Anda di halaman 1dari 37

BUDAYA KESELAMATAN,

KEAMANAN DAN PELAYANAN

MAURITZ H.M. SIBARANI 1


KULIAH KE – 04

Konvensi Pencemaran Laut

MAURITZ H.M. SIBARANI 2


PENGERTIAN
• Pencemaran : masuk atau dimasukkannya minyak danI atau
bahan lain ke dalam perairan dan pelabuhan sehingga
melampaui baku mutu yang ditetapkan.

• Penanggulangan pencemaran di Perairan dan Pelabuhan : segala


tindakan yang dilakukan secara cepat, tepat, dan terpadu serta
terkoordinasi untuk mengendalikan, mengurangi, dan
membersihkan tumpahan minyak atau bahan lain ke perairan
dan pelabuhan untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan
kerusakan lingkungan laut. (PM 58 Tahun 2013)

MAURITZ H.M SIBARANI 3


TUMPAHAN MINYAK
• Tumpahan minyak di laut : lepasnya minyak baik langsung atau
tidak langsung ke lingkungan laut yang berasal dari kegiatan
pelayaran, kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi, atau
kegiatan lain.
• Penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut :
tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi untuk mencegah
dan mengatasi penyebaran tumpahan minyak di laut serta
menanggulangi dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut
untuk meminimalisasi kerugian masyarakat dan kerusakan
lingkungan laut

Minyak Tumpah Penanggulangan


di Laut Keadaan Darurat
PERGERAKAN MINYAK
(PRODUSEN DAN KONSUMEN)
SUMBER TUMPAHAN MINYAK

Rig
Kapal
Pengeboran

Tangki dan Rembesan


Pipa Minyak dari darat
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Kapal Kandas
• Tumpahan minyak akibat lambung kapal tersangkut karang dan robek.
• Contoh : Tragedi SS Torrey Canyon. Tanker raksasa milik Barracuda Tanker Corporation
yang bermarkas di Bahamas dan terdaftar di Republik Liberia. Saat itu sedang dicarter
British Petroleum untuk mengangkut 120.000 ton minyak mentah yang akan dibawa dari
Pelabuhan Mina Al Ahmadi, Kuwait ke Milford Haven, Wales.
• Torrey Canyon memiliki panjang 297 meter. Panjang maksimal kapal yang diizinkan
melalui Terusan Suez, yang dikenal dengan Suezmax adalah 285 meter. Sehingga kapal
harus memutar melalui Afrika selatan.
• Mendekati tujuan, Torrey Canyon melaju dengan kecepatan penuh, namun tersangkut di
puncak Pollard’s Rock. Seketika itu juga 6 dari 18 kargo minyak di lambung Torrey Canyon
robek dan menghamburkan puluhan ribu ton minyak tumpah ke laut.
• Senin, tanggal 28 Maret 1967, Torrey Canyon terbelah menjadi tiga bagian. Bagian haluan
lebih dulu masuk ke dalam laut, menumpahkan sisa-sisa minyak yang terdapat di kargo
bagian depan.
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Tabrakan Kapal
• Tumpahan minyak akibat tabrakan kapal, sering terjadi di perairan sempit
atau sungai. Lokasi yang paling sering menjadi tempat kejadian tabrakan
kapal adalah Selat Malaka.
• Contoh : 2 kapal kontainer bertabrakan di perairan Pelabuhan Pasir
Gudang, timur Selat Johor pada 4 Januari 2017 pukul 11.05 malam.
Kejadian itu berawal dari kerusakan generator pada kapal MT Wan Hai
301 yang terdaftar di Singapura, menyebabkan hilang kendali dan
menabrak kapal kontainer MT APL Denver yang berada di depan kapal MT
Wan Hai 301. Tabrakan kapal itu mengakibatkan minyak sebanyak 300 ton
di kapal MT APL Denver tumpah ke laut. Minyak yang tumpah terbawa
arus, menyeberangi Selat Malaka hingga ke pantai Pulau Bintan dan
Batam.
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Kapal Diterjang Badai
• Contoh : MV Erika, Kapal berbendera Malta sepanjang 184 meter yang dibangun 1975, Rabu 8
Desember 1999, meninggalkan Dunkerque, membawa muatan 31.000 ton heavy oil. MV Erika
bergerak ke arah barat, melewati selat Dover, menuju Samudera Atlantik.
• Memasuki Teluk Biscay badai makin mengamuk. Menjelang sore pada 11 Desember Kapten
Sundar menyadari kapalnya sudah miring ke kanan 10 hingga 12 derajat. Bagian tengah lambung
kapal mulai retak, dan air mulai merambah. Gelombang laut makin besar, Kapten Sundar
mengaktifkan sinyal SOS.
• Keesokan-harinya, Erika pecah jadi 2 bagian dan tenggelam dengan cepat. Dalam 24 jam pertama
Erika kehilangan lebih dari 14.000 ton yang melumuri Pantai Brittany, wilayah barat Perancis. Pada
ruang kargo yang terdapat di bagian haluan kapal, diperkirakan masih terdapat 6.400 ton minyak.
• Setelah kejadian yang menimpa MV Erika, International Maritime Organization (IMO)
mengeluarkan ketentuan, setiap kapal tanker yang akan dibangun harus dirancang dengan double
hull.
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Transfer
• Terjadi ketika dilakukan transfer dari kapal tanker ke tanki
penampungan di darat, atau sebaliknya.
• Tumpahan minyak terjadi karena karena over loading, atau
karena selang dari kapal tanker ke dolphin atau sebaliknya
mengalami kebocoran. Umumnya, kasus tumpahan minyak
saat dilakukan transfer terjadi pada malam hari.
• Contoh :
• Pelabuhan Rayong, Thailand. Transfer dilakukan melalui
selang terapung yang tersambung dengan pipa bawah
laut. Namun, selang yang digunakan pecah pada
bagian Single Point Mooring, dan minyak mentah tumpah
ke laut, menutupi wilayah perairan pelabuhan.
• Pelabuhan Dumai ketika minyak sawit dimuat ke kapal
tanker.
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Transfer
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Kapal Melintas

• Seringkali kapal melintas di perairan Indonesia sambil membuang minyak


yang tidak terpakai
• Tumpahan minyak bisa berbentuk cair maupun menyerupai bola-bola (tar
ball).
• Kasus tar ball sering terjadi di Kepulauan Seribu, Jakarta. Pada Oktober
2008, tar ball ditemukan di tiga pulau yang berada di Kepulauan Seribu
yaitu Pulau Pari, Pulau Kongsi dan Pulau Payung. Dari pembersihan yang
dilakukan secara manual. Ditemukan tar ball sebanyak 4.782 kantong atau
sekitar 49,6 ton.
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Kapal Membuang Minyak

• Tanggal 14 Maret 2016, PT Pelindo II memberikan notifikasi


kepada OSCT Indonesia bahwa di kolam pelabuhan dekat Dermaga
207 dan 208 Terminal 3 Pelabuhan Domestik, terdapat tumpahan
minyak dalam jumlah cukup banyak.
• Awalnya, tumpahan minyak itu diduga berasal dari pecahnya
selang dari dermaga yang terhubung dengan bunkering bahan
bakar kapal. Namun hal itu segera ditepis oleh PT Pelindo.
• Kemudian Otoritas Pelabuhan menyebutkan bahwa tumpahan
minyak itu adalah minyak bekas yang dibuang dari sebuah kapal.
Namun, kapal yang membuang minyak bekas ke laut yang
disebutkan otoritas pelabuhan, tidak pernah teridentifikasi.
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Scrapping Kapal

• Pada umur tertentu, kapal sudah tidak berfungsi dengan baik sehingga
kapal dijadikan besi tua dengan cara badan kapal dipotong-potong.
• Akibat proses ini, banyak kandungan logam dan lainnya termasuk
kandungan minyak yang terbuang ke laut. Diperkirakan sekitar 1.500 ton
minyak per tahun terbuang akibat proses ini yang menyebabkan kerusakan
lingkungan setempat.
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Buangan Bilge Ilegal

• Bilge adalah saluran buangan air, minyak dan pelumas hasil proses
mesin yang merupakan limbah.
• Menurut aturan internasional, buangan air bilge sebelum
dipompakan ke laut, harus terlebih dahulu ke dalam separator,
pemisah minyak dan air. Namun pada kenyataannya, banyak
buangan bilge illegal yang tidak memenuhi aturan internasional
yaitu dengan dibuang begitu saja ke laut.
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Rig Pengeboran

• Pecah selang bahan bakar


• Operasi pengeboran
• Kebocoran tangka penyimpanan
• Ledakan sumur (blow out)
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Blow Out
• Anjungan Deepwater Horizon berada di Teluk Meksiko dan mulai beroperasi sejak tahun
2008. Lokasi sumur minyak di laut dalam itu sekitar 40 mil lepas pantai Lousiana.
• Deepwater Horizon adalah anjungan lepas pantai yang separuh bagiannya tenggelam,
dan bisa bergerak secara dinamis. BP menyedot minyak 74.000 barel per hari dari
bawah dasar laut sedalam 1.600 meter.
• 20 April 2010 sekitar pukul 21.00 terjadi ledakan dahsyat. Kamis, 22 April 2010, pukul
04.00 ketiga pipa penyedot minyak itu putus, dan memuntahkan minyak mentah di
dalam laut.
• Minyak sebanyak 74.000 sampai 100.000 barel per hari menyembur di dasar laut selama
87 hari, mencemari laut hampir seluruh bagian Teluk Meksiko.
• Rig tenggelam. Meskipun rig sudah tenggelam, minyak yang berada di atasnya masih
sangat banyak dan dalam keadaan terbakar hebat. Sementara tiga sumur di dasar laut,
terus memuntahkan minyak. Puncaknya pada bulan Juni 2010, jumlah minyak yang
menyembur dari tiga sumur itu mencapai 100.000 barel per hari.
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Blow Out
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Pipa Minyak Bocor
• Bocor atau pecahnya pipa, di darat maupun di laut.
• Di darat, karena ulah manusia yang mencuri pipa atau minyak
yang dialirkan.
• Di laut, pipa minyak bawah laut bocor karena keropos (korosi),
pecah karena tekanan dari dalam pipa yang sangat kuat,
sambungannya lepas, tertabrak kapal, atau tergerus jangkar.

Contoh :
pipa yang bocor atau pecah
pada saluran pipa bawah laut
milik PPEJ Petrochina di
perairan Tuban, Jawa Timur
Pipa minyak bawah laut milik
Pertamina di Balikpapan,
Kalimantan Timur.
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Pipa Minyak Bocor

Pipa pecah di Pengabuhan, Sumatera Selatan


(2013)

20
SUMBER TUMPAHAN MINYAK :
Rembesan dari darat
• Akibat rembesan minyak yang berasal dari sumur minyak yang berada di
darat.
• Contoh : Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Minyak yang
mencemari Sungai Musi, berasal dari sumur minyak yang ditinggalkan
perusahaan yang kemudian dikelola masyarakat. Kasus pencemaran :
kebocoran, pembuangan lumpur, dan pencurian pipa. Tumpahan minyak
menjadi mata pencaharian bagi masyarakat yang menguras tumpahan
minyak dengan alat sederhana. Mereka menguunakan batang kayu
sebagai oil boom untuk menghimpun minyak lalu mengangkat minyak
dengan kain kemudian diperas.
KONVENSI PENCEMARAN LAUT
(MARINE POLLUTION CONVENTION/ MARPOL)
1945 : Prakarsa Pemerintah Inggris melahirkan Oil Pollution Convention, yang
mencari cara untuk mencegah pembuangan campuran minyak dan pengoperasian
kapal tanker dan dari kamar mesin kapal lainnya.

1973 : Sidang IMO “International Conference on Marine Pollution” menghasilkan


International Convention for the Prevention of Oil Pollution from Ships, kemudian
disempurnakan dengan TSPP (Tanker Safety and Pollution Prevention) Protocol tahun
1978, yang dikenal sebagai MARPOL 1973/1978.

MAURITZ H.M. SIBARANI 22


KONVENSI PENCEMARAN LAUT
(MARINE POLLUTION CONVENTION/ MARPOL)
MARPOL 73/78

Ship mean a vessel of any type whatsoever operating in the marine environment and
includes hydrofoil boats, air cushion vehicles, submersibles, ficating Craft and fixed or
floating platform.

Semua jenis bangunan yang berada di laut, apakah bangunan itu mengapung, melayang
atau tertanam tetap di dasar laut.

MAURITZ H.M. SIBARANI 23


MARPOL 73/78 Consolidated Edition 1997

1. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973


Mengatur kewajiban dan tanggung jawab negara-negara anggota yang sudah
meratifikasi konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan barang-barang
atau campuran cairan beracun dan berbahaya dari kapal.

2. Protocol of 1978
Merupakan aturan tambahan Tanker Safety and Pollution Prevention (TSPP) yang
bertujuan untuk meningkatkan keselamatan kapal tanker dan melaksanakan peraturan
pencegahan dan pengontrolan pencemaran laut yang berasal dari kapal, terutama kapal
tanker dengan melakukan modifikasi dan petunjuk tambahan untuk melaksanakan
secepat mungkin peraturan pencegahan pencemaran yang dimuat dalam Annex
konvensi.
MAURITZ H.M. SIBARANI 24
Protocol 1978

a. Protocol I
Berisi kewajiban untuk melaporkan kecelakaan yang melibatkan barang beracun dan
berbahaya dan peraturan mengenai kewajiban semua pihak untuk melaporkan
kecelakaan kapal yang melibatkan barang-barang beracun dan berbahaya.
Pemerintah negara anggota diminta untuk membuat petunjuk guna membuat laporan
yang diperlukan sedapat mungkin sesuai dengan petunjuk yang dimuat dalam Annex
Protocol I.
Sesuai Article II Marpol 73/78, Article III “Contents of Report”, laporan berisi :
- Identifikasi kapal yang terlibat dalam pencemaran
- Waktu, tempat dan jenis kejadian
- Jumlah dan jenis bahan pencemar yang tumpah
- Bantuan dan jenis penyelematan yang dibutuhkan.
MAURITZ H.M. SIBARANI 25
Protocol 1978

b. Protocol II mengenai Arbitrasi


Memberikan petunjuk untuk menyelesaikan perselisihan antara dua atau lebih negara
anggota mengenai intrepretasi atau pelaksanaan isi konvensi.
Salah satu pihak dapat mengajukan masalah tersebut ke Arbitrasi dan diselesaikan
berdasarkan petunjuk dalam Protocol II konvensi.

MAURITZ H.M. SIBARANI 26


MARPOL 73/78 : ISI
Annex Isi Berlaku sejak
I Pencemaran minyak 2 Oktober 1983
II Pencemaran cairan beracun (noxious substances) dalam bentuk terbungkus 2 Oktober 1983
III Pencemaran barang berbahaya (harmful substances) dalam bentuk terbungkus 1 Jul i1992
IV Pencemaran kotoran manusia/hewan (sewage) 27 September 2003
V Pencemaran sampah 31 Desember 1988
VI Pencemaran udara 19 Mei 2005
VII Air ballast di atas kapal

MAURITZ H.M. SIBARANI 27


KONVENSI PENCEMARAN LAUT
(MARINE POLLUTION CONVENTION/ MARPOL)
1. Annex 1 untuk Pencegahan Pencemaran oleh Minyak (mulai berlaku 2 Oktober 1983)
Meliputi pencegahan polusi oleh minyak dari tindakan operasional serta dari
pembuangan yang tidak disengaja. Amandemen tahun 1992 pada Annex I mewajibkan
bagi tanker minyak baru untuk memiliki lambung ganda, yang kemudian direvisi pada
tahun 2001 dan 2003.
2. Annex II untuk Pengendalian Pencemaran oleh Zat Cair Beracun dalam Jumlah Besar
(mulai berlaku 2 Oktober 1983) Perincian kriteria debit dan langkah-langkah untuk
mengendalikan polusi oleh zat cair berbahaya yang dibawa dalam jumlah besar; sekitar
250 zat dievaluasi dan dimasukkan dalam daftar yang ditambahkan ke Konvensi;
pembuangan residu mereka diperbolehkan hanya untuk fasilitas penerimaan sampai
konsentrasi dan kondisi tertentu (yang bervariasi dengan kategori zat) dipenuhi.
Bagaimanapun, tidak ada pembuangan residu mengandung zat berbahaya diizinkan
dalam 12 mil dari tanah terdekat.

MAURITZ H.M. SIBARANI 28


KONVENSI PENCEMARAN LAUT
(MARINE POLLUTION CONVENTION/ MARPOL)
3. Annex III Pencegahan Pencemaran oleh Zat Berbahaya yang melalui Laut dalam Bentuk
Kemasan (mulai berlaku 1 Juli 1992) Berisi persyaratan umum tentang pengepakan,
penandaan, pemberian label, dokumentasi, penyimpanan, pembatasan kuantitas,
pengecualian, dan pemberitahuan. Untuk keperluan annex ini, “zat berbahaya” adalah
zat yang diidentifikasi sebagai pencemar laut dalam Kode Barang Berbahaya Maritim
Internasional (Kode International Maritime Dangerous Good atau biasa disingkat IMDG )
ataupun zat yang memenuhi kriteria dalam Peraturan nomor III.
4. Annex IV Pencegahan Pencemaran oleh Pembuangan Limbah dari Kapal (mulai berlaku
27 September 2003) Berisi persyaratan untuk mengendalikan pencemaran laut oleh
limbah kotoran yang dibuang ke laut, kecuali ketika kapal telah mengoperasikan pabrik
pengolahan limbah yang disetujui atau ketika kapal melepaskan limbah yang dikucurkan
dan didesinfeksi menggunakan sistem yang disetujui pada jarak lebih dari tiga mil laut
dari daratan terdekat. Limbah yang tidak dikhususkan atau didesinfektan harus dibuang
pada jarak lebih dari 12 mil laut dari daratan terdekat.
MAURITZ H.M. SIBARANI 29
KONVENSI PENCEMARAN LAUT
(MARINE POLLUTION CONVENTION/ MARPOL)
5. Annex V Pencegahan Pencemaran oleh Sampah dari Kapal (mulai berlaku 31 Desember
1988) Berkaitan dengan berbagai jenis sampah dan menentukan jarak dari daratan
dengan cara pembuangannya. Hal terpenting dari Annex adalah pelarangan menyeluruh
yang diberlakukan atas pembuangan ke lautan segala bentuk plastik.
6. Annex VI Pencegahan Pencemaran Udara dari Kapal (mulai berlaku 19 Mei 2005.
Menetapkan batas emisi sulfur oksida dan nitrogen oksida dari knalpot kapal dan
melarang emisi yang disengaja dari bahan perusak lapisan ozon, area kontrol emisi yang
ditetapkan menetapkan standar yang lebih ketat untuk SOx, NOx dan materi partikulat.
Bab yang diadopsi pada tahun 2011 mencakup langkah-langkah efisiensi energi teknis
dan operasional wajib yang ditujukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari kapal.
7. Annex VII Pengaturan Air Ballast Air ballast di kapal adalah salah satu untuk pengenalan
organisme akuatik yang berbahaya ke lingkungan laut. Organisme ini dapat mengancam
konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati laut dan sumber
daya. Setelah organisme air yang berbahaya terbentuk, mereka dapat berpotensi parah
dampak dan pilihan untuk pengendalian dapat
MAURITZ menjadi tantangan. Air ballast juga bisa
H.M. SIBARANI 30
MARPOL 1973/1978

Kategori :
1. Peraturan pencegahan terjadinya pencemaran
2. Pembatasan pembuangan minyak
3. Monitoring dan control pembuangan minyak
4. Kontrol pembuangan minyak dari ruang muatan semua kapal
5. Pengumpulan sisa minyakKOntrol pembuangan minyak dari ruangan mesin semua kapal
6. Oil Record Book
7. Slop Tank

MAURITZ H.M. SIBARANI 31


PENERAPAN KONVENSI MARPOL 1973/1978 DI INDONESIA

Setelah Pemerintah meratifikasi Konvensi Marpol 73/78 dengan Keputusan Presiden No. 46
tahun 1986 tanggal 9 September 1986 maka kapal-kapal berbendera Indonesia yang
berlayar ke luar negeri harus dilengkapi dengan sertifikat internasional pencegahan.

Setelah Amendment STCW 2010 di Manila pada tanggal 26 Mei 2000, seluruh anggota IMO
harus mematuhi seluruh hasil Konvensi IMO dan diberikan waktu hinggal tanggal 1 Januari
2012 untuk meratifikasi seluruh Konvensi IMO yang pelaksanaannya dimulai pada tanggal 1
Januari 2014.

MAURITZ H.M. SIBARANI 32


KEWAJIBAN NEGARA ANGGOTA MARPOL 73/78
1. Menyetujui MARPOL 73/78 (pemerintah suatu negara)
2. Memberlakukan Annex I dan II (administrasi hukum/maritim)
3. Memberlakukan optimal Annex dan melaksanakan administrasi hukum/maritim
4. Melarang pelanggaran (administrasi hukum/maritim)
5. Membuat sanksi (administrasi hukum/maritim)
6. Membuat petunju untuk bekerja (administrasi maritim)
7. Memberi tahu negara-negara yang bersangkutan (administrasi maritim)
8. Memberi tahu IMO (administrasi maritim)
9. Memeriksa kapal (administrasi maritim)
10. Memantau pelaksanaan (administrasi maritim)
11. Menghindari penahanan kapal (administrasi kapal)
12. Laporan kecelakaan (administrasi hukum/maritim)
13. Menyediakan laporan dokumen ke IMO (Article 11) (administrasi maritim)
14. Memeriksa kerusakan kapal yang menyebabkan pencemaran dan melaporkannya (administrasi
maritim)
15. Menyediakan fasilitas penampungan yang sesuai peraturan (administrasi maritim)
MAURITZ H.M. SIBARANI 33
YURISDIKSI PEMBERLAKUAN MARPOL 73/78

Memuat tugas dan wewenang sebagai jaminan yang relevan bagi setiap negara anggota
untuk memberlakukan dan melaksanakan peraturan sebagai negara bendera kapal, negara
Pelabuhan atau negara Pantai.

Negara bendera kapal : negara tempat suatu kapal didaftarkan


Negara Pelabuhan : negara tempat suatu kapal berada di Pelabuhan negara itu.
Negara Pantai : negara tempat suatu kapal berada di dalam zona martiim negara Pantai
tersebut.

MAURITZ H.M. SIBARANI 34


YURISDIKSI PEMBERLAKUAN MARPOL 73/78

Negara bendera kapal : menjamin kapal mereka memenuhi standar Teknik dalam MARPOL
73/78, yakni :
1. Memeriksa kapal-kapal secara periodic
2. Menerbitkan sertifikat yang diperlukan

Negara Pelabuhan : memberlakukan peraturan konvensi pada semua kapal yang memasuki
teritorialnya dan Tindakan ini dibenarkan oleh peraturan UNCLOS 1982, asalkan memenuhi
peraturan konvensi yang berlaku untuk lintas damai (innocent passage) dan ada bukti yang
jelas bahwa telah terjadi pelanggaran.

Negara Pantai : wajib memberlakukan peraturan bagi semua kapal yang berkunjung ke
palabuhannya. Tidak ada perlakukan khusus bagi kapal-kapal yang bukan anggota.
MAURITZ H.M. SIBARANI 35
IMPLEMENTASI PERATURAN MARPOL 73/78

Administrasi maritim bertindak sebagai :


1. Sebagai pelaksanaan IMO
2. Legislation dan regulation serta implementation of regulation
3. Instruction to surveyor
4. Delegations of surveyor and issue of certificates
5. Records of certifications, design approval and survey report
6. Equipment approval, issue of certificates dan violation reports
7. Prosecution of offenders, monitoring receptions facilities dan informing IMO asrequired

MAURITZ H.M. SIBARANI 36


TERIMA KASIH
MAURITZ H.M. SIBARANI 37

Anda mungkin juga menyukai