Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH

ALAT PELINDUNG DIRI

Disusun

M. Hidayatul Fikri
235110989

Dosen Pengampu :
Yessi Yuzar, S.KM, M.Kes

PROGRAM STUDI DIII KESEHATAN GIGI

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2023/2024
Kata Pengantar

Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunian-Nya berupa nikmat dan kesehatan, iman dan ilmu pengetahuan sehingga
dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “Hygiene Kerja Pada Pelayanan
Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut” Saya sepenuhnya menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang bersifat
konstruktif sangat saya harapkan dei kesempurnaan makalah ini. Saya mengucapkan
terimakasih kepada Yessi Yuzar, S.KM, M.Kes bimbingan serta menilai dan memeriksa
makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini mendapatkan keridhaan dari Alah SWT dan dpat
memberikan manfaat bagi saya dan kepada semua pembaca.

Bukittinggi, 5 Februari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................4
B. Identifikasi Masalah...................................................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................6
A. Pengertian Alat Pelindung Diri..................................................................................6
B. Tujuan Dan Manfaat Alat Pelindung Diri (APD)......................................................7
C. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD).......................................................................7
D. Kegunaan Alat Pelindung Diri...................................................................................8
E. Kekurangan dan Kelebihan Alat Pelindung Diri........................................................9
F. Cara Memilih dan Merawat Alat Pelindung Diri.....................................................10
BAB III PENUTUP............................................................................................................12
A. Kesimpulan...............................................................................................................12
B. Saran.........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................13
A. Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Di dalam kegiatan sehari-hari dalam melakukan aktivitas, kita sering tidak menduga
akan mendapatkan resiko kecelakaan pada diri kita sendiri. Banyak sekali masyarakat yang
belum menyadari akan hal ini, termasuk di Indonesia. Baik di lingkungan kerja (perusahaan,
pabrik, atau kantor), di jalan raya, tempat umum maupun di lingkungan rumah.

Masyarakat sering menyepelekan faktor-faktor tertentu karena mereka belum


mendapat kecelakaan itu sendiri. Sehingga di perlukan cara untuk mencegah agar tidak
terjadi kecelakaan yang tidak diinginkan. Selain pemberian peringatan diri dan pengertian
kepada masyarakat, tentu dibutuhkan alat penunjang untuk mengurangi resiko terjadi
kecelakaan. Disinilah alat pelindung diri (APD) dibutuhkan. Secara umum APD adalah
salah satu usaha yang dapat mencegah kecelakaan guna memberikan perlindungan kepada
masyarakat.

Alat Pelindung Diri ( APD ) di lingkungan kerja adalah seperangkat alat yang
digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensibahaya/kecelakaan kerja. Meskipun alat ini lebuh sering
digunakan di tempat kerja, namun juga dibutuhkan pula untuk melindungi diri dalam
kegiatan sehari-hari. APD tidak mencegah insiden bahaya, tetapi mengurangi akibat dari
kecelakaan yang terjadi.

B. Identifikasi Masalah
1. Apa definisi Alat Pelindung Diri (APD)?
2. Apa tujuan, dan manfaat Alat Pelindung Diri (APD)?
3. Apa saja jenis Alat Pelindung Diri (APD)?
4. Apa saja kegunaan Alat Pelindung Diri (APD)?
5. Apa saja kelebihan dan kekurangan Alat Pelindung Diri (APD)?
6. Bagaimana Cara Memilih dan Merawat Alat Pelindung Diri

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Untuk mengetahui apa manfaat dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) bagi
kegiatan manusia.
3. Untuk mengetahui jenis jenis Alat Pelindung Diri (APD).
4. Untuk mengetahui kegunaan Alat Pelindung Diri (APD).
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Alat Pelindung Diri (APD)
6. Untuk mengetahui Cara Memilih dan Merawat Alat Pelindung Diri (APD)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Alat Pelindung Diri


Alat Pelindung Diri adalah alat-alat yang mampu memberikan perlindungan
terhadap bahaya-bahaya kecelakaan (Suma’mur, 1991). Atau bisa juga disebut alat
kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk
menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya.

APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila
usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun
pemakaian APD bukanlah pengganti dari usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.

Alat Pelindung Diri harus mampu melindungi pemakainya dari bahaya- bahaya
kecelakaan yang mungkin ditimbulkan, oleh karena itu, APD dipilih secara hati-hati agar
dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan. Menurut ketentuan Balai Hiperkes,
syarat-syarat Alat Pelindung Diri adalah :

1. APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang
spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
2. Berat alat hendaknya seringan mungkin dan alat tersebut tidak menyebabkan rasa
ketidaknyamanan yang berlebihan.
3. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
4. Bentuknya harus cukup menarik.
5. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
6. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang
dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam
menggunakannya.
7. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
8. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya. Suku
cadangnya harus mudah didapat guna mempermudah pemeliharaannya
9. APD harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya yang
spesifik atau bahaya yang dihadapi oleh tenaga kerja.
10. Alat harus dapat dipakai secara fleksibel.
11. Alat pelindung tahan untuk pemakaian yang lama.
12. Alat tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi pemakainya yang
dikarenakan bentuk dan bahayanya yang tidak tepat atau karena salah dalam
menggunakannya.
13. Alat pelindung harus memenuhi standar yang telah ada.
14. Alat tersebut tidak membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.

B. Tujuan Dan Manfaat Alat Pelindung Diri (APD)


Adapun tujuan dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), antara lain:

1. Melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administrative


tidak dapat dilakukan dengan baik.
2. Meningkatkan efektifitas dan produktivitas kerja.
3. Menciptakan lingkungan kerja yang aman.

Sedangkan manfaat dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), antara lain :

1. Untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya


potensi bahaya/kecelakaan kerja.
2. Mengurangi resiko penyakit akibat kecelakaan.

C. Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD)


Alat Pelindung Diri di bagi menjadi 3 kelompok yaitu:

1. APD bagian kepala meliputi :


a. Alat Pelindung Kepala : Alat ini adalah kombiansi dari alat pelindung
mata,pernapasan dan mata contohnya Topi Pelindung/Pengaman (Safety Helmet),
Tutup Kepala, Hats/cap, Topi pengaman.
b. Alat Pelindung Kepala Bagian Atas : Topi Pelindung/Pengaman (Safety Helmet),
c. Alat Pelindung Muka : Safety Glasses, Face Shields, Goggles.
d. Alat Pelindung Pengliahatan : Kaca Mata
e. Alat Pelindung Telinga : Tutup Telinga (Ear muff ), Sumbat Telinga (Ear plugs).
f. Alat Pelindung Pernafasan : Masker, Respirator.
2. APD bagian badan meliputi :
a. Alat Pelindung Seluruh Badan : jas laboratorium
b. Alat Pelindung Badan Bagian Muka : Apron
c. Alat Pelindung Bagian Dada : Rompi Pelindung
3. APD bagian anggota badan meliputi :
a. Alat Pelindung Tangan : Sarung Tangan (Safety Gloves).
b. Alat Pelindung Kaki : sepatu bot.

D. Kegunaan Alat Pelindung Diri


1. Alat Pelindung Kepala
a. Alat Pelindung Kepala Topi Pelindung/Pengaman (Safety Helmet) : Melindungi
kepala dari benda keras, pukulan dan benturan, terjatuh dan terkena arus listrik.
b. Tutup Kepala : Melindungi kepala dari kebakaran, korosif, uap-uap, panas/dingin.
c. Hats/cap : Melindungi kepala dari kotoran debu atau tangkapan mesin-mesin
berputar.
d. Topi pengaman : untuk penggunaan yang bersifat umum dan pengaman dari
tegangan listrik yang terbatas. Tahan terhadap tegangan listrik. Biasanya
digunakan oleh pemadam kebakaran.
2. Alat Pelindung Muka Dan Mata
Melindungi muka dan mata dari:
a. Lemparan benda-benda kecil.
b. Lemparan benda-benda panas
c. Pengaruh cahaya
3. Alat Pelindung Telinga
a. Sumbat Telinga (Ear plugs ) yang baik adalah menahan frekuensi Daya atenuasi
(daya lindung) : 25-30 dB, sedangkan frekuensi untuk bicara biasanya
(komunikasi) tak terganggu.
b. Tutup Telinga (Ear muff ) frekuensi 2800–4000 Hz sampai 42 dB (35–45 dB)
Untuk frekuensi biasa 25-30 dB. Untuk keadaan khusus dapat dikombinasikan
antara tutup telinga dan sumbat telinga sehingga dapat atenuasi yang lebih tinggi;
tapi tak lebih dari 50 dB,karena hantaran suara melalui tulang masih ada.
4. Alat Pelindung Pernafasan
Memberikan perlindungan terhadap sumber-sumber bahaya seperti:

a. Kekurangan oksigen
b. Pencemaran oleh partikel (debu, kabut, asap dan uap logam)
c. Pencemaran oleh gas atau uap
5. Alat Pelindung Tangan

Sarung Tangan (Gloves) Jenis pekerjaan yang membutuhkan sarung tangan :

a. Pengelasan/ pemotongan (bahan kulit)


b. Bekerja dengan bahan kimia (bahan karet)
c. Beberapa pekerjaan mekanikal di workshop dimana ada potensi cedera bila tidak
menggunakan sarung tangan (seperti benda yang masih panas, benda yang sisinya
tajam dlsb.).
d. Beberapa pekerjaan perawatan.
6. Alat Pelindung Kaki
a. Untuk mencegah tusukan
b. Untuk mencegah tergelincir
c. Tahan terhadap bahaya listrik
7. Alat Pelindung Badan

Pakaian Pelindung: digunakan untuk melindungi tubuh dari benda berbahaya, misal
api, asap, bakteri, zat-zat kimia, dsb.

8. Safety Belt

Berguna untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada
pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup atau boiler.

9. Alat pelindung diri untuk tugas khusus


a. Apron untuk bekerja dengan bahan kimia ataupun pekerjaan pengelasan.
b. Full body harness untuk bekerja di ketinggian melebihi 1,24 meter.
c. Tutup telinga (ear plugs) untuk bekerja di tempat dengan kebisingan melebihi 85
dB.
d. Sepatu boot karet (rubber boot) untuk semua pekerjaan di kebun yang dimulai dari
survey lahan, pembibitan, penanaman hingga panen.

E. Kekurangan dan Kelebihan Alat Pelindung Diri


1. Kekurangan
a. Kemampuan perlindungan yang tak sempurna karena memakai Alat pelindung diri
yang kurang tepat
b. Fungsi dari Alat Pelindung Diri ini hanya untuk menguragi akibat dari kondisi
yang berpotensi menimbulkan bahaya.
c. Tidak menjamin pemakainya bebas kecelakaan
d. Cara pemakaian Alat Pelindung Diri yang salah,
e. Alat Pelindung Diri tak memenuhi persyaratan standar)
f. Alat Pelindung Diri yang sangat sensitive terhadap perubahan tertentu.
g. Alat Pelindung Diri yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter
dan penyerap (cartridge).
h. Alat Pelindung Diri dapat menularkan penyakit,bila dipakai berganti-ganti.
2. Kelebihan
a. Mengurangi resiko akibat kecelakan
b. Melindungi seluruh/sebagian tubuhnya pada kecelakaan
c. Sebagai usaha terakhir apabila sistem pengendalian teknik dan administrasi tidak
berfungsi dengan baik.
d. Memberikan perlindungan bagi tenaga kerja di tempat kerja.

F. Cara Memilih dan Merawat Alat Pelindung Diri


1. Cara memilih
a. Sesuai dengan jenis pekerjaan dan dalam jumlah yang memadai.
b. Alat Pelindung Diri yang sesuai standar serta sesuai dengan jenis pekerjaannya
harus selalu digunakan selama mengerjakan tugas tersebut atau selama berada di
areal pekerjaan tersebut dilaksanakan.
c. Alat Pelindung Diri tidak dibutuhkan apabila sedang berada dalam kantor, ruang
istirahat, atau tempat-tempat yang tidak berhubungan dengan pekerjaannya.
d. Melalui pengamatan operasi, proses, dan jenis material yang dipakai.
2. Cara merawat
a. Meletakkan Alat pelindung diri pada tempatnya setelah selesai digunakan.
b. Melakukan pembersihan secara berkala.
c. Memeriksa Alat pelindung diri sebelum dipakai untuk mengetahui adanya
kerusakan atau tidak layak pakai.
d. Memastikan Alat pelindung diri yang digunakan aman untuk keselamatan jika
tidak sesuai maka perlu diganti dengan yang baru.
e. Dijaga keadaannya dengan pemeriksaan rutin yang menyangkut cara
penyimpanan, kebersihan serta kondisinya.
Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan alat helm kerja yang kualitasnya tidak sesuai
persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan untuk dipergunakan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Alat Pelindung Diri ( APD ) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga
kerja untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya
potensibahaya/kecelakaan kerja.

Manfaat dari penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu untuk melindungi
seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi
bahaya/kecelakaan kerja, dan mengurangi resiko penyakit akibat kecelakaan.

Jenis-jenis alat pelindung diri adalah alat pelindung kepala,muka dan


mata,telinga,pernafasan,tangan,kaki dan tubuh. Dimana penggunaannya harus
disesuaikan dengan jenis aktivitas/pekerjaannya.

B. Saran

1. Sebaiknya dilakukan penyuluhan tentang APD kepada semua masyarakat agar dapat
mengurangi angka kecelakaan.

2. Setiap pekerja sebaiknya menggunakan APD.

3. Penggunaan APD sebaiknya sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja.

4. Pemantauan terhadap penggunaan APD harus rutin dilakukan, agar dalam


penggunaan lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Heryawan, Hari & Ade Heryana (2018) Analisis


Penyebab

Ketidakpatuhan Penggunaan APD pada pekerja


Manual handling PT X

Tahun 2018. FKM Universitas Esa Unggul

2. Sari, C. R. (2012). Hubungan Karakteristik


Tenaga Kerja dengan

Kecelakaan Kerja. FKM Universitas Airlangga


Surabaya.

3. Ikasari, N., Lantara, D., Chairany, N., & Bella, A.


(2018). Analisa

Penerapan Alat Pelindung Diri (APD) Terhadap


Produktivitas Karyawan

Dengan Pendekatan Ergonomi Parsipatori Di


Percetakan. Journal of

Industrial Engineering Management, 3(1), 271947.

4. Fridalni, N., & Rahmayanti, R. (2021). Faktor-


Faktor yang Berhubungan

dengan Perilaku Perawat dalam Penggunaan Alat


Pelindung Diri. Jurnal

Kesehatan Medika Saintika, 11(1), 46-50.

5. Suma’mur. (2014). Higiene Perusahaan dan


Kesehatan Kerja (Hiperkes).
MAKALAH

HYGIENE KERJA PADA PELAYANAN

ASUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Disusun

M. Hidayatul Fikri
235110989

Dosen Pengampu :
Yessi Yuzar, S.KM, M.Kes

PROGRAM STUDI DIII KESEHATAN GIGI

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2023/2024
Kata Pengantar

Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunian-Nya berupa nikmat dan kesehatan, iman dan ilmu pengetahuan
sehingga dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “Hygiene Kerja Pada
Pelayanan Asuhan Kesehatan Gigi dan Mulut” Saya sepenuhnya menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kritik dan saran
yang bersifat konstruktif sangat saya harapkan dei kesempurnaan makalah ini. Saya
mengucapkan terimakasih kepada Yessi Yuzar, S.KM, M.Kes bimbingan serta menilai
dan memeriksa makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini mendapatkan keridhaan dari
Alah SWT dan dpat memberikan manfaat bagi saya dan kepada semua pembaca.

Bukittinggi, 5 Februari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang......................................................................................................... 4
B. Identifikasi Masalah.................................................................................................4
C. Tujuan...................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................6
A. Sejarah Dental Hygine.................................................. Error! Bookmark not defined.
B. Pengertian Dental Hygine............................................. Error! Bookmark not defined.
C. Filosifi Dental Hygine...................................................Error! Bookmark not defined.
D. Kompetensi Dental Hygine...........................................Error! Bookmark not defined.
E. Terapis Gigi Indonesia..................................................Error! Bookmark not defined.
F. Falsafah Keperawatan Gigi Dan Mulut.........................Error! Bookmark not defined.
BAB III PENUTUP..........................................................................................................12
A. Kesimpulan............................................................................................................ 12
B. Saran.......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................13
D. Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN

Dalam melaksanakan profesinya perawat gigi mempunyai kompetensi sebagai


dental hygienist yang berperan dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
pasien. Pasien-pasien tertentu terkadang memiliki masalah sehubungan dengan usia,
hambatan fisik, psikologis dan mental yang menghambat kemampuan pasien tersebut
dalam mencapai status kesehatan gigi yang optimal.

Pada era globalisasi ini tuntutan akan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan
memberikan kepuasan bagi para pengguna jasa pelayanan kesehatan menjadi sangat
penting. Profesionalisme yang ditunjukkan dengan perilaku kesehatan yang senantiasa
menerapkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan diri dengan mengutamakan nilai-nilai
moral dan etika profesi sangat diperlukan. Salah satu penyedia pelayanan kesehatan di
Indonesia adalah seorang dokter gigi. Saat ini pelayanan yang banyak berkembang di
bidang kesehatan gigi dan mulut adalah tindakan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif.
Namun mulai beberapa tahun lalu mulai gencar dilakukan upaya dalam meningkatkan
kualitas kesehatan gigi dan mulut berupa tindakan promotif dan preventif, di antaranya
edukasi tentng kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena itu agar seorang dokter gigi dapat
bekerja secara optimal tentunya membutuhkan kolaborasi dengan profesi yang bisa
membantu dalam pelayanan kesehatan gigi terutama tindakan preventif dan promotif.
Oleh karena itu saat ini mulai berkembang akan adanya kebutuhan seorang Dental
Auxilaries yang terdiri dari dental hygienist, dental terapis, dental asistent di Indonesia.

Kesehatan rongga mulut merupakan bagian integral dari kesehatan tubuh.


Sehingga diperlukan adanya Dental Auxilaries dalam hal ini seorang dental hygiene.
Karena dalam menjalankan suatu praktik keperawatan gigi diperlukan kerja sama untuk
memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien.

E. Identifikasi Masalah
7. Bagaimana sejarah dari Dental Hygiene?
8. Apa peran dari Dental Hygiene?
9. Apa fungsi dari Dental Hygiene?
10. Apa kompetensi dari Dental Hygiene?
11. Bagaimana terapis gigi di Indonesia?
F. Tujuan
7. Untuk mengetahui sejarah dari Dental Hygiene.
8. Untuk mengetahui peran dari Dental Hygiene.
9. Untuk mengetahui fungsi dari Dental Hygiene.
10. Untuk mengetahui kompetensi dari Dental Hygiene.
11. Untuk mengetahui terapis gigi di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

G. Sejarah Dental Hygine


Di dunia internasional, profesi kesehatan gigi selain dokter gigi yang lebih
mempunyai kemandirian profesi adalah dental hygienist. Kemandirian profesi dapat
diterjemahkan sebagai konsep kepemilikan wewenang dan pengambilan keputusan
dalam menjalankan suatu profesi yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan khusus yang diakui sebagai dasar pengakuan profesi. Di New South
Wales, dental hygienist diakui keberadaannya dan diatur pelaksanaan profesinya oleh
Dental Board of NSW. Tidak seperti dental asisten yang dalam melaksanakan
tugasnya akan selalu terkait dengan pekerjaan dokter gigi, dental hygienist ini
mempunyai kekhususan dan dapat melakukan pelayanan kesehatan gigi tanpa
kehadiran dokter gigi disampingnya, walaupun demikian dental hygienist tetap
memerlukan dokter gigi sebagai pengawas dalam pelaksanaan profesinya.
Kekhususan pelayanan dental hygienist ini tentu saja lebih terbatas pada pelayanan
kesehatan gigi preventif dan promotif, dan tidak meliputi pelayanan kuratif operatif.
Sebagai contoh seorang dental hygienist bertugas sebagai penyuluh kesehatan gigi
dan pemberi perawatan total menggunakan prinsip-prinsip konsep dental hygiene.

Untuk menjadi seorang dental hygienist di NSW Australia, seseorang harus


menempuh pendidikan setingkat sarjana (bachelor degree) dalam bidang oral health.
Ada dua universitas terkemuka di NSW yang menyelenggarakan program pendidikan
tersebut yakni di University of Sydney dan University of Newcastle. Struktur
kurikulum yang diberlakukan pada pendidikan Bachelor of Oral health didasari oleh
konsep keilmuan dental hygiene yang mula-mula berkembang di Amerika Serikat.

Pada dasarnya kurikulum dental hygiene ini bertujuan untuk memberikan


dasar keilmuan bagi para dental hygienist yang memfokuskan diri di bidang
pencegahan penyakit gigi, peningkatan kualitas kesehatan gigi, pengendalian infeksi,
perawatan gigi pada pasien dengan kebutuhan-kebutuhan khusus. Muatan kurikulum
dari pendidikan dental hygienist ini terdiri dari mata kuliah-mata kuliah kesehatan
masyarakat, kedokteran dasar dan juga mata kuliah keahlian praktek dental hygienist.

Lulusan dari program bachelor of oral health tersebut kemudian dapat


mempunyai kesempatan untuk terdaftar sebagai dental hygienist yang kemudian dapat
bekerja di klinik-klinik gigi yang tersebar di seluruh NSW dan Australia. Berbeda
dengan dokter gigi, peraturan yang berlaku di NSW menyatakan bahwa dental
hygienist ini tidak dapat melakukan praktek yang sepenuhnya mandiri, tetapi harus
terafiliasi dengan praktek dokter gigi. Profesi dental hygienist ini juga cukup
menjanjikan mengingat rata-rata penghasilan seorang dental hygienist dapat mencapai
angka 75.000 dollar Australia pertahun, sungguh sebuah profesi yang cukup dapat
memberikan jaminan kehidupan yang lumayan nyaman di negara semaju Australia.

Sungguh disayangkan profesi kesehatan gigi selain dokter gigi memang belum
banyak dikenal dan diminati secara luas. Pendidikan dan pelatihan untuk profesi ini
yang diselenggarakan di Australia pun belum dibuka untuk para pendaftar yang bukan
penduduk negara tersebut. Walaupun demikian asosiasi dental hygienist Australia
(ADHA) telah membuka kesempatan bagi para perawat gigi dari luar negara Australia
untuk dapat bekerja di negara tersebut, tentunya dengan persyarataan-persyaratan
yang cukup ketat untuk dapat memenuhi kriteria kualifikasi dental hygienist yang
disyaratkan oleh organisasi tersebut serta oleh Dental Board of NSW Australia.

Kondisi demikian hendaknya dapat menjadi suatu peluang dan tantangan bagi
dunia pendidikan tenaga kesehatan gigi di Indonesia, sehingga dapat mendorong
penyelenggaraan pendidikan kesehatan gigi yang dapat diterima oleh standar
internasional termasuk Australia.

H. Pengertian Dental Hygine


Pengertian dental hygiene semakin berkembang dari tahun ke tahun. Darby
dan Walsh (2003) menjelaskan bahwa dental hygiene dipahami sebagai ilmu
pengetahuan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut preventif, termasuk di dalamnya
manajemen perilaku untuk pencegahan penyakit gigi dan mulut serta peningkatan
status kesehatan gigi dan mulut. Kedua ahli ini juga menyatakan dental hygienist
merupakan tenaga kesehatan gigi dan mulut yang mempunyai lisensi berperan sebagai
petugas klinik, pendidik, pendamping bagi para pasien/klien, manajer, agen
perubahan, peneliti dalam mencegah penyakit dan mulut serta meningkatkan derajat
kesehatan gigi dan mulut masyarakat.

Sementara itu Wilkins (2005) mendefinisikan dental hygiene sebagai


pelayanan kesehatan gigi yang diberikan oleh dental hygienist secara profesional
yang mencakup preventif (pencegahan), pendidikan dan pelayanan terapeutik yang
bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan klien melalui upaya preventif (pencegahan) penyakit
gigi dan upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotif). IFDH (2007)
mendefinisikan dental hygienist sebagai tenaga kesehatan profesionalyang merupakan
lulusan dari lembaga pendidikan. Dental hygienist bertugas melaksanakan pelayanan
klinis, mulai dari perencanaan, layanan pencegahan penyakit gigi dan mulut,
pendidikan, evaluasi dan pelaksanaan konsultasi kesehatan gigi dan mulut.

Dari pendapat–pendapat di atas, dapat di simpulkan bahwa dental hygiene


merupakan ilmu kedokteran gigi dimana fokus utamanya dalam upaya promotif
kesehatan secara menyeluruh melalui program pendidikan, penyuluhan. Dental
hygiene juga terkait dengan upaya preventif melalui program pelayanan asuhan
pencegahan penyakit, yang juga berhubungan dengan perilaku pemeliharaan
kesehatan gigi dan mulut yang berorientasi pelayanan asuhan kepada klien dan
masyarakat. Tujuan dental hygiene adalah membantu klien dan masyarakat dalam
pemeliharaan diri guna mencapai derajat kesehatan gigi dan mulut yang optimal.

I. Filosifi Dental Hygine


Pelayanan klinis dental hygiene didasarkan pada filosofi dan karakteristik
profesional. Filosofi dental hygiene yaitu menggabungkan aspek-aspek
pengembangan ilmu pengetahuan dengan mengacu pada konsep dental hygiene
dengan berdasarkan riset yang mendalam, adanya otonomi dan batasan profesi yang
jelas serta adanya orientasi pelayanan kepada klien dan masyarakat secara maksimal.

Tindakan dental hygiene adalah suatu tindakan intervensi yang dilakukan


seorang dental hygienis, ditujukan untuk membantu klien mencapai derajat kesehatan
gigi dan mulut yang optimal dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan secara
umum dan kualitas kehidupan klien dan masyarakat berdasarkan pengembangan ilmu
pengetahuan.Tidak seperti dental assistant yang dalam melaksanakan tugasnya akan
selalu terkait dengan pekerjaan dokter gigi, dental hygienist ini mempunyai
kekhususan karena ia dapat melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
tanpa kehadiran dokter gigi di sampingnya. Walaupun demikian, dental hygienist
tetap memerlukan dokter gigi sebagai pengawas dalam pelaksanaan profesinya.
Kekhususan pelayanan dental hygienist ini tentu saja terbatas pada konsep dental
hygiene yaitu promotif dan preventif, tidak termasuk pelayanan kuratif operatif
J. Kompetensi Dental Hygine
Dental hygiene berfokus pada upaya–upaya peningkatan kesehatan gigi dan
mulut serta pencegahan penyakit mulut secara mutlak. Seorang dental hygienist harus
memahami hubungan antara kebutuhan dasar manusia dengan konsep dental hygiene.

Mengingat tentang 5 kebutuhan dasar manusia menurut Maslow, yaitu


kebutuhan fisiologis, keamanan, cinta dan memiliki, pencapaian diri, serta aktualisasi
diri. Kelima kebutuhan dasar ini juga menjadi pertimbangan bagi dental hygienist
dalam melaksanakan tugasnya, sesuai kompetensinya.

Dental hygienist juga harus memiliki pengetahuan tentang sistem tubuh


manusia, psikologi serta sosiologi secara terintegrasi. Konsep dental hygiene
difokuskan pada penyesuaian individu terhadap lingkungan dalam rangka
meningkatkan kesehatan mulut dan mencegah penyakit gigi dan mulut. Berikut ini
Anda akan mempelajari tentang kompetensi seorang dental hygienist dalam uraian di
bawah ini:

1. Kompetensi utama dental hygienist adalah mampu melaksanakan upaya


peningkatan kesehatan gigi dan mulut, melalui program – program promotif dan
program–program preventif.
2. Kompetensi penunjang dental hygienist adalah sebagai berikut :
a. menyuluh dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut
b. melakukan pelatihan kader kesehatan gigi
c. membuat dan menggunakan media komunikasi
d. menginstruksikan teknik menyikat gigi yang baik
e. melakukan scalling

Pada saat merawat pasien, seorang dental hygienist dituntut untuk bersikap
profesional serta memberikan pelayanan kepada pasiennya dengan berempati, benar-
benar tulus dalam memberikan perawatan. Pada saat menangani pasien, dibutuhkan
kesabaran dan ketulusan Anda sebagai perawat gigi, sehingga pasien dapat bersikap
kooperatif dalam perawatan kesehatan giginya. Perawatan kesehatan gigi memerlukan
waktu yang lama, kunjungan yang bertahap serta kadang-kadang dihambat oleh sikap
takut pasien terhadap perawatan kesehatan gigi (dental phobia).Untuk itu, diperlukan
perencanaan perawatan yang matang untuk menghindari kegagalan dalam perawatan
(pasien drop out).
K. Terapis Gigi Indonesia
Dental therapist di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2016. Disebutkan dalam PP tersebut bahwa Dental
therapist/terapis gigi dan mulut merupakan salah satu jenis tenaga kesehatan yang
telah lulus pendidikan kesehatan gigi, perawat gigi, atau terapis gigi dan mulut yang
memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan
mulut sesuai dengan bidang keahlian yang dimilikinya.

Berdasarkan pendidikan, kualifikasi Anda sebagai terapis gigi dan mulut


sebagai adalah sebagai berikut:

a. Terapis Gigi dan Mulut lulusan Sekolah Pengatur Rawat Gigi


b. Terapis Gigi dan Mulut lulusan Diploma Tiga Kesehatan Gigi, Keperawatan Gigi
atau Terapis gigi
c. Terapis Gigi dan Mulut lulusan Diploma empat Keperawatan gigi atau Terapis gigi

Kompetensi Terapis Gigi dan Mulut di Indonesia diatur juga dalam PP nomor
20 tahun 2016. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa terapis gigi memiliki
kewenangan untuk melakukan pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut sebagai
berikut:

a. Upaya peningkatan kesehatan gigi dan mulut, meliputi :


1) Promosi kesehatan gigi dan mulut kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat
2) Pelatihan kader kesehatan gigi dan mulut, guru serta dokter kecil
3) Pembuatan dan penggunaan media/alat peraga untuk edukasi kesehatan gigi
dan mulut, dan
4) Konseling tindakan promotif dan preventif kesehatan gigi dan mulut
b. Upaya pencegahan penyakit gigi
1) Bimbingan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut untuk individu, kelompok
dan masyarakat
2) Penilaian faktor risiko penyakit gigi dan mulut
3) Pembersihan karang gigi
4) Penggunaan bahan/material untuk pencegahan karies melalui
5) Skrining kesehatan gigi dan mulut, dan
6) Pencabutan gigi sulung persistensi atau goyang derajat 3 dan 4 dengan local
anastesi
c. Manajemen pelayanan kesehatan gigi dan mulut meliputi :
1. Administrasi klinik gigi dan mulut
2. Pengendalian infeksi, hygiene, dan sanitasi klinik
3. Manajemen program UKGS dan
4. Manajemen program UKGM/UKGMD
d. Pelayanan kesehatan dasar pada kasus kesehatan gigi terbatas, meliputi:
1. Pencabutan gigi sulung dan gigi tetap satu akar dengan lokal anastesi
2. Penambalan gigi satu atau dua bidang dengan glass ionomer cement atau
bahan lainnya
3. Perawatan pasca tindakan

Berdasarkan konsep dasar pelayanan asuhan keperawatan gigi dan mulut,


dalam melakukan asuhan kesehatan gigi dan mulut, terdapat tahapan yang harus Anda
lakukan. Tahapan-tahapan adalah tersebut sebagai berikut:

1. Pengkajian
2. Penegakan diagnosa asuhan keperawatan gigi dan mulut
3. Perencanaan
4. Implementasi, dan
5. Evaluasi

Kegiatan konsep dasar asuhan kesehatan gigi dan mulut tersebut (Pengkajian,
Penegakan diagnosa asuhan keperawatan gigi dan mulut, Perencanaan, Implementasi,
dan, Evaluasi)

Selain memiliki kewenangan seperti disebutkan di atas, dalam melaksanakan


kewenangan tersebut, dental therapist dapat melaksanakan pelayanan sebagai berikut:

1. Di bawah pengawasan atas pelimpahan wewenang dengan mandat dari dokter


gigi, bila tidak terdapat dokter gigi di suatu daerah
2. Berdasarkan penugasan pemerintah sesuai kebutuhan
3. Dalam rangka pelimpahan kewenangan tersebut dapat bertindak sebagai
terapis gigi, bagi Anda yang telah mendapat pelatihan tambahan
4. Pelimpahan kewenangan tersebut hanya dapat dilaksanakan di fasilitas
pelayanan kesehatan milik pemerintah dan atau pemerintah daerah
Dalam menjalankan profesinya, terapis gigi dan mulut wajib melakukan
pencatatan yang disimpan/didokumentasikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Terapis gigi juga senantiasa perlu meningkatkan mutu pelayanan dengan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya. Pelatihan terapis gigi ada yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi, atau pun pemerintah, ataupun pihak-pihak
swasta lainnya.

L. Falsafah Keperawatan Gigi Dan Mulut


Falsafah keperawatan gigi adalah dasar pemikiran yang harus dimiliki
perawat sebagai kerangka dalam berpikir, mengambil keputusan, dan bertindak yang
diberikan pada klien dalam rentang sehat sakit yang memandang manusia sebagai
makhluk yang utuh (holistic), yang harus dipenuhi dalam hal kebutuhan biologi,
psikologi, sosial, kultural, dan spiritual melalui upaya asuhan keperawatan yang
komprehensif, sistematis, logis dan tidak bisa dilakukan secara sepihak atau
sebagian dari kebutuhannya dengan memperhatikan aspek kemanusiaan bahwa
setiap klien berhak mendapatkan perawatan tanpa membedakan suku, agama, status
sosial, dan ekonomi.
Pasien adalah mitra yang selalu aktif dalam pelayanan kesehatan, bukan
seorang penerima jasa yang pasif.
Keyakinan yang harus dimiliki perawat dalam melakukan asuhan keperawatan
adalah:

1. Manusia adalah individu yang memiliki biopsikososio-spiritual yang unik


2. Keperawatan adalah bantuan bagi umat manusia untuk meningkatkan derajat
kesehatan yang optimal
3. Tujuan asuhan keperawatan dapat dicapai melalui usaha bersama dari semua
anggota tim kesehatan dengan pasien serta keluarganya.
4. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat menggunakan proses
keperawatan untuk memnuhi kebutuhan klien
5. Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat serta memiliki wewenang
dalam melakukan asuhan keperawatan secara utuh berdasarkan standar asuhan
keperawatan.
6. Pendidikan keperawatan harus dilaksanakan secara terus menerus untuk
mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan staf.
Ciri profesi sejati dari dental hygiene :
a. Bertanggung jawab atas kualitas pelayanan yang diberikan.
b. Bertanggung jawab pada standard yang sudah diakui oleh pemerintah
c. Menggunakan bukti ilmiah dalam membuat keputusan keperawatan
d. Memperhatikan etika dan hukum dalam membuat suatu keputusan keperawatan
e. Menjalin hubungan dengan pasien dan pasien membuat keputusan sendiri tanpa
paksaan
f. Sebagai fasilisator
g. Menghormati nilai-nilai budaya, agama, keyakinan dari tiap individu atau
kelompok masyarakat yang dilayani.

Dental hygiene

1) Praktek keilmuan yang telah diakui dalam pencegahan dan pengobatan penyakit
gigi dan mulut
2) Tenaga profesional yang telah lulus pendidikan dari institusi yang terakreditasi
3) Mitra dokter gigi
4) Integrasi peran dokter sebagai edukator, advokasi manager dan peneliti untuk
mencegah penyakit gigi dan mulut dan promosi kesehatan gigi
5) Expert dalam bidang konsultasi tentang intervensi kebersihan gigi
6) Membuat keputusan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi komponen kesehatan
gigi dari pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut
7) Menetapkan diagnosa keperawatan gigi sesuai dengan tugas dan wewenang
yang ditetapkan (standard kompetensi)
Tingkat pendidikan perawat gigi Indonesia

a) Sekolah Perawat Gigi


b) Sekolah Pengatur Rawat Gigi
c) Akademi Kesehatan Gigi Program DIII
d) DIV Perawat Gigi Pendidik/ DIV Keperawatan Gigi

Kualifikasi pendidikan lanjutan formal

a. Bidang kesehatan
1. DIV Perawat Gigi Pendidik/ DIV Keperawatan Gigi
2. S2 promosi Kesehatan Gigi atau Managemen Kesehatan Gigi dan mulut
a. Bidang lain.
1. S1 Kesehatan Masyarakat
2. S1 Pendidikan
3. S1 Administrasi/Managemen
4. S1 Komputer
5. S1 Bahasa Asing

Kualifikasi pendidikan Informal

1. Belajar ke luar negeri dalam bidang kesehatan gigi untuk meningkatkan


kemampuan.
2. Mengikuti study banding/study tour, pertemuan-pertemuan internasional yang
berhubungan dengan perawat gigi

Tujuan pendidikan

a) Mengutamakan pendidikan melalui penguasaan keahlian dan


keterampilan dibidang kesehatan gigi
b) Menghasilkan tenaga-tenaga kesehatan yang kompeten dan berkualitas
c) Mampu dan bersikap positif secara mandiri mengembangan ilmu yang
dimilikinya dan menerapkannya secara arif bijaksana bagi tuntutan kebutuhan
pelayanan kesehatan gigi di masyrakat.
d) Mampu bekerja dan mengelola pelayanan asuhan kesehatan gigi
e) Meningkatkan keterampilan dan inovasi serta menganalisa pelayanan
asuhan keperawatan

Sarjana yang kompeten harus memiliki :

1. Kemampuan komunikasi secara lisan (Oral communications skills)


2. Keemampuan komunikasi secara tertulis (Written communications skills)
3. Kemampuan logika (Logical skill)
4. Kemampuan menganalisis (Analytical skill )
5. Pengetahuan dalam bidangnya (Knowledge of fields)
6. Pengetahuan dalam mengajar (Knowledge of teaching)
7. Kemampuan untuk bekerjasecara mandiri (Ability to work independently)
8. Naluri untuk bekerja dalam pengaturan tim (Naluri to work in team setting)
Practice Setting
a. Pendidik (Educator)
b. Advokasi (Advocate)
c. Administrator / manager
d. Peneliti (Researcher)
Jenis pelayanan
1) Pelayanan pencegahan untuk mempromosikan dan menjaga kesehatan mulut
yang baik
2) Pelayanan pendidikan untuk membantu pasien mengembangkan prilaku yang
mempromosikan kesehatan yang lebih baik
3) Pelayanan terapi pengobatan untuk menghentikan penyakit dan memelihara
jaringan sehat di mulut
Tugas perawat gigi
a. Promotif
1. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada individu, kelompok, masyarakat
2. Pelatihan kader
3. Pengunaan alat peraga penyuluhan
4. Pembuatan dan penyebaran poster, leaflet
b. Preventif
1. Periksa plak
2. Teknik sikat gigi
3. Pembersihan karang gigi
4. Pencegahan karien gigi dengan fluor dengan teknik kumur-kumur dan
pengolesan pada gigi
5. Penumpatan pit dan fissure gigi dengan bahan fissure sealant
6. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pasien umum rawat inap
c. Kuratif
1. Pengobatan darurat sesuai standard pelayanan
2. Pencabutan gigi sulung dan topikal anestesi
3. Dokumen
BAB III
PENUTUP
C. Kesimpulan
Dental hygiene merupakan ilmu kedokteran gigi di bidang kebersihan gigi dan
mulut yang berhubungan dengan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
Tujuan praktek dental hygiene adalah memberikan tindakan intervensi yang dilakukan
oleh dental hygienist untuk membantu klien mencapai derajat kesehatan gigi dan mulut
yang optimal. Tujuan akhir dari dental hygiene adalah meningkatnya derajat kesehatan
secara umum dan kualitas kehidupan seseorang (klien) dan masyarakat berdasarkan
pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan gigi dan mulut, serta
perkembangan bidang- bidang lain.

Diketahuinya sejarah berdirinya Dental Hygiene, beserta peran, fungsi dan


kompetensinya.

D. Saran

Diharapkan bagi tenaga kesehatan Dental Auxilaries yang dimana terkhusus


dental hygienist, untuk mengetahui dan mengimplementasikan ilmunya sesuai profesi dan
tanggung jawabnya.
DAFTAR PUSTAKA
American dental hygienist Association, access from
Access from http://spice.edublogs.org/files/2011/05/3-1e7splx.pdf Access from
www.adha.org/downloads/future_oral_health.pdf
U.S. Department of Health and Human Services. Oral Health in America: A Report of the
Surgeon General. National Institute of Dental and Craniofacial Research,
Rockville,MD, National Institutes of Health 2000, p.2
MAKALAH

INFEKSI NOSOKOMIAL

Disusun

M. Hidayatul Fikri
235110989

Dosen Pengampu :
Yessi Yuzar, S.KM, M.Kes

PROGRAM STUDI DIII KESEHATAN GIGI

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2023/2024
Kata Pengantar

Puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunian-Nya berupa nikmat dan kesehatan, iman dan ilmu pengetahuan sehingga
dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “Infeksi Nosokomial” Saya sepenuhnya
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat saya harapkan dei kesempurnaan makalah
ini. Saya mengucapkan terimakasih kepada Yessi Yuzar, S.KM, M.Kes bimbingan serta
menilai dan memeriksa makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini mendapatkan keridhaan
dari Alah SWT dan dpat memberikan manfaat bagi saya dan kepada semua pembaca.

Bukittinggi, 5 Februari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................32
DAFTAR ISI.......................................................................................................................33
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................34
A. Latar Belakang.........................................................................................................34
B. Identifikasi Masalah.................................................................................................34
C. Tujuan.......................................................................................................................35
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................36
A. Pengertian Infeksi Nosokomial................................................................................36
B. Hal-hal Yang Berhubungan Dengan Infeksi Nosokomial........................................36
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Infeksi Nosokomial.........................................37
D. Penyebab Infeksi Nosokomial..................................................................................37
E. Proses Penularan Infeksi Nosokomial......................................................................39
F. Tanda Dan Gejala Infeksi Nosokomial....................................................................41
G. Dampak Infeksi Nosokomial....................................................................................41
H. Contoh Infeksi Nosokomial......................................................................................41
I. Pengobatan Infeksi Nosokomial...............................................................................43
J. Pencegahan Infeksi Nosokomial..............................................................................44
BAB III PENUTUP............................................................................................................46
A. Kesimpulan...............................................................................................................46
B. Saran.........................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................47
BAB I
PENDAHULUAN
G. Latar Belakang

Kesehatan merupakan anugerah yang paling berharga bagi manusia. Klien yang
mengaiami penyakit tertentu pergi berobat ke RS dengan harapan penyakitnya dapat
disembuhkan. Perawat sebagai bagian integral dalam peiayanan kesehatan memegang
peranan yang sangat penting dalam upaya mewujudkan dan nieningkatkan derajat kesehatan
niasyarakat yang optimal. Infeksi nosokomial sangat merugikan masyarakat pengguna
fasilites peiayanan kesehatan di RS. Kejadian Inos juga dapat digunakan sebagai indikator
mutu peiayanan kesehatan yang ada di RS.

Angka Infeksi Nosokomial yang rendah secara akurat merupakan bukti konkrit dari
kualitas peiayanan kesehatan dan keperawatan di RS. WHO 1986, melaporkan infeksi
nosokomial sebagai masalah global dan menjangkau paling sedikit sekitar 9 % dari 1,4 juta
pasien rawat inap di RS di seluruh dunia, bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat
yang memiliki dana yang besar untuk menanggulangi infeksi nosokomial mempunyai angka
infeksi nosokomial sekitar 5-10%. Berbagai RS di Indonesia baik RS pemerintah maupun
swasta betum dapat dipastikan angka infeksi nosokomialnya karena belum adanya sistem.

H. Identifikasi Masalah
12. Apa pengertian dari Infeksi nosokomial?
13. Apa saja Hal-hal yang berhubungan dengan infeksi nosokomial?
14. Bagaimana faktor penyebab yang mempengaruhi infeksi nosokomial?
15. Apa Penyebab Infeksi Nosokomial?
16. Bagaimana Proses Penularan Infeksi nosokomial?
17. Apa Tanda dan gejala dari infeksi?
18. Apa Dampak infeksi nosocomial?
19. Contoh dari infeksi nosokomial?
20. Cara Pengobatan infeksi nosokomial?
21. Bagaimana Pencegahan infeksi nosokomial?

I. Tujuan
12. Untuk mengetahui pengertian Infeksi nosokomial
13. Untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan infeksi nosokomial
14. Untuk mengetahui faktor penyebab yang mempengaruhi infeksi nosocomial
15. Untuk mengetahui Penyebab Infeksi Nosokomial
16. Untuk mengetahui Proses Penularan Infeksi nosokomial
17. Untuk mengetahui Tanda dan gejala infeksi
18. Untuk mengetahui Dampak infeksi nosokomial
19. Untuk mengetahui contoh dari infeksi nosokomial
20. Untuk mengetahui Pengobatan infeksi nosokomial
21. Untuk mengetahui Pencegahan infeksi nosokomial
BAB II
PEMBAHASAN

M. Pengertian Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial atau yang dalam bahasa inggris disebut health care-associated
infectionsadalah infeksi yang didapat seseorang saat mereka mendapat perawatan untuk
penyakit di luar infeksi tersebut. Infeksi nosokomial dapat diperoleh di manapun, seperti
rawat inap rumah sakit, rawat jalan, fasilitas cuci darah utnuk penderita gagal ginjal, pusat
rehabilitasi, kamar operasi, dan perawatan di rumah.

Infeksi nosokomial merupakan penyakit serius yang banyak terjadi. Sebagian


besar kasus infeksi nosokomial atau sekitar 60% merupakan infeksi peredaran darah yang
didapat lewat kateter pembuluh darah, infeksi saluran kemih melalui kateter urin, dan
infeksi jaringan paru-paru akibat penggunaan ventilator. Diperkirakan sekitar 1 dari 20
pasien yang di rawat di rumah sakit mendapat infeksi nosokomial. Angka kematian yang
disebabkan oleh infeksi nosokomial cukup besar.

N. Hal-hal Yang Berhubungan Dengan Infeksi Nosokomial


1. secara umum infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan penderita selama
dirawat dirumah sakit.
2. Infeksi nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabnya adalah mikro organisme
/ bakteri yang sudah resisten terhadap anti biotika.
3. Bila terjadi infeksi nosokomial, makaakan terjadi penderitaan yang berpanjangan serta
pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang bertambah tinggi kadangkadang
kualitas hidup penderita akan menurun.
4. Infeksi nosokomial disamping berbahaya bagi penderita, jugaberbahaya bagi
lingkungan baik selamadirawat dirumah sakit ataupun diluar rumah sakit setelah
berobat jalan.
5. Dengan pengendalian infeksi nosokomial akan menghembat biaya dan waktu yang
terbuang.
6. Dinegara yang sudah maju masalah ini telah diangkat menjadi masalah nasional,
sehingga bila angka infeksi nosokomial disuatu rumah sakit tinggi, maka izin
operasionalnya dipertimbangkan untuk dicabut oleh instansi yang berwenang
O. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Infeksi Nosokomial
Sesara umum factor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas 2
bagian besar, yaitu :

1. Faktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan kondisikondisi
lokal)
2. Faktor eksogen (lama penderita dirawat,kelompok yang merawat, alat medis, serta
lingkungan)

Untuk mudahnya bagaimana seorang pasien mendapat infeksi nosokomial selama


dirawat di RS dapat diringkas sebagai berikut :

1. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi)


2. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui petugas yang merwat di RS
3. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui pasien-pasien yang dirawat ditempat /
ruangan yang samadi RS tersebut.
4. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui keluarga pasien yang bekunjung
kerumah sakit tersebut.
5. Pasien mendapat infeksi niosokomial melalui peralatan yang dipakai dirumah sakit
tersebut.
6. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui peralatan makanan yang disediakan
rumah sakit ataupun yang didapatnya dari luar rumah sakit.
7. Disamping ke-6 cara-cara terjadinya infeksi nosokomial seperti yang dinyatakan
diatas, maka faktor lingkungan tidak kalah penting sebagai factor penunjang untuk
terjadinya infeksi nosokomial, faktor lingkungan tersebut adalah
a. Air
b. Bahan yang harus di buang ( Disposial)
c. Udara.

P. Penyebab Infeksi Nosokomial


1. Agen infeksi

Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia rawat di


rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak
selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi
tergantung pada:
a. karakteristik mikroorganisme,
b. resistensi terhadap zat-zat antibiotika,
c. tingkat virulensi,
d. dan banyaknya materi infeksius.

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat


menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme
yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari
pasien itu sendiri (endogenous infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah
sakit ini lebih disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya
melalui makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit
yang didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme
yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang
menyebabkan penyakit pada orang normal, (Ducel, 2001).

2. Bakteri

Bakteri dapat ditemukan sebagai flora normal dalam tubuh manusia yang
sehat. Keberadaan bakteri disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari
datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi
jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme.
Contohnya Escherichia coli paling banyak dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran
kemih. Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara
sporadik maupun endemik. Contohnya :

a. Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangrene


b. Bakteri gram-positif: Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan
hidung dapat menyebabkan gangguan pada paru, pulang, jantung dan infeksi
pembuluh darah serta seringkali telah resisten terhadap antibiotika.
c. Bakteri gram negatif: Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus,
Klebsiella, Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan
penampungan air yang menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien
yang dirawat. Bakteri gram negatif ini bertanggung jawab sekitar setengah dari
semua infeksi di rumah sakit.
d. Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan,
paru, dan peritoneum.
3. Virus

Banyak kemungkinan infeksi nosokomial disebabkan oleh berbagai macam


virus, termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi,
dialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan
enteroviruses yang ditularkan dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-
oral. Hepatitis dan HIV ditularkan melalui pemakaian jarum suntik, dan transfusi
darah. Rute penularan untuk virus sama seperti mikroorganisme lainnya. Infeksi
gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit dan dari darah. Virus lain
yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah cytomegalovirus, Ebola,
influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella- zoster virus, juga dapat ditularkan
(Wenzel, 2002)

4. Parasit dan jamur

Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke


orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul selama
pemberian obat antibiotika bakteri dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari
Candida albicans, Aspergillus spp, Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.

5. Faktor alat

Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial tertama disebabkan infeksi


dari kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari
luka operasi dan septikemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak
diganti-ganti. Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan
terapi infus. Komplikasi kanulasi intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis
dan kimiawi.

Q. Proses Penularan Infeksi Nosokomial


1. Langsung
antara pasien dan personel yang merawat atau menjaga pasien
2. Tidak langsung
a. obyek tidak bersemangat atau kondisi lemah
b. lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan (Sebagai
contoh perawatan luka pasca operasi)
c. penularan cara droplet infection di mana kuman dapat mencapai ke udara (air
borne)
d. Penularan melalui vektor, yaitu penularan melalui hewan atau serangga yang
membawa kuman

Selain itu penularan infeksi nosokomial yaitu :

1. Penularan secara kontak

Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan
droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan
penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus hepatitis A secara
fecal oral.

Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara


(biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi
oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.

2. Penularan melalui Common Vehicle

Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan
dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis
common vehicleadalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan dan
sebagainya.

3. Penularan melalui udara dan inhalasi

Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat


kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui
saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang
terlepas (staphylococcus) dan tuberculosis.

4. Penularan dengan perantara vektor

Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut


penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari
mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector misalnya shigella dan salmonella
oleh lalat.

Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan
dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau
tidak mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).
R. Tanda Dan Gejala Infeksi Nosokomial
a. Demam
b. bernapas cepat,
c. kebingungan mental,
d. tekanan darah rendah,
e. urine output menurun,
f. pasien dengan urinary tract infection mungkin ada rasa sakit ketika kencing dan darah
dalam air seni
g. sel darah putih tinggi
h. radang paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan ketidakmampuan untuk
batuk.
i. infeksi : pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau luka di sekitar
bedah atau luka

S. Dampak Infeksi Nosokomial


Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :

1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang
permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan
meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal
dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.

T. Contoh Infeksi Nosokomial


1. Infeksi Luka Operasi (ILO)

Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika
tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan
infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu
bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka
atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :

a. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam


b. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
c. Ditemukan abses
d. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
e. Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin
lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan
kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus
dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat
ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
2. Infeksi Saluran Kencing (ISK )

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering terjadi.
ISK dapat terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran
kencing bagian luar (uretra).

Bakteri utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang
banyak terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon. Wanita lebih rentan
terkena ISK karena uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga bakteri
ini lebih mudah menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di saluran
kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat
menimbulkan batu

Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga dapat


menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi cenderung hanya di
uretra dan sistem reproduksi. Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat
ditularkan secara seksual sehingga penanganannya harus bersamaan pada suami dan
istri.

Penderita ISK mungkin mengeluhkan hal-hal berikut:

a. Sakit pada saat atau setelah kencing


b. Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak ada atau sedikit air seni yang keluar)
c. Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada darah
d. Nyeri pada pinggang
e. Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai ginjal
(diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual atau muntah
3. Bakterimia
Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup
dalam aliran darah secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakteremia
merupakan infeksi sistemik yang berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis
yang angka kematiannya cukup tinggi. Faktor risiko terjadinya bakteremia pada orang
dewasa antara lain lama perawatan di rumah sakit, tingkat keparahan penyakit,
komorbiditas, tindakan invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat, terapi
imunosupresan, dan penggunaan steroid.

Bakteremia yang bersifat sementara jarang menyebabkan gejala karena tubuh


biasanya dapat membasmi sejumlah kecil bakteri dengan segera. Jika telah terjadi
sepsis, maka akan timbul gejala-gejala berikut:

a. Demam atau hipotermia (penurunan suhu tubuh)


b. Hiperventilasi
c. Menggigil
d. Kulit teraba hangat
e. Ruam kulit
f. Takikardi (peningkatan denyut jantung)
g. Mengigau atau linglung
h. Penurunan produksi air kemih.
4. Infeksi Saluran Napas (ISN)

Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi


saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas
meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan
infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis,
bronkhiolitis, pneumonia.

Keadaan rumah sakit yang tidak baik dapat menimbulkan infeksi saluran
napas atas maupun bawah. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik
dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas
atas yang paling banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena
dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.

U. Pengobatan Infeksi Nosokomial

Pengobatan pada infeksi nosokomial terkait erat dengan jenis infeksi yang
dialami. Banyak jenis infeksi yang terjadi bisa ditangani dengan antibiotik. Khususnya
untuk infeksi nosokomial yang disebabkan oleh bakteri gram positif, terdapat banyak
jenis antibiotik untuk mengatasinya. Sedangkan infeksi nosokomial yang disebabkan
bakteri gram negatif memiliki jenis antibiotik yang lebih sedikit untuk mengatasinya
Berikut ini adalah prosedur pengobatan infeksi nosokomial berdasar komplikasi yang
ditimbulkan:

1. Infeksi luka operasi:Infeksi luka operasi bisa ditangani dengan kombinasi antara
antibiotik dengan perawatan khusus luka pembedahan.
2. Infeksi aliran darah:Pengobatan antifungal (jamur) atau pengobatan antiviral (virus)
bisa dilakukan bersamaan dengan pemberian antibiotik.
3. Infeksi saluran kemih:Untuk melengkapi antibiotik, biasanya dokter akan memberikan
pengobatan antifungal (jamur) untuk menghindari terjadinya komplikasi yang lebih
parah.
4. Pneumonia:Setelah diberikan antibiotik, penderita pneumonia biasanya diberikan
analgesik antipiretik untuk meredakan nyeri sendi dan demam. Untuk meredakan
gejala flu, pasien biasanya diberikan pengobatan antiviral (virus)

V. Pencegahan Infeksi Nosokomial


Cara paling efektif untuk mengurangi infeksi nosokomial adalah petugas rumah
sakit diwajibkan untuk mencuci tangan secara rutin. Selain itu, mereka diharapkan
memakai kain dan sarung tangan pelindung saat bekerja dengan pasien. Pihak rumah sakit
juga diharapkan untuk mengontrol dan mengawasi kualitas udara di dalam rumah sakit.

Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencegah penularan
infeksi nosokomial adalah:

1. Mencuci tangan.Mencuci tangan secara rutin adalah tindakan terpenting untuk


mencegah penularan infeksi nosokomial, karena mampu mengurangi risiko penularan
mikroorganisme kulit dari satu orang ke orang lainnya.
2. Kebersihan ruangan.Kebersihan permukaan ruangan rumah sakit terkadang
diremehkan, namun penting. Metode kebersihan modern mampu membasmi virus
influenza, gastroenteritis, bakteri MRSA secara efektif.
3. Sistem isolasi.Sistem isolasi berfungsi untuk mencegah penyebaran organisme
penyakit ke bagian lain di dalam rumah sakit. Khususnya diberlakukan pada pasien
yang berisiko menularkan infeksi mereka.
4. Sterilisasi alat medis.Para staf rumah sakit juga harus mensterilkan peralatan medis
dengan cairan kimia, radiasi ion, pengeringan, atau penguapan bertekanan, untuk
membunuh semua mikroorganisme.
5. Penggunaan sarung tangan.Selain mencuci tangan, penting bagi staf rumah sakit
untuk menggunakan sarung tangan. Supaya risiko penularan mikroorganise kulit
semakin kecil.
6. Lapisan antimikroba.Untuk meminimalisir risiko berkembangnya bakteri, ada baiknya
memilih perabotan dari bahan yang bisa mengurangi risiko berkembangnya bakteri
seperti tembaga atau perak
BAB III
PENUTUP
E. Kesimpulan
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika pasien di rawat di rumah
sakit infeksi ini dapat menular dari satu pasien ke pasien lainya serta petugas
medis,selain itu alat kesehatan yang di gunakan biasanya sebagai media transmisi dalam
segi penularan sebab biasanya kurang sterilnya alat kesehatan tersebut.Infeksi ini
disebabkan dari mikroorganisme yang ada dalam tubuh manusia dan juga bakteri dari
lingkungan rumah sakit.oleh karna itu dengan pencegahan dan pengendalian terhadap
infeksi ini dengan berbagai cara mulai sterilisasi alat kesehatan,pemusnahan
mikroorganisme yang menjadi penyebabnya serta sanitasi lingkungan..

F. Saran

1. Sterilisasi alat kesehatan agar mengurangi dampak dari penularan infeksi nosokomial.

2. Melakukan sanitasi lingkungan sekitar dengan baik dan benar,

3. Serta penanganan pasien infeksi sesuai dengan prosedur


DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. H. (2002). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika.
Brockopp, D.Y. (1999). Dasar-dasar Riset Keperawatan. Jakarta: EGC Hamid, A.Y.S.
(1999). Buku ajar riset keperawatan I. Jakarta: Widya Medika Hasibuan, M. (2003)
Organisasi dan Motivasi, Jakarta:PT. Bhuana Aksara
Kurniadi, H. (1993) Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di RS Mitra Keluarga Jakarta,
Cermin Dunia Kedokteran No. 82 tahun 1993.
Notoatmodjo, S, (2003) Pengantar Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi
Offset: Yogyakarta.
Betty Bea Septiari (2012) Infeksi Nosokomial . penerbit nuha medica . Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai