Anda di halaman 1dari 8

Nama : I Nyoman

Wiku Wedatama
NIM : 2209511101
Kelas : D

UJIAN AKHIR SEMESTER MATA KULIAH LEGISLASI VETERINER

1. UU No. 18 Tahun 2009 tentang PKH


a. Substansi : Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program bantuan sosial yang
ditujukan untuk memberikan dukungan kepada keluarga miskin dalam upaya peningkatan
kesejahteraan mereka. Bantuan yang diberikan mencakup aspek kesehatan, pendidikan,
dan sosial ekonomi.

b. Alasan :
• Pemberantasan kemiskinan : UU ini dibuat untuk mengurangi tingkat kemiskinan di
Indonesia dengan memberikan bantuan langsung kepada keluarga miskin.
• Pemberdayaan Keluarga Miskin: Memberikan dukungan agar keluarga miskin dapat
mandiri dan memiliki akses yang lebih baik terhadap pendidikan dan layanan
kesehatan.
c. Dasar Hukum : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2009: Merupakan
dasar hukum utama yang mengatur pendirian dan pelaksanaan Program Keluarga
Harapan.

d. Stakeholder :
• Pemerintah : memiliki peran dalam menyusun kebijakan, mengalokasikan anggaran,
dan mengawasi pelaksanaan PKH
• Masyarakat Miskin : keluarga miskin menjadi penerima manfaat dari PKH. Mereka
menerima bantuan dan diharapkan dapat mengambil manfaat dari program ini untuk
meningkatkan kesejahteraan keluarga mereka
• Organisasi Non-Pemerintah (NGO) : mungkin turut terlibat dalam pelaksanaan
program atau memberikan dukungan dalam bentuk lainnya
• Lembaga-lembaga terkait : Kementerian Sosial, Kementerian Keuangan, dan lembaga
terkait lainnya juga terlibat dalam pelaksanaan program ini.
2. UU No. 41 Tahun 2014 tentang Perubahan pada PKH
a. Substansi : UU ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU No. 18 Tahun 2009 terkait
Program Keluarga Harapan, termasuk penyesuaian terhadap besaran bantuan,
penambahan kriteria penerima manfaat, dan peningkatan kualitas layanan yang diberikan.
b. Alasan : Perubahan dalam peraturan dapat mencakup berbagai aspek, seperti penilaian
hasil pelaksanaan program, perubahan kebijakan pemerintah, atau adanya perubahan
dalam kondisi sosial dan ekonomi yang mengharuskan penyesuaian dalam pelaksanaan
Program Keluarga Harapan (PKH).

c. Dasar Hukum : awalnya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011


mengalami perubahan melalui undang-undang tersebut. Perubahan ini dapat mencakup
penyediaan dasar hukum baru atau modifikasi terhadap ketentuan yang sudah ada dalam
undang-undang sebelumnya.
d. Stakeholder :
• Kementrian Sosial: Bertanggung jawab atas pelaksanaan perubahan kebijakan PKH.
• Keluarga Penerima Manfaat (KPM): Tetap menjadi pihak yang secara langsung
menerima bantuan PKH, namun dengan kemungkinan adanya perubahan kriteria dan
besaran bantuan.
• Masyarakat dan LSM: Memiliki peran dalam memantau dan memberikan masukan
• terkait pelaksanaan perubahan pada PKH agar sesuai dengan kebutuhan dan keadilan.
3. UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
a. Substansi : membahas prosedur dan peraturan terkait dengan karantina hewan, ikan, dan
tumbuhan di Indonesia. Substansi undang-undang semacam ini biasanya mencakup
langkah-langkah untuk melindungi kesehatan hewan, ikan, dan tumbuhan di negara
tersebut, serta mencegah penyebaran penyakit dan organisme invasif yang dapat merugikan
pertanian, perikanan, dan keanekaragaman hayati.
b. Alasan : Perlindungan Kesehatan Hewan dan tanaman dibuat untuk melindungi kesehatan
hewan, ikan, dan tanaman di Indonesia dari penyakit dan hama yang dapat merugikan
sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan.
c. Dasar Hukum : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2009 merupakan
dasar hukum utama yang mengatur tentang karantina hewan, ikan, dan tumbuhan di
Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional. Selain itu,
peraturan internasional terkait, seperti perjanjian karantina dan perjanjian perlindungan
keanekaragaman hayati yang telah diakui oleh Indonesia.
d. Stakeholder :
• Pemerintah : lembaga-lembaga terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
• Industri Pertanian dan Perikanan : akan mendapatkan dampak langsung pada kebijakan
dan praktik mereka
• Organisasi Kesehatan Hewan dan Tumbuhan : bertanggung jawab untuk pemantauan
dan penanganan penyakit hewan dan tanaman
• Masyarakat Umum: terutama peternak, nelayan, dan kelompok yang bergantung pada
sektor pertanian dan perikanan.

4. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan


a. Substansi : UU ini mengatur tata cara dan prosedur pembentukan peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Ini mencakup tahapan, kewenangan, dan prinsip-prinsip yang
harus diikuti dalam merumuskan peraturan perundang-undangan.
b. Alasan : untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik dalam
proses pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya pedoman yang jelas,
diharapkan dapat menghasilkan peraturan yang lebih baik, lebih efektif, dan lebih sesuai
dengan kebutuhan masyarakat.
c. Dasar Hukum : Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi landasan konstitusional untuk
pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Selain itu merujuk juga dari
prinsip-prinsip hukum yang berlaku dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
d. Stakeholder :
• Pemerintah: Bertanggung jawab atas pembuatan dan penerbitan peraturan perundang-
undangan.
• Dewan Perwakilan Rakyat: Memiliki kewenangan dalam pembentukan undang-
undang.
• Masyarakat Umum: Terlibat dalam proses konsultasi publik untuk memberikan
masukan terhadap peraturan perundang-undangan yang sedang dibahas.
5. PP No. 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan
a. Substansi : Peraturan Pemerintah (PP) ini mengatur tentang tata cara pelaksanaan
karantina hewan. Meliputi tindakan pengawasan, pencegahan, dan pengendalian penyakit
hewan yang dapat berdampak pada kesehatan hewan, manusia, dan industri peternakan.
b. Alasan : untuk melindungi kesehatan hewan, mencegah penyebaran penyakit hewan yang
dapat membahayakan pertanian, serta melindungi kesehatan masyarakat dari ancaman
penyakit yang dapat ditularkan oleh hewan. Karantina hewan menjadi instrumen penting
dalam menjaga keamanan pangan, ekonomi pertanian, dan kesehatan masyarakat.
c. Dasar Hukum : Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional. Selain itu,
dapat merujuk pada UU No. 21 Tahun 2014 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan
Tumbuhan, yang kemungkinan memberikan kerangka hukum lebih spesifik terkait
karantina hewan.
d. Stakeholder :
• Kementerian Pertanian : khususnya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan, yang terlibat dalam pelaksanaan dan penegakan
• Pemilik Hewan dan Pelaku Usaha Peternakan : memiliki tanggung jawab dalam
mematuhi aturan karantina hewan untuk melindungi ternak dan menghindari
penyebaran penyakit
• Lembaga Karantina Hewan : ditugaskan untuk melaksanakan proses karantina dan
pengawasan terhadap hewan yang masuk atau keluar wilayah Indonesia
• Masyarakat Umum : dalam memahami dan mematuhi aturan karantina hewan untuk
mendukung upaya perlindungan kesehatan hewan dan mencegah penyebaran penyakit.

6. PP No. 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan


Hewan
a. Substansi :
• Kesehatan Masyarakat Veteriner: PP ini mengatur tata cara pelayanan dan
pengendalian penyakit hewan yang dapat ditularkan ke manusia (zoonosis) serta
upaya pencegahan dan pengendalian penyakit hewan di masyarakat.
• Kesejahteraan Hewan: Mengatur aspek kesejahteraan hewan yang melibatkan
pemeliharaan, perlindungan, dan penggunaan hewan secara etis.
b. Alasan : untuk mengatur dan memastikan adanya standar yang tinggi dalam praktik
kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan di Indonesia. Hal ini dapat
mencakup perlindungan terhadap kesehatan manusia dari penyakit yang dapat ditularkan
oleh hewan, serta perlindungan dan kesejahteraan hewan dalam konteks pertanian,
perikanan, dan sektor lainnya.
c. Dasar Hukum : Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional. Selain itu,
bersandar pada undang-undang kesehatan hewan dan peraturan perundang-undangan
terkait lainnya di Indonesia.
d. Stakeholder :
• Kementrian Pertanian: Bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan terkait
kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan.
• Dinas Kesehatan Hewan: Terlibat dalam pelaksanaan kebijakan dan program
kesehatan masyarakat veteriner serta kesejahteraan hewan di tingkat daerah.
• Praktisi veteriner: Memainkan peran dalam memberikan pelayanan kesehatan
masyarakat veteriner dan menjaga kesejahteraan hewan.
7. Terestrial and Non Terestrial Animal Health Standards (OIE)
a. Substansi : Terestrial Animal Health Standards yaitu berkaitan dengan pengendalian dan
pencegahan penyakit hewan di darat. Melibatkan identifikasi penyakit, pengendalian
pergerakan hewan, vaksinasi, dan tindakan lainnya. Non Terestrial Animal Health
Standards yaitu terfokus pada kesehatan hewan di lingkungan air, termasuk ikan dan
hewan akuatik lainnya. Melibatkan pedoman deteksi, pencegahan, dan pengendalian
penyakit pada hewan air.
b. Alasan : Menjaga kesehatan hewan di seluruh dunia dengan mengidentifikasi dan
mengendalikan penyakit hewan yang dapat merugikan populasi hewan dan manusia.
emfasilitasi perdagangan hewan dan produk hewani dengan memastikan bahwa standar
kesehatan diikuti.
c. Dasar Hukum : Berdasarkan Konvensi OIE yang mendirikan organisasi ini pada tahun
1924. Negara-negara anggota Konvensi berkewajiban untuk mengadopsi dan menerapkan
standar OIE.
d. Stakeholder :
• Negara-Negara Anggota OIE: Negara-negara yang menjadi anggota OIE memiliki
kewajiban untuk mengikuti dan mengimplementasikan standar kesehatan hewan.
• Industri Peternakan dan Perikanan: Pihak-pihak dalam industri ini memiliki
kepentingan dalam adopsi standar karena dapat mempengaruhi perdagangan dan
kesehatan hewan dalam kegiatan mereka.
• Organisasi Internasional (WHO,FAO): Kerjasama dengan organisasi ini penting
untuk memastikan kesehatan hewan global dan penanggulangan penyakit lintas batas.

8. PP No. 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan


a. Substansi : Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang tata cara pengendalian dan
penanggulangan penyakit hewan di Indonesia. Ini mencakup langkah-langkah untuk
mencegah, mengendalikan, dan memberantas penyakit hewan.
b. Alasan :
• Perlindungan Kesehatan hewan dan manusia dibuat untuk melindungi kesehatan
hewan dan manusia dari dampak negatif penyakit hewan, termasuk potensi penularan
penyakit zoonosis.
• Pemeliharaan Kesehatan Hewan dan Kesejahteraan Peternakan: Bertujuan
untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan hewan ternak, mencegah kerugian
ekonomi, dan memastikan kesejahteraan peternakan.
c. Dasar Hukum : Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional. Selain itu,
merujuk pada undang-undang kesehatan hewan dan peraturan perundang-undangan terkait
lainnya di Indonesia.
d. Stakeholder :
• Kementerian Pertanian: Bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan pengendalian
dan penanggulangan penyakit hewan.
• Dinas Ksehatan Hewan: Terlibat dalam implementasi kebijakan di tingkat daerah.
• Pemilik Peternakan dan Pelaku Usaha Peternakan: Merupakan pihak yang terlibat
langsung dalam menjaga Kesehatan hewan ternak dan menerapkan Langkah-langkah
pengendalian penyakit.
9. PP No. 3 Tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner
a. Substansi : PP ini mengatur pendirian, tugas, wewenang, dan tanggung jawab Otoritas
Veteriner sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam mengoordinasikan dan
mengintegrasikan kegiatan pengendalian penyakit hewan serta aspek kesehatan
masyarakat veteriner.
b. Alasan :
• Optimalisasi pengendalian penyakit hewan dibuat untuk mengoptimalkan
pengendalian penyakit hewan dan kesehatan masyarakat veteriner dengan mendirikan
lembaga Otoritas Veteriner yang memiliki peran koordinasi dan integrasi.
• Keselarasan dan efektivitas kebijakan veteriner bertujuan untuk menciptakan
keselarasan dan efektivitas dalam pelaksanaan kebijakan veteriner di Indonesia.
c. Dasar Hukum : Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional. Selain itu,
merujuk pada undang-undang kesehatan hewan dan peraturan perundang-undangan terkait
lainnya di Indonesia.
d. Stakeholder :
• Kementerian Pertanian : khususnya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan, mungkin menjadi stakeholder utama yang terlibat dalam implementasi dan
kerjasama dengan Otoritas Veteriner
• Otoritas Veteriner : lembaga yang dibentuk oleh peraturan ini, bertanggung jawab atas
pengelolaan dan pengawasan sektor kesehatan hewan di Indonesia
• Pegawai Kesehatan Veteriner : termasuk dokter hewan dan petugas kesehatan hewan,
yang dapat bekerja sama dengan Otoritas Veteriner dalam menjaga kesehatan hewan
• Pemilik Hewan dan Pelaku Usaha Peternakan : dalam mematuhi aturan dan regulasi
yang dikeluarkan oleh Otoritas Veteriner untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan
hewan.

10. PP No. 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular


a. Substansi : Peraturan Pemerintah ini mengatur tata cara penanggulangan dan pencegahan
penyebaran wabah penyakit menular di Indonesia. Menyelipkan prinsip-prinsip
pengendalian, isolasi, dan tindakan pencegahan yang efektif.
b. Alasan : kebutuhan untuk memiliki kerangka hukum yang jelas dan efektif dalam
menanggulangi dan mencegah penyebaran penyakit menular di Indonesia. PP ini dapat
diarahkan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah dampak serius dari
wabah penyakit.
c. Dasar Hukum : Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional. Selain itu,
merujuk pada undang-undang kesehatan dan peraturan perundang-undangan terkait
lainnya yang berlaku pada waktu itu.
d. Stakeholder :
• Kementrian pertanian: Bertanggung jawab atas kebijakan dan pelaksanaan klasifikasi
obat hewan.
• Industri peternakan : Terlibat dalam implementasi peraturan untuk memastikan
penggunaan obat hewan ssesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan.
• Praktisi veteriner : Berperan dalam memberikan panduan dan pengawasan terkait
penggunaan obat hewan sesuai dengan klasifikasi yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai