Anda di halaman 1dari 20

Abu Aniisah Syahrul Fatwa, Lc., MA.

Serial
Serial
Ramadhan
Ramadhan
6
3
Abu Aniisah Syahrul Fatwa, Lc., MA.

Serial
Ramadhan
6
Judul Buku
Pelajaran Aqidah
di Bulan Ramadhan

Penulis
Abu Aniisah Syahrul Fatwa, Lc., MA.

Desain & Layout


Abu Alifah

Ukuran Buku
10,5 cm x 14,5 cm (19 halaman)

Penerbit
Pustaka

Perum Telaga Sakinah, Cluster Pesona Asri


No. 23 Desa Telaga Murni Kec. Cikarang
Barat Kab. Bekasi Jawa Barat
Telp. 081282856568

ii
Serial
Ramadhan
6

Mutiara Pelajaran
Aqidah di Bulan
Ramadhan
Bulan Ramadhan menyimpan mutiara pelaja­
ran aqidah yang sangat banyak, diantaranya;

1. Ikhlas
Ikhlas merupakan pondasi pertama diterima­
nya suatu amalam ibadah seorang hamba. Dalam
ibadah puasa secara khusus Nabi n telah ber­
sabda:

1
َّ َ َ َ‫ُ ه‬ ْ ً ْ َ
‫ام َر َم َضان ِإي َمانا َواح ِت َسابًا غ ِف َر ُل َما تقد َم‬
َ ‫َم ْن َص‬
َْ
‫ِم ْن ذن ِب ِه‬
“Barangsiapa yang puasa di bulan Ramadhan
karena keimanan dan mengharap pahala Allah,
maka akan diampuni dosanya yang telah lalu.”1
Demikian pula setiap amalan ibadah kita, ma­
rilah kita ikhlaskan murni hanya untuk Allah se­
mata sehingga kita tidak mengharapkan selain
Allah w. Ingatlah bahwa sebesar apapun ibadah
yang kita lakukan tetapi bila tidak ikhlas meng­
harapkan wajah Allah maka sia-sia belaka tiada
berguna.

Dalam sebuah hadits dikisahkan bahwa tiga


golongan yang pertama kali dicampakkan oleh
Allah w adalah mujahid, pemberi shodaqoh, dan
pembaca Al-Qur’an. Perhatikanlah bukanlah ji­
had merupakan amalan yang utama?! Bukankah
shodaqoh dan membaca Al-Qur’an merupakan
amalan yang sangat mulia? Namun kenapa

1 HR. Bukhari 4/250, Muslim: 759

2
mereka­malah dicampakkan ke neraka?! Karena
mereka kehilangan keikhlasan dalam beramal.

2. Mutaba’ah
Mengikuti sunnah merupakan pondasi kedua
untuk diterimanya suatu ibadah. Betapa ikhlas­
nya kita dalam beribadah tetapi kalau tidak se­
suai dengan sunnah Nabi maka tertolak dan ti­
dak diterima.

Oleh karenanya dalam berpuasa kita meniru


bagaimana puasa Nabi n, contohnya seperti
mengakhirkan sahur dan segera dalam berbuka.
Rasulullah n bersabda:
َّ َ ْ ُ ْ‫َ ر‬ ُ َّ ُ َ َ َ
‫ي َما َع َّجل ْوا ال ِف ْط َر َو أخ ُر ْوا‬
ٍ ‫ال يزال انلاس خِب‬
ُ ‫الس‬
‫ح ْو َر‬ َّ

“Manusia akan senantiasa berada dalam kebai-


kan selama mereka menyegerakan berbuka pua-
sa dan mengakhirkan sahur.”2

2 HR. Bukhari: 1957, Muslim: 1908

3
Demikian pula dalam setiap ibadah lainnya,
marilah kita berusaha untuk meniru agar sesuai
dengan tuntunan Rasulullah n agar amal kita ti­
dak sia-sia belaka.

Benar sabda Nabi n bahwa setiap kebaikan


dan kejayaan hanyalah dengan mengikuti sunnah
Nabi walaupun terkadang akal belum menerima
sepenuhnya. Dalam perang uhud, kenapa kaum
muslimin mengalami kekalahan? Karena mereka
tidak taat kepada Nabi n. Oleh karenanya apabi­
la kita menginginkan kejayaan maka hendaknya
kita menghidupkan dan mengagungkan sunnah
Nabi, bukan malah merendahkan dan meleceh­
kannya!!

3. Taat Pemimpin
Ramadhan mengajarkan kita untuk taat kepa­
da pemimpin. Karena taat kepada pemimpin akan
menguatkan persatuan kaum muslimin. Bersatu
dan tidak berpecah belah merupakan suatu prin­
sip yang diajarkan Islam dalam banyak Al-Qur’an
dan hadits.

4
Hubungannya dengan puasa, Nabi n bersabda:

‫اس‬ َّ ‫اس َوالْ ِف ْط ُر يَ ْو َم ُي ْفط ُر‬


ُ ‫انل‬ ُ ‫انل‬ َّ
َّ ‫الص ْو ُم يَ ْو َم يَ ُص ْو ُم‬
ِ
“Puasa itu hari manusia berpuasa dan hari raya
itu hari manusia berhari raya.”3
Ya, demikianlah ajaran Islam yang mulia. Lan­
tas kenapa kita harus berpecah belah dan fana­
tik terhadap kelompok dan golongan masing-
masing, padahal Tuhan kita satu, rasul kita satu,
ka’bah kita satu dan Al-Qur’an kita satu?! Oleh
karenanya, marilah kita rapatkan barisan kita dan
rajut persatuan dengan mengikuti Al-Qur’an dan
sunnah, taat kepada pemimpin kita dan meng­
ingkari setiap pemikiran yang mengajak kepada
perpecahan.

4. Beriman Dengan Takdir


Puasa Ramadhan mengajarkan kita untuk beri­
man dengan taqdir, baik taqdir yang baik atau
yang buruk. Diantara bentuknya;

3 HR. Tirmidzi: 697, Ibnu Majah no.1660, Dishahihkan oleh al-


Albani dalam as-Shahihah no.224

5
a. Puasa dan kesabaran
Puasa adalah jihad melawan hawa nafsu dan
melatih kesabaran. Dalam puasa terdapat tiga
macam kesabaran;
1. Sabar dalam ketaatan
2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan
3. Sabar menerima takdir.
Alangkah bagusnya yang diucapkan oleh imam
Ibnu Rajab v tatkala berkata; “Sabar itu ada tiga
macam; sabar dalam mengerjakan ketaatan ke­
pada Allah, sabar dalam meninggalkan lara­ngan
Allah dan sabar dalam menerima takdir Allah
yang menyakitkan. Semua jenis sabar ini terkum­
pul dalam ibadah puasa. Karena dalam puasa ter­
dapat sabar dalam mengerjakan ketaatan kepada
Allah, sabar dalam meninggalkan apa yang Allah
haramkan dari kelezatan syahwat, dan sabar un­
tuk menerima apa yang dia dapat berupa rasa
sakit dengan kelaparan dan haus, lemasnya badan
dan jiwa”.4

4 Lathoiful Ma’arif hal.284, Ibnu Rajab.

6
b. Peristiwa lailatul Qadr
Malam tersebut adalah malam penetapan dan
pengaturan Allah w bagi perjalanan hidup ma­
nusia selama setahun. Makna Al-Qadr seperti ini
dikuatkan dalam ayat lain yang berbunyi:

‫ﮋ ﭖ ﭗ ﭘ ﭙ ﭚﭛ ﭜ ﭝ ﭞ ﭟ ﭠ‬
‫ﭡ ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ ﭧ ﭨﭩ ﭪ ﭫ ﭬ‬
‫ﭭ ﭮ ﭯ ﭰﭱ ﭲ ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ ﮊ‬
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu
malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-
lah yang memberi peringatan. Pada malam itu
dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah
(yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesu­
ngguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-ra-
sul, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya
Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Menge-
tahui.” (QS. ad-Dukhan: 3-6).
Imam Qotadah v berkata: “Pada malam ini

7
dijelaskan segala perkara dalam setahun”.5

Imam Nawawi v berkata: Para ulama’


menjelaskan: “Dinamakan Lailatul Qadr karena
pada malam itu para Malaikat menulis segala
taqdir”.

Al-Hafidh Ibnu Hajar v mengatakan: “Pen­


dapat ini diriwayatkan oleh Abdur Razaq dan
para ahli tafsir lainnya dengan sanad shahih dari
Mujahid, Ikrimah, Qotadah dan lain-lain”.6

5. Penetapan Allah Di Atas Langit


Aqidah yang mulia ini ternyata diajarkan di bu­
lan Ramadhan, apa buktinya?

a. Peristiwa turunnya al-Qur’an


Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya
Al-Qur’an yang berisi petunjuk bagi umat manu­
sia. Allah w berfirman:

5 HR. Thobari dalam tafsirnya 25/65, Baihaqi dalam Fadhoil al-


Auqot hal.216.
6 Fathul Bari 4/255

8
‫ﮋﮘﮙﮚﮛﮜﮝﮞ‬
‫ﮟ ﮠ ﮡ ﮢ ﮣﮤ ﮥ ﮦ ﮧ‬
‫ﮨ ﮩﮪ ﮊ‬
“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya ditu-
runkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan menge-
nai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di an-
tara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu.” (QS. al-Baqarah: 185).
Sangat jelas sekali bahwa yang menurunkan
al-Qur’an adalah Allah w, dan yang namanya
menurunkan dari atas ke bawah!! Ini dalil yang
sangat gamblang bahwa Allah w berada di atas
sesuai dengan keagungannya.

b. Anjuran memperbanyak do’a


Di bulan Ramadhan kita dianjurkan memper­
banyak do’a, bahkan ayat tentang perintah do’a

9
diselipkan diantara ayat-ayat yang berbicara ten­
tang puasa Ramadhan. Allah w berfirman:

‫ﮋ ﯩ ﯪ ﯫ ﯬ ﯭ ﯮﯯ ﯰ‬
‫ﯱ ﯲ ﯳ ﯴﯵ ﯶ ﯷ ﯸ ﯹ‬
‫ﯺﯻﯼﮊ‬
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepa­
damu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya
aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-
Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (se-
gala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam ke-
benaran.” (QS. al-Baqarah: 186).
Rasulullah n bersabda;
ٌ ْ َ ْ َ ِّ ُ‫يَ َ ل‬ ِّ ُ‫ُ َ َ َ ل‬ َّ
‫اء ىِف ك يَ ْومٍ َولْل ٍة ِلك عبْ ٍد ِمن ُه ْم دع َوة‬ ‫ل عتق‬ ِ ِ‫ِإن هل‬
ٌ َ َ ْ ُ
‫جابَة‬ ‫مست‬
“Sesungguhnya Allah mempunyai orang-orang
yang akan dibebaskan (dari neraka) setiap hari

10
dan malam. Setiap hamba dari mereka punya
do’a yang mustajab.”7
Al-Hafizh Ibnu Hajar v berkata: “Yaitu pada
bulan Ramadhan”.8 Ini merupakan keutamaan
yang besar bagi bulan Ramadhan dan orang yang
berpuasa, menunjukkan keutamaan do’a dan
orang yang berdo’a.9

Dalil-dalil ini sangat gamblang bahwa dalam


anjuran berdo’a ada isyarat bahwa Allah w be­
rada di atas!!, tanyalah hati-hati kita masing-ma­
sing, kemanakah hati ini tertuju ketika berdo’a?
pasti ke atas!!.

Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari v berkata:


“Dan kita melihat seluruh kaum muslimin, apa­
bila mereka berdo’a. mereka mengangkat tangan­
nya ke arah langit, karena memang Allah tinggi

7 Ahmad 12/420. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani


dalam Shahih al-Jami’ no.2169
8 Athrof al-Musnad 7/203, sebagaimana dalam as-Shiyam Fil Islam
hal. 34, DR. Sa’id bin Ali al-Qohthoni, hal senada dikatakan pula
oleh Imam al-Munawi dalam Faidhul Qodir 2/614.
9 Faidhul Qodir 2/614, al-Munawi

11
di atas Arsy, dan Arsy di atas langit. Seandainya
­Allah tidak di atas Arsy, tentu mereka tidak akan
mengangkat tangannya ke arah Arsy.10

6. Merasa Diawasi Allah (Muraqabah)


Meraih derajat taqwa merupakan tujuan po­
kok ibadah puasa. Allah w berfirman:

‫ﮋﭣﭤﭥﭦ ﭧﭨﭩﭪ‬
‫ﭫﭬﭭﭮﭯﭰﭱﮊ‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu ber-
taqwa.” (QS. al-Baqarah: 183).
Taqwa artinya takut kepada Allah w dengan
menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi
semua larangan-Nya sesuai dengan sunnah Ra­
sulullah n. Oleh karenanya, marilah kita korek­
si dan bertanya pada hati kita masing-masing?!

10 Al-Ibanah hlm.69

12
S­ udahkah kita meraih tujuan puasa ini?! Sudah­
kan kita memetik buah ketaqwaan ini?! Ataukah
kita puasa hanya sekedar rutinitas saja?!.

Seorang yang berpuasa dia tidak akan berbu­


ka sekalipun manusia tidak ada yang mengeta­
huinya karena merasa takut dan merasa diawasi
oleh Allah dalam gerak-geriknya. Demikianlah
hendaknya kita dalam setiap saat merasa takut
dan diawasi oleh Allah w di manapun berada
dan kapanpun juga, terlebih ketika kita hanya
seorang diri, apalagi pada zaman kita ini dimana
alat-alat kemaksiatan begitu mudah dikomsumsi,
maka ingatlah bahwa itu adalah ujian agar Allah
w mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang
takut kepada-Nya.

7. Penetapan akan adanya surga dan neraka


Hal ini sangat jelas berdasarkan hadits berikut
ini:

َ ‫ إ َذا َج‬: ‫ قَ َال‬n ‫هلل‬ َ ْ ُ َ َّ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ


‫اء‬ ِ َ ِ ‫ أن رسول ا‬a ‫ب ه َري َرة‬ ِ‫عن أ ي‬
َّ ُ َ ْ ْ َ ِّ ُ َ َّ َ ْ‫َ َ َ ُ ُ َ ْ َ ْ َ ُ ج‬
‫ار‬
ِ ‫رمضان ف ِتحت أبواب الن ِة وغلقت أبواب انل‬

13
َّ
ُ ْ‫الشيَاط ن‬ ِّ
‫ي‬ ِ ‫َو ُصف َد ِت‬
Dari Abu Hurairah a bahwasanya Rasulullah n
bersabda: “Apabila Ramadhan11 telah tiba, maka
dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu
neraka dan dibelenggu para Setan12.
Al-Hafizh al-Baihaqi v berkata: “Maksud ha­
dits ini bahwa setan tidak bisa bebas pada bu­
lan Ramadhan dalam mengganggu manusia se­
bebas di bulan-bulan lainnya, karena mayoritas
kaum muslimin sibuk dengan puasa, membaca
Al-Qur’an dan ibadah-ibadah lainnya yang dapat

11 Hadits ini salah satu dalil diantara dalil-dalil yang banyak sekali
tentang bolehnya menyebut Ramadhan tanpa diringi dengan
“bulan Ramadhan”. Inilah pendapat yang benar dalam masalah
ini, karena melarangnya harus berdasarkan dalil, sedangkan
hadits yang melarangnya “janganlah kalian mengatakan Rama­
dhan karena itu adalah salah satu nama Allah, tetapi katakanlah
bulan Ramadhan” adalah hadits yang tidak shahih. (Lihat Al-Ma-
jmu’ 6/248, Tahdzibul Asma’ wa Lughot 3/127 oleh an-Nawawi,
Al-Inshof 3/369 oleh al-Mardawih, Syarh Umdah 1/34 oleh Ibnu
Taimiyyah, Al-I’lam bi Fawaid Umdatil Ahkam 5/159 oleh Ibnul
Mulaqqin).
12 HR. Muslim no. 1079

14
mengerem syahwat mereka”13.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah v berkata:


“Para Setan tidak bisa berbuat bebas di bulan
Ramadhan seperti halnya di bulan-bulan lainnya.
Perhatikanlah, Nabi tidak mengatakan bahwa
mereka terbunuh atau mati, Nabi mengatakan
bahwa mereka dibelenggu. Setan yang dibele­
nggu terkadang masih menganggu tetapi tidak
sebebas di bulan-bulan lainnya”.14

8. Pelaku dosa besar tidak kafir


Para ulama telah bersepakat wajibnya puasa
Ramadhan. Barangsiapa yang mengingkari kewa­
jibannya atau meragukannya maka dia kafir, ber­
arti dia telah mendustakan Allah dan Rasulnya.
Dalam masalah ini tidak ada udzur, kecuali orang
yang jahil baru masuk Islam sehingga belum tahu
kewajibannya, maka dia perlu diajari.

13 Kitab Fadhail Auqat hal. 37


14 Haqiqotus Shiyam hlm. 58.

15
Adapun orang yang tidak berpuasa tetapi
mengakui kewajibannya maka dia berdosa besar
­namun tidak kafir.

Rasulullah n bersabda;

“Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba datang kepa-


daku dua orang yang kemudian memegang ba-
gian bawah ketiakku dan membawaku ke sebuah
gunung yang terjal.” Keduanya berkata, “Naik­
lah”. Aku menjawab: “Aku tidak mampu”, kedua­
nya berkata, “Baiklah, akan kami bantu engkau”.
Akhirnya aku naik juga, tatkala aku sampai pada
pertengahan gunung, aku mendengar suara yang
sangat mengerikan, aku bertanya: “Suara apa
ini?” keduanya berkata: “Itu teriakan penduduk
neraka”. Kemudian aku dibawa lagi, dan aku me-
lihat sekelompok orang yang kaki-kaki mereka
digantung, tulang rahang mereka dipecah, darah
mengalir dari tulang rahang mereka.15 Aku ber-
tanya: “Siapakah mereka itu?” Keduanya menja­
wab: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka

15 Yaitu kaki mereka digantung di atas dan kepala di bawah, se­


perti ketika tukang jagal menggantung sembelihannya.

16
puasa sebelum waktunya”.16
Hadits ini adalah dalil yang sangat jelas akan
besarnya dosa orang yang berbuka puasa Rama­
dhan secara sengaja tanpa udzur. Bahkan hadits
ini menunjukkan berbuka puasa tanpa udzur ter­
masuk dosa besar.

Imam adz-Dzahabi v berkata: “Dosa besar


yang ke sepuluh adalah berbuka puasa pada bu­
lan Ramadhan tanpa ada udzur dan alasan”.17

Dan Aqidah ahlus sunnah wal jama’ah, tidak


mengkafirkan pelaku dosa besar, renungkanlah.

Wallahu A’lam.

16 HR. Nasai dalam al-Kubra 2/246, Ibnu Hibban 16/536, Ibnu


­Khuzaimah 3/137, Hakim 1/430. Lihat Shahih at-Targhib 1/492
17 al-Kabaair hal.157-Tahqiq Masyhur Hasan Salman

17

Anda mungkin juga menyukai