Anda di halaman 1dari 6

DALIL TAHLILAN DAN MENDOAKAN ORANG MENINGGAL

3 HARI
7 HARI
25 HARI
40 HARI
100 HARI
1000 HARI

‫ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى‬
‫ ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ‬: ‫ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ‬
:‫ج‬, ‫ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي‬
١٩٨ :‫ص‬,۲
Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”
Berkata Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari
akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di hari ke tujuh akan kekal pahalanya sampai 25
hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan kekal hingga 100 hari dan dari 100
hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”
Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)
Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jd jelas bukan dari orang hindu

Berkumpul ngirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.


‫ ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ‬، ‫ ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ‬،‫ ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎما‬، ‫ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ‬
‫ ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﻪﻠﻟﺍ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ‬: ‫ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ‬، ‫ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ‬
‫ ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ‬، ‫ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ‬
Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi
makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan–hidangan
ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib:
Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat
Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah
makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang–orang pun mengulurkan
tangannya masing–masing dan makan.
Referensi: [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal
af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah
wattaarikh Juz 1 hal 110]

Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi:


‫ ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ‬: ‫ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ‬
Imam Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka
selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang
telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”
‫ ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ‬, ‫ ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ‬: ‫ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ‬
Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah
kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa
selama empat puluh hari.”
Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari ayat 39
surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i berkata bahwa tidak sampai pahala
itu, tapi di akhir2 nya beliau berkomentar lagi
‫ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ‬
bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada waktu beliau masih
di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bacaan al-Quran
tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan
alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil.…dst.”, lalu
murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid2 Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran
sampai.
Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan
julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:
‫ َﻭ َﻗْﺪ َﻭ َﺭ َﺩْﺕ ِﺑٰﺬ ِﻟَﻚ َﻋ ِﻦ ﺍﻟَّﻨِﺒِّﻲ َﺻ َّﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍُ َﻋ َﻠْﻴِﻪ َﻭ َﺳ َّﻠَﻢ َﺍَﺣ ﺎ ِﺩْﻳُﺚ َﺻ ِﺤْﻴَﺤ ٌﺔ ِﻣ ْﺜُﻞ َﻗْﻮ ِﻝ َﺳْﻌٍﺪ ( َﻳﺎ َﺭُﺳْﻮ َﻝ ِﻪﻠﻟﺍ‬. ‫َﺍَّﻣ ﺎ ﺍﻟَّﺼَﺪ َﻗُﺔ َﻋ ِﻦ ﺍْﻟَﻤ ِّﻴِﺖ َﻓِـﺎَّﻧُﻪ َﻳْﻨـَﺘـِﻔُﻊ ِﺑَﻬﺎ ِﺑﺎِّﺗـَﻔﺎِﻕ ﺍْﻟُﻤ ْﺴِﻠِﻤ ْﻴَﻦ‬
‫ َﻭ َﻛ ٰﺬ ِﻟَﻚ َﻳـْﻨـَﻔـُﻌُﻪ ﺍْﻟَﺤ ُّﺞ َﻋ ْﻨُﻪ َﻭ ْﺍُﻻ ْﺿ ِﺤَﻴُﺔ َﻋ ْﻨُﻪ َﻭ ﺍْﻟِﻌ ْﺘُﻖ َﻋ ْﻨُﻪ‬, ‫ َﻧـَﻌْﻢ‬: ‫ِﺍَّﻥ ُﺍِّﻣْﻲ ُﺍْﻓﺘُـِﻠﺘَـْﺖ َﻧْﻔُﺴَﻬﺎ َﻭ َﺍَﺭ ﺍَﻫﺎ َﻟْﻮ َﺗـَﻜ َّﻠَﻤ ْﺖ َﺗَﺼ َّﺪ َﻗْﺖ َﻓَﻬْﻞ َﻳْﻨـَﻔـُﻌَﻬﺎ َﺍْﻥ َﺍَﺗـَﺼَّﺪَﻕ َﻋ ْﻨَﻬﺎ ؟ َﻓَﻘﺎَﻝ‬
‫ َﻭ ﺍﻟُّﺪَﻋﺎُﺀ َﻭ ْﺍِﻻ ْﺳ ِﺘْـﻐُﻒ ﺭَﺍ َﻟُﻪ ِﺑَﻼ ِﻧﺰَﺍٍﻉ َﺑْﻴَﻦ ْﺍَﻷِﺋَّﻤ ِﺔ‬.
“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua
itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah
sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah
bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat
bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di
antara para imam”.
Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)

Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan
bacaan al-Qur’an kepada:
‫َﻓِﺎَﺫ ﺍ ُﺍْﻫ ِﺪَﻱ ِﻟَﻤ ِّﻴٍﺖ َﺛَﻮ ﺍُﺏ ِﺻ ﻴَﺎٍﻡ َﺍْﻭ َﺻ َﻼٍﺓ َﺍْﻭ ِﻗَﺮ َﺋٍﺔ َﺟ ﺎَﺯ َﺫ ِﻟَﻚ‬
Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-Qur’an /
kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.
Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)

Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam
Nawawi menegaskan;
‫ ُﻳْﺴ ـَﺘـَﺤ ُّﺐ َﺍْﻥ َﻳـْﻘَﺮ َﺃ ِﻋ ْﻨَﺪُﻩ َﺷْﻴٌﺊ‬:‫ َﻧـَّﺺ َﻋ َﻠْﻴِﻪ ﺍﻟَّﺸﺎِﻓِﻌ ُّﻰ َﻭ ﺍَّﺗَﻔَﻖ َﻋ َﻠْﻴِﻪ ْﺍَﻻْﺻ َﺤ ﺎُﺏ َﻗﺎﻟُﻮ ﺍ‬.‫ُﻳْﺴ ـَﺘـَﺤ ُّﺐ َﺍْﻥ َﻳـْﻤ ُﻜَﺚ َﻋﻠَﻰ ْﺍﻟَﻘْﺒِﺮ َﺑْﻌَﺪ ﺍﻟُّﺪ ْﻓِﻦ َﺳ ﺎَﻋـًﺔ َﻳْﺪُﻋ ْﻮ ِﻟْﻠَﻤ ِّﻴِﺖ َﻭ َﻳْﺴ َﺘْﻐ ِﻔُﺮ ُﻝ َﻩ‬
258 ‫ ص‬5 ‫(ِﻣ َﻦ ْﺍﻟُﻘْﺮ َﺃِﻥ َﻭِﺍْﻥ َخ َتُم ْو ا ْالُقْر آَن َك اَن َاْفَض َل ) المجموع جز‬
“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan dan
memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan
bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si
mayit, dan lebih utama jika sampai mengha tamkan al-Qur’an”.

Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini;
‫ َﻭ ْﺍَﻻْﻓَﻀ ُﻞ َﺍْﻥ َﻳُﻜ ْﻮ َﻥ ﺍﻟَّﺴ َﻼُﻡ َﻭ ﺍﻟُّﺪَﻋﺎُﺀ ِﺑَﻤ ﺎ َﺛﺒَـَﺖ ِﻣ َﻦ ْﺍﻟَﺤ ِﺪْﻳِﺚ َﻭ ُﻳْﺴ ـَﺘـَﺤ ُّﺐ َﺍْﻥ‬.‫َﻭ ُﻳـْﺴ ـَﺘَﺤ ُّﺐ ِﻟﻠَّﺰﺍِﺋِﺮ َﺍْﻥ ُﻳَﺴ ِّﻠَﻢ َﻋﻠَﻰ ْﺍﻟَﻤ َﻘﺎِﺑِﺮ َﻭ َﻳْﺪُﻋ ْﻮ ِﻟَﻤ ْﻦ َﻳُﺰ ْﻭ ُﺭُﻩ َﻭ ِﻟَﺠ ِﻤْﻴِﻊ َﺍْﻫ ِﻞ ْﺍﻟَﻤ ْﻘَﺒَﺮِﺓ‬
) 258 ‫ ص‬5 ‫ (ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ‬. ‫َﻳْﻘَﺮ َﺃ ِﻣ َﻦ ْﺍﻟُﻘْﺮ ٰﺃ ِﻥ َﻣ ﺎ َﺗَﻴَّﺴَﺮ َﻭ َﻳْﺪُﻋ ْﻮ َﻟُﻬْﻢ َﻋِﻘَﺒَﻬﺎ َﻭ َﻧَّﺺ َﻋ َﻠْﻴِﻪ ﺍﻟَّﺸ ِﺎﻓِﻌ ُّﻰ َﻭ ﺍَّﺗَﻔَﻖ َﻋ َﻠْﻴِﻪ ْﺍَﻻْﺻ َﺤ ﺎُﺏ‬
“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan
kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan
lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan
disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini
dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.
Referensi : (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)

Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan
pendapat Imam Ahmad bin Hanbal
‫ ِﺍﺫَﺍ َﺩ َﺧ ْﻠﺘُﻢ ﺍْﻟَﻤ َﻘﺎِﺑَﺮ ِﺍْﻗَﺮ ُﺋْﻮ ﺍ َﺍﻳَـَﺔ ْﺍﻟُﻜ ْـﺮِﺳ ِّﻰ َﺛَﻼَﺙ ِﻣَﺮ ﺍٍﺭ َﻭ ُﻗْﻞ ُﻫَﻮ ﻪﻠﻟﺍُ َﺍَﺣ ٌﺪ ُﺛَّﻢ ُﻗْﻞ َﺍﻟَّﻠُﻬَّﻢ ِﺍَّﻥ َﻓْﻀ َﻠُﻪ‬: ‫ َﻭ َﻗْﺪ ُﺭ ِﻭَﻱ َﻋْﻦ َﺍْﺣ َﻤ َﺪ َﺍَّﻧـُﻪ َﻗﺎَﻝ‬. ‫ َﻭ َﻻ َﺑْﺄَﺱ ِﺑﺎْﻟِﻘﺮَﺍَﺀِﺓ ِﻋ ْﻨَﺪ ْﺍﻟَﻘْﺒِﺮ‬: ‫َﻗﺎَﻝ‬
‫ َِﻷْﻫ ِﻞ ﺍْﻟَﻤ َﻘﺎِﺑِﺮ‬.
Artinya “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah
tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau
berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad
sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi
ahli kubur.
Referensi : (al-Mughny II/566)

Dalam kitab al Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:
‫َﻭ َﺫ َﻫَﺐ َﺍْﺣ َﻤ ُﺪْ ﺑُﻦ َﺣ ْﻨَﺒٍﻞ َﻭ َﺟ َﻤ ﺎَﻋ ٌﺔ ِﻣ َﻦ ْﺍﻟُﻌَﻠَﻤ ﺎِﺀ َﻭ َﺟ َﻤ ﺎَﻋ ٌﺔ ِﻣ ْﻦ َﺍْﺻ َﺤ ﺎِﺏ ﺍﻟَّﺸ ِﺎﻓِـﻌﻰ ِﺍﻟَﻰ َﺍﻧَّـُﻪ َﻳـِﺼ ﻞ‬
Imam Ahmad ibn hambal dan sebagian ulama pengikutnya, dan juga golongan ulama Syafi’iyyah berpendapat
“bahwa apa yang dikirimkan kepada mayyit itu sampai kepadanya.
Ritual prosesi untuk orang meninggal ditulis berdasarkan paparan dari narasumber Mbah Udi Wiyarjo (tokoh di
Kalurahan Muntuk). Muntuk (Jawa: Munthuk) adalah desa di kecamatan Dlingo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta,
Indonesia.
1. Sur Tanah
Prosesi Sur Tanah berasal dari kata menggeser tanah jadi dibuatkan “selametan” atau prosesi saat orang baru saja meninggal.
Menurut kepercayaan orang Jawa, manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. Prosesi Sur Tanah bermakna “kulo
nuwun” atau salam kepada Yang Maha Kuasa untuk menyemayamkan jenazah. Maksud diadakannya selametan ini agar roh orang
meninggal tersebut mendapatkan tempat yang layak dan jalan yang terang serta diterima di sisi Tuhan.
Ubo rampe dalam prosesi Sur Tanah yaitu ambengan gepak, sego golong, jenang Pethak (putih), Jenang Abrit (merah),
Jenang baro-baro, tukon pasar, sego gurih dan ingkung, Jangan menir, dan sekar konyoh.
1. Ambengan pepak : Memberkati almarhum yang sudah kembali kepada-NYa.
2. Sego Golong : Agar gemolong, golong gilig atau lancar prosesinya.
3. Jenang Abang : Bentuk bakti anak kepada seorang Ibu.
4. Jenang Putih : Bentuk bakti anak kepada seorang Bapak.
5. Jenang baro-baro :Memberi penghormatan kepada saudara empat manusia yang terdiri dari kakang kawah, adhi ari-ari,
darah, dan tali pusar.
6. Tukon pasar : Bermakna simbol sesrawungan atau silaturahmi.
7. Sego gurih dan ingkung : Sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya.
8.
Jangan Menir : Sebagai bentuk penghormatan kepada tempat untuk kegiatan manusia agar segala kesalahannya diampuni
Tuhan Yang Maha Esa.
Sekar Konyoh /Bunga yang ditaruh di rantang lalu rangtang itu diberi air dan bunga dimasukan kedalam rantang : Sebagai
bentuk permohonan maaf kepada Dewi Pertimah yang dipercaya menjaga tempat penyimpanan bahan pangan.

2. Brobosan (Susupan)
Sebagai bentuk penghormatan dari ahli waris kepada orang yang telah meninggal. Brobosan mengandung makna “mikul dhuwur
mendhem jero” yang artinya mengangkat derajat orang tua, dan menutupi segala kekurangannya serta mengenang jasa-jasanya.

3. Nelung Dino
Orang Jawa percaya bahwa ketika ada keluarga yang meninggal, ketika sudah 3 hari arwahnya masih ada di seputaran rumah.

4. Pitung Dino
Orang Jawa percaya bahwa ketika ada keluarga yang meninggal, ketika sudah 7 hari arwahnya masih berada di sekitar
pagar/pekarangan rumah. Tradisi selametan mitung dina telah ada sejak ganerasi sahabat Nabi Muhammad SAW, Al Imam
Sufyan, seorang ulama Salaf mengatakan bahwa Imam Thawus berkata :”Sesungguhnya orang yang meninggal akan diuji di
dalam kubur selama tujuh hari. Oleh karena itu, mereka (kaum salaf) menganjurkan bersedekah makanan untuk keluarga yang
meninggal selama tujuh hari tersebut.”

5. Matangpuluh Dino
Upacara ini dilakukan untuk mempermudah perjalanan roh menuju alam kubur.

6. Nyatus Dino (100 hari)


Prosesi untuk menandai hari keseratus meninggalnya seseorang ini mengandung makna proses kembalinya jasad manusia kembali
ke tanah.

7. Mendhak Pisan
Dilakukan untuk memperingati satu tahun wafatnya manusia.

8. Mendhak Pindho
Dilakukan untuk memperingati dua tahun wafatnya manusia.

9. Nyewu
Dilakukan untuk memperingati 1.000 hari wafatnya manusia. Nyewu merupakan puncak dari prosesi selamatan kematian. Orang
Jawa meyakini bahwa ketika sudah masuk 1.000 hari, roh manusia yang meninggal sudah tidak akan kembali ke tengah-tengah
keluarganya lagi. Roh tersebut betul-betul telah meninggalkan keluarga untuk menghadap Tuhan Yang Maha Esa. Ubo rampe
nyewu berbeda dengan prosesi sebelumnya, ditambah menyembelih kambing, yang mempunyai makna sebagai bekal untuk
melewati shirathal-mustaqim atau menurut orang Jawa disebut wot ogal agil. Syarat kambing yang disembelih adalah kambing
jantan, sehat, dan dewasa.

Hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah ra :

‫ َصَد َقٍة َج اِرَيٍة َأْو ِع ْلٍم ُيْنَتَفُع ِبِه َأْو َو َلٍد َص اِلٍح َيْدُع ْو َلُه‬: ‫ِإَذ ا َم اَت اِإل ْنَس اُن ِإْنَقَطَع َع َم ُلُه ِإَّأل ِم ْن َثَالٍث‬.

“Apabila manusia mati maka amalnya terputus kecuali meninggalkan tiga hal : sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau
anak sholih yang senantiasa mendoakannya.”
Tradisi Selamatan Orang Meninggal di Jawa, Mulai Dino Geblag, 3 Hari, 7 Hari, 40 Hari, 100 Hari,
1000 Hari. Tradisi merupakan bagian dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia dan
diwariskan secara turun temurun.
Seperti halnya dengan tradisi dalam masyarakat Jawa tentang peringatan hari kematian salah satu keluarga
mulai dari hari geblag, 3 , 7, 40, 100, dan 1000 hari.
Acara selamatan orang meninggal dalam tradisi masyarakat Jawa digunakan sebagai media untuk
kirim doa kepada sanak keluarga yang telah tiada. Dengan harapan bagi sanak keluarga yang sudah
meninggal diampunkan dosanya oleh Tuhan sang pencipta alam
Kapan saja waktu melaksanakan selamatan untuk orang yang sudah meninggal ? Berikut ini terkait waktu
dan hari pelaksanaan selamatan orang meninggal.
Dalam memperingati hari kematian orang meninggal pada masyarakat Jawa terdapat 9 tahap, dan berikut ini
1. Hari Geblag (Hari Meninggal) Selamatan hari geblag adalah proses kirim doa untuk orang meninggal
yang dilaksanakan setelah prosesi pemakaman. Dan untuk peringatan ini langsung diselengarakan pada hari
itu juga biasanya pada sore atau malam harinya.
2. Nelung Dino (3 Harian) Tahapan nelung dino, untuk acara selamatannya dilakukan pada hari ke-3 setelah
meninggalnya sanak saudaranya. Untuk penyelengaraannya dilakukan pada malam hari, yang mana untuk
mencari perhitungannya menggunakan metode lusarlu.
3. Pitung Dino / Mitung Dino (7 Harian) Tahapan mitung dino adalah pada hari ke tujuh akan diadakan
acara selamatan bagi sanak saudara yang meninggal
4. Patangpuluh Dino / Matangpuluh Dino (40 Harian) Untuk mengadakan selamatan 40 harian caranya
cukup banyak dan salah satunya adalah menggunakan teknik setelah 30 hari meninggal lebih sedikit paska
orang tersebut meninggal dunia.
5. Satusan / Nyatus (100 Hari) Sedangkan untuk memperingati selamatan yang ke 100 hari, dapat
menggunakan hitungan setelah 3 bulan ditambah beberapa hari.
6. Mendak Pisan Untuk memperingati mendak pisan, biasanya selamatan di adakan setelah 1 tahun dari
keluarga meninggal. Untuk menghitung harinya kamu bisa mengunakan model rumus patsarpat (Hari ke
empat, pasaran ke 4).
7. Mendak Pindo Sedangkan Mendak Pindo, acara selamatan orang meninggal 2 tahun setelah hari
kematian. Untuk waktunya menggunakan rumus Jisarlu (Hari ke satu, Pasaran ke 3).
8. Nyewu / Sewu Dino (1000 Harian) Tradisi nyewu atau memperingati kematian pada hari yang ke 1000,
yang mana ini dilakukan kurang lebih 2 tahun lebih 9 bulan setelah orang tersebut meninggal. Pada hari itu
akan dilakukan yang namanya selamatan nyewu untuk kirim doa bagi keluarga yang sudah meninggal.
9. Prenget-prenget/Haul Untuk yang terakhir adalah acara prenget-prenget atau pengingat waktunya kirim
doa. Dimana ini akan dilakukan setiap tahun sesuai dengan tanggal, pasaran, wuku dan tahun geblagnya atau
hari meninggalnya. Inilah tahap untuk memperingari atau acara selamatan bagi orang yang sudah meninggal
bagi masyarakat jawa. Harapannya dengan diadakan acara kirim doa teresebut dapat meringankan dosa dan
bagi yang sudah meninggal mendapatkan tempat terbaik di alam kelanggenangan, alam abadi.***

Sumber Artikel berjudul "Tradisi Selamatan Orang Meninggal di Jawa, Mulai Dino Geblag, 3 Hari, 7 Hari,
40 Hari, 100 Hari, 1000 Hari", selengkapnya dengan link:
https://portalpati.pikiran-rakyat.com/gaya-hidup/pr-1933326309/tradisi-selamatan-orang-meninggal-di-
jawa-mulai-dino-geblag-3-hari-7-hari-40-hari-100-hari-1000-hari?page=all
Setiap daerah pasti menyimpan potensi kearifan lokal sebagai wujud dari khazanah intelektual yang
diekspresikan melalui ritual budaya masing-masing. Salah satu potensi kearifan lokal itu adalah ritual
budaya-agama dan kegiatan selametan yang sudah melekat pada sebagian masyarakat jawa. Tradisi selametan
yang masih banyak dilakukan, hal ini didorong oleh sistem keyakinan dan kepercayaan yang kuat terhadap
sistem nilai dan adat istiadat yang sudah berjalan turun temurun..

Selametan merupakan bentuk aktivitas sosial berwujud upacara yang dilakukan secara tradisional. Upacara selametan
diadakan agar mendapat keselamatan, baik yang menyelenggarakan maupun yang diselamati. Menurut kepercayaan
masyarakat jawa, arwah yang masih mempunyai persoalan selayaknya untuk dikirim do’a dengan cara
menyelenggarakan selametan.

Seiring perkembangan zaman, tradisi selametan kematian sekarang sudah mengandung nilai-nilai islam dalam
pelaksanaannya, yang dikenal dengan tahlilan. Istilah “tahlil” artinya pengucapan kalimat Laa ilaaha illallah,
sedangkan tahlilan artinya bersama-sama memanjatkan do’a bagi orang yang sudah meninggal dunia, dengan harapan
semoga diterima amal dan diampuni dosanya oleh Allah SWT. Sebelum do’a bersama, terlebih dahulu diucapkan
beberapa kalimat thayyibah yang berwujud hamdalah (tahmid), shalawat, shalawat, tasbih, dan beberapa ayat suci Al-
Qur’an dan tahlil.

Adapun selametan yang diadakan yang berhubungan dengan peristiwa kematian seseorang bagi masyarakat.
Selametan yang dilakukan diantaranya sebagai berikut:

Selametan Surtanah
Selametan ini diadakan pada saat jenazah dikebumikan. Maksud diadakannya selametan ini agar roh orang meninggal
tersebut mendapatkan tempat yang layak dan jalan yang terang serta diterima di sisi Tuhan.

Selametan Nelung Dina


Selametan ini diadakan pada hari ke-3 pada saat sesudah meninggal. Maksud selametan ini sama dengan selametan
surtanah.

Selametan Mitung Dina


Selametan ini diadakan pada hari ke-7 setelah meninggal. Hal ini berhubungan dengan anggapan orang jawa bahwa
selama waktu 7 hari ini roh orang yang meninggal masih berada disekitar rumah keluarganya. Tradisi selametan
mitung dina telah ada sejak ganerasi sahabat Nabi Muhammad SAW, Al Imam Sufyan, seorang ulama Salaf
mengatakan bahwa Imam Thawus berkata :”Sesungguhnya orang yang meninggal akan diuji di dalam kubur selama
tujuh hari. Oleh karena itu, mereka (kaum salaf) menganjurkan bersedekah makanan untuk keluarga yang meninggal
selama tujuh hari tersebut.”

Selametan Matang Puluh Dina


Selametan ini diadakan pada hari ke-40 setelah meninggal. Maksud diadakannya selametan ini agar roh orang
meninggal tersebut mendapatkan tempat yang layak dan jalan yang terang serta diterima di sisi Tuhan.

Selametan Nyatus Dina


Selametan ini diadakan pada hari ke-100 setelah meninggal. Maksud diadakannya selametan ini agar roh orang
meninggal tersebut mendapatkan tempat yang layak dan jalan yang terang serta diterima di sisi Tuhan.

Selametan Mendhak Pisan


Selametan ini diadakan pada setahun setelah meninggal. Fungsi selametan ini mengingat kembali akan jasa-jasa
orang meninggal.

Selametan Mendhak Pindho


Selametan ini diadakan pada dua tahun setelah meninggal. Fungsi selametan ini dimaksudkan untuk menyempurnakan
semua kulit, darah, dan semacamnya.

Selametan Nyewu Dina


Selametan ini merupakan selamatan terakhir yang diadakan untuk menghormati orang yang sudah meninggal dan
diadakan sesudah hari yang keseribu sesudah kematian.
Tradisi selamatan kematian yang dilakukan berbeda dengan tradisi selamatan
yang diwariskanoleh Hindu-Budha. Tradisi selamatan kematian hasil dari sentuhan
akulturasi yang dilakukan oleh ajaran Wali Songo. Suatu ciri khas masyarakat dalam
menghadapi keluarga yang berduka cita adalah bertakziyah dengan membawa bawaan
untuk diberikan kepada keluarga si mayat, dengan harapan dapat membantu
meringankan penderitaaan mereka selama waktu berduka cita. Bentuk bawaan
menurut kebiasaan dapat berupa beras, gula, uang, dan lain-lain.

Masyarakat dalam pelaksanaan selamatan kematian melaksanakan peringatan surtanah


(selamatan setelah penguburan), dan selamatan nelung dina (selamatan setelah tiga hari).
Kebiasaan atau adat selamatan kematian dilakukan dengan tahlilan dari hari pertama sampai
hari ke tujuh setelah meninggal. Setelah selesai selamatan mitung ndina kemudian
dilanjutkan dengan selamatan matang puluh dina, nyatus dina, mendhak pisan, mendhak
pindo, dan terakhir selamatan nyewu dina.

Selametan diadakan sesuai dengan kalender jawa. Hal ini dapat digambarkan dalam contoh,
misalnya ada orang yang meninggal pada hari Ahad Kliwon. Selametan yang diadakan
adalah selametan nelung ndina jatuh pada hari Selasa Pahing, untuk selametan mitung ndina
jatuh pada hari Sabtu Legi, selametan matang puluh dina jatuh pada hari Kamis Wage,
selametan nyatus dina jatuh pada hari Senin Wage, selametan mendhak pisan dilakukan hari
Rabu Pon, selametan mendhak pindho jatuh pada hari Selasa Wage, selametan nyewu dina
dilakukan pada Jum’at Wage.

Tahlilan atau selametan kematian diawali oleh pihak keluarga yang meninggal dengan
mengundang tetangga dan sanak saudara secara lisan untuk menghadiri acara
tersebut. Sebagian besar, selametan diselenggarakan diwaktu sore hari setelah shalat
‘Ashar atau malam hari setelah shalat isya.
Upacara ini hanya dilakukan oleh kaum pria, sedangkan wanita tinggal di mburi
(belakang-didapur).
Acara akan dimulai apabila para tamu undangan sudah banyak yang datang dan
dianggap cukup. Bahkan, orang yang tidak diundangpun kadang-kadang turut
menghadiri acara tahlilan sebagai ekspresi penyampaian rasa ikut berduka.
Acara dipimpin oleh tokoh masyarakat yang sudah ditunjuk oleh pihak tuan rumah
seperti seorang ulama atau ustadz. Acara selametan dilakukan dengan diawali
pembacaan surat Yasin, pembacaan tahlil, dan ditutup dengan pembacaan doa secara
bersama-sama.

Makanan yang disajikan pada acara selametan memiliki cara penyajian dan jenis tertentu.
Makanan yang disajikan tidak menggunakan tumpeng ataupun sesajen. Namun, makanan itu
menggunakan cething yang berisi lauk pauk seperti ayam goreng, telur, kerupuk, sayur mie,
dan sambal goreng lainnya. Makanan tersebut biasa disebut dengan berkat (berasal dari
bahasa Arab) yang artinya barokah. Berkat ini biasanya dibawa pulang oleh para tetangga.

Anda mungkin juga menyukai