Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MIKROBIOLOGI TANAH

ASOSIASI MIKROBA TANAH DENGAN TUMBUHAN

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Irdawati S.Si, M.Si

OLEH :

KELOMPOK 1

1. Resti Yulia (19032047)


2. Rizka Meisy Evis Putri ( 19032151)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya makalah yang berjudul “Asosiasi Mikroba Tanah dengan Tumbuhan” ini dapat
diselesaikan dengan baik. Semoga dengan adanya makalah ini bisa membantu rekan-
rekandalam memahami materi fiksasi nitrogen non simbiotik pada mata kuliah mikrobiologi
tanah.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan masukan dan bahan kajian pada pembuatan makalah ini.Akhir kata, kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan
semoga makalah yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Padang, 14 November 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki letak sangat strategis juga
kelimpahan alam yang sangat banyak, mulai dari flaura, fauna, dan mikrooganisme.
Keberadaan mikroorganisme di alam sangat luas meliputi daratan atau tanah, perairan dan
udara. Jenis mikroorganisme meliputi protista (alga,protozoa), monera (bakteri
cyanobakteria) dan fungi. Keberadaan mikroorganisme bakteri dalam tanah sangat
banyak ditemukan mulai dari lapisan tanah teratas sampai lapisan tanah terbawah (Kanti,
2007).
Tanah memiliki susunan yang terdiri atas hancuran batu-batuan, partikel sebesar pasir
hingga ada pula yang sangat halus seperti lumpur. Sifat dari tanah itu sendiri bergantung
dari partikel-partikel tanah tersebut, di mana kemampuan dari berbagai macam tanah
tersebut memiliki kemampuan menahan dan menampung udara secara berbeda.
Kemampuan tanah tersebut juga mempengaruhi mikroorganisme untuk hidup di tanah
tersebut .
Tanah juga dihuni oleh bermacam-macam mikroba. Mikroba tanah seperti bakteri dan
jamur sangat mempengaruhi kesuburan tanah, oleh karena itu mikroba merupakan salah
satu aspek penting yang berperan dalam pembentukan ekosistem. Mikroba tanah juga
bertanggung jawab atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara, dengan
demikian mikroba mempunyai pengaruh terhadap sifat kimia dan fisik tanah.
Dwidjoseputro (2005) menyatakan peranan mikroba yang dapat bermanfaat dalam usaha
pertanian saat ini belum disadari sepenuhnya bahkan sering dianggap sebagai komponen
yang merugikan. Menurut Saraswati et. al. (2008) fungsi mikroba di dalam tanah
digolongkan menjadi empat, yaitu sebagai penyedia unsur hara dalam tanah, perombak
bahan organik dan mineralisasi organik, memacu pertumbuhan tanaman, dan sebagai
agen hayati pengendali hama dan penyakit tanaman.oleh karena itu dibuat makalah ini
untuk mengetahui asosiasi mikroba tanah dengan tumbuhan.
1.2 Rumusan Masalah

1.Bagaimana asosiasi rizorfir dengan tumbuhan?

2.Bagaimana asosiasi mikoriza dengan tumbuhan?

3.Bagaimana asosiasi actinoriza dengan tumbuhan?

4.Bagaimana asosiasi tripartit dan tetrapartit dengan tumbuhan?

5.Bagaimana asosiasi jamur dan bakteri endofit tumbuhan?

6.Bagaimana asosiasi agrobacte-rium, tumor tumbuhan?

1.3 Tujuan

1.Untuk mengetahui asosiasi rizorfir dengan tumbuhan


2. Untuk mengetahui asosiasi mikoriza dengan tumbuhan
3. Untuk mengetahui asosiasi actinoriza dengan tumbuhan
4. Untuk mengetahui asosiasi tripartit dan tetrapartit dengan tumbuhan
5. Untuk mengetahui asosiasi jamur dan bakteri endofit tumbuhan
6. Untuk mengetahui asosiasi agrobacte-rium, tumor tumbuhan
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Asosiasi Rizorfir dengan Tumbuhan

Rizosfer merupakan daerah perakaran yang subur, kaya akan nutrisi, kepadatan dan
kesuburan mikroba sangat tinggi (Hajoeningtijas, 2012). Keberadaan bakteri di daerah
rizosfer sangat bermanfaat bagi tanaman, antara lain mendekomposisi bahan organik,
menyediakan unsur hara N dengan menambatnya dari udara, menyediakan unsur hara
P melalui pelarutan unsur P dari bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman menjadi
bentuk yang tersedia, menghancurkan bahan toksis, juga membentuk asosiasi
simbiotik dengan akar tanaman sebagai agens antagonis, serta pemacu pertumbuhan
tanaman atau Plant Growth Promoting Rhizobacteria (Yulipriyanto, 2010).

Rizosfer tanaman yang kurang unsur hara dan mikroba berguna akan mengakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan tanaman yang diakibatkan oleh
kurangnya mikroba berguna yang membantu proses pelapukan bahan organik dan
fosfor, serta kurangnya serapan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.

Salah satu cara untuk mengetahui mekanisme antagonis dengan melakukan beberapa
pengujian terhadap mikroba antagonis yaitu dilakukan pengujian terhadap
kemampuan mikroba tersebut memproduksi enzim ekstraseluler dan senyawa HCN.
Peranan enzim di dalam pengendalian hayati digunakan sebagai pengurai dinding sel.
Salah satu enzim pengurai adalah khitinase yang mengurai kitin dan dihasilkan oleh
beberapa agensia pengendali hayati dalam proses antagonisme dan nutrisi. (Soesanto,
2008).
Pengujian HCN dalam pengendalian hayati juga memperlihatkan kemampuan
mikroba antagonis dalam menghasilkan metabolik sekunder berupa senyawa yang
mudah menguap dan bersifat toksin terhadap patogen. Menurut Soesanto (2008)
menyatakan bahwa salah satu bakteri antagonis, Pseudomonas fluorescens
menghasilkan metabolik sekunder berupa senyawa HCN yang mempunyai berat
molekul rendah dan mudah menguap, serta bersifat toksin terhadap patogen lain
dalam pengendalian hayati.

Penelitian terhadap keberadaan dan keragaman mikroba pada rizosfer tanaman sehat
telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dan menunjukkan adanya beberapa
mikroba yang menyelimuti perakaran tanaman sehat yang berguna sebagai pelindung
dari serangan patogen penyakit layu (Zulkarnaen,2007). Hal ini juga ditemukan pada
pertanaman

kentang di lapangan, pada perakaran tanaman kentang sehat telah ditemukan bakteri
antagonis seperti Pseudomonas flourences, Bacillus subtilis (Baharuddin et al, 2007),
Streptomyces sp. (Tiro, 2007), bakteri antagonis tersebut berpotensi sebagai
penghambat pertumbuhan bakteri layu secara In vitro maupun di pembibitan.

2.2 Asosiasi Mikoriza dengan Tumbuhan

Mikoriza adalah asosiasi mutualistik antara fungi dan akar tanaman yang membentuk
struktur simbiotik. Melalui simbiosis dengan tanaman, mikoriza berperan penting
dalam pertumbuhan tanaman, perlindungan penyakit, dan peningkatan kualitas tanah.
Dengan demikian, mikoriza sangat berperan dalam produktivitas tanaman. Salah satu
golongan mikoriza yang digunakan adalah Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). FMA
tergolong ke dalam ordo Glomales dan dapat ditumbuhkan pada akar tanaman hidup.
FMA adalah jenis mikroba tanah yang mempunyai kontribusi penting dalam
kesuburan tanah dengan jalan meningkatkan kemampuan tanaman dalam penyerapan
unsur hara, seperti fosfat (P), kalsium (Ca), natrium (N), mangan (Mn), kalium (K),
magnesium (Mg), tembaga (Cu), dan air. Hal ini disebabkan karena kolonisasi FMA
pada akar tanaman dapat memperluas bidang penyerapan akar dengan adanya hifa
eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu–bulu akar. Hifa yang terdapat
pada tanaman inang akan membantu mendekatkan unsur hara dari zona rhizosfer pada
tanaman inang, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih
cepat.
Fungi mikoriza menjadi kunci dalam memfasilitasi penyerapan unsur hara oleh
tanaman . Mikoriza merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara fungi dan sistem
perakaran tumbuhan. Peran mikoriza adalah membantu penyerapan unsur hara
tanaman, peningkatan pertumbuhan dan hasil produk tanaman. Sebaliknya, fungi
memperoleh energi hasil asimilasi dari tumbuhan. Walaupun simbiosis FMA dengan
tumbuhan pada lahan subur tidak banyak berpengaruh positif, namun pada kondisi
ekstrim mampu meningkatkan sebagian besar pertumbuhan tanaman (Smith and
Read, 2008). Mikoriza meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tingkat kesuburan
tanah yang rendah, lahan terdegradasi dan membantu memperluas fungsi sistem
perakaran dalam memperoleh nutrisi.

Mikoriza yang secara harfiah berarti "jamur akar" dan mengacu pada asosiasi yang
simbiotik yang ada antara jamur dan akar tumbuhan. Mungkin akar dari mayoritas
dari tumbuhan terestrial adalah mycorrhizal. Ada dua kelas umum mikoriza;
ektomikoriza, di mana sel jamur membentuk suatu bungkus pelindung luas di sekitar
bagian luar dari akar dengan hanya sedikit penetrasi ke dalam jaringan akar dan
ericoid mikoriza, di mana miselium jamur ditempelkan di dalam jaringan akar.

Ektomikoriza ditemukan sebagian besar di dalam pohon hutan terutama pohon jarum,
pohon besar dan pohon oak yang banyak dikembangkan pada hutan daerah temperata.
Di dalam suatu hutan,hampir setiap akar pohon memiliki mikoriza. Sistem perakaran
dari suatu pohon yang ada mikorizanya dapat menginfeksi akar yang pendek dan akar
yang panjang, Akar pendek memiliki karakteristik cabang dikotom, menunjukkan tipe
pelindung jamur sedangkan akar panjang pada umumnya tidak terkena infeksi.
Kebanyakan jamur mikoriza tidak menyerang selulosa dan serasah daun tetapi sebagai
gantinya menggunakan karbohidrat sederhana untuk pertumbuhan dan pada umumnya
mempunyai kebutuhan akan satu atau lebih vitamin, mereka memperoleh nutrisi dari
sekresi akar. Mikoriza jamur tidak pernah ditemukan secara alami kecuali bersama-
sama akar dan karenanya dapat dipertimbangkan symbiosis obligat. Jamur ini
menghasilkan substansi pertumbuhan tanaman dengan induksi perubahan morfologi
di dalam akar, menyebabkan dibentuk akar bercabang dikotom pendek. Di samping
hubungan erat antara jamur dan akar, ada sedikit spesifik jenis dilibatkan, satu jenis
cemara dapat membentuk mikoriza dengan lebih dari 40 jenis jamur.
Efek yang diuntungkan pada tumbuhan dari jamur mikoriza, terbaik diamati pada
lahan miskin, di mana pohon yang tumbuh dengan subur ada mikoriza, tetapi tidak
ada mikroriza tidak ada pertumbuhan. Kapan pohon ditanam di padang rumput yang
luas, yang mana biasanya kekurangan suatu inokulum jamur, pohon yang secara
artifisial diinokulasi pada saat penanaman, tumbuh jauh lebih dengan cepat dibanding
pohon yang tidak diinokulasi. Mikoriza tumbuhan bisa menyerap nutrisi dari
lingkungannya lebih efisien dibanding dengan pengerjaan non-mikoriza. Penyerapan
nutrisi dapat ditingkatkan dengan semakin besar area permukaan yang disajikan oleh
miselium jamur (Madigan et al., 2000).
CMA menginfeksi hampir 95 % semua tanaman (crop plant). Simbiosis ini bersifat
mutualistik, jamur mendapatkan karbohidrat dari tanaman dimana aliran nutrisi
diregulasi oleh tanaman inang. Fotosintat tanaman inang diabsorpsi jamur, khususnya
pada arbuskula yang mempunyai luas permukaan kontak yang besar antara jamur
dengan tanaman inang.Fungsi CMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
adalah : sebagai fasilitator dalam penyerapan berbagai unsur hara, pengendali hayati
penyakit tular tanah, penekan stress abiotik (kekeringan, salinitas, logam berat) dan
sebagai penstabil tanah (stabilator agregat tanah).

CMA yang menginfeksi akar tanaman akan membentuk hifa internal di dalam sel
epidermis dan korteks akar, arbuskula terbentuk di dalam korteks akar, dan hifa
eksternal berada di luar akar tanaman. Genus Glomus dan Acaulospora membentuk
vesikula yang terbentuk pada hifa interkalar atau apikal yang mengandung lemak dan
berfungsi sebagai cadangan makanan. Jamur Gigaspora dan Scutellospora tidak
membentuk vesikula. Hifa eksternal sangat penting dalam penyerapan unsur hara
karena panjang hifa eksternal dapat mencapai beberapa kali panjang akar sehingga
memperluas permukaan akar dalam menyerap larutan nutrisi dalam tanah (Douds and
Millner, 1999)

2.3 Asosiasi Actinoriza dengan Tumbuhan

Tanaman yang membentuk hubungan simbiosis dengan Frankia disebut tanaman


Actinoriza. Para ilmuwan telah menemukan lebih dari 160 tanaman yang menjadi
inang Actinomiset ini termasuk alders, zaitun Rusia, bayberry, pakis manis, tumbuhan
pahit, dan mawar tebing. The Frankia mampu menyediakan sebagian besar atau
semua kebutuhan Nitrogen tanaman inang. Ini adalah foto dari nodul pengikat
nitrogen yang tampak sangat keren pada akar alder.
Tumbuhan actinorhizal adalah kelompok angiospermae yang dicirikan oleh
kemampuannya untuk membentuk simbiosis dengan actinobacteria Frankia pengikat

nitrogen. Asosiasi ini mengarah pada pembentukan bintil akar pengikat nitrogen.

Bakteri pengikat Nitrogen dan tanaman inangnya sering kali merupakan spesies
perintis pada tanah yang kekurangan nitrogen dan terganggu seperti morain, aliran
vulkanik, dan bukit pasir. Mereka membantu menciptakan reservoir tanah kaya
nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh gelombang tanaman berikutnya.

Para ilmuwan percaya bahwa banyak nitrogen baru di hutan beriklim sedang, kaparal
kering, bukit pasir, morain, dan tailing limbah tambang adalah berkat mutualisme
Frankia dan tanaman inang. Mereka adalah hubungan utama pengikat nitrogen di
sebagian besar dunia dan hanya akan menjadi lebih penting saat kita menyesuaikan
diri dengan perubahan iklim global.

Tumbuhan actinorhizal ditemukan di semua benua kecuali Antartika. Kemampuan


mereka untuk membentuk nodul pengikat nitrogen memberikan keuntungan selektif
di tanah yang buruk. Oleh karena itu, sebagian besar tanaman actinorhizal adalah
spesies pionir yang menjajah tanah muda di mana nitrogen yang tersedia langka
seperti morain, aliran vulkanik atau bukit pasir. Menjadi salah satu spesies pertama
yang menjajah lingkungan yang terganggu ini, semak dan pohon actinorhizal
memainkan peran penting, memperkaya tanah dan memungkinkan pembentukan
spesies lain dalam suksesi ekologis.Tanaman actinorhizal seperti alder juga umum di
hutan riparian Tanaman actinorhizal adalah kontributor utama fiksasi nitrogen di
wilayah yang luas di dunia, dan sangat penting di hutan beriklim sedang. Tingkat
fiksasi nitrogen yang diukur untuk beberapaspesies alder mencapai 300 kg N
/ha/tahun, mendekati tingkat tertinggi 2 yang dilaporkan pada kacang-kacangan.

Tidak ada catatan fosil yang tersedia mengenai nodul, tetapi serbuk sari fosil tanaman
yang mirip dengan spesies actinorhizal modern telah ditemukan dalam sedimen yang
diendapkan 87 juta tahun yang lalu. Asal usul asosiasi simbiosis masih belum pasti.
Kemampuan untuk berasosiasi dengan Frankia adalah karakter polifiletik dan
mungkin telah berevolusi secara independen di clades yang berbeda. Namun
demikian, tumbuhan actinorhizal dan Legum, dua kelompok tumbuhan pengikat
nitrogen utama berbagi nenek moyang yang relatif dekat, karena mereka semua
adalah bagian dari klad dalam rosid yang sering disebut klad pengikat nitrogen..
Nenek moyang ini mungkin telah mengembangkan "kecenderungan" untuk masuk ke
dalam simbiosis dengan bakteri pengikat nitrogen dan ini menyebabkan perolehan
kemampuan simbiosis independen oleh nenek moyang spesies actinorhizal dan
Legum. Program genetik yang digunakan untuk membangun simbiosis mungkin telah
merekrut unsur unsur dari simbiosis mikoriza arbuskular, asosiasi simbiosis yang jauh
lebih tua dan tersebar luas antara tanaman dan jamur.

Seperti pada kacang-kacangan, nodulasi disukai oleh kekurangan nitrogen dan


dihambat oleh konsentrasi nitrogen yang tinggi. Tergantung pada spesies tanaman,
dua mekanisme infeksi telah dijelaskan: Yang pertama diamati pada casuarinas atau
alder dan disebut infeksi rambut akar. Dalam kasus ini, infeksi dimulai dengan infeksi
intraseluler pada rambut akar dan diikuti oleh pembentukan organ simbiosis primitif
yang tidak memiliki organisasi tertentu, prenodul. Mekanisme infeksi kedua disebut
entri interseluler dan dijelaskan dengan baik pada spesies Discaria. Dalam hal ini
bakteri menembus akar secara ekstraseluler, tumbuh di antara sel-sel epidermis
kemudian di antara sel-sel kortikal. Kemudian Frankiamenjadi intraseluler tetapi tidak
ada prenodul yang terbentuk. Dalam kedua kasus, infeksi menyebabkan pembelahan
sel di perisikel dan pembentukan organ baru yang terdiri dari beberapa lobus yang
secara anatomis mirip dengan akar lateral. Organ ini adalah nodul actinorhizal juga
disebut actinorhizae . Sel-sel kortikal nodul diinvasi oleh filamen Frankia yang
berasal dari tempat infeksi atau prenodul. Nodul actinorhizal umumnya memiliki
pertumbuhan tak tentu, oleh karena itu sel-sel baru terus diproduksi di puncak dan
berturut-turut menjadi terinfeksi.

Sel-sel kortikal nodul diinvasi oleh filamen Frankia yang berasal dari tempat infeksi
atau prenodul. Nodul actinorhizal umumnya memiliki pertumbuhan tak tentu, oleh
karena itu sel-sel baru terus diproduksi di puncak dan berturut-turut menjadi
terinfeksi. Sel-sel dewasa dari nodul diisi dengan filamen bakteri yang secara aktif
memfiksasi nitrogen. Sedikit informasi yang tersedia mengenai mekanisme yang
mengarah ke nodulasi. Tidak setara dengan faktor Nod rhizobialtelah ditemukan,
tetapi beberapa gen yang diketahui berpartisipasi dalam pembentukan dan fungsi
nodul Legum (pengkode hemoglobin dan nodulin lainnya) juga ditemukan pada
tanaman actinorhizal di mana mereka seharusnya memainkan peran yang
sama.Kurangnya alat genetik di Frankia dan spesies actinorhizal merupakan faktor
utama yang menjelaskan seperti mengecilkan miskin simbiosis ini, tetapi sequencing
baru-baru ini 3 Frankia genom dan pengembangan RNAi dan genomik alat alat
dalam spesies actinorhizal ; akan membantu untuk pemahaman yang jauh lebih baik
ditahun-tahun berikutnya.

2.4 Asosiasi Tripartit dan Tetrapartit dengan Tumbuhan

A. Peranan asosiasi tripartit dan tetrapartit mikroba tanah

1.Interaksi akar, mikoriza dan collembola

Steinaker and Wilson (2008) melakukan penelitian mendalam mengenai hubungan


akar, mikoriza dan collembola menggunakan teknik kamera khusus. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa collembola sebagai pemakan fungi (fungivor) berkorelasi negatif
terhadap produksi akar sepanjang musim.pertumbuhan tanaman di padang rumput dan
real hutan dan menurunkan akumulasi karbon di daerah rizosfir. Hasil penelitian
serupa dilakukan oleh Johnson (2005) bahwa kehadiran collembola di risosfir akan
memutuskan jaringan hifa mikoriza dari akar tanaman secara signifikan sehingga
menurunkan alokasi karbon di bawah permukaan tanah yang dapat merusak fungsi
mikoriza, tetapi hal ini tidak selalu memberikan dampak negatif terhadap
pertumbuhan tanaman.

2. Interaksi mikroba rizosfer dengan fungi pathogen akar

Kehadiran fungi saprofit dalam rizosfir terbukti mampu menekan populasi fungi
pathogen akar. Penelitian Net et al. (2006) pada rizosfir yang mengandung pathogen
Fusarium oxysporum yang bersifat patogen dan non patogen secara bersama-sama.
Hasilnya menunjukkan bahwa fungi patogen yang mampu menginfeksi tanaman dapat
bersifat saprofit tetapi fungi non patogen hanya bersifat saprofit. Ketika keduanya
terdapat bersama-sama ternyata strain non patogen dapat menekan populasi patogen
melalui kompetisi terhadap nutrisi (eksudat akar) dan ruang (titik infeksi pada akar)
atau dengan menghasilkan senyawa yang dapat meningkatkan resistensi tanaman
terhadap patogen.

3. Interaksi antara mikrofauna dengan mikroflora


Di dalam rizosfir juga terjadi interaksi antara mikrofauna dengan mikroflora. Salah
satu peranan protozoa di rizosfir adalah mengendalikan populasi bakteri, sehingga
kelompok protozoa ini disebut pemakan bakteri (bakteriovor). Selain protozoa yang
juga berperan sebagai bakteriovor adalah kelompok nematoda tertentu. Protoza dan
nematoda bakteriovor merupakan kelompok yang menempati tingkat tropik sebagai
konsumen utama yang memakan bakteri dan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh
bakteri dalam jejaring rantai makanan di rizosfir. Walaupun ukuran mereka sangat
kecil kelimpahan kelompok ini sangat mempengaruhi terhadap roduksi biomassa dan
sangat menentukan dinamika populasi mikroba di rizosfir.

B. Contoh Asosiasi Mkroba Tripartit dan Tetrapartit yang Diinokulasi

1. Inokulasi Jamur Mikoriza dengan Bakteri Penambat N Kajian simbiosis segitiga (tripartite)
antara jamur mikoriza (Glomus mosseae, G. fasciculatum, G. macrocarpum. Gigaspora
gilmorel, G. margarita. Scutellospora calosporu dan Endogone dusei) dengan bakteri
perambat N (Bradyrhizobium sp. (vigna) strain S 24) dan tanaman Vigna radiata.

- Interaksi antara jamur AM (G. mosseae) dengan bakteri penambat N (Rhizobium)


pada tanaman (Medicago sativa) Adanya interaksi antara jamur AM (G. mosseae)
dengan bakteri penambat N (Rhizobium) pada tanaman alfalfa (Medicago sativa)
dilaporkan oleh Azcon and Al-Atrash (1997). Bobot kering alfalfa dan toleransinya
terhadap salinitas tanah meningkat jika diinokulasi G. mosseae. Selain itu adanya
mikoriza juga menyebabkan meningkatnya pembentukan bintil oleh Rhizobium. Hal
ini terjadi karena adanya perlindungan secara fisiologis olch mikoriza terhadap bakteri
penambat N tersebut, sehingga bakteri lebih tahan terhadap salinitas yang lebih tinggi.
fiksasi N oleh bakteri tidak dapat berlangsung dengan kapasitas penuh, namun
demikian tanaman masih mampu memenuhi kebutuhan unsur N tersebut melalui
penyerapan yang lebih besar dari larutan tanah karena adanya hifa eksternal dari
mikoriza.
- Interaksi antara jamur mikoriza (Glomus mosseae, G. fasciculatum, G.
Macrocarpum, Gigaspora gilmorei, G. Margarita, Scutellospora calospora dan
Endogone duseii) dengan bakteri penambat N (Bradyrhizobium sp.(vigna) strain S 24)
dan tanaman Vigna radiate. Simbiosis segitiga (tripartite) ini menunjukkan bahwa
Bradyrhizobium sp. (vigna) strain S 24 berinteraksi berbeda-beda terhadap setiap
spesies mikoriza dan menyebabkan terjadinya variabilitas Dalam Pembentukan bintil.
Hal Init menunjukkan Adanya spesifitas antar organisme yang berinteraksi
tersebut.Bradyrhizobium sp. (vigna) strain S 24 jika berpasangan dengan Glomus
mossene G. fasciculatum dan S. calospora adalah berupa meningkatnya pembentukan
bintil, meningkatnya infeksi, serta meningkatnya kolonisasi jamur mikoriza pada akar.
Aktivitas jamur mikoriza dan bakteri saling terpengaruh satu sama lainnya. Jamur
mikoriza yang mengkolonisasi akar merubah fisiologi tanaman dan mampu merubah
pola eksudasinya.

-Interaksi Glomus mosseae dan bakteri Azorhizobium caulinodans.pada tanaman


Sesbania rostrata. Jamur mikoriza bersama dengan bakteri tersebut nyata
menyebabkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan inokulasi
jamur mikoriza saja atau bakteri saja.Hal ini menunjukkan adanya sinergi antara
jamur mikoriza dengan bakteri penambat N dalam meningkatkan pertumbuhan
Tanaman.Inang Infeksi jamur mikoriza pada akar diperkuat dengan adanya bakteri
penambat N. pertumbuhan hifa dan kolonisasi akar oleh jamur mikoriza meningkat
jika tanaman kedelai diinokulasi dengan bakteri penambat N. Bradyrhizobium
japonicum.

2. Inokulasi Jamur Mikoriza dengan Bakteri Pelarut Fosfat .

Interaksi antara dua spesies jamir mikoriza Glomus mosseae dan G. fasciculatum
dengan bakteri pelarut fosfat Zospirillum spp.. Pseodomonas spp.. Bacillus spp., dan
Enterobacter spp. pada tanaman legum Pueraria phaseolides.Simbiosis antara
tanaman, mikoriza dan bakteri pelarut fosfat tersebut dapat meningkatkan
pertumbuhan dan serapan nutrisi tanaman. Kondisi tanaman yang lebih baik tersebut
terjadi karena bakteri yang diinokulasikan mampu melarutkan fosfat dari bentuk
terikat sehingga tidak tersedia bagi tanaman menjadi bentuk terlarut yang tersedia
bagi tanaman diikuti oleh serapan yang lebih intensif karena adanya mikoriza. Selain
itu, interaksi segi tiga yang positif tersebut terjadi karena adanya pengaruh fisiologis
yang berkaitan dengan asimilasi karbon. Pelarutan fosfat oleh bakteri pelarut fosfat
berlangsung karena bakteri pelarut fosfat melepaskan senyawa organik (asam-asam
organik) yang mampu membuat kation-kation pengikat P menjadi tidak aktif karena
berikatan dengan senyawa organik yang dilepaskan oleh bakteri.

3.Asosiasi Jamur Mikoriza dengan Bakteri Penghasil Faktor Tumbuh

- Interaksi antara PGPR Pseudomonas putida dengan jamur VAM Glomus


fasciculatum pada tanaman clover. Beberapa spesies bakteri yang berada di dalam
tanah dapat meghasilkan faktor tumbuh yang mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman. Kelompok bakteri ini disebut plant growth-promoting rhizobacteria atau
disingkat PGPR. Inokulasi P. putida atau jamur VAM dapat meningkatkan
pertumbuhan tajuk tanaman clover dibandingkan kontrol tanpa inokulasi setelah
tanaman berumur 12 minggu. Namun demikian peningkatan bobot kering akar hanya
nyata pada perlakuan inokulasi bersama P. putida dengan jamur VAM. Bobot kering
tajuk yang diinokulasi P. putida dengan jamur VAM nyata lebih baik dibandingkan
dengan yang diinokulasi P. putida saja atau jamur VAM saja. Pembentukan bintil juga
meningkat dengan inokulasi P. putida saja atau jamur VAM saja, namun
peningkatannya menjadi lebih besar lagi jika dilakukan koinokulasi dengan keduanya.

-Pengaruh ekstrak PGPR terhadap jamur mikoriza pada tanaman Hedysarum


coronarium).Ekstrak PGPR yang mengandung GA, sitokinin dan IAA ternyata
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman, baik yang bermikoriza maupun yang
tidak bermikoriza. Inokolasi jamur mikoriza Glomus mosseae nyata meningkatkan
pertumbuhan tanaman dibandingkan kontrol, namun peningkatan Pertumbuhan
tanaman tersebut akan lebih tinggi lagi apabila ditambah dengan perlakuan ekstrak
PGPR..

2.5 Asosiasi Jamur dan Bakteri Endofit Tumbuhan


Mikrobia endofit merupakan mikrobia yang dapat diisolasi dari jaringan tanaman dan
memiliki kemampuan memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan
tanaman inangnya sehingga merupakan peluang yang sangat besar dan dapat
diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder yang berfungsi sebagai bahan
aktif pengobatan alternatif terhadap penyakit skabies, Sehingga apabila endofit yang
diisolasi dari suatu tanaman obat dapat menghasilkan alkaloid atau metabolit sekunder
sama dengan tanaman aslinya tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia, yang
kemungkinan besar memerlukan puluhan tahun untuk dapat dipanen (Strobel GA.,
et.al. 2003).

Menurut Stierle et al. (1995), pemanfaatan mikroba endofitik dalam memproduksi


senyawa aktif memiliki beberapa kelebihan, antara lain

(1) lebih cepat menghasilkan dengan mutu yang seragam.

(2) dapat diproduksi dalam skala besar, dan

(3) kemungkinan diperoleh komponen bioaktif baru dengan memberikan kondisi


yang berbeda.

Menurut Petrini et al., (1992), banyak kelompok fungi endofit yang mampu
memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri maupunt fungi
patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan. Fungi ini dapat menginfeksi
tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim
serta antibiotika (Carrol, 1988; Clay, 1988). Asosiasi beberapa fungi endofit dengan
tumbuhan inang mampu melindungi tumbuhan inangnya dari beberapa patogen
virulen, baik bakteri maupun jamur (Bills dan Polyshook,1992).

Pengujian daya hambat dari keempat isolat dilakukan terhadap jamur ikutan scabies.
Pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut: kapang SJ1 ditumbuhkan dalam
media kemudian dilarutkan menggunakan aquades steril, suspensi mikrobia ditransfer
ke dalam cawan Petri sebanyak kurang lebih 1 ml. kemudian dituangkan media Potato
Dextrose Agar cair yang bersuhu 35-40°C ke dalam cawan Petri tersebut, media
digoyang agar homogen dan didiamkan beberapa saat sampai dingin. Setelah dingin,
ditempelkan potongan kertas saring steril yang berdiameter 1 cm pada tengah media
tersebut, selanjutnya diteteskan suspensi mikrobia endofit sebanyak 1 ml di atas
potongan kertas. tersebut. Cawan Petri diinkubasi pada suhu 30°C selama 1-3 hari
sampai terlihat pertumbuhan atau adanya lingkaran jernih disekitar potongan kertas
tersebut. Lingkaran jernih tersebut merupakan tanda adanya senyawa bioaktif yang
dihasilkan oleh mikrobia endofit untuk memproteksi diri terhadap serangan/
pertumbuhan mikrobia ikutan scabies.

Isolat bakteri dan jamur endofit diinokulasikan pada media cair Nutrient Broth dalam
Erlenmeyer 500 ml yang diisi 150 ml. media (dua ulangan). Erlenmeyer
düinkubasikan dalam "shaker" dengan kecepatan 150 rpm selama 6 hari pada suhu
28-30°C. Berdasarkan pengujian keempat isolat endofit terhadap jamur ikutan
scabies, didapatkan bahwa bakteri MBB1, GDB1 dan jamur BDJ1 tidak memiliki
daya hambat yang kuat ini dapat dilihat dari hasil pertumbuhan secara bersama pada
cawan petri yang tidak terdapat zona penghambatan( zona jernih). Pada hari ketiga
pertumbuhan dari ketiga isolate ini terdapat luas zona penghambatan yang sangat
kecil (<0,5 cm), tetapi memasuki hari keempat zonal tersebut telah tertutupi oleh
jamur penginfeksi, sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga isolat endofit tersebut
memiliki daya hambat yang lemah sedangkan bakteri MDB2 yang diisolasi dari daun
beluntas menunjukkan daya hambat yang cukup besar yaitu diameter hambatan 3 cm
pada hari ketiga. Hal ini diduga disebabkan isolat ini mampu menghasilkan senyawa
alkaloid atau senyawa antibiotik atau enzim yang mampu melawan serangan jamur
ikutan scabies. Ini menunjukkan bah isolat ini memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai fungistatik untuk penyakit acabies pada ternak.

2.6 Asosiasi Agrobacte-rium, Tumor Tumbuhan

Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri gram negatif yang secara alamiah


menginfeksi tanaman dikotil dan menyebabkan tumor pada batang tanaman (Gambar
1).
A.tumefaciens memiliki dua macam DNA, yakni DNA yang terletak di dalam
kromosom dan DNA plasmid yang berbentuk circular (melingkar) yang terletak di
luar kromosom (Gambar 2). Pada saat A.tumefaciens menginfeksi sel tanaman, ada
sepenggal DNA yang ada pada plasmid tersebut yang terintegrasi dengan stabil ke
genom tanaman, kemudian terekspresi dan menyebabkan tumor. Sepenggal DNA
tersebut dikenal sebagai T-DNA (Transferred-DNA). Sedangkan plasmid yang
membawa T-DNA disebut Ti plasmid (Ti-tumor inducing). T-DNA ini dibatasi oleh
Left border (LB) serta Right border (RB) yang panjangnya 25bp.

Pada T-DNA terdapat dua tipe gen. Yang pertama adalah gen yang mengkode
pembentukan hormon auksin. dan sitokinin. Ketika T-DNA terintegrasi ke genom
tanaman, gen ini terekpresi pada tanaman, maka auksin dan sitokinin akan diproduksi
secara berlebihan oleh tanaman dan menstimulasi pertumbuhan sel yang tidak
terorganisir sehingga terbentuk tumor. Yang kedua adalah gen untuk sintesis opine.
Gen sintesis opine ini terekspresi pada sel tanaman sehingga sel tanaman mensintesis
opine, dan opine ini selanjutnya digunakan oleh Agrobacterium sebagai sumber
karbon / nitrogen (makanan) untuk pertumbuhan Agrobacterium itu sendiri.

Selain itu plasmid juga membawa sekelompok gen Vir yang membantu dalam proses
transfer namun tidak ikut tertransfer dan terintegrasi ke genom tanaman. Keberadaan
gen Vir ini sangat penting dalam proses transfer. Proses transfer T-DNA dimediasi
oleh kerjasama dari protein protein yang dikode oleh gen-gen Vir tersebut yang
terdapat pada virulence region pada Ti plasmid dan juga oleh gen gen yang terdapat
pada kromosom bakteri. Secara alamiah pada pembentukan tumor karena infeksi
A.tumefaciens, sel tanaman yang luka menghasilkan asetosiringon (AS) yaitu suatu
senyawa kimia yang berfungsi sebagai 'attractant bagi Agrobacterium. AS
mengaktifkan sekelompok gen Vir pada plasmid di dalam sel bakteri sehingga
menyebabkan gen Vir terekspresi dan menghasilkan protein Vir. Protein Vir yang
dihasilkan oleh gen Vir ini memungkinkan terjadinya transfer T-DNA ke genom
tanaman. Protein Vir inilah yang membantu terlepasnya T-DNA sehingga masuk ke
sitoplasma, kemudian ke inti sel dan terintegrasi ke DNA tanaman pada kromosom.
Selanjutnya T-DNA terekspresi dan secara fenotipik terlihat sebagai tumor.
memperlihatkan secara skhematis T-DNA dengan gen-gen yang ada di dalamnya.
Kemampuan bakteri mentransformasi sel tanaman berhubungan dengan adanya
plasmid penginduksi tumor (Ti) atau penginduksi akar (Ri) dalam Agrobacterium.
Interaksi antara Agrobacterium dan sel tanaman didahului dengan mekanisme secara
kimiawi yaitu sel tanaman yang luka menghasilkan suatu metabolit yang berperan
sebagai isyarat bagi Agrobacterium. Metabolit tersebut dapat berupa senyawa gula,
asam, asam amino atau senyawa fenol (Winans, 1992). Adanya senyawa tersebut
menginduksi Agrobacterium untuk bergerak aktif menuju ke sel sasaran. Gerakan
yang bersifat kemotaksis ini dipandu oleh senyawa yang disekresikan oleh sel
tanaman rentan yang luka. Interaksi dilanjutkan dengan adanya kontak antara
Agrobacterium dengan sel tanaman sasaran. Untuk memperkuat kontak tersebut
Agrobacterium mengeluarkan suatu metabolit yaitu â-1-2-glukan. Beberapa gen
dalam kromosom Agrobacterium diketahui merupakan penyandi enzim yang berperan
dalam sintesis berbagai senyawa glukan, yaitu chvA, chvB, dan exoC. Gen lain pada
kromosom yang berperan seperti ketiga gen tersebut adalah cel. Produk cel berperan
penting dalam sintesis senyawa selulosa fibril (Douglas et al. 1985; Gelvin, 2000).

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1.Rizosfer merupakan daerah perakaran yang subur, kaya akan nutrisi, kepadatan dan
kesuburan mikroba sangat tinggi

2.Mikoriza adalah asosiasi mutualistik antara fungi dan akar tanaman yang
membentuk struktur simbiotik. Melalui simbiosis dengan tanaman, mikoriza berperan
penting dalam pertumbuhan tanaman, perlindungan penyakit, dan peningkatan
kualitas tanah.

3.Tanaman yang membentuk hubungan simbiosis dengan Frankia disebut tanaman


Actinoriza

4.Mikrobia endofit merupakan mikrobia yang dapat diisolasi dari jaringan tanaman
dan memiliki kemampuan memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan
tanaman inangnya sehingga merupakan peluang yang sangat besar dan dapat
diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder yang berfungsi sebagai bahan
aktif pengobatan alternatif terhadap penyakit skabies

5.Kemampuan bakteri mentransformasi sel tanaman berhubungan dengan adanya


plasmid penginduksi tumor (Ti) atau penginduksi akar (Ri) dalam Agrobacterium.
Interaksi antara Agrobacterium dan sel tanaman didahului dengan mekanisme secara
kimiawi yaitu sel tanaman yang luka menghasilkan suatu metabolit yang berperan
sebagai isyarat bagi Agrobacterium..

3.2 saran

Kami menyadari banyak kekurangan pada makalah yang kami buat, semoga
kedepannya kami dapat memperbaiki lagi. Serta bagi para pembaca semoga
bermanfaat makalah ini,digunakan sebaik-baiknya demi kepentingan pendidikan dan
dapat memberikan saran dan kritik yang dapat membangun bagi.

Daftar Pustaka

Baharuddin, Nur Rosida, Ach Sayifudin, 2007. Pengembangan Usaha Perbenihan Kentang
Hasil Kultur Jaringan. FORKOM IPTEKDA LIPI.Gedung IPTEK Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Bills, G.F. and Polyshook, J.D. 1992. Recovery of Endophytic Fungi from
Chamaechyparisthyoides. Sydowia 44:1-12.

Carrol, G.C. 1988.Fungal Endophytes in Stems and Leaves. From LatentPathogens to


Mutualistic Symbiont. Ecology. 69:2-9.

Douds D.D and Patricia D Millner. 1999. Biodiversity Of Arbuscular Mycorrhizal Fungi In
Agroecosystems. Agriculture, Ecosystems and Environment. Vol 74. Hal 77-93
Douglas C. r., R.J. Stanloni, R. A. Rubin, & E.W. Nester. 1985. Identification andgenetic
analysis of an Agrobacterium tumefaciens chromosomal virulence region. J Bacteriol. 161:
850-860.

Madigan, M.T., J.M.Martinko, dan J.Parker. 2000. Brock Biology of Microorganism. Prentice
Hall Inc. New Jersey

Smith, S. E. & Read, D. J. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Third edition: Academic Press.
Elsevier Ltd. New York, London, Burlingtong, san Diego.

Soesanto, L,. 2008. Pengantar pengendalian Hayati Penyakit tanaman. PT RajaGrafindo


Perkasa, Jakarta.

Strobel, G.A., W.M. Hess, E. Ford, R.S. Sidhu, and X. Yang., 1996. Taxol from Fungal
Endophytes and The Issue of Biodiversity. Journal of Industrial Microbiology. 17:417-425.

Talanca, H. 2010. Status Cendawan Mikoriza Vesikular-Arbuskular (MVA) pada Tanaman.


Prosiding Pekan Serealia Naional. Sulawesi Selatan.353-357

Tiro, nurjannah., 2007. Isolasi Bakteri Antagonis pada Rizosfer Kentang (Solanum
tuberosum L) dan Uji Efektifitasnya Terhadap Patogen Rastonia solanacearum penyebab
Penyakit Layu Bakteri Secara in Vitro (Skripsi). Jurusan HPT Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Yulipriyanto, H., 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolahannya. Graha Ilmu:
Yogyakarta.

Winans S. C. 1992.Two-way chemical signaling in Agrobacterium-plant interactions.


Microbiol Rev. 56 (I): 12-31.

Zulkarnain, 2007. Keragaman Intensitas beberapa Penyakit Penting Tanaman Kentang pada
Sistem Perbenihan Aeroponik dan Perbenihan dengan Menggunakan Media Arang Sekam
(Skripsi). Jurusan HPT Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai