGAWASAN LANGSUNG
Dilakukan dengan mendatangi lokasi Usaha dan/atau Kegiatan.

PENGAWASAN TIDAK LANGSUNG


Dilakukan melalui penelaahan data laporan penanggung jawab
Usaha dan/atau Kegiatan dan/atau dari Sistem Informasi
Lingkungan Hidup
Hasil pengawasan tidak langsung menunjukkan pelanggaran
berulang atau mengindikasikan timbulnya ancaman serius terhadap
Lingkungan Hidup, PPLH melakukan pengawasan
PELAKSANAAN
PENGAWASAN
Pengawasan Langsung
(Pasal 496 ayat (3) PP 22 Tahun 2021)

PENGAWASAN REGULER (Pasal 497)


Dilaksanakan sesuai dengan perencanaan setiap tahun
berdasarkan Perizinan Berusaha atau Persetujuan
Pemerintah terkait Persetujuan Lingkungan.

PENGAWASAN INSIDENTAL (Pasal 498)


a. Pelanggaran yang terdeteksi
b. Adanya pengaduan masyarakat terkait dugaan
Pencemaran LH dan/atau kerusakan LH
c. Adanya laporan dari pengelola kawasan atas
pelanggaran pelaksanaan RKL-RPL rinci oleh Pelaku
Usaha dalam kawasan
PENGAWASAN
LAPIS KEDUA
Pasal 73 UU 32 Tahun 2009 jo. UU Cipta Kerja

“ Menteri dapat melakukan pengawasan


terhadap ketaatan penanggung jawab usaha
dan/ atau kegiatan yang Perizinan Berusaha
atau persetujuan Pemerintah Daerah
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah jika
Menteri menganggap terjadi pelanggaran
yang serius di bidang pelindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Aspek Pengawasan
Perizinan Berusaha atau Ketaatan penanggungjawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap
Persetujuan Pemerintah terkait peraturan perundang-undangan di
Persetujuan Lingkungan, meliputi: bidang:

Amdal atau UKL/UPL Pengendalian Pencemaran Air

Persetujuan Teknis
Pengendalian Pencemaran Udara
o Pemenuhan Baku Mutu Air Limbah;
o Pemenuhan Baku Mutu Emisi;
o Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan B3

Pengelolaan LB3
Sebelum UUCK berupa :
- Izin Lingkungan Pengelolaan Non Limbah B3/Sampah
- Izin Perlindungan dan
Pengelolaan LH
KEWENANGAN
PEJABAT PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP
(Pasal 74 UU 32/2009 jo. UU Cipta Kerja / Pasal 495 PP 22 Tahun 2021)

Melaksanakan pemantauan; Membuat rekaman audio visual

Meminta keterangan; Mengambil sampel

Membuat salinan dari dokumen Memeriksa instalasi dan/atau alat


dan/atau membuat catatan yang transportasi; dan/atau
diperlukan;
Memeriksa peralatan
Memasuki tempat tertentu;
Menghentikan pelanggaran
Memotret; tertentu
PENGHENTIAN
PELANGGARAN TERTENTU
Dilakukan oleh PPLH apabila Usaha dan/atau Kegiatan telah
menimbulkan ancaman serius
(Pasal 499 PP 22 Tahun 2021)

TUJUAN
Untuk mencegah:
a.dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan
Pencemaran dan/atau Kerusakan LH
b.kerugian yang lebih besar bagi LH jika tidak segera dihentikan
Pencemaran dan/atau Kerusakan LH

CONTOH PENGHENTIAN PELANGGARAN TERTENTU

a. Penutupan saluran pembuangan Air Limbah;


b. Pembongkaran saluran pembuangan Air Limbah;
c. Penghentian operasi sumber Emisi;
d. Penutupan lokasi pembuangan limbah; dan/atau
e. Upaya lainnya yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran tertentu

Dilakukan melalui pemasangan plang penghentian pelanggaran tertentu dan/atau


pemasangan garis PPLH dan membuat berita acara penghentian pelanggaran tertentu.
Tindak Lanjut Pengawasan

Pengenaan
Sanksi
Administratif

Pidana Penjara
Penegakan
Denda Pidana
Hukum
Pidana Pidana Tambahan: Pemulihan Lingkungan
Perampasan Keuntungan

Penyelesaian Di Luar Pengadilan


Sengketa
Lingkungan Melalui Pengadilan
Hidup
KRITERIA DENDA ADMINISTRATIF

Tidak memiliki Persetujuan Menyusun AMDAL tanpa sertifikat


Lingkungan namun telah memiliki kompetensi penyusun Amdal
Perizinan Berusaha; ;

Karena kelalaiannya, melaksanakan


Tidak memiliki
Persetujuan Lingkungan perbuatan yang mengakibatkan
dan Perizinan Berusaha; dilampauinya
1.Baku Mutu Udara Ambien,
2. Baku Mutu Air,
3. Baku Mutu Air Laut,
4. Baku mutu gangguan,
5. dan/atau Kriteria Baku Kerusakan LH,
yang tidak sesuai dengan Perizinan
Berusaha terkait Persetujuan
Melaksanakan perbuatan yang Lingkungan yang dimilikinya;
melebihi Baku Mutu Air
Limbah, Baku Mutu Emisi
sesuai dengan Perizinan Berusaha Melaksanakan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau
kerusakan LH, di mana perbuatan tersebut
dilakukan karena kelalaian dan tidak
Tidak melaksanakan kewajiban mengakibatkan bahaya kesehatan
dalam Perizinan Berusaha terkait manusia, luka, luka berat, dan/atau
Persetujuan Lingkungan matinya orang;
;
KEWENANGAN PENERAPAN SANKSI ADIMINISTRATIF

Perizinan Berusaha dan Persetujuan


01 MENTERI Pemerintah yang diterbitkan oleh
Pemerintah Pusat

Perizinan Berusaha dan Persetujuan


02 GUBERNUR Pemerintah yang diterbitkan oleh
Pemerintah Provinsi

Perizinan Berusaha dan Persetujuan


03 BUPATI / WALI KOTA Pemerintah yang diterbitkan oleh
Kab/Kota

Penerapan Sanksi Administratif Lapis Kedua

Berdasarkan hasil pengawasan lapis kedua → Menteri dapat menerapkan


Sanksi Administratif terhadap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan
dalam hal Menteri menganggap Pemerintah Daerah secara sengaja tidak
menerapkan Sanksi Administratif terhadap pelanggaran yang serius di
bidang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.
PENCABUTAN SANKSI ADMINISTRATIF

Menteri, gubernur atau bupati/wali kota


sesuai kewenangannya, melakukan
pencabutan keputusan Sanksi
Administratif apabila berdasarkan hasil
pengawasan pelaksanaan Sanksi
Administratif penanggung jawab Usaha
dan/atau Kegiatan telah menaati seluruh
kewajiban dalam Sanksi Administratif
PEMBERATAN
SANKSISANKSI ADIMINISTRATIF
ADMINISTRATIF
Dalam hal penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan
tidak melaksanakan Sanksi Administratif dan/atau
ditemukan pelanggaran selain yang tertuang dalam
keputusan Sanksi Administratif, pejabat berwenang dapat
melakukan pemberatan sanksi meliputi:
a. Penyelesaian Sengketa Lingkungan; dan/atau
b. Pidana.

Pemberatan ke Pidana
1. Pelanggaran baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau
baku mutu gangguan lebih dari satu kali
2. Tidak melaksanaan Paksaan Pemerintah;

Pemberatan ke Penyelesaian Sengketa


Lingkungan
Contoh kasus:
1. Perhitungan kerugian lingkungan akibat tumpahan minyak;
2. Pemulihan lahan terkontaminasi;
3. Ganti rugi kerusakan lahan;
Ketentuan Peralihan – Pasal 562 PP 5/2021

Ketentuan pelaksanaan Perizinan Berusaha Berbasis


Risiko yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
dikecualikan bagi Pelaku Usaha yang Perizinan
Berusahanya telah disetujui dan berlaku efektif
sebelum PP ini berlaku termasuk persyaratan-
persyaratan yang telah dipenuhi, kecuali ketentuan
dalam PP ini lebih menguntungkan bagi Pelaku
Usaha;

Pelaku Usaha yang telah memperoleh Perizinan


Berusaha namun belum berlaku efektif sebelum
Peraturan Pemerintah ini berlaku, Perizinan Berusaha
diproses sesuai dengan ketentuan dalan PP ini.
DAMPAK PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF

Restoration of Contaminated Land

July 2022
(after Restoration)

ADMINISTRATIVE
SANCTION

November 2017
(before Restoration)
DAMPAK PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF

April 2019 July 2022


(before Restoration) (after Restoration)

ADMINISTRATIVE
SANCTION
DAMPAK PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF

Before
Sanction

Sign Board of Housekeeping


Waste Water of Hazardous
Outfall Waste

After
Sanction
PENGAWASAN VS SANKSI ADMINISTRATIF

KUALITAS SANKSI ADMINISTRATIF


BERBANDING LURUS DENGAN
KUALITAS PENGAWASAN
• KOMPETENSI PENGAWAS BAIK →
KUALITAS PENGAWASAN BAIK
• KUALITAS PENGAWASAN BAIK →
SANKSI ADMINISTRATIF BAIK
• SANKSI ADMINISTRATIF BAIK → EFEK
JERA
PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI

136
Jenis Jenis Limbah di Industri

INPUT
OUTPUT

Air Limbah Udara Emisi


Limbah Padat/Sampah
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun
PENCEMAR SUMBER AIR
Dampak
• Dampak buruk pencemaran air pada umumnya berhubungan
dengan 3 hal:
1. Produksi tumbuhan yang berlebihan (Eutrofikasi)
Photosynthesis by autotrophic organism
6CO2 + 6H2O → C6H12O6 + 6O2
Light/Nutrient
Apa Dampaknya?
2. Deoxygenation – (Oksigen Habis) → Ikan Mati Masal
Respiration by heterotrophic organisms
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O
Apa Dampaknya?

3. Efek racun - Zat beracun dapat berakibat


buruk pada biota air dan ekosistem serta
rantai makanan
Sumber Pencemaran
• Sumber Langsung:
- Air Limbah Industri,
- Lindi dari TPA sampah,
- Air Limbah Domestik
- dll
• Sumber Tidak Langsung:
• Pencemaran dari udara yang terbawa oleh air hujan
• Pecemaran dari air bawah tanah
• Pencemaran dari tanah
Jenis Jenis Pencemar Air

• Patogen (Bakteri, Virus, Protozoa) →


Contoh: Bakteri coliforms dan E. coli

• Material Anorganik
Contoh: Logam Berat (arsen, merkuri, Tembaga, Crom, Seng dan Barium

• Material Organik
Contoh: Material mengandung Karbon (Karbohidrat, Protein, Lemak, dll)

• Polutan Makroskopis
Contoh: Pencemar dengan ukuran besar seperti sampah,
plastik, dll
UDARA AMBIEN

Udara bebas dipermukaan bumi pada lapisan troposfir


yang berada di dalam wilayah yuridifikasi Republik
Indonesia yang dibutuhkan dan mempengaruhi
kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur
lingkungan hidup lainnya.
(PP 22 tahun 2021)
Klasifikasi Udara
Bergerak

Emisi Fugitive CEMS


Tidak
Bergerak
Cerobong Manual

Udara PP 22 Tahun Tidak Wajib


Ambien
Udara Ambien 2021 Pantau

Industri
Kebisingan

Gangguan

Getaran

Ruangan PERMENAKER

Kebauan
Jenis Jenis emisi:
• EMISI NORMAL :
berasal dari sumber-sumber yang terkontrol dan disalurkan melalui
cerobong sehingga dapat diukur atau dipantau besarannya

• EMISI ABNORMAL
berasal dari sumber-sumber titik kecil, yaitu yang berasal dari emisi
fugitive, proses start up, shutdown, dan perawatan. Sumber ini lebih
sulit dikontrol dan diukur

• EMISI SEMENTARA/AKSIDENTAL
berasal dari kebocoran dan tumpahan kecil; ledakan dan kebakaran

(PERMENLH_12_2010)
Emisi Fugitive adalah Emisi yang secara teknis tidak
dapat melewati cerobong, ventilasi atau system
pembuangan Emisi yang setara seperti:

- Emisi akibat kebocoran dari katup, flensa, pompa,


kompresor, alat pelepas tekanan, kebocoran dari
peralatan proses produksi dan komponen-
komponennya
- Emisi dari tangki timbun
- Emisi dari instalasi pengolahan air limbah.
- Emisi debu dari jalan
- Emisi debu pertambangan
- dsb
Emisi Debu Fugitive
Sumber-
Sumber
Fugitive
Emission
Sektor
Migas
Sumber: http://www.nature.nps.gov/air/AQBasics/images/types_of_sources_02-2012.jpg
Sumber:
http://scienceunraveled.com/wp-content/uploads/2013/08/AirpollutionpathwaysUSEPA1.jpg
Jenis
Pencemaran
Udara
Berdasarkan proses terbentuknya zat
pencemar
1.Pencemar primer
• Diemisikan langsung oleh
sumber pencemar (CO, NO,
NO2, SO2, partikel, Pb).
2.Pencemar sekunder
• Terbentuk karena reaksi
antar zat di udara (Oksidan,
NO2, SO3, HNO3, H2SO4,
PANs Peroxyacyl Nitrates,
dll)

Sumber: http://www.newsustainabilityinc.com/wp-content/uploads/2014/07/slide_8.jpg
154
The Great Smog of '52 or Big Smoke in London

4,000 orang meninggal


100,000 sakit oleh
dampak asap kabut
pada saluran
pernapasan

http://images.china.cn/attachement/jpg/site1007/20130819/00114320db41137bdb2e06.jpg
http://en.wikipedia.org/wiki/Great_Smog#/media/File:Nelson%27s_Column_during_the_Great_Smog_of_1952.jpg
Tobata-ku (1950’s)

80t/km2・amount
of monthly dust fall
Sumber:
http://scienceunraveled.com/wp-content/uploads/2013/08/AirpollutionpathwaysUSEPA1.jpg
158
B3 Adalah...

Limbah B3 (LB3) Adalah...


Beberapa isu penting yang melatarbelakangi pentingnya
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

➢ Meningkatnya penggunaan B3 pada berbagai


kegiatan, antara lain pada kegiatan perindustrian,
pertambangan, energi, migas, kesehatan, rumah
tangga dan kegiatan lainnya,
➢ Meningkatnya upaya pengendalian pencemaran
udara dan pengendalian pencemaran air, yang akan
menghasilkan lumpur/sludge atau debu yang
berbahaya dan beracun,
➢ Dampak penting atau pencemaran yang diakibatkan
oleh pembuangan limbah B3 terhadap lingkungan
➢ Indonesia merupakan salah satu negara tujuan
tempat pembuangan limbah B3.
Berbagai Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan Hidup Dampak
Dari Kegiatan yang Tidak Taat Aturan
Sludge IPAL

Reagen bekas

Kemasan bekas

Slag
Olie bekas Aki bekas

Limbah infectius
Tanah terkontaminasi
DampakK MERCURY diMinamata -
Jepang
Gambaran Dampak Akibat Limbah B3
Trend Dampak B3 dan Limbah B3 terhadap lingkungan dan Kesehatan manusia

B3 LB3

• Sifat dan karakrteristik Bahaya /beracun • Sifat dan karakteritik bahaya/ racun lebih rendah dari B3 nya
sangat tinggi • Merupak limbah /Sisa kegiatan (bukan asset)
• Sebagai asset (punya nilai tinggi) • Sifat dan karakteristik bahaya /racun perlu diuji ( acute/kronis/sub-
• Memiliki MSDS kronis)
• Isue terhadap dampak kesehatan lebih • Isu terhadap damapak lingkungan lebih diutamakan
utama
• Pengaturan lebih ketat • Peraturan/ penegakan hukum lemah dan sulit diterapkan
166
POTENSI BAHAYA SAMPAH B3

2016

Sumber: Iswanto, dkk., 2016


167
….. Lanjutan.

Sumber: Iswanto, dkk., 2016


168
169
PENGOLAHAN LIMBAH
Pengolahan Air Limbah
IDENTIFIKASI SUMBER KEGIATAN INDUSTRI

o Proses Produksi Utama


o Proses Produksi pendukung
o Utilitas (boiler, genset)
o Domestik (sanitasi, kantin, dsb)
o Lain-lain (bengkel, pool kendaraan, dsb)
Potensi Penghasil Limbah Cair di Industri
• Air limbah yang diidentifikasi sebagai potensi limbah cair dari kegiatan di Industri akan
berasal dari seluruh kegiatan industri (Limbah proses produksi; Limbah domestik; Limbah
utilitas);
➢ Limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan/atau kegiatan
pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama; seperti
pada kegiatan di kantin industri, pembersihan lantai, kamar mandi/ toilet dan
sebagainya.
➢ Limbah utilitas adalah air limbah yang berasal dari unit pendukung proses produksi
seperti limbah yang berasal dari kegiatan pengolahan air, boiler, pencucian peralatan,
dan air pendingin dll.
➢ Limbah proses produksi meliputi limbah yang dihasilkan mulai dari kegiatan
penerimaan bahan baku hingga pendistribusian produk. Misalnya , pencucian bahan
baku, pewarnaan, pencampuran bahan kimia, kebocoran dari suatu peralatan,
tumpahan dan sebagainya.
Waste Water Treatment

Mapping
• PROSES MAPPING
- Identifikasi Sumber Air Limbah
- Identifikasi Karakteristik Air Limbah
- Identifikasi Kapasitas Air Limbah dan Fluktuasinya
- Identifikasi Kemungkinan adanya material inhibitor
- chemical yang digunakan
- kemampuan operator ( Sertifikasi EPCM)
- Identifikasi Unit Proses IPAL/STP

175
CONTOH IDENTIFIKASI SUMBER AIR LIMBAH
Industri Textile
LAB SIZING & DESIZING SCOURING Bleaching Mercerazing Dyeing Dyeing DOMESTIK
High COD/BOD OG, pH>, Panas pH>, TDS> pH>BOD> BOD>, TDS>pH> BOD>, TDS>pH> OG, NH3

SCREEN
Cooling
SCREEN
Inhibitor SCREEN GREASE TRAP
GREASE TRAP
PRE-TREATMENT Cooling

STP
EQUALIZATION
TANK
Note :
Sizing : pengkanjian COD 400-7.000 mg/lt EFFLUENT WATER
Desizing : penghila-ngan kanji (PermenLHK No. 68
Tahun 2016
Scouring : pengikisan

IPAL
Bleaching : penggelan-tangan

Mercerisation
EFFLUENT WATER
Dyeing : pewarnaan (PermenLH No. 05 Tahun 2014
Printing : pencetakan Integrasi
Finishing SLUDGE 176
Contoh Identifikasi Sumber Limbah Pabrik
Kelapa Sawit (PKS)
Pencucian
Sterilisasi Klarifikasi Hydrocyclone
mesin/utilitas

Debit, Q ; Debit, Q ;
pH : 5 pH : 4.5 Debit, Q ; Debit, Q ;
COD : 47.000 mg/lt COD : 64.000 mg/lt pH : 4.5 pH : 7
BOD : 23.000 mg/lt BOD : 29.000 mg/lt COD : 15.000 mg/lt COD : 1.000 mg/lt
NH3 : 20 mg/lt NH3 : 40 mg/lt BOD : 5.000 mg/lt BOD : 500 mg/lt
TN : 500 mg/lt TN : 1200 mg/lt NH3 : - mg/lt NH3 : - mg/lt
TSS:5000 mg/lt TSS:23.000 mg/lt TN : 100 mg/lt TN : 10 mg/lt
OG : 4.000 mg/lt OG : 7.000 mg/lt TSS:7.000 mg/lt TSS:700 mg/lt
OG ; 300 mg/lt OG ; 20 mg/lt

WWTP System

Debit, Q ; Land
pH : 7
Aplikasi
BOD < 5.000 mg/lt

Debit, Q ;
pH : 7
WWTP COD < 350 mg/lt Effluent
Contoh Identifikasi Sumber
Limbah Domestik
Kithcen Set Closet Mesin Cuci
OG, pH< TSS> COD 400-700 Floordrain MBAS>
COD 2000-4000 mg/lt mg/lt

Pre Treatment
Screen

Grease Trap

STP System

EFFLUENT WATER
(PermenLHK No. 68 Tahun 2016 Effluent

Sisa Makanan Pemanfaat

178
IDENTIFIKASI SUMBER AIR LIMBAH
INTEGRASI
PENCUCIAN AIR REBUSAN AIR PERASAN LOUNDRY DAPUR TOILET
COD 800 mg/lt COD 10.000 mg/t 1.000 mg/t COD 1.000 mg/t COD 2000 mg/lt COD 400 mg/lt

GREASE
ANAEROB
TRAP

EQUALIZATION
EQUALIZATION DOMESTIK
TANK

Max. COD 7.000 mg/lt

IPAL EFFLUENT WATER


(PermenLH No. 05 Tahun 2014
EFFLUENT WATER
(PermenLH No. 68 Tahun 2016
SLUDGE
179
Identifikasi Parameter Inhibitor
 Material Dis Infectan
 Phenol
 High Temperatur
 High Amoniak Pre-Treatmen atau
 High Oil & Grease Lokalisir/Sistem Dosing
 Heavy Metal (Cu, Cr)
 Salt
 Sulfida
 Kitin

180
KARAKTERISTIK AIR LIMBAH

• Karakteristik limbah cair dari suatu industri


lebih dipengaruhi oleh limbah cair dari proses
produksi
• Karakteristik dipengaruhi oleh
– penggunaan air
– penggunaan bahan baku
– penggunaan bahan pendukung
– penggunaan energi
Karakteristik air limbah
Temperatur,
Fisik Karakter
Fisika
Bau,
Warna,
Padatan (floating, settleable, suspended, dissolved)

Karakteristik
Air Limbah
Air Limbah
senyawa organik
(karbon yang dikombinasi
elemen O, N, P, dan/atau H)
Biologis Kimiawi
senyawa anorganik
Karakter Karakter (klorida, ion hydrogen,
Biologi Kimia
nitrogen, fosfor, logam berat
dan asam)
Mikroorganisme:
bakteri, algae, virus, fungi Gas-gas
Parameter Karakteristik
Parameter Pencemar Parameter Karakteristik
Organik terurai BOD5 Biochemical Oxygen Demand atau Kebutuhan
Oksigen Biokimia
Organik Sulit Terurai COD Chemical Oxygen Demand atau Kebutuhan Oksigen
Kimia
Nutrien TN Total Nitrogen atau Nitrogen Total
TP Total Phospjat atau Pospor Total
Padatan Tersuspensi TSS Total Suspended Solid
TUR Kekeruhan atau turbidity
Terapung O&G Minyak dan lemak
MBAS Methylene Blue Active Substance atau Deterjen
Sintesis
Logam Berat Cd, Cu,, Cr, Hg, Ni cadmium, tembaga, crom, merkuri, nikel
Anorganik Terlarut TSS, DHL, Ca, F, Total suspended Solid, Haya Hantar Listrik, kalsium,
Mn, CN, Cl2 florida, mangan, sianida, klorin
Asam Basa pH derajat keasaman
patogen Koliform
Parameter Kualitas dan Dampaknya
Parameter Keterangan
Bulk Organic Parameter
TOC Dapat beracun ; mengurangi oksigen terlarut
COD Dapat beracun ; mengurangi oksigen terlarut
BOD Mengurangi oksigen terlarut badan air penerima
Minyak dan Lemak / TPH Merusak vegetasi dan kehidupan akuatik
Parameter Fisik
TSS Mempengaruhi turbiditas ; meracuni kehidupan akuatik
pH Asam dan basa dapat meracuni kehidupan akuatik
Temperatur Mempengaruhi kehidupan akuatik
Warna Mempengaruhi aestetik dan merusak algae
Bau Mempengaruhi kehidupan akutik dan manusia ; aestetik
Potensial redoks Meracuni kehidupan akuatik
Parameter Kontaminan Spesifik
NH3 / NO3 Meracuni kehidupan akuatik ; eutrofikasi
Fosfat Eutrofikasi
Logam berat Meracuni kehidupan akuatik dan manusia
Surfaktan Meracuni kehidupan akuatik dan manusia ; aestetik
Sulfida Meracuni kehidupan akuatik dan manusia ; aestetik
Fenol Meracuni kehidupan akuatik dan manusia ; aestetik
Toxic Organics Meracuni kehidupan akuatik dan manusia
Sianida Meracuni kehidupan akuatik dan manusia
KARAKTERISTIK DAN SUMBER AIR LIMBAH (Metcalf 2003)
(1)
Karakteristik Komponen Sumber
FISIK Padatan Air limbah industri, domestik, dan erosi tanah
tersuspensi
Warna Air limbah industri dan domestik
Bau Dekomposisi air limbah dan air limbah industri

Temperatur Air limbah industri dan domestik


KIMIA
Organik Karbohidrat Air limbah industri, komersial dan domestik
Minyak dan Lemak Air limbah industri, komersial dan domestik
Pestisida Lahan pertanian
Phenol Air limbah industri
Protein Air limbah komersial dan domestik
Surfaktan Air limbah industri dan domestik
Anorganik Alkalinitas Infiltrasi air tanah dan buangan domestik
Chlorida Infiltrasi air tanah dan buangan domestik
Logam berat Air limbah industri
KARAKTERISTIK DAN SUMBER AIR LIMBAH (Metcalf 2003)
(2)
Karakteristik Komponen Sumber
Anorganik Nitrogen Air limbah domestik dan pertanian
pH Air limbah industri
Phosphor Air limbah domestik, industri, dan pertanian
Sulfur Air limbah industri dan domestik
Bahan beracun Air limbah industri
Gas-gas Hidrogen sulfida Dekomposisi buangan domestik
Methan Dekomposisi buangan domestik, pengolahan air
limbah secara anaerob
Oxygen Air permukaan
BIOLOGI Animal Instalasi pengolahan
Plants Instalasi pengolahan
Protista Buangan domestik dan Instalasi pengolahan
Virus Buangan domestik
CONTOH KEGIATAN
Apartemen/Gedung Perkantoran/Mall

Air Limbah Sumber Air Limbah


Sumber dari IPAL Kegiatan yang berpotensi
mengeluarkan air limbah:
• Minyak dan lemak, COD,
• Kegiatan mandi, cuci
BOD, TSS, pH
• Toilet/WC
• (Permen LHK No. 68 tahun
2016) • Pencucian alat/kendaraan

Limbah padat/limbah B3

Sumber dari sludge IPAL

• Sludge
PRINSIP PENGOLAHAN

• Pengolahan Air Limbah Bertujuan Untuk Mengurangi Atau Meghilangkan


Kandungan Pencemar Sampai Setidaknya Memenuhi Konsentrasi Yang
Ditetapkan Dalam Baku Mutu Lingkungan
• Pengolahan Dilakukan Pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) IPAL Terdiri
Dari Beberapa Unit Pengolahan Yang Secara Bersama-sama
• Berfungsi Untuk Mengolah Air Limbah Sampai Mencapai Karakteristik Efluen
Yang Diinginkan. Kegagalan Di Salah Satu Unit Pengolahan Dapat Mempengaruhi
Kinerja Keseluruhan IPAL
PRINSIP PENGENDALIAN

▪ in-pipe pollution prevention : bertujuan untuk


meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan, juga
konsentrasi dan toksisitas kontaminannya.

▪ end-pipe pollution prevention : setelah proses produksi


dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan pencemar
sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu
yang sudah ditetapkan.
Target Pengolahan
• Pengolahan Air Limbah
Untuk Menghilangkan
Bahan Pencemar
Bersenyawa Organik
Maupun An-organik
Target Pengolahan

 Pengurangan bahan tersuspensi dan terapung


 Pengurangan bahan organik (BOD,COD)
 Pengurangan kandungan bahan anorganik dan
logam berat
 Pengurangan kandungan nutrient (N dan P)
 Penghilangan mikroorganisme patogen.

191
Faktor Penentu Unit Operasi IPAL
Spesifikasi teknis dan tata cara pengoperasian IPAL
ditentukan oleh :
• Karakteristik limbah cair yang masuk ke IPAL (infuen)
Termasuk Debit
• Karakteristik efluen yang diinginkan
• Kondisi lahan tapak IPAL
• Ketersediaan biaya : investasi dan operasi
• Ketersediaan SDM
Kapasitas pengolahan Air Limbah dipengaruhi oleh :
• Debit air limbah yang dihasilkan
• Waktu detensi dalam suatu unit pengolahan,
• Jenis unit Proses yang digunakan
• Ketersediaan lahan,
• Ketersediaan biaya dan SDM
Basic Engineering Design (BED)
 BED Merupakan Dasar Dalam Operasional IPAL, Dimana Kapasitas Dan
Karakteristik Influent Yang Boleh Masuk Dan Target Effluent Yang Akan Dicapai
 Contoh BED

NO PARAMETER UNIT INFLUENT *) EFFLUENT **)


Q = 1.000 m3/day
1 pH 4-5 6-9
2 COD mg/L <1.400 ≤ 115
3 BOD mg/L <600 ≤ 35
4 TSS mg/L <600 ≤ 30
5 Amoniak mg/L <100 ≤8
6 Warna PtCo - ≤ 200
Minyak dan
7 mg/L <250 ≤ 3
Lemak
8 Suhu oC 80 ± 2 ambien

194
• Rencana Proses
a. Senyawa/material An-solube
Unit Proses = Proses Kimia-Fisika
Efisiensi = 20 – 50 % atau lebih (tergantung
karakteristik)
Karakteristik Lumpur = Flok Relatif/sedang, dengan DAF

‘b. Senyawa/material Solube


Unit Proses = Proses Biologi
Efisiensi Anaerob = 60-90%
Efisiensi Aerobic = 80-95%
Resiko Fluktuasi = Relatif Tinggi, dengan Anaerob CSTR &
Extended Aeration
Diagram Proses ipal
UNIT PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
No Unit Pengolahan Tujuan Pengolahan
1 Penyaringan Menghilangkan zat padat
2 Perajangan Memotong benda yang beradadi dalam air limbah
3 Bak penangkap pasir Menghilangkan pasir dan koral
4 Bak Penangkap Lemak Memisahkan benda terapung
5 Tangki ekualisasi Melunakkan air limbah /Fluktuasi Debit
6 Netralisasi Menetralkan asam basa
7 Pengendapan/Pengapungan Menghialngkan benda tercampur
8 Reaktor Lumpur aktif/aerasi Menghilangkan bahan organic
9 Karbon aktif Menghilangkan bau, benda yang tidak dapat diuraikan
10 Pengendapan kimia Mengendapkan fosfat
11 Nitrifikasi/denitrofikasi Menghilangkan nitrat secara biologis
12 Air stripping Menghilangkan amoniak
13 Pertukaran ion Menghilangkan zat tertentu (logam)
14 Saringan pasir Menghilangkan partikel padat yang lebih kecil
15 Osmosis/elektrolisis Menghilangkan zat terlarut
16 desinfektant Membunuh mikroorganisme
Prinsip Kerja Unit IPAL
• Unit equalisasi: meredam dan menurunkan fluktuasi karakteristik air limbah.
• Unit sedimentasi : untuk memisahkan padatan baik sedimen ataupun padatan
tersuspensi
• Unit koagulasi flokulasi :flokulasi merupakan proses pembentukan flok yang
pada dasarnya menggunakan pengelompokan aglomerasi antara partikel
dengan koagulan. Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa
partikel menjadi flok yang berukuran besar
• Pengendapan kimia : untuk menghilangkan kandungan padatan tersuspensi
yang sangat halus
• Unit pengolahan anaerobik : untuk menurunkan kandungan organik terurai
dalam air limbah dengan bantuan mikroba anaerobic
• Unit pengolahan aerobik : untuk menurunkan kandungan organik terurai
dalam air limbah dengan bantuan mikroba aerobic
Jenis proses pengolahan
untuk menghilangkan zat
pencemar dalam air limbah
PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH
• Pra Pengolahan
(Pre Treatment)
• Pengolahan Tahap I
(Primary Treatment)
• Pengolahan Tahap II
(Secondary Treatment)
• Pengolahan Tahap III (Tertiary
Treatment)

200
Pra pengolahan (pre-treatment)

1. Penyaringan (screening)
• Memisahkan padatan berukuran besar.
• Mengurangi beban organik air limbah
2. Penangkapan minyak dan lemak
• Menghindari terganggunya aktivitas bakteri dalam pengolahan biologis
• Menghindari penyumbatan aliran
3. Bak ekualisasi
• Menyamakan debit dan konsentrasi air limbah sehingga pengolahan biologis dapat berjalan efektif
• Mengatur pH dan penambahan nutrisi bagi aktivitas mikroba dalam pengolahan biologis

• Secara umum, tahap pra pengolahan dapaT mengurangi konsentrasi parameter BOD (Biochemical Oxygen
Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) hingga 35 %, serta parameter minyak-lemak
sebesar 65 %.

201
KIMIA-FISIKA

Screen
Reduksi Minyak & Lemak
Equalization Process
pH Control
Reduksi TSS, COD/BOD,
Colour

202
Unit Saringan
Tujuan : untuk menyaring material kasar yang terbawa di influen
Ukuran Kisaran Tipe dan material
material ukuran Screen
kasar bukaan

BarScreen Extractor Screen


Rotary Drum Screen
Beberapa jenis saringan.
Nama Model Ukuran Bukaan (mm) Material
Saringan Batang (bar screen) Kasar (coarse) 15 – 38 Besi, baja tahan karat
Saringan miring tetap (fixed inclined screen) Sedang (medium) 0,25 – 2,5 Batang baja tahan karat.
Saringan miring berputar (rotary inclined screen) Kasar (coarse) 0,8 x 2,3 x 50 Plat tembaga.

Saringan drum berputar (rotary drum screen) Kasar (coarse) 2,5 – 5 Jaring baja tahan karat
Sedang (medium) 0,25 – 2,5 Jaring baja tahan karat

Halus (fine) 6 – 36 μm Baja tahan karat


Piringan berputar (rotary disk) Sedang (medium) 0,25 – 10 Baja tahan karat
Halus (fine) 0,025 – 0,25 Baja tahan karat
Oil Water Separator
GREASE TRAP Memisahkan minyak dan lemak dalam air

204
PROSES EQUALISASI
Menstabilkan/menghomogenkan
debit/konsentrasi air limbah

Mengefektifkan proses selanjutnya

Kelengkapan
• Mixing :
Menghindari pengendapan dan homogenisasi konsentrasi air limbah.

• Aerasi (jika diperlukan):


Menghindari kondisi septic dan bau
Unit Netralisasi/pH Adjusment/pH Reducer
Tujuan : Untuk menetralkan pH yang diperlukan untuk proses-
proses selanjutnya

Jenis-jenis bahan kimia yang digunakan untuk menetralkan pH adalah H2SO4,


HCl, NaOH, kapur, dll

Mengatur pH sehingga
TUJUAN
proses koagulasi optimal
Pengolahan primer (primary treatment)
➢ Pengolahan primer merupakan pengolahan air limbah dengan Menggunakan prinsip fisika
dan kimia.
➢ Teknologi pengolahan primer yang digunakan adalah pengendapan (primary sedimentation).
Pengendapan diperlukan untuk memperlambat aliran air limbah sehingga dapat
mengendapkan padatan-padatan yang tidak tersaring seperti pasir, kerikil, sisik ikan, serpihan
daging ikan, dll.
➢ Padatan-padatan tersebut dipisahkan agar tidak mengganggu tahap selanjutnya seperti
menyumbat pipa dan merusak peralatan.
➢ Tahap pengendapan juga dapat dibantu dengan menggunakan bahan kimia berupa
koagulan dan/atau flokulan, bila kandungan total padatan tersuspensi (total suspended solid,
TSS) dari air limbah sangat tinggi.
➢ Dengan menggunakan teknologi pengolahan primer, kandungan TSS dapat diturunkan
hingga 60%.

208
Pengendapan / Clarifier
inlet outlet

High TSS Low TSS

HSL < 1.0 m3/hr/m2

HSL = Q/A
Q = x m3/hr

A=Л.r 2

recycle HSL Hydraulic Surface Load


Pengolahan sekunder (secondary treatment)

• Teknologi Pengolahan Sekunder Yang Dapat Digunakan Adalah Proses Biologis, Baik Secara Anaerobic
Maupun Aerobic
• Untuk Air Limbah Dengan Kandungan Bahan Organik (BOD Atau COD) Yang Tinggi Seperti Industri
Perikanan (Dari Data Primer, Karakteristik Inlet IPAL Industri Perikanan Memiliki BOD Dan COD Yang Tinggi),
Disarankan Untuk Terlebih Dahulu Menggunakan Proses Biologis Secara Anaerobik Sebelum Proses
Aerobik.
• Penggunaan Proses Anaerobik Dapat Menurunkan Kebutuhan Lahan Ipal, Mengurangi Beban Pengolahan Air
Limbah Secara Biologis Aerobik, Dan Mengurangi Biaya Penanganan Lumpur.
• Penggunaan Proses Biologis Secara Anaerobik Dapat Menurunkan Konsentrasi Parameter Tss Hingga 55 %
Dan Konsentrasi Parameter Bod Dan Cod Sebesar 65 %. Sedangkan Penggunakan Proses Biologis Secara
Aerobik Dapat Menurunkan Konsentrasi Parameter Tss Hingga 80 % Dan Konsentrasi Parameter Bod Dan Cod
Sebesar 90 % (Untuk Konsentrasi Cod Di Bawah 1000 Mg/L).
• Dengan Menggunakan Proses Pengolahan Air Limbah Sekunder, Kandungan Parameter Minyak-lemak Dalam
Air Limbah Juga Dapat Diturunkan Hingga 90 %.
Proses Biologi
Everyone need food
DO MLVSS
BOD5 Microbes
COD O2 Microbes
Microbes
Organic Aerobic
Heat
Microbes
Nutrient H2O
CO2
Aerobic system
Consume of organic matter with microorganism
Anaerobic system

DO
High Microbes CH4
High O2 Microbes
BOD5
COD Anaerobic H2O
Organic
Microbes
CO2
Nutrient
213
Proses Biologi

1. Tipe Proses Biologi Berdasarkan Proses Metabolisme


• Anaerob
• Aerob
• Anoxic / Fakultatif
2. Tipe Proses Biologi Berdasarkan Pertumbuhan
• Suspended (Activated Sludge)
• Attach Growth
Unit Anaerobik Anaerobic Treatment
FUNGSI :
… menurunkan senyawa organik terurai dalam limbah cair menggunakan
mikroba anaerobik
PRINSIP DASAR :
mikroba anaerobik + (organik-terurai + nutrien)

CH4 +CO2 + H2O + H2S + mikroba anaerobik


baru
4 tahapan pada peruraian bahan organik, yaitu
• Hidrolisis: limbah organik dari komponen komplek menjadi sederhana,
• Acidifikasi: pengasaman dari limbah organik sederhana menjadi VFA
(volatile fatty acid),
• Acetogenesis: fermentasi asam menjadi acetate, hydrogen dan
Karbondioksida,
• Metanogenesis: merubah menjadi methane gas.
Unit Lumpur Aktif

Alat Pensuplai Oksigen harus sesuai Profil Bak / Tanki :


Type Investasi Effisiensi Mixing Keterangan

Blower Tinggi Tinggi Sedang 1. Tergantung


(+piping+ sekali Tingggi bak
Didduser) 2. Temp naik
Surface aerator gelembung udara
High Speed Moderat Sedang Tinggi
Low speed diinjeksi ke air limbah
Tinggi Sedang Tinggi
Sub Surface Rendah Tinggi Sedang/kurang
Submersible Tinggi Sedang Tinggi Temp naik
Hybrid Tinggiaerator apung
Tinggi Tinggi/sedang aerator suntik

limbah dipercikkan ke udara udara diinjeksi ke air limbah


Pengolahan TERSIER (TERTIary treatment)
• Merupakan proses lanjutan disesuaikan dengan tujuan akhir
pemanfaatan atau jika diperlukan
• Beberapa Tipe Tertiary Treatment
✓ Fisika Kimia
✓ Filtrasi (Sand Filter)
✓ Adsorbsi ( Carbon Filter )
✓ Ion Exchange ( Softener / Demineralisasi)
✓ Membrane ( UF / RO)
• Contoh:
a. Sand & Carbon Filter (dibuang di Sungai atau untuk
kebutuhan cuci-siram tanaman)
b. Deminineralisasi (dipergunakan untuk kebutuhan produksi)
c. Softener (dipergunakan untuk air boiler)
d. UF/RO untuk recycling air bersih

217
Sludge Treatment

Fis-Kim

Biologi Thickener

Chemical SHT Sludge Drying

Cake
SLURRY
• Slurry, kadar S.S 1,5 – 2,5%
• Kapasitas Slurry
✓ Berdasarkan hasil Jartest
✓ Berdasarkan Estimasi ,
Fis-Kim : 10 -30% Debit Air limbah, tergantung
karakteristik air limbah, Typical 15%
Biologi : tergantung Tipe Process Biologi (
Anaerob/Aerob), jika Aerob tergantung MLSS,
biasanya 2,5 – 5 %, typical 3,5%
✓ Berdasarkan Pengukuran Aktual di lapangan
219
TYIPE SLUDGE DEWATERING SYSTEM

• Sludge Drying Bed


• Filter press
• Beltpress
• Centrifuge
• Screwpress

220
TEKNOLOGI APLIKASI

221
TEKNOLOGI APLIKASI
SEDIMENTASI - DAF System
Anaerobic System
Extended Aeration
Biotechnologi
SBR sequence batch reactor
MBR membrane bio reactor
MBBR moving bed bio reactor
RBC rotating bio contactor
TF Trikling Filter

222
SEDIMENTATION

223
DAF (Dissolved Air Flotation)
Proses Flotasi / DAF merupakan sistem
pengolahan air kombinasi koagulasi-
flokulasi-pemisahan dg flotasi

Page 224
Anaerobic Treatment

ANAEROBIC
UASB-EGSB

ANAEROBIC
LAGOON

225
Extended Aeration
(Activated Sludge)
BIOReactor / Biotechnologi

227
CONTOH PROCESS BLOCK DIAGRAM

228
Sequencing Batch Reactor (SBR)

229
MBR system
• Tidak di perlukan 2nd & 3rd clarifier, lahan yang lebih kecil (small foot
print).
• Hasil effluent quality yang lebih bagus dan stabil.
• Sludge yang di hasilkan sedikit
• Nutrient removal

230
MBBR moving bed bio reactor

air blower
sludge out 7
9 nitrate recycle
4
feed waste water NaOCl
1 2
influent
RAS

6 MBBR-01 MBBR-02 sedimentation

anoxic
DO 0-.0.5
effluent
8
separator

3rd treatment
sludge settling feed tank
for toxic bacteria
sludge floating
3

5 recycle (RAS+WAS)
wastage activated sludge (WAS)

Recycle Pump 231


Trickling Filter

232
233
TEKNOLOGI LAIN
 Electrocoagulation
 AOP (Advance Oxydation Process)
 Wet Land (Waste Water Garden)

234
235
Performance Control

- pH or DO Control

- Equipment : Pompa RAS & Blower

Equipment Kontrol IPAL

Mikroskop
DO Spectrofometer
meter

pH
meter
pH
SV-30 control paper
Process Block Diagram WWTP
TYPICAL – COD Tinggi

Influent
Biogas Flare
Treatment

Anaerobic
SHT
Sum Pit Tank

Clarifier
Grease Trap
Clarifier
Beltpress
Equalization Buffer Tank 2
Tank

Buffer Tank 1 Cake


Filter Tank
DAF
Aeration 1000 m3/day

(Extended) Control Tank Effluent


Feeder Tank
Process Block Diagram WWTP
TYPICAL – COD Rendah

Influent SHT
Sum Pit

Clarifier
Grease Trap
Clarifier
Beltpress
Equalization Buffer Tank 2
Tank
Aeration Cake
(Extended) Filter Tank
1000 m3/day

Control Tank Effluent


Process Block Diagram WWTP
TYPICAL – Domestik

Influent SHT
Sum Pit Anaerobic
Tank Clarifier
Grease Trap

Equalization
Desinfectan
Tank
IPLT
Anoxic Filter Tank

10 m3/day
Aeration
Attach Growth Control Tank Effluent
Process Block Diagram WWTP
TYPICAL – Textile

Influent SHT
Sum Pit

Clarifier
Grease Trap
Clarifier
Beltpress
Equalization Buffer Tank 2
Tank
Aeration Cake
(Extended) Filter Tank
1000 m3/day

Control Tank Effluent


Khlorinasi
• Tujuan : Oksidasi Polutan Dan Bakteri Dalam Air Limbah.
• Bahan Oksidator : Kaporit , Ca(ocl)2, Gas Khlor, Naocl, Hocl, Dll.
• Hasil Oksidasi : Pemecahan Senyawa Organik Dan Ammonium Menjadi
Co2, H2o Dan N2 Gas, Serta Kematian Bakteri.
Jenis proses pengolahan
untuk menghilangkan zat
pencemar dalam air limbah
Perbandingan beberapa teknologi pengolahan limbah

Removal rate (%)


Jenis Teknologi Biaya pembangunan Biaya maintenance Kesulitan
COD SS T-N NH4-N O&G
Screening 20 40 20 20 Rendah Rendah Mudah
Pretreatment
DAF 40 75 30 30 80 Tinggi Sedang Sulit
Sedimentasi 20 40 20 20 Rendah Rendah Mudah
Pengolahan Primer
Koagulas flokulasi 30 60 30 30 Sedang Tinggi Sedang
Lumpur aktif 90 80 30 90 90 Sedang Sedang Sedang
RBC 80 20 60 Sedang Sedang Mudah
Aerobik Trickling filter 90 10 80 Tinggi Tinggi Mudah
Aerated lagoon 80 20 60 Tinggi Sedang Mudah
Pengolahan sekunder
DHS 80 20 80 Tinggi Tinggi Mudah
Digester 65 55 0 0 Rendah Rendah Mudah
Anaerobik ABR 65 55 0 0 Sedang Rendah Sedang
UASB 65 55 0 0 Tinggi Tinggi Sulit
Stripping 80 80 Sedang Tinggi Sulit
Ion exchange 90 90 Tinggi Tinggi Sulit
Pengolahan nitrogen Klorinasi 95 95 Sedang Tinggi Sedang
Anaerobik 70 90 Sedang Sedang Sedang
Membran 95 30 90 Tinggi Tinggi Sulit

243
KENDALA PENGELOLAAN AIR LIMBAH

KETERSEDIAAN
BIAYA INVESTASI, SUMBER DAYA
KETERSEDIAAN LAHAN OPERASI DAN MANUSIA UNTUK
PERAWATAN PENGELOLAAN AIR
LIMBAH
SOLUSI PENGELOLAAN
• IPAL Dapat Dibangun Pada Posisi “Underground”, Di Lahan Parkir Atau
Taman
• Pilih Teknologi Yang Mudah Dan Murah Dalam Operasi
• Hindarkan Padatan Dan Sampah Dari Air Limbah
• Hindarkan Pemakaian Bahan Kimia Yang Dapat Mematikan Bakteri

245
Tugas Kelompok

✓ Lakukan Inventarisasi Sumber Air Limbah di Perusahaan


✓ Gambarkan Flowchart pengolahan air limbah di Unit Kerja
masing-masing
✓ Jelaskan Sistem Pengolahan: Pretreatment, Primer, Sekunder,
Tersier dan Desinfeksi yang dilakukan di Unit Kerja
✓ Rumuskan perbaikan apa yang perlu dilaksanakan untuk
meningkatkan kinerja IPAL
✓ Presentasi Kelompok
PENGOLAHAN LIMBAH GAS
Pengendalian pencemaran udara (Untuk memperoleh kualitas udara yang dapat diterima, sangat penting untuk
meminimisasi polutan dengan Better Acceptable Technology Economic Acceptable (BATEA)

Pemilihan Bahan Baku dan Bahan Penolong Ramah


Lingkungan
Hulu/Input
Pemilihan Bahan Bakar Ramah Lingkungan

Penghapusan pengoperasian secara


keseluruhan/sebagian

Pengendalian Tengah/Proses Modifikasi Pabrik


Emsi STB
Menggunakan Teknologi Ramah
Lingkungan

Hilir/Output Memasang Alat Pengendali

Relokasi Pabrik
PPU untuk Industri Out put

Udara
Ambien
Input
(Raw
material)
Proses

PPU di Input : - Mengunakan BBM low sulfur


- Menggunakan BBG (Bahan Bakar Gas)
- Menggunakan Bahan Bakar rendah heavy metal
PPU di proses :
Menggunakan Teknologi ramah lingkungan contoh Gasifikasi pirolisis atau
desulfurisasi

PPU di out put :


Untuk mengurangi PM dengan EP (Elekrostatik Precipitator), Bag Filter,
CycloneUntuk mengurangi SO2 dengan FGD (Flue Gas Desulfurisasi)
Sumber emisi bergerak

Inventarisasi Sumber emisi tdk bergerak

BMU Ambien Mutu Udara Ambien


Perencanaan
WPPMU Kelas I, Kelas II, Kelas III

RPPMU Nasional,Provinsi, Kota/Kab.

PP No.22/2021 Pemanfaatan WPPMU Kelas I


Pasal 163 Pemanfaatan Pemanfaatan WPPMU Kelas II, III
Penyelenggaraan sesuai RPPMU
PPMU Baku Mutu Emisi
Baku Mutu Gangguan
Pencegahan Pertek pemenuhan BME
Internaslisasi biaya dll

Pengendalian Penanggulangan Penghentian sumber emisi,


proses produksi, terap IPTEK

Pemulihan dampak Pembersihan pencemar,


PPMU : Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara penerapan IPTEK
BMU : Baku Mutu Udara
WPPMU : Wilayah Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara
Wilayah Perlindungan Pengelolaan Mutu Udara
(WPPMU)

❑ WPPMU kelas l: Peruntukan pelestarian dan pencadangan


udara bersih (termasuk pristine).
❑ WPPMU kelas II: Kawasan permukiman, komersial,
pertanian, perkebunan, dan lainnya yang persyaratan
kelasnya sama.
❑ WPPMU kelas III: Untuk industri atau lainnya yang
persyaratan kelasnya sama.
Baku Mutu Udara

Baku Mutu Udara Baku Mutu


Baku Mutu Emisi
Ambien Gangguan

Sumber Sumber Tidak


Kelas I Kelas II Kelas III Getaran
Bergerak Bergerak

• Pemukiman Industri
Peruntukan Jalan Non Jalan Kebisingan
• Komersial, dari/atau
pelestarian &
pertanian, peruntukan
pencagangan
perkebunan lain yang
udara bersih.
• Peruntukan mensyaratka Kebauan
lain yang Tipe baru In-used
n kelas yang
mensyaratkan sama.
kelas yang
sama.

• Menteri menetapkan nilai konsentrasi ambien tertinggi di setiap kelas WPPMU (Wilayah Perlindungan & Pengelolaan Mutu Udara).
• Setiap orang wajib menjaga agar kegiatannya tidak menyebabkan baku mutu udara ambien terlampaui.
• Untuk memastikan baku mutu udara ambien terjaga, Menteri menetapkan baku mutu emisi.

Pasal 184 ayat (5): dalam hal WPPMU belum ditetapkan, status mutu udara ambien ditentukan dg cara membandingkan hasil
pemantauan dg baku mutu udara ambien

Sumber: Sosialisasi PP 22/ 2021, Oleh Ir. Ary Sudijanto, M.Sc, Direktorat Pencegahan Dampak Lingkungan Usaha Dan Kegiatan,
Ditjen Planologi Kehutanan Dan Tata Lingkungan, KLHK, 2021
Contoh Sumber Emisi PLTSa

6
5

1
Pre-treatment sampah Steam Boiler Steam Turbine Sumber Emisi
Generator ( 1 stack)
Steam

Flue gas

7 8
Unloading Pemasukan sampah Pembakaran sampah di
dan Pengisian bunker ke sistem feeding Pengendalian gas
grate stoker
buang
(furnace)
2 3 4
9 Residu/abu

11 10
Stack
Pembuangan Pengumpulan Pengelolaan Fly Ash
Bottom Ash FABA
Emisi Fugitif
Emisi Fugitif adalah Emisi yang secara teknis tidak dapat melalui cerobong atau sistem pembuangan emisi
yang setara (Permen LHK No. 11/2021)

Emisi Fugitif adalah emisi yang tidak tertangkap oleh sistem penangkap yang sering kali disebabkan oleh
kebocoran peralatan, proses evaporasi, dan gangguan tiupan angin (European Environmental Agency)

Emisi Fugitif adalah kebocoran dan pelepasan gas atau uapyang tidak teratur dari wadah bertekanan
seperti peralatan, tangka penyimpanan, saluran pipa, sumur, atau peralatan lainnya – sebagain besar dari
kegiatan industry (Wikipedia.org)

Contoh :
- Kebocoran dari valve, sambungan pipa, seal mekanikal dll
- Penguapan dari Kolam IPAL
- Loading dan unloading material
- Lubang ventilasi penambangan
- Debu dari sisi jalanan
Ilustrasi Emisi Fugitif Pada Sistem Penangkap Emisi
Wet Scrubber
Electrostatic Precipitator (ESP/SP)
Cyclone
Baghouse Filter
DUST COLLECTOR
SCR Selective Catalytic Reduction

Alat pengendali pencemaran udara


emisi Pembangkit Listrik Tenaga
Diesel, mereduksi NOx menjadi N2
dengan mengalirkan urea pada flue
gas dengan katalis titanium
dioksida dan vanadium pentoksida.

Urea terdekomposisi pada aliran


gas buang menjadi amonia [NH3]
dan karbon dioksida. Selanjutnya,
dengan adanya katalis, amonia
bereaksi dengan oksida nitrogen
untuk membentuk nitrogen dan Air
dengan reaksi:
DOC (Diesel Oxidation Catalyst)
PM-Filter
SCR
Tugas Kelompok

• Jelaskan jenis jenis alat pengendali yang diterapkan di


perusahaan saudara
• Diskusikan apa saja hal-hal yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas udara emisi di perusahaan saudara
PENGOLAHAN LIMBAH B3
Penyelenggaraan Pengelolaan Limbah B3
Penetapan Limbah B3

Pengurangan Limbah B3 Pembiayaan

Penyimpanan Limbah B3 Sistem Tanggap Darurat dalam PLB3

Pengumpulan Limbah B3 Penanggulangan Pencemaran dan/atau


Kerusakan Lingkungan Hidup dan Pemulihan
fungsi Lingkungan Hidup

Pengangkutan Limbah B3 Perpindahan Lintas Batas Limbah B3

Pemanfaatan Limbah B3 Pengecualian Limbah B3

Pengolahan Limbah B3 Dumping (Pembuangan) Limbah B3

Penimbunan Limbah B3
Siklus Pengelolaan Limbah B3
EKSPOR

❖ Di setiap mata rantai pengelolaan dilakukan pencatatan dan pengendalian dengan izin untuk memastikan
dipenuhinya persyaratan lokasi, fasilitas, teknologi, dan baku mutu.
❖ Setiap perpindahan limbah B3 disertai dengan manifes untuk memastikan pengelolaan dilakukan sesuai prinsip from
cradle to grave (penghasil ke penimbusan akhir) atau cradle to cradle (penghasil ke industri pemanfaat/ recycle).
Pengelolaan Limbah nonB3
PENGATURAN LIMBAH NONB3
Pengelolaan Limbah non B3 dilakukan terhadap:
1. Limbah non B3 terdaftar termuat dalam daftar Limbah nonB3
yang tercantum dalam Lampiran XIV
2. Limbah nonB3 khusus merupakan Limbah B3 yang dikecualikan
dari Limbah B3 berdasarkan penetapan pengecualian dari
Pengelolaan Limbah B3 dari sumber spesifik

RENCANA PENGELOLAAN
LIMBAH NONB3
1. Limbah nonB3 khusus dapat merujuk kepada Penetapan Menteri
yang selanjutnya dituangkan dalam Persetujuan Lingkungan
2. Limbah nonB3 terdaftar wajib dicantumkan secara rinci dalam
Persetujuan Lingkungan
3. Pengelolaan Limbah nonB3 tidak memerlukan persetujuan teknis
Lingkup Pengaturan
PP 22 Tahun 2021 tentang PPLH

1) Penetapan Limbah B3
2) Pengurangan limbah B3
3) Penyimpanan limbah B3
4) Pengumpulan limbah B3
5) Pengangkutan limbah B3
6) Pemanfaaatan limbah B3
7) Pengolahan Limbah B3
8) Penimbunan Limbah B3
9) Dumping (Pembuangan) limbah B3
10) Pengecualian Limbah B3
11) Perpindahan lintas batas limbah B3
12) PenanggulanganPencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan Pemulihan
Lingkungan Hidup
13) Sistem Tanggap Darurat dalam pengelolaan Limbah B3
14) Pembiayaan
UU 11/2020 merubah beberapa pasal dalam UU 32/2009
(terkait Pengelolaan Limbah B3)

Pasal 22 UU 11/2020 , merubah beberapa pasal dalam UU 32 Tahun 2009 yang terkait dengan Perizinan
Berusaha, antara lain ketentuan Pasal 59 dan Pasal 61

• Pasal 59 ayat (4) dan ayat (5): • Pasal 61 ayat (1) dan ayat (3):
(4) Pengelolaan Limbah B3 wajib (1)Dumping sebagaimana
mendapat Perizinan Berusaha, atau dimaksud dalam Pasal 60 hanya
persetujuan Pemerintah Pusat atau dapat dilakukan dengan
Pemerintah Daerah persetujuan dari Pemerintah
Pusat
(5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah wajib mencantumkan
persyaratan lingkungan hidup yang (3) Ketentuan lebih lanjut
harus dipenuhi dan kewajiban yang mengenai tata cara dan
harus dipatuhi pengelola Limbah B3 persyaratan dumping limbah atau
dalam Perizinan Berusaha, atau bahan diatur dalam Peraturan
persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Pemerintah Daerah
Pasal 185 huruf b, UU 11/2020, peraturan pelaksanaan dari UU yang telah diubah oleh UU CK tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan wajib disesuaikan paling lama 3 bulan
Penyimpanan Limbah B3

Untuk dapat melakukan Penyimpanan Limbah B3, Setiap Orang


yang menghasilkan Limbah B3 wajib memenuhi:
a. standar Penyimpanan Limbah B3 yang diintegrasikan ke dalam
Nomor Induk Berusaha, bagi penghasil Limbah B3 dari Usaha
dan/atau Kegiatan Wajib SPPL;
dan/atau
b. rincian teknis Penyimpanan Limbah B3 yang dimuat dalam
Persetujuan Lingkungan, bagi Penghasil Limbah B3 dari Usaha
dan/atau Kegiatan wajib Amdal atau UKL-UPL;
PENYIMPANAN
1. Setiap orang yang menghasilkan LB3 WAJIB melakukan
Penyimpanan LB3.
2. Dilarang melakukan PENCAMPURAN LB3 yang disimpannya.
3. Wajib memiliki IZIN Penyimpanan LB3 → Persetujuan Teknis.

PENYIMPANAN Limbah B3 harus memenuhi ketentuan :

LOKASI BANGUNAN
tangki dan/atau kontainer PENGEMASAN,
FASILITAS PELABELAN &
SIMBOL LABEL B3
silo

waste pile, ....... dst


PRINSIP UMUM PENYIMPANAN LB3

PENGURANGAN

SIMBOL
PILAH KEMAS SIMPAN
LABEL LB3

UNTUK LIMBAH B3 PENCATATAN NERACA


YANG DAPAT DIKEMAS LIMBAH B3
FASILITAS PENYIMPANAN LIMBAH B3

• Bisa dalam bentuk containment building


• Bisa dalam bentuk containers
• Bisa dalam bentuk drip pad
• Bisa dalam bentuk tanks
• Bisa dalam bentuk waste pile
• Bisa dalam bentuk waste impoundment

288
FASILITAS TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH B3
NOMOR P.12/MENLHK/SETJEN/PLB.3/5/2020
PERSYARATAN TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH B3 BERUPA BANGUNAN

1. Desain dan konstruksi bangunan mampu melindungi Limbah


B3 dari hujan dan sinar matahari;
2. Memiliki penerangan dan ventilasi; dan
3. Memiliki saluran drainase yang baik.
PENYIMPANAN LIMBAH B3

Setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan


penyimpanan limbah B3 yang dihasilkannya (PASAL 12).

DEFINISI
Penyimpanan Limbah B3 adalah kegiatan menyimpan Limbah B3
yang dilakukan oleh Penghasil Limbah B3 dengan maksud
menyimpan sementara Limbah B3 yang dihasilkannya

TUJUAN
Menyimpan sementara limbah sampai dengan tercapai kuantitas
limbah yang memadai sehingga efisien secara ekonomi untuk
pengelolaan lebih lanjut
291
Standar waste impoundment
Standar waste pile
TANGKI
CATATAN:
Volume dalam
tanggul minimum
harus 110% dari
volume tangki

Pelapis Eksternal Penampung


Pompa kedua untuk
& motor pemipaan
PENAMPANG
MELINTANG TANGKI
TANGGUL TANGGUL

Tanah dasar
Pondasi beton
yang diperkuat

294
FASILITAS PENIRISAN (DRIP PAD)

Papan penirisan Produk kayu telah


diberi larutan
pengawet
Pembatas
Sistem
pengumpul
cairan

296
SILO

297
KETENTUAN UMUM PENYIMPANAN LIMBAH B3

▪ Penyimpanan Limbah B3 wajib dilakukan oleh setiap orang yang menghasilkan


limbah B3
▪ Penyimpanan Limbah B3 wajib dilengkapi dengan izin pengelolaan Limbah B3
untuk kegiatan penyimpanan Limbah B3
▪ Penyimpanan Limbah B3 harus di atas permukaan tanah → dilarang
melakukan penyimpanan di bawah tanah (underground)
▪ Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan penyimpanan Limbah B3
diterbitkan oleh bupati/walikota

298
MASA SIMPAN LIMBAH B3
LIMBAH B3 YANG DISIMPAN WAKTU PENYIMPANAN (MAKSIMUM)
▪ Limbah B3 yang dihasilkan 50 (lima puluh) kilogram per ▪ 90 (sembilan puluh) hari sejak Limbah B3
hari atau lebih; dihasilkan
▪ Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 (lima puluh) ▪ 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Limbah
kilogram per hari untuk Limbah B3 kategori 1; B3 dihasilkan
▪ Limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 (lima puluh) ▪ 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak
kilogram per hari untuk Limbah B3 kategori 2 dari sumber Limbah B3 dihasilkan
tidak spesifik dan dari sumber spesifik umum;
▪ Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus. ▪ 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak
Limbah B3 dihasilkan

Catatan: Jumlah 50 (lima puluh) kilogram per hari merupakan jumlah kumulatif dari 1 (satu) atau lebih nama
limbah B3

299
KETENTUAN
TEKNIS TPS LIMBAH B3
KETENTUAN TEKNIS TPS LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
1) Bagian luar bangunan diberi papan nama dan diberi simbol limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang disimpan;
2) Limbah B3 yang disimpan harus terlindung dari hujan dan sinar matahari;
3) Bangunan memiliki sistem ventilasi;
4) Bangunan dilengkapi dengan saluran dan bak penampung tumpahan (jika menyimpan limbah B3 cair);
5) Sistem penyimpanan menggunakan sistem blok / sel yang dipisahkan masing-masing blok/sel dipisahkan gang/tanggul ;
6) Lokasi Penyimpanan Limbah B3 bebas banjir dan tidak rawan bencana (dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup);
7) lokasi Penyimpanan Limbah B3 berada di dalam pengusaan Setiap Orang yang menghasilkan limbah B3 tersebut/Tanah hal milik;
8) kemasan/limbah limbah B3 diberi alas / pallet;
9) Pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan bentuk dan karakteristik limbah B3dan mampu mengungkung limbah B3 untuk tetap berada
dalam kemasan;
10) Pengemasan limbah B3 dilengkapi dengan SIMBOL dan LABEL limbah B3 dengan. Label paling sedikit memuat keterangan mengenai nama
limbah B3, identitas penghasil limbah B3, tanggal dihasilkan limbah B3 dan tanggal pengemasan limbah B3;
11) kondisi kemasan limbah B3 bebas karat, tidak bocor dan tidak meluber;
12) Memiliki logbook/catatan untuk mendata/mencatat keluar masuk limbah limbah B3 yang memuat sumber, nama, jumlah dan karakteristik
limbah B3, pelaksanaan penyimpanan dan pengelolaan lanjutan;
13) Dilengkapi dengan SOP tanggap darurat dan SOP Penyimpanan ;
14) Dilengkapi dengan alat pemadam api dan penanggulangan keadaan darurat lain yang sesuai Serta tersedia fasilitas P3K yang mudah
dijangkau;
301
Papan nama, symbol Saluran ceceran, system sel, Pallet dan symbol dan label
limbah B3 dan tanggul pada kemasan

SOP Penyimpanan dan


APAR, Shower P3K, Alaram 302
Tanggap Darurat
KETENTUAN UMUM PENGEMASAN LIMBAH B3

▪ Pengemasan Limbah B3 dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:


• terbuat dari bahan yang dapat mengemas Limbah B3 sesuai dengan karakteristik Limbah B3
yang akan disimpan;
• mampu mengungkung Limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan;
• memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan
penyimpanan, pemindahan atau pengangkutan; dan
• berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak rusak.
▪ Kemasan Limbah B3 wajib dilekati Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3.
▪ Pemilihan Simbol Limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik Limbah B3
▪ Label Limbah B3 paling sedikit meliputi keterangan mengenai:
• nama Limbah B3;
• identitas Penghasil Limbah B3;
• tanggal dihasilkannya Limbah B3; dan
• tanggal Pengemasan Limbah B3.

303
PERSYARATAN LINGKUNGAN HIDUP TERKAIT
PENYIMPANAN LIMBAH B3
▪ Memfungsikan tempat Penyimpanan Limbah B3 sebagai tempat Penyimpanan
Limbah B3;
▪ Menyimpan Limbah B3 yang dihasilkan ke dalam tempat Penyimpanan Limbah
B3;
▪ Melakukan pengemasan Limbah B3 sesuai dengan karakteristik Limbah B3; dan
▪ Melekatkan Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3 pada kemasan Limbah B3.

Note : Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana di atas huruf c dan huruf d


dikecualikan untuk muatan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Penyimpanan Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus

304
CONTOH PELEKATAN SIMBOL DAN LABEL
PADA KEMASAN LIMBAH B3

305
SIMBOL LIMBAH B3 SESUAI PERMEN LH 14/2013 TENTANG SIMBOL DAN
LABEL LIMBAH B3

306
25 cm
A B

Ukuran simbol
(minimal):

ALAT ANGKUT
25 cm x 25 cm

WADAH/KEMASAN
10 cm X 10 cm

A
25 cm 45o

307
Jingga (R=255, Hitam (R=0,
G=153, B=83) G=0, B=0)

MUDAH MELEDAK

Merah (R=255, Hitam (R=0,


G=0, B=0) G=0, B=0)

308
CONTOH KEMASAN & TATA CARA PEMBERIAN
SIMBOL DAN LABEL

309
CONTOH POLA PENYIMPANAN KEMASAN DRUM DI ATAS PALET
DENGAN JARAK MINIMUM ANTAR BLOK

310
EVALUASI KETAATAN TPS LIMBAH B3
NO KETENTUAN YA TIDAK KETERANGAN

BANGUNAN DAN PENYIMPANAN


1 apakah bagian luar bangunan diberi papan nama? o o
2 apakah bagian luar diberi simbol limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3
o o
yang disimpan?
3 apakah limbah B3 terlindung dari hujan dan sinar matahari? o o
4 apakah bangunan mempunyai sistem ventilasi? o o
5 apakah bangunan memiliki saluran dan bak penampung tumpahan (jika menyimpan
o o
limbah B3 cair)? apakah hanya untuk limbah B3 dengan fasa cair?
6 apakah penyimpanan menggunakan sistem blok / sel? o o
7 apakah masing-masing blok/sel dipisahkan gang/tanggul? o o
8 apakah kemasan/limbah limbah B3 diberi alas / pallet? o o
9 apakah tumpukan limbah B3 maksimal 3 lapis? o o
10 apakah masa penyimpanan limbah B3 telah sesuai dengan sumber, jumlah dan
kategori limbah B3 (apabila perusahaan masih dalam pengajuan izin maka tidak perlu o o
diisi)?
11 Apakah lokasi Penyimpanan Limbah B3 bebas banjir dan tidak rawan bencana (dapat
direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan o o
hidup)?
12 Apakah lokasi Penyimpanan Limbah B3 berada di dalam penguasaan Setiap Orang
o o
yang menghasilkan limbah B3 tersebut?
13 Apakah bentuk fasilitas penyimpanan limbah B3 sesuai dengan kategori dan sumber
o o
limbah B3 ?
PENGEMASAN

14 apakah pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan bentuk limbah B3? o o


15 apakah pengemasan limbah B3 dilakukan sesuai dengan karakteristik limbah B3? o o
16 apakah mampu mengungkung limbah B3 untuk tetap berada dalam kemasan? o o
apakah memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan penyimpanan,
17 o o
pemindahan, atau pengangkutan?
apakah pengemasan limbah B3 dilengkapi dengan simbol label limbah B3 dan sesuai dengan jenis dan
18 o o
karakteristik limbah B3 yang disimpan?
apakah label paling sedikit memuat keterangan mengenai nama limbah B3, identitas penghasil limbah B3,
19 o o
tanggal dihasilkan limbah B3 dan tanggal pengemasan limbah B3?
20 apakah penempatan limbah B3 disesuaikan dengan jenis dan karakteristik limbah B3? o o
21 apakah kondisi kemasan limbah B3 dalam kondisi baik (bebas karat, tidak bocor dan tidak meluber? o o

PEMANTAUAN
22 Apakah ada logbook/catatan untuk mendata/mencatat keluar masuk limbah limbah B3? o o
23 apakah jumlah dan jenis limbah B3 sesuai dengan yang tercatat di logbook/catatan? o o

PENGELOLAAN LANJUTAN
apakah melakukan pengelolaan lanjutan terhadap limbah B3 yang disimpan? (diserahkan ke pihak
24 o o
ketiga/dimanfaatkan internal)?

TANGGAP DARURAT DAN KEBERSIHAN


Apakah memiliki Sistem Tanggap Darurat dalam melakukan pengelolaan limbah B3 (termasuk SOP Tanggap
25 Darurat)?
Apakah tersedia alat pemadam api dan penanggulangan keadaan darurat lain yang sesuai (Apar, Eye Wash
26 o o
dan P3K)?
Apakah tersedia pagar, pintu darurat dan rute evakuasi? (sesuai dengan SOP penyimpanan dan tanggap
27 o o
darurat)?
28apakah memiliki SOP penyimpanan limbah B3? o o
29apakah kebersihan / housekeeping terkelola/terjaga dengan baik? o o
CONTOH TPS LB3
Yang Tidak Sesuai Dengan Kaidah Teknis
Cantik, Tapi...??????
Contoh Contoh Yang Baik....
Sumber :https://slideplayer.info/slide/1997726/ 316
https://slideplayer.info/slide/1997726/ 317
Sumber :https://slideplayer.info/slide/1997726/ 318
Sumber :https://slideplayer.info/slide/1997726/ 319
Symbol di pintu masuk
sesuai dengan simbol
dari LB3 yang disimpan di
dalamnya

Terdapat Symbol dan


Label pada kemasan LB3
Tapi ada yang kurang,
apakah itu?
Bak penampung tumbahan
minimal 110% dari volume
kemasan terbesar Palet
Symbol di pintu
masuk sesuai
dengan simbol dari
LB3 yang disimpan
di dalamnya
Kelengkapan
teknis TPS
- Kotak P3K
- APAR
- Timbangan
- Drench
Shower
- SOP
Pengangkutan Limbah B3
PENGANGKUTAN LIMBAH B3 HARUS MEMENUHI KETENTUAN YANG BERLAKU

▪ Perpindahan / pergerakan limbah B3 yang dilakukan oleh pihak ke-3 dilengkapi dengan
DOKUMEN MANIFES limbah B3
▪ Pihak yang melakukan pengelola limbah B3 memperoleh salinan dokumen manifest
limbah B3 sesuai dipersyaratkan
▪ Untuk pengangkut limbah B3, kendaraan yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
dari KLH
▪ Pengangkutan limbah B3 telah mendapatkan rekomendasi pengangkutan limbah B3 dari
KLHK dan izin pengangkutan limbah B3 dari Kementerian Perhubungan
▪ Jenis limbah B3 yang diangkut sesuai dengan rekomendasi dan izin pengangkutan
limbah B3 yang dimiliki
▪ Rekomendasi dan izin pengangkutan limbah B3 belum habis masa berlakunya
▪ Rute dan wilayah pengangkutan limbah B3 sesuai dengan rekomendasi dan izin
pengangkutan limbah B3

327
CONTOH MANIFEST LIMBAH B3

SALINAN 3 SALINAN 7 328


Menyimpan bukti penyerahan limbah B3 yang telah diangkut atau diserahkan kepada
pihak ketiga. Bukti tersebut berupa Manifest salinan #2, salinan #3 dan salinan #7.

Ketentuan manifest limbah B3 :

▪ Satu berkas manifes (7 rangkap atau 11 rangkap) berlaku hanya untuk satu jenis limbah

▪ Semua kolom dalam lembar manifes harus terisi sesuai peruntukannya (tidak boleh ada yang kosong).

▪ Saat pengangkutan pertama oleh pengangkut dari penghasil limbah B3, maka penghasil limbah menerima salinan manifes

nomor #2 (kuning) dan #3 (hijau).

▪ Dalam salinan manifest nomor #2 dan #3 hanya kolom 1 (informasi penghasil) dan kolom 2 (informasi pengangkut) yang terisi

penuh dan ada cap penghasil dan pengangkut. Kolom 3 (informasi penerima limbah akhir) boleh terisi hanya menyampaikan

informasi akan dibawa kemana selanjutnya limbah tersebut tanpa ada tanggal dan cap penerima akhir limbah.

▪ Perusahaan akan menerima salinan manifes nomor #7 (ungu) dari pengangkut yang sudah di tandatangani dan dicap oleh

pengumpul/ pengolah/pemanfaat/penimbun.

▪ Salinan manifes nomor #7 harus diterima oleh penghasil limbah selambat-lambatnya 120 hari setelah limbah diangkut oleh

pengangkut untuk dibawa ke pengumpul/ pengolah/ pemanfaat/ penimbun limbah B3. 329
Dokumen Limbah B3

Bagian Pertama: No. 1-12


diisi oleh
pengirim/penghasil LB3:
pengumpul, pemanfaat,
pengolah

Bagian Kedua: 13-22


diisi oleh pengangkut LB3

Bagian Ketiga: No. 23-36


diisi oleh penerima LB3:
pengumpul, pemanfaat,
pengolah LB3
330
MANIFES ON LINE (FESTRONIK)

331
APAKAH MANIFES ONLINE ?

Aplikasi berbasis web yang digunakan untuk :


▪ Proses pengajuan manifes limbah B3 secara online
▪ Proses approval manifes secara online
▪ Proses pencetakan form manifes secara online
▪ Proses pelaporan ke KLHK secara online

332
TATA CARA PERMOHONAN FESTRONIK LIMBAH B3
UNTUK MENDAPATKAN HAK AKSES

MELAKUKAN
PEMOHON MENDAPAT
MENGAJUKAN PENDAFTARAN HAK
INFRMASI MENGENAI
PERMOHONAN AKSES SECARA ONLINE
PERSETUJUAN HAK
TERTULIS DI
AKSES FESTRONIK
festronik.menlhk.go.id

PERSAYARATAN UNTUK MENDAPAT HAK AKSES BAGI PENGHASIL :


1. IDENTITAS PEMOHON
2. FOTOCOPY AKTA PENDIRIAN BADAN USAHA
3. FOTOCOPY IZIN LINGKUNGAN
4. SURAT KUASA PENUNJUKKAN ADMINISTRATOR
333
POTRET PENGANGKUTAN LIMBAH B3

Plat nomor
dipasang
pake karet

334
Manifest / Dokumen
Limbah B3

Bagian Pertama: No. 1-12


diisi oleh pengangkut,
DISYAHKAN oleh pengirim

Bagian Kedua: 13-22


diisi oleh pengangkut
pertama LB3

Bagian Ketiga: No. 23-36


diisi secara otomatis oleh
sistem, penerima LB3 dapat
mengesahkan atau menolak
Pengembangan Sistem Manifes Pengangkutan Limbah B3

Manifes Online

2016
Manifes Online 2013
QR Code
2009 Manifes

1995
Manifes Manual (Kepdal No. 02/1995)
Pengguna Festronik

PENERIMA:
PENGIRIM: Pengumpul,
PENGANGKUT
PENGHASIL LB3 Pemanfaat, Pengolah,
Penimbun
MASUK KE DALAM SISTEM FESTRONIK

• Permohonan tertulis;
• Pendaftaran online

PENGIRIM LB3 PENGANGKUT LB3 PENERIMA LB3

K K K
U U U ADMIN ADMIN
A A A
S S S
A A A
PEMANTAUAN, PENGAWASAN,
ADMIN ADMIN ADMIN
PELAPORAN 338
PENGOLAHAN LIMBAH B3
PENGOLAHAN LIMBAH B3
✓ Pengolahan Limbah B3 wajib dilaksanakan oleh Setiap Orang yang
menghasilkan Limbah B3.
✓ Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri, Pengolahan
Limbah B3 diserahkan kepada Pengolah Limbah B3.
✓ Pengolahan Limbah B3 dilakukan dengan cara:
 termal;
 stabilisasi dan solidifikasi; dan/atau
 cara lain sesuai perkembangan teknologi.
✓ Pengolahan Limbah B3 dilakukan dengan mempertimbangkan:
 ketersediaan teknologi; dan
 baku mutu atau standar lingkungan.
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH B3

Pembersihan gas :
• Elektrostatik
FISIKA presipitator,
• Penyaringan partikel,
• Wet scrubbing,
• Adsorpsi dengan karbon
aktif.
Pemisahan cairan dan
padatan:
KIMIA • Sentrifugasi,
• Klarifikasi,
• Koagulasi,
• Filtrasi,
• Flokulasi,
• Flotasi,
BIOLOGIS • Sedimentasi,
• Thickening.

341
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH B3
Penyisihan komponen-
komponen yang spesifik:
FISIKA • Adsorpsi,
• Kristalisasi,
• Dialisa,
• Elektrodialisa,
• Evaporasi,
• Leaching,
• Reverse osmosis,
KIMIA
• Solvent extraction,
• Stripping.

BIOLOGIS

342
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH B3

FISIKA

◆ Reduksi-Oksidasi,
◆ Elektrolisa,
◆ Netralisasi,
KIMIA ◆ Presipitasi/Pengendapan,
◆ Solididifikasi/Stabilisasi,
◆ Absorpsi,
◆ Penukar lon,
◆ Pirolisa

BIOLOGIS

343
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH B3

FISIKA

KIMIA

◆ Teknologi bioremediasi
BIOLOGIS ◆ Composting
344
INSINERATOR (pengaturan untuk limbah medis saat ini)
◆Efisiensi pembakaran > 99,95%;
◆Temperatur pada ruang bakar utama (primary chamber) minimum 800oC
(temperatur operasional);
◆Temperatur pada ruang bakar kedua (secondary chamber) minimum
1000oC (temperatur operasional), dengan waktu tinggal minimum 2 (dua)
detik;
◆Memiliki alat pengendali pencemaran udara (misal: wet scrubber);
◆Ketinggian cerobong minimum 14 meter dari permukaan tanah; dan
◆Memenuhi baku mutu emisi.
 Pengolahan limbah sitotoksik (genotoksik) pada temperatur > 1200oC.

345
PENGOLAHAN
LIMBAH B3
MENGGUNAKAN
INSINERATOR

346
KEGIATAN PEMANFAATAN LIMBAH B3 INTERNAL
Filosofi Pemanfatan

Memberikan manfaat secara


ekonomi dan lingkungan

Tidak mengalihkan dampak


(transfer of impact)

Mengutamakan prinsip
kehatian-hatian (precaution)
128
Ketentuan Pemanfaatan
Limbah B3

Kualitas limbah

Spesifikasi alat

Standar Operational Prosedur

Tidak menimbulkan pencemaran

129
Kewajiban Pemanfaatan Limbah B3

Pemanfaatan Limbah B3 wajib dilaksanakan oleh penghasil Limbah B3

Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri, pemanfaatan


Limbah B3 diserahkan kepada pemanfaat limbah B3.

Pemanfaatan Limbah B3 meliputi:

• Pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan baku;


• Pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi sumber energi;
• Pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan baku; dan 130
• Pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Pertimbangan Pemanfaatan

Pemanfaatan limbah B3 dilakukan dengan


mempertimbangkan:

standar produk bila baku mutu atau


ketersediaan
hasil pemanfaatan standar lingkungan
teknologi
LB3 berupa produk hidup

131
Uji Coba Pemanfaatan
Uji coba hanya berlaku untuk kegiatan PEMANFAATAN dan PENGOLAHAN
Limbah B3 adalah :
Uji coba diwajibkan untuk Pemanfaatan Limbah B3:

• sebagai substitusi bahan baku yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia;
dan
• sebagai substitusi sumber energi.

Uji coba diwajibkan untuk Pengolahan Limbah B3 dengan


cara:

• thermal; dan
• cara lain sesuai perkembangan teknologi yang tidak memiliki Standar Nasional
Indonesia.

Uji coba pemanfaatan atau pengolahan dilakukan untuk: uji 132


coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas
Pemanfaatan atau Pengolahan Limbah B3.
Masa Berlaku Uji Coba

 Persetujuan uji coba berlaku paling lama 1 (satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang.

 Persetujuan uji coba merupakan persyaratan untuk permohonan izin pemanfaatan atau
pengolahan limbah B3 sesuai uji coba yang dilakukan.

133
Ketentuan Uji Coba
Setelah disetujui pelaksanaan Uji Coba, setiap penghasil
LB3 wajib :

• Memulai Uji Coba paling lama 7 hari sejak persetujuan pelaksanaan Uji Coba ;
• Memenuhi standar pelaksanaan Pemanfaatan L83;
• MenaaW 8aku Mutu air limbah, jika uji coba menghasilkan limbah;
• MenaaW 8aku Mutu emisi udara, jika uji coba menghasilkan emisi udara;
• MenghenWkan uji coba jika hasilnya menyebabkan pencemaran;
• Menyampaikan laporan hasil uji coba peralatan, metode, teknologi, dan fasilitas
pemanfaatan L83;
• Mengajukan permohonan izin pengelolaan L83 untuk kegiatan Pemanfaatan jika hasil uji
cobanya memenuhi persyaratan.

Laporan Uji Coba Pemanfaatan meliputi :

• Nama & KarakterisWk L83 yang pemanfaatannya diujicobakan;


• Tata cara pelaksanaan ujicoba perlatan, metode, teknologi/ fasilitas ;
• Hasil pelaksanaan Uji Coba;
• Pemenuhan terhadap Standar yang ditetapkan.
Penghentian Uji Coba

Setiap penghasil LB3 yang disetujui melaksanakan Uji Coba


Pemanfaatan LB3 wajib memiliki penetapan penghentian
kegiatan jika :

• Uji coba IaIal;


• Bermaksud menIehenZkan usaha/ keIiatan;
• Bermaksud menIubah penIIunaan atau memindahkan lokasi dan / fasilitas uji coba.

Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan,


Setiap Orang penghasil LB3 wajib melaksanakan
Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup dan harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri.
Larangan Pemanfaatan Limbah B3

Dilarang melakukan Pemanfaatan


Limbah B3 terhadap Limbah B3 dari • 1 Bq/gr (satu Becquerel per gram)
sumber spesifik dan sumber tidak untuk tiap radionuklida anggota
spesifik yang memiliki tingkat deret uranium dan thorium; atau
10 Bq/gr
kontaminasi lebih besar dari atau
sama dengan 1 Bq/cm2 :

• U-238
• Pb-210
• Ra-228, Ra-226, Ra-228,
Radionuklida anggota deret U
dan Th paling sedikit meliputi: • Th-230, Th-234
Larangan Pemanfaatan LB3
• Po-21
dikecualikan bila tingkat
radioaktivitas dapat diturunkan di
bawah tingkat
136
Bentuk-Bentuk Pemanfaatan Limbah

NO. JENIS LIM8AH BENTUK PEMANFAATAN SUMBER


1 Oli 8ekas a. Daur ulang menjadi oli Industri otomotif, kendaraan, mesin
b. Base oil
c. Bahan bakar alternaWf

2 Aki bekas a. Daur ulang Timah (ingot Pb)


b. Daur ulang plastik

3 Fly ash dan 8oyom Ash a. 8ahan baku/campuran industri semen PLTU, pembakaran boiler
b. Material konstruksi,
c. 8atako, canstein, paving

4 Sludge IPAL a. Bahan bakar alternatif Pabrik kertas, pabrik susu


b. Kertas daur ulang (low grade paper)

5 Sludge oil a. 8ahan bahan bakar alternaff Industri minyak, tangki penimbun minyak, tank 137
cleaning
Pemanfaatan Limbah Aki Bekas

• Membuat produk ingot Pb (Timah Hitam)


• Pemanfaatan kemasan limbah plastik
untuk dilakukan proses daur ulang
(recycle)
i
Pemanfaatan Limbah Sludge IPAL

• Sludge IPAL kertas dimanfaatkan UNTUK pembuatan kertas


low grade.
• Sludge IPAL dengan nilai kalori > 2500 Kkal sebagai alternatif
bahan bakar.
• Sludge IPAL dengan kandungan silikat > 50 % sebagai
alternatif bahan baku di industri semen .

139
Pemanfaatan Cooper Slag

• Bahan alternatif blasting kapal & pelapis pipa.


• Bahan alternatif substitusi pasir besi di industri
semen.
• Bahan baku alternatf pengganti pasir dalam
pembuatan produk beton siap pakai.

140
Pemanfaatan
Abu batu bara
Pemanfaatan Sebagai Material Konstruksi

142

142
Pemanfataan “ Limbah B3”
Sebagai Bahan Bakar Alternatif

• kalori, kadar air dan bebas zat berbahaya

• Spesifikasi alat yang digunakan sesuai jenis limbah


yang dimanfaatkan

• Menerapkan Standar operational prosedur yang


jelas dan aman

• Tidak menimbulkan dampak lingkungan dan


kesehatan
143

143
KRITERIA PEMANFAATAN LIMBAH B3
 Substitusi Bahan Bakar :
 Kandungan kalori : ≥ 2500 kkal/kI;
 Kadar air : ≤ 15%
 Tidak mengandung senyawa terhalogenasi
 Jenis limbah dan kadar pencemar dalam limbah memenuhi persyaratan izin;
 Emisi udara memenuhi sesuai dengan emisi udara pengolahan limbah B3
 Sebelumnya melakukan uji coba pembakaran limbah B3

144
Pemeriksaan Kegiatan Pemanfaatan

Dokumen/Rekomendasi /Perizinan
• Kepemilikan rekomendasi/izin
• Ketentuan jenis limbah yanI diizinkan
dimanfaatkan
• Masa berlaku rekomendasi/izin
Tangki ANFO
• Log book, neraca pelaporan

KeIiatan Pemanfaatan
• Kondisi lokasi pemanfaatan
• Kesesuaian lokasi penampunIan denIan
ketentuan penyimpanan limbah B3
• Kualitas udara ambien (kegiatan ANFO)
• SOP Bongkar muat
• Sarana penIendalian pencemaran
• Limbah yang dimanfaatkan dan mutu produk
• PenIelolaan limbah sisa pemanfaatan
KETENTUAN PEMANFAATAN LIMBAH B3

❑ Jenis limbah B3 yang DIMANFAATKAN sesuai ❑ Pemantauan emisi dilakukan


dengan izin. secara periodik sesuai dengan izin

❑ Melakukan pencatatan jumlah dan komposisi ❑ Pemenuhan Baku Mutu Emisi


limbah yang DIMANFAATKAN. mengacu kepada Kepdal No. Kep.
Ka. Bapedal Nomor : Kep-
❑ Melakukan pengelolaan lanjutan terhadap abu 03/BAPEDAL/09/1995 atau sesuai
sisa pembakaran dengan izin.
❑ Tersediakah alat tanggap darurat yang mudah
❑ Dilakukan oleh lab
dijangkau.
internal/eksternal yang telah
❑ memiliki SOP pengoperasian insinerator serta
terakreditasi.
SOP tanggap darurat.
PENGELOLAAN LB3 OLEH PIHAK KETIGA

▪ Ayat 1 ) :
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah
B3 yang dihasilkan.
▪ Ayat 3) :
Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3,
pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain.
▪ Ayat4):
Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

367
PENGELOLAAN LIMBAH B3 OLEH PIHAK KETIGA
• MELALUI PENGUMPUL
• LANGSUNG KE PEMANFAAT/PENGOLAH/PENIMBUN

CATATAN :
Pengumpul Limbah B3 dilarang:
1. Melakukan Pemanfaatan Limbah B3 dan/ atau Pengolahan Limbah B3 terhadap
sebagian atau seluruh Limbah B3 yang dikumpulkan;
2. Menyerahkan Limbah B3 yang dikumpulkan kepada Pengumpul Limbah B3 yang
lain; dan
3. Melakukan pencampuran Limbah B3.

368
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN JIKA BEKERJASAMA DENGAN PIHAK
PENGUMPUL LIMBAH B3

❑ Memiliki izin sebagai PENGUMPUL limbah B3 Izin pengelolaan Limbah B3 pihak ke-3 belum habis
masa berlaku
❑ PENGUMPUL memenuhi ketentuan izin yang berlaku / sesuai dengan izin yang dimiliki
❑ Limbah B3 yang dikelola oleh PENGUMPUL sesuai dengan yang tertera dalam izin yang dimiliki
❑ Penghasil memiliki kontrak kerjasama dengan PENGUMPUL
❑ Penghasil wajib memiliki salinan kontrak kerjasama antara PENGUMPUL dengan
pemanfaat/pengolah/penimbun

369
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN JIKA BEKERJASAMA DENGAN PIHAK
PEMANFAAT/PENGOLAH/PENIMBUN LIMBAH B3

❑ Memiliki izin sebagai PEMANFAAT/PENGOLAH/PENIMBUN limbah B3 Izin pengelolaan Limbah B3


pihak ke-3 belum habis masa berlaku
❑ PEMANFAAT/PENGOLAH/PENIMBUN memenuhi ketentuan izin yang berlaku / sesuai dengan izin
yang dimiliki
❑ Limbah B3 yang dikelola oleh PEMANFAAT/PENGOLAH/PENIMBUN sesuai dengan yang tertera
dalam izin yang dimiliki
❑ Penghasil memiliki kontrak kerjasama dengan PEMANFAAT/PENGOLAH/PENIMBUN L

370
KONSEP PENIMBUNAN LIMBAH B3
Penimbunan limbah B3 adalah kegiatan menempatkan limbah B3 pada fasilitas penimbunan dengan maksud tidak
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup

Kelas I
Penimbusan akhir Kelas II
Kelas III
Sumur injeksi

Penempatan kembali di area bekas


tambang

Dam tailing

Fasilitas penimbunan limbah B3 lain sesuai


perkembangan ilmu pengetahuan
Syarat Lokasi

✓Bebas Banjir
✓Untuk jasa penimbun LB3 : failitas penimbunan, jarak paling sedikit 500 m
dari aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun, danau/waduk untuk irigasi
pertanian dan/atau air bersih dan jarak paling sedikit 2500 m dari garis pantai.
✓Untuk penghasil limbah B3 : failitas penimbunan kelas I dan/atau II, jarak paling
sedikit 100 m aliran sungai yang mengalir sepanjang tahun, danau/waduk untuk
irigasi pertanian dan/atau air bersih; jarak paling sedikit 200 m dari garis pantai.
Permeabiltas tanah
Merupakan daerah yang secara geologis aman, stabi, tidak rawan bencana dan
di luar kawasan lindung
Tidak merupakan resapan air tanah, terutama yang digunak air minum
KRITERIA LOKASI LANDFILL
Lokasi sesuai dengan peruntukan lahan
Bebas banjir seratus tahunan
Permeabilitas tanah K < 10-9 m/det
Lokasi bukan daerah gempa
Bukan merupakan daerah tangkapan air
Muka air tanah 4 meter di bawah dasar landfill
Diutamakan lokasi dengan curah hujan rendah
Lokasi minimal berjarak 500 m dari sungai, danau & irigasi
Lokasi minimal berjarak 300 m dari pemukiman
Lokasi berjarak + 3 km dari bandara
Syarat Karakteristi Limbah B3 yang akan di timbun

Tidak mudah meledak


Tidak mudah menyala
Tidak reaktif
Tidak infeksius
Tidak korosif
Tidak mengandung zat organic lebih besar dari 10%
Tidak berwujud cair atau lumpur
STUDI PENDAHULUAN
Pengumpulan Data
1. Keadaan Umum Daerah
2. Kegiatan Industri
3. Geologi Rencana Lokasi
4. Hidrologi Lokasi
5. Karakteristik & Konsentrasi Limbah
Penetapan Parameter Operasi dan Parameter Disain
1. Penetapan Lokasi
2. Penetapan Kategori Landfill
3. Penentuan Permukaan Kerja
4. Sistem Pengumpul & Pengelolaan Lindi
5. Penentuan Sistem Vent Gas
6. Menentukan Titik Sumur Pantau
7. Sistem Drainase
8. Estimasi Biaya
STUDI AKHIR
Penyusunan Dokumen
1. Studi Geoteknik
2. Studi Hidrogeologi & Hidrologi
3. Studi AMDAL
4. Rencana Sistem Kontrol
5. Rencana Sistem Operasi
6. Studi Kelayakan

Disain Konstruksi
1. Fasilitas Gedung , Jalan, IPAL
2. Tata letak (Layout) Landfill
3. Penampang Sel Landfill
4. Sistem Liner & Pemakaian Alat Berat
5. Sistem Pengumpul Lindi & Pendeteksi Kebocoran
6. Sistem Vent Gas
7. Sumur Pantau
Landfill kls- I

ya ≥ dari tabel 2 kolom A

tdk Uji
Limbah B3 B3 Sumber spesifik Kdr maks Landfill kls- III
Limbah (tabel 1) (Tabel 2)
≤ dari tabel 2 kolom B

< dari tabel 2 kolom A

Landfill kls- II
Tabel.2 Total Kadar Maks. Limbah B3 yang belum terolah

Bahan Pencemar A B
Mg/kg berat kering Mg/kg berat kering
Arsenic 3000 30
Barium - -
Cadmium 50 5
Chromium 2500 250
Copper 1000 100
Cobalt 500 50
Lead 3000 300
Mercury 20 2
Molybdenum 400 40
Nickel 1000 100
Tin 500 50
Seleneium 100 10
Silver - -
Zinc 5000 500
Cyanide 500 50
Flouride 4500 450
Senyawa Phenols Hidrocarbon 10 1
Monocyclic Aromatic Hydrocarbon 70 7
Polycyclic Aromatic Hydrocarbon 200 20
Total Petrolrum Hydrocarbon 1000 100
Organoclhorine 10 1
Susunan Pelapisan Dasar landfil
Landfill Kelas I Landfill Kelas II Landfill Kelas III
Double liner HDPE Single liner HDPE Clay Liner
Lapisan pelindung, tanah setempat atau Lapisan pelindung, tanah setempat atau Lapisan pelindung, tanah setempat atau
dari tempat lain min 30 cm, dari tempat lain min 30 cm, dari tempat lain min 30 cm,

Sistem Pengumpul dan Pemindahah Sistem Pengumpul dan Pemindahah Sistem Pengumpul dan Pemindahah
Lindi, 30 cm, K=1x10-4m/det Lindi, 30 cm, K=1x10-4m/det Lindi, 30 cm, K=1x10-4m/det

Lapisan tanah penghalang Lapisan tanah penghalang Lapisan tanah penghalang


Ketebalan min 30 cm, tanah lempung K= Ketebalan min 30 cm, tanah lempung Ketebalan min 30 cm, tanah lempung
1x10-9 m/det) K= 1x10-9 m/det) K= 1x10-9 m/det)
Lapisan HDPE 1,5 – 2 mm Lapisan HDPE 1,5 – 2 mm -------------------------------------

Sistem Lapisan pendeteksi kebocoran, Sistem Lapisan pendeteksi kebocoran, Sistem Lapisan pendeteksi kebocoran,
ketebalan 30 cm, (K=1x10-4m/det) ketebalan 30 cm, (K=1x10-4m/det) ketebalan 30 cm, (K=1x10-4m/det)

Lapisan HDPE 1,5 – 2 mm --------------------------------------- --------------------------------------


Lapisan dasar (subbase), ketebalan min Lapisan dasar (subbase), ketebalan min Lapisan dasar (subbase), ketebalan min
15-20 cm, tanah lempung ( K= 15-20 cm, tanah lempung ( K= 15-20 cm, tanah lempung ( K=
1x10-9 m/det) 1x10-9 m/det) 1x10-9 m/det)
SISTEM PELAPISAN DASAR (LINER) LANDFILL

Landfill Kelas I Landfill Kelas II Landfill Kelas III


Lapisan Penutup Lapisan Penutup Lapisan Penutup

LIMBAH LIMBAH LIMBAH

Lapisan Pelindung Lapisan Pelindung Lapisan Pelindung

Sistem Pengumpul Lindi Geomembran Sistem Pengumpul Lindi Sistem Pengumpul Lindi

Geomembran
Lapisan Tanah Penghalang Lapisan Tanah Penghalang Lapisan Tanah Penghalang

Geomembran
Sistem Deteksi Kebocoran Sistem Deteksi Kebocoran Sistem Deteksi Kebocoran

Lapisan Dasar Lapisan Dasar Lapisan Dasar

Tanah Setempat Tanah Setempat Tanah Setempat


PERSYARATAN FASILITAS PENIMBUNAN LIMBAH
B3
1.Desain Fasilitas (double liner, single liner, dan clay liner);
2.Memiliki sistem pelapis yang dilengkapidengan:
a) saluran untuk pengaturan aliran air permukaan;
b) pengumpulan air lindi danpengolahannya;
c) sumur pantau; dan
d) lapisan penutup akhir;
3.Memiliki peralatan pendukung Penimbunan Limbah B3 yang paling sedikit terdiri:
a) peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan darurat;
b) alat angkut untuk Penimbunan Limbah B3; dan
c) alat pelindung dan keselamatan diri;
4.Memiliki rencana Penimbunan Limbah B3, penutupan, danpascapenutupan fasilitas Penimbunan
Limbah B3.

18
Sistem Pelapisan Penutup Akhir (Final Cover) bagi landfill kelas I,II dan III

Susunn dimulai dari bawah (dari atas timbunan limbah):


1. Tanah pentup perantara berupah tanah ketebalan minimal 15 cm, harus dapat memberikan kestabilan
lapiisan diatasnya
2. Tanah tudung penghalang, berupa tanah lempung dengan ketebalan setalh dipadatkan 60 cm, K
1x10-9m/det
3. Tudung Geomembran HDPE, 1mm, tahan terhadap tekanan diatasnya,
4. Pelapisan untuk tudung drainase, dirancang mampu mengumpulkan air permukaan yang meresap ke
dalam lapisan kemudian disalurkan ke tepian landfil K-1x10-4 m/det,
5. Pelapisan tanah untuk tumbuhan, berupa tanah setempat ketebalan 60 cm
6. Tumbuh-tumbuhan, adalah tanaman yang membuthkan perawatan sederhana dan cocok dengan
daerah setempat, tidak berpotensi merusak lapisan dibawahnya.
Sistem Pengelolaan Lindi
➢Aliran air hujan didalam sistem landfill harus dikendalikan, harus dapat memperkecil jumlah air yang
masuk ke landfill, dan disalurkan ke tangki penampungan lindi (Leacheate Collection Tank), Air lindi yang
tertampung dipompakan ke sistem pengolah limbah.
➢Bila air lindi dibuang ke perairan bebas harus diuji kualitasnya dan memenuhi Baku Mutu Limbah Cair
Bagi kegiatan Pengolah Limbah B3.
➢Wajib dilakukan uji kualitas lindi yang berasal dari lapisan pendeteksi kebocoran.
GAMBARDESAIN

FASILITAS PENIMBUSAN
AKHIR (LANDFILL) LIMBAH
Penimbusan
Penimbusan Akhir
Akhir KelasKelasI
??

Lapisan Penutup

LIMBAH

Lapisan Pelindung

Sistem Pengumpul Lindi Geomembran

Lapisan Tanah
Penghalang
Sistem Deteksi Geomembran
Kebocoran

Lapisan Dasar

Tanah Setempat
21
PROSESKONSTRUKSIFASILITASPENIMBUSANAKHIR

20
Contoh Skema Penimbusan Akhir
(Landfill)

11
Pengawasan selama konstruksi antara lain :
➢Cek kesesuaian tapak lokasi dengan ( izin lokasi, RUTR, AMDAL)
➢ Pelajari posisi air tanah/aquifer melalui studi hidrogeologi dan geo listrik ( minimal 4 meter
dengan desain bawah landfill)
➢Pastikan dan kros cek posisi/koordinat area landfill yang efektif
➢Cek lokasi/koordinat sumur pantau
➢Saksikan pada setiap pemasangan pemadatan lapisan sesuai desain (pemasangan HDPE)
➢Cek sistem bak penampungan lindi dan bak penampungan kebocoran,
➢Cek sistem perpipaan dari tangki penampungan lindi ke IPAL.
➢Cek pipa flushing tidak berjalan baik
Upaya Pencegahan Pencemaran
Pengujian laboratorium untuk karakterisasi limbah (termasuk uji
TCLP) sebelum pengolahan
Segregasi/pemilahan limbah :
Sistem terkomputerisasi (OLIMS)
Sistem penerimaan & peyimpanan terpisah dalam tempat
yang aman dan modern
Sistem pelapisan landfill dengan menerapkan prosedur QA/QC
Sistem pengumpulan, pemompaan dan pengolahan leachate
Sistem deteksi kebocoran
Program-program pemantauan lingkungan berkala
Jaminan penutupan dan pasca-penutupan landfill
Perlakuan limbah sebelum ditimbun

Penetapan perlakuan limbah yang akun langsan ditimbun dengan melakukan uji analisa limbah B3 di lab
terlebih dahulu ( solidifikasi/stabilisasi)
Melakukan pengolahan yang tepat (stabilisasai/solidifikasi)
Limbah B3 yang telah memenuhi TCLP, lolos uji paint filter dan uji kuat tekan, dapat ditimbun langsung
Untuk penimbunan Limbah B3 yang konsisten ( limbah dari industri tertentu dengan jenis limbah tertentu)
dapat ditimbun langsung sesuai kelas yang sesuai.
PENAMPANG MELINTANG FASILITASPENIMBUSANAKHIR (LANDFILL)

Sumur pantau air Lapisan Sistempengumpul


Sistempengumpul Pengendaliair
bawah tanah pelindung ganda air
airlindi ganda
lindiganda larian

19
Pengawasan selama Operasional
Cek validitas izin operasional landfill, serta cek kewajiban dalam izin
Pastikan jenis limbah yang akan ditimbun
Cermati pretreament limbah sebelum ditimbun
Pelajari SOP tatacara penimbunan
Cek laporan jumlah limbah yang sudah ditimbun serta lokasi koordinat penimbunan
Cek laporan kualitas lindi
Cek laporan kualitas tiap sumur pantau dan banding dengan Baku Mutu
Bandingkan kualitas sumur pantau, biasanya angka pada hulu lebih kecil atau sama dengan hilir.
Cek kualitas air sungai terdekat
Cek bak penampungan kebocoran ( untuk kelas I dan II biasanya kering)
Cek pipa flushing tidak tersumbat
Cek laporan neraca limbah ( yang dihasilkan sama dengan yang ditimbun)
LAPISAN PENUTUP AKHIR (FINAL COVER)

Pelapis Tanah Untuk Tumbuhan

Geomembran
Pelapis Tudung Drainase

Tanah Tudung Penghalang

Tanah Penutup Perantara

LIMBAH

Lapisan Pelindung
PENIMBUNAN RESIDU Limbah B3

21
Lokasi : PPLi-B3 Cibinong, Bogor
Pengawasan masa penutupan
Cek desai penutupan akhir sesuai izin, atau sesuai desain
Perkirakan jumlah limbah yang ditimbun sesuai dengan kapasitas landfill
Saksikan kesesuaian pelapisan dan persyaratan tiap lapisan
Pastikan bahwa pelapisan pada vegetative layer ditanami dengan tumbuhan yang tepat.
Cek ventilasi gas
Pastikan adannya pemeliharaan terpadu
Pemasangan patok daerah berbahaya,
Pastikan tidak dibenarkan pengalihan peruntukan lahan.
http://www.etc.org/technologicalandenvironmentalissues/treatmenttechnologies/
PENIMBUSAN
AKHIR YANG
SUDAH DITUTUP
[CLOSURE]

22
22
Sistem Pemantauan Air tanah dan air permukaan

➢Srana penimbunan harus dilengkapi dengan kualitas air tanah,


➢Jumlah sumur pantau minimum 3 buah ( 1 up stream dan 2down stream)
➢Contoh air permukaan dapat ditetapkan sungai terdekat dengan landfill
➢Baku Mutu Air tanah ditetapkan berdasarkan pemantauan rona lingkungan awal setampat.
➢Pasca penutupan akhir landfill dilakukan pemantauan :
✓Setiap bulan selama 1 tahun pertama
✓Setiap 3 bulan untuk 10 tahun berikutnya’
✓Minimal 6 bulan sekali pada 20 tahun berikutnya lagi.
Contoh Skema Sumur Injeksi
(Injection Well)

12
PENGELOLAAN LIMBAH B3
(DAM TAILING)
Dalam PP 101 Tahun 2014, Tailing (Proses pengolahan bijih mineral logam pada industri
pertambangan Emas dmp) termasuk Limbah B3 dengan Kode Limbah B416, Kategori
Bahaya 2

Ore/ Bongkahan Detoxifikasi Dam Tailing


Mineral (Emas dmp)
Proses oksidasi • Penimbunan
penurunan Sianida (CN) tailing
• Proses pemisahan
<0.5 ppm • Pembuangan Sianida (CN) ke
mineral
(Kepmen LH 202 badan air <0.05 ppm [Kepdal
• CIL (carbon in 04 tahun 1995 (BMLCK-
leach) tahun 2004)
PPLIB3)]
23
*BMLCK-PPLIB3: Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Pengolahan
Limbah B3
Contoh Pengelolaan Tailing
dengan cara Backfilling

11 11
CONTOHSKEMA DAM

TAILING AIR

(TAILINGTAMBANG)
AIR

TAMPAKATAS
TAMPAK SAMPING

10
Contoh Skema Dam Tailing
(Tailing Tambang)

13
PROSES PENGGUNAAN KEMBALI AIR TAILING

Process Water Recycling of Decant Water


Process

Crushed Ore
Decant

Tailings
TailingsStorage

Click to begin animation

River Discharge Click For Wet Conditions Treatment 24


PENGOLAHAN LIMBAH / SAMPAH PADAT
KEWAJIBAN SETIAP ORANG KEWAJIBAN PENGELOLA
DALAM PENGELOLAAN KAWASAN
SAMPAH PASAL 13 UU NO. 18 TAHUN 2008

Kawasan permukiman;
Kawasan komersial;
Pengelola
MENGURANGI Kawasan industri; Kawasan wajib
Kawasan khusus;
SAMPAH Fasilitas umum;
menyediakan
dengan cara yang
berwawasan lingkungan Fasilitas sosial; dan fasilitas
Fasilitas lainnya pemilahan
sampah

MENANGANI
SAMPAH
UNDANG UNDANG 18 TAHUN 2008 TRANSFORMASI KEBIJAKAN & STRATEGI

Reduce Reduce
Reuse
Recycle Reuse
Recycle

Disposal (Landfill) Disposal (Landfill)


RUMAH TANGGA PICKER MITRA
TRANSPORTER SUPPLIE
BGR
R
ACCESS

BARANG BEKAS ELEKTRONIK


• Masyarakat dunia menghasilkan 44,7 juta ton sampah elektronik, ini terus menanjak antara 3-4% per
Barang elektronik tahun.
yang sudah tidak • Dan pada 2021 nanti, jumlah sampah elektronik akan diperkirakan mencapai 52 juta ton.
dapat lagi (Source : www.unenvironment.org)
digunakan/ rusak • Barang bekas elektronik Indonesia 2016, 1274 juta ton – 4,9 juta ton per kapita
dan akan dibuang (Source : Validnews.co)
pemiliknya
TUJUAN PENGELOLAAN SAMPAH

Meningkatkan kesehatan
masyarakat
Meningkatkan kualitas
lingkungan
Menjadikan sampah sebagai
sumber daya
Perencanaan Pengelolaan Sampah Terintegrasi
• Perpaduan teknologi2 alternatif yang tepat
- berapa banyak yang di-recycle?
- berapa banyak dikomposkan?
• Fleksibilitas terhadap kemungkinan perubahan kedepan
- perubahan komposisi
- perkembangan technology
- perubahan spesifikasi recycle
• Monitoring and evaluasi
- apakah tujuan dan sasaran tercapai?
Elemen-elemen penting pengelolaan Sampah
• Timbulan Sampah
• Penanganan Sampah, pemisahan, dan penyimpanan pada
sumbernya
• Pengumpulan
• Pemilahan, Pemrosesan dan transformasi sampah
• Pemindahan dan Transportasi
• Pembuangan
Hirarki Pengelolaan Sampah

• Mengurangi kuantitas dan toksisitas Limbah Padat


• Penggunaan kembali (Reuse)
• Pendaur-ulangan (Recycling) dan recovering materials.
• Pembakaran dengan energy recovery (waste to energy)
• Landfill
• Pembakaran tanpa energy recovery.
DEFINISI PENGOLAHAN
SAMPAH

Pengolahan sampah merupakan bagian


dari penanganan sampah dan menurut
UU no 18 Tahun 2008 didefinisikan
sebagai proses perubahan bentuk
sampah dengan mengubah karakteristik,
komposisi, dan jumlah sampah.
KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH

• Pengolahan sampah merupakan kegiatan yang dimaksudkan


untuk mengurangi jumlah sampah, memanfaatkan nilai yang
masih terkandung dalam sampah itu sendiri (bahan daur ulang,
produk lain, dan energi).
• Pengolahan sampah dapat dilakukan berupa pengomposan,
recycling/daur ulang, pembakaran (insinerasi), dan
lain-lain.
PENGOLAHAN SAMPAH

• TRANSFORMASI FISIK
• TRANSFORMASI KIMIA
• TRANSFORMASI BIOLOGI
TRANSFORMASI FISIK

• Pemisahan komponen sampah menjadi


komponenkomponennya, sehingga bersifat lebih homogen
untuk keperluan daur ulang.
• Mengurangi volume sampah dengan pemadatan atau
kompaksi untuk menekan kebutuhan ruang sehingga
mempermudah penyimpanan, pengangkutan dan
pembuangan.
• Reduksi ukuran (pencacahan) dan volume juga bermanfaat
untuk mengurangi biaya pengangkutan dan pembuangan.
UNIT Operasi yang digunakan pada Pemisahan dan Pemrosesan
Sampah, adalah untuk:

• Memodifikasi karakteristik fisiknya


• Menghilangkan komponen tertentu
• Memproses dan memisahkan material
tertentu untuk kegunaan tertentu
SIZE REDUCTION
Pengecilan Ukuran
• Secara mekanik mengecilkan ukuran
sampah
• Peralatan yang digunakan: shredders, glass
crushers and wood grinders.
• Type shredders umum antara lain: hammer
mill, flail mill dan shear shredder.
HAMMER MILL
SHEAR SHREDDER
SCREENING
• Untuk memisahkan sampah pada berbagai
ukuran
• Alat-alat yang umum digunakan ‘vibrating
screens’, ‘rotary screens’ dan ‘disc screens’.
• Tipe paling umum dari rotary screen adalah
trommel screen.
TROMMEL SCREEN
DENSITY SEPARATION (AIR
CLASSIFICATION)
pemisahan berdasarkan densitas

Klasifikasi udara memisahkan sampah


berdasarkan perbedaan densitas
MAGNETIC SEPARATION

Magnetic separation is a process


where ferrous metals are separated
from other waste materials by utilising
their magnetic properties.
DENSITY SEPARATION
MAGNETIC SEPARATION
MATERIAL RECOVERY FACILITIES (MRF)

MRF biasanya menerima semua atau sebagian


saja dari sampah yang ditimbukan untuk
kemudian dipilah dan diproses menjadi material
yang dapat dijual
MATERIALS PROCESSED AT MRFs
• Paper and cardboard
• Aluminium beverage containers
• Tin-plated steel food cans
• Glass
• Certain types of plastic bottles and containers
MRF ECONOMIC EVALUATIONS
• Collection and transport of recyclables from household to MRF
• Capital cost of MRF
• Operating cost of MRF
TRANSFORMASI KIMIA

• Perubahan bentuk sampah secara kimiawi dengan


menggunakan prinsip proses pembakaran atau insenerasi.
• Proses pembakaran sampah dapat didefinisikan sebagai
pengubahan bentuk sampah padat menjadi fasa gas, cair, dan
produk padat yang terkonversi, dengan pelepasan energi
panas.
Dasar-Dasar Pembakaran

• Pembakaran dengan kebutuhan udara yang tepat


disebut pembakaran stoikiometri.
• Pembakaran dengan kebutuhan udara berlebih
disebut pembakaran udara berlebih.
• Pembakaran dengan udara sangat sedikit disebut
gasifikasi.
• Pembakaran tanpa oksigen adalah pirolisis
LANGKAH-LANGKAH DASAR DALAM INSINERASI

• Limbah dimasukkan ke dalam insinerator.


• Limbah dibakar, menghancurkan bahan organik dan menghasilkan
produk residu seperti abu dan gas.
• Abu dikumpulkan, didinginkan dan dikeluarkan dari insinerator.
• Gas didinginkan, dibersihkan dan dilepaskan ke atmosfir melalui
cerobong.
FAKTOR PENTING PEMBAKARAN SEMPURNA

• Suhu di ruang bakar


• Waktu tinggal (lama limbah dipertahankan
pada suhu tinggi)
• Turbulensi (tingkat pencampuran limbah
dan udara)

Biasa dikenal dengan tiga T


INCINERATION TECHNOLOGY

• Hazardous waste incinerators


• Municipal waste incinerators
• Clinical waste incinerators
• Sewage sludge incinerators
• Industrial furnace incinerators
Insinerator Limbah Padat

Design yang umum digunakan:


• Moving grate incinerators
• Rotary kiln incinerators
• Fluidised bed incinerators
• Modular (starved air) incinerators
TYPICAL MSW INCINERATOR
Tipe Insinerator Sampah
Waste is tipped into a holding area (1) where it is picked up by grabs and dropped into a hopper
(2). The waste is pushed gradually into the incinerator (3) which runs at a temperature of 750 °C.
Heat from the burning waste is used in a boiler (4) and steam from this is piped to a turbine
generator to create electricity. The heaviest ash falls into a collection point (5) and is passed over
with an electromagnet to extract metal content for recycling. Flue gases containing fine ash then
pass through a scrubber reactor (6) to treat acid pollutants such as SO2 and also dioxins. The gases
then pass through a fine particulate removal system (7) and are released through the chimney
stack (8). Source: BBC (2009)
MOVING GRATE INCINERATORS

http://slideplayer.com/slide/4321340/14/images/12/Moving+grate+incinerators+(Stokers).jpg
MODULAR INCINERATORS
• Insinerator modular beroperasi dengan udara sangat sedikit
• Keuntunganmya meliputi kemampuan menyesuaikan
ukuran diri dengan volume sampah, fleksibilitas dalam
penentuan area tapak dan biaya rendah.
COMPONENTS OF A SOLID WASTE
INCINERATOR
• Scales
• Storage pit and tipping area
• Incinerator cranes
• Charging mechanisms
• Combustion chamber
• Air pollution control
DESIGN AND OPERATING GUIDELINES FOR SOLID
WASTE INCINERATORS

Design guidelines are needed for the


following:
• Incinerator design
• Air pollution control system
• Stack discharges
• Noise control
• Ash management
• Wastewater management
• Monitoring and control systems
PUBLIC CONCERNS

Empat perhatian publik utama adalah:


• Efek kesehatan dari emisi insinerator
• Potensi kecelakaan yang melibatkan
limbah beracun
• Dampak negatif pada kualitas hidup
• Pengelolaan limbah industri
PENEMPATAN INCINERATORS
Pemilihan lokasi menjadi sulit karena
beberapa hal:
• Perhatian publik atas potensi emisi
• Gangguan karena Bau, lalu lintas dan
kebisingan
• Sindrom NIMBY (Not In My Back Yard)
• Ketersediaan lahan
PENEMPATAN INCINERATORS

Faktor2 yang perlu dipertimbangkan:

• Tipe lokasi
• Masalah teknis / ekonomi
• Penggunaan lahan
• Sikap masyarakat
ENERGY RECOVERY FROM SOLID WASTE

Hierarchy of waste management:


• Waste minimisation (Minimisasi Limbah)
• Waste recycling
• Energy recovery
• Waste disposal (Pembuangan Limbah)
ENERGY RECOVERY FROM SOLID
WASTE
• Energi hanya bisa dipulihkan dari komponen
yang mudah terbakar seperti kertas,
putrescibles dan plastik.

• Meskipun energi dari sampah menyumbang


sebagian kecil dari kebutuhan energi kita, ada
sejumlah keuntungan
Keuntungan Energy Recovery
• Extends life of landfills (Memperpanjang waktu penggunaan
landfill)
• Full resource recovery
• Preservation of non-renewable fuels
• Reduces greenhouse emissions
• Reduces odours (mengurangi bau)
• Compatible with other recycling initiatives
DISADVANTAGES OF ENERGY RECOVERY

• High capital and operating cost → Mahal


• Public opposition → Penolakan dari
masyarakat
• Need to find a market → perlu menemukan
pasar yang bersedia membeli produk
energinya
ENERGY CONTENT
• Nilai panas kotor dari limbah padat yang tidak diolah setelah
dikumpulkan sekitar 9-12 MJ / kg.

• Pengambilan material daur ulang dan komponen yang tidak


mudah terbakar dari sampah penduduk memungkinkan nilai
pemanasan ditingkatkan menjadi 14-18 MJ / kg.
ENERGY CONTENT (MJ/kg)
• Natural gas (methane) 37-49
• Fuel oils 42-47
• Black coal 28-37
• Brown coal 8-10
• Wood 9-14
• RDF 14-18

Refuse-derived fuel (RDF)/Bahan bakar pengganti adalah bahan bakar yang


dihasilkan dari berbagai jenis limbah seperti sampah penduduk, limbah
industri atau limbah komersial.
OPSI TEKNOLOGI UNTUK ENERGY RECOVERY

• Insinerasi bakar massa menggunakan moving


grate or fluidised bed systems
• Refuse-derived fuel (RDF)/Bahan bakar
pengganti
• Sampah sebagai bahan bakar kiln semen
Energy Recovery from Solid Wastes – Cement Kiln
Technology
Raw Materials Used for Cement Production

Calcium Carbonate 75%


Silicon Dioxide 15%
Aluminium Oxide 3%
Ferric Oxide 2%
Other Minerals 5%
Cement Production Process

• Akuisisi bahan baku


• Persiapan bahan baku
• Pyroprocessing bahan baku
• Menggiling klinker menjadi semen
Cement Kiln Technology
Thermal Zones in a Cement Kiln
• Drying and Preheating Zone (800 deg C)
• Calcining Zone (1000 deg C)
• Clinkering Zone (1450 deg C)

Types of Cement Kilns


• Wet process kilns
• Semidry process kilns
• Dry process kilns
• Preheater kilns
• Preheater/Precalciner kilns
Cement Kiln
Cement Kiln
Cement Kiln
Characteristics of a Cement Kiln
• High Temperature and Long Residence Times
• High Thermal Capacity
• Alkaline Environment
• Minimum Waste Products
Keuntungan penggunaan Sampah pada Kiln Semen

• Konservasi Bahan Bakar Non-Terbarukan dapat


menggantikan antara 25-50% batubara
• Pengurangan Biaya Produksi Semen (Ini adalah proses
intensif energi)
• Fasilitas sudah ada (tidak ada sumber emisi baru)
• Pengurangan Biaya Transportasi Limbah
Tipe Limbah Yang Cocok
Limbah Cair

• Paint Thinners
• Degreasing Solvents
• Solvent Washes from Ink and Printing Industry
• Chemical By-Products from Pharmaceutical and Chemical Industry
• Waste Oils
Tipe Limbah Yang Cocok
Limbah Padat

• Refuse Derived Fuel (RDF)


• Ban Bekas
• Sludge IPAL Domestik
• Limbah Batu Bara
Undesirable Wastes
• Wastes with energy < 5000 Btu/lb (11,600 kJ/kg)
• Highly corrosive and reactive wastes
• High metal wastes
• High chlorine wastes
Performance of Cement Kilns

• Destruction and Removal Efficiencies (DREs) diatas 99.99% dan


mencapai 99.9999% untuk limbah seperti PCBs
• Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam emisi dioxin / furan
• Sekitar 95-99% Klorin dipertahankan oleh proses padat
• Lebih dari 99% logam seperti Timbal dipertahankan oleh padatan proses
• Menurunkan emisi SO2
SYARAT PERUBAHAN KIMIA

1. Nilai kalor dari sampah, Persyaratan nilai


kalor adalah 4500 kJ/kg sampah agar dapat
terbakar.
2. Kadar air sampah.
3. Ukuran partikel.
TRANSFORMASI BIOLOGI

• Perubahan bentuk sampah dengan memanfaatkan aktivitas


mikroorganisme untuk mendekomposisi sampah menjadi
bahan stabil yaitu kompos.

• Komposting secara aerobik (produk berupa kompos).


• Penguraian secara anaerobik (produk berupa gas metana,
CO2 dan gasgas lain, humus atau lumpur).
SKALA KOMPOSTING

• Skala individu; yaitu pengolahan yang dilakukan oleh


penghasil sampah secara langsung di sumbernya (rumah
tangga/kantor).
• Contoh pengolahan pada skala individu ini adalah pemilahan
sampah atau komposting skala individu.
PENGOMPOSAN KAWASAN

• Skala kawasan; yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani suatu


lingkungan/ kawasan (perumahan, perkantoran, pasar, dll).
• Lokasi di TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). Proses yang
dilakukan berupa : pemilahan, pencacahan sampah organik,
pengomposan, penyaringan kompos, pengepakan kompos, dan
pencacahan plastik untuk daur ulang.
PENGOMPOSAN KOTA

• Skala kota; yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani sebagian atau
seluruh wilayah kota dan dikelola oleh pengelola kebersihan kota.
• Lokasi pengolahan dilakukan di Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu
(IPST) yang umumnya menggunakan bantuan peralatan mekanis.
KOMPOS

• Kompos didefinisikan sejenis pupuk organik, dimana


kandungan unsur N, P dan K yang tidak terlalu tinggi, hal ini
membedakan kompos dengan pupuk buatan.
• Kompos sangat banyak mengandung unsur hara mikro yang
berfungsi membantu memperbaiki struktur tanah dengan
meningkatkan porositas tanah sehingga tanah menjadi
gembur
• dan lebih mampu menyimpan air (Tchobanoglous et al.,1993).
Konsep Dasar Pengolahan Secara Biologi dan
Komposting

Proses Biologi Meliputi:


• Aerobic composting (Komposting Biologi)
• Low-solids anaerobic digestion
• High-solids anaerobic digestion
• High-solids anaerobic digestion dan aerobic
composting
Pengolahan Secara Biologi

• Low-solids anaerobic digestion adalah proses


biologi dimana sampah organik difermentasikan
pada konsentrasi padatan di sekitar 4 – 8%

• Teknologi ini digunakan pada berapa negara untuk


menghasilkan Metan dari limbah manusia,
binatang, dan pertanian dan dari fraksi organik
Sampah Penduduk.
Pengolahan Secara Biologi

• High-solids anaerobic digestion adalah proses biologi dimana


fermentasi terjadi pada total kandungan padatan di sekitar
22% atau lebih tinggi. Teknologi ini termasuk baru.
Komposting

• Komposting adalah dekomposisi biologi yang terkontrol


terhadap material organik
• Kosep ini sudah digunakan selama berabad-abad
sebagai metode untuk menstabilkan limbah manusia
dan pertanian.
• Belakangan ini, komposting digunakan untuk stabilisasi
sewage sludges (Endapan lumpur pada fasilitas
pengolahan air limbah domestik, limbah industri,
sampah dari halaman, dan sampah penduduk)
Elemen Penting Pada Proses Komposting

• Biologi
• Kimia
• Fisika
Lingkungan Biologi
• Mikroorganisme seberti bakteri dan Jamur memiliki peranan penting
pada proses dekomposisi material organik.
• Ketika mikro organisme mulai mendekomposisi material organik, karbon
pada material organik diubah menjadi Karbon Dioksida (CO2), Water
(H2O) dan Humic By Product

Komposting
Bahan Organik H2O + CO2 + Humus
Lingkungan Kimia
Faktor Kimia Penting pada Komposting:
• Keberadaan makanan dan energi yang mencukupi
• Jumlah nutrien yang seimbang
• Air
• Oksigen yang cukup
• pH
• Tidak adanya substansi toksik yang dapat
menghalagi aktifitas mikroba
Nutrien
• Secara umum, pada umumnya rasio carbon: nitrogen
dibawah 30:1 dianggap ideal. Rasio yang lebih tinggi
cenderung memperlambat proses dekomposisi.
• Umumnya, C:N ratio untuk sampah penduduk adalah
diantara 40-100; sampah halaman 20-80; chip kayu
400-700; and pupuk 15-20.
• Setelah proses komposting berjalan maka karbon akan
terlepas ke atmosfir dan rasio tersebut menjadi
mengecil. Proses komposting berakhir disekitar rasio
10 – 15 hingga 1.
Kelembaban (Moisture)

• Pada umumnya limbah memiliki kadar air


yang terbatas, maka proses komposting
mungkin berjalan lebih lambat jika tidak
ada penambahan cairan.

• Normalnya, air digunakan untuk


meningkatkan kelembaban. Moisture
content sekitar 50-60% dari total berat
dianggap ideal.
Oksigen
• Konsentrasi oksigen 5-15% dianggap cukup.

Meskipun konsentrasi lebih tinggi dari oksigen tidak akan


memberikan dampak negatif pada proses komposting, namun
mungkin akan membutuhkan udara berlebih.
pH
• pH dalam proses pengomposan sangat penting.
PH 6-8 dianggap ideal. pH mempengaruhi
ketersediaan nutrisi pada mikroorganisme,
kelarutan logam berat dan mempengaruhi
aktivitas metabolisme mikroorganisme secara
keseluruhan.
• Meskipun pH dapat disesuaikan dengan
penambahan kapur, penambahan tersebut
biasanya tidak diperlukan
Lingkungan Kimia
• Nutrients (C:N ratio of 30:1)
• Moisture (50-60% total berat)
• Oksigen(5-15%)
• pH (6-8)
Lingkungan Fisika

• Temperature
• Ukuran Partikel
• Proses Pencampuran
• Ukuran tumpukan/timbunan
Teknologi Komposting
Teknologi pengomposan bisa jadi diklasifikasikan menjadi tiga
kategori umum:

• Windrow
• Aerated static pile (Tumpukan statis aerasi)
• In-vessel composting (Pengkomposan pada wadah)
Pengkomposan WINDROW

• windrow (wind-row) adalah tumpukan, segitiga di bagian


melintang, yang panjangnya melebihi lebar dan tinggi.
• Membalik tumpukan akan memberikan aerasi aktif.
Turned Windrows
staffweb.itsligo.ie/staff/mabroaders/.../Composting%20Municipal/Presentation.ppt
Windrows Composting Sites

https://westernnews.media.clients.ellingtoncms.com/img/photos/2017/04/18/Good_
Earth_composting_2_t715.jpg?529764a1de2bdd0f74a9fb4f856b01a9d617b3e9
Natural Air Circulation
in a Compost Windrow

Windrows
Composting
Sites

staffweb.itsligo.ie/staff/mabroaders/.../Composting%20Municipal/Presentation.ppt
Turned Windrow Systems
• Metode yang paling disukai
• Biasa digunakan untuk pengomposan sampah halaman
• Windrows diangin-anginkan secara teratur dengan
dibalik-balik
• Tumpukan dibuat dengan ketinggian 6 sampai 10 kaki,
lebar 10 sampai 20 kaki
• Bagian tengah tumpukan terisolasi sehingga proses
pengomposan dapat terus berlanjut saat suhu luar di
bawah titik beku
• Proses pengomposan bisa selesai antara 3 bulan – 2
tahun
• Tingkat pengomposan umumnya berbanding lurus
dengan frekuensi pembalikan tumpukan
AERATED STATIC PILE
• Limbah padat diaerasi secara mekanis.
• Tumpukan ditempatkan di atas jaringan pipa. Pipa terhubung
ke blower. Blower memasok udara untuk pengomposan.
Static Aerated Pile
• Tidak memerlukan pembalikan gundukan → Statis
• Udara ditarik atau ditiup melalui jaringan pipa
plastik berlubang di bawah windrows
• Lebih cepat dari sistem turned windrow
• Pengadukan dan pengatur suhu sangat penting,
(digunakan untuk pengolahan lumpur atau limbah
makanan)
• Bekerja paling baik pada bahan yang relatif
seragam ukuran partikelnya (tidak > 1,5 sampai 2
inchi
AERATED STATIC PILE

http://www.fao.org/docrep/007/y5104e/y5104e02.gif
AERATED
STATIC PILE

http://articles.extension.org
/sites/default/files/w/0/0e/
Aerated_composting.jpg
This blower forces air
into a static compost pile.
IN-VESSEL COMPOSTING SYSTEMS
Material limbah
diletakkan dalam
ruang atau bejana
yang memadai
untuk proses
pencampuran,
aerasi dan kontrol
kelembaban.
In-Vessel Systems
• Juga disebut sebagai
-Contained systems
-Reactor
-Bioreactor
• Komputerisasi dapat memberikan kontrol
yang lebih baik terhadap proses pengomposan
• Limbah ditempatkan dalam wadah besar,
dengan peralatan aerasi built-in dan
pencampuran mekanik
In-Vessel Systems
• Terlindungi dari pengaruh cuaca dan bau
menyengat
• Waktu retensi rendah (RT) (sering <14 hari)
• Membutuhkan pengolahan kompos lebih lanjut -
RT yang rendah tidak cukup untuk tahap
pengomposan termofilik
• Biaya pembangunan dan pengngoperasian mahal
Tipe-tipe In-Vessel Systems

• Horizontal Units
• Vertical Units
• Rotating Drums
Horizontal Units

• Limbah diwadahi dan diaerasi dalam reaktor


horisontal yang panjang, biasanya terbuat dari
beton
• Material dapat keluar dan masuk melalui:
– A front end loader or conveyor system
– Plug flow system – hydraulic ram
– Moving floor system
Horizontal Bed Reactor
Vertical
Units
• Cukup menggunakan area sempit
• Diproses dalam reaktor vertikal yang dikenal
sebagai "silo" atau "menara".
• Pemadatan material pada dasar reaktor -
menghambat daerah aerasi anaerobik
• Baik untuk pemrosesan sludge industri tapi baik
untuk sludge IPAL Domestik
A vertical in-reactor composting system
Rotating
Drums
• Merupakan pengomposan in-vessel yang paling umum
digunakan
• Dikombinasikan dengan aeration in static piles or
turned windrow
• Bahan umpan dimasukkan ke salah satu ujung drum
yang berputar perlahan, cenderung sekitar 5 derajat
dari horizontal
• RT (Retention Time) bervariasi dari 4-6 jam sampai 2-3
hari
• Drum memungkinkan terjadinya proses homogenisasi
dan penyaringan bahan
A large-scale, Rotating Drum Composting Vessel
BIOGASIFICATION
➢ Biogasifikasi, juga disebut biomethanisasi, adalah proses
pengubahan biomassa menjadi biogas, yang kemudian bisa
dijadikan bahan bakar.
➢ Salah satu cara untuk melakukannya adalah melalui digestion
anaerobik, yang lainnya dengan menggunakan suhu tinggi pada
gasifier.
➢ Dalam gasifier, pasir (sekitar 1.500 ° F) mengelilingi biomassa dan
menciptakan lingkungan yang sangat panas dan sedikit oksigen.
➢ Kondisi ini memecah kayu atau biomassa lainnya dan
menciptakan biogas. Ini kemudian dapat dikombinasikan dengan
bahan bakar kayu (atau bahan bakar lainnya) dalam ketel uap
atau digunakan untuk mengoperasikan turbin gas standar.
BIOGASIFICATION
http://www.davi
ddarling.info/en
cyclopedia/B/AE
_biogasification.
html

One method of transforming biomass particles into biogas fuel


TAHAPAN2 PADA PROSES GASIFIKASI
1) Tahap pengeringan. Akibat pengaruh panas, biomassa mengalami
pengeringan pada temperatur sekitar 100oC.
2) Tahap pirolisis. Bila temperatur mencapai 250oC, biomassa mulai
mengalami proses pirolisis yaitu perekahan molekul besar menjadi
molekul-molekul kecil akibat pengaruh temperatur tinggi. Proses ini
berlangsung sampai temperatur 500oC. Hasil proses pirolisis ini
adalah arang, uap air, uap tar, dan gas- gas.
3) Tahap reduksi. Pada temperatur di atas 600oC arang bereaksi dengan
uap air dan karbon dioksida. Untuk menghasilkan hidrogen dan
karbon monoksida sebagai komponen utama gas hasil.
4) Tahap oksidasi. Sebagian kecil biomassa atau hasil pirolisis dibakar
dengan udara untuk menghasilkan panas yang diperlukan oleh ketiga
tahap tersebut di atas. Proses oksidasi (pembakaran) ini dapat
mencapai temperatur 1200oC, yang berguna untuk proses perekahan
tar lebih lanjut.
Unit GASIFIKASI

Anjarwati, S.Si., M. Env - Prodi Magister Teknik Lingkungan – ITATS


PERBEDAAN KOMPOS AEROB DAN ANAEROB
KEBERHASILAN KOMPOSTING

1. Kadar air, Kadar air berkisar antara 50-60%, optimum 55%.


2. Rasio C/N, Nilai C/N berkisar antara 25-50.
3. Temperatur, awal pengomposan berkisar antara 50-55oC, sedangkan pada
hari-hari berikutnya 55-60oC.
4. pH Rentang pH dipertahankan berkisar antara 7 sampai 7,5.
5. Ukuran partikel, Ukuran partikel berkisar antara 25-75 mm.
6. Blending dan Seeding , pencampuran Lumpur tinja untuk meningkatkan
rasio C/N.
7. Suplai oksigen, ditentukan berdasarkan komposisi sampah yang
dikomposkan.
8. Pengadukan, berfungsi untuk menjaga kadar air, menyeragamkan nutrient
dan mikroorganisme.
9. Kontrol pathogen, dilakukan dengan pengontrolan suhu, dimana pathogen
biasanya akan mati pada suhu 60-700C selama 24 jam.
Kelanjutan : Standar Kompos
Bersambung…

Anda mungkin juga menyukai