Panduan Rinkas Mebanten (Bab 5) - Sastra Bali
Panduan Rinkas Mebanten (Bab 5) - Sastra Bali
Mohon support WEB Sastra Bali dengan mensubscribe channel youtube ORGANIC MIND
Di depan masing-masing setiap palinggih, kita tampilkan mudra amusti-karana [ujung ibu jari
dan telunjuk tangan kanan serta ujung ibu jari tangan kiri bertemu mengarah keatas, jari-jari lain
digenggam sebagai dasar].
Kemudian kita ucapkan mantra :
“Om suksma sunia lebar ya namah swaha”
Kemudian lakukan sikap penghormatan simbolik dengan menampilkan mudra puja mencakupkan
tangan di kening. Kedua ujung ibu jari bertemu di chakra ajna [chakra mata ketiga] dan jari-jari
lainnya mengarah keatas.
Setelah itu barulah canang atau persembahan lain dari sebelumnya kita lungsur [ambil] dan
sisa-sisa persembahan lain pada palinggih juga kita ambil sampai bersih.
MENYUCIKAN PERSEMBAHAN
Hendaknya sebelum dihaturkan kita melakukan prosesi untuk menyucikan persembahan. Ini
adalah cara dasar untuk menyucikan persembahan yang dapat digunakan untuk menyucikan
semua jenis persembahan.
Caranya sebagai berikut ini. Letakkanlah semua sarana persembahan [canang, segehan, tirtha,
arak, berem, ataupun persembahan-persembahan lainnya] di hadapan kita.
Sebelum memulai hendaknya kita memohon restu kepada para Ista Dewata. Tampilkan mudra
puja mencakupkan tangan di kening. Kedua ujung ibu jari bertemu di chakra ajna [chakra mata
ketiga] dan jari-jari lainnya mengarah keatas. Kemudian kita ucapkan mantra :
“Om awignam astu namo siddham, Om siddhirastu tat astu
astu swaha“
Setelah selesai mengucapkan mantra, bunga kita lempar atau buang ke depan ke arah
persembahan.
Ambil tirtha [air suci]. Semua sarana persembahan kita sirat-siratkan dengan tirtha sambil
mengucapkan mantra :
“Om pratama sudha, dwitya sudha, tritya sudha, caturti sudha,
pancamini sudha,
Om sudha sudha wariastu,
Om puspam samarpayami,
Om dupam samarpayami,
Om toyam samarpayami,
Om sarwa baktyam samarpayami, Om shanti shanti shanti Om“
Dengan demikian semua sarana persembahan telah tersucikan dan siap untuk kita haturkan.
MENYUCIKAN DAN MEMBENTENGI DIRI
Kemudian kita lakukan tata cara menyalakan api suci di dalam diri kita. Untuk penyucian diri kita
sebagai sang yajamana dalam mebanten dan sekaligus mengundang Ista Dewata penguasa
sembilan penjuru mata angin [Dewata Nawa Sanga] untuk menjaga kita supaya tidak mendapat
gangguan dari segala bentuk kekuatan negatif ketika mebanten.
Tampilkan mudra amusti-karana.
Diam sejenak untuk mengheningkan pikiran kita. Setelah pikiran-perasaan kita cukup tenang dan
jernih, ucapkan mantra :
“Om Ung Rah Phat astraya namaha, Om Atma tattwatma
sudhamam swaha, Om Sri Pasupati Ung Phat swaha, Ong Sang
Bang Tang Ang Ing Nang Mang Sing Wang Yang, Om Ang Ung
Mang”
Dengan demikian di dalam diri kita sebagai sang yajamana telah dinyalakan api suci. Diri kita
disucikan dan sekaligus telah mendapat benteng perlindungan dari para Ista Dewata, sehingga
telah siap untuk mebanten.
CARA MENGHATURKAN PERSEMBAHAN KE ALAM-ALAM
SUCI
Ini adalah cara dasar untuk menghaturkan persembahan ke alam-alam suci yang dapat
digunakan untuk menghaturkan semua jenis persembahan. Misalnya untuk menghaturkan
canang, banten tipat dampulan, dsb-nya, saat kita mebanten di rumah. Atau juga untuk
menghaturkan canang dan pejati saat kita tangkil sembahyang ke sebuah pura. Caranya sebagai
berikut ini.
Pertama-tama perlu diperhatikan bahwa, ketidak-tepatan yang sering terjadi dalam
menghaturkan canang adalah tidak memperhatikan arah pengider-ideran Panca Dewata yang
tepat. Misalnya bunga warna putih pada canang seharusnya di arah timur justru dipasang di
arah utara. Padahal ketika kita menghaturkan canang sangat penting untuk meletakkan warna-
warni pada posisi arah mata angin yang tepat. Jangan diletakkan ngawur secara sembarangan,
karena ini berkaitan dengan kekuatan suci Sanghyang Panca Dewata dan hal-hal lainnya, agar
canang sebagai segel suci niskala ini nantinya kekuatannya benar-benar dapat bekerja.
Bila canang dihaturkan sesuai dengan pengider-ideran Panca Dewata yang tepat, canang
merupakan segel suci niskala yang memiliki kekuatan kerja-nya sendiri. Tapi kekuatan-nya akan
menjadi lebih aktif jika kemudian segel suci suci niskala ini kita hidupkan dan gerakkan dengan
kekuatan mantra-mantra suci, tirtha [air suci], dupa dan kekuatan sredaning manah [kemurnian
pikiran]. Sehingga turunlah karunia kekuatan suci semua Ista Dewata, yang memberikan
kebaikan bagi alam sekitar dan semua mahluk.
Ini adalah tata-cara dasar untuk menghaturkan persembahan ke luhur [ke alam-alam suci].
Sekali lagi bahwa cara ini tidak terbatas hanya untuk menghaturkan canang saja, tapi juga dapat
digunakan untuk menghaturkan segala jenis persembahan ke alam-alam suci. Seperti misalnya
pada saat kita tangkil ke sebuah pura dan kita menghaturkan pejati, dsb-nya.
Inilah urutan caranya :
Kemudian kita lanjutkan dengan ngayabang [menghaturkan atau mempersembahkan] dupa dan
canang [atau persembahan lain].
Saat ngayabang kita harus menggunakan tangan, dengan cara menjepit bunga dengan jari
telunjuk dan jari tengah. Jangan menggunakan alat bantu lainnya seperti sa`abatau lain-lainnya.
Selain itu kita harus hanya menggunakan tangan kanan. Gerakan ngayabang harus lembut dan
jelas, dari sisi luar belakang ke arah depan.
Ngayabang diakhiri dengan mengucapkan shanti mantra untuk kedamaian alam semesta dan
semua mahluk :
“Om shanti shanti shanti Om“
Selalulah menutup dengan mantra suci paramashanti [Om shanti shanti shanti Om] untuk
kedamaian alam semesta dan semua mahluk. Hal ini bukanlah tanpa dasar. Kalau setiap orang di
Pulau Bali mebanten [anggap saja] di sepuluh titik di rumahnya, lalu diseluruh Pulau Bali ada 100
ribu orang yang mebanten. Berarti hanya dalam satu hari itu saja di Pulau Bali mantra suci
paramashanti diuncar sebanyak 1 juta kali. Bayangkan betapa kekuatan getaran energi damai
mantra suci ini yang menggetarkan seluruh penjuru pulau.
MENGHATURKAN SEGEHAN
Terkait menghaturkan segehan, tentunya terdapat berbagai ragam rupa, bentuk dan jenis-jenis
segehan.
Yang akan dijelaskan ini adalah cara dasar yang universal untuk menghaturkan persembahan ke
alam-alam bawah, yang dapat digunakan untuk menghaturkan berbagai jenis segehan [kecuali
untuk segehan saiban karena caranya berbeda]. Caranya adalah sebagai berikut ini.
Pertama-tama perlu diperhatikan bahwa, ketidak-tepatan yang sering terjadi dalam
menghaturkan segehan adalah tidak memperhatikan arah pengider-ideran Panca Dewata yang
tepat. Misalnya nasi warna putih pada segehan seharusnya di arah timur justru dipasang di arah
barat. Padahal ketika kita menghaturkan segehan sangat penting untuk meletakkan posisi
segehan pada pengider-ideran yang tepat. Jangan diletakkan ngawur secara sembarangan,
karena ini berkaitan dengan kekuatan suci Sanghyang Panca Dewata dan hal-hal lainnya.
Sehingga segehan sebagai segel suci niskala ini nantinya kekuatannya benar-benar dapat
bekerja.
Sama seperti canang, segehan jika dihaturkan sesuai dengan pengider- ideran yang tepat, juga
merupakan segel suci niskala yang memiliki kekuatan kerja-nya sendiri. Tapi kekuatan-nya akan
lebih aktif jika kemudian segel suci niskala ini kita hidupkan dan gerakkan dengan kekuatan
mantra-mantra suci, tirtha [air suci], dupa dan kekuatan sredaning manah [kejernihan dan
kebajikan pikiran].
Menghaturkan segehan harus diawali dengan niat sebagai belas kasih dan kebaikan kepada para
mahluk-mahluk alam bawah dan dijalankan sebagai sebuah upaya untuk mengurangi
kesengsaraan mereka. Pancarkan rasa belas kasih dari hati kita dan pancarkan rasa damai dari
upaya kita. Sifat mahluk alam-alam bawah sebenarnya tidaklah jahat. Mereka menjadi berbahaya
karena manusia takut, menghakimi atau tidak menyukai mereka. Ketakutan, penghakiman atau
rasa tidak suka ini membuat adrenalin di dalam diri manusia naik, dimana adrenalin yang naik ini
menghasilkan energi yang dirasakan oleh mahluk alam-alam bawah sebagai
kekuatan yang hendak menyerang mereka. Itulah sesungguhnya yang menyebabkan mereka
berbahaya. Keberadaan mereka seperti siklus berputarnya bunga yang dapat berevolusi menjadi
sampah dan sampah yang dapat berevolusi menjadi bunga. Demikianlah evolusi jiwa-jiwa dalam
siklus samsara, sesuai akumulasi karma kita masing-masing. Yang kita sebut sebagai mahluk-
mahluk alam bawah, sangat mungkin di kehidupan-kehidupan sebelumnya adalah sesama
manusia, yang bahkan kita kenal dekat. Alam kegelapan adalah sisi sampah dari alam suci. Tanpa
kegelapan tidak ada kesucian. Tapi hakikat di dalam semua mahluk adalah sama, yaitu Atman.
Sehingga menghadapi mereka, selalu dengan pikiran positif, tenang- seimbang, penuh belas
kasih dan kebaikan. Lihatlah mereka bukan sebagai mahluk-mahluk jahat, melainkan sama
seperti kita, yaitu mahluk yang sedang belajar berkembang menuju kesadaran atma. Dalam
ajaran dharma kita memberikan mereka persembahan, serta mendoakan mereka agar mereka
damai dan bahagia. Ini merupakan bentuk belas kasih dan kebaikan kepada semua mahluk,
sekaligus menebarkan energi keharmonisan dan kedamaian ke semua arah. Hasilnya sudah tentu
mereka tidak akan mengganggu kita. Inilah urutan tata-cara dasar untuk menghaturkan
persembahan segehan ke sor [ke alam-alam bawah], yaitu :
Cara menghaturkan segehan adalah dengan meletakkannya di natah atau di bawah [di pertiwi],
bukan diletakan pada palinggih. Saat menghaturkan segehan juga harus memperhatikan arah
mata angin terkait pengider-ideran Panca Dewata dan yang lain-lainnya secara tepat.
Lanjutkan dengan metabuh. Kita tabuhkan berem dan arak dengan disiratkan memutar
mengelilingi ke kiri atau berlawanan arah dengan jarum jam, masing-masing berem dan arak
sebanyak 3 [tiga] kali. Memutar ke kiri adalah kekuatan memutar ke arah bawah [turun], atau ke
alam-alam bawah. Ini kita lakukan sambil mengucapkan mantra : “Om ibek segara, Om ibek
danu, Om ibek banyu premananing hulun“
Ayabang segehan dengan menggunakan tangan kanan. Jepit bunga dengan jari telunjuk dan jari
tengah. Gerakan ngayabang harus lembut dan jelas, dari sisi luar belakang ke arah depan. Sambil
mengucapkan mantra menghaturkan segehan :
“Om buktiyantu Durga Katarah, Om buktiyantu Kala
Mewaca,Om buktiyantu Bhuta Bhutangah, Om buktiyantu
Sarwa Bhutanam, Om buktiyantu Pisaca Sanggyam”
Terus ngayabang dan ucapkan mantra untuk menyomiakan sarwa bhuta, untuk pencapaian
kebahagiaan dan bebasnya dari kesengsaraan dari sarwa bhuta tersebut :
Om Ang Kang Kasolkaya Isana wosat,
Setelah selesai ngayabang, kita sirat-siratkan kembali tirtha [air suci] sambil mengucapkan
mantra untuk mensucikan sarwa bhuta :
RELATED ARTICLES
Panduan rinkas mebanten [ bab 1 ]
December 14, 2014
ABOUT US
Sastra Bali is the integrated pattern of human behaviour that includes thought, speech, action,
Knowledge and depends on man’s capacity for learning
FOLLOW US
© PUBLIC DOMAIN