Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

ISOLASI DAN PERBANYAKAN BAKTERI PELARUT FOSFAT

Disusun oleh :

LUSIA MERRY (C1012211011)

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan hidayah-Nya
sehingga lporan praktikum Perlindungan Penyakit Tanaman ini dapat diselesaikan
tepat waktu.
Penulisan laporan praktikum “Isolasi dan Perbanyakan Bakteri Pelarut Fosfat”
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Bioteknologi Tanaman. Pada laporan
praktikum ini diuraikan cara mengisolasi dan memperbanyak bakteri pelarut fosfat.

Pada kesempatan kali ini, tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan laporan praktikum ini, di antaranya :
1. Asisten dosen mata kuliah Bioteknologi Tanaman
2. Kedua orang tua kami yang telah memberikan dukungan
3. Dan teman teman yang tidak bisa saya sebut satu persatu
Penulis menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata
sempurna. Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan
masukan berupa kritik dan saran yang membangun. Semoga laporan
praktikum ini bisa memberkan manfaat bagi kita semua.

Pontianak, 27 mei 2023


Penulis

Lusia merry
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mikrobia pelarut fosfat atau disingkat dengan MPF merupakan terjemahan dari
bahasa inggris Phosphate Solubilizing Microorganisme. Mikrobia Pelarut fosfat
(MPF) merupakan mikroorganisme dalam tanah yang hidup bebas yang dapat
melarutkan fosfat anorganik tanah dari bentuk tidak tersedia bagi tanaman
menjadi bentuk-bentuk fosfat yang tersedia bagi tanaman. Suku kata bakteri
pelarut fosfat (BPF) berasal dari terjemahan Phosphate Solubilizing Bacteria
(PSB). Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan Bakteri tanah yang memiliki
kemampuan untuk melarutkan fosfat anorganik tanah dari bentuk-bentuk fosfat
yang tidak tersedia bagi tanaman menjadi bentuk-bentuk fosfat yang tersedia bagi
tanaman. Contoh beberapa bakteri pelarut fosfat: Pseudomonas, Bacillus, dll.
Sedangkan suku kata fungi pelarut fosfat (FPF) berasal dari terjemahan Phosphate
Solubilizing Fungi (PSF). Fungi pelarut fosfat (BPF) merupakan fungi tanah yang
memiliki kemampuan untuk melarutkan fosfat anorganik tanah dari bentuk-
bentuk fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman menjadi bentuk-bentuk fosfat yang
tersedia bagi tanaman. Contoh beberapa fungi pelarut fosfat: Pinicillium,
Aspergillus, dll.
Mikrobia pelarut fosfat baik tergolong bakteri pelarut fosfat (BPF) maupun fungi
pelarut fosfat (FPF) hidup dilapisan tanah bagian atas atau top soil. Populasi
mikrobia pelarut fosfat lebih banyak ditemukan terutama pada zona rhizosphere.
Populasi bakteri pelarut fosfat pada tanah yang subur melebihi 100.000 bakteri
per gram tanah. Kemampuan tiap mikroba pelarut fosfat berebeda-beda yang
diidentifikasi dari waktu terbentuk dan luas holozone. MPF yang unggul akan
menghasilkan diameter holozone yang paling besar dibandingkan dengan koloni
lainnya. Isolasi mikroba pelarut fosfat dari tanah mangrove masih belum banyak
dilakukan oleh karena dasar itulah penelitian ini dilakukan untuk melihat
keberadaan mikroba pelarut fosfat pada tanah mangrove. Penggunaan sumber
yang berbeda bertujuan untuk menunjukkan kemampuan MPF dalam melarutkan
P. Kadar P total dalam tanah umumnya rendah dan berbeda menurut jenis tanah.
Jumlah fosfat yang tersedia di tanah-tanah pertanian biasanya lebih tinggi
dibandingkan dengan kadarnya pada tanah-tanah yang tidak diusahakan (Ginting
et al., 2015).
Tanah merupakan media tumbuh tanaman yang banyak mengandung
mikroorganisme, beberapa diantaranya cenderung berkoloni di sekitar
perakaran/rizofer tanaman dan beraktivitas menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung dan dapat berkontrubusi
menggantikan input anorganik. Adanya pengembangan sector perkebunan yang
seringkali menghadapi masalah akibat ketersediaan lahan subur yang terbatas,
rendahnya daya dukung kesuburuan tanah dan tingkat agregat oleh bahan induk
tanah yang miskin unsur hara. Pemakaian sinetis yang makin meningkat seriap
tahun mengindikasikan terjadinya penuruna efisiensi pemupukan.
Pemberian pupuk kimia secara terus menerus menerus pada area perkebunan
menyebabkan residu pupuk kimia pada tanah perkebunan. Efek yang ditimbulkan
adalah tanah menjadi jenuh dan kurang subur (terdegradasi) sehingga
membutuhkan reklamasi. Salah satu alternatif dalam pengembalian kesuburan
tanah di area perkebunan adalah dengan menggunakan pupuk organic hayati
(POH). Pupuk tersebut berupa inokulan yang memanfaatkan mikroorganisme.
PGPR memiliki peranan penting bagi tumbuhan, misalnya sebagai pengendali
biologi memalui kompetisi, produk antibiotic, induksi resistensi tanaman,
produksi fitohormon dan peningkatan ketersediaan hara melalui fiksasi nitrogen.
Pengaruh PGPR secara langsung dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
terjadi melalui berbagai mekanisme, diantaranya fiksasi nitrogen bebas yang
ditransfer ke dalam tanaman, produksi siderofor yang mengkhelat besi (Fe) dan
membuatnya tersedia bagi akar tanaman, melarutkan mineral seperti fosfor dan
sintesis fitohormon seperti auksin. Pengaruh tidak langsung dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman terjadi melalui penekanan dari fitopogen yang dilakukan
melalui mekanisme yang berbeda. Ini termasuk kemampuan dalam memproduksi
siderofor yang mengkhelat Fe, menjadikannya tidak tersedia bagi patogen,
kemampuan dalam mensintesis metabolit anti jamur seperti antibiotic, yang
menekan pertumbuhan pathogen jamur, kemampuan untuk bersaing secara sukses
dengan pathogen nutrisi atau unsur hara atau tempat khusus dalam perakaran
tanaman, dan kemampuannya dalam menimbulkan resistensi sistemik.
Populasi mikroorganisme di rizosfer umumnya lebih banyak dan beragam
dibandingkan pada tanah nonrizofer. Aktivitas mikroorganisme rizosfer
dipengaruhi oleh eksudat yang dihasilkan oleh perakaran tanaman. Beberapa
mikroorganisme rizosfer berperan dalam siklus hara dan proses pembentukan
tanah, pertmbuhan tanaman, memengaruhi aktivitas mikroorganisme, serta
sebagai pengendali hayati terhadap pathogen akar. Secara umum mikroorganisme
dapat hidup baik pada kelembaban yang cukup, salah satunya yaitu pada
perkebunan karet yang dicirikan oleh beragamnya tumbuhan yang tumbuh
bersamaan dengan pohon karet, sehingga secara langsung mempengaruhu
kelimpahan dan komposisi tumbuhan bawah. Fungsi mikroorganisme didalam
tanah dibagi menjadi empat, yaitu sebagai penyedia unsur hara dalam tanah
perombak bahan organic dan mineralisasi organic, memacu pertumbuhan tanaman
dan sebagai agen hayati pengendalian hama dan penyakit tanaman. Mikrobia
dalam tanah tersebut memiliki banyak peran penting di tanah terutama dalam daur
unsur organic untuk kehidupan seperti penghasil hormom IAA. Hormon IAA
adalah auksin endogen yang berperan dalam perkembanga akar, menghambat
pertumbuhan tunas samping, merangsang terjadinya absisi, serta berperan dalam
pembentukan jaringan xylem dan floem.
B. Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan bakteri pelarut fosfat
pada berbagai jenis tanah
C. Manfaat
Mahasiswa bisa mengetahui keberadaan bakteri pelarut fosfat dan cara
mengisolasi bakteri pelarut fosfat.
BAB 2
TINJAUAN PUSAKA
A. Tanah rhizofer
Rizosfer adalah suatu zona lingkungan mikro yang berada di sekitar perakaran
tanaman. Secara teori luasnya daerah rizosfer sangat dipengaruhi oleh
seberapa luasnya daerah yang masih tercakup oleh pengaruh aktivitas
perakaran tanaman beserta dengan mikroorganisme yang berasosiasi
dengannya. Sekedar gambaran bahwa pada daerah rizosfer terdapat sekitar
106-109 sel populasi bakteri dan fungi sekitar 105 sampai dengan 106 per gram
tanah rhizofer. Rizosfer merupakan daerah sekitar perakaran yang sifat-
sifatnya baik kimia, fisik, dan biologi dipengaruhi oleh aktivitas perakaran.
Rizosfer tanaman adalah bagian dari tanah yang menutupi permukaan habitat
berbagai spesies bakteri secara umum dikenal sebagai rizobakteri. Sebagian
dari rizobakteri yang mengkolonisasi akar tanaman tidak bersifat patogenik
dan bahkan menguntungkan tanaman karena mampu berfungsi sebagai
rizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman atau lebih umum disebut plant
growth promoting rhizobacteria (PGPR).
Rizosfer merupakan bagian tanah yang berada disekitar perakaran tanaman.
Populasi mikroorganisme di rizosfer umumnya lebih banyak dan beragam
dibandingkan pada tanah non-rizosfer. Aktivitas mikroorganisme rizosfer
dipengaruhi oleh eksudat yang dihasilkan oleh eksudat yang dihasilkan oleh
perakaran tanaman. Beberapa mikroorganisme rizosfer berperan dalam siklus
hara dan proses pembentukan tanah, pertumbuhan tanaman, memengaruhi
aktivitas mikroorganisme, serta sebagai pengendalian hayati terhadap
pathogen akar.

B. Bakteri pelarut fosfat

Fosfat merupakan salah satu unsur hara makro yang sangat penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, namun ketersediaan fosfat terlarut
di dalam tanah sangat terbatas karena kecendrungannya terikat dengan
mineral tanah membentuk fosfat kompleks. Fosfat (P) merupakan unsur hara
esensial makro seperti halnya karbon (C ), dan nitrogen(N). Tanaman
memperoleh unsur P seluruhnya dengan berasal dari tanah atau dari
pembusukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P
total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya
rendah (Handayanto, 2007). Fofat ditanah dibagi atas dua bagian yaitu fofat
organic yang berasal dari mineralisasi bahan organic di tanah dan fofat
anorganik, baik yang terikat dengan besi, kalsium, dan aluminium, ataupun
dalam bentuk mineral apatite (Munawar, 2011)
Bakteri pelarut fosfat adalah bakteri yang dapat melarutkan fosfat sukar larut
menjadi larut, baik yang berasal dari dalam tanah maupun dari pupuk,
sehingga dapat diserap oleh tanaman (Alfiah et al., 2016). Prinsip mekanisme
pelarut mineral fosfat adalah produksi asam asam organik, dan enzim asam
fosfat yang berperan dalam mineralisasi fosfat organik pada tanah
(Setiawati&Pranoto, 2015).
Bakteri pelarut fosfat diketahui mampu melarutkan P dengan melepaskan
senyawa P melalui mekanisme pembentukan khelat, reaksi pertukaran, dan
produksi asam organik. Pengaruoh mikroorganisme pelaruot fosfat terhadap
tanaman, tidak hanya disebabkan oleh kemampuannya dalam meningkatkan
ketersediaan P tetapi juga karena kemampuannya dalam menghasilkan zat
pengatur tumbuh, terutama oleh mikroorganisme yang hidup pada permukaan
akar.
Bakteri pelarut fosfat merupakan bakteri yang berperan dalam peyuburan
tanah karena bakteri tipe ini mampu melakukan mekanisme pelarutan fosfat
dengan mengeksresikan sejumlah asam organic berbobot molekul rendah
seperti oksalat, suksinat, fumarat, malat (Simanungkalit dan Suriadikarta,
2006). Bakteri pelarut fosfat juga berperan dalam proses metabolisme vitamin
D yang berfungsi untuk memperbaiki pertumbuhan akar tanaman dan juga
dapat meningkatkan serapan unsur hara pada tanaman (Wulandari, 2001).
Bakteri pelarut fosfat mampu mensekresikan enzim fosfat yang berperan
dalam proses hidrolisis P organic menjadi P anorganik dan juga bakteri pelarut
fosfat dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh (Purwaningsih, 2003).
Bakteri yang berperan sebgai pelarut fosfat pada tanah telah banyak
ditemukan, diantaranya berasal dari genus Pseudomonas, Micrococcus,
Bacillus, Azetobacter, Mycrobacterium, Enterobacter, Klebsiella, dan
Flovobacterium (Purwaningsih, 2003). Bakteri pelarut fosfat mampu
mensekresikan asam organic sehingga akan menurunkan pH tanah dan
memecahkakn ikatan pada beberapa bentuk senyawa fosfat untuk
meningkatkan ketersediaan fosfat dalam larutan tanah (Purwaningsih, 2003).
BAB 3
METODELOGI
A. Acara 1 Pembuatan Media Pikovskaya
- Alat dan Bahan
Alat: 1. Timbangan Analitik
2. Gelas Bacer
3. Mikroweb
4. Spatula
5. Botol Asi
6. Auto Uap

Bahan: 1. Glukosa
2. Ca3 ( PO4)2 5g
3. ( NH4)2 SO4 0,5 g
4. NaCl 0,2 g
5. Mg SO4 7H2O 0,1 g
6. KCl 0,2 g
7. Yeast Extract 0,5 g
8. MnSO4 H2O 0,02 g
9. FeSO4 7H2O 0,002 g
10. Aquadest 1000 ml
11. Kapas
12. Siler
13. Alumunium Koil

- Cara Kerja :
1. Timbang bahan-bahan media Pikovskaya dengan komposisi yang telah
ditentukan.
2. Setelah ditimbang masukkan kedalam gelas bacer yang berisi 1000 ml
Aquadest.
3. Kemudian, diaduk dengan spatula dan dipanaskan dengan microweb sampai
media homogen ( Homogen dalam artian tidak menggumpal ).
4. Kemudian, diangkat dan dimasukkan kedalam botol asi.
5. Lalu, tutup dengan kapas dan alumunium coil dan diberi siler.
6. Sterilisasi menggunakan auto uap selama 15 menit dengan tekanan 121 atm,
media yang sudah steril di simpan pada suhu ruangan dan siap digunakan pada
saat praktikum.

- Waktu dan Tempat


B. Acara 2 Isolasi Bakteri Pelarut Fosfat
- Alat dan Bahan
Alat: 1. Laminar
2. Bunsen
3. Korek
4. Mikro Pipet
5. Tips
6. Tabung Reaksi
7. Cawan Petridish
8. Botol Asi
9. Timbangan Analitik
10. Mikroweb
11. Alat Dokumentasi
12. Alat tulis

Bahan: 1. Tanah dari Perakaran Bambu


2. Media Pikosvkaya
3. Air Fisiologis
4. Alkohol
5. Spritus
6. Alumunium Coil
7. Siler
8. Kapas
9. Kertas Label

- Cara Kerja:
1. Siapkan alat bakteri pelarut Fosfat.
2. Timbang tanah 1g, masukkan ke pengenceran bertingkat ( 10 -1,10-2,10-3,10-4,10-
5
).
3. Masukkan tanah pada pengenceran pertama pada tabung reaksi 10 -1 yang
berisi air fisiologis 9ml. Lalu, homogen kan dengan mikropipet 1ml.
4. Ambil 1ml dari pengenceran yang pertama kemudian pengenceran yang kedua
( 10-2 ), lalu homogenkan. Lakukan hal yang sama pada pengenceran yang
terakhir ( 10-5 ).
5. Isolasi bakteri pelarut fosfat dilakukan pada pengenceran 10-4 dan 10-5.
Siapkan cawan petridish ambil pengenceran 10-4 sebanyak 10 ml
6. Kemudian masukkan kedalam petri dengan 2 ulangan, lakukan hal yang sama
dengan 10-5. Media pikovskaya tuang pada petri yang terdapat supensil
pengenceran 10-4 dan 10-5 sebanyak 20 ml.
7. Homogenkan media dengan perlakuan dengan memutar petri menyerupai
angka delapan.
8. Selanjutnya, petri di siler dan di beri label. Lalu, disimpan disuhu ruangan atau
incubator. Pengamatan dilakukan setelah 48 jam.

- Waktu dan Tempat


C. Acara 3 Pembuatan Media Potato Dextrase Broth
- Alat dan Bahan
Alat: 1. Pisau
2. Timbangan Analitik
3. Gelas Beker
4. Spatula
5. Botol Asi
6. Mikroweb
7. Autoclub

Bahan: 1. Kentang
2. Sukrosa
3. Aquadesth
4. Kapas
5. Siler
6. Alumunium Coil
7. Kertas Label

- Cara Kerja:
1. Kupas kentang. Lalu bersihkan. Potong bentuk dadu berukuran 1x1 cm.
Kemudian, timbang hingga diperoleh 20gr kentang.
2. Potongan kentang dimasak dalam 100ml aquadest dan dibiarkan mendidih
hingga homogen.
3. Saring ekstrak kentang dan ambil pitratnya.
4. Tambahkan 2gr sukrosa serta aquadest hingga volume akhir 100 ml. aduk
hingga homogen ( tercampur merata )
5. Panaskan media dan aduk hingga homogen sampai mendidih
6. Masukkan media pada botol asi atau wadah masing-masing 50ml
7. Tutuplah botol bersisi medium dengan kapas alumunium coil. Kemudian
disilor.
8. Sterilkan dengan autoclub
9. Media yang sudah steril disimpan pada suhu ruangan dan siap digunakan pada
saat praktikum.

- Waktu dan Tempat

D. Acara 4 Inokulasi Bakteri Pelarut Fosfat


- Alat dan Bahan
Alat: 1. Larutan
2. Korek
3. Botol Asi
4. Cawan Petri
5. Bunsen
6. Jarum

Bahan: 1. Media PDB


2. Alkohol
3. Isolat Bakteru Pelarut Fosfat
4. Kapas
5. Siler
6. Spraus
7. Alumunium Coil

- Cara Kerja:
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Sterilkan alat, tempat, dan tangan.
3. Nyalakan Bunsen.
4. Ambil jarum.
5. Panaskan sampai berpijar merah ( tujuan berpijar agar steril ).
6. Ambil Petridis, petri yang ada isolate bakteri yang ada zona bening yang
dipilih.
7. Buka, lalu panaskan sekelilingnya. Jarum yang sudah berpijar dihidupkan.
8. Buka petridisnya, ambil isolate bakteri yang ada zona bening, isolate bakteri
yang ada zona bening itu bakterinya dibersihkan.
9. Setelah itu, buka media PDB.
10. Panaskan bagian tepinya.
11. Masukkan atau homogenkan.
12. Buka, lalu panaskan lagi.
13. Tutup kembali dengan siler.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Kepadatan Bakteri
Pengamatan Ulangan Jumlah koloni rata-rata
1 2
-4
10 2 5 3,5
-5
10 3 1 2

1
Kepadatan bakteri : jumlaj koloni x
faktor pengenceran

10-4= 3,5

= 35.000
10-5= 2

= 20.000
Bentuk koloni dan zona bening yang tidak semuanya lingkaran membuat pengukuran
diameter melalui 3 tahap yaitu pengukuran Panjang secara horizontal, pengukuran
Panjang vertical dan terakhir dihitung dengan rumus sebagai berikut: diameter
horizontal − diameter vertikal
𝑑𝑖𝑎𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 =
2
Pengukuran diameter dilakukan pada tiap isolate. Diameter yang diukur adalah diameter
koloni dan diameter zona bening. Jumlah koloni dan zona bening. Berikut data
pengukuran diameter koloni secara horizontal dan vertical:

Setelah diketahui diameter horizontal dan vertical koloni dan zona bening, maka
selanjutnya menghitung indek kelarutan fosfat dengan rumus sebagai berikut:
diameter koloni + diameter zona bening
𝐼𝐾𝐹 =
diameter koloni

Tabel 2. Pengukuran Zona Bening

Diameter
Pengencera No Bening Koloni Diameter
Ulangan Zona Ikp
n Isolat Koloni
Bening
ver hor ver hor
-4
10 1 1 2 1,7 1,2 1,7 1.85 1,45 2,27
2 0,4 0,7 0,4 0,5 0,55 0,45 2,22
2 1 0,7 1 0,65 0,7 1,2 0,675 2,78
10-5 1 1.2 1,6 0,8 0,7 1,4 0,75 2,87
2 1,4 1,6 0,7 0,9 1,5 0,8 2,87
Sampel dan koloni yang memiliki nilai indeks zona bening terbesar kemudian di perbanyak
menggunakan larutan fisiologi. Sampel dan koloni yang memiliki indeks kelarutan fosfat
terbesar adalah sampel pengenceran betingkat 10-5. Pada tabel 2 koloni ke 1 dan no isolat 1
memiliki indeks kelarutan fosfat yaitu 2,87 dan koloni ke 2 dan no isolat 1 memiliki nilai
indeks kelarutan fosfat yaitu 2,87.
Setelah mengetahui pengukuran diameter koloni secara horizontal, vertical dan IKF
selanjutnya untuk mengetahui karakteristik morfologi koloni bakterinya dimuat didalam table
karakteristik morfologi koloni bakteri:

Tabel 3 Karaktersitik morfologi koloni Bakteri


Pengencera Morfologi Koloni
Ulangan No Isolat
n Bentuk Warna Tepi Elevasi
-4
10 1 1 Irregular P. Susu Entire Raised
2 Circular P. Susu Undiviete Crateriform
2 1 Circular P. Susu Entire Raised
2 Circular P. Susu Entire Raised
3 Circular P. Susu Entire Raised
4 Spinde P. Susu Erose Puivinate
5 Circular P. Susu Entire Raised
-5
10 1 1 Irregular P. Susu Filifrom Flat
2 Circular P. Susu Entive Raised
3 Circular P. Susu Entire Raised
2 1 Irregular P. Susu Filifrom Flat
Tabel 3 menunjukkan bawah pengenceran 10-4 dan 10-5 dengan ulangan 1 dan 2 masing
masing pengenceran dan setiap isolat memiliki morfologi yang berbeda, pengeceran 10 -4
ulangan 1 no isolate 1 memiliki bentuk irreguler, warna putih susu, tepi entire, dan elevasi
raised pada no isolat 2 memiliki bentuk circular, warna putih susu, tepi undulata, elevasi
crateriform, pada ulangan 2 no isolat 1-3 memiliki bentuk cicular, warna putih susu, tepi
entire dan elevasi raised, pada no isolate 4 memliki bentuk spindle, warna putih susu, tepi
erose, elevasi pulvinate, dan pada no isolat 5 memiliki bentuk cicular, warna putih susu, tepi
entire, elevasi raised dan pada pengenceran 10-5 memiliki ciri morfologi yang berbeda juga
setiap ulangan. Pada pengenceran 10-5 ulangan 1 no isolat 1 memiliki bentuk irregular,
warna putih susu, tepi filiform, elevasi flat dan pada no isolate 2-3 memiliki bentuk circular,
warna putih susu, tepi entire, elevasi raised, pada ulangan 2 no isolat 1 memiliki bentuk
irregular, warna putih susu, tepi filiform dan elevasi flat.

Tabel 4 Pengamatan BPF Dalam media PDB perlakuan 10-5


Parameter Pengamatan hari ke

1 2 3 4
Warna Setelah 24 jam Pada hari ke 2 Pada hari ke3 Pada pengamatan
warnanya berubah warnanya tetap warnya masih terakhir warnanya
menjadi putih susu sama seperti hari putih susu masih putih susu
pertama yaitu tapi
putih susu tak sepekat hari
sebelumnya
Kekeruha setelah 24 jm Pada hari ke2 Pada hari ke3 Pada pengamatan
n menjadi sangat keruh media media terakhir media
perlakauannya perlakuanya perlakuannya
sedikit keruh sedikit keruh sedikit keruh

Endapan Terdapat endapan Pada hari ke2 Pada hari ke3 Pada pengamatan
pada media endapan pada endapan terakhir endapan
perlakuannya tetapi perlakuan 10- masih sama pada media
5
tidak terlalu mulai banyak seperti hari perlakuannya
banyak ke2 semakin banyak

Sampel atau koloni yang sudah diperbanyak menggunkan larutan yang dibuat media
potato dextrose broth (PDB) dan diamati selama 4 akan mengasilkan warna,
kekeruhan dan endapan yang berbeda setiap harinya. Pada sampel 10 -5 pada hari ke 1
memiliki warna putih susu, media perlakuan yang sangat keruh dan terdapat sedikit
endapan pada media perlakuannya. Pada hari ke 2 warna media perlakuanya masih
bewarna putih susu, kekeruhannya sedikit dan endapan pada media perlakuannya
mulai banyak. Pada hari ke3 warnanya masih putih susu, kekeruhannya sedikit dan
endapannya masih sama seperti hari ke2. Pada hari ke 4 warnya masih putih susu tapi
taksepekat hari ke3 atau sedikit bening, pada pengamtan terakhir media perlakuannya
sedikit keruh dan pada endapanya semakin banyak.
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari penelitian ini terdapat kepadatan bakteri pada pengenceran10 -4
-5
yaitu 35.000 dan pada pengenceran 10 memiliki kepadatanbakteri yaitu 20.000 dan terdapat
5 isolat bakteri yang mampu melarutkan fosfat yaitu pengenceran 10 -4 dan 10-5 dan yang
memiliki indeks kelarutan paling tingggi adalah sampel pengenceran betingkat 10 -5. Pada
koloni ke 1 dan no isolat 1 memiliki indeks kelarutan fosfat yaitu 2,87 dan koloni ke 2 dan no
isolat 1 memiliki nilai indeks kelarutan fosfat yaitu 2,87.
Karateristik morfologinya menunjukkan bawah pengenceran 10-4 dan 10-5 dengan
ulangan 1 dan 2 masing-masing pengenceran dan setiap isolat memiliki morfologi yang
berbeda dan paling banyak ia lah morfoligi dengan bentuk cicular, warna putih susu, tepi
entire dan elevasi raised. Pada sampel 10 -5 yang sudah diperbanyak menggunkan larutan yang
dibuat media potato dextrose broth (PDB) dan diamati selama 4 akan mengasilkan warna,
kekeruhan dan endapan yang berbeda setiap harinya. Pada pengamatan terakhir terdapat hasil
yang memliki warna putih susu tapi taksepekat hari ke3 atau sedikit bening, dan pada media
perlakuannya sedikit keruh dan pada endapanya semakin banyak.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat dan menetukan apakah pada sampel
tersebut mengandung banyak bakteri pelarut fosfat
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai