Anda di halaman 1dari 3

Rencana Tata Ruang Masih

Menjadi Kendala
Pertambangan di Jawa Tengah
Penulis:
Ratna Christianingrum, Rastri Paramita, Tio Riyono, Leo Iskandar,
Nova Aulia Bella

Kawasan pertambangan di Jawa Tengah memiliki sebaran komoditas tambang yang beragam dan
dalam jumlah yang melimpah. Adapun komoditas tambang yang ada di Jawa Tengah antara lain
andesit, pasir, sirtu, dolomit, diorit, marmer, trass, felspar, fosfat, ball clay, batu gamping, kaolin,
bentonit, pasir kuarsa, tanah liat, pasir besi, mangaan, emas, belerang, pirit, dan galena.
Komoditas pertambangan di Jawa Tengah termasuk jenis komoditas non logam. Potensi tambang
tersebut tersebar hampir di seluruh Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Selain jumlah komoditas
tambang di Provinsi Jawa Tengah yang melimpah, kualitas dari barang tambangnya juga dikenal
dengan kualitas yang sangat baik. Kualitas hasil tambang yang baik menyebabkan tingginya
permintaan akan komoditas ini.

Pembangunan infrastruktur yang masif dilakukan selama satu dekade terakhir juga menyebabkan
semakin tingginya permintaan material hasil tambang non logam. Salah satunya adalah adanya
pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang mendorong permintaan terhadap bahan
tambang non logam yang ada di Jawa Tengah, seperti pasir, batu, dan tanah urug. Permintaan
yang tinggi atas material tersebut ternyata mendorong semakin masifnya tambang ilegal di Jawa
Tengah. Berdasarkan data dari Ditjen Minerba Kementerian ESDM tahun 2022, terdapat 79 lokasi
pertambangan tanpa izin di Jawa Tengah. Sementara menurut data Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi) Jawa Tengah, terdapat 500-an titik tambang ilegal di wilayah Jawa Tengah dengan luasan
yang bervariasi.

Perizinan Tambang menjadi Solusi PETI?

Peraturan terkait pemberian izin pertambangan non logam telah mengalami beberapa kali
perubahan. Pasca ditetapkannya UU Nomor 3 Tahun 2020, seluruh perizinan tambang menjadi
wewenang dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM. Namun, dengan adanya
Perpres 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang
Pertambangan Mineral dan Batubara, wewenang pemberian izin pertambangan non logam
dikembalikan ke pemerintah provinsi. Perpres tersebut ditindaklanjuti dengan Surat Edaran
Menteri ESDM No.1.E/HK.03/MEM.B/2022, pemerintah daerah diberikan kesempatan untuk
melakukan transisi atau persiapan hingga Agustus 2022 untuk menyiapkan pola perizinan
tambang rakyat seperti penambangan batu dan pasir.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 terdapat pendelegasian kewenangan


yang semula berada di Pemerintah Pusat menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi.
Pendelegasian kewenangan tersebut meliputi kewenangan pemberian izin, pembinaan atas
pelaksanaan perizinan berusaha, dan pengawasan usaha.
Gambar 1. Total Izin Operasional Tahun 2019-2022

500

400

300

200

100

0
2019 2020 2021 2022

Merespon tingginya kebutuhan PSN atas material yang bersumber dari pertambangan di
wilayah Jawa Tengah, maka banyak izin operasional tambang yang dikeluarkan pada tahun
2022. Gambar 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2022, jumlah izin operasional tambang yang
dikeluarkan oleh Kementerian ESDM di Provinsi Jawa Tengah mencapai 413. Jumlah ini
meningkat delapan kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun banyaknya izin operasional pertambangan yang dikeluarkan belum dapat mengurangi
praktik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di wilayah Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan izin
operasional pertambangan masih menyisakan permasalahan dan problematika. Salah satu
permasalahan yang ada ialah tidak sinkronnya lokasi pertambangan yang tercantum dalam
IUP dengan tata ruang di daerah. Contoh kasus yang terjadi ialah lokasi x merupakan lokasi
pertambangan dari perusahaan Y, namun pada kenyataanya koordinat x tersebut merupakan
kawasan hutan lindung yang tidak bisa dilakukan aktivitas pertambangan.

Ketidaksinkronan lokasi pertambangan ini menyebabkan para pemegang izin operasional


pertambangan tidak dapat melakukan proses pertambangan. Di sisi yang lain PSN menuntut
adanya ketersediaan material yang akan digunakan untuk membangun infrastruktur. Hal ini
menjadi celah makin maraknya PETI di Jawa Tengah.

Ketidaksinkronan Izin Tambang dengan Rencana Tata Ruang Daerah

Meskipun Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah telah mengeluarkan perizinan yang cukup
banyak, namun pengusaha yang telah mengantongi izin tersebut masih terkendala dengan
rencana tata ruang yang diterbitkan oleh Kementerian ATR/BPN. Wilayah yang telah
mendapatkan izin tambang tidak semuanya berada di kawasan tambang yang telah ditetapkan
oleh Kementerian ATR/BPN.

Berdasarkan proses izin pertambangan yang diatur dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2022, izin
operasi produksi pertambangan dapat diperoleh jika telah memenuhi kelengkapan dokumen
teknis dan dokumen lingkungan. Meskipun pelaku tambang telah memperoleh Izin Usaha
Pertambangan (IUP) atau Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), namun mereka masih belum
legal untuk melakukan penambangan karena harus kesesuaian RTRW dengan wilayah yang
menjadi lahan tambang. Belum adanya sinkronisasi dan sosialisasi dari Kementerian ATR/BPN
baik kepada pengusaha dan masyarakat maupun kepada Pemerintah Daerah terkait rencana
tata ruang daerah mana saja yang masuk dalam kategori wilayah tambang dan mana yang
bukan wilayah tambang mengakibatkan pelaku tambang kerap tidak disetujui dokumen
lingkungannya karena tidak sesuai dengan RTRW daerah tujuan tambang.

Ketidaksinkronan izin tambang dengan rencana tata ruang daerah mengindikasikan


ketidakhati-hatian pemerintah dalam mengeluarkan izin usaha pertambangan. Di sisi lain, tata
ruang masih mengalami permasalahan struktural. WALHI Jateng (2023) telah memperingatkan
bahwa salah urus tata ruang dapat menyebabkan ancaman potensi krisis air, kerentanan
bencana, ancaman dampak perubahan iklim hingga penurunan permukaan tanah. Apabila hal
ini tidak segera diselesaikan, maka dapat memicu adanya konflik sosial di masyarakat, baik itu
masyarakat dengan pemerintah, ataupun antar masyarakat.

Ketidaksinkronan antara lokasi izin tambang dengan tata ruang daerah menyebabkan
pemegang izin usaha tambang tidak dapat melakukan proses penambangan. Secara
operasional perusahaan, mereka harus segera melakukan penambangan agar dapat
memperoleh keuntungan guna menutupi biaya operasional yang telah mereka keluarkan
dalam mengurus izin pertambangan. Hal ini yang menyebabkan masih maraknya aktivitas
PETI. Selain karena adanya dorongan kebutuhan biaya operasional perusahaan, tingginya
permintaan material atas hasil tambang menjadi salah satu faktor yang ‘memaksa’ pengusaha
tambang untuk tetap melakukan produksi meskipun perizinan mereka masih bermasalah.

Kompleksnya perizinan usaha tambang ini dinilai menjadi salah satu faktor penyebab
maraknya pertambangan ilegal di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan data yang dihimpun oleh
Dinas ESDM, hampir 80% logistik yang digunakan untuk pembangunan PSN di Jawa Tengah
berasal dari perusahaan tambang yang status legalitasnya masih dipertanyakan. Beberapa
perusahaan tambang pemasok ke PSN tersebut masih dalam proses pengurusan izin legalitas
tambang dan izinnya belum sepenuhnya keluar. Jika pembangunan PSN hanya dipasok dari
pertambangan batu dan pasir legal maka penyelesaian PSN di Jawa Tengah akan terlambat
dari target yang telah ditetapkan.

"Perizinan usaha tambang tanpa


sinkronisasi tata ruang daerah hanya
menjadi salah satu pemicu praktik PETI "

Anda mungkin juga menyukai