1. Perkara perdata merupakan perkara mengenai perselisihan antar kepentingan
perseorangan atau antara kepentingan suatu badan pemerintah dengan kepentingan perseorangan. Sedangkan hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata lewat hakim (pengadilan) sejak dimajukannya gugatan sampai dengan pelaksanaan keputusan hakim. 2. Asas actor sequitur forum rei (forum domicile) ialah yang berwenang mengadili sengketa adalah Pengadilan Negeri di daerah hukum tempat tergugat bertempat tinggal. 3. Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Contohnya : persoalan perceraian untuk warga negara yang beragama Islam dalam hal ini yang mempunyai wewenang untuk menyelesaikan persoalan tersebut adalah peradilan agama. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Contohnya : kasus perceraian yang hanya bisa ditangani oleh peradilan agama dan tidak bisa ditangani oleh peradilan umum atau peradilan lainnya. 4. Kasus perbuatan melawan hukum PT Indorayon dengan Masyarakat : Kasus yang mencuat pada tahun 2019 ini berawal dari dibukanya PT Indorayon atas rekomendasi Wakil Presiden Republik Indonesia, yang saat itu dijabat oleh Ibu Megawati Soekarnoputri. Perusahaan yang pernah ditutup pada tahun 1999 oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup, yang saat itu dijabat oleh Sonny Keraf harus berhenti beroperasi karena dianggap mencemari lingkungan. Pada Bulan Maret 2002, PT Indorayon berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari (PT TPL). PT TPL akhirnya kembali beroperasi selama sepuluh tahun, namun masyarakat Porsea kembali merasakan dampak yang tidak menyenangkan. Perusahaan itu telah mencemari lingkungan dan mendatangkan banyak masalah sosial. Konflik mulai timbul dan terjadinya intimidasi dari aparat tak terelakkan lagi. Selain itu, dampak terberat yang dialami masyarakat Porsea adalah penurunan tingkat kesehatan akibat limbah yang mencemari udara. Banyak hasil panen menurun karena bulir padi menjadi kosong dan tidak berisi. Masyarakat Porsea kembali khawatir akan kejadian yang pernah menimpa mereka 10 tahun sebelumnya, saat itu mereka juga sangat terganggu dengan pencemaran dari limbah uap yang sangat mengganggu aktivitas mereka. Kualitas kesehatan semakin menurun akibat tingginya pasien penderita Infeksi saluran Pernapasan Atas (ISPA) pada Januari 2021 yang mencapai hingga 92 orang. Pada tahun Februari kasus kembali meningkat menjadi 103 orang, dan pada Januari 2003 mencapai 128 orang. Kasus Wanprestasi : Pada bulan September 2014 Penggugat bernama Bapak Langsang menyewa tanah selama satu tahun dengan melakukan perjanjian sewa tanah dengan Pemilik Tanah bernama Ibu Katharina Suban Raya untuk membangun sebuah kios dengan bangunan darurat berukuran ± 10m x 20m. Setelah masa sewa tersebut habis pada bulan September 2015, akan dilanjutkan lagi sewa tersebut oleh Ibu Dorce Ndoen, yang dalam kasus ini disebut sebagai Tergugat. Pada bulan April 2015, Penggugat melakukan penyerahan kios tersebut kepada Tergugat, yang saat itu masih dalam tenggang waktu sewa antara Penggugat dengan Pemilik Tanah. Penggugat menjual kios tersebut beserta segala isi dagangannya yang terdiri dari 1 (satu) unit depot air minum, 2 (dua) buah kulkas/lemari es, 6 (enam) buah etalase, dan barang dagangan kios dengan total penjualan sejumlah Rp. 125.000.000,- (“seratus dua puluh lima juta rupiah”) kepada Tergugat. Keduanya telah sepakat apabila setelah ditandatanganinya surat perjanjian jual beli sesuai akta di bawah tangan yakni tanggal 21 April 2015, Tergugat akan mentransfer sejumlah uang Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) sebagai tahap pertama dan sisanya akan dibayar kemudian yakni sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Bahwa setelah jatuh tempo sesuai dengan perjanjian jual beli ternyata Tergugat belum menyetor uang tahap pertama tersebut, hingga pada bulan November 2015 setelah Penggugat menemui dan menagih Tergugat akhirnya Tergugat menyerahkan uang panjar tahap pertama sejumlah Rp. 27.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan Tergugat berjanji akan membayar lagi sisa panjar pada tanggal 5 Desember 2015. Kemudian, pada tanggal 5 Desember 2015 Penggugat mendatangi Tergugat untuk menagih sisa uang panjar tersebut, tetapi Tergugat mengusir Penggugat dengan meminta kembali uang yang telah dibayarnya dan menyuruh Tergugat untuk mengangkat kembali barang-barang dagangannya, padahal barang dagangan milik Penggugat telah dijual oleh Tergugat dan Tergugat telah mengisi kembali barang dagangan yang telah dijualnya dengan barang dagangan baru. Sampai dengan gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri Kelas IA Kupang, Tergugat belum membayar kepada Penggugat sesuai dengan isi Surat Perjanjian Jual Beli tertanggal 21 April 2015. 5. – Tanggal Gugatan – Alamat Pengadilan – Nama dan alamat Para Pihak – Penegasan Para Pihak dalam perkara – Uraian posita atau dalil gugatan – Perumusan hal-hal yang bersifat assesor – Pencantuman Permintaan untuk Dipanggil dan Diperiksa – Petitum Gugatan