Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Penculikan Aktivis Pada Periode 1997-1998

Kelompok 4 XI MIPA 2 :
1. Angelic Ethana (01)
2. Bryan O’neill Alim (04)
3. Marvel Timothy Tangkulung (21)
4. Mikael Ziven Wiradiputera (23)
5. Thessa Khaterina Wajong (28)

SMA FONS VITAE 1


Jl. Matraman Raya no. 129, Jakarta Timur
Tahun 2023-2024
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala kebesaran
dan limpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata
pelajaran Agama yang berjudul “Penculikan Aktivis Pada Periode 1997-1998”. Pada penulisan
laporan ini, berbagai hambatan telah dialami oleh kami. Oleh karena itu, selesainya makalah ini
tentu saja bukan karena kemampuan kami semata. Namun karena adanya dukungan dan bantuan
serta kerjasama tim yang kompak.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya kami dengan ketulusan hati mengucapkan
terima kasih kepada bapak pengajar mata pelajaran Agama kelas XI MIPA 2 yang telah
membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kelompok kami juga ingin berterima
kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, yang telah membantu
kami menyelesaikan dan menyempurnakan produk kami dan laporan hasil kerja kami.

Dalam penyusunan laporan hasil kerja ini, kami menyadari bahwa pengetahuan dan
pengalaman kami masih sangat terbatas. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya kritik dan
saran dari berbagai pihak sehingga laporan kerja kami dapat menjadi lebih baik dan lebih
bermanfaat bagi dan untuk banyak orang. Dengan kata lain, semoga dengan laporan kami dapat
membantu agar informasi ini dapat lebih tersampaikan dan lebih dimengerti oleh kita semua.

Jakarta, 2024

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan………………………………………………………………………......…..4
1.1 Latar Belakang Permasalahan……………………………………………………….....
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………….....
1.3 Batasan Masalah…………......…………………………………………………………..4
BabII Studi Literatur…………….....……………………………………………………….......5
2.1 Gambaran Orde Baru Periode 1965 - 1998………......………………………
2.2 Ancaman Bagi Aktivis Dan Jurnalis………………....………………….………...........5
2.3 Ajaran Gereja Mengenai Hal Tersebut………..........…………………………
2.4 Pandangan Kaum Beriman Kristiani Awam……………......…………………
2.5 Sudut Pandang Hukum…………………………………......…………………………...9
Bab III Kesimpulan dan Saran…………………………………………………………......….11
3.1 Kesimpulan…………………….....……………………………….……………
3.2 Saran……………………………………………………………………………….....…12
Daftar pustaka……………………………………………………………………………......…13
Lampiran……………………………………………………………………………….....…….14

BAB I
3
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Latar belakang dari penculikan orang secara paksa pada masa itu terutama terkait dengan
konteks politik dan sosial yang terjadi pada tahun 1997-1998 di Indonesia. Pada masa tersebut,
Indonesia sedang mengalami perubahan politik yang signifikan, terutama setelah jatuhnya rezim
otoriter Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto pada Mei 1998.

Penculikan orang secara paksa pada masa itu, terutama terhadap aktivis dan lawan
politik, merupakan salah satu taktik yang digunakan oleh aparat keamanan dan elemen-elemen
terkait untuk menekan dan membungkam suara-suara kritis terhadap pemerintah. Aktivis,
jurnalis, dan anggota masyarakat sipil lainnya yang dianggap mengancam stabilitas rezim
otoriter sering kali menjadi target penculikan.

Beberapa penculikan pada masa itu dilaporkan dilakukan oleh aparat keamanan,
termasuk pasukan khusus seperti Kopassus. Penculikan tersebut seringkali tidak diakui secara
resmi oleh pemerintah, dan para korban seringkali menghilang tanpa jejak, meninggalkan
keluarga dan rekan-rekan mereka dalam kekhawatiran dan ketidakpastian yang besar.

Penculikan orang secara paksa pada masa itu menjadi salah satu titik fokus dalam upaya
memperjuangkan hak asasi manusia dan demokratisasi di Indonesia. Organisasi hak asasi
manusia dan kelompok advokasi lainnya berusaha untuk mengungkap kebenaran di balik
penculikan tersebut, meminta pertanggungjawaban bagi pelaku, dan mendorong perubahan
kebijakan yang lebih menghormati hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.

1.2 Rumusan Masalah

Kasus penculikan aktivis tahun 1998 adalah suatu tragedi yang meninggalkan dampak
yang mendalam bagi bangsa Indonesia. Tanpa penjelasan yang jelas maka masyarakat akan
membuat penjelasan sendiri yang tidak faktual dan subjektif untuk pertanyaan mereka mengenai
peristiwa ini Salah satu pertanyaan yang berada di benak pikiran masyarakat adalah : mengapa
kasus ini bisa terjadi?.

1.3 Batasan Masalah


1. Gambaran Orde Baru Periode 1965 - 1998.
2. Ancaman Bagi Aktivis Dan Jurnalis.
3. Ajaran Gereja Mengenai Hal Tersebut
4. Pandangan Kaum Beriman Kristiani Awam
5. Sudut Pandang Hukum

BAB II
STUDI LITERATUR
4
2.1 Gambaran Orde Baru Periode 1965 - 1998

Era baru dalam pemerintahan dimulai setelah melalui masa transisi yang singkat yaitu
antara 1966-1968. Ketika Jenderal Soeharto dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia. Era
pemerintahan pada masa Soeharto dikenal sebagai Orde Baru dengan konsep Demokrasi
Pancasila.

Visi utama pemerintahan Orde Baru ini adalah untuk melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen dalam setiap aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan
visi tersebut, Orde Baru memberikan harapan bagi rakyat Indonesia. Terutama yang berkaitan
dengan perubahan-perubahan politik. Perubahan politik dari yang bersifat otoriter pada masa
demokrasi terpimpin di bawah Presiden Soekarno menjadi lebih demokratis pada Orde Baru.
Rakyat percaya terhadap pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto atas
dasar beberapa hal, yaitu:
1. Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru dipandang sebagai sosok pemimpin yang
mampu mengeluarkan bangsa Indonesia dari keterpurukan.
2. Soeharto berhasil membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi musuh
Indonesia pada masa ini.
3. Soeharto berhasil menciptakan stabilitas keamanan Indonesia pasca pemberontakan PKI
dalam waktu relatif singkat.

Tetapi harapan rakyat tersebut tidak sepenuhnya terwujud. Karena sebenarnya tidak ada
perubahan substantif dari kehidupan politik Indonesia. Antara Orde Baru dan Orde lama
sebenarnya sama-sama otoriter. Dalam perjalanan politik pemerintahan Orde Baru, kekuasaan
Presiden merupakan pusat dari seluruh proses politik di Indonesia. Lembaga kepresidenan adalah
pengontrol utama lembaga negara lain yang bersifat suprastruktur (DPR, MPR, DPA, BPK, dan
MA) maupun infrastruktur (LSM, Partai Politik dan sebagainya).

Soeharto mempunyai sejumlah legalitas yang tidak dimiliki oleh siapa pun seperti
Pengemban Supersemar, Mandataris MPR, Bapak Pembangunan dan Panglima Tertinggi ABRI.
Berdasarkan kondisi tersebut, pelaksanaan demokrasi Pancasila masih jauh dari harapan.
Pelaksanaan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsekuen hanya dijadikan alat politik
penguasa. Kenyataan yang terjadi, pelaksanaan Demokrasi Pancasila sama dengan kediktatoran.

2.2 Ancaman Bagi Aktivis Dan Jurnalis


Pada masa orde baru di bawah kepemimpinan Soeharto, aktivis dan jurnalis di Indonesia
menghadapi ancaman yang melampaui sekadar kekerasan fisik dan intimidasi. Mereka juga
menjadi target utama kampanye fitnah yang dimaksudkan untuk merusak reputasi mereka di
mata masyarakat. Informasi palsu dan tuduhan tak berdasar sering kali digunakan sebagai senjata
untuk menghancurkan karier dan integritas mereka. Dampaknya tidak hanya terbatas pada
individu yang menjadi sasaran, tetapi juga menciptakan atmosfer ketidakpercayaan terhadap
profesi jurnalistik dan gerakan aktivis secara keseluruhan.

Selain itu, ancaman terhadap aktivis dan jurnalis juga melibatkan upaya-upaya untuk
membatasi akses mereka terhadap sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan
5
mereka dengan efektif. Pemerintah Soeharto menggunakan berbagai cara, mulai dari sensor
media hingga pembatasan akses terhadap informasi dan sumber daya, untuk menekan kebebasan
berekspresi dan menyaring narasi yang dapat diungkapkan oleh aktivis dan jurnalis. Hal ini
secara signifikan membatasi kemampuan mereka untuk menyoroti ketidakadilan, pelanggaran
hak asasi manusia, dan korupsi yang meluas di bawah pemerintahan tersebut.

Dengan demikian, di tengah ancaman fisik, kampanye fitnah, dan upaya pemotongan
akses terhadap informasi, aktivis dan jurnalis di Indonesia pada masa orde baru menghadapi
tantangan yang luar biasa dalam mempertahankan kebebasan berbicara dan menjalankan tugas
mereka sebagai penjaga kebenaran dan penjaga keadilan. Lingkungan yang penuh dengan
intimidasi dan represi tersebut tidak hanya menghambat kemajuan demokrasi, tetapi juga
meredam semangat perjuangan untuk perubahan yang lebih baik di Indonesia.

2.3 Ajaran Gereja Mengenai Hal Tersebut

Adanya hak-hak asasi manusia sebenarnya sudah diakui oleh orang-orang bijak sejak
beberapa abad sebelum Masehi. Hak-hak itu sudah ditegaskan oleh beberapa penulis kitab-kitab
Perjanjian Lama (seperti dapat dilacak dalam kitab Samuel dan kitab Raja-Raja). Hak-hak itu
juga sudah diperjuangkan oleh beberapa filsuf Yunani kuno. Hak-hak asasi manusia itu berasal
dari kodratnya sebagai manusia bukan pemberian dari pemerintah.

Hukum romawi kuno pun telah memberi kemungkinan bagi orang-orang romawi
sebelum masehi untuk menuntut hak-hak asasi mereka. hukum tersebut menegaskan adanya
kesamaan hak dari pemerintah dan warga negara. kedua belah pihak boleh berlindung dan harus
taat pada hukum yang sama.

Dalam konsili vatikan II, pimpinan gereja katolik meneguhkan pandangan paus Yohanes
XXIII, yang bersamaan dengan berlangsungnya sidang-sidang awal konsili itu sudah dengan
tegas mengakui hak-hak asasi manusia, terutama melalui ensikliknya yang berjudul Pacem in
Terris yang diterbitkan pada tahun 1963. Sikap konsili Vatikan II itu terutama terungkap dalam
konstitusi pastoral yang berjudul Gaudium et Spes. Dalam dokumen yang diterbitkan pada tahun
1965 itu para pemimpin Gereja Katolik dari seluruh dunia antara lain menegaskan hal-hal
berikut:
1. Karena bersumber dari kodrat manusia sebagai makhluk yang bermartabat, maka hak-hak
asasi manusia bersifat universal dan tak pernah boleh diganggu gugat oleh siapapun (GS
26)

2. Gereja mendukung hak-hak asasi manusia, namun menolak paham yang salah
tentangnya; gereja menolak paham yang salah tentang otonomi manusia, yang
menyatakan bahwa manusia dapat dan boleh lepas dari hukum-hukum Allah (GS 41)

Sikap Konsili Vatikan II di atas kemudian dibela oleh Paus Yohanes Paulus II. Dalam
ensikliknya yang berjudul Sollicitudo Rei Socialis, yang diterbitkan pada tahun 1987, Paus
antara lain mengemukakan hal-hal berikut :
1. Meningkatnya kesadaran dan penghormatan atas hak-hak asasi manusia merupakan salah
satu dari kemajuan-kemajuan penting yang dicapai oleh masyarakat modern (SRS 26)
6
2. Dalam usaha untuk meningkatkan penghormatan masyarakat terhadap hak-hak asasi
manusia tersebut, pantaslah dipuji terutama Perserikatan Bangsa-Bangsa dan NGO (Non
Governmental Organizations) di seluruh dunia (SRS 26)

3. Salah satu unsur penting dari kemajuan setiap bangsa adalah peningkatan penghormatan
atas hak-hak asasi setiap individu, setiap kelompok, dan setiap bangsa (SRS 33)

Pandangan di atas ditegaskan lagi oleh Paus Yohanes Paulus II dalam ensikliknya yang
lain, yang berjudul Centesimus Annus dan diterbitkan pada tahun 1991. Di sana antara lain
dikemukakan hal-hal berikut:
1. Gereja bersyukur bahwa sesudah Perang Dunia II masyarakat modern semakin sadar
akan pentingnya penghormatan atas hak-hak asasi manusia (CA 21)

2. Gereja mendukung penghormatan atas hak-hak asasi manusia; karena itu, gereja menolak
Marxisme dan totalitarianisme, yang tidak menghormati hak-hak asasi individu maupun
kelompok-kelompok masyarakat (CA24)

3. Gereja mendukung sistem pemerintahan yang demokratis, yakni pemerintah yang


menghormati hak-hak asasi setiap dan semua warganya (CA 47)

Jika dilihat dari sudut pandang Alkitab, tindakan menghilangkan orang secara paksa
merupakan tindakan yang melanggar hukum serta mencelakai orang lain. Tindakan yang telah
dilakukan Tim Mawar harus tetap dipertanggungjawabkan di hadapan hukum yang berlaku. Oleh
karena Tuhan Allah sangat benci dengan perbuatan kekejian kepada sesama manusia. Dia
menghendaki kita hidup damai dan saling mengasihi.

Dia akan menghukum orang-orang yang melanggar dan melawan hukum-Nya, serta
menindas sesamanya. Sahabat Kristus, jelas firman Allah tidak akan berkompromi dengan
perbuatan jahat, maka janganlah kita melawan Allah dengan membenci sesama dan menistanya
secara keji. Apalagi sampai menyiksa dan membunuhnya. Sebaliknya Dia m orang yang
membutuhkan, sehingga kehadiran kita membawa sukacita dan damai sejahtera bagi semua
orang, kemanapun kita pergi dan berada.

Alkitab mengajarkan bahwa kita harus kita hidup damai dan saling mengasihi (Ulangan
24:7). “Apabila seseorang kedapatan sedang menculik orang, salah seorang saudaranya, dari
antara orang Israel, lalu memperlakukan dia sebagai budak dan menjual dia, maka haruslah
penculik itu mati. Demikianlah harus kau hapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”

Ketika kita melihat ayat Ulangan 24:7, di situ dinyatakan bahwa Allah sangat membenci
perbuatan kekejian, seperti penculikan, penjualan seseorang sebagai budak, dan penindasan
terhadap sesama manusia. Alkitab menekankan pentingnya hidup dalam kasih, keadilan, dan
kedamaian. Allah adalah Allah yang adil dan kasih, dan Dia menghendaki agar umat-Nya
mengikuti prinsip-prinsip tersebut dalam hubungan mereka dengan sesama manusia.

2.4 Pandangan Kaum Beriman Kristiani Awam


7
Kan.219
Semua orang beriman kristiani mempunyai hak atas kebebasan dari segala
paksaan dalam memilih status kehidupan.

Kan.220
Tak seorang pun boleh tanpa alasan yang wajar merusak nama baik yang dimiliki
oleh seseorang, atau melanggar hak siapapun atas perlindungan pribadinya.

Kan.223(1)
Dalam menggunakan hak-haknya kaum beriman kristiani, baik sendiri-sendiri
maupun tergabung dalam perserikatan, harus memperhatikan kesejahteraan umum gereja
dan hak-hak orang lain serta kewajiban-kewajibannya sendiri terhadap orang lain.

Kan.225(1)
Kaum awam yang seperti semua orang beriman kristiani berdasarkan baptis dan
penguatan ditugaskan allah untuk kerasulan,terikat kewajiban umum dan mempunyai hak
baik sendiri -sendiri maupun tergabung dalam perserikatan ,untuk mengusahakan,agar
warta ilahi keselamatan dikenal dan diterima oleh orang di seluruh dunia; kewajiban itu
semakin mendesak dalam keadaan-keadaan dimana injil tak dapat didengarkan dan
kristus.

Kan.227
Kaum beriman kristiani awam mempunyai hak agar dalam perkara-perkara
masyarakat duniawi diakui kebebasannya, sama seperti yang merupakan hak semua
warga masyarakat; tetapi dalam menggunakan kebebasan itu hendaknya mereka
mengusahakan agar kegiatan-kegiatan mereka diresapi semangat injili, dan hendaknya
mereka mengindahkan ajaran yang dikemukakan magisterium Gereja; tetapi hendaknya
mereka berhati-hati jangan sampai dalam soal-soal yang masih terbuka mengajukan
pendapatnya sendiri sebagai ajaran Gereja.

Kan.228(1)
§1. Orang-orang awam yang diketahui cakap, dapat diangkat oleh Gembala
rohani untuk mengemban jabatan-jabatan dan tugas-tugas gerejawi, yang menurut
ketentuan-ketentuan hukum dapat mereka pegang.
§2. Orang-orang yang unggul dalam pengetahuan, kearifan dan peri hidupnya,
dapat bberperan sebagai ahli-ahli atau penasihat, juga dalam dewan-dewan menurut
norma hukum, untuk membantu para Gembala Gereja.

Kan.229(1)
§1. Kaum awam, agar mampu hidup menurut ajaran kristiani, dan mewartakan
sendiri dan jika perlu, dapat membelanya dan agar dapat menjalankan peranannya dalam
merasul, terikat kewajiban dan mempunyai hak untuk memperoleh pengetahuan tentang
ajaran itu, yang disesuaikan dengan kemampuan serta kedudukan masing-masing.
§ 2. Mereka juga mempunyai hak untuk memperoleh pengetahuan yang lebih
lengkap dalam ilmu-ilmu suci yang diberikan di universitas-universitas atau fakultas-

8
fakultas gerejawi atau lembaga-lembaga ilmu keagamaan, dengan mengikuti kuliah-
kuliah dan meraih gelar-gelar akademis.
$ 3. Demikian pula mereka dapat menerima tugas untuk mengajar ilmu-ilmu suci
dari otoritas gerejawi yang berwenang, tetapi hendaknya ditepati ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan mengenai kecakapan yang dituntut.
§ 2. Mereka juga mempunyai hak untuk memperoleh pengetahuan yang lebih
lengkap dalam ilmu-ilmu suci yang diberikan di universitas-universitas atau fakultas-
fakultas gerejawi atau lembaga-lembaga ilmu keagamaan, dengan mengikuti kuliah-
kuliah dan meraih gelar-gelar akademis.
$ 3. Demikian pula mereka dapat menerima tugas untuk mengajar ilmu-ilmu suci
dari otoritas gerejawi yang berwenang, tetapi hendaknya ditepati ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan mengenai kecakapan yang dituntut.

Kan.230(1)
§ 1. Orang awam pria, yang sudah mencapai usia dan mempunyai sifat-sifat yang
ditentukan oleh dekrit Konferensi Waligereja, dapat diangkat secara tetap untuk
menjalankan pelayanan sebagai lektor dan akolit dengan upacara liturgis yang
ditentukan; tetapi pemberian tugas-tugas itu tidak memberikan hak atas nafkah atau
imbalan yang harus disediakan oleh Gereja.
§ 2. Orang-orang awam berdasar penugasan sementara dapat menunaikan tugas
lektor dalam upacara-upacara liturgis; demikian pun semua orang beriman dapat
menunaikan tugas komentator, penyanyi atau tugas-tugas lain menurut norma hukum.
§ 3. Di mana kebutuhan Gereja memintanya, dan bila tidak ada pelayan-pelayan
rohani, juga kaum awam meskipun bukan lektor atau akolit, dapat menjalankan beberapa
tugas, yakni melakukan pelayanan sabda, memimpin doa-doa liturgis, memberikan baptis
dan membagikan Komuni Suci, menurut ketentuan-ketentuan hukum.

2.5 Sudut Pandang Hukum


Dalam konteks penculikan aktivis yang terjadi pada tahun 1997/1998, Pasal 33 Undang-
Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjadi penting karena mengatur hak
atas kebebasan dan keamanan pribadi seseorang. Pasal tersebut menyatakan bahwa setiap orang
memiliki hak untuk diakui sebagai pribadi di depan hukum, dan tidak boleh ditahan, dibedakan,
atau dihukum secara sewenang-wenang. Namun, kenyataannya, praktik penculikan aktivis
menunjukkan pelanggaran yang serius terhadap hak-hak tersebut.

Penculikan aktivis merupakan tindakan yang merampas kebebasan dan keamanan pribadi
seseorang secara paksa dan tidak sah. Hal ini bertentangan dengan semangat dan tujuan Undang-
Undang Hak Asasi Manusia yang bertujuan untuk melindungi hak-hak dasar setiap individu.
Tindakan tersebut tidak hanya melanggar hukum dalam negeri, tetapi juga bertentangan dengan
standar internasional tentang hak asasi manusia.

Dari sudut pandang hukum, penculikan aktivis merupakan pelanggaran serius terhadap
prinsip-prinsip hukum internasional dan domestik. Tindakan semacam itu tidak hanya merugikan
individu yang menjadi korban, tetapi juga merusak integritas sistem hukum dan mengancam
fondasi demokrasi. Dengan demikian, penting untuk menekankan perlunya penegakan hukum
yang kuat dan adil untuk mengatasi pelanggaran hak asasi manusia semacam itu, serta
9
memastikan bahwa para pelaku tindakan penculikan dibawa ke pengadilan untuk
pertanggungjawaban hukum.

Selain itu, perlindungan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak atas kebebasan dan
keamanan pribadi, juga merupakan komitmen yang tercermin dalam berbagai instrumen hukum
internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia. Negara memiliki tanggung jawab untuk
memastikan perlindungan yang efektif terhadap hak-hak tersebut, serta untuk menegakkan aturan
hukum yang berlaku dalam menghadapi pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, praktik
penculikan aktivis tidak hanya mencoreng reputasi hukum negara, tetapi juga menimbulkan
keraguan terhadap kemampuan negara untuk melindungi hak-hak dasar warganya.

Penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran hak asasi manusia seperti penculikan
aktivis menjadi sangat penting dalam membangun negara hukum yang demokratis dan
berkeadilan. Langkah-langkah yang diambil untuk menyelidiki, mengadili, dan menghukum para
pelaku penculikan haruslah dilakukan dengan transparan, adil, dan tanpa pengecualian. Hal ini
tidak hanya merupakan kewajiban moral, tetapi juga merupakan fondasi yang kuat dalam
membangun masyarakat yang menghormati hak asasi manusia, serta memastikan perlindungan
yang efektif bagi semua warganya.

10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Pada pemerintahan orde baru dibawah Soeharto ia memiliki visi stabilitas dan
pembangunan tapi berkecenderungan otoriter dan sentralisasi kekuasaan ke presiden membuat
ruang bagi pelanggaran HAM termasuk kasus penculikan aktivis 1997-1998.Faktor yang
mendukung seperti kekuatan militer dan pembatasan ruang demokrasi mempermudah terjadinya
penculikan aktivis.Sentralisasi kekuatan ke presiden tidak memberikan masyarakat perubahan
kehidupan politik yang besar dan masa orde baru dan lama dianggap otoriter.Pada akhirnya nilai
nilai pancasila hanya digunakan dalam demokrasi pancasila saat dilaksanakan sama saja dengan
kediktatoran.

Masa orde baru di bawah Soeharto merupakan masa kelam bagi para aktivis dan jurnalis
di indonesia karena mereka merasakan keamanan mereka selalu terancam terus dan merasa
terepresi oleh pemerintah.Kasus penghilangan orang pada tahun 1997-1998 adalah contoh dari
represi pemerintah terhadap aktivis dan jurnalis, yang membuktikan bahayanya menyuarakan
pendapat yang tidak searah dengan pemerintah dan kurangnya kebebasan berekspresi.

Hak asasi manusia sebenarnya telah diakui sejak zaman kuno antara lewat penulisan
kisah kitab-kitab perjanjian lama maupun filosofi yunani kuno.Dari sumber tersebut telah diakui
hak-hak tersebut sebagai kodrat manusia dan bukan pemberian pemerintah.Pada masa romawi
kuno , terdapat hukum dimana rakyat diberi kesempatan untuk menuntut hak asasi
mereka,menegaskan kesamaan hak antara warga dan pemerintah.Konsili vatikan II dan paus-
paus seperti Yohanes XXIII dan Yohanes Paulus II, secara tegas mendukung hak-hak asasi
manusia dan pentingnya menghormati hak-hak tersebut. Alkitab juga menekankan pentingnya
hidup,keadilan,kedamaian dan menentang segala aksi yang merendahkan manusia.
Kesimpulanya adalah hak manusia adalah sesuatu yang patut dihormati dan merupakan bagian
dari prinsip moral dan agama yang melandasi kehidupan sosial manusia.

Dari kanon-kanon yang disebutkan adalah bahwa kaum beriman kristen memiliki hak-
hak yang diakui dan diatur dalam hukum gereja. Mereka bisa memilih status kehidupan mereka,
diwajibkan menjaga nama baik orang lain dan bertanggung jawab atas kesejahteraan umum dan
hak orang lain. Kaum kristen memiliki kewajiban untuk menyebarkan ajaran agama mereka
kepada dunia dan diberikan kebebasan dalam urusan duniawi selama tetap mengikuti ajaran
gereja.Mereka Juga bisa mendapatkan jabatan dan tugas gerejawi,dan berperan dalam upacara
liturgis.Kanon-kanon menegaskan pentingnya peran dan hak kaum kristen dalam kehidupan
gereja dan umum dengan mematuhi prinsip ajaran agama.

Penculikan aktivis yang terjadi pada tahun 1997-1998 melanggar pasal 33 undang undang
No.39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia yang menjamin hak atas kebebasan dan rekaman
pribadi seseorang.Tindakan penculikan ini merupakan pelanggaran langsung terhadap hukum
tersebut dan juga melanggar hukum internasional tentang hak asasi manusia.

3.2 Saran
Agar dapat menghindari situasi seperti ini lagi sebagai warga negara Indonesia yaitu:
11
1. Luangkan waktu untuk mempelajari sejarah politik dan sosial Indonesia pada masa orde
baru. Pahami konteks politik serta tantangan yang dihadapi oleh aktivis dan jurnalis pada
periode tersebut.
2. Perluas pemahaman tentang prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan kebebasan
berekspresi. Mengerti pentingnya kebebasan berbicara dalam membangun masyarakat
yang demokratis dan inklusif.
3. Terlibatlah dalam mendukung organisasi-organisasi advokasi yang memperjuangkan
kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia di Indonesia dan di seluruh dunia.
4. Tetaplah mengikuti perkembangan terkini dalam hal hak asasi manusia dan kebebasan
berbicara. Dengan demikian, Anda dapat tetap berada di garis depan dalam mendukung
perubahan positif.
5. Ambil bagian dalam dialog dan aksi-aksi yang mendukung kebebasan berbicara dan
menjaga kemerdekaan pers. Dengan keterlibatan aktif, Anda dapat menjadi agen
perubahan yang memajukan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.

Daftar Pustaka

12
Anonim,2024,”Kisah Kasus Penculikan Aktivis 1997/1998”,wikipedia,
https://id.wikipedia.org/wiki/Penculikan_aktivis_1997/1998

Nugraha,Al Khoriah Etiek,2023,”Penculikan Aktivis 1998, 13 Orang Tanpa Kabar hingga


Kini”.detikSulsel.
https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6917623/penculikan-aktivis-1998-13-orang-tan
pa-kabar-hingga-kini/amp

Adryamarthanino,Verelladevanka dan Nailufar,Nibras Nada,2021,”Kronologi Penculikan


Aktivis 1997/1998”,Kompas.
https://www.kompas.com/stori/read/2021/09/30/120000579/kronologi-penculikan-akti
vis-1997-1998?page=all

Republik Indonesia ,1999,UUD Pasal 33 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
l,jakarta:
https://www.dpr.go.id/bk/rekap-perlak-uu/id/440#:~:text=1.,1999%20tentang%20Hak
%20Asasi%20Manusia.&text=Setiap%20orang%20berhak%20untuk
%20menyampaikan,dengan%20ketentuan%20peraturan%20perundang%2Dundangan.
http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1876

Anonim,2024,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999,wikipedia.


https://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_39_Tah
un_1999

Republik Indonesia,1999,UU No. 39 Tahun 1999 - Hak Asasi Manusia,Jakarta:


https://peraturan.bpk.go.id/Details/45361/uu-no-39-tahun-1999

Hadiwardoyo, Al. Purwo, MSF,2006, 7 Masalah Sosial Aktual,Sikap Gereja


Katolik,kanisius,Yogyakarta.

Konferensi Gereja Indonesia,2006,Kitab Hukum Kanonik (CODEX IURIS


CANONICI),KWI,Jakarta

Lampiran

13
14
15

Anda mungkin juga menyukai