Anda di halaman 1dari 73

TUGAS AKHIR – SF 184801

OPTIMALISASI PENCAHAYAAN DAN EFISIENSI


ENERGI DI RUANG SIDANG DEPARTEMEN
FISIKA ITS MENGGUNAKAN LIGHTING
MANAGEMENT SYSTEM

WINDI YANUAR RIYADI


NRP 01111740000071

Dosen Pembimbing
Dr. Suyatno, M. Si
Dr. Lila Yuwana

Departemen Fisika
Fakultas Sains dan Analitika Data
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2021
TUGAS AKHIR - SF 184801

OPTIMALISASI PENCAHAYAAN DAN EFISIENSI


ENERGI DI RUANG SIDANG DEPARTEMEN
FISIKA ITS MENGGUNAKAN LIGHTING
MANAGEMENT SYSTEM

WINDI YANUAR RIYADI


NRP 01111740000071

Dosen Pembimbing
Dr. Suyatno, M. Si
Dr. Lila Yuwana

Departemen Fisika
Fakultas Sains dan Analitika Data
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2021
i
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

ii
FINAL PROJECT - SF 184801

OPTIMALIZATION LIGHTING AND EFFICIENCY


ENERGY IN SESSION ROOM DEPARTMENT OF
PHYSICS ITS USING LIGHTING MANAGEMENT
SYSTEM

WINDI YANUAR RIYADI


NRP 01111740000071

Advisors
Dr. Suyatno, M. Si
Dr. Lila Yuwana

Department of Physics
Faculty of Science and Data Analytics
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2021
iii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

iv
LEMBAR PENGESAHAN

OPTIMALISASI PENCAHAYAAN DAN EFISIENSI


ENERGI DI RUANG SIDANG DEPARTEMEN FISIKA ITS
MENGGUNAKAN LIGHTING MANAGEMENT SYSTEM

TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar
Sarjana Sains pada:
Program Strata 1
Departemen Fisika
Fakultas Sains dan Analitika Data
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Oleh:
WINDI YANUAR RIYADI
NRP 01111740000071

Disetujui oleh Dosen Pembimbing Tugas Akhir

Dosen Pembimbing I
Dr. Suyatno, M.Si
NIP. 19760620 200212 1 004 (……………………..)

Dosen Pembimbing II
Dr. Lila Yuwana
NIP. 19750908 200003 1 001 (…………………….)

v
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

vi
OPTIMALISASI PENCAHAYAAN DAN EFISIENSI
ENERGI DI RUANG SIDANG DEPARTEMEN FISIKA ITS
MENGGUNAKAN LIGHTING MANAGEMENT SYSTEM

Nama Mahasiswa : Windi Yanuar Riyadi


NRP : 0111174000071
Departemen : Fisika, FSAD-ITS
Dosen Pembimbing : 1. Dr. Suyatno, M.Si
2. Dr. Lila Yuwana

Abstrak
Pencahayaan menjadi peranan penting untuk membantu
aktivitas belajar mengajar dalam suatu instansi pendidikan. Ruang
Sidang Fisika ITS menjadi salah satu fasilitas penunjang di ITS.
Kenyamanan visual pencahayaan dan kebutuhan intensitas cahaya
yang diperlukan di ruang sidang belum terpenuhi. Ruang sidang
Fisika ITS menjadi objek pada penelitian ini. Dengan tujuan
mengetahui desain pencahayaan paling optimal dan efisien
terhadap energi menggunakan lighting management system di
ruang sidang Fisika ITS. Standar acuan intensitas cahaya
minimum ialah 250 lux menurut SNI-03-6575-2001. Menggunakan
simulasi DIALux evo 9.2 untuk pengoptimalannya. Pengukuran
hanya dilakukan di bagian work area dengan luas 86.23 m2,
sehingga yang diolah data hanya 28 dari 40 titik pengukuran.
Pengukuran dilakukan dengan 2 variasi, yakni ketika lampu
menyala dan mati. Intensitas cahaya rata-rata ketika lampu
dinyalakan adalah 135.5 lux sedangkan ketika lampu mati
(mengukur daylighting) adalah 26.4 lux. Dari hasil tersebut,
menjadi penting adanya bukaan (jendela) agar ruangan memiliki
daylighting yang cukup. Validasi antara hasil simulasi yang senilai
132 lux dengan pengukuran, menghasilkan perbandingan 0.974,
artinya penggunaan simulasi untuk pengoptimalan hampir akurat.
Selanjutnya, dilakukan perhitungan dan didapatkan beberapa
variasi untuk desain optimal serta efisiensi energi. Dengan jumlah
titik lampu 7, 8, 12, 13 dan 16. Dipilih lampu SIMPLITZ Panel

vii
32W 3520 lumen L60x60 dari OSRAM untuk pengoptimalan
ataupun efisiensi energi. Intensitas cahaya rata-rata paling
optimal adalah pada titik lampu sebanyak 12. Karena senilai 337
lux, sudah sesuai dengan acuan rekomendasi dan tidak terlalu
terang serta persebaran cahaya yang merata. Dengan LMS, sensor
yang dibutuhkan berjumlah 6 sehingga menghasilkan efisiensi
energi kurang dari 384. Desain yang paling efisien adalah titik
lampu sebanyak 7. Total daya yang dibutuhkan 224 W dengan
intensitas cahaya rata-rata 208 lux. Dengan LMS, sensor yang
dibutuhkan sebanyak 5 dan menjadi lebih efisien karena konsumsi
daya kurang dari 224 W.

Kata kunci: efisiensi energi, intensitas cahaya, pencahayaan,


simulasi.

viii
OPTIMALIZATION LIGHTING AND EFFICIENCY
ENERGY IN SESSION ROOM DEPARTMENT OF
PHYSICS ITS USING LIGHTING MANAGEMENT
SYSTEM

Name : Windi Yanuar Riyadi


NRP : 0111174000071
Department : Physics, FSAD-ITS
Advisors : 1. Dr. Suyatno, M.Si
2. Dr. Lila Yuwana

Abstract
Lighting being an important role to help teaching and
learning activities in an educational institution. The ITS Physics
courtroom is one of the supporting facilities at ITS. The visual
comfort of lighting and light intensity not required in the
courtroom. The ITS Physics courtroom is the object of this
research. To know the most optimal and energy-efficient lighting
design using a lighting management system in the ITS Physics
courtroom. The minimum light intensity reference standard is 250
lux according to SNI-03-6575-2001. Using DIALux evo 9.2
simulations for optimization. Measurements were only carried out
in the work area with an area of 86.23 m2, so that only 28 of the 40
measurement points were processed. Measurements are carried
out with 2 variations, namely when the lights are on and off. The
average light intensity when the lamp is turned on is 135.5 lux
while when the lamp is off (measuring daylighting) it is 26.4 lux.
From these results, it is important to have openings (windows) so
that the room has sufficient daylighting. The validation between the
simulation results which are worth 132 lux with the measurement,
results in a comparison of 0.974, meaning that the use of
simulation for optimization is almost accurate. Furthermore,
calculations are carried out and several variations are obtained
for optimal design and energy efficiency. With the number of light
points 7, 8, 12, 13, and 16. The SIMPLITZ Panel 32W 3520 lumen

ix
L60x60 lamp was selected from OSRAM for optimization or energy
efficiency. The most optimal average light intensity is at 12 light
points. Because it is worth 337 lux, it is by with the
recommendation reference and is not too bright and the light
distribution is even. With LMS, 6 sensors are needed, resulting in
an energy efficiency of less than 384. The most efficient design is 7
light points. The total power required is 224 W with an average
light intensity of 208 lux. With LMS, 5 sensors are needed, and it
becomes more efficient because the power consumption is less than
224 W.

Keywords: energy efficiency, light intensity, lighting, simulation.

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena


Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir sebagai syarat akademik dan memperoleh gelar
Sarjana Sains Program Strata 1 Departemen Fisika Fakultas Sains
dan Analitika Data Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
Tugas Akhir ini dapat selesai juga dikarenakan bimbingan dan
dukungan dari segala macam pihak, sehingga penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Always be the first, I wanna thank me for doing all this
hard work and no days off.
2. Keluarga penulis, khususnya Almarhum Bapak Soewoto
dan Ibu Tri Mulyani yang selalu mendukung dalam hal
apapun untuk penyelesaian Tugas Akhir ini.
3. Bapak Dr. Suyatno, M.Si selaku dosen pembimbing I dan
Bapak Dr. Lila Yuwana selaku dosen pembimbing II
Tugas Akhir penulis yang senantiasa memberikan saran,
kritik, arahan serta dukungan selama membimbing.
4. Bapak/Ibu dosen dan karyawan serta staf di Departemen
Fisika FSAD ITS yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, pengalaman serta dukungan selama
menempuh pendidikan di Departemen Fisika FSAD ITS.
5. Penghuni laboratorium Akustik yakni Raditya Bagus,
Dzakirotur Rifdah, Aryuda Handoyo, Rahmawati Nur
Syamsiah, Finaa Mahda Aulia, Dliyaul Musthafa, Rilando
dan Andi Maligi yang telah berjuang bersama dalam
menyelesaikan Tugas Akhir.
6. Pengurus Himasika ITS 2020 Kabinet Bara Asa,
khususnya BPH yakni Bunga Mastiti, Firman Aditya,
Anindya Pangesti, Eka Septi, Tamara dan Arum. Serta
pengurus inti dan staf yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.

xi
7. Penanggung Jawab Komting (PJK) dan Komting angkatan
2017 yang telah menemani masa-masa kelam Radiasi
2017.
8. Bukan grup tapi multichat yang berisikan manusia-
manusia pengangguran, yakni M. Iqbal Rachamdana, M.
Hanif Faisalludin, Affandi Putra, M. Amru, Thoriq
Cholidy dan Raditya Bagus yang telah bersedia menemani
cangkruk di Cengengesan, berbagi tempat tidur, saling
hutang tidak bayar, saling pinjam tidak dikembalikan dan
lain sebagainya.
9. Deutron ITS 2017 yakni angkatan Fisika ITS 2017 F-35
yang telah saling menggandengkan tangan dan saling
membantu dikala kesulitan selama menempuh perjalanan
di jurusan Fisika.
10. Para pemalu yakni teman-teman SMA Negri 16 Surabaya
berisikan 12 orang yang selalu muncul disaat
membutuhkan, saling dukung satu sama lain meskipun
jarang bertemu.
11. Rekan-rekan kantor Javadwipa Lighting yang selalu
membantu dan memberikan suasana gelak tawa.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Adapun dalam Tugas Akhir ini penulis menyadari masih
banyak kekurangan. Maka dari itu, kritik dan saran dari pembaca
agar dapat digunakan sebagai perbaikan di penelitian selanjutnya.
Semoga adanya Tugas Akhir ini memberikan manfaat bagi semua
pihak.

Surabaya, Juni 2021

Penulis
Windi Yanuar Riyadi

xii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................... v


Abstrak ........................................................................................ vii
Abstract ........................................................................................ ix
KATA PENGANTAR .................................................................. xi
DAFTAR ISI .............................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................. xv
DAFTAR TABEL ..................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................ 2
1.4 Batasan Masalah ............................................................ 2
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan .................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 4
2.1 Cahaya ........................................................................... 5
2.2 Pencahayaan................................................................... 6
2.2.1 Pencahayaan Alami ..................................................... 6
2.2.2 Pencahayaan Buatan .................................................... 7
2.3 Istilah dalam Pencahayaan ............................................. 7
2.3.1 Iluminasi ...................................................................... 7
2.3.2 Luminasi ...................................................................... 7
2.3.3 Luminous Flux ............................................................ 8
2.3.4 Intensitas Cahaya......................................................... 9
2.4 Koefisien Penggunaan (Coefficient of Utilization) ........ 9
2.5 Faktor Kehilangan Cahaya (Light Loss Factor) .......... 10
2.5.1 LDD (Luminaire Dirt Depreciation) ......................... 10
2.5.2 RSDD (Room Surface Dirt Depreciation) ................ 10
2.5.3 LLD (Lamp Lumen Depreciation) ............................ 11
2.5.4 LBO (Lamp Burnout) ................................................ 11
2.6 Lampu dan Ballast ....................................................... 11
2.6.1 Lampu........................................................................ 11

xiii
2.6.2 Ballast ........................................................................ 12
2.7 Lighting Management System ...................................... 13
2.8 Standar Acuan .............................................................. 13
2.8.1 SNI-16-7062-2004 ..................................................... 13
2.8.2 SNI-03-6575-2001 ..................................................... 15
2.9 DIALux evo 9.2 ........................................................... 16
BAB III METODOLOGI ............................................................17
3.1 Diagram Alir Penelitian ............................................... 17
3.2 Peralatan ....................................................................... 18
3.2.1 Lasermeter ................................................................. 18
3.2.2 Luxmeter.................................................................... 18
3.2.3 DIALux evo 9.2 ......................................................... 18
3.3 Tahap Observasi Awal ................................................. 18
3.4 Tahap Pengambilan Data ............................................. 20
3.5 Tahap Pengolahan Data ............................................... 21
3.6 Tahap Simulasi ............................................................. 21
3.7 Tahap Perancangan Lighting Management System ...... 21
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ...............................23
4.1 Pengukuran Kuat Pencahayaan .................................... 23
4.2 Pemetaan Pencahayaan ................................................ 24
4.3 Perbandingan Kuat Pencahayaan Lampu Menyala dan
Lampu Mati .................................................................. 26
4.4 Perbandingan Hasil Pengukuran dengan Hasil Simulasi
DIALux evo 9.2 ........................................................... 27
4.5 Optimalisasi Pencahayaan............................................ 30
4.6 Efisiensi Energi Daya Pencahayaan ............................. 32
4.7 Simulasi DIALux evo 9.2 ............................................ 32
4.8 Perancangan Lighting Management System ................. 35
4.9 Pembahasan.................................................................. 36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................39
5.1 Kesimpulan .................................................................. 39
5.2 Saran ............................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................40
LAMPIRAN ................................................................................43
BIODATA PENULIS ..................................................................52

xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik (IESNA,
2000).............................................................................................. 5
Gambar 2. 2 Hukum Pemantulan Cahaya (IESNA, 2000) ............ 6
Gambar 2. 3 Penggambaran Luminasi pada Objek ....................... 8
Gambar 2. 4 Grafik Lamp Lumen Depreciation.......................... 11
Gambar 2. 5 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum
dengan Luas Kurang dari 10 m2 (SNI-16-7062-2004). ............... 14
Gambar 2. 6 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum
dengan Luas antara 10 m2 – 100 m2 (SNI-16-7062-2004). ......... 14
Gambar 2. 7 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum
dengan Luas Lebih dari 100 m2 (SNI-16-7062-2004). ................ 15
Gambar 2. 8 Contoh Tampilan Hasil Simulasi DIALux evo 9.2 16
Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian……………………………17
Gambar 3. 2 Tampak Ruang Sidang Bagian Kiri ........................ 19
Gambar 3. 3 Tampak Ruang Sidang Bagian Kanan .................... 19
Gambar 3. 4 Titik Pengukuran, Titik Lampu dan Work Area ..... 20
Gambar 3. 5 Komponen Lighting Management System (a) DALIeco
BT control (b) OTi DALI Ballast (c) LS/PD sensor (d) Simplitz
Panel L60x60............................................................................... 21
Gambar 4. 1 Plot Distribusi Kuat Pencahayaan untuk lampu
Mati……………………………………………………………..24
Gambar 4. 2 Plot Distribusi Kuat Pencahayaan untuk Lampu
Menyala ....................................................................................... 25
Gambar 4. 3 Grafik Kuat Pencahayaan Ruang Sidang Fisika ITS
..................................................................................................... 26
Gambar 4. 4 Tampilan Desain 2 Dimensi Ruang Sidang ............ 27
Gambar 4. 5 (a) Simulasi Ruang Sidang Fisika ITS Seluruh
Ruangan....................................................................................... 28
Gambar 4. 6 Simulasi Efisiensi Energi dengan 7 Titik Lampu ... 33
Gambar 4. 7 Simulasi Optimalisasi Cahaya dengan 12 Titik Lampu
..................................................................................................... 34
Gambar 4. 8 Lighting Management System 12 Titik Lampu....... 35
Gambar 4. 9 Lighting Management System 7 Titik Lampu......... 36

xv
Gambar 1 Work Area……………………………………………49
Gambar 2 Tampilan 2D dengan 8 Titik Lampu .......................... 49
Gambar 3 Tampilan 2D dengan 13 Titik Lampu ........................ 50
Gambar 4 Tampilan 2D dengan 16 Titik Lampu ........................ 50
Gambar 5 Codingan MATLAB untuk Distribusi Cahaya dari Hasil
Pengukuran .................................................................................. 51

xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Room Surface Dirt Depreciation Jenis Penerangan ... 10
Tabel 2. 2 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan dan Renderasi
Warna .......................................................................................... 15
Tabel 4. 1 Hasil Pengukuran di Ruang Sidang Fisika ITS……….23
Tabel 4. 2 Perbedaan Pengukuran Lampu Menyala dengan Hasil
Simulasi ....................................................................................... 29
Tabel 4. 3 Hasil Simulasi untuk Pengoptimalan dan Efisiensi
Energi .......................................................................................... 32
Tabel 1 Data Pengukuran Ruang Sidang Fisika ITS pada 40 titik
……………………………………………………………..........43
Tabel 2 Data Pengukuran Ruang Sidang Fisika ITS pada 28 Titik
di Work Area. .............................................................................. 45
Tabel 3 Data Plot Contour Menggunakan Matlab Versi 2014.... 46

xvii
“Halaman ini sengaja dikosongkan”

xviii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan adalah suatu hal yang penting di era sekarang ini.
Suatu instansi pendidikan dikatakan baik ketika memiliki fasilitas-
fasilitas penunjang proses belajar mengajar. Salah satu fasilitasnya
adalah ruangan kelas. Agar menimbulkan suasana yang nyaman
dan meningkatkan efektifitas proses belajar mengajar, suatu
ruangan kelas harus memiliki pencahayaan yang baik. Ketika
ruangan kelas memiliki pencahayaan yang baik, tidak gelap
ataupun silau (glare), maka hal tersebut akan memberikan
kenyamanan visual sehingga aktivitas belajar mengajar dapat
berjalan lancar (Hopkinsons, 1972).
Tinjauan pencahayaan ruang yang baik adalah dilihat dari
desain ruangan, pemilihan material, penempatan jendela, sumber
cahaya (alami dan buatan) serta ramah lingkungan. Bukan hanya
itu, terdapat taraf iluminasi yang direkomendasikan untuk ruangan
kelas yakni minimal lux yang mengacu pada SNI-03-6575-2001.
Faktor-faktor diatas wajib ada untuk menghasilkan pencahayaan
ruang yang baik. Baik dari segi tampilan visual, hemat daya dan
pemanfaatan sumber cahaya alami (SNI-03-6575-2001).
Salah satu cara agar terciptanya kondisi yang ramah
lingkungan pada suatu ruangan adalah menggunakan lighting
management system. Sistem yang menghasilkan efisiensi pada
pencahayaan suatu ruangan. Sistem ini bukan sekedar sensor gerak
tetapi juga pengoptimalan user interfaces, integrasi kontrol,
daylight, dan performa yang lainnya. Salah satu lighting
management system yang dapat ditemui adalah dari OSRAM yang
2

mana menggunakan sensor pintar untuk pengoperasiannya


(www.osram.com).
Masih banyak instansi pendidikan di Indonesia yang belum
memiliki ruangan dengan pencahayaan yang baik dan sesuai taraf
luminasi yang ditetapkan. Salah satu contohnya adalah ruang
sidang Departemen Fisika ITS. Maka dari itu, penelitian ini akan
dilakukan untuk mengoptimalisasi pencahayaan agar sesuai
rekomendasi acuan dan efisiensi energi pada sistem pencahayaan
ruang sidang tersebut. Optimalisasi dan efisiensi energi dilakukan
melalui prinsip lighting management system agar tercipta kondisi
yang ramah lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


Perumusan masalah dari tugas akhir ini adalah
1. Bagaimana pengoptimalan pencahayaan di ruang sidang
Departemen Fisika ITS menggunakan lighting
management system yang sesuai standar acuan?
2. Bagaimana efisiensi daya/energi pencahayaan pada ruang
sidang Departemen Fisika ITS menggunakan lighting
management system?

1.3 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian tugas akhir ini adalah
1. Mengetahui desain pencahayaan yang paling optimal
menggunakan lighting management system di ruang
sidang Departemen Fisika ITS dengan standar acuan
melalui software DIALux evo 9.2.
2. Mengetahui efisiensi energi pencahayaan di ruang sidang
Departemen Fisika ITS.

1.4 Batasan Masalah


3

Batasan masalah dalam Tugas Akhir ini antara lain:


1. Simulasi pencahayaan dilakukan dengan software DIALux
evo 9.2 dengan standar acuan.
2. Komponen lighting management system yang digunakan
adalah sensor gerak, sensor pencahayaan, LED, ballast dan
controller.

1.5 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai pencahayaan yang sesuai pada ruangan kelas dengan
standar acuan, lighting management system yang diaplikasikan
dengan sensor serta mempelajari software DIALux evo 9.2.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan tugas akhir ini, tersusun dalam lima bab
yakni sebagai berikut. Bab I Pendahuluan, isinya terkait latar
belakang, perumusan masalah, Batasan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian dan sistematika penulisan tugas akhir. Bab II
Tinjauan Pustaka, isinya terkait dasar teori penulis dalam tugas
akhir. Bab III Metodologi Penelitian, isinya terkait diagram alir
penelitian, peralatan, metode tugas akhir serta timeline tugas akhir.
Bab IV Analisa Data dan Pembahasan, isinya terkait data hasil
penelitian dan pembahasan. Bab V Kesimpulan dan Saran, isinya
terkait kesimpulan tugas akhir serta saran untuk penelitian lebih
lanjut.
4

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cahaya
Cahaya biasa disebut sebagai sinar tampak dimana terdiri dari
kisaran sempit panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang
tampak oleh mata manusia. Panjang gelombang radiasi akan
dirasakan oleh mata manusia sebagai sebuah warna, sedangkan
gabungan dari semua panjang gelombang tampak seperti sinar
putih, memiliki kisaran panjang gelombang 400-700 nm (Harvey,
2000). Model gelombang, cahaya adalah gelombang
elektromagnetik yang berasal dari perpaduan medan listrik dan
medan magnet yang dapat dilihat oleh mata (Suwarno, 2009).
Gambar 2. 1 menunjukkan posisi Panjang gelombang dari cahaya
tampak dalam gelombang elektromagnetik.

Gambar 2. 1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik (IESNA, 2000).

Cahaya memiliki sifat yakni dapat merambat lurus dari benda


kemudian menuju ke mata manusia, contohnya tidak tampaknya
nyala lilin jika dilihat dengan pipa bengkok. Cahaya juga dapat
menembus benda bening, benda ini akan meneruskan cahaya,
contohnya air jernih (Frederick, 2006). Suatu cahaya dapat
dipantulkan atau dibiaskan ketika bertemu suatu permukaan yang
tampak pada Gambar 2.2 (Taylor, Alma E.F., 2000).
6

Gambar 2. 2 Hukum Pemantulan Cahaya (IESNA, 2000)

Berdasarkan pada Gambar 2. 2, maka sudut antara garis datang


dan garis normal sama dengan sudut antara sinar pantulan dan
normal (IESNA, 2000).

2.2 Pencahayaan
Pencahayaan merupakan penerapan cahaya dengan maksud
untuk penerangan serta estetika. Pencahayaan terbagi menjadi 2
jenis yang dikenal oleh manusia, yakni pencahayaan alami dan
pencahayan buatan. Tampak seperti berikut (Sutanto, 2017):

2.2.1 Pencahayaan Alami


Pencahayaan yang berasal dari alam seperti sinar matahari
(sunlight), api abadi, bulan, benda-benda langit (planet, bintang,
meteor, komet, dan lain-lain), binatang dan tumbuhan serta terang
langit (skylight). Umumnya banyak yang mengira pencahayaan
alami adalah terang langit saja sedangkan banyak sumber cahaya
alami yang lainnya. Terang langit atau cahaya langit berasal dari
sunar matahari juga namun berkas sinarnya dipantulkan secara
tidak langsung oleh bidang langit, benda-benda langit, awan dan
sebagainya kepermukaan bumi (Sutanto, 2017). Biasanya disebut
juga sebagai day lighting karena seharian penuh. Untuk
7

mendapatkan day lighting yang maksimal pada ruangan, ruangan


tersebut harus memiliki jendela atau bukaan rumah yang baik.
Penggunaan jendela juga harus diperhitungkan karena terdapat
berbagai macam jendela dengan fungsinya masing-masing
(Hopkinsons, 1972).

2.2.2 Pencahayaan Buatan


Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang bukan berasal
dari alam (hasil dari buatan manusia). Contohnya api, reaksi kimia,
minyak bakar dan lampu listrik. Hampir 90% aspek penerangan
dengan sumber pencahayaan buatan berasal dari lampu listrik
(Sutanto, 2017).

2.3 Istilah dalam Pencahayaan


Istilah dalam pencahayaan adalah sebagai berikut:

2.3.1 Iluminasi
Iluminasi adalah total banyaknya arus cahaya yang datang
pada suatu bidang (Satwiko,2004). Kuat penerangan atau
kepadatan arus cahaya yang jatuh pada permukaan satuan luas
dengan satuan lux (lx) (Kartono, 2005).
E=Φ/A……………………….(2.1)
dengan:
E = illuminasi, dalam satuan lux (lx)
Φ = fluks cahaya, dalam satuan lumen (lm)
A = luas bidang, dalam satuan meter persegi (m2)

2.3.2 Luminasi
Luminasi adalah ukuran jumlah cahaya yang dipancarkan,
dipantulkan, atau diteruskan oleh satu unit bidang yang diterangi
atau secara sederhana adalah perginya cahaya dari suatu obyek.
Seperti tampak pada Gambar 2.3 (Satwiko,2004). Satu-satunya
parameter pencahayaan yang dapat dirasakan oleh mata dengan
8

satuan candela per meter persegi (cd/m2). Alat ukurnya adalah


luminasi meter (Zumtobel Lighting GmbH, 2017).

L= Φ/(ω (A×cosθ) )…………..……(2.2)


L= I/(A×cosθ)……………….…..(2.3)
dengan:
L = luminasi dalam satuan candela per meter persegi(cd/m2 )
θ = sudut antara penglihatan dengan bidang normal permukaan
dalam satuan derajat (0)
Φ = fluks cahaya, dalam satuan lumen (lm)
A = luas bidang, dalam satuan meter persegi(m2)

Gambar 2. 3 Penggambaran Luminasi pada Objek

2.3.3 Luminous Flux


Luminous Flux adalah intensitas cahaya dari sumber cahaya
yang dipancarkan ke segala arah per satuan waktu (Satwiko,2004).
Biasanya disebut arus cahaya atau fluks cahaya yakni aliran rata-
rata energi cahaya (Muhaimin, 2001).
9

Φ = Q /t………………………(2.4)
dengan:
Φ = Fluks cahaya dalam lumen (lm)
Q = Energi cahaya dalam lumen jam atau lumen detik
t = waktu dalam jam atau detik

2.3.4 Intensitas Cahaya


Intensitas cahaya adalah arus cahaya dalam lumen yang
dipancarkan oleh suatu sumber ke arah tertentu (Kartono, 2005).
Satuannya adalah candela (1 candela = 12,57 lumen). Nilai 12,57
adalah luas kulit bola dengan diameter 1 meter dengan sumber bola
sebagai pusatnya (1 candela = 1 lumen per 1 sudut bola (steradian))
(Satwiko,2004).
I= Φ/ω…………………...….(2.5)
Φ= I×ω………………………(2.6)
dengan:
Φ = fluks cahaya, dalam satuan lumen (lm)
I = intensitas cahaya, dalam satuan candela (cd)
ω = sudut ruang, dalam satuan steridian (sr)

2.4 Koefisien Penggunaan (Coefficient of Utilization)


Nilai koefisien/faktor penggunaan adalah kurang dari 1.
Biasanya bernilai 0.8 pada perkantoran umumnya. Secara
matematis nilai koefisien penggunaan ini adalah seperti persamaan
berikut (Schiler, 1992).
E xA
CU = AV ……………….…. (2.7)
𝐋𝐋𝐅 x ∅tot
∅𝑡𝑜𝑡 = 𝑖 𝑥 𝑁…………………... (2.8)
dimana:
CU = Faktor penggunaan
Eav = Kuat pencahayaan rata-rata (lux)
A = Luas ruangan
10

LLF = Faktor kehilangan cahaya


∅𝑡𝑜𝑡 = Total intensitas sumber cahaya
i = luminous flux
N = Jumlah lampu

2.5 Faktor Kehilangan Cahaya (Light Loss Factor)


LLF adalah faktor kehilangan cahaya, terdiri dari faktor tidak
dapat dipulihkan dan faktor dapat dipulihkan. Pemiliharaan
ruangan serta armatur yang baik umumnya bernilai 0.8 untuk faktor
tidak dapat dipulihkan. Sedangkan faktor dapat dipulihkan terdiri
(Stein, 1986):

2.5.1 LDD (Luminaire Dirt Depreciation)


LLD adalah depresiasi cahaya karena adanya penimbunan
kotoran pada luminer. Jika dalam keadaan bersih atau sering
dibersihkan maka LDD bernilai 0.9 (Stein, 1986).

2.5.2 RSDD (Room Surface Dirt Depreciation)


RSDD adalah depresiasi cahaya karena adanya penumpukan
kotoran di permukaan ruang. Dalam penentuannya tampak pada
Tabel 2. 1 (Stein, 1986).

Tabel 2. 1 Room Surface Dirt Depreciation Jenis Penerangan


Jenis penerangan Nilai Permukaan
Pencahayaan langsung 0.92 +- 5%
Pencahayaan semi langsung 0.87 +- 8%
Pencahayaan semi tidak langsung 0.82 +- 10%
Pencahayaan tidak langsung 0.77 +- 12%
Sumber: Stein, 1986.
11

2.5.3 LLD (Lamp Lumen Depreciation)

Gambar 2. 4 Grafik Lamp Lumen Depreciation

LLD adalah suatu depresiasi cahaya disebabkan dari jenis


lampu dan waktu penggantiannya. Untuk mengetahui nilai LLD,
harus mengetahui waktu penggunaan (Burning Hours) dan jenis
lampunya kemudian melihat Gambar 2. 4 (Stein, 1986).

2.5.4 LBO (Lamp Burnout)


LBO adalah depresiasi cahaya dikarenakan pada penggantian
lampu yang dilakukan bersamaan atau ketika ada lampu yang mati
baru diganti. Jika diganti seluruhnya maka LBO bernilai 1.
Sedangkan jika hanya dilakukan penggantian pada lampu yang
mati LBO bernilai 0.95 (Stein, 1986).

2.6 Lampu dan Ballast


Lampu dan Ballast adalah komponen yang biasanya digunakan
untuk sumber penerangan buatan baik terpisah ataupun gabung.
Berikut penjelasannya sebagai berikut (SNI-03-6575-2001):

2.6.1 Lampu
Lampu merupakan sumber pencahayaan buatan yang sering
digunakan oleh semua orang (Jimi Harto 2013). Penggunaan jenis
lampu penerangan yang berbeda juga akan menghasilkan besar
daya yang berbeda (Mansoer, Faried Wijaya, 2007). Karakter yang
berbeda-beda dengan memperhatikan daya serta keluaran
pencahayaan yang menyebabkan terdapat berbagai jenis lampu
12

penerangan (Sukusno,Wardani 2011). Menurut (PUIL, 2013), jenis


lampu penerangan umumnya dibedakan menjadi tiga, yaitu:

2.6.1.1 Lampu Pijar


Cahaya lampu pijar dihasilkan dari panasnya filament dari
bahan tungsten yang ada di dalam lampu dikarenakan energi listrik.
Dengan efikasi lampu yang rendah yakni hanya 8-10% energi yang
menjadi cahaya dan sisanya terbuang menjadi panas
(Istiawan,2006).

2.6.1.2 Lampu Neon


Biasa disebut lampu fluorescence atau TL. SL dan PL
merupakan jenis lampu neon yang baru. Perbedaannya adalah
lampu TL berwarna putih sedangkan lampu SL dan PL selain
warna putih juga menghasilkan tipe warna kuning dan putih
kebiru-biruan (Istiawan,2006).

2.6.1.3 Lampu LED


Terbuat dari bahan semikonduktor yang umumnya sama
dengan karakteristik diode yang hanya memerlukan tegangan
tertentu untuk dapat beroperasi. Cahaya LED adalah energi
elektromagnetik yang dipancarkan dalam bagian spektrum yang
dapat dilihat. Terbentuk dari pergerakan elektron pada sebuah
atom. Untuk pemenuhan standar LED, harus melalui proses
binning yakni terdiri dari konsistensi warna, usia pakai, efikasi
serta colour rendering (Iskandar,Supriadi, 2014).

2.6.2 Ballast
Menurut SNI-03-6575-2001, Ballast merupakan komponen
pembatas arus. Ballast terdiri dari ballast resistor, ballast induktif
atau choke dan ballast elektronik. Ballast resistor sangatlah boros,
sekitar 50% daya listrik diboroskan oleh ballast. Ballast induktif
lebih ramah lingkungan daripada tipe resistor yang mana terdiri
dari sejumlah lilitan kawat tembaga pada inti besi yang dilaminasi
dengan prinsip kerja induktansi. Sedangkan ballast elektronik
13

terintegrasi dalam suatu kotak, dimana isinya terdapat low pass


filter, converter AC/DC, generator HF (High Frequency) dan
pengendali lampu (SNI-03-6575-2001).

2.7 Lighting Management System


Sistem Pencahayaan ini biasanya disebut sebagai smart
lighting system, dimana menjadi peranan yang penting dalam
smart building. Sistem ini memberikan kontrol otomatis atau
semi-otomatis pada lampu menggunakan sensor serta melalui
kontrol melalui handphone. Sistem pencahayaan ini
menggunakan WSAN (Wireless Sensor Actuator Network),
melibatkan Zigbee komunikasi nirkabel antara sensor dengan
aktuator. Pengguna dapat memvariasikan iluminasi lampu
berdasarkan keinginan dengan dikoneksikan dengan jaringan
WiFi melalui perangkat handphone (D. M. Han and J. H. Lim.,
2010).
Kerangka kerja sistem pencahayaan ini dibedakan menjadi 3
yakni, mode manual yaitu pengguna dapat memvariasikan
iluminasi lampu sesuai keinginan. Mode otomatis, yaitu
menggunakan sensor. Serta mode campuran (hybrid) yaitu sistem
akan beroperasi otomatis namun pengguna juga dapat mengubah
sesuai keinginan secara manual (K. Gill, et al., 2009).

2.8 Standar Acuan


Standar acuan tentang pengukuran intensitas penerangan dan
acuan kuat pencahayaan adalah sebagai berikut:

2.8.1 SNI-16-7062-2004
Titik pengukuran berdasarkan acuan dari SNI-16-7062-2004
tentang pengukuran intensitas penerangan di tempat kerja.
Pengambilan data kuat pencahayaan ditentukan berdasarkan luas
ruangan yang diukur. Titik potong garis horizontal Panjang dan
14

lebar ruangan pada setiap jarak tertentu setinggi satu meter dari
lantai. Jarak tertentu tersebut dibedakan berdasarkan luas ruangan:
1. Luas ruangan kurang dari 10 meter persegi: titik potong garis
antara panjang dan lebar adalah setiap 1 meter. Tampak pada
Gambar 2. 5.

1 meter

1 meter

Gambar 2. 5 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan


Luas Kurang dari 10 m2 (SNI-16-7062-2004).

2. Luas ruangan antara 10 sampai 100 meter persegi: titik potong


garis antara panjang dan lebar adalah setiap jarak 3 meter.
Tampak pada Gambar 2. 6.
3 meter
3 meter

Gambar 2. 6 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan


Luas antara 10 m2 – 100 m2 (SNI-16-7062-2004).

3. Luas ruangan lebih dari 100 meter persegi: titik potong garis
antara panjang dan lebar adalah setiap jarak 6 meter. Tampak
pada Gambar 2. 7.
15

6 meter

6 meter
Gambar 2. 7 Penentuan Titik Pengukuran Penerangan Umum dengan
Luas Lebih dari 100 m2 (SNI-16-7062-2004).

2.8.2 SNI-03-6575-2001
Acuan kuat pencahayaan suatu ruangan berdasarkan dari SNI-
03-6575-2001 yang berisikan tentang tata cara perancangan sistem
pencahayaan buatan pada bangunan gedung (SNI-03-6575-2001).
Pada Tabel 2. 2 dijelaskan terkait rekomendasi tingkat
pencahayaan minimum dan renderasi warna pada lembaga
pendidikan menurut SNI-03-6575-2001. Nilai tersebut didasarkan
dari letak bidang kerja (work plane) yakni setinggi 75 cm dari
lantai.

Tabel 2. 2 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan dan Renderasi Warna


Renderasi
Fungsi Ruangan Lux Keterangan
warna
Ruang kelas 250 1 atau 2
Perpustakaan 300 1 atau 2
Laboratorium 500 1

Pencahayaan
Ruang gambar 750 1 setempat pada
meja gambar

Kantin 200 1
16

2.9 DIALux evo 9.2


DIALux merupakan software komputer untuk
mensimulasikan suatu pencahayaan ruang. Pencahayaan ini baik
dari sumber cahaya buatan ataupun alami yakni day lighting.
Software ini terbilang sangat lengkap dan cukup detail baik 3D
desainnya atatupun hasil simulasinya. Dengan semua itu, software
ini tidak dipungut biaya/gratis sehingga sangat cocok digunakan
untuk keperluan penelitian ataupun skripsi oleh mahasiswa bahkan
keperluan pribadi. Tampilan UI/UX dari DIALux evo 9.2 sangatlah
menarik dan mudah dipahami. Banyak fiture yang menunjang
untuk pembuatan desain 3D bangunan dan cukup detail seperti
pemasangan jendela, pintu, atap, lampu, furniture dan sebagainya.
Detail untuk display hasil simulasi pencahayaan sangat lengkap,
seperti menunjukkan tekstur langit, false colours, tekstur cahaya,
energy consumption dan lain sebagainya. Contoh tampilan
simulasi adalah pada Gambar 2. 8 (DIALux Evo Manual, 2016).

Gambar 2. 8 Contoh Tampilan Hasil Simulasi DIALux evo 9.2


17

BAB III
METODOLOGI

3.1 Diagram Alir Penelitian


Adapun tahapan dalam penelitian dibentuk berupa diagram
alir tampak pada Gambar 3. 1.

Gambar 3. 1 Diagram Alir Penelitian


18

3.2 Peralatan
Digunakan peralatan dan bahan pada penelitian sebagai
berikut:
3.2.1 Lasermeter
Digunakan untuk pengukuran suatu panjang benda. Dengan
cara kerja laser ditembakkan dari alat dan akan terdeteksi panjang
dari alat sampai permukaan yang dikenai laser.

3.2.2 Luxmeter
Digunakan untuk pengukuran intensitas cahaya. Baik sumber
cahaya buatan ataupun alami

3.2.3 DIALux evo 9.2


Perangkat lunak komputer untuk mensimulasikan
pencahayaan suatu ruangan ataupun gedung. Baik pencahayaan
dari cahaya matahari ataupun dari sumber cahaya buatan yakni
lampu.

3.3 Tahap Observasi Awal


Tahap observasi dilakukan secara langsung di lokasi yakni
ruang sidang Departemen Fisika ITS. Pada observasi ini dilakukan
pengukuran dimensi ruangan menggunakan laser meter. Hasil yang
didapatkan berupa ukuran panjang ruangan, lebar ruangan, tinggi
ruangan, dimensi pintu serta dimensi properti yang digunakan di
dalam ruangan. Bukan hanya itu, observasi ini juga dilakukan
terkait material-material yang digunakan, warna material,
informasi terkait lampu dan properti yang digunakan.
Dalam observasi ini didapatkan data berupa dimensi ruangan,
informasi lampu dan furniture yang tampak pada Gambar 3. 2 dan
Gambar 3. 3. Detailnya seperti berikut:
1. Luas ruang sidang Fisika ITS = 135.97 m2
2. Panjang ruangan 14.07 m, lebar ruangan 10.34 m dan
ketinggian lampu 2,8 m dari lantai
19

3. 18 lampu Philips Bulb 13W 1400 lumen 6500K beam angle


150˚ dan 1 lampu Philips Tornado 18W 1100 lumen 6500K.
4. Terdapat furniture seperti papan tulis, meja, kursi, sound
system dll.
5. Dikategorikan sebagai ruang kelas.

Gambar 3. 2 Tampak Ruang Sidang Bagian Kiri

Gambar 3. 3 Tampak Ruang Sidang Bagian Kanan


20

3.4 Tahap Pengambilan Data


Tahap pengambilan data ini dilakukan suatu pengukuran
untuk mendapatkan tingkat kecahayaan ruang sidang Departemen
Fisika ITS menggunakan alat luxmeter bertipe Lutron LX-1108.
Dari hasil tahap observasi yang menghasilkan luas ruangan,
ditentukan jumlah titik pengukuran dengan acuan SNI-16-7062-
2004.
Berdasarkan pada kondisi eksisting ruang sidang, kemudian
ditentukan titik-titik untuk dilakukan pengukuran. Titik-titik
pengukuran ini didasarkan pada acuan SNI-16-7062-2004.
Menurut acuan minimum, jika suatu ruangan lebih dari 100 m 2
maka titik pengukuran adalah setiap 6 m x 6 m. Meskipun luas
ruang sidang lebih dari 100 m2, namun jika diaplikasikan menurut
acuan akan hanya mendapatkan sekitar 6 titik, sehingga data yang
akan didapat tidak akan akurat. Maka dari itu, pada penelitian ini
dibuat titik pengukuran setiap 2 m x 2 m. Dengan dibagian tengah
berjarak 1.6 m antara titiknya. Tampilan melalui desain 2
dimensinya tampak pada Gambar 3. 4.

Gambar 3. 4 Titik Pengukuran, Titik Lampu dan Work Area


21

3.5 Tahap Pengolahan Data


Data yang diolah adalah yang berada di work area saja, untuk
mendapatkan tingkat pencahayaan rata-rata, pencahayaan
minimum dan maksimum. Kemudian dibuat plotting contour
persebaran kuat pencahayaan dengan MATLAB.

3.6 Tahap Simulasi


Hasil data observasi awal digunakan untuk mensimulasikan
pencahayaan melalui software DIALux evo 9.2. Kemudian hasil
simulasi dibandingkan dengan pengukuran kondisi eksisting untuk
validasi ketepatan hasil simulasi. Simulasi juga digunakan untuk
pengoptimalan pencahayaan dan efisiensi energi daya.

3.7 Tahap Perancangan Lighting Management System


Tahap ini dilakukan perancangan lighting management system
untuk menghasilkan desain yang lebih efisien (ekonomis) serta
praktis. Lighting management system (LMS) ini digunakan sensor
LS/PD OSRAM, DALIeco BT control, OTi Dali Ballast dan lampu
OSRAM tipe Simplitz Panel 32W 6500K 3520 lm CRI 8 SDCM 4
L60 x 60. Tampak pada Gambar 3. 5.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 3. 5 Komponen Lighting Management System
(a) DALIeco BT control (b) OTi DALI Ballast
(c) LS/PD sensor (d) Simplitz Panel L60x60
22

Sensor ini memiliki sistem kerja light sensor & presence


sensor passive IR. Sensor gerak aktif ketika terdapat gerakan dari
manusia di area deteksi sensor. Dan tidak aktif ketika tidak
terdeteksi gerakan dari manusia. Sistem sensor ini bersifat seperti
saklar, jika aktif akan kondisi on dan sebaliknya. Sedangkan untuk
light sensor, digunakan photodioda. Dimana ketika photodioda
tersebut mendapatkan kuat intensitas cahaya maka nilai resistansi
akan semakin besar sehingga arus akan mengecil atau bahkan tidak
terdapat arus dan mengakibatkan lampu akan meredup atau mati.
Semakin rendah intensitas cahaya yang masuk, maka nilai
resistansi akan rendah dan arus bernilai besar. Sistem kerja
kontroler DALIeco BT adalah menggunakan bluetooth untuk
koneksi dengan smartphone. Terdapat aplikasi OSRAM BT Config
untuk mengatur grouping lampu, dimming serta pengaturan sensor.
Untuk wiring balast, koneksi kabel data secara lompat-lompat
antara balast pertama kemudian kedua dan seterusnya.
23

BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengukuran Kuat Pencahayaan


Seperti yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, tujuan
dari penelitian ini adalah mengetahui desain pencahayaan paling
optimal dan efisien terhadap energi menggunakan lighting
management system di ruang sidang Fisika ITS. Pengukuran kuat
pencahayaan dilakukan di ruang sidang Fisika ITS pada siang hari
jam 12.00-15.00 WIB. Pengukuran dilakukan siang hari untuk
mendapatkan kuat pencahayaan dari cahaya matahari (day
lighting) yang datang melalui jendela ruangan. Tabel 4. 1
menunjukkan hasil pengukuran di ruang sidang Fisika ITS.

Tabel 4. 1 Hasil Pengukuran di Ruang Sidang Fisika ITS


Keseragama
Jenis Kuat Pencahayaan (Lux)
n Uo
Pengukuran
Emin Emax Eaverage Emin / Eaverage
Lampu menyala 54.5 221.7 135.5 0.40
Lampu mati 6.5 83.3 26.4 0.25

Seperti pada Tabel 4. 1 nilai kuat pencahayaan ketika untuk


mengukur daylight (lampu dimatikan) adalah dari 6.5-83.3 lux
dengan nilai rata-rata 26.4 lux. Hal ini terbilang kecil untuk
mendapatkan pemanfaatan cahaya matahari sebagai pencahayaan
alami untuk suatu ruangan. Didapatkan nilai tersebut dikarenakan
ruang sidang memiliki jendela dan pintu yang berstiker kaca film
dengan jumlah pintu sebanyak 2 dan jendela sebanyak 11. Dengan
hal itu, ruang sidang tidak mendapatkan pencahayaan alami dari
sinar matahari yang cukup. Pengukuran berbeda untuk
mendapatkan kuat pencahayaan ketika lampu dinyalakan juga
mendapatkan nilai yang kurang jika diperuntukkan pada suatu
ruangan sidang. Dengan nilai sebesar 54.5-221.7 lux dan nilai rata-
24

rata 135.5 lux, ruang sidang tidak mendapatkan pencahayaan yang


cukup dan tidak memenuhi standar acuan SNI-03-6575-2001. Titik
lampu yang terbilang cukup berjarak dimungkinkan persebaran
pencahayaan kurang merata dan kuat pencahayaan menjadi
kurang.

4.2 Pemetaan Pencahayaan


Hasil pengukuran kuat pencahayaan di tiap titik kemudian
diplot untuk mendapatkan persebaran pencahayan pada ruangan
sidang Fisika ITS. Perangkat lunak yang digunakan untuk
mendapatkan plot contour adalah Matlab versi 2014. Hasil plot
didapatkan baik ketika lampu dinyalakan ataupun tidak (daylight)
seperti pada Gambar 4. 1 dan Gambar 4. 2.

Gambar 4. 1 Plot Distribusi Kuat Pencahayaan untuk lampu Mati

Gambar 4. 1 menunjukkan distribusi kuat pencahayaan buatan


yakni sinar matahari dengan sumbu x dan sumbu y sebagai panjang
serta lebar ruangan dalam meter. Sehingga tampilan plot diatas
merupakan dimensi ruangan sidang sebenarnya dengan distribusi
kuat pencahayaannya. Tampak pada gambar, akumulasi kuat
pencahayaan terletak di bagian atas. Hal ini dikarenakan letak
25

jendela berada di bagian atas. Bukan hanya itu, terlihat pada bagian
pojok bawah kiri dan kanan gambar terdapat bagian yang
menjorok. Hal ini dikarenakan dibagian bawah terdapat pintu di
sebelah kiri dan kanan. Sebenarnya ruang sidang tidak berbentuk
persegi panjang, namun terdapat lekukan khususnya dibagian
bawah dekat pintu. Sehingga terlihat di gambar bagian bawah tidak
ada kuat pencahayaan yang terplot. Begitu juga dengan bagian
samping kanan dan kiri.
Gambar 4. 2 menunjukkan distribusi kuat pencahayaan ketika
lampu dinyalakan. Dalam pengukuran ini, juga dibantu
pencahayaan alami yakni dari sinar matahari. Terlihat dari gambar
pada sumbu x = 8 dan sumbu y = 4, kuat pencahayaan berbentuk
melengkung hal ini terbentuk dikarenakan kondisi eksistingnya

Gambar 4. 2 Plot Distribusi Kuat Pencahayaan untuk Lampu Menyala

pada daerah tersebut 1 lampu yang digunakan rusak sehingga tidak


dapat digunakan. Hal ini mengakibatkan kuat pencahayaan rendah
dan terbentuk plot yang melengkung. Distribusi kuat pencahayaan
yang terbentukpun tidak merata di seluruh ruangan, hal ini kuat
dikarenakan letak posisi lampu yang cukup berjarak dan
26

menggunakan lampu yang spesifikasinya kurang mendukung


untuk mendapatkan kuat pencahayaan yang sesuai dengan acuan.

4.3 Perbandingan Kuat Pencahayaan Lampu Menyala dan


Lampu Mati
Berdasarkan Gambar 4. 3 yakni mengenai grafik kuat
pencahayaan ruang sidang bahwa nilai terendah atau tertinggi tidak
berada pada titik yang sama. Pada variasi lampu menyala nilai
tertingginya di titik ke-6. Sedangkan pada variasi lampu mati nilai
tertingginya di titik ke-3. Hal ini dipengaruhi oleh letak titik
pengukuran yang tepat berada di antara dua atau lebih lampu,
sehingga terdapat penambahan kuat pencahayaan. Sebaliknya juga
terjadi untuk nilai terendah, pengaruh letak titik pengukuran yang
bertepatan tidak dikenai lampu. Sehingga pengaruh adanya
daylighting dan bukaan pada ruangan adalah sangat berguna,
dimana sangat berpengaruh dalam meningkatkan kebutuhan
pencahayaan suatu ruangan.

Grafik Hasil Pengukuran


300.0

250.0

200.0
Lux

150.0

100.0

50.0

0.0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
Titik pengukuran
Lampu menyala Lampu mati
Gambar 4. 3 Grafik Kuat Pencahayaan Ruang Sidang Fisika ITS
27

Standar acuan minimal untuk ruang sidang menurut SNI-03-


6575-2001 adalah 250 lux. Dari grafik diatas, hanya terdapat 6 titik
bernilai diatas 200 lux dan yang memenuhi standar acuan hanya 2
titik pengukuran yakni pada variasi lampu menyala senilai 251,3
lux dan 282 lux.

4.4 Perbandingan Hasil Pengukuran dengan Hasil Simulasi


DIALux evo 9.2
Simulasi dilakukan dengan kondisi yang sama dengan
eksisting ruangan, yakni baik total titik lampu, perabotan yang
digunakan, jendela, pintu dan warna serta material ruang sidang
Departemen Fisika ITS. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai
dari hasil simulasi yang akurat jika dibandingkan dengan hasil
pengukuran eksistingnya. Sehingga dilakukan desain 3 dimensi
seperti tampak pada Gambar 4. 4.

Gambar 4. 4 Tampilan Desain 2 Dimensi Ruang Sidang

Simulasi dilakukan secara 2 kali, yakni untuk seluruh


ruangan dan hanya dibagian work area. Untuk simulasi seluruh
ruangan tampak pada Gambar 4. 5 (a).
28

(a) (b)
Gambar 4. 5 (a) Simulasi Ruang Sidang Fisika ITS Seluruh Ruangan
(b) Simulasi Ruang Sidang Fisika ITS pada Work Area.

Dari hasil simulasi seluruh ruangan tersebut tampak


persebaran cahaya kurang merata. Tepatnya pada bagian dimana
kondisi lampu tidak ada karena rusak. Pada penelitian ini, yang
dianalisa hanya pada bagian work area saja. Karena mayoritas
aktivitas ruang sidang dan meja kerja berada di area tersebut. Dan
juga meminimalisir data bernilai kecil dari tempat yang jarang
dijadikan aktivitas. Yang mana menyebabkan pengaruh terhadap
hasil nilai keseragaman Uo. Adapun hasil simulasi work area
tampak pada Gambar 4. 5 (b).
Simulasi work area diatas terdiri dari gabungan pencahayaan
dari lampu dan day lighting yang di atur pada jam 12.00 WIB pada
hari yang sama dilakukan pengukuran, sehingga diharapkan data
mejadi akurat. Berdasarkan gambar tersebut, persebaran cahaya
masih belum merata, khususnya titik dimana lampu mati. Dengan
nilai intensitas cahaya seperti itu, masih jauh dari standar acuan
29

yang direkomendasikan yakni minimal 250 lux. Adapun nilai


perbedaannya tampak pada Tabel 4.2.
Tabel 4. 2 Perbedaan Pengukuran Lampu Menyala dengan Hasil
Simulasi
Kuat Pencahayaan (Lux) Keseragaman Uo
Jenis Pengukuran
Emin Emax Eaverage Emin / Eaverage
Lampu menyala 54.53 221.66 135.5 0.40
Simulasi work area 78.3 160 132 0.59
Simulasi all area 33.8 185 131 0.26

Tabel 4.2 menunjukkan perbedaan antara kondisi eksisting


yaitu lampu menyala dengan hasil simulasi (work area). Adapun
hasil simulasi all area memiliki nilai keseragaman yang buruk.
Nilai minimal yakni 33.8 lux diambil dari tempat dimana jarang
terdapat aktivitas manusia, hal ini mengakibatkan nilai
keseragaman menjadi 0.26. Dari tabel diatas dapat dilakukan
perhitungan untuk menentukan perbedaan:

𝐸𝑎𝑣 𝑠𝑖𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 132


= = 0,974
𝐸𝑎𝑣 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 135.5

Berdasarkan nilai perbandingan diatas dapat diartikan bahwa hasil


simulasi mendekati hasil pengukuran. Perbandingan ini
dimaksudkan untuk proses simulasi berikutnya dianggap mampu
menggambarkan nilai sebenarnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
perbandingan yang mendekati nilai 1. Dapat dipastikan bahwa nilai
simulasi DIALux evo 9.2 adalah hampir akurat. Akan tetapi,
seharusnya intensitas cahaya rata-rata pada hasil simulasi lebih
tinggi daripada pengukuran (lampu menyala). Dikarenakan secara
eksisting lampu di ruang sidang mengalami penyusutan lumen
yang telah digunakan aktif selama kurun waktu 2 tahun. Alasan
lainnya karena pada simulasi DIALux, titik-titik yang digunakan
30

sebagai data lebih banyak daripada pengukuran. Sehingga lebih


akurat dan tepat.

4.5 Optimalisasi Pencahayaan


Optimalisasi pencahayaan dilakukan secara perhitungan
kemudian melalui simulasi DIALux. Untuk dapat menentukan
perbandingan, harus ditentukan terlebih dahulu LLF. LLF
merupakan faktor kehilangan cahaya pada lampu. Untuk dapat
menentukan LLF, harus ditentukan LLD (penurunan fluks cahaya
oleh kinerja), LDD (penurunan fluks oleh armator yang kotor),
LBO (perkiraan jumlah penggantian lampu) dan RSDD
(penurunan fluks oleh permukaan ruang yang kotor). Menurut
Tabel 2. 1, besar nilai RSDD adalah 0.92 dikarenakan lampu yang
digunakan di ruang sidang ialah pencahayaan secara langsung dari
lampu tanpa memanfaatkan pemantulan. Menurut Gambar 2. 4,
nilai LLD sebesar 0.99. Dikarenakan Hal ini dikarenakan
penggunaan lampu di ruang sidang untuk tiap harinya adalah
diasumsikan 3 jam dua kali dalam seminggu, sehingga jika selama
2 tahun sekitar 576 jam. Untuk nilai LBO, yakni sebesar 0.95.
Dikarenakan penggantian lampu hanya pada lampu yang mati. Dan
untuk nilai LDD, yakni sebesar 0.90. Dikarenakan kondisi ruangan
yang sering dibersihkan. Sehingga secara perhitungan untuk
mengetahui nilai LLF adalah sebagai berikut:

LLF = (1.0) (RSDD x LLD x LBO x LDD)


= (1.0) (0.92 x 0.99 x 0.95 x 0.9)
= 0.78

untuk menghitung CU (Coefficient of utilization):


𝐸𝐴𝑉 𝑥 𝐴
𝐶𝑈 =
𝐿𝐿𝐹 𝑥 ∅𝑡𝑜𝑡
31

∅𝑡𝑜𝑡 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐿𝑢𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙


∅𝑡𝑜𝑡 = (18 𝑥 1400) + (1 𝑥 1100)
∅𝑡𝑜𝑡 = (25200) + (1100)
∅𝑡𝑜𝑡 = 26300 𝑙𝑢𝑚𝑖𝑛𝑎𝑛𝑠𝑖

135.5 𝑥 86.23
𝐶𝑈 =
0.78 𝑥 (26300)
11684.165
𝐶𝑈 = = 0.57
20514

mengetahui kebutuhan lumen:


𝐸av 𝑥 𝐴
∅𝑡𝑜𝑡 =
𝐶𝑈 𝑥 𝐿𝐿𝐹
untuk lux average 300:
300 𝑥 86.23
∅𝑡𝑜𝑡 =
0,57 𝑥 0,78
∅𝑡𝑜𝑡 = 58184.89 𝑙𝑢𝑚𝑒𝑛
untuk lux average 250:
250 𝑥 86.23
∅𝑡𝑜𝑡 =
0,57 𝑥 0,78
∅𝑡𝑜𝑡 = 48487.40 𝑙𝑢𝑚𝑒𝑛
menghitung lampu yang dibutuhkan:
∅𝑡𝑜𝑡
N=
i
Dikarenakan lampu yang akan digunakan pengoptimalan
adalah lampu Osram tipe Simplitz Panel 32W 6500K 3520 lm CRI
8 SDCM 4 L60 x 60. Sehingga:

58184.89
N lux 300 =
3520
N lux 300 = 16.5 = 16 𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢

47576.55
N lux 250 =
3520
32

N lux 250 = 13.37 = 13 𝑙𝑎𝑚𝑝𝑢

4.6 Efisiensi Energi Daya Pencahayaan


Untuk menghitung jumlah daya yang digunakan, cukup
melalui perkalian antara jumlah lampu dengan besar daya yang
dikeluarkan (dapat dilihat di spesifikasi lampu).

Total daya = (18 lampu x 13 watt) + (1 lampu x 18 watt) = 252


watt

Agar efisien dari kondisi sebelumnya, daya total harus kurang dari
252 Watt:
Total Daya 252 Watt
= 7.8
Daya Lampu Simplitz Panel 32 Watt
Sehingga total lampu yang digunakan agar efisien adalah 7 dengan
total daya 224 watt.

4.7 Simulasi DIALux evo 9.2


Hasil dari simulasi DIALux untuk pengoptimalan dan
efisiensi energi seperti tampak pada Tabel 4. 3:

Tabel 4. 3 Hasil Simulasi untuk Pengoptimalan dan Efisiensi Energi


Keseragaman
Kuat Pencahayaan (Lux)
Simulasi Uo
Emin Emax Eaverage Emin / Eaverage
7 lampu 81.9 411 208 0.39
8 lampu 92.7 424 236 0.39
12 lampu 186 496 337 0.55
13 lampu 163 505 363 0.45
16 lampu 273 609 440 0.62

Berdasarkan hasil analisa dalam penelitian, bukan hanya variasi


jumlah lampu sesuai perhitungan pengoptimalan dan efisiensi
33

energi saja, namun variasi jumlah lampu sebanyak 8 dan 12 juga


disimulasikan. Karena dengan jumlah lampu tersebut, estetika
ruangan tercapai. Dengan jumlah yang pas antara sisi ruangan kiri
dan kanan, menciptakan visualisasi ruangan yang baik.
Dari hasil Tabel 4.3, menunjukkan bahwa hanya
menggunakan 12 lampu saja, intensitas cahaya sudah tercapai
yakni dengan rata-rata 337 lux. Jika dibandingkan dengan titik 13
lampu ataupun 16 lampu, terlepas dari susunan titik lampu yang
tidak pas antara sisi kanan dan kiri ruangan, 2 variasi ini
menghasilkan energi yang lebih besar karena kuantitasnya serta
intensitas cahaya rata-rata yang tinggi. Hal ini mengakibatkan
ruangan terlalu terang dan kurang cocok jika diaplikasikan ke
ruang seminar. Sedangkan untuk pemilihan variasi yang cocok
untuk efisiensi energi adalah pada titik lampu berjumlah 7.
Terlepas dari lebih efisien, intensitas cahaya yang dihasilkan tidak
jauh berbeda dengan yang berjumlah 8.

Gambar 4. 6 Simulasi Efisiensi Energi dengan 7 Titik Lampu


34

Jika dibandingkan antara Gambar 4. 6 dengan Gambar 4.7,


simulasi eksisting lebih merata dibandingkan simulasi efisiensi
energi. Karena letak titik lampu menyebar dan banyak. Berbeda
dengan simulasi efisiensi energi, karena kuantitas lampu serta agar
penempatan lampu memiliki visualisasi yang baik, menyebabkan
distribusi cahaya kurang merata. Namun intensitas cahaya lebih
besar, baik nilai rata-rata ataupun nilai maksimalnya (tepat berada
di bawah titik lampu).

Gambar 4. 7 Simulasi Optimalisasi Cahaya dengan 12 Titik Lampu

Hasil simulasi dengan 12 titik lampu tampak pada Gambar 4.


7, menunjukkan persebaran cahaya yang cukup merata jika
dibandingkan dengan simulasi eksisting Gambar 4. 6. Dengan kuat
pencahayaan yang sesuai rekomendasi yakni minimal 250 lux,
simulasi optimalisasi diatas sangat tercapai. Dengan nilai terendah
186 lux ditunjukkan dengan warna hijau pekat yang hanya terletak
pada bagian tengah bawah dan warna lainnya mendominasi yakni
hijau kekuningan dan kuning. Nilai paling tinggi yakni 496 lux
ditunjukkan dengan warna krem (kuning gading). Akan tetapi
35

efisiensi energi tidak tercapai dimana dengan 12 titik lampu ini


memiliki total daya sebesar 384 Watt.

4.8 Perancangan Lighting Management System


Desain pencahayaan yang paling optimal dan sesuai adalah
dengan 12 titik lampu. Dengan sistem manajemen pencahayaan ini,
diperkirakan akan lebih hemat energi sehingga lebih optimal.
Karena LMS (Lighting management system) menggunakan
komponen sensor. Sensor yang digunakan adalah DALI Sensor
LS/PD dari Osram dengan kemampuan deteksi 3-meter dari pusat.
Tampilannya tampak seperti Gambar 4. 8.

Gambar 4. 8 Lighting Management System 12 Titik Lampu

Mencapai hasil yang optimal, sensor yang digunakan ialah


sebanyak 6. Dengan tiap sensor mewakili 2 lampu. Cara kerjanya
ialah ketika terdeteksi adanya manusia/hewan (hawa panas)
disekitar daya tangkap sensor, otomatis lampu akan menyala.
Dengan perancangan tampak pada Gambar 4. 8, energi yang keluar
36

akan lebih efisien yakni kurang dari 384 Watt. Karena lampu
menyala hanya sesuai kebutuhan. Fungsi lainnya adalah
menghilangkan faktor eror dari manusia yang sering lupa untuk
mematikan lampu ketika meninggalkan ruangan. Manfaat lainnya
adalah lampu dapat dikendalikan melalui handphone dan dapat
diatur besar kecilnya intensitas cahaya.
Hal ini juga berlaku untuk desain pencahayaan dengan 7 titik
lampu. Tampak pada Gambar 4. 9.

Gambar 4. 9 Lighting Management System 7 Titik Lampu

Sensor 1, 2 dan 3 mewakili masing-masing 1 lampu. Sedangkan


sensor 4 dan 5 mewakili 2 lampu. Dengan LMS, sistem dapat
berjalan secara manual dengan menggunakan saklar manual dan
diatur di handphone ataupun otomatis menggunakan sensor.
Dimana pengelompokkan lampu dapat diatur berdasarkan sistem
yang digunakan. Sehingga energi yang keluar lebih efisien. Pada
desain 7 titik lampu ini pastinya energi konsumsinya kurang dari
224 Watt.

4.9 Pembahasan
Penelitian dengan tujuan mengetahui desain pencahayaan
paling optimal dan efisien terhadap energi menggunakan lighting
37

management system di ruang sidang Fisika ITS. Standar acuan


intensitas cahaya minimumnya adalah 250 lux menurut SNI-03-
6575-2001. Menggunakan simulasi DIALux evo 9.2 serta lighting
management system untuk pengoptimalan dan efisiensi energi.
Dengan 28 titik pengukuran di bagian work area didapatkan nilai
intensitas rata-rata untuk 2 variasi yakni ketika lampu mati dan
lampu menyala. Pengukuran dilakukan pada siang hari jam 12.00-
15.00 WIB. Dalam pengukuran, tidak menggunakan seluruh
ruangan namun hanya pada work area saja dengan luas 86.23 m2.
Nilai yang didapatkan masih jauh dari nilai minimum yang
direkomendasikan, yakni 26,4 dan 135,5 lux. Karena spesifikasi
lampu dan jumlah lampu yang digunakan kurang. Hasil plot dari
Matlab yakni Gambar 4. 1 dan Gambar 4. 2 menunjukkan
persebaran cahaya pada hasil pengukuran tidak merata. Hal ini
dikarenakan letak dan jumlah titik lampu kurang tepat serta jendela
yang hanya ada di satu sisi saja. Jika dilihat dari Gambar 4. 3,
terdapat 6 titik variasi lampu menyala bernilai diatas 200 lux dan
yang memenuhi standar acuan hanya 2 titik pengukuran yakni pada
variasi lampu menyala senilai 251,3 lux dan 282 lux.
Validasi keakuratan simulasi dilihat dari perbedaan hasil
pengukuran dengan hasil simulasinya. Hasil simulasi memiliki
nilai intensitas cahaya rata-rata 132 lux. Dan jika dibandingkan
memiliki nilai 0.97, dimana nilai ini dikatakan cukup akurat karena
mendekati angka 1. Sedikit perbedaan tersebut dikarenakan pada
simulasi lebih banyak titik-titik untuk data dan terdapat penyusutan
lumen pada lampu, yakni LLF 0.78 dan CU 0.57. Nilai tersebut
didapatkan melalui perhitungan.
Hasil perhitungan juga digunakan untuk menentukan
pengoptimalan pencahayaan dan efisiensi energi. Variasi
perhitungannya adalah 250 lux (minimal rekomendasi) dan 300
lux. Karena 300 lux masih dapat dikatakan nilainya tidak terlalu
tinggi dan tidak mengganggu aktivitas. Lampu yang digunakan
adalah Osram tipe Simplitz Panel 32W 6500K 3520 lm CRI 8
SDCM 4 L60 x 60. Hasil perhitungannya adalah 13 lampu dan 16
lampu untuk pengoptimalan dan 7 lampu untuk efisiensi energi
38

dengan total daya 224 W. Akan tetapi dalam simulasinya, dibuat


untuk 8 dan 12 lampu juga dikarenakan agar estetika ruangan (sisi
kanan dan kiri ruangan memiliki total lampu yang sama) tercapai.
Hasil simulasi tampak pada Tabel 4. 3 yang menunjukkan nilai
yang sesuai adalah dengan total lampu 7 dan 12. Dengan total
lampu 12 sudah memenuhi acuan rekomendasi yakni bernilai 337
lux. Bukan hanya itu, namun secara visual juga terpenuhi. Jika
dibandingkan dengan total lampu 13 dan 16, memiliki nilai rata-
rata lebih tinggi yang dapat mengakibatkan lelah mata dan kurang
cocok digunakan serta secara visual kurang terpenuhi.
Peran lighting management system membuat hasil simulasi
menjadi lebih efisien serta optimal. Sistem ini menggunakan sensor
serta controller. Dengan sistem ini, lampu secara otomatis dapat
menyala ketika terdapat manusia yang berada di radius sensornya.
Sehingga tercipta kondisi dimana kebutuhan pencahayaan
berdasarkan area yang dijadikan aktivitas. Bukan hanya itu, sistem
ini juga dapat mengatur besar kecilnya intensitas lampu dan juga
sebagai saklar melalui handphone. Hasil perancangan untuk total 7
lampu didapatkan jumlah sensor 5 yang tampak pada Gambar 4. 9.
Sedangkan untuk total 12 lampu didapatkan 6 sensor yang tampak
pada Gambar 4. 8.
Desain paling optimal adalah dengan total 12 lampu. Dimana
nilai intensitas cahaya rata-ratanya 337 lux. Penggunaan daya lebih
efisien yakni kurang dari 384 Watt dengan penggunaan 6 sensor
untuk LMS. Sedangkan desain untuk efisiensi energi yang tidak
meninggalkan pentingnya kebutuhan pencahayan adalah pada total
titik lampu 7. Memiliki nilai intensitas cahaya rata-rata 208 lux.
Penggunaan daya lebih efisien yakni maksimal 224 Watt dan dapat
kurang berdasarkan kebutuhan aktivitas. Karena digunakan LMS
dengan total sensor 5.
39

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah:
1. Desain pencahayaan paling optimal yang memenuhi
standar rekomendasi minimal 250 lux yakni menggunakan
12 titik lampu dengan nilai intensitas cahaya rata-ratanya
337 lux. Penerapan lighting management system dengan 6
sensor, dimana tiap sensornya mewakili 2 lampu
memperoleh nilai efisiensi energi kurang dari 384 Watt.
2. Desain pencahayaan efisiensi energi terpenuhi dengan
jumlah titik lampu 7. Intensitas cahaya rata-rata sampai
208 lux lebih baik dari kondisi eksisting. Dengan
penerapan lighting management system berjumlah 5
sensor, penggunaan daya lebih efisien yakni maksimal 224
Watt dan dapat kurang berdasarkan kebutuhan aktivitas.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian Tugas Akhir ini, terdapat
beberapa evaluasi serta saran untuk perbaikan penelitian
selanjutnya, antara lain:
1. Dilakukan mockup atau pemasangan lampu sesuai hasil
desain pengoptimalan dan efisiensi energi. Untuk
mengetahui bagaimana fungsi dari penerapan lighting
management system. Selanjutnya dilakukan pengukuran
menggunakan luxmeter untuk mengetahui kuat intensitas
cahayanya.
2. Pengukuran juga dilakukan ketika malam hari, agar
mendapatkan data kuat intensitas cahaya yang lebih
akurat.
40

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


41

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Iskandar, Agus Supriadi, 2014. Evaluasi Penggunaan


Lampu LED sebagai Pengganti Lampu Konvensional.
Jurnal Teknik Elektro,ISSN,2502-0986.
D. M. Han and J. H. Lim, 2010. Design and Implementation of
Smart Home Energy Management Systems based on Zigbee.
IEEE Transactions on Consumer Electronics. 56(3): pp.
1417-1425.
DIALux evo manual. 2016. A collection of all wiki articles.
Frederick J. Bueche, Eugene Hecht, 2006. Fisika Universitas Edisi
Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.
Harvey, David. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York:
McGraw-Hill Comp.
Hopkinson, R & J.D. Kay. 1972. The Lighting of Buildings.
London: The Trinity Press.
Osram, “Lighting Management System”,
https://www.osram.com/ds/knowledge/light-management-
systems/index.jsp, diakses 9 Juli 2021.
Illuminating Engineering Society of North America, 2000. IESNA
Lighting Handbook, 9th edition. New York
Istiawan, Saptono, 2006. Ruang Artistik Dengan Pencahayaan.
Sidoarjo: Niaga Swadaya.
Jimi Harto Saputro,Tejo Sukmadi dan Kartono, 2013. Analisis
Penggunaan Lampu LED Pada Penerangan Dalam Rumah.
K. Gill, et al., 2009. A Zigbee-based Home Automation System.
IEEE Transactions on Consumer Electronics. 55(2): p. 422-
430.
Kartono, Hermawan, 2005. Perancangan Software Aplikasi
Optimasi Penataan Lampu PJU Sebagai Upaya
Penghematan Biaya Energi Listrik. Semarang: Jurusan
Teknik Elektro – Fakultas Teknik Undip.
Mansoer, Faried Wijaya, 2007. Estimasi Permintaan Daya Listrik
Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Vol. 13 No.1, April 2007.
42

Muhaimin, 2001. Teknologi Pencahayaan. Bandung: Refika


Aditama.
Paulus Sukusno,Sri Wardani, 2011. Analisis Konsumsi Energi
Listrik Pada Berbagai Jenis Lampu dan Komputer Untuk
Acuan Dalam Audit Energi” Politeknologi.
PUIL (Peraturan Umum Instalasi Listrik), 2013.
Satwiko, Prasasto, 2004. Fisika Bangunan 1 edisi 2. Yogyakarta:
Andi Offset.
Schiler, M., 1992. Simplified Design of Building Lighting, John
Wiley & Sons, Inc., New York.
SNI 03-6575-2001 tentang Tata Cara Perancangan Sistem
Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung.
SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas Penerangan Di
Tempat Kerja.
Stein, S., 1986. Penyelidikan Spetrometrik Senyawa Organik,
Edisi keempat Erlangga, Jakarta. `
Sutanto, Handoko, 2017. Prinsip-Prinsip Pencahayaan Buatan
Dalam Arsitektur. Daerah Istimewa Yogyakarta: PT
Kanisius.
Suwarno dan Hotimah Wahyudin, 2009. Sains IPA Untuk SD:
Tugu Publisher, hlm. 147.
Taylor, Alma E.F., 2000. Illumination Fundamentals. USA:
Lighting Research Center.
Zumtobel Lighting GmbH, 2017. The Lighting Handbook. Austria
43

LAMPIRAN

Tabel 1 Data Pengukuran Ruang Sidang Fisika ITS pada 40 titik .


Pengulangan
Titi Lampu mati Lampu menyala
k Rata- Rata-
Ke- Ke- Ke- rata Ke- Ke- Ke- rata
1 2 3 1 2 3
1 61.0 60.8 59.0 60.3 80.2 81.3 81.8 81.1
159. 159. 159.
2 89.0 90.2 90.5 89.9 159.2
4 2 1
167. 170. 169. 226. 225. 230.
3 169.2 227.0
6 2 8 0 0 0
103. 103. 103. 158. 158. 157.
4 103.4 158.0
3 4 5 0 2 9
120. 120. 120. 251. 251. 252.
5 120.3 251.3
0 4 5 0 0 0
151. 152. 153. 282. 281. 283.
6 152.4 282.0
8 0 3 0 0 0
128. 127. 128. 228. 226. 226.
7 128.1 226.7
0 8 4 0 0 0
123. 123. 124. 151. 151. 151.
8 123.9 151.6
8 9 0 5 8 4
9 30.8 30.3 30.6 30.6 57.2 57.3 57.2 57.2
10 40.3 39.7 39.9 40.0 88.0 88.4 88.3 88.2
153. 155. 154.
11 32.9 32.6 32.4 32.6 154.3
4 0 5
169. 169. 169.
12 47.6 47.3 47.6 47.5 169.5
4 6 5
184. 184. 184.
13 50.0 50.0 50.1 50.0 184.1
2 1 0
217. 217. 217.
14 75.4 75.5 75.6 75.5 217.0
0 0 0
221. 222. 222.
15 83.1 83.3 83.4 83.3 221.7
0 0 0
166. 165. 165.
16 62.2 62.1 62.2 62.2 165.9
1 9 8
44

17 16.2 16.2 16.3 16.2 51.0 51.0 51.1 51.0


18 16.8 16.6 16.6 16.7 89.4 89.2 89.3 89.3
154. 154. 154.
19 25.0 24.8 24.9 24.9 154.3
5 2 3
168. 168. 168.
20 26.0 25.9 26.0 26.0 168.3
4 3 3
154. 154. 154.
21 23.4 23.5 23.4 23.4 154.7
7 7 8
151. 151. 151.
22 27.5 27.5 27.5 27.5 151.0
1 0 0
163. 163. 163.
23 29.6 29.6 29.6 29.6 163.7
6 7 7
125. 125. 125.
24 20.6 20.6 20.5 20.6 125.1
1 0 1
25 9.0 9.0 8.9 9.0 48.5 48.5 48.4 48.5
26 11.2 11.1 11.1 11.1 76.6 76.7 76.6 76.6
130. 130. 130.
27 15.5 15.6 15.6 15.6 130.7
8 7 6
131. 131. 131.
28 17.1 17.2 17.0 17.1 131.8
8 9 8
127. 127. 127.
29 15.2 15.2 15.2 15.2 127.0
0 0 0
136. 136. 136.
30 15.8 15.9 15.9 15.9 136.4
4 3 4
159. 159. 159.
31 15.6 15.5 15.6 15.6 159.1
0 1 1
122. 122. 122.
32 11.2 11.1 11.1 11.1 122.1
2 1 1
33 13.0 12.8 13.0 12.9 39.7 39.8 39.7 39.7
34 6.5 6.6 6.5 6.5 54.7 54.6 54.3 54.5
35 9.7 9.6 9.7 9.7 80.7 80.6 80.8 80.7
103. 103. 103.
36 12.5 12.4 12.3 12.4 103.2
2 3 2
119. 119. 119.
37 11.6 11.7 11.7 11.7 119.3
3 3 4
45

137. 137. 137.


38 11.5 11.6 11.6 11.6 137.7
4 8 9
137. 137. 137.
39 10.4 10.5 10.5 10.5 137.8
9 8 8
40 14.5 14.5 14.5 14.5 70.3 70.4 70.3 70.3
Rata-rata= 43.9 138.2

Tabel 2 Data Pengukuran Ruang Sidang Fisika ITS pada 28 Titik di


Work Area.
Pengulangan
Titik Lampu mati Rata- Lampu menyala Rata-
Ke-1 Ke-2 Ke-3 rata Ke-1 Ke-2 Ke-3 rata
10 40.3 39.7 39.9 40.0 88.0 88.4 88.3 88.2
11 32.9 32.6 32.4 32.6 153.4 155.0 154.5 154.3
12 47.6 47.3 47.6 47.5 169.4 169.6 169.5 169.5
13 50.0 50.0 50.1 50.0 184.2 184.1 184.0 184.1
14 75.4 75.5 75.6 75.5 217.0 217.0 217.0 217.0
15 83.1 83.3 83.4 83.3 221.0 222.0 222.0 221.7
16 62.2 62.1 62.2 62.2 166.1 165.9 165.8 165.9
18 16.8 16.6 16.6 16.7 89.4 89.2 89.3 89.3
19 25.0 24.8 24.9 24.9 154.5 154.2 154.3 154.3
20 26.0 25.9 26.0 26.0 168.4 168.3 168.3 168.3
21 23.4 23.5 23.4 23.4 154.7 154.7 154.8 154.7
22 27.5 27.5 27.5 27.5 151.1 151.0 151.0 151.0
23 29.6 29.6 29.6 29.6 163.6 163.7 163.7 163.7
24 20.6 20.6 20.5 20.6 125.1 125.0 125.1 125.1
26 11.2 11.1 11.1 11.1 76.6 76.7 76.6 76.6
27 15.5 15.6 15.6 15.6 130.8 130.7 130.6 130.7
28 17.1 17.2 17.0 17.1 131.8 131.9 131.8 131.8
46

29 15.2 15.2 15.2 15.2 127.0 127.0 127.0 127.0


30 15.8 15.9 15.9 15.9 136.4 136.3 136.4 136.4
31 15.6 15.5 15.6 15.6 159.0 159.1 159.1 159.1
32 11.2 11.1 11.1 11.1 122.2 122.1 122.1 122.1
34 6.5 6.6 6.5 6.5 54.7 54.6 54.3 54.5
35 9.7 9.6 9.7 9.7 80.7 80.6 80.8 80.7
36 12.5 12.4 12.3 12.4 103.2 103.3 103.2 103.2
37 11.6 11.7 11.7 11.7 119.3 119.3 119.4 119.3
38 11.5 11.6 11.6 11.6 137.4 137.8 137.9 137.7
39 10.4 10.5 10.5 10.5 137.9 137.8 137.8 137.8
40 14.5 14.5 14.5 14.5 70.3 70.4 70.3 70.3
Rata-rata 26.4 135.5

Tabel 3 Data Plot Contour Menggunakan Matlab Versi 2014


Lampu mati Lampu menyala
X Y Z X Y Z
0 0 0 0 0 0
0 1.34 0 0 1.34 0
0 3.34 0 0 3.34 0
0 5.34 0 0 5.34 0
0 7.34 0 0 7.34 0
0 9.34 0 0 9.34 0
0 10.34 0 0 10.34 0
1 0 0 1 0 0
3 0 0 3 0 0
5 0 0 5 0 0
6.6 0 0 6.6 0 0
7.47 0 0 7.47 0 0
9.07 0 0 9.07 0 0
47

11.07 0 0 11.07 0 0
13.07 0 0 13.07 0 0
14.07 0 0 14.07 0 0
1 1.34 12.93 1 1.34 39.73
3 1.34 6.53 3 1.34 54.53
5 1.34 9.67 5 1.34 80.7
6.6 1.34 12.4 6.6 1.34 103.23
7.47 1.34 11.67 7.47 1.34 119.33
9.07 1.34 11.57 9.07 1.34 137.7
11.07 1.34 10.47 11.07 1.34 137.83
13.07 1.34 14.5 13.07 1.34 70.33
1 3.34 8.97 1 3.34 48.47
3 3.34 11.13 3 3.34 76.63
5 3.34 15.57 5 3.34 130.7
6.6 3.34 17.1 6.6 3.34 131.83
7.47 3.34 15.2 7.47 3.34 127
9.07 3.34 15.87 9.07 3.34 136.37
11.07 3.34 15.57 11.07 3.34 159.07
13.07 3.34 11.13 13.07 3.34 122.13
1 5.34 16.23 1 5.34 51.03
3 5.34 16.67 3 5.34 89.3
5 5.34 24.9 5 5.34 154.33
6.6 5.34 25.97 6.6 5.34 168.33
7.47 5.34 23.43 7.47 5.34 154.73
9.07 5.34 27.5 9.07 5.34 151.03
11.07 5.34 29.6 11.07 5.34 163.67
13.07 5.34 20.57 13.07 5.34 125.07
1 7.34 30.57 1 7.34 57.23
3 7.34 39.97 3 7.34 88.23
48

5 7.34 32.63 5 7.34 154.3


6.6 7.34 47.5 6.6 7.34 169.5
7.47 7.34 50.03 7.47 7.34 184.1
9.07 7.34 75.5 9.07 7.34 217
11.07 7.34 83.27 11.07 7.34 221.67
13.07 7.34 62.17 13.07 7.34 165.93
1 9.34 60.27 1 9.34 81.1
3 9.34 89.9 3 9.34 159.23
5 9.34 169.2 5 9.34 227
6.6 9.34 103.4 6.6 9.34 158.03
7.47 9.34 120.3 7.47 9.34 251.33
9.07 9.34 152.37 9.07 9.34 282
11.07 9.34 128.07 11.07 9.34 226.67
13.07 9.34 123.9 13.07 9.34 151.57
1 10.34 0 1 10.34 0
3 10.34 0 3 10.34 0
5 10.34 0 5 10.34 0
6.6 10.34 0 6.6 10.34 0
7.47 10.34 0 7.47 10.34 0
9.07 10.34 0 9.07 10.34 0
11.07 10.34 0 11.07 10.34 0
13.07 10.34 0 13.07 10.34 0
14.07 10.34 0 14.07 10.34 0
14.07 1.34 0 14.07 1.34 0
14.07 3.34 0 14.07 3.34 0
14.07 5.34 0 14.07 5.34 0
14.07 7.34 0 14.07 7.34 0
14.07 9.34 0 14.07 9.34 0
49

Gambar 1 Work Area

Gambar 2 Tampilan 2D dengan 8 Titik Lampu


50

Gambar 3 Tampilan 2D dengan 13 Titik Lampu

Gambar 4 Tampilan 2D dengan 16 Titik Lampu


51

Gambar 5 Codingan MATLAB untuk Distribusi Cahaya dari Hasil


Pengukuran
52

“Halaman ini sengaja dikosongkan”


53

BIODATA PENULIS

Windi Yanuar Riyadi merupakan nama


penulis Tugas Akhir ini. Lingkungan
kampus sering memanggilnya Windi
atau Adi ketika berada di lingkungan
rumah. Lahir pada tanggal 9 Januari
2000 di Surabaya. Merupakan anak ke
delapan dari 9 bersaudara. Almarhum
bapak bernama Soewoto dan Ibu
bernama Tri Mulyani. Bertempat
tinggal di Jl. Siwalankerto Selatan
SMKI No. 10 RT 002 RW 006,
Kelurahan Siwalankerto, Kecamatan
Wonocolo, Surabaya. Pendidikan yang
ditempuh adalah dari SDN Rungkut Menanggal II Harapan (2005-
2011), SMP Negeri 17 Surabaya (2011-2014), SMA Negeri 16
Surabaya (2014-2017), dan menempuh pendidikan tinggi di
Departemen Fisika FSAD ITS dengan NRP 01111740000071
(2017-2021). Selain aktif dalam akademik, penulis juga aktif
dalam organisasi/kepanitiaan. Yang pernah diikuti penulis adalah
seksi acara di Gerigi ITS 2018, staf PSDMUS UKM Musik ITS
2018/2019, staf teknisi ITS TV 2018, staf Sosial Masyarakat
Himasika ITS 2018/2019 NIRWASITA, staf Sosial Masyarakat
BEM ITS 2019 KOLABORAPI dan Ketua Himpunan Mahasiswa
Fisika ITS 2020 BARA ASA. Penulis juga pernah menjadi asisten
Laboratorium Fisika Dasar 1.

Email: wyriyadi@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai