Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

ANATOMI PERTOLONGAN PERTAMA


CEDERA EKSTREMITAS

OLEH:
AHMAD RIDLO HAFIDZ (0523040003)

DOSEN PENGAMPU
DR.AM MAISARAH DISRINAMA, M.KES
HAIDAR NATSIR AMRULLAH

TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


POLITEKNIK PERKAPLAN NEGERI SURABAYA
2023/2024

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur ekstremitas dapat terjadi pada bagian femur dan ramus pubis. Fraktur femur
merupakan diskontinuitas poros femoralis yang disebabkan akibat trauma seperti jatuh dari
ketinggian ataupun kecelakaan lalu lintas. Sedangkan fraktur ramus inferior os pubis adalah
terputus kontinuitas tulang bagian bawah pembentuk bagian posterior bawah tulang panggul
dan pubis. Tulang ini merupakan tempat dimana otot-otot melekat dan penahan badan dalam
posisi duduk. Trauma fraktur bisa terjadi karena proses degeneratif dan patologi menyebutkan
bahwa fraktur femur sebesar 50% kasus dan kematian sebesar 30% menyebabkan kecacatan
seumur hidup, pelvis sebesar 10% menyebabkan cedera rangka dan jaringan lunak. Sedangkan
di Indonesia dari hasil survey tim Depkes RI angka kejadian patah tulang cukup tinggi yakni
terdapat 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45% mengalami catat fisik. 15%
mengalami stress pikilogis seperti cemas, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik.
Masalah yang kemungkinan timbul dari fraktur adalah nyeri hebat, kelemahan fisik dan
psikologis berupa cemas dan stress yang dirasakan karena kondisi fisiknya, bagian yang patah
adalah dekat dengan organ intim, pasien tidak bisa duduk dan bingung bagaimana cara
bergerak melakukan kegiatan sehari-hari. Pasien juga memikirkan bagaimana untuk masa
depannya, apakah akan kuat untuk menyanggah badan ketika duduk. Selain itu, harus bed rest
dan tidak dapat melakukan perawatan secara mandiri.
1.2 Rumusan Maslah
1. Bagaimana cara melakukan penilaian penderita pada korban yang mengalami cedera
ekstremitas?
2. Bagaimana cara penanganan pada korban yang mengalami cedera ekstremitas?
3. Bagaima kesimpulan dari hasil yang telah siperoleh?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara melakukan penilaian penderita pada korban yang mengalami cedera
ekstremitas?
2. Mengetahui cara penanganan pada korban yang mengalami cedera ekstremitas?
3. Dapat menyimpulkan dan hasil yang diperoleh
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Cedera


Cedera merupakan rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal diakibatkan karena
keadaan patologis. Cedera adalah kerusakan fisik yang terjadi ketika tubuh manusia tiba-
tiba mengalami penurunan energi dalam jumlah yang melebihi ambang batas toleransi
fisiologis atau akibat dari kurangnya satu atau lebih elemen penting seperti oksigen.Dapat
disimpulkan bahwa cedera adalah sesuatu kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh
karena suatu trauma atau tekanan fisik maupun kimiawi.
2.2 Cedera Ekstremitas

Cedera ini mudah di identifikasi pada penderita yang tidak dapat/ sulit bergerak, tetapi
jarang membahayakan nyawa penderita. Yang perlu diingat adalah pembukaan airway,
penilaian nafas, dan penanganan shock harus dilakukan lebih dahulu sebelum dilakukan
pembidaian atau pembalutan. Shock hemorrhagic adalah yang berbahaya pada beberapa
cedera tulang, seperti luka pada arteri atau patah pada tulang pelvis dan tulang femur akan
menimbulkan perdarahan yang banyak akan menyebabkan shock. Cedera pada saraf dan
pembuluh darah yang pada umumnya menimbulkan komplikasi antara patah tulang dan
dislokasi. Cedera ini akan menyebabkan hilangnya fungsi dan pembuluh saraf, sehingga
perlu dilakukan pemberian PMS (Pulse, Motor, Sensation)

1. Cedera Ekstremitas Atas


a. Leher
Maenurut clifford D. Srtark dan Elizabeth Shimer ( 2010 : 39-34)
mengatakan beberapa cedera pada leher yang dapat terjadi atas:
1) Neck Fracture
2) Spained
3) Strained
4) Pinched
5) Whiplash
b. Bahu
Macam-macam cedera pada bahu menurut Robert S. Gotlin (2008:
78) terdiri atas
1) Acromioclavicular joint injury
2) 27 Biceps tendon rupture
3) Bicipital tendinitis
4) Collar bone fractures
5) Shoulder discolation
6) Shoulder sublaxtion
c. Siku
Cedera siku dapat terjadi secara kronik (overuse), biasanya sering
dialami oleh atlet tenis, golf, pelempar dalam permainan baseball,
dan basket karena beberapa teknik gerakan dalam olahraga tersebut
kebanyakan berulang sehingga rentan mengalami cedera pada siku.
Beberapa nama cedera pada siku sering dikaitkan dengan
olahraganya, misalkan cedera tennis elbow, little league elbow,
golfer elbow, dll.
d. Pergelangan Tangan
Macam-macam cedera pergelangan tangan menurut Robert S.
Gotlin (2008 : 121) terdiri atas
1) Wirst Sprain
2) Wirst fracture
3) Wirst tendinitis
4) Carpal tunnel syndrome
e. Tangan dan Jari-jari
Tangan dan jari-jari merupakan bagian tubuh yang paling sering
digunakan untuk aktivitas kerja seperti olahraga, pekerjaan rumah
sehingga riskan terkena cedera seperti cedera Bowler’s thumb,
finger sprain, mallet finger, hand fracture.
2. Cedera Ekstremitas Bawah
a. Pinggul
Kebanyakan perlekatan otot paling kuat ditubuh adalah pada
pinggul dan panggul. Susunan anatomi pada pinggul dan panggul
ini memungkinkan kinerja yang luar biasa untuk prestasi atletik
akan tetapi pada struktur fisik yang besar ini yang terkadang juga
menyebabkan banyak macam cedera pinggul seperti Hip pointer,
Adductor tendinosis, Coccyxgeal fracture, Osteoarthritis (OA),
Pelvic stress fractures, Sacroiliac joint injury.
b. Lutut

Menurut Lars Peterson (2001: 281) Cedera lutut kebanyakan


disebabkan oleh tekanan ekstrim yang secara terpaksa memaksa
sendi lutut untuk begerak berputar seperti pada kegiatan yang
ditemukan pada olahraga ski, sepak bola, dan American football.
Macam-macam cedera pada lutut terdiri atas:

1) Patella fracture
2) Posterior cruciate
3) Patellar tendinitis
4) Pattelofemoral pain

c. Ankle

Ankle merupakan bagian tubuh yang pergerakan sendinya cukup


luas, maka dari itu kejadian cedera dalam olahraga sangat riskan
terjadi pada bagian ini hal ini diperkuat oleh pendapat Robert S.
Gotlin (2008: 224) ankle memiliki struktur anatomi yang unik
dengan dukungan jaringan lunak yang relatif kecil membuat sendi
pergelangan kaki rentan terhadap cedera olahraga. Macam-macam
cedera yang dapat terjadi pada ankle terdiri atas:

1) Ankle sprain
2) Ankle fracture
3) Achilles tendinitis
4) Lower leg stress fracture
5) Shin splints
6) Posterior tibial tendinitis

d. Kaki dan jari-jari

Kaki dan jari-jari sebagai tumpuan utama saat aktivitas berjalan atau
berlari yang merupakan bagian tubuh yang riskan terkena cedera
seperti Turf toe, Tarsal tunnel syndrome, Plantar fascilitis, Forefoot
neuromas.
2.3 Patah Tulanag Terbuka

Patah tulang atau fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang
bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur
lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang,
serta jaringan lunak di sekitar tulang. Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis
dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan
komplikasi. Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen
tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka
dalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak, dapat terbuka dari dalam maupun luar. Fraktur dengan komplikais adalah
fraktur yang disertai dengan komplikasi sperti malunion, delayed union dan infeksi tulang.

2.4 Dislokasi

Dislokasi adalah terlepasnya sebuah sendi dari tempatnya yang seharusnya. Dislokasi
yang sering terjadi adalah dislokasi di bahu, sendi panggul (paha), karena terpeleset dari
tempatnya maka sendi itupun menjadi macet dan juga terasa nyeri (Kartono Mohammad,
2005: 31) Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya
menjadi kendorAkibanyasendi itu akan mudah mengalami dislokasi kembali.
Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah melakukan reduksi ringan
dengan cara menarik persendian yang bersangkutan pada sumbu memanjang.
immobilisasi dengan spalk pada jari-jari, di bawa kerumah sakit bila perlu dilakukan
resistensi jika terjadi fraktur.

2.5 Amputasi

Manusia memiliki sepasang tangan dan kaki sebagai alat gerak untuk
melakukan aktivitas sehari-hari. Kaki sebagai salah satu alat gerak merupakan bagian
yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Kehilangan sebagian alat gerak akan
menyebabkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas. Kehilangan alat
gerak tersebut dapat disebabkan berbagai hal seperti penyakit, faktor cacat bawaan lahir,
kecelakaan ataupun karena operasi pemotongan alat gerak pada tubuh manusia yang
disebut dengan amputasi. Tindakan amputasi ini merupakan tindakan yang dilakukan
dalam kondisi pilihan terakhir apabila masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah
tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau jika kondisi organ
dapat membahayakan keselamatan tubuh pasien secara utuh atau merusak organ tubuh
yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi (Rapani, 2007).

2.6 Keseleo

Sprain (Keseleo) merupakan cedera pada sendi yang sering terjadi. Pada
keadaan tersebut, ligament dan jaringan lain rusak karena peregangan atau puntiran yang
keras. Terkilir mengacu pada cedera ligamen, yang dapat direntangkan, sebagian robek
atau sepenuhnya robek. Ini diklasifikasikan oleh tiga tingkatan keseleo:

1. Suatu keseleo grade 1 (ringan) sedikit berlebihan peregangan ligamen yang


umumnya terkait dengan pembengkakan atau tender- terbatas.

2. Sebuah keseleo kelas 2 (sedang) memiliki parsial air mata makroskopik dari
ligamen dan berhubungan dengan rasa sakit dan pembengkakan yang
meningkat.

3. Sebuah keseleo kelas 3 (berat) adalah lengkap pecahnya ligamen dan bedah

2.7 Penilaian

Pada penilaian yang perlu diperhatikan adalah mekanisme terjadinya


kecelakaan. Misal : cedera kaki melompat dari ketinggian sering menyebabkan cedera
pada panggul, cedera pada lutut penderita pada posisi duduk yang berkaitan dengan
cedera panggul, sama halnya jika yang cidera adalah panggul maka lutut juga harus
diperiksa. Jadi lutut dan panggul harus diperiksa bersamaan. Jatuh yang menyebabkan
cedera pada pergelangan tangan juga menyebabkan cedera pada siku, begitu juga
sebaliknya. Jika pergelangan tangan dan siku harus diperiksa secara bersamaan

2.8 Tujuan Pembidaian

Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya pergerakan pada bagian tulang


yangmengalami retak. Saraf dapat menyebabkanrasa sakit pada jaringan atau lapisan di
sekitar tulang. Pembidaian selain untuk mengurangi rasa sakit juga untuk kerusakan
lebih lanjut pada otot, saraf, dan pembuluh darah sehingga mencegah sampai pada patah
tulang. Tidak ada urutan khusus yang menyebutkan kapan sebaiknya dilakukan
pembidaian, yang jelas sebelum dilakukan pengiriman penderita ke sarana kesehatan
sebaiknya penderita sudah di mobilisasi

2..9 Aturan-Aturan Dalam Membidai

1. Penolong harus dapat melihat semua bagian yang terluaka. Jika ada pakaian / kair,
yang menutup maka dipotong saja. Sebelum dibidai lakukan pembersihan dan peutupan
luka

2. Cek nadi dan sensasi sebelum dan sesudah dilakukan pembidaian. Beri sensasi
kepada penderita, tanyakan apa yang dirasakan (jika sadar) dan perhatikan gerakan
penderita (jika tidak sadar) pada waktu diberi sensasi menyakitkan

3. Jika ektrimity tertekuk dan rangsang yangdiberikan tidak terasa maka lakukan
pelurusan atau tarikan dengan usaha lebih kecil 10 pound umtuk meluruskan

4. Luka yang terbuka seharusnya ditutup dengan kasa steril dan kemudian dibalut atau
di bidai.

5. Gunakan pembidaian yang akan memobilisasi bagian atas dan bawah luka.

6. Jangan menekan tulang yang ada di bawah kulit


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat

Peralatan yang digunakkan

1. Jam tangan atau stop watch


2. Senter kecil
3. Stetoskop
4. Tensimeter/stigmomanometer (pengukur tekanan datah)
5. Alat tulis untuk mencatat
6. Termometer badan
7. Bidai
8. Mitela
9. Cairan antiseptic

3.2 Lamgkah Percobaan

Dalam memberikan pertolongan pertama, dibawah ini adalah langkah – langkah


dalam pertolongan pertama:

1. Penilaian keadaan Pada tahap ini, pelaku pertolongan pertama diharuskan menganalisa
apa yang terjadi pada korban, hal apa yang bisa menghambat dan mendukung kesuksesan
pertolongan pertama.

2. Penilaian dini Dapat menilai tingkatan keparahan kasus, apakah masuk ke dalam kasus
trauma atau masuk kedalam kasus medis. Lalu wajib melakukan penilaian respon.
Terdapat 4 tingkatan respon, yaitu:

a. Respon awas
b. Respon suara
c. Respon nyeri
d. Tidak respon

Langkah-langkah penilaian respon

a. Cari tempat yang datar untuk menidurkan korban secara terlentang,


b. Mengecek respon dengan cara menepuk bagian tubuh yang tidak sakit, lalu
menanyakan sesuatu yang mudah untuk dijawab korban.

c. Memberikan rangsangan nyeri berupa cubitan ringan pada bagian tubuh yang tidak
terluka.

d. Jika hal diatas sudah dilakukan namun tidak ada respon, maka segera minta tolong
atau menghubungi pihak rumah sakit terdekat.

Setelah penilaian respon, lakukan Teknik CAB

1. Penilaian peredaran darah (Circulation) Langkah – langkah penilaian peredaran


darah:
• Memeriksa nadi di bagian pergelangan tangan korban jika sadar, jika korban tidak
sadarkan diri coba periksa nadi di bagian leher.
• Jika terdapat denyut tetapi tidak terasa nadi, maka sesegera mungkin berikan korban
nafas buatan.
• Bila tidak ada nadi, segera lakukan pijatan dengan langkah berikut :
a) Posisikan korban terlentang di tempat yang datar
b) Membebaskan pakaian yang sekiranya menganggu korban
c) Posisikan diri penolong senyaman mungkin di sisi korban, dengan membuka kaki
selebar bahu bertumpu pada lutut
d) Temukan pertemuan lengkung iga kiri dan kanan, dengan cara meraba lengkung
rusuk paling bawah
e) Tentukan titik pijatan. Diukur 2 jari keatas pada garis tengah tulang dada
f) Tekan titik dengan menggunakan tumit tangan
g) Pastikan bahu penolong tegak lurus dengan tangan yang menekan
h) Lakukan pijatan jantung luar (PJL) atau resusitasi jantung dan paru (RJP). Berikan
tekanan yang sesuai dengan kekuatan dan kedalaman nya
i) Cek nadi setiap menit. Lakukan sampai terdapat tanda tanda kehidupan muncul,
atau lakukan sampai bantuan ahli medis tiba.
2. Penilaian jalan nafas (Airway)
Langkah – langkah dalam melakukan penilain jalan nafas adalah :
a) Jika tidak ada luka di area kepala / leher / tulang belakang pada penderita dapat
dilakukan dengan metode Jaw Thrust Manuver
• Letakkan tangan penolong ke dahi menggunakan tangan palin dekat kepada
penderita • Tekan dahi mengarah ke belakang dengan telapak tangan sampai
kepala penderita terdorong ke belakang
• Meletakkan ujung jari tangan yang lainnya di bagian bawah ujung tulang rahang
bawah
• Membuka mulut dengan ibu jari yang menekan dagu, lalu lakukan penilaian
pada korban
b) Jika terdapat dugaan cedera pada arean kepala / leher / tulang belakang
• Letakkan tangan di kedua sisi kepala korban
• Pegang kedua sisi rahang bawah korban. Jika korban adalah anak anak gunakan
2 atau 3 jari lalu gerakkan rahan ke bawah ke posisi depan secara perlahan.
Gerakan ini akan mendorong lidah ke depan sehinga jalan nafas akan terbuka.
• Pastikan Kembali jalan nafas terbuka dngan sempurna, kemudian dianjurkan
memberikan 1 – 2 kali bantuan nafas kepada korban
2. Penilaian nafas (Breathing)
Jika jalan nafas berjalan dengan baik, dilakukan pemeriksaan pernafasan dengan
Teknik lihat, dengar, rasakan.
• Meletakkan pipi dan telinga penolong ke hidung dan mulut korban dengan mata
mengarah ke dada, lakukan selama 10 detik.
• Jika pasien masih bernafas tapi pingsan, maka arahkan tubuh pasien miring ke
kiri dan pastikan jalan nafas tetap terbuka, lalu segera minta bantuan kepada ahli
medis dan lakukan pengecekan nafas tiap 2 menit.
3. Pemerikaan fisik
Dilakukan dengan memeriksa seluruh anggota tubuh korban secara berurutan.
Meliputi 4 bagian yaitu Teknik pengelihtan, sentuhan (palpasi), ketukan (perkusi),
dan pendengaran (auskultasi)
• Adanya perubahan bentuk pada bagian tubuh korban.
• Adanya luka terbuka pada korban
• Perasaan nyeri pada tubuh korban
• Adanya lebam, bengkak pada tubuh korban Kemudian periksa tanda fital seperti
denyut nadi, frekuensi pernafasan, suhu tubuh, kulit, dan tekanan darah.
4. Riwayat penderita
Setelah memeriksa semua poin – poin diatas, tanyakan informasi mengenai korban
tentang riwayat korban dengan wawancara singkat dengan korban, keluarga, saksi
mata. Dengan itu penolong bisa menarik kesimpulan apakah aka nada resiko
keselamatan dan Kesehatan lain yang dapat mengancam jiwa korban.
• Keluhan utama
• Obat obatan yang diminum
• Makanan dan minuman
• Penyakit yang diderita
• Alergi
• Kejadian
Evaluasi kondisi korban
• Pelaporan
Setelah selesai melakukan langkah tersebut, maka perlu dilakukan pelaporan secara
singkat dan jelas. Sehingga memudahkan penolong berikutnya untuk mengidentfkasi
langkah kedepannya
BAB IV

ANALISA

4.1 Studi Kasus

Seorang pria paruh baya berusia 40 tahun bernama Jamal sedang berkendara
menggunakan sepeda motor. Tidak disangka, dari arah berlawanan ada mobil yang melaju
kencang keluar dari jalurnya. Tanpa sempat menghindar, motor Jamal bertabrakan dengan
mobil. Jamal sempat terpental beberapa meter. Ia mengalami luka yang cukup serius.
Pergelangan kaki kirinya mengalami luka yang harus diamputasi, paha kaki kanannya juga
mengalami patah tulang terbuka sekaligus pendarahan. Selain itu, lengan tangan kiri bawah
diduga mengalami patah tulang tertutup karena ada pembengkakan, nyeri, dan perubahan
warna. Bahu tangan kanan korban juga mengalami dislokasi.

4.2 Hasil Praktikum

1. Penilaian keadaan

Pada tahap ini, ketika kecelakaan yang dialami penderita terjadi, penolong
berusaha mengamankan diri terlebih dahulu, kemudian baru mengamankan penderita
dengan memindahkan ketempat yang lebih aman bagi penolong dan penderita. Setelah
dipindahkan ke tempat yang lebih aman penolong menghimbau kepada pekerja lainnya
agar tidak berkerumun di sekitar korban dan segera menghubungi pihak medis.

2. Penilaian dini

a. Kesan Umum

Jenis Kasus Keterangan Korban

Trauma ✓

Medis

b. Respon

Korban memiliki respon nyeri karena saat ditekan melakukan pergerakan

c. Pemeriksaan CAB

Adanya sirkulasi nafas dan terbukanya jalan nafas. Dari hasil diketahui sirkulai
ada dan baik.

3. Pemeriksaan Fisik
• Kepala

Tidak ada perunahan fisik

• Hidung dan Telinga

Tidak ada perubahan fisik

• Mulut

Tidak ada perubahan fisik

• Mata

Tidak ada perubahan fisik

• Leher

Tidak ada perubahan fisik

• Dada

Tidak ada perubahan fisik

• Perut

Tidak ada perubahan fisik

• Punggung

Tidak ada perubahan fisik

• Punggul

Tidak ada perubahan fisik

• Tangan

Terjadi pembengkakan dan juga nyeri pada bagian lengan tangan kiri bawah

• Kaki

Terjadi Perubahan bentuk pada kaki bagian kanan dan luka terbuka pada
pergelangan kaki bagian kiri

4. Riwayat Penderita

• K: Korban mengalami rasa sakit pada bagian kaki dan juga tangan

• O: Korban tidak mengonsumsi obat

• M: Ayam geprek dan Es the


• P: Tidak memiliki Riwayat penderita

• A: Tidak memiliki alergi

• K: korban menabrak sebuah mobil dan terjatuh

5. Pemeriksaan Berkala

Pemeriksaan berkala dilakukan setiap 5-10 menit sekali untuk memastikan tanda vital
korban masih aman dan tidak ada yang terlewatkan

6. Pelaporan

1. Umur : 40 Tahun

2. Jenis kelamin : Laki-laki

3. Keluhan utama : korban merasakan sakit pada bagian kaki dan juga
tangan

4. Tingkat respon : Nyeri

5. Keadaan jalan nafas : Terbuka tidak ada sumbatan

6. Pernapasan : Ada

7. Sirkulasi : Ada

8. Pemeriksaan fisik : Pergelangan kaki kirinya mengalami luka yang harus


diamputasi, paha kaki kanannya juga mengalami patah tulang terbuka sekaligus
pendarahan. Selain itu, lengan tangan kiri bawah diduga mengalami patah tulang
tertutup karena ada pembengkakan, nyeri, dan perubahan warna. Bahu tangan
kanan korban juga mengalami dislokasi.

9. Wawancara yang penting

10. Pemeriksaan lain yang dianggap penting


BAB V

KESIMPULAN

Dalam melakukan penilaian penderita pada korban dilakukan tindakan sesuai langkah dalam
memberikan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), yaitu :

1. Penilaian keadaan

2. Penilaian dini, terdiri dari kesan umum, pemeriksaan respon, dan

pemeriksaan CAB (Circulation, Airway, Breathing).

3. Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan PLNB (Perubahan bentuk, Luka

terbuka, Nyeri, Bengkak) pada seluruh bagian tubuh dan pemeriksaan tanda vital.
Setelah diketahui terdapat luka terbuka, penolong segera memberikan pertolongan pada
luka tersebut.

4. Riwayat penderita yang ditanyakan adalah KOMPAK (Keluhan utama, Obat yang
diminum, Makanan/minuman terakhir dikonsumsi, Penyakit yang diderita, Alergi, dan
Kejadian).

5. Pemeriksaan berkala.

6. Pelaporan.
DAFTAR PUSTAKA

Maisara, Am, Dewi Kurniasih, dan Yusuf Santosa. 2009. Jobsheet Praktikum

Penilaian Penderita. Surabaya:Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Maisara, Am, Dewi Kurniasih, dan Yusuf Santosa. 2009. Jobsheet Praktikum

Cidera Ekstremitas. Surabaya:Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Anda mungkin juga menyukai