DOSEN PENGAMPU :
OLEH :
KELOMPOK 1
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya makalah yang berjudul “Asosiasi Mikroba Tanah dengan Tumbuhan” ini dapat
diselesaikan dengan baik. Semoga dengan adanya makalah ini bisa membantu rekan-
rekandalam memahami materi fiksasi nitrogen non simbiotik pada mata kuliah mikrobiologi
tanah.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan masukan dan bahan kajian pada pembuatan makalah ini.Akhir kata, kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan
semoga makalah yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Rizosfer merupakan daerah perakaran yang subur, kaya akan nutrisi, kepadatan dan
kesuburan mikroba sangat tinggi (Hajoeningtijas, 2012). Keberadaan bakteri di daerah
rizosfer sangat bermanfaat bagi tanaman, antara lain mendekomposisi bahan organik,
menyediakan unsur hara N dengan menambatnya dari udara, menyediakan unsur hara
P melalui pelarutan unsur P dari bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman menjadi
bentuk yang tersedia, menghancurkan bahan toksis, juga membentuk asosiasi
simbiotik dengan akar tanaman sebagai agens antagonis, serta pemacu pertumbuhan
tanaman atau Plant Growth Promoting Rhizobacteria (Yulipriyanto, 2010).
Rizosfer tanaman yang kurang unsur hara dan mikroba berguna akan mengakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan tanaman yang diakibatkan oleh
kurangnya mikroba berguna yang membantu proses pelapukan bahan organik dan
fosfor, serta kurangnya serapan unsur hara yang dibutuhkan tanaman.
Salah satu cara untuk mengetahui mekanisme antagonis dengan melakukan beberapa
pengujian terhadap mikroba antagonis yaitu dilakukan pengujian terhadap
kemampuan mikroba tersebut memproduksi enzim ekstraseluler dan senyawa HCN.
Peranan enzim di dalam pengendalian hayati digunakan sebagai pengurai dinding sel.
Salah satu enzim pengurai adalah khitinase yang mengurai kitin dan dihasilkan oleh
beberapa agensia pengendali hayati dalam proses antagonisme dan nutrisi. (Soesanto,
2008).
Pengujian HCN dalam pengendalian hayati juga memperlihatkan kemampuan
mikroba antagonis dalam menghasilkan metabolik sekunder berupa senyawa yang
mudah menguap dan bersifat toksin terhadap patogen. Menurut Soesanto (2008)
menyatakan bahwa salah satu bakteri antagonis, Pseudomonas fluorescens
menghasilkan metabolik sekunder berupa senyawa HCN yang mempunyai berat
molekul rendah dan mudah menguap, serta bersifat toksin terhadap patogen lain
dalam pengendalian hayati.
Penelitian terhadap keberadaan dan keragaman mikroba pada rizosfer tanaman sehat
telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dan menunjukkan adanya beberapa
mikroba yang menyelimuti perakaran tanaman sehat yang berguna sebagai pelindung
dari serangan patogen penyakit layu (Zulkarnaen,2007). Hal ini juga ditemukan pada
pertanaman
kentang di lapangan, pada perakaran tanaman kentang sehat telah ditemukan bakteri
antagonis seperti Pseudomonas flourences, Bacillus subtilis (Baharuddin et al, 2007),
Streptomyces sp. (Tiro, 2007), bakteri antagonis tersebut berpotensi sebagai
penghambat pertumbuhan bakteri layu secara In vitro maupun di pembibitan.
Mikoriza adalah asosiasi mutualistik antara fungi dan akar tanaman yang membentuk
struktur simbiotik. Melalui simbiosis dengan tanaman, mikoriza berperan penting
dalam pertumbuhan tanaman, perlindungan penyakit, dan peningkatan kualitas tanah.
Dengan demikian, mikoriza sangat berperan dalam produktivitas tanaman. Salah satu
golongan mikoriza yang digunakan adalah Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). FMA
tergolong ke dalam ordo Glomales dan dapat ditumbuhkan pada akar tanaman hidup.
FMA adalah jenis mikroba tanah yang mempunyai kontribusi penting dalam
kesuburan tanah dengan jalan meningkatkan kemampuan tanaman dalam penyerapan
unsur hara, seperti fosfat (P), kalsium (Ca), natrium (N), mangan (Mn), kalium (K),
magnesium (Mg), tembaga (Cu), dan air. Hal ini disebabkan karena kolonisasi FMA
pada akar tanaman dapat memperluas bidang penyerapan akar dengan adanya hifa
eksternal yang tumbuh dan berkembang melalui bulu–bulu akar. Hifa yang terdapat
pada tanaman inang akan membantu mendekatkan unsur hara dari zona rhizosfer pada
tanaman inang, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih
cepat.
Fungi mikoriza menjadi kunci dalam memfasilitasi penyerapan unsur hara oleh
tanaman . Mikoriza merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara fungi dan sistem
perakaran tumbuhan. Peran mikoriza adalah membantu penyerapan unsur hara
tanaman, peningkatan pertumbuhan dan hasil produk tanaman. Sebaliknya, fungi
memperoleh energi hasil asimilasi dari tumbuhan. Walaupun simbiosis FMA dengan
tumbuhan pada lahan subur tidak banyak berpengaruh positif, namun pada kondisi
ekstrim mampu meningkatkan sebagian besar pertumbuhan tanaman (Smith and
Read, 2008). Mikoriza meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tingkat kesuburan
tanah yang rendah, lahan terdegradasi dan membantu memperluas fungsi sistem
perakaran dalam memperoleh nutrisi.
Mikoriza yang secara harfiah berarti "jamur akar" dan mengacu pada asosiasi yang
simbiotik yang ada antara jamur dan akar tumbuhan. Mungkin akar dari mayoritas
dari tumbuhan terestrial adalah mycorrhizal. Ada dua kelas umum mikoriza;
ektomikoriza, di mana sel jamur membentuk suatu bungkus pelindung luas di sekitar
bagian luar dari akar dengan hanya sedikit penetrasi ke dalam jaringan akar dan
ericoid mikoriza, di mana miselium jamur ditempelkan di dalam jaringan akar.
Ektomikoriza ditemukan sebagian besar di dalam pohon hutan terutama pohon jarum,
pohon besar dan pohon oak yang banyak dikembangkan pada hutan daerah temperata.
Di dalam suatu hutan,hampir setiap akar pohon memiliki mikoriza. Sistem perakaran
dari suatu pohon yang ada mikorizanya dapat menginfeksi akar yang pendek dan akar
yang panjang, Akar pendek memiliki karakteristik cabang dikotom, menunjukkan tipe
pelindung jamur sedangkan akar panjang pada umumnya tidak terkena infeksi.
Kebanyakan jamur mikoriza tidak menyerang selulosa dan serasah daun tetapi sebagai
gantinya menggunakan karbohidrat sederhana untuk pertumbuhan dan pada umumnya
mempunyai kebutuhan akan satu atau lebih vitamin, mereka memperoleh nutrisi dari
sekresi akar. Mikoriza jamur tidak pernah ditemukan secara alami kecuali bersama-
sama akar dan karenanya dapat dipertimbangkan symbiosis obligat. Jamur ini
menghasilkan substansi pertumbuhan tanaman dengan induksi perubahan morfologi
di dalam akar, menyebabkan dibentuk akar bercabang dikotom pendek. Di samping
hubungan erat antara jamur dan akar, ada sedikit spesifik jenis dilibatkan, satu jenis
cemara dapat membentuk mikoriza dengan lebih dari 40 jenis jamur.
Efek yang diuntungkan pada tumbuhan dari jamur mikoriza, terbaik diamati pada
lahan miskin, di mana pohon yang tumbuh dengan subur ada mikoriza, tetapi tidak
ada mikroriza tidak ada pertumbuhan. Kapan pohon ditanam di padang rumput yang
luas, yang mana biasanya kekurangan suatu inokulum jamur, pohon yang secara
artifisial diinokulasi pada saat penanaman, tumbuh jauh lebih dengan cepat dibanding
pohon yang tidak diinokulasi. Mikoriza tumbuhan bisa menyerap nutrisi dari
lingkungannya lebih efisien dibanding dengan pengerjaan non-mikoriza. Penyerapan
nutrisi dapat ditingkatkan dengan semakin besar area permukaan yang disajikan oleh
miselium jamur (Madigan et al., 2000).
CMA menginfeksi hampir 95 % semua tanaman (crop plant). Simbiosis ini bersifat
mutualistik, jamur mendapatkan karbohidrat dari tanaman dimana aliran nutrisi
diregulasi oleh tanaman inang. Fotosintat tanaman inang diabsorpsi jamur, khususnya
pada arbuskula yang mempunyai luas permukaan kontak yang besar antara jamur
dengan tanaman inang.Fungsi CMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman
adalah : sebagai fasilitator dalam penyerapan berbagai unsur hara, pengendali hayati
penyakit tular tanah, penekan stress abiotik (kekeringan, salinitas, logam berat) dan
sebagai penstabil tanah (stabilator agregat tanah).
CMA yang menginfeksi akar tanaman akan membentuk hifa internal di dalam sel
epidermis dan korteks akar, arbuskula terbentuk di dalam korteks akar, dan hifa
eksternal berada di luar akar tanaman. Genus Glomus dan Acaulospora membentuk
vesikula yang terbentuk pada hifa interkalar atau apikal yang mengandung lemak dan
berfungsi sebagai cadangan makanan. Jamur Gigaspora dan Scutellospora tidak
membentuk vesikula. Hifa eksternal sangat penting dalam penyerapan unsur hara
karena panjang hifa eksternal dapat mencapai beberapa kali panjang akar sehingga
memperluas permukaan akar dalam menyerap larutan nutrisi dalam tanah (Douds and
Millner, 1999)
nitrogen. Asosiasi ini mengarah pada pembentukan bintil akar pengikat nitrogen.
Bakteri pengikat Nitrogen dan tanaman inangnya sering kali merupakan spesies
perintis pada tanah yang kekurangan nitrogen dan terganggu seperti morain, aliran
vulkanik, dan bukit pasir. Mereka membantu menciptakan reservoir tanah kaya
nitrogen yang dapat dimanfaatkan oleh gelombang tanaman berikutnya.
Para ilmuwan percaya bahwa banyak nitrogen baru di hutan beriklim sedang, kaparal
kering, bukit pasir, morain, dan tailing limbah tambang adalah berkat mutualisme
Frankia dan tanaman inang. Mereka adalah hubungan utama pengikat nitrogen di
sebagian besar dunia dan hanya akan menjadi lebih penting saat kita menyesuaikan
diri dengan perubahan iklim global.
Tidak ada catatan fosil yang tersedia mengenai nodul, tetapi serbuk sari fosil tanaman
yang mirip dengan spesies actinorhizal modern telah ditemukan dalam sedimen yang
diendapkan 87 juta tahun yang lalu. Asal usul asosiasi simbiosis masih belum pasti.
Kemampuan untuk berasosiasi dengan Frankia adalah karakter polifiletik dan
mungkin telah berevolusi secara independen di clades yang berbeda. Namun
demikian, tumbuhan actinorhizal dan Legum, dua kelompok tumbuhan pengikat
nitrogen utama berbagi nenek moyang yang relatif dekat, karena mereka semua
adalah bagian dari klad dalam rosid yang sering disebut klad pengikat nitrogen..
Nenek moyang ini mungkin telah mengembangkan "kecenderungan" untuk masuk ke
dalam simbiosis dengan bakteri pengikat nitrogen dan ini menyebabkan perolehan
kemampuan simbiosis independen oleh nenek moyang spesies actinorhizal dan
Legum. Program genetik yang digunakan untuk membangun simbiosis mungkin telah
merekrut unsur unsur dari simbiosis mikoriza arbuskular, asosiasi simbiosis yang jauh
lebih tua dan tersebar luas antara tanaman dan jamur.
Sel-sel kortikal nodul diinvasi oleh filamen Frankia yang berasal dari tempat infeksi
atau prenodul. Nodul actinorhizal umumnya memiliki pertumbuhan tak tentu, oleh
karena itu sel-sel baru terus diproduksi di puncak dan berturut-turut menjadi
terinfeksi. Sel-sel dewasa dari nodul diisi dengan filamen bakteri yang secara aktif
memfiksasi nitrogen. Sedikit informasi yang tersedia mengenai mekanisme yang
mengarah ke nodulasi. Tidak setara dengan faktor Nod rhizobialtelah ditemukan,
tetapi beberapa gen yang diketahui berpartisipasi dalam pembentukan dan fungsi
nodul Legum (pengkode hemoglobin dan nodulin lainnya) juga ditemukan pada
tanaman actinorhizal di mana mereka seharusnya memainkan peran yang
sama.Kurangnya alat genetik di Frankia dan spesies actinorhizal merupakan faktor
utama yang menjelaskan seperti mengecilkan miskin simbiosis ini, tetapi sequencing
baru-baru ini 3 Frankia genom dan pengembangan RNAi dan genomik alat alat
dalam spesies actinorhizal ; akan membantu untuk pemahaman yang jauh lebih baik
ditahun-tahun berikutnya.
Kehadiran fungi saprofit dalam rizosfir terbukti mampu menekan populasi fungi
pathogen akar. Penelitian Net et al. (2006) pada rizosfir yang mengandung pathogen
Fusarium oxysporum yang bersifat patogen dan non patogen secara bersama-sama.
Hasilnya menunjukkan bahwa fungi patogen yang mampu menginfeksi tanaman dapat
bersifat saprofit tetapi fungi non patogen hanya bersifat saprofit. Ketika keduanya
terdapat bersama-sama ternyata strain non patogen dapat menekan populasi patogen
melalui kompetisi terhadap nutrisi (eksudat akar) dan ruang (titik infeksi pada akar)
atau dengan menghasilkan senyawa yang dapat meningkatkan resistensi tanaman
terhadap patogen.
1. Inokulasi Jamur Mikoriza dengan Bakteri Penambat N Kajian simbiosis segitiga (tripartite)
antara jamur mikoriza (Glomus mosseae, G. fasciculatum, G. macrocarpum. Gigaspora
gilmorel, G. margarita. Scutellospora calosporu dan Endogone dusei) dengan bakteri
perambat N (Bradyrhizobium sp. (vigna) strain S 24) dan tanaman Vigna radiata.
Interaksi antara dua spesies jamir mikoriza Glomus mosseae dan G. fasciculatum
dengan bakteri pelarut fosfat Zospirillum spp.. Pseodomonas spp.. Bacillus spp., dan
Enterobacter spp. pada tanaman legum Pueraria phaseolides.Simbiosis antara
tanaman, mikoriza dan bakteri pelarut fosfat tersebut dapat meningkatkan
pertumbuhan dan serapan nutrisi tanaman. Kondisi tanaman yang lebih baik tersebut
terjadi karena bakteri yang diinokulasikan mampu melarutkan fosfat dari bentuk
terikat sehingga tidak tersedia bagi tanaman menjadi bentuk terlarut yang tersedia
bagi tanaman diikuti oleh serapan yang lebih intensif karena adanya mikoriza. Selain
itu, interaksi segi tiga yang positif tersebut terjadi karena adanya pengaruh fisiologis
yang berkaitan dengan asimilasi karbon. Pelarutan fosfat oleh bakteri pelarut fosfat
berlangsung karena bakteri pelarut fosfat melepaskan senyawa organik (asam-asam
organik) yang mampu membuat kation-kation pengikat P menjadi tidak aktif karena
berikatan dengan senyawa organik yang dilepaskan oleh bakteri.
Menurut Petrini et al., (1992), banyak kelompok fungi endofit yang mampu
memproduksi senyawa antibiotika yang aktif melawan bakteri maupunt fungi
patogenik terhadap manusia, hewan dan tumbuhan. Fungi ini dapat menginfeksi
tumbuhan sehat pada jaringan tertentu dan mampu menghasilkan mikotoksin, enzim
serta antibiotika (Carrol, 1988; Clay, 1988). Asosiasi beberapa fungi endofit dengan
tumbuhan inang mampu melindungi tumbuhan inangnya dari beberapa patogen
virulen, baik bakteri maupun jamur (Bills dan Polyshook,1992).
Pengujian daya hambat dari keempat isolat dilakukan terhadap jamur ikutan scabies.
Pengujian dilakukan dengan cara sebagai berikut: kapang SJ1 ditumbuhkan dalam
media kemudian dilarutkan menggunakan aquades steril, suspensi mikrobia ditransfer
ke dalam cawan Petri sebanyak kurang lebih 1 ml. kemudian dituangkan media Potato
Dextrose Agar cair yang bersuhu 35-40°C ke dalam cawan Petri tersebut, media
digoyang agar homogen dan didiamkan beberapa saat sampai dingin. Setelah dingin,
ditempelkan potongan kertas saring steril yang berdiameter 1 cm pada tengah media
tersebut, selanjutnya diteteskan suspensi mikrobia endofit sebanyak 1 ml di atas
potongan kertas. tersebut. Cawan Petri diinkubasi pada suhu 30°C selama 1-3 hari
sampai terlihat pertumbuhan atau adanya lingkaran jernih disekitar potongan kertas
tersebut. Lingkaran jernih tersebut merupakan tanda adanya senyawa bioaktif yang
dihasilkan oleh mikrobia endofit untuk memproteksi diri terhadap serangan/
pertumbuhan mikrobia ikutan scabies.
Isolat bakteri dan jamur endofit diinokulasikan pada media cair Nutrient Broth dalam
Erlenmeyer 500 ml yang diisi 150 ml. media (dua ulangan). Erlenmeyer
düinkubasikan dalam "shaker" dengan kecepatan 150 rpm selama 6 hari pada suhu
28-30°C. Berdasarkan pengujian keempat isolat endofit terhadap jamur ikutan
scabies, didapatkan bahwa bakteri MBB1, GDB1 dan jamur BDJ1 tidak memiliki
daya hambat yang kuat ini dapat dilihat dari hasil pertumbuhan secara bersama pada
cawan petri yang tidak terdapat zona penghambatan( zona jernih). Pada hari ketiga
pertumbuhan dari ketiga isolate ini terdapat luas zona penghambatan yang sangat
kecil (<0,5 cm), tetapi memasuki hari keempat zonal tersebut telah tertutupi oleh
jamur penginfeksi, sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga isolat endofit tersebut
memiliki daya hambat yang lemah sedangkan bakteri MDB2 yang diisolasi dari daun
beluntas menunjukkan daya hambat yang cukup besar yaitu diameter hambatan 3 cm
pada hari ketiga. Hal ini diduga disebabkan isolat ini mampu menghasilkan senyawa
alkaloid atau senyawa antibiotik atau enzim yang mampu melawan serangan jamur
ikutan scabies. Ini menunjukkan bah isolat ini memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai fungistatik untuk penyakit acabies pada ternak.
Pada T-DNA terdapat dua tipe gen. Yang pertama adalah gen yang mengkode
pembentukan hormon auksin. dan sitokinin. Ketika T-DNA terintegrasi ke genom
tanaman, gen ini terekpresi pada tanaman, maka auksin dan sitokinin akan diproduksi
secara berlebihan oleh tanaman dan menstimulasi pertumbuhan sel yang tidak
terorganisir sehingga terbentuk tumor. Yang kedua adalah gen untuk sintesis opine.
Gen sintesis opine ini terekspresi pada sel tanaman sehingga sel tanaman mensintesis
opine, dan opine ini selanjutnya digunakan oleh Agrobacterium sebagai sumber
karbon / nitrogen (makanan) untuk pertumbuhan Agrobacterium itu sendiri.
Selain itu plasmid juga membawa sekelompok gen Vir yang membantu dalam proses
transfer namun tidak ikut tertransfer dan terintegrasi ke genom tanaman. Keberadaan
gen Vir ini sangat penting dalam proses transfer. Proses transfer T-DNA dimediasi
oleh kerjasama dari protein protein yang dikode oleh gen-gen Vir tersebut yang
terdapat pada virulence region pada Ti plasmid dan juga oleh gen gen yang terdapat
pada kromosom bakteri. Secara alamiah pada pembentukan tumor karena infeksi
A.tumefaciens, sel tanaman yang luka menghasilkan asetosiringon (AS) yaitu suatu
senyawa kimia yang berfungsi sebagai 'attractant bagi Agrobacterium. AS
mengaktifkan sekelompok gen Vir pada plasmid di dalam sel bakteri sehingga
menyebabkan gen Vir terekspresi dan menghasilkan protein Vir. Protein Vir yang
dihasilkan oleh gen Vir ini memungkinkan terjadinya transfer T-DNA ke genom
tanaman. Protein Vir inilah yang membantu terlepasnya T-DNA sehingga masuk ke
sitoplasma, kemudian ke inti sel dan terintegrasi ke DNA tanaman pada kromosom.
Selanjutnya T-DNA terekspresi dan secara fenotipik terlihat sebagai tumor.
memperlihatkan secara skhematis T-DNA dengan gen-gen yang ada di dalamnya.
Kemampuan bakteri mentransformasi sel tanaman berhubungan dengan adanya
plasmid penginduksi tumor (Ti) atau penginduksi akar (Ri) dalam Agrobacterium.
Interaksi antara Agrobacterium dan sel tanaman didahului dengan mekanisme secara
kimiawi yaitu sel tanaman yang luka menghasilkan suatu metabolit yang berperan
sebagai isyarat bagi Agrobacterium. Metabolit tersebut dapat berupa senyawa gula,
asam, asam amino atau senyawa fenol (Winans, 1992). Adanya senyawa tersebut
menginduksi Agrobacterium untuk bergerak aktif menuju ke sel sasaran. Gerakan
yang bersifat kemotaksis ini dipandu oleh senyawa yang disekresikan oleh sel
tanaman rentan yang luka. Interaksi dilanjutkan dengan adanya kontak antara
Agrobacterium dengan sel tanaman sasaran. Untuk memperkuat kontak tersebut
Agrobacterium mengeluarkan suatu metabolit yaitu â-1-2-glukan. Beberapa gen
dalam kromosom Agrobacterium diketahui merupakan penyandi enzim yang berperan
dalam sintesis berbagai senyawa glukan, yaitu chvA, chvB, dan exoC. Gen lain pada
kromosom yang berperan seperti ketiga gen tersebut adalah cel. Produk cel berperan
penting dalam sintesis senyawa selulosa fibril (Douglas et al. 1985; Gelvin, 2000).
3.1 Kesimpulan
1.Rizosfer merupakan daerah perakaran yang subur, kaya akan nutrisi, kepadatan dan
kesuburan mikroba sangat tinggi
2.Mikoriza adalah asosiasi mutualistik antara fungi dan akar tanaman yang
membentuk struktur simbiotik. Melalui simbiosis dengan tanaman, mikoriza berperan
penting dalam pertumbuhan tanaman, perlindungan penyakit, dan peningkatan
kualitas tanah.
4.Mikrobia endofit merupakan mikrobia yang dapat diisolasi dari jaringan tanaman
dan memiliki kemampuan memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan
tanaman inangnya sehingga merupakan peluang yang sangat besar dan dapat
diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder yang berfungsi sebagai bahan
aktif pengobatan alternatif terhadap penyakit skabies
3.2 saran
Kami menyadari banyak kekurangan pada makalah yang kami buat, semoga
kedepannya kami dapat memperbaiki lagi. Serta bagi para pembaca semoga
bermanfaat makalah ini,digunakan sebaik-baiknya demi kepentingan pendidikan dan
dapat memberikan saran dan kritik yang dapat membangun bagi.
Daftar Pustaka
Baharuddin, Nur Rosida, Ach Sayifudin, 2007. Pengembangan Usaha Perbenihan Kentang
Hasil Kultur Jaringan. FORKOM IPTEKDA LIPI.Gedung IPTEK Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Bills, G.F. and Polyshook, J.D. 1992. Recovery of Endophytic Fungi from
Chamaechyparisthyoides. Sydowia 44:1-12.
Douds D.D and Patricia D Millner. 1999. Biodiversity Of Arbuscular Mycorrhizal Fungi In
Agroecosystems. Agriculture, Ecosystems and Environment. Vol 74. Hal 77-93
Douglas C. r., R.J. Stanloni, R. A. Rubin, & E.W. Nester. 1985. Identification andgenetic
analysis of an Agrobacterium tumefaciens chromosomal virulence region. J Bacteriol. 161:
850-860.
Madigan, M.T., J.M.Martinko, dan J.Parker. 2000. Brock Biology of Microorganism. Prentice
Hall Inc. New Jersey
Smith, S. E. & Read, D. J. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Third edition: Academic Press.
Elsevier Ltd. New York, London, Burlingtong, san Diego.
Strobel, G.A., W.M. Hess, E. Ford, R.S. Sidhu, and X. Yang., 1996. Taxol from Fungal
Endophytes and The Issue of Biodiversity. Journal of Industrial Microbiology. 17:417-425.
Tiro, nurjannah., 2007. Isolasi Bakteri Antagonis pada Rizosfer Kentang (Solanum
tuberosum L) dan Uji Efektifitasnya Terhadap Patogen Rastonia solanacearum penyebab
Penyakit Layu Bakteri Secara in Vitro (Skripsi). Jurusan HPT Fakultas Pertanian Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Yulipriyanto, H., 2010. Biologi Tanah dan Strategi Pengelolahannya. Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Zulkarnain, 2007. Keragaman Intensitas beberapa Penyakit Penting Tanaman Kentang pada
Sistem Perbenihan Aeroponik dan Perbenihan dengan Menggunakan Media Arang Sekam
(Skripsi). Jurusan HPT Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.