Anda di halaman 1dari 31

Tugas Individu

MAKALAH MIKORIZA

OLEH:

SULISTYA NINGSIH
F1D1 17 019

PROGRAM STUDI BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbil’alamin, puji syukur penyusun panjatkan


kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya
kepada Kami, sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang membimbing umatnya dari zaman
jahiliyah menuju zaman Islamiyah yakni ajaran agama Islam.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mikoriza
tentang “Mikoriza”. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan
pembaca tentang konsep di dalamnya. Selain itu kami mengharapkan saran dan
kritikann yang sifatnya membangun, demi perbaikan makalah yang akan datang.
Akhir kata Kami ucapkan terima kasih dan semoga Allah selalu
meridhoi segala usaha kita, Aamiin.

Kendari, 12 Mei 2020

Penulis
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyaknya lahan kritis yang dihasilkan dari aktivitas pertambangan, juga

penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi untuk mengatasi masalah pertanian

menyebabkan hilangnya unsur hara pada tanah. Sedikitnya kandungan unsur hara

dan melimpahnya kandungan logam dalam tanah menyebabkan pertumbuhan

tanaman yang kurang baik, juga pencemaran tanah. Penyelesaian masalah lahan

kritis yang tidak kunjung usai, juga penggunaan pupuk kimiawi untuk

menyediakan unsur hara bagi tanaman ternyata bukan menjadi solusi yang solutif

untuk menyelesaikan permasalahan ini, karena penggunaan bahan kimia semakin

lama akan menimbulkan efek samping bagi tanah. Hal ini menimbulkan ide untuk

menyelesaikan msalah secara biologis dan dianggap tidak menimbulkan efek

samping, salah satunya dengan menggunakan mikoriza.

Mikoriza adalah suatu struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai

menifestasi adanya simbiosis antara cendawan (myces) dan perakaran (Rhiza)

tumbuhan tingkat tinggi. Dari hubungan yang saling menguntungkan ini tanaman

akan mendapatkan hara lebih banyak dari tanah, sedang cendawan mendapatkan

fotosintat dari tanaman. Mikoriza adalah struktur khas yang mencerminkan

adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan

tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu.

Mikoriza sangat membantu tanaman dalam meningkatkan ketahanan

terhadap kekeringan serta membantu penyerapan hara dan air melalui jaringan

miseliumnya di dalam tanah. Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari


cekaman hayati dan non hayati. Mikoriza merupakan salah satu cara yang dipakai

untuk mengatasi masalah pada tanah andisol karena fungi mikoriza berpotensi

memfasilitasi penyediaan berbagai unsur hara bagi tanaman terutama unsur P.

Perbaikan pertumbuhan dan kenaikan hasil berbagai tanaman berkaitan dengan

perbaikan nutrisi P tanaman. Mikoriza berfungsi sebagai fasilitator penyerapan

hara dan juga berpotensi sebagai pengendali hayati (bioprotektor). Tanaman yang

mengandung mikoriza mengalami kerusakan lebih sedikit dibandingkan dengan

tanaman tidak mengandung mikoriza dan serangan penyakit berkurang atau

perkembangan patogen terhambat. Mikoriza Asbuskular dapat menurunkan

serangan penyakit terhadap tanaman. Mikoriza juga berperan penting dalam

meningkatkan pertumbuhan tanaman agrikultur, holtikultura dan tanaman hutan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran umum mikoriza?

2. Bagaimana klasifikasi mikoriza berdasarkan cara infeksi dan struktur

tumbuhnya?

3. Bagaimana teknik isolasi dan inokulasi mikoriza?

4. Bagaimana peranan mikoriza dalam tanah?

C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai

berikut :

1. Untuk mengetahui gambaran umum mikoriza.


2. Untuk mengetahui klasifikasi mikoriza berdasarkan struktur tumbuh dan cara

infeksinya.

3. Untuk mengetahui teknik isolasi dan inokulasi mikoriza.

4. Untuk mengetahui peran mikoriza dalam tanah.

D. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh setelah mempelajari makalah ini adalah

sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui gambaran umum mikoriza.

2. Dapat mengetahui klasifikasi mikoriza berdasarkan struktur tumbuh dan cara

infeksinya.

3. Dapat mengetahui teknik isolasi dan inokulasi mikoriza.

4. Dapat mengetahui peran mikoriza dalam tanah.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mikoriza

Mikoriza adalah suatu bentuk hubungan simbiosis mutualisme antara

cendawan dan perakaran tumbuhan tingkat tinggi. Mikoriza dapat berkolonisasi

dan berkembang secara simbiosis mutualisme dengan akar tanaman, sehingga

dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, serta membantu menekan

perkembangan beberapa patogen tanah. Infeksi mikoriza dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman dan kemampuannya memanfaatkan nutrisi terutama unsur

P, Ca, N,Cu, Mn, K dan Mg. Hal ini disebabkan oleh kolonisasi mikoriza pada

akar tanaman dapat memperluas bidang serapan akar dengan adanya hifa eksternal

yang tumbuh dan berkembang melalui bulu akar (Istigfaiyah, 2018).

Mikoriza adalah suatu struktur yang dibentuk oleh akar tanaman dan

cendawan tertentu. Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis

mutualisme, antara fungi dengan perakaran tumbuhan tinggi. Cendawan mikoriza

merupakan cendawan obligat, dimana kelangsungan hidupnya berasosiasi akar

tanaman dengan sporanya. Spora berkecambah dengan membentuk apressoria

sebagai alat infeksi, dimana infeksinya biasa terjadi pada zona elongasi. Proses ini

dipengaruhi oleh anatomi akar dan umur tanaman yang terinfeksi. Hifa yang

terbentuk pada akar yaitu interseluler dan intraseluler dan terbatas pada lapisan

korteks, dan tidak sampai pada stele. Hifa yang berkembang diluar jaringan akar

berperan terhadap penyerapan unsur hara tertentu dan air (Anastasia, 2014).

Mikoriza adalah suatu struktur sistem perakaran yang terbentuk sebagai

menifestasi adanya simbiosis antara cendawan (myces) dan perakaran (Rhiza)


tumbuhan tingkat tinggi. Dari hubungan yang saling menguntungkan ini tanaman

akan mendapatkan hara lebih banyak dari tanah, sedang cendawan mendapatkan

fotosintat dari tanaman. Mikoriza adalah struktur khas yang mencerminkan

adanya interaksi fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan

tertentu dengan satu atau lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu (Masria,

2014).

B. Jenis-Jenis Mikoriza

Mikoriza secara umum dikelompokan menjadi dua tipe, yaitu

ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza dicirikan oleh adanya miselia padat

yang menyelimuti akar dan infasi cendawan secara intersellular pada jaringan

korteks akar, sedangkan endomikoriza dicirikan oleh adanya jaringan hifa

eksternal dalam tanah dan tumbuh secara intensif dalam sel korteks. Secara

morfologi, keduanya dibedakan berdasarkan jenis tanaman dan taksa dari

cendawan yang membentuk mikoriza tersebut. Ektomikoriza di jumpai tanaman

hutan dan terutama dari anggota cendawan Ascomycetes dan Basidiomycetes,

sedangkan endomikoriza dijumpai pada tanaman perdu rumput-rumputan,

tanaman perkebanan dan buah-buahan, terutama dari anggota cendawan

Zygomycetes (Rahmi, dkk., 2017).

Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya pada sistem perakaran

inangnya (host), mikoriza dikelompokkan ke dalam 2 golongan besar, yaitu

ektomikoriza dan endomikoriza. Ektomikoriza merupakan tipe yang paling

dikenal dan mudah dilihat dengan mata biasa. Ektomikoriza menginfeksi

tanaman-tanaman dari kelompok Dipterocarpaceae, Pinaceae, Myrtaceae dan


Leguminaceae. Ektomikoriza mudah dikenali karena memiliki ciri berupa akar

terinfeksi membesar dan membentuk percabangan dichotomous, permukaan akar

ditutupi oleh mycelia yang disebut fungal sheat (mantel), terdapat rhizomorph

yaitu hifa yang menjorok keluar dan berfungsi sebagai alat yang efektif untuk

penyerapan hara dan air, mycelium cendawan ini membentuk selubung pada

permukaan akar yang sering mencapai ketebalan tertentu diantara dinding sel-sel

jaringan korteks yang disebut hartignet, serta hifa tidak masuk ke dalam sel, tetapi

hanya berkembang di antara dinding sel jaringan korteks. Endomikoriza

dibedakan dari ektomikoriza, karena beberapa karakteristik, yaitu perakaran yang

terinfeksi tidak membesar, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks,

adanya struktur khusus berbentuk oval yang disebut vesicles, sistem percabangan

hifa yang disebut arbuskulus (Purba, dkk., 2014).

Berdasarkan struktur dan cara jamur menginfeksi akar, mikoriza dapat

dikelompokan menjadi Ektomikoriza (jamur yang menginfeksi tidak masuk ke

dalam sel akar tanaman dan hanya berkembang diantara dinding sel jaringan

korteks, akar yang terinfeksi membesar dan bercabang), Endomikoriza (Jamur

yang menginfeksi masuk ke dalam jaringan sel korteks dan akar yang terinfeksi

tidak membesar) (Damanik, dkk., 2011).

1. Ektomikoriza

Ektomikoriza adalah asosiasi simbiosa antara jamur dan akar tumbuhan,

dimana jamur membentuk suatu sarung yang menyelubungi semua atau

beberapa cabang-cabang akar dan adakalanya masuk ke dalam sel tetapi tidak

pernah menembus melewati korteks dan hifa intraseluler tidak menyebabkan


kerusakan sel inang. Fungi pembentuk ektomikoriza memiliki tubuh buah

seperti payung, bola atau bulat, hifanya hanya menembus lapisan epidermis

akar (tidak masuk ke dalam sel, melainkan hanya berkembang diantara

dinding-dinding sel jaringan korteks) tanpa merusak struktur dinding sel dan

memiliki miselium (bagian jamur yang dibentuk oleh sekumpulan hifa) yang

membungkus permukaan akar, sehingga membentuk mantel. Akar tanaman

yang dibungkus ektomikoriza umumnya tidak memiliki bulu akar, karena

perannya telah tergantikan oleh hifa ektomikoriza. Ektomikoriza tidak dapat

tumbuh dengan bereproduksi tanpa bersimbiosis dengan akar tanaman

inangnya. Fungi memperoleh bahan makanan dari tanaman inang, sedangkan

tanaman inang memperoleh air dan unsur hara yang lebih banyak. Jenis fungi

pembentuk ektomikoriza berasal dari kelompok Basidiomycota (Istigfaiyah,

2018).

Tipe fungi mikoriza dicirikan oleh pola atau karakter morfologinya. Salah

satu dari tipe mikoriza tersebut adalah ektomikoriza. Beberapa karakteristik

yang dapat dilihat pada ektomikoriza adalah akar yang terkena infeksi biasanya

membesar dan bercabang serta rambut-rambut akar tidak ada. Permukaan akar

pada suatu penampang melintang secara lengkap ditutupi oleh miselia yang

biasa disebut dengan fungal sheat (mantel). Terlihat beberapa hifa yang

menjorok keluar yang disebut sebagai rhizomorphs. Hifa ini berfungsi sebagai

alat yang efektif untuk penyerapan unsur hara dan air. Nampak hifa yang

membentuk struktur seperti net (jala) diantara dinding sel-sel jaringan korteks,

biasa disebut sebagai hartig net. Hifa tidak menyerang (masuk) ke dalam sel,
tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel jaringan korteks

(Fitriasari, 2011).

2. Endomikoriza

Endomikoriza adalah asosiasi simbiosis mutualisme antara jamur

tertentu dengan akar tanaman, dimana jamur tumbuh sebagian besar di dalam

korteks akar dan menembus akar tanaman inang. Endomikoriza dibedakan atas

tiga kelompok, yaitu erikoid mikoriza, orchidaceous mikoriza dan mikoriza

vesikular arbuskular (VAM). Endomikoriza memiliki lapisan hifa yang tipis

pada permukaan akar. Infeksi endomikoriza pada tanaman menyebabkan

perkecambahan spora didalam tanah. Hifa kemudian tumbuh memanjang

didalam tanah, lalu melakukan penetrasi ke jaringan akar tanaman, menembus

korteks dan dinding sel tanaman tanpa menembus membran sel dan

membentuk jaringan didalam sel yang menyebabkan penekanan pada membran

sel tanaman tersebut. Hifa yang menembus dinding sel akan bercabang banyak

dan halus, dimana struktur ini disebut arbuskular, sehingga endomikoriza juga

disebut mikoriza arbuskular. Selain itu, juga terbentuk vesikel, yang

merupakan struktur jamur yang berasal dari pembengkakan hifa internal yang

berbentuk bulat dan banyak mengandung senyawa lemak. Vesikel berfungsi

menyimpan cadangan makanan dan sebagai spora (Istigfaiyah, 2018).

3. Ektendomikoriza

Ektendomikoriza merupakan bentuk intermediet antara ektomikoriza dan

endomikoriza. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa

jaringan hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel
korteksnya. Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga

pengetahuan tentang mikoriza tipe ini sangat terbatas. Hifa ektendomikoriza

terbentuk baik di dalam maupun diluar jaringan akar (Istigfaiyah, 2018).

C. Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM)

Vesikular Arbuskular Mikoriza (VAM) adalah suatu simbiosis yang

ditemukan antara cendawan (Zygomycetes) dan akar. VAM masuk ke dalam kelas

Zygomycetes yang hanya memiliki satu ordo yaitu ordo Glomales. Ordo ini

memiliki dua subordo yaitu Glominae dan Gigasporinae, genus Gigaspora,

Scutellaspora, Entrophospora dan Glomus. VAM merupakan cendawan yang

bersimbiosis dengan akar tanaman. Cendawan ini membentuk vesikel dan

arbuskular di dalam korteks tanaman. Vesikel merupakan ujung hifa berbentuk

bulat, berfungsi sebagai organ penyimpanan, sedangkan arbuskular merupakan

hifa yang struktur dan fungsinya sama dengan houstria dan terletak dalam sel

tanaman. Bagian penting pada VAM adalah hypa eksternal yang dibentuk di luar

akar tanaman. Hypa cendawan ini menyebar dalam akar tanaman dalam bentuk

hypa linear atau gulungan hypa. Hypa eksternal adalah struktur filamentous

fungal yang bercabang dalam tanah, yang bertanggungjawab atas didapatkannya

nutrisi, perkembangbiakan asosiasi, formasi spora dan lain-lain. Hypa ini

membantu memperluas daerah penyerapan akar tanaman. Jumlah miselium

eksternal dapat mencapai 80 cm per jam/cm panjang akar. Arbuskular adalah

houstoria dengan cabang yang ruwet yang dibentuk di dalam korteks akar.

Arbuskular ini dibentuk oleh percabangan dichtomous yang berulang-ulang

sehingga menyerupai pohon kecil di dalam sel inangnya. Arbuskular merupakan


hifa bercabang halus yang dapat meningkatkan 2-3 kali luas permukaan

plasmolema akar, dan dapat digunakan untuk memindahkan nutrien antara jamur

dan tanaman. Arbuskular terbentuk 2-3 hari setelah infeksi (Junita, 2015).

VAM merupakan simbiosis antara jamur tanah yang termasuk kelompok

Endogonales dengan semua tanaman yang termasuk dalam Bryophyta,

Pteridophyta, Gymnospermae dan Angiospermae. Simbiosis antara tanaman

dengan mikoriza terjadi dengan adanya pemberian karbohidrat dari tanaman

kepada jamur dan pemberian unsur hara, terutama P dari jamur ke tanaman.

Jamur membutuhkan senyawa karbon yang dihasilkan oleh tanaman inang,

sehingga kemampuan tanaman untuk mensuplay senyawa karbon dari hasil

fotosintesis menentukan keberhasila tanaman bersimbiosis dengan jamur. Akar

tanaman dapat menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan

jamur VAM. Senyawa tersebut berupa flavonoid yang disebut eupalitin yang

dapat merangsang pertumbuhan hifa VAM (Hidayat, dkk., 2016).

Struktur cendawan yang berasal dari pembengkakan hypa internal secara

terminar dan interkalar, berbentuk bulat telur, berisi banyak senyawa lemak

sehingga merupakan organ penyimpanan makanan dan pada kondisi tertentu dapat

berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan cendawan.

Jika korteks sobek, vesikel dibebaskan ke dalam tanah, dan selanjutnya dapat

berkecambah dan merupakan propagul infektif. Simbiosis VAM dicirikan oleh

pendeknya umur arbuskula dibandingkan dengan vesikelnya, kolonisasi cepat

terjadi pada akar-akar baru tumbuh dan berkembang dan munculnya vesikular

hanya pada unit-unit kolonisasi yang paling tua. Karena vesikel tidak selalu
ditemukan maka asosiasi cendawan diperkirakan hanya berdasarkan keberadaan

arbuskularnya (Luthfi, 2016).

D. Struktur Umum Vesicular Arbuscular Mycorrhiza (VAM)

Vesicular Arbuscular Mycorrhiza (VAM) mempunyai struktur hifa

eksternal dan hifa internal, hifa gulung, arbuskul dan vesikula. Hifa mikoriza tidak

bersekat, tumbuh diantara sel-sel korteks dan bercabang-cabang didalam sel

tersebut. VAM membentuk arvuskul dan vesikel didalam akar. Pada jaringanyang

diinfeksi, akan terbentuk hifa yang bergelung-gelung atau bercabang-cabang,

yang disebut arbuskul. Arbuskul merupakan cabang-cabang hifa dikotom, dimana

struktur ini akan nampak sebagai massa protoplasma yang berbutir-butir dan

berbaur dengan protoplasma sel tanaman. Arbuskul mempunyai hifa yang

bercabang halus, yang dapat meningkatkan 2-3 kali luas permukaan plasmolema

akar dan berperan sebagai pemindah unsur hara antara jamur dengan tanaman

inang. Arbuskul dapat dibentuk 2-3 hari setelah infeksi jamur terjadi pada

perakaran. Apabila sel korteks rusak, vesikula dapat dibebaskan ke dalam tanah

dan selanjutnya dapat berkecambah, juga merupakan propagul infektif. Bentuk,

struktur dinding, isi dan jumlah vesikel didalam akar ditentukan oleh jenis VAM

(Hidayat, dkk., 2016).

Jamur VAM mengadakan asosiasi dengan akar tanaman dan infeksinya

pada bagian korteks akar. Perakaran yang terinfeksi VAM tidak menunjukkan

perubahan nyata secara fisik, sehingga hanya dapat dideteksi dengan teknik

pewarnaan pada akar dan diamati menggunakan mikroskop. Mikoriza dalam tanah

dapat mebentuk spora satu-satu atau berkelompok, yang disebut sporokarp.


Berdasarkan tipe sporanya, dibedakan yang dapat membentuk klamidospora, yaitu

dari kelompok Glomus, Sclerocystis dan Complexipes, sedangkan yang

membentuk asigospora adalah kelompok Gigaspora, Acaulospora dan

Entrophospora. Bagian penting pada VAM adalah hifa eksternal yang tumbuh

diluar akar tanaman. Perkembangan miselium eksternal sangat dipengaruhi oleh

keadaan tanah, terutama aerasi (Hidayat, dkk., 2016).

E. Jenis-Jenis Vesikula Arbuskula Mikoriza (VAM)

1. Glomus sp.

Proses perkembangan spora yang terjadi pada kelompok Glomus sp.

berawal dari ujung hifa yang membesar hingga ukuran maksimal dan terbentuk

spora. Spora Glomus sp. berasal dari perkembangan hifa, sehingga disebut

Chlamydospora, terkadang hifa bercabang-cabang dan membentuk sporocarp.

Sporanya berbentuk globos, subglobos, ovoid ataupun obovoid, dengan dinding

spora terdiri atas lebih dari satu lapis. Spora Glomus dapat ditemukan dalam

bentuk tunggal atau agregat lepas, sporokarp tidak seperti pada Sclerocyst dan

spookarp terdiri dari spora dengan dinding lateral yang saling melekat satu

sama lain. Spora Glomus umumnya berbentuk bulat hingga bulat lonjong,

memiliki dinding spora relatif halus dan memiliki dinding spora yang tipis

(Puspitasari, dkk., 2012).

2. Acaulospora sp.

Proses perkembangan spora Acaulospora berawal dari ujung hifa yang

membesar seperti spora yang disebut hyphal terminus, dimana diantara hyphal
terminus dan subtending hyphae akan muncul bulatan kecil yang akan terus

membesar dan membentuk spora. Hifa terminus kemudian akan rusak dan

isinya akan masuk dalam spora. Rusaknya hifa terminus akan meninggalkan

bekas berupa lubang kecil, disebut Cycatric. Spora Acaulospora merupakan

spora tunggal didalam sporokarp, spora melekat secra lateral pada hifa yang

ujungnya menggelembung, dengn ukuran yang hampir sama dengan spora,

spora berbentuk globos, subglobos, ellips atau fusiform melebar. Sopra

Acaulospora memiliki dinding yang relatif tebal dengan warna coklat

kemerahan (Puspitasari, dkk., 2012).

3. Gigaspora sp.

Gigaspora memiliki spora berbentuk bulat, dengan permukaan yang

relatif kasar dan dindingnya yang berwarna hitam. Proses perkembangan spora

Gigaspora dimulai dari ujung hifa yang membulat disebut bulbous suspensor,

yang diatasnya timbul bulatan kecil dan akan tumbuh membesar hingga

mencapai ukuran maksimum dan membentuk spora, yang disebut Azygospora.

Karakteristik khasnya adalah memiliki bulbous suspensor tanpa germination

shield. Spora Gigaspora dihasilkan secara tunggal didalam tanah, beruuran

besar, berbentuk globos atau subgloos, spora tidak memiliki lapisan dinding

dalam, tabung kecmbah dihasilkan secara langsung dari dinding spora, sel

pelengkap berduri dan berdinding tipis. Gigaspora tidak membentuk struktur

vesikula didalam akar, melainkan hanya terdapat arbuskula dan hifa

(Puspitasari, dkk., 2012).


F. Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)

Fungi mikoriza arbuskular (FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula)) dapat

dipergunakan untuk memperluas bidang serapan akar tanaman, untuk

meningkatkan penyerapan air dan unsur hara, dan bahkan akar tanaman yang

berasosiasi dengan FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) dinyatakan dapat

mempunyai daya jelajah volume tanah sampai mencapai 100 kali akar tanaman

yang sama tetapi tanpa mikoriza. FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) yang

diberikan dapat bekerja sebagaimana mestinya untuk membantu sistem perakaran

dalam menyerap hara yang dibutuhkan tanaman. Penyerapan hara ini berlangsung

secara difusi menuju sistem perakaran tanaman sehingga prosesnyamemakan

waktu yang relatif cukup lama, dimana FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) yang

akan menstimulasi atau merangsang sistem perakaran tanaman dalam melakukan

aktivitas fisiologisnya. Dengan demikian kebutuhan hara tanaman dapat terpenuhi

(Prasasti, dkk., 2013).

Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula))

merupakan salah satu pupuk hayati yang didefenisikan sebagai inokulan berbahan

aktif organisme hidup yang berfungsi untuk menambat hara tertentu atau

memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi tanaman. Penyediaan hara ini

dapat berlangsung simbiotis dan nonsimbiotis. Kelompok mikroba simbiotis ini

terutama meliputi bakteri bintil akar dan cendawan mikoriza (Masria, 2014).

Terjadinya asosiasi antara Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dapat

diketahui dengan ada tidaknya infeksi yang terjadi. Infeksi FMA dapat diketahui

dengan adanya struktur-struktur yang dihasilkan oleh FMA, yaitu hifa, miselia,
vesikula, arbuskula, maupun spora. Hifa adalah salah satu struktur dari FMA

berbentuk seperti benang-benang halus yang berfungsi sebagai penyerap unsur

hara dari luar. Miselia merupakan kumpulan dari hifa. Arbuskula adalah unit

kolonisasi yang telah mencapai sel korteks yang lebih dalam letaknya dan

menembus dinding sel serta membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks,

tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang (Suryati, 2017).

FMA yang bersimbiosis dengan tanaman inang akan mendapatkan

pasokan karbon dari tanaman tersebut. Sebagian karbon yang ditranslokasikan ke

FMA kemudian akan dialirkan ke rhizosfer. Karbon tersebut kemudian

dimanfaatkan oleh berbagai mikroba untuk menjalankan daur biogeokimia dalam

tanah termasuk pembentukan dan pemeliharaan struktur tanah. Peningkatan

agregasi tanah akan berdampak positif terhadap pergerakan udara dan air sehingga

secara tidak langsung juga dapat menekan terjadinya erosi. Keberadaan simbiosis

mikoriza akan mendatangkan manfaat bagi tanah dan lingkungan. Mikoriza

meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tingkat kesuburan tanah yang rendah,

lahan terdegradasi dan membantu memperluas fungsi sistem perakaran dalam

memperoleh nutrisi. Mikoriza meningkatkan luas permukaan kontak dengan

tanah, sehingga meningkatkan daerah penyerapan akar hingga 47 kali lipat, yang

mempermudah melakukan akses terhadap unsur hara di dalam tanah. Mikoriza

tidak hanya meningkatkan laju transfer nutrisi di akar tanaman inang, tetapi juga

meningkatkan ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik (Suryati, 2017).


G. Teknik Isolasi dan Inokulasi Mikoriza

Isolasi spora dilakukan dengan menggunakan teknik penyaringan basah

dan dilanjutkan teknik sentrifugasi. Sampel tanah sebanyak 100 g dilarutkan

dalam gelas beaker 1000 ml dengan menambahkan 1L air dan diaduk merata

selama 10 menit hingga homogen. Larutan tersebut kemudian didiamkan selama 1

menit sampai partikel-partikel yang besar mengendap, selanjutnya disaring dalam

satu set penyaringan dengan ukuran diameter lubang 1 mm, 500 μm, 212 μm, 106

μm dan 53 μm secara berurutan dari diameter lubang besar ke kecil (prosedur ini

diulang sebanyak 4-5 kali). Tanah yang tersisa pada saringan 500 μm, 212 μm,

106 μm, dan 53 μm dipindahkan ke tabung sentrifuse, ditambahkan aquades

sebanyak 25-40 ml, kemudian disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 5

menit. Hasil sentrifuse supernatannya dibuang, kemudian ditambahkan glukosa

60% dan disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 1 menit. Hasil

supernatan yang mengandung gula di masing-masing tabung sentrifuse dibilas

menggunakan air pada saringan dengan diameter lubang 53 μm. Hasil bilasan

diletakan di cawan petri kemudian diamati di bawah mikroskop jumlah dan ciri-

ciri sporanya. Ciri-ciri spora secara mikroskopis didentifikasi menggunakan

pedoman identifikasi untuk menentukan mikoriza yang ditemukan dengan

mengamati susunan spora, bentuk hifa, ukuran, warna dan bentuk spora (Diputra,

dkk., 2018).

Teknik inokulasi untuk setiap jenis tanaman akan berbeda. Pemakaian

salah satu teknik akan sangat ditentukan oleh jenis inokulasi yang dipakai,

penggunaan teknik dan waktu pemberian. Beberapa teknik penularan mikoriza


adalah teknik inokulasi tanah, anakan yang bermikoriza, akar yang bermikoriza,

biakan murni miselia, suspensi spora, kapsul mikoriza dan tablet mikoriza

(Fitriasari, 2011).

Isolasi fungi pembentuk mikoriza menjadi awal untuk mengkulturkannya

pada media buatan. Fungi pembentuk mikoriza dapat diisolasi dari potongan akar

yang terinfeksi ektomikoriza, sklerotium dan rhizomorph yang disterilkan

permukaannya. Semua fungi ektomikoriza dapat menggunakan gula heksosa,

seperti gula d-glukosa sebagai sumber karbon. Selain itu, juga dapat

menggunakan disakarida dan polisakarida, terutama yang bersifat larut sebagai

sumber karbon. Sumber karbon tersebut menjadi komponen penyusun media

untuk pertumbuhan ektomikoriza, baik untuk media sintetik maupun semi sintetik

(Hidayat, dkk., 2016).

Pertumbuhan fungi mikoriza dimulai 2-10 hari setelah diinokulasi pada

akar tanaman. Fungi mikoriza mengeluarkan hifa dan memproduksi jaringan

radikal (radical shape network) dengan diameter 2.5 mm. Kontak pertama antara

mycelium dan akar terjadi pada 1-3 hari setelah perkecambahan. Tujuh hari

setelah kontak antara fungi-induk, beberapa spora sekunder atau strukturnya

seperti vesikel terlihat sama dengan spora sebenarnya kecuali pada ukuran

(diameter 20-30 μm). Spora asli yang pertama terbentuk adalah 25 hari setelah

terjadi kontak dan jumlah spora akan meningkat secara eksponensial. Spora ini

hyaline dan keputih-putihan pada awalnya, tetapi berubah menjadi kuning

kecoklatan (Anastasia, 2014).


H. Peran Mikoriza

Penggunaan jamur mikoriza sebagai agen biologis dalam bidang pertanian

dan kehutanan dapat memperbaiki pertumbuhan, produktivitas dan kualitas

tanaman tanpa merusak ekosistem tanah. Selain itu aplikasi jamur mikoriza dapat

membantu rehabilitasi lahan kritis dan meningkatkan produktivitas tanaman pada

lahan-lahan marginal termasuk tanah-tanah salin. Peranan mikoriza pada tanah

salin antara lain membantu pertumbuhan tanaman dalam hal memperbaiki nutrisi

tanaman dengan meningkatkan serapan hara terutama fosfor, sebagai pelindung

hayati dan membantu meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan

(Hadijah, 2014).

Mikoriza sangat membantu tanaman dalam meningkatkan ketahanan

terhadap kekeringan serta membantu penyerapan hara dan air melalui jaringan

miseliumnya di dalam tanah. Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari

cekaman hayati dan non hayati. Mikoriza merupakan salah satu cara yang dipakai

untuk mengatasi masalah pada tanah andisol karena fungi mikoriza berpotensi

memfasilitasi penyediaan berbagai unsur hara bagi tanaman terutama unsur P.

Perbaikan pertumbuhan dan kenaikan hasil berbagai tanaman berkaitan dengan

perbaikan nutrisi P tanaman. Mikoriza berfungsi sebagai fasilitator penyerapan

hara dan juga berpotensi sebagai pengendali hayati (bioprotektor). Tanaman yang

mengandung mikoriza mengalami kerusakan lebih sedikit dibandingkan dengan

tanaman tidak mengandung mikoriza dan serangan penyakit berkurang atau

perkembangan patogen terhambat. Mikoriza Asbuskular dapat menurunkan

serangan penyakit terhadap tanaman. Mikoriza juga berperan penting dalam


meningkatkan pertumbuhan tanaman agrikultur, holtikultura dan tanaman hutan

(Setiadi dan Purwantisari, 2019).

Mikoriza dapat meningkatkan serapan unsur hara dalam bentuk terikat dan

tidak tersedia bagi tanaman. Selain fosfor, unsur hara makro lain yang dapat

diserap oleh adanya mikoriza adalah N, K dan Ca. Pemupukan melalui tanah

seringkali kurang efektif, karena adanya pencucian (leaching), penguapan,

maupun terikat oleh liat tanah. Pemberian pupuk melalui daun nampaknya lebih

efektif dan efisien karena langsung mengenai organ tempat berlangsungnya proses

metabolisme tanaman (Darini, 2013).

a. Peran Mikoriza Bagi Pertanian

Mikoriza merupakan struktur yang terbentuk karena asosiasi simbiosis

mutualisme antara cendawan tanah dengan akar tanaman tingkat tinggi.

Sedikitnya terdapat lima manfaat mikoriza bagi perkembangan tanaman yang

menjadi inangnya, yaitu meningkatkan absorbsi hara dari dalam tanah, sebagai

penghalang biologis terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan

inang terhadap kekeringan, meningkatkan hormon pemacu tumbuh dan

menjamin terselenggaranya siklus biogeokimia. Dalam hubungan simbiosis ini,

cendawan mendapatkan keuntungan nutrisi (karbohidrat dan zat tumbuh

lainnya) untuk keperluan hidupnya dari akar tanaman (Prasasti, dkk., 2013).

Keuntungaan mikoriza pada tumbuhan dikenal baik adalah

meningkatkan penyerapan fosfat, meskipun penyerapan hara lainnya dan air

sering meningkat pula. Manfaat mikoriza yang paling besar yaitu dalam

meningkatkan penyerapan ion-ion yang biasanya berdifusi secara lambat


menuju akar atau yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, terutama fosfat,

NH4+, K+ dan NO3-. Penyerapan hara ini dilakukan oleh akar (Prasasti, dkk.,

2013).

Hubungan timbal balik antara cendawan mikoriza dengan tanaman

inangnya mendatangkan manfaat positif bagi keduanya (simbiosis mutualistis).

Karenanya inokulasi cendawan mikoriza dapat dikatakan sebagai

biofertilization, baik untuk tanaman pangan, perkebunan, kehutanan maupun

tanaman penghijauan. Bagi tanaman inang, adanya asosiasi ini dapat

memberikan manfaat yang sangat besar bagi pertumbuhannya, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, cendawan mikoriza

berperan dalam perbaikan struktur tanah, meningkatkan kelarutan hara dan

proses pelapukan bahan induk. Sedangkan secara langsung, cendawan mikoriza

dapat meningkatkan serapan air, hara dan melindungi tanaman dari patogen

akar dan unsur toksik. Ada 5 hal yang dapat membantu perkembangan tanaman

dari adanya mikoriza ini, yaitu dapat meningkatkan absorpsi hara dari dalam

tanah, sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan

ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim,

meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya

seperti auxin, serta menjamin terselenggaranya proses biogeokemis (Junita,

2015).

1. Perbaikan Struktur Tanah

Cendawan mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat

memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa


polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang

mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. Organic

binding agent ini sangat penting, artinya dalam stabilisasi agregat mikro.

Kemudian agregat mikro melalui proses mechanical binding action oleh

hifa eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. FMA (Fungi

Mikoriza Arbuskula) menghasilkan senyawa glycoprotein glomalin yang

sangat berkorelasi dengan peningkatan kemantapan agregat. Konsentrasi

glomalin lebih tinggi ditemukan pada tanah-tanah yang tidak diolah

dibandingkan dengan yang diolah. Glomalin dihasilkan dari sekresi hifa

eksternal bersama enzim-enzim dan senyawa polisakarida lainnya.

Pengolahan tanah menyebabkan rusaknya jaringan hifa sehingga sekresi

yang dihasilkan sangat sedikit (Fitriyah, 2012).

2. Serapan Air dan Hara

Jaringan hifa ekternal dari mikoriza akan memperluas bidang

serapan air dan hara. Disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-

bulu akar memungkinkan hifa bisa menyusup ke pori-pori tanah yang paling

kecil (mikro) sehingga hifa bisa menyerap air pada kondisi kadar air tanah

yang sangat rendah. Serapan air yang lebih besar oleh tanaman bermikoriza,

juga membawa unsur hara yang mudah larut dan terbawa oleh aliran masa

seperti N, K dan S. sehingga serapan unsur tersebut juga makin meningkat.

Disamping serapan hara melalui aliran masa, serapan P yang tinggi juga

disebabkan karena hifa cendawan juga mengeluarkan enzim phosphatase


yang mampu melepaskan P dari ikatan-ikatan spesifik, sehingga tersedia

bagi tanaman (Junita, 2015).

Mikoriza juga diketahui berinteraksi sinergis dengan bakteri pelarut

fosfat atau bakteri pengikat N. Inokulasi bakteri pelarut fosfat (PSB) dan

mikoriza dapat meningkatkan serapan P oleh tanaman tomat dan pada

tanaman gandum. Adanya interaksi sinergis antara FMA (Fungi Mikoriza

Arbuskula) dan bakteri penambat N2, dimana pembentukan bintil akar

meningkat bila tanaman alfalfa diinokulasi dengan Glomus moseae.

Sebaliknya kolonisasi oleh jamur mikoriza meningkat bila tanaman kedelai

juga diinokulasi dengan bakteri penambat N, B. japonicum (Fitriyah, 2012).

3. Proteksi dari Patogen dan Unsur Toksik

Mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui

perlindungan tanaman dari patogen akar dan unsur toksik. Struktur mikoriza

dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya patogen akar.

Mekanisme perlindungan diantaranya yaitu, adanya selaput hifa (mantel)

dapat berfungsi sebagai barier masuknya patogen, mikoriza menggunakan

hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat lainnya, sehingga tercipta

lingkungan yang tidak cocok untuk patogen, cendawan mikoriza dapat

mengeluarkan antibiotik yang dapat mematikan patogen dan akar tanaman

yang sudah diinfeksi cendawan mikoriza, tidak dapat diinfeksi oleh

cendawan patogen yang menunjukkan adanya kompetisi (Luthfi, 2016).

Mikoriza juga dapat melindungi tanaman dari ekses unsur tertentu

yang bersifat racun seperti logam berat. Mekanisme perlindungan terhadap


logam berat dan unsur beracun yang diberikan mikoriza dapat melalui efek

filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi atau penimbunan unsur tersebut

dalam hifa cendawan. FMA (Fungi Mikoriza Arbuskula) dapat terjadi

secara alami pada tanaman pioneer di lahan buangan limbah industri, tailing

tambang batubara, atau lahan terpolusi lainnya. Inokulasi dengan inokulan

yang cocok dapat mempercepat usaha penghijauan kembali tanah tercemar

unsur toksik (Zuroidah, 2011).

b. Peranan Mikoriza Pada Perbaikan Lahan Kritis

1. Lahan Alang-Alang

Lahan alang-alang pada umumnya adalah tanah mineral masam,

miskin hara dan bahan organik, kejenuhan Al tinggi. Disamping itu padang

alang-alang juga memiliki sifat fisik yang kurang baik sehingga kurang

menguntungkan kalau diusahakan untuk lahan pertanian. Alang-alang

dikenal sebagai tanaman yang sangat toleran terhadap kondisi yang sangat

ekstrim. Diketahui bahwa alang-alang berasosiasi dengan berbagai

cendawan mikoriza arbuscular seperti Glomus sp., Acaulospora dan

Gigaspora. Kemasaman dan Al-dd tinggi bukan merupakan faktor pembatas

bagi cendawan mikoriza tersebut, tapi merupakan masalah besar bagi

tanaman/tumbuhan. Dengan demikian cendawan mikoriza ini dapat

dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pangan (Junita, 2015).

Pada lahan alang-alang yang sistem hidrologinya telah rusak,

persediaan air bawah tanah menjadi masalah utama karena tanahnya padat,

infiltrasi air hujan rendah, sehingga walaupun curah hujan tinggi tapi
cadangan air bawah permukaan tetap sangat terbatas. Kondisi ini merupakan

salah satu sebab kegagalan program transmigrasi lahan kering. Petani

transmigran kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan tanaman

(khususnya tanaman pangan) sering gagal panen karena stres air. Tanaman

yang bermikoriza terbukti mampu bertahan pada kondisi stress air yang

hebat. Hal ini disebabkan karena jaringan hifa eksternal akan memperluas

permukaan serapan air dan mampu menyusup ke pori kapiler sehingga

serapan air untuk kebutuhan tanaman inang meningkat (Zuroidah, 2011).

2. Lahan Salin

Tanah yang memiliki salinitas banyak ditemukan di daerah yang

beriklim kering, dimana curah hujan jauh lebih rendah dari laju

evapotranspirasi sehingga terjadi akumulasi garam mudah larut di dekat

permukaan tanah. Salinitas tinggi juga dapat ditemukan di daerah-daerah

pantai dimana air pasang laut secara periodik akan menggenangi lahan

tersebut. Di daerah tertentu dimana air tawar susah didapat, kadang-kadang

terpaksa menggunakan air bersalinitas tinggi sebagai air irigasi. Dalam

kondisi salinitas tinggi, jarang ada tanaman yang dapat tumbuh dengan baik,

karena keracunan NaCl atau potensial osmotik yang rendah dalam sel

dibandingkan dengan larutan tanah. Dengan demikian maka perlu dicari

tanaman yang toleran terhadap salinitas atau memodifikasi lingkungan

sehingga tanaman mampu bertahan dibawah kondisi demikian (Luthfi,

2016).
3. Bioremediasi Tanah Tercemar

Cendawan ektomikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman

terhadap logam beracun dengan melalui akumulasi logam-logam dalam hifa

ekstramatrik dan extrahyphae slime, sehingga mengurangi serapannya ke

dalam tanaman inang. Namun demikian tidak semua mikoriza dapat

meningkatkan toleransi tanaman inang terhadap logam beracun, karena

masing-masing mikoriza memiliki pengaruh yang berbeda. Pemanfaatan

cendawan mikoriza dalam bioremidiasi tanah tercemar, disamping dengan

akumulasi bahan tersebut dalam hifa, juga dapat melalui mekanisme

pengkomplekan logam tersebut oleh sekresi hifa ekternal (Damanik, dkk.,

2011).

Polusi logam berat pada ekosistem hutan sangat berpengaruh

terhadap kesehatan tanaman hutan khususnya perkembangan dan

pertumbuhan bibit tanaman hutan. Hal semacam ini sangat sering terjadi

disekitar areal pertambangan (tailing dan sekitarnya). Kontaminasi tanah

dengan logam berat akan meningkatkan kematian bibit dan menggagalkan

prgram reboisasi. Upaya bioremediasi lahan basah yang tercemar oleh

limbah industri (polutan organik, sedimen pH tinggi atau rendah pada jalur

aliran maupun kolam pengendapan) juga dapat dilakukan dengan

memanfaatkan tanaman semi akuatik seperti Phragmites australis. P.

australis dapat berasosiasi dengan cendawan mikoriza melalui pengeringan

secara gradual dalam jangka waktu yang pendek. Hal ini dapat dijadikan
strategi pengelolaan lahan terpolusi (phytostabilisation) dengan

meningkatkan laju perkembangan spesies mikotropik (Fitriyah, 2012).


III. PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan pada makalah ini adalah sebagai berikut

1. Mikoriza adalah suatu struktur yang dibentuk oleh akar tanaman dan

cendawan tertentu, yang merupakan bentuk hubungan simbiosis mutualisme,

antara fungi dengan perakaran tumbuhan.

2. Berdasarkan struktur tumbuh dan cara infeksinya, mikoriza dibedakan

menjadi tiga, yaitu ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza.

3. Isolasi spora mikoriza dapat dilakukan dengan teknik penyaringan basa,

dimana sumber isolat dapat diperoleh dari spora mikoriza, tanah dan akar

tanaman yang terinfeksi, sedangkan teknik inokulasi untuk setiap jenis

tanaman akan berbeda.

4. Mikoriza berperan dalam memperluas daerah penyerapan pada tanah,

sehingga dapat memperoleh unsur hara yang lebih banyak untuk tanaman.

Mikoriza juga digunakan untuk bioremediasi, mengatasi permasalahan lahan

kritis bekas pertambangan.

B. Saran

Makalah ini jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan saran dari

pembaca sangat penulis harapkan.


DAFTAR PUSTAKA

Anastasia, D., 2014, Studi Efektivitas Berbagai Bahan Pembawa (Carrier)


terhadap Propagul Mikoriza Asal Desa Condro, Kecamatan Pasirian,
Lumajang, Tugas Akhir, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Damanik, M. M. B., Hasibuan, B. E., Fauzi, Sarifuddin, dan Hanum, H., 2011,
Kesuburan Tanah dan Pemupukan, USU Press, Medan.

Darini, E., 2013, Pengaruh Formula Trichoderma Harzianum-Mikoriza dan Pupuk


Inorganik terhadap Serangan Fusarium oxysporum pada Tanaman Jahe
Muda, Jurnal Agroindustri, 17(1): 1-2

Diputra, I. M. M., Rai, I. N. dan Dharma, I. P., 2018, Isolasi dan Identifikasi
Endomikoriza Indigenus pada Perakaran Salak di Kabupaten Karangasem
dan Perbanyakannya, Jurnal Agrotop, 8(1): 56-58

Fitriasari, D. A., 2011, Evaluasi Hasil Studi Pengaruh Inokulasi Fungi


Ektomikoriza terhadap Respon Pertumbuhan Bibit Shorea spp. di
Persemaian, Skripsi, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hadijah, M. H., 2014, Peran Mikoriza pada Acacia auriculiformis yang


ditumbuhkan pada Tanah Salin, Jurnal Agribisnis dan Perikanan, 7(1): 1-2

Hidayat, N. Wignyanto, Sumarsih, S. dan Putri, A. I., 2016, Mikologi Industri, UB


Press, Malang.

Istigfaiyah, L., 2018, Identifikasi dan Karakterisasi Mikoriza pada Tegakan


Gmelina arborea, Skripsi, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin,
Makassar.

Junita, E., 2015, Pengaruh Media Tanam dan Fungi Mikoriza Arbuskular terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.),
Skripsi, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Luthfi, H., 2016, Pengaruh Aplikasi Fungi Mikoriza Arbuskular terhadap


Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Cabai Merah Keriting
(Capsicum annum L.), Skripsi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,
Lampung.
Masria, 2014, Peranan Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA) untuk
Meningkatkan Resistensi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan dan
Ketersediaan P pada Lahan Kering, Jurnal Partner, 15(1): 46-58

Puapitasari, D., Purwani, K. I. dan Muhibuddin, A., 2012, Eksplorasi Vesicular


Arbuscular Mycorrhiza (VAM) Indigenous pada Lahan Jagung di Desa
Torjun, Sampang Madura, Jurnal Sains dan Seni, 1(1): 19-22

Purba, P. R. O., Rahmawati, N., Kardhinata, E. H. dan Sahar, A., 2014,


Efektivitas Beberapa Jenis Fungi Mikoriza Arbuskular terhadap
Pertumbuhan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis Muell. Arg.) di
Pembibitan, Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(2): 1-6

Rahmi, N., Dewi, R., Maretalina, R. dan Hidayat, M., 2017, Keanekaragaman
Fungi Mikoriza di Kawasan Hutan Desa Lamteuba Droe Kecamatan
Seulimum Kabupaten Aceh Besar, Prosiding Seminar Nasional, Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh.

Setiadi, A. A. dan Purwantisari, S., 2019, Viabilitas dan jumlah produk mikoriza
Kelompok Tani Ngudi Makmur di Desa Kataan Kecamatan Ngadirejo
Temanggung, Jurnal Biologi Tropika, 2(2): 1-2

Suryati, T., 2017, Studi Fungi Mikoriza Arbuskula di Lahan Pasca Tambang
Timah Kabupaten Bangka Tengah, Jurnal Teknologi Lingkungan, 18(1):
45-50

Anda mungkin juga menyukai