Anda di halaman 1dari 4

DALIL TAHLILAN HARI KE 3, 7, 25, 40, SETAHUN & 1000, BUKAN BID’AH, DIPRAKTEKKAN

OLEH UMAR DAN ULAMA SALAF

Inilah Dalil tahlilan Jumlah Hari 3, 7, 25, 40, 100, (setahun) & 1000 hari dari kitab Ahlusunnah
Wal Jama’ah (bukan kitab dari agama hindu sebagaimana tuduhan fitnah kaum WAHABI).

‫ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻤﻟﻮتى‬

‫ ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓﻨﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ‬: ‫ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ‬
‫ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ‬
‫ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻤﻟﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ‬
١٩٨ :‫ص‬,۲:‫ج‬, ‫عام (الحاوي للفتاوي‬
Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”

Berkata Umar : “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh
dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh tujuh hari akan
kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya akan kekal hingga 100
hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya
pahala itu hingga 1000 hari.”

Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)

Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jelas ada dalilnya, sejak kapan
agama Hindu ada Tahlilan ??? Berkumpul ngirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.

،‫ ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎﻡ‬، ‫ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ‬
! ‫ ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻤﻟﻮﺍﺋﺪ‬، ‫ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ‬
‫ ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ‬: ‫ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻤﻟﻄﻠﺐ‬، ‫ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ‬
‫ﺭﺳﻮﻝ ﻪﻠﻟﺍ ﺻﻠﻰ ﻪﻠﻟﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ‬
‫ ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ‬، ‫ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ‬
‫ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ‬
Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan
memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika
hidangan – hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka
berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib :

Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu
wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti,
maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang –
orang pun mengulurkan tangannya masing – masing dan makan.
Referensi : [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil
aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz
26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110]

Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi :

‫ ﺍﻥ ﺍﻤﻟﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ‬: ‫ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ‬
‫ﺍﻻﻳﺎﻡ‬
Imam Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam
kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan
sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”

‫ ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻤﻟﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻤﻟﻨﺎﻓﻖ‬, ‫ ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ‬: ‫ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ‬
‫ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ‬
Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq
memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari,
sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari.”

Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari
ayat 39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i berkata bahwa
tidak sampai pahala itu, tapi di akhir-akhirnya beliau berkomentar lagi,

‫ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ‬
Bacaan al-Quran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada waktu
beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam
Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke Mesir, beliau
ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan al-Quran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai
dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil.…dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan
kumpulan murid-murid Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan al-Quran sampai.

Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih
populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:

‫َّﻠ‬ ‫ٰﺬ‬ ‫َﻗ‬ ‫ُﻤْﻟ‬ ‫َﻤْﻟ َﻓ‬ ‫َﻗ ُﺔ‬ ‫َﺍ‬


‫ َﻭ ْﺪ َﻭ َﺭ َﺩ ْﺕ ِﺑ ِﻟ َﻚ َﻋ ِﻦ ﺍﻟَّﻨ ِﺒ ِّﻲ َﺻ ﻰ‬. ‫َّﻣ ﺎ ﺍﻟَّﺼ َﺪ َﻋ ِﻦ ﺍ ِّﻴ ِﺖ ِـﺎَّﻧُﻪ َﻳ ْﻨ ـَﺘ ـِﻔ ُﻊ ِﺑ َﻬ ﺎ ِﺑ ﺎِّﺗ ـَﻔ ﺎِﻕ ﺍ ْﺴ ِﻠ ِﻤ ْﻴ َﻦ‬
‫ُﺍ ُﺍْﻓ ُـ َـ‬ ‫ٌﺔ ْﺜ َﻗ‬ ‫ُﺚ‬ ‫َّﻠ َﺍ‬ ‫َﻠ‬
‫ﻪﻠﻟﺍُ َﻋ ْﻴ ِﻪ َﻭ َﺳ َﻢ َﺣ ﺎ ِﺩ ْﻳ َﺻ ِﺤ ْﻴ َﺤ ِﻣ ُﻞ ْﻮ ِﻝ َﺳ ْﻌ ٍﺪ ( َﻳ ﺎ َﺭ ُﺳ ْﻮ َﻝ ِﻪﻠﻟﺍ ِﺍ َّﻥ ِّﻣ ْﻲ ﺘ ِﻠ ﺘ ْﺖ َﻧْﻔ ُﺴ َﻬ ﺎ‬
‫ َﻭ َﻛ ٰﺬ َﻚ َﻳ ـْﻨ ـَﻔ ـُﻌ ُﻪ‬, ‫ َﻧ ـَﻌْﻢ‬: ‫َﻭ َﺍ َﺭ ﺍَﻫ ﺎ َﻟ ْﻮ َﺗ ـَﻜ َّﻠ َﻤ ْﺖ َﺗ َﺼ َّﺪ َﻗ ْﺖ َﻓ َﻬ ْﻞ َﻳ ْﻨ ـَﻔ ـُﻌ َﻬ ﺎ َﺍ ْﻥ َﺍ َﺗ ـَﺼ َّﺪ َﻕ َﻋ ْﻨ َﻬ ﺎ ؟ َﻓ َﻘ ﺎَﻝ‬
‫ِﻟ‬
‫َﻷ‬ ‫ْﺍ‬ ‫ ﺍْﻟ َﺤ ُّﺞ َﻋ ْﻨُﻪ َﻭ ْﺍُﻻ ْﺿ َﻴ ُﺔ َﻋ ْﻨُﻪ َﻭ ﺍْﻟ ْﺘ ُﻖ َﻋ ْﻨُﻪ َﻭ ﺍﻟُّﺪ َﻋ ﺎُﺀ َﻭ ْﺍ ْﺳ ْـﻐُﻒ ﺭَﺍ َﻟ ُﻪ َﻼ ﺰَﺍ َﺑ ْﻴ َﻦ‬.
‫ِﺋ َّﻤ ِﺔ‬ ‫ِﺑ ِﻧ ٍﻉ‬ ‫ِﻻ ِﺘ‬ ‫ِﻌ‬ ‫ِﺤ‬
“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat
Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan
sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku
masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?”
maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan
budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.

Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)

Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat,
puasa dan bacaan al-Qur’an kepada:

‫َﻓ َﺫ ﺍ ُﺍ ْﻫ َﻱ َﻤِﻟ َﺛ َﻮ ﺍُﺏ ﻴَﺎ َﺍ ْﻭ َﺻ َﻼ َﺍ ْﻭ َﺮ َﺋ َﺟ ﺎَﺯ َﺫ َﻚ‬


‫ِﻟ‬ ‫ٍﺓ ِﻗ ٍﺔ‬ ‫ِﺻ ٍﻡ‬ ‫ِﺪ ِّﻴ ٍﺖ‬ ‫ِﺎ‬
Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan
(al-Qur’an / kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.

Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)

Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan
panggilan Imam Nawawi menegaskan;

‫ُﻳ ْﺴ ـَﺘ ـَﺤ ُّﺐ َﺍ ْﻥ َﻳ ـْﻤ ُﻜ َﺚ َﻋ ﻠَﻰ ْﺍ ﻟَﻘ ْﺒ َﺑ ْﻌ َﺪ ﺍﻟُّﺪ ْﻓ َﺳ ﺎَﻋ ـًﺔ َﻳ ْﺪ ُﻋ ْﻮ ْﻠ َﻤ ِﺖ َﻭ َﻳ ْﺴ َﺘْﻐ َﻩ َﻧ َﻋ َﻠ ْﻴ‬
‫ ـَّﺺ ِﻪ‬. ‫ِﻔ ُﺮ ُﻝ‬ ‫ِﻟ َﺃ ِّﻴ‬ ‫ِﻦ‬ ‫ِﺮ‬
‫َت‬ ‫َخ‬ ‫ْﻥ‬ ‫َﺃ‬ ‫ُﻘ‬ ‫ْﺍ‬ ‫َﻦ‬ ‫َﺷ‬ ‫ْﻨَﺪ‬ ‫ْﻘ‬ ‫ْﻥ‬ ‫َﺍ‬ ‫َﺘ‬ ‫َﻗ‬ ‫َّﺗ َﻔ َﻖ َﻠ ْﺍَﻻ‬ ‫َّﺸ‬
‫ُم ْو ا‬ ‫ ُﻳ ْﺴ ـ ـَﺤ ُّﺐ َﻳ ـ َﺮ ِﻋ ُﻩ ْﻴ ٌﺊ ِﻣ ﻟ ْﺮ ِﻥ َﻭ ِﺍ‬:‫ﺍﻟ ﺎِﻓِﻌ ُّﻰ َﻭ ﺍ َﻋ ْﻴ ِﻪ ْﺻ َﺤ ﺎُﺏ ﺎﻟُﻮ ﺍ‬
‫َك َا ْف‬ ‫ْا‬
258 ‫ ص‬5 ‫( لُق ْر آَن اَن َض َل ) املجموع جز‬
“Disunnahkan untuk diam sesaat disamping kubur setelah menguburkan mayit untuk
mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i
dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan
beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai menghatamkan
al-Qur’an”.

Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di
bawah ini;

‫ َﻭ ْﺍَﻻْﻓ َﻀ ُﻞ َﺍ ْﻥ‬. ‫َﻭ ُﻳ ـْﺴ ـَﺘ َﺤ ُّﺐ ﻠَّﺰ ﺍ َﺍ ْﻥ ُﻳ َﺴ َﻢ َﻋ ﻠَﻰ ْﺍَﻤﻟَﻘ ﺎ َﻭ َﻳ ْﺪ ُﻋ ْﻮ َﻤِﻟْﻦ َﻳ ُﺰ ْﻭ ُﺭ ُﻩ َﻭ َﺠ ْﻴ َﺍ ْﻫ ْﺍَﻤﻟْﻘ َﺒ َﺮ‬
‫ِﺓ‬ ‫ِﻟ ِﻤ َﺃ ِﻊ ِﻞ‬ ‫ِﺑِﺮ‬ ‫ِّﻠ‬ ‫ِﻟ ِﺋ ِﺮ‬
‫ٰﺃ‬ ‫ْﺍ‬ ‫َﺍ‬ ‫ْﺍ‬ ‫َـ‬ ‫َﺛ‬
‫َﻳ ُﻜ ْﻮ َﻥ ﺍﻟَّﺴ َﻼ ُﻡ َﻭ ﺍﻟُّﺪ َﻋ ﺎُﺀ َﻤ ﺎ ﺒ َﺖ َﻦ ﻟَﺤ ْﻳ ِﺚ َﻭ ُﻳ ْﺴ ـَﺘ ـَﺤ ُّﺐ ْﻥ َﻳ ْﻘ َﺮ َﻦ ﻟُﻘ ْﺮ َﻣ ﺎ َﺗ َﻴ َّﺴ َﺮ َﻭ َﻳ ْﺪ ُﻋ ْﻮ‬
‫ِﻥ‬ ‫ِﻣ‬ ‫ِﺪ‬ ‫ِﻣ‬ ‫ِﺑ‬
) 258 ‫ ص‬5 ‫ (ﺍﻤﻟﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ‬. ‫ﺎُﺏ‬ ‫َﺤ‬ ‫ْﺻ‬ ‫ْﺍَﻻ‬ ‫ْﻴ‬ ‫َﻠ‬ ‫َﻋ‬ ‫َﻖ‬ ‫َّﺗَﻔ‬‫ﺍ‬ ‫َﻭ‬ ‫ُّﻰ‬ ‫ﻓ‬ ‫ِﺎ‬
‫َّﺸ‬ ‫ﺍﻟ‬ ‫َﻟ ُﻬ ْﻢ َﻋ َﺒ َﻬ ﺎ َﻭ َﻧ َّﺺ َﻋ َﻠ ْﻴ‬
‫ِﻪ‬ ‫ِﻌ‬ ‫ِﻪ‬ ‫ِﻘ‬
“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan
mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu
akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau
diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya
dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-
Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.

Referensi : (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)

Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan


pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal
‫َﺍ َﺧ ْﻠ َﻤْﻟَﻘ ْﻗ ُﺋ‬ ‫َﺍ َﻗ‬ ‫َﺍ‬
‫ ِﺍ ﺫ َﺩ ﺘُﻢ ﺍ ﺎِﺑ َﺮ ِﺍ َﺮ ْﻮ ﺍ‬: ‫ َﻭ ْﺪ ُﺭ ِﻭ َﻱ َﻋ ْﻦ ْﺣ َﻤ َﺪ َّﻧ ـُﻪ ﺎَﻝ‬.
‫َﻗ‬ ‫ َﻭ َﻻ َﺑ ْﺄ َﺱ ﺎْﻟ ﺮَﺍ َﺀ ْﻨَﺪ ْﺍ ﻟَﻘ ْﺒ‬: ‫َﻗ ﺎَﻝ‬
‫ِﺮ‬ ‫ِﺑ ِﻘ ِﺓ ِﻋ‬
‫َﺍ َﺣ ٌﺪ ُﺛ َّﻢ ُﻗ ْﻞ َﺍ َّﻠ ُﻬ َّﻢ َّﻥ َﻓ ْﻀ َﻠ ُﻪ َﻷ ْﻫ َﻤْﻟَﻘ‬ ‫ َﺍ ﻳَـَﺔ ْﺍ ﻟُﻜ ْـﺮ َﺛَﻼَﺙ َﺮ ﺍ َﻭ ْﻞ ُﻫ َﻮ‬.
‫ُﻗ‬
‫ِ ِﻞ ﺍ ِﺑِﺮ‬
‫ﺎ‬ ‫ﻟ ِﺍ‬ ُ‫ﻪﻠﻟﺍ‬ ‫ِﻣ ٍﺭ‬ ‫ِﺳ ِّﻰ‬
Artinya, “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau
kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal
bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan
Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan
bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.

Referensi : (al-Mughny II/566)

Dalam al Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:

‫َﺍ َّـ‬ ‫َﻭ َﺫ َﻫ َﺐ َﺍ ْﺣ َﻤ ُﺪ ْ ﺑُﻦ َﺣ ْﻨ َﺒ َﻭ َﺟ َﻤ ﺎَﻋ ٌﺔ ِﻣ َﻦ ْﺍ ﻟُﻌ َﻠ َﻤ ﺎِﺀ َﻭ َﺟ َﻤ ﺎَﻋ ٌﺔ ِﻣ ْﻦ َﺍ ْﺻ َﺤ ﺎ ﺍﻟَّﺸ ِﺎ ﻓ ﻌﻰ ِﺍ ﻟَﻰ‬
. ‫ﻧ ُﻪ َﻳ ـِﺼ ُﻞ‬ ‫ِـ‬ ‫ِﺏ‬ ‫ٍﻞ‬
‫َﺍ ََّﻠ ُﻬ َّﻢ َﺍ ْﻭ ْﻞ َﺛ َﻮ َﺏ َﻣ َﻗ ْﺃ ُـُﻪ َﻟ ُﻓ َﻼ‬ ‫َﻘ‬ ‫ْﻟ‬ ‫َﺍ‬ ‫َﻓ ْﺎ ْﺧ‬
‫ َﻭ ﻪﻠﻟﺍ‬. ‫ِﺻ ـ ﺍ ﺎ ـﺮ ﺗ ِﺍ ﻰ ٍﻥ‬ ‫ ﻟ‬: ‫ِﻻ ِﺘ ـَﻴ ﺎُﺭ ْﻥ َﻳ ـُﻘ ْﻮ َﻝ ﺍ ﺎِﺭ ُﺉ َﺑ ْﻌ ِﻓ َﺮ ﺍِﻏ ِﻪ‬
‫َﺪ‬
‫َُﺍ ْﻋ َﻠ ُﻢ‬

Artinya: Imam Ahmad bin Hambal dan golongan ulama’ dan sebagian dari sahabat Syafi’i
menyatakan bahwa pahala do’a adalah sampai kepada mayit. Dan menurut pendapat yang
terpilih: “Hendaknya orang yang membaca al-Qur’an setelah selesai untuk mengiringi bacaannya
dengan do’a:

‫َﺍ ََّﻠ ُﻬ َّﻢ َﺍ ْﻭ ْﻞ َﺛ َﻮ َﺏ َﻣ َﻗ ْﺃ ُـُﻪ َﻟ ُﻓ َﻼ‬


‫ِﺻ ـ ﺍ ﺎ ـﺮ ﺗ ِﺍ ﻰ ٍﻥ‬ ‫ﻟ‬
Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaan al-Qur’an yang telah aku baca kepada si fulan (mayit)”.

Referensi : (al-Adzkar al-Nawawi hal 150).

Anda mungkin juga menyukai