Anda di halaman 1dari 3

oehammad Joesoef Ronodipoero (EYD: Muhammad Yusuf Ronodipuro atau hanya Yusuf

Ronodipuro; 30 September 1919 – 27 Januari 2008) adalah duta besar Indonesia. Pada awalnya ia
dikenal sebagai penyiar kemerdekaan Republik Indonesia secara luas. Selain itu ia pernah
menjadi Duta Besar luar biasa Indonesia di Uruguay, Argentina, dan Chili. Yusuf Ronodipuro
dianggap sebagai salah satu tokoh pahlawan Indonesia karena perannya dalam
menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia saat dia bekerja di Radio Hoso
Kyoku. Dia juga adalah salah satu pendiri dari Radio Republik Indonesia pada tanggal 11
September 1945, yang berdiri sampai sekarang, dan kemudian hari jadinya diperingati setiap
tanggal 11 September.

Latar belakang[sunting | sunting sumber]


Yusuf Ronodipuro lahir di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 30 September 1919. Pasangannya
bernama Siti Fatima Rassat, dan mempunyai tiga anak: Dharmawan, Irawan, dan Fatmi. Dia
meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto tanggal 27 Januari 2008 karena penyakit
komplikasi stroke dan kanker paru-paru yang disebabkan kebiasaannya sebagai perokok berat. Dia
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta tanggal 28 Januari.

Masa pendudukan Jepang[sunting | sunting sumber]


Pada tahun 1942, Hindia Belanda dikalahkan oleh Tentara Dai Nippon (Tentara Kekaisaran Jepang)
dan Tentara KNIL menyerah. Sejak itu Hindia Belanda bubar dan administrasi Kerajaan
Belanda keluar dari Nusantara. Yusuf Ronodipuro sendiri sejak tahun 1943 bekerja
sebagai wartawan radio militer Jepang di Jakarta, yang disebut Hoso Kyoku. Radio ini dipimpin oleh
personil Tentara Jepang, yaitu Letkol Tomo Bachi, sedangkan wakilnya adalah orang Indonesia
bernama Utoyo Ramlan. Pemimpin redaksinya adalah Bahtar Loebis, kakak dari sastrawan dan
wartawan Mochtar Loebis. Mochtar Loebis kala itu juga sering dipercaya untuk membawakan siaran
mancanegara di Radio Hoso Kyoku.
Datangnya hari kemerdekaan Indonesia sama sekali tidak terduga. Jepang dijatuhi bom
atom oleh Amerika Serikat, yaitu di Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945, kemudian
di Nagasaki tanggal 9 Agustus 1945. Jepang kemudian menyerah tanpa syarat pada Tentara
Sekutu, tetapi berita ini belum sampai ke khalayak umum Indonesia, karena saat itu jumlah
pendengar radio Indonesia sangat jarang.
Saat Ronodipuro bekerja di Radio Hoso Kyoku, dia sendiri belum mendengar kabar tersebut. Tiba-
tiba siaran luar negeri Radio Hoso Kyoku ditutup entah kenapa. Mochtar Loebis yang dipercaya
menangani pemberitaan mancanegara kemudian membisiki Yusuf bahwa Tentara Kekaisaran
Jepang telah menyerah pada Tentara Sekutu. Didorong semangat profesi wartawannya, Yusuf
berangkat ke markas perkumpulan pemuda "Menteng 31", markas berkumpulnya pejuang muda
Indonesia kala itu.
Di markas "Menteng 31" telah ada rapat yang dipimpin oleh Soekarni. Semua telah mendengar
kabar penyerahan Tentara Kekaisaran Jepang dari Adam Malik yang kala itu bekerja sebagai
wartawan Domei. Soekarni berkata bahwa para pemuda hendak mengambil alih Radio Jepang.
Ronodipuro yang paham tentang Hoso Kyoku pun diajak berdiskusi tentang bagaimana cara untuk
merebut stasiun tersebut, karena saat itu stasiun radio tersebut dijaga ketat oleh Kempetai, polisi
militer Tentara Kekaisaran Jepang.

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia[sunting | sunting


sumber]
Jumat pagi pukul 10.00 tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan dibacakan
oleh Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56. Ronodipuro sendiri saat itu tidak mendengar kabar
tersebut, karena para staf Hoso Kyoku sejak hari Rabu sebelumnya sudah tidak diizinkan untuk
masuk atau keluar stasiun radio tersebut, semuanya ada di dalam. Mendadak seorang bernama
Syahrudin mencari Ronodipuro dan memberikan selembar surat pendek dari Adam Malik yang berisi
naskah proklamasi.
Ronodipuro tidak mengerti bagaimana Syahrudin bisa masuk gedung stasiun radio yang sekarang
ada di Jalan Medan Merdeka Barat 4-5 ini, karena kala itu dijaga ketat oleh Kempetai. Saat akan
menyiarkan berita tersebut, Ronodipuro juga bingung karena semua ruang studio siaran dijaga oleh
Kempetai, tetapi dia mengingat bahwa studio siaran manca negara sudah tidak digunakan. Namun,
ruangan ini tidak tersambung dengan pemancar. Ronodipuro kemudian menanyakan kepada bagian
teknis, dan mendapat gagasan untuk mengubah pengaturan kabel stasiun radio, sehingga kabel
pemancar siaran dalam negeri tersambung dengan pemancar manca negara, sehingga saat siaran,
di studio akan terlihat dan terdengar layaknya siaran biasa.
Setelah semuanya siap, pada pukul 19.00, Yusuf Ronodipuro yang kala itu berusia 26 tahun,
membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia lewat siaran manca negara ke seluruh dunia.
Setelah kira-kira 20 menit, dia juga membacakan naskah tersebut dalam Bahasa Inggris, sehingga
radio-radio internasional seperti BBC London, Radio Amerika, Singapura dan lainnya bisa mengerti
maksud siaran tersebut dan meneruskannya, sehingga seluruh dunia mendengar kabar tentang
proklamasi kemerdekaan Indonesia ini. Aksi berani Ronodipuro ini kemudian diketahui oleh Tentara
Kekaisaran Jepang, karena siaran tersebut akhirnya juga ditangkap oleh radio di negeri Jepang.
Seluruh staf Hoso Kyoku yang terlibat dalam aksi ini dikenai hukuman disipliner berupa siksaan fisik
oleh tentara Jepang.[1]
Setelah peristiwa tersebut, Ronodipuro mendirikan Radio Suara Indonesia Merdeka ( The Voice of
Free Indonesia ) dari barang-barang elektronik bekas. Tanggal 25 Agustus Soekarno dimohon untuk
menyampaikan pidatonya di radio tersebut. Ini adalah pidato pertama Soekarno sebagai Presiden
Republik Indonesia. Mohammad Hatta sendiri menyampaikan pidato pertamanya tanggal 29
Agustus.[2]
Saat itu di radio milik Tentara Jepang di daerah-daerah selain Jakarta masih banyak yang
melanjutkan siaran, karena tidak dijaga seketat Jakarta. Hal ini disebabkan karena Kempetai sudah
tidak dominan lagi pasca Penyerahan Jepang. Ronodipuro meminta kepada Abdulrahman
Saleh supaya radio-radio di daerah tadi sebaiknya mengadakan adanya kelanjutan siaran, untuk
menyebarkan semangat perjuangan. Gagasan ini diterima, dan tanggal 10 September 1945,
pimpinan-pimpinan radio daerah, dari Surakarta, Yogyakarta, Bandung, Semarang dan lain-lain
berkumpul untuk membicarakan hal ini. Semuanya menyetujui untuk meminta pemerintah Jepang
untuk memberikan stasiun radio mereka kepada Republik Indonesia. Pihak Jepang menolak
permintaan ini, karena menurut perjanjian Penyerahan Jepang, Indonesia harus diserahkan kembali
kepada Tentara Sekutu.
Tanggal 11 September rapat kembali diadakan, menyetujui didirikannya Radio Republik
Indonesia (RRI) dan supaya sekali lagi meminta pemerintah Jepang untuk memberikan stasiun-
stasiun radio di daerah. Karena tetap ditolak, akhirnya terjadi perebutan secara paksa terhadap
stasiun-stasiun radio daerah tersebut. Namun hal ini tidak mendapat perlawanan banyak karena
moral Tentara Kekaisaran Jepang yang sudah jatuh pasca Penyerahan Jepang kepada Tentara
Sekutu. Ronodipuro akhirnya menjadi Kepala RRI.
Tentara Sekutu yang memenangkan Perang Dunia II kemudian tiba di Indonesia. Saat itu setelah
Rapat Akbar Ikada, kaum pemuda merebut kantor-kantor Jepang untuk menjadi milik Republik
Indonesia, termasuk Hoso Kyoku. Saat Tentara Kerajaan Belanda menumpang Tentara Sekutu
untuk mengambil alih Indonesia, yaitu Agresi Militer Belanda I tahun 1946, RRI direbut oleh Tentara
Kerajaan Belanda, dan Yusuf Ronodipuro kemudian ditangkap dan dipenjara tanggal 21 Juli 1947.

Anda mungkin juga menyukai