Anda di halaman 1dari 10

ETHNOMATHEMATICS: MATHEMATICAL CONCEPTS IN SIGALE-GALE

STATUES

PENDAHULUAN

Indonesia terkenal dengan kekayaan alam dan keragaman budayanya di seluruh nusantara.

Kekayaan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara bahkan masyarakat

Indonesia. Dalam masyarakat, budaya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari dan

menjadi objek yang mendarah daging. Budaya juga perlu dipisahkan dari pendidikan. Salah satu

contohnya adalah matematika [1]. Konsep matematika sangat berkontribusi pada budaya. Oleh

karena itu, matematika dikatakan sebagai produk budaya [2].

Namun, pada kenyataannya, matematika masih dianggap sebagai mata pelajaran yang independen

dari budaya [3]. Selain itu, konsep matematika yang bersifat abstrak serta pembelajaran

matematika di sekolah, yang terlalu formal, kaku, dan tidak relevan dengan kehidupan yang

dialami siswa, mengakibatkan siswa berpikir bahwa matematika itu sulit dan menakutkan sehingga

minat belajar siswa berkurang, yang mengakibatkan siswa mengalami kesulitan saat mengerjakan

soal matematika dan hasil belajar siswa juga rendah[4]. Padahal banyak sekali konsep matematika

yang bisa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah getuk lindri.

Getuk lindri adalah kue tradisional Jawa yang banyak tersedia di pasar tradisional. Orang Jawa

secara tidak sadar telah mempraktikkan matematika dalam membuat kue ini. Getuk Lindri, yang

bentuknya menyerupai balok, dapat memperkenalkan contoh bentuk geometris kepada publik [5].

Nonetheless, students' negative perceptions of mathematics can change if they find it easy and fun to learn

mathematics. The ease of learning can be felt in the context of learning in the classroom and is related to

daily activities. One way is to take a realistic learning approach. If the delivery of mathematics material

taught in class applies a realistic learning approach, students' ability to understand mathematical concepts
is superior, and student learning outcomes increase [6], [7]. This learning approach is very influential when

applied when learning mathematics because the material taught will be contextual and relevant to students'

daily lives [8].

Salah satu hal yang paling relevan dalam kehidupan sehari-hari adalah budaya. Manusia tidak bisa

hidup tanpa budaya. Oleh karena itu, memasukkan unsur budaya ke dalam pembelajaran

matematika dapat memberikan perubahan positif dan meningkatkan minat belajar siswa[9].

Sebagai jembatan antara budaya dan matematika, istilah etnomatematika hadir [10]. Kehadiran

etnomatematika dalam proses pembelajaran matematika memberikan angin segar dan nuansa baru

bagi pendidik dan peserta didik bahwa pembelajaran matematika tidak harus terbatas pada ruang

kelas tetapi juga dapat dihubungkan dengan dunia luar dengan menjadikan budaya sekitar sebagai

media pembelajaran matematika. Salah satu contoh media pembelajaran matematika yang dapat

dimanfaatkan adalah media video pembelajaran berbasis etnomatematika. Berdasarkan hasil

penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan video pembelajaran berbasis etnomatematika

memiliki dampak positif yang dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa[11], [12].

Selain sebagai media pembelajaran, etnomatematika juga dapat berorientasi pada metode

pembelajaran di kelas. Salah satu contohnya adalah metode pembelajaran SAVI (Somatic,

Auditory, Visualization, Intellectual). Hasil penelitian membuktikan bahwa pembelajaran

menggunakan pendekatan SAVI berbasis etnomatematika lebih baik dibandingkan menggunakan

pembelajaran konvensional pada kemampuan komunikasi matematis siswa [13]. Keterampilan

komunikasi matematis ini harus dimiliki oleh siswa agar dapat terlibat dalam proses pembelajaran

matematika. Karena berdasarkan fakta di lapangan, selama proses pembelajaran matematika di

kelas, guru lebih mendominasi daripada siswa. Siswa cenderung hanya mendengar dan
membutuhkan lebih banyak pengalaman menyampaikan apa yang ada di pikiran mereka,

menyebabkan keterampilan komunikasi matematika rendah.

Namun, kemampuan komunikasi matematis tersebut dapat meningkat jika siswa mempelajari

metode pembelajaran berbasis etnomatematika. Pernyataan ini berada di bawah beberapa

penelitian sebelumnya, seperti penelitian oleh Hartinah, yang mengatakan bahwa metode

pembelajaran Probing-Prompting berbasis etnomatematika mempengaruhi keterampilan

komunikasi matematis sehingga siswa menjadi lebih terlibat dalam pembelajaran matematika di

kelas [14]. Keterampilan komunikasi matematis dan kemampuan memahami konsep matematika

juga tak kalah penting dan harus dikuasai oleh siswa. Indikator yang mempengaruhi kemampuan

memahami konsep matematika adalah: (1) kemampuan dasar siswa, (2) model dan strategi

pembelajaran, dan (3) pedoman materi matematika secara bersama-sama [15].

Selain meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, model pembelajaran berbasis

etnomatematika juga berhasil meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa[16].

Dengan kemampuan memahami konsep matematika, siswa dapat mengidentifikasi, memahami

dan menerapkan ide-ide matematika, menerjemahkan dan menafsirkan makna simbol, serta

membuat dan mengeksplorasi [17]. Mengeksplorasi matematika berdasarkan norma dan praktik

budaya yang terkenal dapat meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika. Selain itu, siswa

juga akan lebih memahami bagaimana budaya berhubungan dengan matematika sehingga

ditanamkan nilai-nilai luhur budaya nasional, yang mempengaruhi pendidikan karakter siswa,

yaitu kecintaan terhadap budaya lokal[18].

Salah satu suku di Indonesia yang budayanya dikenal luas oleh masyarakat umum adalah suku

Batak. Budaya Batak juga mengandung banyak konsep matematika, baik itu makanan khas, rumah

adat, kain ulos, aksara Batak (huruf Batak), alat musik, dan patung. Patung yang sudah tidak asing
lagi bagi wisatawan dan wisatawan dan tentunya merupakan ikon suku Batak adalah Patung

Sigale-gale. Sigale-gale adalah patung kayu yang digunakan selama pertunjukan tari selama

upacara pemakaman mayat suku Batak di Pulau Samosir, Sumatera Utara. Asal usul Sigale-gale

adalah "gale," yang berarti lemah. Seperti budaya Batak lainnya, arca Sigale-gale tidak luput dari

konsep matematika. Hal ini juga sangat terkenal di kalangan masyarakat, wisatawan, dan

wisatawan sehingga patung Sigale-gale dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembelajaran

matematika berbasis etnomatematika di sekolah.

Beberapa peneliti sebelumnya telah meneliti patung Sigale-gale. Beberapa di antaranya adalah

menyampaikan makna koleksi patung Sigale-gale dulu dan sekarang[19], nilai tari Sigale-gale

dalam meningkatkan wisata budaya di desa Tomok, Kabupaten Samosir[20], dan revitalisasi cerita

rakyat patung Sigale-gale Batak Toba menjadi bahan ajar mata pelajaran bahasa Inggris untuk

SMP[21]. Tapi belum ada yang mempelajari etnomatematika pada patung Sigale-gale.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti didorong untuk melakukan penelitian terkait

Etnomatematika: Konsep matematika pada arca Sigale-gale, yang dianggap berpengaruh

Kemampuan dan keterampilan komunikasi matematis siswa dalam memahami konsep matematika

sehingga hasil belajar dan minat siswa terhadap matematika menjadi unggul. Diharapkan pula

nilai-nilai luhur budaya bangsa dapat tertanam untuk menumbuhkan karakter cinta budaya lokal.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan konsep etnomatematika pada arca Sigale-

gale. Kebaruan penelitian ini berupa ulasan yang digunakan, khususnya pada konsep matematika,

berbeda dengan penelitian sebelumnya yang meneliti patung Sigale-gale tetapi dengan tinjauan

bidang keilmuan lainnya. Konsep matematika yang digunakan dalam arca Sigale-gale menjadi

topik penelitian ini.


METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Penelitian kualitatif

bertujuan untuk menggali lebih dalam informasi tentang masalah manusia dan sosial, bukan hanya

untuk menjelaskan permukaan suatu fakta [22]. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsep-

konsep matematika yang terkandung dalam unsur-unsur budaya. Data deskriptif berupa kata-kata

dan gambar. Sementara itu, metode etnografi ini berfokus pada penelitian sosio-bahasa dan

budaya, yaitu menjelaskan, mendeskripsikan, dan menganalisis unsur-unsur budaya suatu

masyarakat atau kelompok etnis dengan menggunakan bahasa yang lebih modern.

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri sebagai instrumen dan pengumpul data. Instrumen

pendukung lainnya berupa catatan lapangan hasil pengamatan. Sedangkan yang berperan sebagai

informan adalah orang yang mengenal dan memahami budaya Batak.

Objek penelitian ini adalah arca Sigale-gale di Tomok, Samosir. Teknik pengumpulan data primer

meliputi observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi literatur terperinci. Pengamatan dilakukan

untuk mengamati dan mencatat bagian-bagian patung yang berisi konsep matematika. Hasil

pengamatan kemudian didokumentasikan dengan gambar/foto dan catatan lapangan. Kemudian

dilakukan wawancara untuk menemukan beberapa hal yang perlu diketahui peneliti, seperti nama

Ulos yang digunakan pada arca, jenis Gorga Batak, dan sebagainya. Pada saat yang sama, tinjauan

pustaka diperoleh dari artikel, jurnal ilmiah, dan tesis. Teknik analisis data dalam penelitian ini

adalah analisis deskriptif berupa reduksi data, penyajian data, dan kemudian penarikan

kesimpulan. Validasi data dilakukan dengan metode triangulasi. Triangulasi sumber dilakukan

agar peneliti mendapatkan data yang benar-benar diyakini valid [23]. Dalam penelitian ini,

validitas data diperoleh dari wawancara dengan informan dan tinjauan pustaka, observasi, serta

didukung oleh dokumentasi.


HASIL

Berdasarkan hasil wawancara dan eksplorasi yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa patung

Sigale-gale adalah patung kayu yang digunakan sebagai pertunjukan tari selama ritual pemakaman

suku Batak. Sigale-gale awalnya berasal dari daerah Toba-Holbung di kabupaten Tapanuli Utara,

kemudian menyebar ke Pulau Samosir di tengah Danau Toba. Pada pemakaman, Sigale-gale

digunakan terutama untuk orang yang meninggal tanpa memiliki anak (purpur) atau jika mereka

meninggal tanpa memiliki anak karena anak-anak mereka telah meninggal lebih dulu, terutama

untuk seseorang yang berkedudukan tinggi, seperti raja atau tokoh masyarakat[19]. Karena bagi

orang Batak, anak laki-laki sangat penting bagi keluarga dan adat istiadat untuk melanjutkan garis

keturunan (marga). Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa orang dengan suku Batak dan

melansir dari beberapa penelitian sebelumnya yang menelusuri sejarah, Sigale-gale awalnya

adalah boneka untuk menghibur raja yang sedang berduka karena kematian putra raja dalam

perang.

Nama putra raja adalah Manggale. Akibatnya, raja sangat sedih dan frustrasi karena Manggale

adalah satu-satunya putra raja, yang merupakan pewaris kerajaan. Karena kesedihan raja yang

berkepanjangan, raja akhirnya jatuh sakit begitu parah sehingga dia tidak punya harapan untuk

hidup. Setiap upaya telah dilakukan, tetapi tidak ada cara yang berhasil, dan tidak ada obat yang

efektif. Akhirnya, penasihat raja mengadakan pertemuan dan diskusi sampai tercapai kesepakatan

untuk memanggil dukun untuk membuat patung kayu menyerupai putra raja Manggale [21]. Tapi

itu tidak berhenti di situ. Sesepuh memanggil roh Manggale dengan meniup seruling bambu

(Sordam) dan memainkan Gondang Sadinding agar roh tersebut masuk ke patung Sigale-gale yang

telah dibuat [24]. Akhirnya, patung itu menghibur raja, yang sakit parah, dengan tariannya. Raja

perlahan-lahan pulih dari penyakitnya. Patung ini dikenal sebagai 'Patung Sigale-gale,' yang
dinamai sesuai nama Manggale. Dan sampai sekarang, masih digunakan sebagai pertunjukan

Samosir daerah.

3.2 Konsep Matematika pada Arca Sigale-gale Untuk mengetahui konsep matematika arca Sigale-

gale, peneliti membagi arca Sigale-gale menjadi dua objek penelitian, antara lain a) arca Sigale-

gale dan b) gerakan tari sigale-gale tortor.

3.2.1 Patung Sigale-gale Bentuk patung Sigale-gale yang menyerupai manusia dibungkus dengan

pakaian dewasa dan kain khas Batak disampirkan di bahunya. Dan ingat itu di kepala patung. Ada

juga penutup kepala khas suku Batak, didominasi warna merah, hitam, dan putih. Dari hasil

analisis pada Gambar 3, kepala arca, yang ditutupi oleh penutup kepala khas suku Batak,

membentuk setengah lingkaran. Setelah dianalisis, dapat disimpulkan bahwa bentuk datar di atas

adalah bagian dari lingkaran.

Ciri-ciri bentuk lingkaran datar adalah: memiliki satu titik pusat, memiliki satu sisi, tidak memiliki

simpul, sudut total adalah 360 ° karena patung Sigale-gale adalah setengah lingkaran, sudutnya

180 °, memiliki diameter dan jari-jari "rad," pada Gambar 4 diameternya ditunjukkan oleh garis

merah yang dilambangkan dengan d dan jari-jarinya ditunjukkan oleh garis kuning dan

dilambangkan dengan r, memiliki luas dan keliling, di mana rumus untuk luas lingkaran adalah

πr2 dan rumus keliling lingkaran adalah πd

Patung Sigale-gale memiliki kaki yang terhubung ke podium tempat patung berdiri, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 5. Di podium, tali dihubungkan ke patung sehingga patung bisa menari

tarian penyiksa. Setelah diamati, podium pada Gambar 4 terlihat seperti bidang geometris dengan

panjang, lebar, dan tinggi. Berdasarkan analisis peneliti, podium adalah balok, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 5 di atas.


Sifat geometris balok adalah: memiliki enam sisi, yaitu sisi ABEF, CDGH, ABCD, EFGH, ADEH,

dan BCFG; memiliki 12 tulang rusuk, yaitu tulang rusuk lebar, tulang rusuk panjang, dan tulang

rusuk tinggi setiap empat potong. AB, CD, EF, dan GH adalah tulang rusuk panjang; AD, BC, EH,

dan FG adalah tulang rusuk yang lebar; dan AE, BF, CG, dan DH adalah tulang rusuk yang tinggi;

memiliki enam bidang persegi panjang yang saling berhadapan, yaitu ABCD = EFGH, AEFB =

DHGC, dan AEHD = BFGC; Sudut sinar memiliki 8 titik yang terdiri dari ∠A, ∠B, ∠C, ∠D, ∠E,

∠ F, ∠G, dan ∠H.

Patung Sigale-gale bukanlah patung yang bisa bergerak dan menari sendiri seperti cerita mistis

yang tersebar luas. Namun, ada seorang petugas yang menggerakkan tali agar patung Sigale-gale

bisa menari dan menghibur masyarakat. Tali dihubungkan dengan kaki dan podium tempat patung

berdiri, yang terhubung dengan podium di belakang patung sebagai tempat petugas pemindahan

patung. Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 6, bentuk podium dimana tali penggerak patung

Sigale-gale berada dalam bentuk trapesium dengan dua sisi yang sama; Bagian atas dan bawah

memiliki sepasang sisi paralel. Berdasarkan analisis ini, pola podium mencakup bentuk prisma

trapesium sama kaki. Ciri-ciri sosok geometris ini adalah memiliki sepasang bentuk trapesium

serta empat bentuk persegi panjang. Pada Gambar 6, pola persegi panjang ditunjukkan oleh sisi

ABEF, ADEH, BCFG, dan CDGH. Sisi ABCD dan EFGH menunjukkan pola trapezium.

Gambar 7 menunjukkan konsep matematika yang mencerminkan pola Gorga Batak. Jenis gorga

Batak adalah Simeol-meol Gorga. Ini memiliki asal kata 'meolmeol,' yang berarti gelombang. Jika

Anda memperhatikan ukiran pada gorga, garis-garisnya melengkung dan menggeliat dengan

keindahan, memberikan kesan gaya klasik. Gorga jenis ini memiliki makna sebagai simbol

kegembiraan dan berfungsi untuk menambah keindahan [26]. Hal ini dimaksudkan agar

pertunjukan patung Sigale-gale tidak terlalu menyeramkan seperti cerita-cerita mistis sebelumnya.
Penonton juga dapat terhibur dan bahagia karena mereka menikmati menonton tarian penyiksa dan

menari dengan patung Sigale-gale. Refleksi adalah jenis transformasi atau mirroring di mana setiap

titik digerakkan dengan ukuran dan jarak yang sama dengan memanfaatkan sifat bayangan cermin

datar [27], [28]. Gambar 7 menunjukkan pantulan di kanan atau kiri dengan sumbu garis kuning.

Ulos yang dikenakan oleh arca Sigale-gale adalah ulos Sirara. Ulo ini sering dijumpai pada setiap

acara adat suku Batak. Biasanya, ulos ini dipakai oleh pria. Ulos Sirara sering digunakan saat pesta

tradisional Batak untuk orang mati. Ulo ini juga dipakai untuk orang yang telah meninggal, yang

kemudian berganti nama menjadi ulos Saput. Hasil analisis pada Gambar 8 menunjukkan bahwa

motif ulos yang ditandai dengan kotak kuning memiliki proses translasi n skala n n. Terjemahan

adalah pergerakan semua titik bentuk di mana jarak dan arahnya sama [29]. Sementara itu, motif

yang ditandai dengan kotak merah terjadi pada refleksi atau mirroring. Pada Gambar 8 refleksi di

bagian bawah atau atas dengan sumbu garis merah.

3.2.2 Tari Patung Objek kedua yang dipelajari adalah tari. Patung Sigale-gale akan menari ketika

musik gondang ditabuh, dan tubuhnya bergerak seperti penari penyiksa. Jika orang melihatnya,

mereka juga akan terbuai dan kemudian menari. Patung Sigale-gale digerakkan oleh seseorang

yang bertugas di belakang podium dengan menarik tali yang terhubung ke kaki patung. Dikatakan

bahwa jumlah tali pada patung sesuai dengan jumlah pembuluh darah pada manusia. Tarian Sigale-

gale diiringi 2 musik gondang, yang pertama adalah gondang pertama sebagai awal tarian tortor.

Berikutnya adalah gondang somba-somba, dimaksudkan untuk menjadi penghormatan kepada

Tuhan. Dan kemudian, itu berakhir dengan slogan Horas tiga kali [30].

Dari hasil analisis pada Gambar 9, gerakan tangan pada tari patung Sigale-gale memiliki sudut.

Sebuah sudut terbentuk ketika dua garis bertemu pada titik dengan asal yang sama [31]. Sudut
dapat dinyatakan dalam 2 jenis satuan, yaitu derajat ("°") & radian (rad). Sudutnya dilambangkan

dengan simbol "∠"[32]. 0° < α < 90°.

Berdasarkan hasil penelitian dan eksplorasi serta didukung teori, patung Sigalegale memuat

konsep geometri bidang, geometri spasial, transformasi refleksi, transformasi dilatasi, dan sudut.

Konsep bentuk datar seperti lingkaran di kepala arca Sigale-gale dapat diterapkan pada materi

pembelajaran di tingkat kelas 6 SD, seperti mencari luas setengah lingkaran dan keliling lingkaran.

Selanjutnya, materi di tingkat kelas 8 SMP adalah tentang menghitung unsur-unsur lingkaran.

Konsep bentuk geometris berupa balok pada podium patung berdiri dan bentuk prisma trapesium

pada podium dimana aktuator senar patung dapat digunakan sebagai bahan ajar untuk tingkat kelas

8 SMP yaitu menghitung volume, jaring sisi datar bentuk geometris, juga menghitung luas

permukaan.

Konsep refleksi (refleksi transformasi) motif gorga Batak terdapat pada podium tempat arca berdiri

dan konsep transformasi translasi motif ulos yang digunakan arca Sigale-gale dapat digunakan

sebagai bahan ajar untuk kelas 11 tingkat SMA. Temuan-temuan dalam penelitian di atas dapat

digunakan sebagai sumber bahan ajar oleh pendidik, seperti media modul pembelajaran, lembar

kerja siswa saat belajar di kelas, maupun objek pengamatan berupa video visual yang

menggambarkan konsep matematika pada Patung Sigale-gale yang relevan dengan kehidupan

sehari-hari

Anda mungkin juga menyukai