Anda di halaman 1dari 28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karya Ilmiah Sejenis Sebelumnya


Penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari hasil penelitian/Tugas Akhir
atau jurnal yang menangani proyek jalan tentang perbaikan tanah lunak dengan
prefabricated vertical drain. Berikut kajian literatur sebelumnya yang menjadi
referensi Tugas Akhir kami, dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2. 1 Kajian Literatur Tugas Akhir Sebelumnya

No Tahun Judul Karya Tulis Objek Metode Variabel


Ilmiah dan Penulis Kajian
1 2010 Perencanaan Reklamasi Perbaikan Preloading Reklamasi,
pada Lapangan Tanah dan Tanah
Penumpukan Terminal Prefabricated Lunak,
Peti Kemas II di Teluk Vertical Stabilitas
Lampng, Pelabuhan Drain Timbunan
Tanjung Perak,
Surabaya
2 2017 Analisis Penurunan dan Perbaikan Preloading Tanah
Waktu Konsolidasi Tanah dan Lunak,
Tanah Lunak Prefabricated Penurunan,
Menggunakan Metode Vertical Derajat
Preloading Dan Drain Konsolidasi,

Pre-Fabricated Pre-

Vertical Drain fabricated

(Studi Kasus Proyek Vertical

Pembangunan Jalan Drain

Bebas Hambatan (PVD)

Medan-Kualanamu Sta
35+950) (Barimbing,
Fanny Rumintha)

5
3 2018 Perancangan Perbaikan Perbaikan Preloading Konsolidasi,
Tanah Lunak Tanah dan Stabilitas
Menggunakan Prefabricated Timbunan,
Preloading dengan Vertical PVD, PHD,
Kombinas Drain Daya
Prefabricated Vertical Dukung
Drain (PVD) dan Pondasi 1
Prefabricated
Horizontal Drain
(PHD) pada
Pembangunan Kawasan
Kota Summarecon
Bandung Area Amanda
dan Btari (Risdianta,
Ryan Hendraning)
4 2019 Perencaaan Preloading Perbaikan Prefabricated Konsolidasi,
dengan Penggunaan Tanah Vertical PVD, Daya
Prefabricated Vertical Drain Dukung
Drain untuk Perbaikan Tanah
Tanah Lunak pada Dasar,
Jalan Tol Pejagan- Stabilitas,
Pemalang (Zhafirah, Timbunan
Athaya dan Dewi
Amalia)

Dewi Amalia (2010) melakukan analisis stabilitas lereng perencanaan


reklamasi lapangan penumpukan terminal peti kemas. Untuk dapat membangun
konstruksi di atas tanah tersebut dibutuhkan perbaikan tanah lunak. Pemasangan
PVD di laut berbeda dengan di darat karena PVD baru dapat dipasang ketika
timbunan sudah mencapai permukaan laut sehingga membutuhkan timbunan yang
tinggi. Untuk menjaga stabilitas timbunan agar tidak mengalami sliding adalah
dengan membuat kemiringan lereng timbunan minimum 1:2.

6
Fanny Rumintha Br. Barimbing (2017) melakukan analisis penurunan dan
waktu konsolidasi tanah lunak menggunakan metode preloading dan prefabricated
vertical drain dengan studi kasus proyek pembangunan jalan bebas hambatan
Medan-Kualanamu STA 35+950. Dari hasil perhitungan menggunakan metode
analisis dan metode elemen diketahui waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
konsolidasi 95% adalah 202 hari dengan besar penurunan 0,53 meter. Sedangkan
dengan menggunakan PVD yang dipasang dengan pola segitiga dan jarak antar
PVD 1,60 m, waktu yang dibutuhkan adalah 25 hari. Kesimpulan dari analisis
tersebut adalah penggunaan PVD dapat mempercepat waktu konsolidasi.
Ryan Hendraning Risdianta (2018) merencanakan perancangan perbaikan
tanah lunak menggunakan preloading dengan kombinas prefabricated vertical
drain (PVD) dan prefabricated horizontal drain (PHD) pada pembangunan
kawasan kota summarecon Bandung area Amanda dan Btari. Dengan tiga data bor
test pada cluster Amanda dan Btari diketahui bahwa ketiganya memiliki kesamaan
kedalaman tanah compressible yaitu 25 m sehingga dapat dikelompokkan menjadi
satu zona.
Melalui kajian tersebut didapatkan lama waktu yang dibutuhkan penurunan
alami untuk mencapai konsolidasi 90% adalah 125 tahun. Sedangkan setelah
menggunakan PVD dengan pola segitiga dengan jarak 1,3 m untuk mencapai
konsolidasi 90% adalah 25 minggu. Dilakukan pula perancangan untuk pondasi
dangkal berbentuk persegi dengan ukuran 150 cm x 150 cm dengan kedalaman 50
cm. Daya dukung pondasi dangkal sebelum dilakukan perbaikan menggunakan
Prefabricated Vertical Drain (PVD) sebesar 575,2149 kN/m² dan sesudah
dilakukan perbaikan sebesar 773,8362 kN/m²
Athaya dan Dewi (2019) merencanakan preloading dengan penggunaan
prefabricated vertical drain untuk perbaikan tanah lunak pada Jalan Tol Pejagan-
Pemalang. Tinggi timbunan maksimum yang mampu ditahan oleh tanah dasar pada
proyek tersebut adalah 5 meter, sementara tanah dasar lunak harus menampung
beban total timbunan rencana setinggi 8,9 meter.
Dengan memperhatikan penurunan total yang terjadi, tinggi timbunan pada
saat pelaksanaan harus lebih tinggi dari tinggi timbunan rencana. Tinggi timbunan
pada saat pelaksanaan akhir adalah 11 m dengan penurunan total yang terjadi

7
sebesar 2,122 m dalam waktu 38,49 tahun. Masalah ini dapat diatasi dengan
memperbaiki tanah dasar menggunakan PVD yang dioptimalkan dengan
preloading. PVD adalah lembaran plastik untuk drainase vertikal yang panjang
berbahan komposit, terdiri dari drain core dan filter jacket. Dari hasil perancangan,
PVD yang digunakan adalah tipe Ce-Teau Drain CT-882 dengan pola segiempat
jarak 1,2 m sedalam 10 m dari muka tanah asli. Penimbunan dilakukan bertahap
dengan kecepatan penimbunan 1 m perminggu. Waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai penurunan total sebesar 2,122 m dengan metode preloading kombinasi
PVD adalah 11 minggu. Biaya yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan
penimbunan dan pemasangan PVD sesuai dengan desain adalah Rp3.446.349.317.
2.2 Dasar Teori
Pada subbab ini akan dibahas dasar teori yang berisi teori-teori baik dari
penelitian sebelumnya maupun buku yang telah diterbitkan. Dasar teori menjadi
dasar pengerjaan laporan ini agar jelas, ilmiah, dan sistematis.
2.2.1 Parameter Tanah
Parameter tanah diperoleh dari hasil pengujian laboratorium atau dari hasil
interpolasi data-data tanah yang sudah ada. Jenis parameter tanah ada yang bersifat
fisik dan mekanis. Sifat fisik tanah meliputi berat jenis, porositas, ukuran butir
tanah, berat isi, derajat kejenuhan, kepadatan tanah, kadar air, nilai atterberg dan
permeabilitas. Sementara sifat mekanis tanah meliputi nilai kohesi, nilai sudut geser
tanah dan daya dukung. Jika setiap jenis lapisan tanah didapatkan nilai parameter
yang berbeda, maka perlu dilakukan perhitungan rata-rata setiap jenis lapisan untuk
mempermudah perhitungan. Perhitungan rata-rata sebuah data dapat menggunakan
rumus berikut.
∑𝑛
𝑛=1 𝑋
Rata-rata = 𝑈 = 𝑛

dimana: x = data ke-i


n = banyaknya data
Perhitungan rata-rata pada parameter tanah dapat berlaku jika koefisien variasi dari
sebaran data ≤ 20%. Jika lebih dari 20%, maka data harus dipisah sesuai lapisan
tanah (Amalia, 2008). Berikut ini rumus perhitungan koefisien variasi data.

8
∑(𝑥−𝑈)2
Standar deviasi (STD) = √ 𝑛

𝑆𝑇𝐷
Koefisien variasi (CV) = 𝑥100%
𝑈

dimana: x = data ke-i


U = rata-rata
n = banyaknya data
Parameter tanah dapat mendefinikan sebuah klasifikasi dari lapisan tanah itu
sendiri. Klasifikasi lapisan tanah dapat dilihat dari ukuran-ukuran butiran tanah dan
nilai N-SPT. Berdasarkan ukuran-ukuran butiran tanah, beberapa organisasi telah
mengembangkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah (soil separate size
limits) (Das.1995). Pengelompokkan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2. 2 Pengelompokkan Jenis Tanah Berdasarkan Ukuran Butiran Tanah
(Azwar, 2019)

Selain itu, pengelompokkan konsistensi tanah berdasarkan hasil


penyelidikan tanah dari uji standart penetration test (N-SPT) dapat dilihat pada
Tabel 2.3 berikut.

9
Tabel 2. 3 Pengelompokkan konsistensi tanah berdasarkan nilai SPT (Azwar,
2019)

Hasil dari parameter tanah yang telah dipaparkan sebelumnya dapat menjadi
masukan untuk pengukuran dan analisa selanjutnya.

2.2.2 Timbunan di atas Tanah Lunak


Konstruksi timbunan di atas tanah lunak menjadi pekerjaan yang sangat
menantang. Tanah lunak memiliki daya dukung rendah sehingga dapat
menyebabkan keruntuhan pada timbunan. Keruntuhan timbunan di atas tanah lunak
dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut.

10
Gambar 2. 1 Tipe keruntuhan timbunan di atas tanah lunak (Manggada et al.,
2015)

Berdasarkan Spesifikasi Umum Divisi 3, diperlukan sebuah perbaikan sebagai


sebagai berikut:
1. Timbunan
Timbunan di atas tanah dasar yang bersifat lempung lunak dapat
mengakibatkan adanya penurunan pada tanah dasar, deformasi lateral, dan
deformasi vertikal di area timbunan tersebut, seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.2. Tanah lunak dijadikan dasar timbunan jika telah dilakukan
perbaikan tanah dasar. Perbaikan tanah untuk mencegah deformasi tanah di
bawah timbunan dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 2 Penurunan tanpa perbaikan (Harata et al., 2009)

Gambar 2. 3 Penurunan dengan perbaikan tanah (Harata et al., 2009)

2. Timbunan dengan Cerucuk


Cerucuk adalah salah satu metode perbaikan tanah yang berfungsi
untuk meningkatkan daya dukung tanah lunak dan juga penguat lereng
timbunan. Bentuk dari cerucuk adalah berupa tiang kayu dengan ukuran

11
panjang 4 – 6 m dan diameter 10 cm. Bila tanah lunak lebih dalam dan
memerlukan kapasitas daya dukung lebih besar, maka diperlukan tiang beton
pracetak berbentuk persegi atau segitiga dengan sisi 10-40 cm (Departemen
PU, 2005).
Pengaplikasian dari cerucuk bertujuan untuk meningkatkan tahanan
geser tanah. Saat tanah asli mengalami gaya geser, gaya penahan hanya dipikul
oleh C dan ф. Sedangkan tahanan geser pada tanah lunak hanya dipikul oleh
nilai C. Penggunaan cerucuk tidak hanya memikul tahanan geser oleh C saja,
namun ada gaya tambahan dari cerucuk (P), sehingga meningkatkan kekuatan
geser tanah. Skema peningkatan kuat geser tanah dengan penggunaan cerucuk
dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 4 Skema peningkatan tahanan geser tanah akibat cerucuk


(Qomariyah, 2017)

Teori cerucuk telah dikembangkan oleh Mochtar, I.B (2000) dengan


menggunakan asumsi Gambar 2.5 sebagai berikut.
1. Kelompok cerucuk dianggap sebagai kelompok tiang dengan “rigid cap” di
muka tanah yang menerima gaya horizontal.
2. Gaya horizontal tersebut merupakan tegangan geser yang terjadi di
sepanjang bidang gelincir.

12
Gambar 2. 5 Asumsi gaya yang diterima cerucuk (Mochtar, 2000)

Teori ini menghasilkan rumus untuk menentukan kekuatan 1 (satu)


buah Cerucuk (P) dalam menahan gaya horizontal. Berdasarkan perbandingan
antara momen penggerak dan momen penahan yang terjadi, dapat ditentukan
jumlah cerucuk yang dibutuhkan. Dalam perhitungan tersebut digunakan
angka keamanan (SF) sekurang-kurangnya 1,10 untuk kondisi dengan beban
sementara (kendaraan) dan sekurang-kurangnya 1,50 untuk kondisi hanya
beban timbunan embankment saja (Qomariyah, 2017).
3. Jembatan
Jembatan merupakan suatu konstruksi yang berfungsi sebagai
penghubung dua bagian jalan yang terputus akibat adanya rintangan-rintangan
seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta
api, jalan raya yang melintang tidak sebidang dan lain-lain. Jenis jembatan
berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi, dan tipe struktur sekarang ini
telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan jaman dan
teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir.
Berdasarkan kegunaannya jembatan dapat dibedakan sebagai berikut (Agus
Iqbal Manu, 1995:9):
1. Jembatan jalan raya (highway bridge).
2. Jembatan jalan kereta api (railway bridge).
3. Jembatan jalan air (waterway bridge)
4. Jembatan jalan pipa (pipeway bridge)
5. Jembatan militer (military bridge)
6. Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).

13
2.2.3 Metode Perbaikan Tanah Lunak
Tanah lunak dapat menyebabkan permasalahan pada penurunan tanah dan
lamanya penurunan tanah. Metode yang cocok untuk mengatasi hal tersebut adalah
PVD, sand drain, atau stone coloumn.
1. Prefabricated vertical drain (PVD)
Metode prefabricated vertical drain merupakan metode perbaikan yang
dilakukan dengan memasang PVD kedalam tanah lalu diberi beban preloading
sebagai konversi dari beban lalu lintas dan perkerasan jalan. Preloading
berfungsi untuk memampatkan tanah dan PVD berfungsi mempercepat proses
penurunan tanah. Pekerjaan PVD meliputi pekerjaan preloading, PVD,
prefabricated horizontal drain (PHD), dan instrumentasi geoteknik.
2. Sand Drain
Metode sand drain dilakukan dengan membuat lubang-lubang yang diisi
pasir pada lapisan lempung. Pasir tersebut memiliki spesifikasi tertentu. Sand
drain dapat mempercepat proses penurunan dengan diberi beban preloading di
atasnya. Air pori akan mengalir kedalam lubang dan mengalir ke atas menuju
saluran pembuang di permukaan.
3. Stone Coloumn
Stone column merupakan salah satu metode perbaikan tanah baik pada
tanah lempung maupun tanah berpasir. Pada tanah lempung, penggunaan stone
column dapat meningkatkan dan memperbaiki masalah daya dukung tanah dan
penurunan yang terjadi. Teknik perbaikan tanah dengan menggunakan stone
column sangat cocok digunakan pada struktur yang memiliki area yang luas
seperti tanki penyimpanan minyak, timbunan, dan struktur lain yang mungkin
memiki penurunan yang besar. Pekerjaan stone coloumn meliputi pekerjaan
stone coloumn, sand blanket, dan timbunan preloading.

2.2.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)


AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan
oleh Thomas L. Saaty. AHP adalah sistem pembuat keputusan dalam menentukan
peringkat prioritas berdasarkan perbandingan berpasangan dari setiap kriteria.
AHP digunakan karena memiliki struktur yang berhirarki, memperhitungkan

14
validitas sampai dengan batas toleransi konsistensi, dan memperhitungkan daya
tahan output analisis sensitivitas. Tahapan metode AHP menurut Saaty, sebagai
berikut:
1. Dekomposisi masalah
Dekomposisi masalah adalah langkah memecah/mengurai unsur penyusun
suatu tujuan (goal) secara sistematis.
2. Penilaian/pembobotan untuk membandingkan elemen-elemen
Penilaian perbandingan berpasangan (pembobotan) dilakukan pada setiap
hirarki berdasarkan tingkat kepentingan relatifnya. Penilaian ini dapat
ditentukan dari intensitas kepentingan sesuai Tabel 2.4.
Tabel 2. 4 Intensitas kepentingan elemen kriteria (Saaty, 1994)

3. Penyusunan matriks dan uji konsistensi


Penyusunan matriks berpasangan untuk melakukan normalisasi bobot tingkat
kepentingan pada tiap-tiap elemen pada hirarkinya masing-masing.
4. Penetapan prioritas pada masing-masing hirarki
Nilai-nilai perbandingan relatif diolah untuk menentukan peringkat alternatif
dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif,
dapat dibandingkan sesuai dengan penilaian yang telah ditentukan untuk
menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan
manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik.
5. Sistesis dari prioritas
Sistesis dari prioritas didapat dari hasil perkalian prioritas local dengan
prioritas dari kriteria bersangkutan yang ada pada level yang dipengaruhi oleh

15
kriteria. Hasilnya berupa gabungan atau lebih dikenal dengan istilah prioritas
global yang kemudian dapat digunakan untuk memberikan bobot prioritas lokal
dari elemen yang ada pada level terendah dalam hirarki sesuai dengan
kriterianya.
6. Pengambilan/penetapan keputusan
Pengambilan keputusan adalah suatu proses dimana alternatif-alternatif yang
dibuat dipilih yang terbaik berdasarkan kriterianya.
2.2.5 Besar Penurunan Tanah Dasar
Penurunan merupakan peristiwa penurunan (kompresi/pemadatan) lapisan
tanah yang disebabkan oleh penambahan beban di atas permukaan tanah akibat
deformasi partikel tanah, keluarnya air pori, dan relokasi partikel tanah. Penurunan
pada tanah akibat penambahan beban di atasnya terbagi menjadi dua yaitu
penurunan segera dan penurunan konsolidasi. Penurunan segera sendiri adalah
akibat dari deformasi elastis tanah basah, kering, dan jenuh air tanpa perubahan
kadar air. Sedangkan penurunan konsolidasi adalah akibat dari perubahan volume
tanah jenuh air karena keluarnya air yang menempati pori-pori tanah. Rumus besar
penurunan (Das,1985) digunakan untuk memperkirakan besarnya penurunan
jangka panjang.
Penurunan konsolidasi dibagi lagi menjadi penurunan akibat konsolidasi
primer dan penurunan akibat konsolidasi sekunder. Besarnya penurunan tanah total
menurut Das (1985) adalah:
𝑆𝑡 = 𝑆𝑖 + 𝑆𝑝 + 𝑆𝑠

dimana:
St = total penurunan
Si = penurunan segera (immediate settlement)
Sp = penurunan akibat konsolidasi primer (primary consolidation settlement)
Ss = penurunan akibat konsolidasi sekunder (secondary consolidation settlement)
Dalam perhitungan penurunan ini, penurunan akibat konsolidasi sekunder
tidak diperhitungkan karena proses penurunan yang lama, nilai penurunannya lebih
kecil dibanding Si dan Sp, serta jika dilihat dari aspek korelasi mikro-makro, besar
konsolidasi primer menjadi tidak jelas (Amalia, 2008).

16
4. Penurunan Langsung (Immediate Settlement)
Penurunan langsung terjadi saat adanya penambahan beban yang menimbulkan
tegangan diikuti pergerakan lateral dan tidak mengubah volume tanah. Perhitungan
penurunan langsung dapat menggunakan rumus berikut.

𝑆𝑖 = 𝑞 Σ𝑖 ( )
𝐸′
dimana:
Si = penurunan langsung (m)
q = tegangan permukaan (t/m2)
h = tebal lapisan tanah I (m)
E’ = modulus oedometrik

𝐸
𝐸=
2𝜇 2
1−
1−𝜇
E = modulus elastisitas
𝜇 = koefisien poisson
Modulus elastisitas dan koefisien poisson berdasarkan jenis lapisan tanah dapat
dilihat pada Tabel 2.5 dan Tabel 2.6.
Tabel 2. 5 Perkiraan Modulus elastisitas (E) (Bowles, 1977)

17
Tabel 2. 6 Perkiraan Angka Poisson (Bowles, 1968)

5. Penurunan Akibat Konsolidasi Primer (Primary Consolidation Settlement)


Penurunan konsolidasi merupakan peristiwa penurunan lapisan tanah akibat
keluanya air pori yang disertai berkurangnya volume tanah. Besar penurunan
konsolidasi setelah menggunakan PVD harus sama dengan besar penurunan
perancangan ketika sebelum digunakannya PVD. Fungsi PVD untuk mempercepat
waktu penurunan dan tidak berpengaruh terhadap besar penurunan yang dialami.
Besar penurunan konsolidasi dapat dihitung dengan persamaan berikut
𝐶𝑐 × ℎ 𝑃0 + ∆𝑃
𝑆𝑐 = ∑ [ × log ( )]
1 + 𝑒𝑜 𝑃𝑜
Dimana:
Sc = penurunan konsolidasi
Cc = indeks penurunan
h = tebal lapisan
eo = angka pori awal
𝑃0 = tekanan tanah efektif
∆P = penambahan tekanan tanah efektif\biggr
Harga Cc diperoleh dari persamaan-persamaan yang terdapat dalam Amalia
(2010) dan e dapat diketahui dari data tanah hasil laboratorium.
Cc = 0,009 (WL – 13) (Biarez dan Favre) (2.10)
Cc = 0,007 (WL – 7) (Renolded Clay Skempton) (2.11)
Cc = 1,15 (e0 – 0,35) (All Clay) (2.12)
Cc = 0,30 (e0 – 0,27) (Inorganic Cohesive Soil) (2.13)
Cc = 0,0115 WN (Organic Soil, Peats, dll) (2.14)

18
Cc = 0,009 (WL – 10) (Normaly Consolidated Clay) (2.15)
Cc = 0,75 (e0 – 0,50) (Soils with Low Plasticity) (2.16)
Cc = 0,156 (e0–0,0107) (All Clays) (2.17)
Cc = 0,50 Ip Gs (2.18)
Dimana:
WL = batas cair (%)
WN = kadar air natural lapangan
eo = angka pori awal lapangan
Gs = specific gravity
Tekanan effektif overburden untuk sub-lapisan 𝑃0 menurut Winner (2017)
dalam Setiawan (2019) adalah “tegangan overburden efektif adalah tegangan
vertikal efektif dari tanah asli akibat beban atau lapisan tanah di atas titik tanah asli
yang ditinjau”. Tegangan overburden efektif dapat dihitung dengan Persamaan
sebagai berikut:
𝑃𝑜 = γ ′ × H
Dimana :
Po = Tegangan overburden efektif
𝛾 ′ = Berat volume tanah efektif
H = Tebal lapisan tanah.
Dari persamaan di atas diketahui bahwa nilai H berbanding lurus dengan nilai Po
maka, semakin besar kedalaman yang ditinjau semakin besar pula hasil Po yang
didapat.
Jika permukaan tanah dibebankan dalam hal ini timbunan, maka akan terjadi
penambahan tegangan pada permukaan tanah. Penambahan tegangan ini biasanya
diakibatkan oleh beban yang terjadi di atas permukaan tanah dasar sebesar Δp.
Besar penambahan tegangan timbunan berupa beban trapezium akan berbeda stiap
kedalamannya, oleh karena itu penambahan tegangan dihitung pada setiap
kedalamannya dengan penurunan rumus berikut:
Besarnya Δp pada kedalaman z adalah
Δp = Iz x q

19
q = H x ϒtimbunan
Dimana:
Iz = faktor pengaruh kedalaman terhadap dasar timbunan, besarnya nilai pengaruh
didapatkan dengan menggunakan persamaan DAS.
q = Beban timbunan
H = tinggi timbunan
Nilai I yang ditinjau berada di tengah timbunan, maka untuk timbunan yang
simetris nilai I dikalikan 2 kali.
Adapun cara untuk mendapatkan besar faktor pengaruh I, yaitu:
1. Dengan bantuan Grafik Osterberg (Gambar 2.6)
Pada Grafik Osterberg didapatkan melalui perbandingan terhadap
kedalaman titik yang ditinjau (z), yaitu perbandingan a/z dan b/z. Nilai a adalah
panjang proyeksi horizontal kemiringan timbunan sedangkan b adalah panjang ½
timbunanya sendiri.

20
Gambar 2. 6 Grafik Perhitungan Tegangan Vertikal Dalam Tanah
(Grafik Osterberg)

2. Dengan bantuan persamaan Das (1990) dalam Amalia (2008)

21
Gambar 2. 7 Distribusi Tegangan Vertikal dalam Tanah (Amalia, 2008)

1 (𝐵1 + 𝐵2) 𝐵1
𝐼 = [( ) (∝ 1+∝ 2) − ∝ 2]
𝜋 𝐵2 𝐵2

dimana :
𝐵1+𝐵2 𝐵1
∝ 1 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( ) − 𝑡𝑎𝑛−1 ( 𝑧 ) (𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛)
𝑧

𝐵1
∝ 2 = 𝑡𝑎𝑛−1 ( ) (𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑛)
𝑧
B1 = ½ lebar timbunan
B2 = panjang proyeksi horizontal kemiringan timbunan
Nilai I yang ditinjau berada di tengah timbunan, maka untuk timbunan yang
simetris nilai I dikalikan 2 kali.
Besarnya Δp pada kedalaman z adalah
Δp = Iz x q
q = H x ϒtimbunan
Dimana:
Iz = faktor pengaruh kedalaman terhadap dasar timbunan, besarnya nilai pengaruh
didapatkan dengan menggunakan bantuak grafik osterberg.
q = Beban timbunan
H = tinggi timbunan

22
2.2.6 Waktu Penurunan Tanah Dasar tanpa PVD
Hal yang perlu diketahui ketika pemilihan metode perbaikan tanah adalah
waktu penurunan konsolidasi alami tanah dasar. Proses konsolidasi pada tanah
lempung yang tebal berlangsung dalam waktu yang cukup lama sehingga setelah
masa konstruksi selesai tanah masih mengalami penurunan lebih dari 1 inch/tahun.
Waktu penurunan konsolidasi sendiri adalah periode waktu yang diperlukan tanah
untuk mencapai derajat konsolidasi tertentu. Untuk menghitung waktu penurunan
konsolidasi alami digunakan Persamaan berikut.

𝑇𝑣 × 𝐻𝑑𝑟 2
𝑡 =
𝐶𝑉
dimana:

t = waktu yang dibutuhkan untuk mencapai derajat konsolidasi

Tv = faktor waktu konsolidasi arah vertical

𝐻𝑑𝑟 = panjang aliran

𝐶𝑉 = Koefisien konsolidasi

Parameter tanah yang berkaitan dengan persamaan di atas sebagai penentu


lamanya penurunan konsolidasi adalah faktor waktu, panjang aliran drainage, dan
koefisien konsolidasi vertikal. Faktor waktu (Tv) adalah fungsi dari derajat
konsolidasi (U%) dan bentuk dari distribusi tegangan air pori (u) di dalam tanah.
Korelasi Grafis Tv dan U dapat dilihat pada Gambar 2.8. Nilai Tv tergantung pada
derajat konsolidasi (U) oleh karena itu, cara untuk mendapatkan nilai Tv dibagi
menjadi 2 yaitu untuk derajat konsolidasi 0 – 60% dan untuk derajat konsolidasi di
bawah 60% dengan menggunakan persamaan berikut:

Untuk U = 0 – 60%
𝜋 𝑈% 2
𝑇𝑣 = ( )
4 100
Untuk U = 0 > 60%
𝑇𝑣 = 1,781 − 0,933 × 𝑙𝑜𝑔 (100 − 𝑈%)
Dengan menggunakan persamaan tersebut, variasi faktor waktu terhadap
derajat konsolidasi dapat ditunjukkan pada Tabel 2.7

23
Tabel 2. 7 Variasi Faktor Waktu terhadap Derajat
Konsolidasi
Uv (%) Tv
0 0,000
10,00 0,008
20,00 0,031
30,00 0,071
40,00 0,126
50,00 0,196
60,00 0,283
70,00 0,403
80,00 0,567
90,00 0,848
95,00 1,129
99,00 1,781
99,99 3,647
Panjang aliran drainase ditentukan berdasarkan sifat permeabilitas pada
lapisan tanah yang akan ditinjau. Sifat permeabilitas adalah sifat kemampuan tanah
untuk melewatkan air dan udara. Jenis tanah berdasarkan sifat permeabilitasnya
dibagi menjadi 2 yaitu tanah permeable dan impermeable. Tanah yang memiliki
kemampuan tersebut disebut tanah permeable sehingga arah aliran air menjadi dua
arah. Sedangkan tanah yang tidak dapat melewatkan air dan udara disebut tanah
impermeable sehingga arah aliran air hanya satu arah

Nilai panjang aliran (Hdr) dapat ditentukan dengan persamaan berikut,

1. Hdr = H, jika arah aliran air satu arah

Selanjutnya untuk koefisien konsolidasi vertikal (Cv) didapatkan dari data


lab. Jika lapisan tanah memiliki beberapa nilai Cv, maka nilai Cv menggunakan
rumus berikut.

(∑ 𝐻 )2
𝐶𝑣𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎 = 2
𝐻 𝐻 𝐻
[( 1 ) + ( 2 ) + ⋯ + ( 𝑖 )]
√𝐶𝑣1 √𝐶𝑣2 √𝐶𝑣𝑖

dimana:

H = tebal total lapisan compressible

Hi = tebal lapisan compressible lapisan-i

Cvi= harga Cv lapisan-i

24
Penurunan konsolidasi pada tanah lunak cukup besar sehingga memerlukan
waktu yang lama untuk mencapai derajat konsolidasi yang disyaratkan. Apabila
proses penurunan konsolidasi tersebut tidak dipercepat, maka pembangunan
konstruksi di atasnya harus menunggu waktu yang terbilang cukup lama.
Sedangkan waktu pelaksanaan konstruksi telah ditentukan sejak awal dan tidak
dapat menunggu hingga tanah terkonsolidasi alami.

Gambar 2. 8 Korelasi Grafis antara Cv, t, u, dan Hdr

2.2.7 Waktu Penurunan Tanah Dasar dengan PVD


Waktu penurunan konsolidasi dengan menggunakan PVD diambil dari
persamaan terzaghi. Pada perhitungan rumus waktu penurunan konsolidasi alami
digunakan koefisian konsolidasi arah vertikal (C v) sedangkan dengan penggunaan
PVD digunakan koefisien konsolidasi arah horizontah (Ch). Dimana besar Ch adalah
1~3 Cv sehingga semakin besar Ch semakin cepat pula proses konsolidasi. Waktu
penurunan dengan PVD disesuaikan dengan pemakaian pola PVD. Pola susunan
PVD segitiga dan segiempat dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Waktu konsolidasi menurut Barron (1948) dalam Amalia (2008) dengan
teori aliran pasir vertikal adalah

𝐷2 1
𝑡=( ) . 𝐹 (𝑛). 𝑙𝑛 ( )
8. 𝐶ℎ 1 − 𝑈ℎ

Dimana:

25
t = waktu konsolidasi
D = daerah pengaruh dari PVD
Harga D = 1.13 x s untuk pola susunan bujur sangkar
D = 1.05 x s untuk pola susunan segitiga
Ch = koefisien konsolidasi tanah horizontal
Uh = derajat konsolidasi arah horizontal
F(n) = faktor hambatan disebabkan karena jarak antar PVD

Gambar 2. 9 Pola Pemasangan PVD

F(n) didefinisikan sebagai fungsi hambatan atau karena jarak antara titik pusat PVD
oleh Hansbo (1979) dalam Amalia (2008). Nilai F(n) dapat dicari pada persamaan
berikut:

𝑛2 3𝑛2 − 1
𝐹(𝑛) = ( 2 ) [𝑙𝑛(𝑛) − ( )]
𝑛 − 12 4𝑛2

Dimana:

𝐷
n = 𝑑𝑤

dw = diameter ekuivalen vertikal drain


Derajat konsolidasi rata-rata U dapat dicari dengan cara:
𝑈 = [1 − (1 − 𝑈ℎ)(1 − 𝑈𝑣 )] × 100%
Uh dicari menggunakan persamaan:

26
1
𝑈ℎ = [1 − ( 𝑡𝑥8𝑥𝐶ℎ )]
( 2 )
𝑒 𝐷 𝑥𝐹(𝑛)
Dimana:
U = derajat konsolidasi rata-rata
Uv = derajat konsolidasi arah vertikal
Uh = derajat konsolidasi arah horizontal
e = bilangan natural
t = waktu konsolidasi
D = diameter ekivalen dari lingkaran tanah pengaruh PVD
F(n) = faktor hambatan disebabkan karena jarak antar PVD
Ch = Koefisien arah horizontal
Nilai Ch dapat dicari pada persamaan berikut:
𝑘ℎ
𝐶ℎ = 𝑥𝐶
𝑘𝑣 𝑣
dimana :
Cv = koefisein konsolidasi
kh = koefisien permeabilitas horizontal
kv = koefisien permeabilitas vertikal
𝑘ℎ
secara umum nilai untuk soft clay adalah sebagai berikut:
𝑘𝑣

Tabel 2. 8 Nilai kh/kv untuk soft clay

𝑘ℎ
Karakteristik Tanah Lunak
𝑘𝑣
no evidence of layering (partially dried
1,2 ± 0,2 clay has completely uniform
appearence)
no or only slightly developed
macrofabric (e.g: sedimentary clays -
1 – 1,5
with discontinous lense and layer of
more permeable soil)

27
slight layering (e.g: sedimentary clays

2–5 with occasional silt dustings to random


silt lenses)
fairly well to well developed macrofabric
(e.g: sedimentary clays with
2–4
discoventinous lenses and layers of more
permeable material)
varved clays and other deposits
3 – 15 containing embeded and more or less
countinous permeable layers.

2.2.8 Perencanaan Prefabricated Horizontal Drain (PHD)


Prefabricated Horizontal Drain (PHD) adalah pita sintetis dengan inti
seperti PVD yang berfungsi sebagai pengalir alir dari vertical drain secara
horizontal menuju saluran drainase. Dalam Perencanaan Pemasangan
Prefabricated Horizontal Drain perlu diketahui debit air yang mengalir melalui 1
PHD
Koreksi debit air vertikal per 1 m2 pada setiap derajat konsolidasi dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut
𝑆𝑐
𝑄=
𝑡
Dimana:
Q = Debit air vertikal (m3/detik/m2)
Sc = Penurunan pada U% (m)
t = Waktu untuk mencapai U% (detik)
Besar debit air vertikal ekivalen PVD pada setiap derajat konsolidasi pada
sebuah PHD dapat dihitung menggunakan persamaan berikut
QPHD = Q × Ae × Jumlah titik PVD
Dimana:
Ae = Area Ekivalen PVD
Dengan Ae yang dapat diacri menggunakan persamaan berikut
1
Ae = 4 × π ×D2

28
2.2.9 Perancangan Timbunan
Tinggi timbunan meliputi tinggi timbunan kritis, tinggi timbunan rencana,
dan tinggi timbunan saat pelaksanaan.
1. Tinggi Timbunan kritis
Tinggi timbunan kritis merupakan tinggi maksimal dari timbunan yang
dapat laksanakan berdasarkan dari kemampuan daya dukung tanah dasar menerima
beban timbunan setinggi yang dilaksanakan. Hcr dapat dicari dengan menggunakan
software analisis geoteknik seperti GeoSlope dan PLAXIS dengan tujuan mencari
tinggi timbunan ketika SF (Safety Factor) = 1.25. Cara kedua untuk mengetahui
tinggi timbunan kritis adalah dengan cara analitis menggunakan persamaan berikut
𝛾
ℎ=
𝑐
2. Tinggi Timbunan Rencana (Hfinal)
Tinggi timbunan rencana adalah tinggi akhir dari permukaan tanah
timbunan yang akan direncanakan. Besarnya tinggi timbunan rencana tergantung
dari besar penurunan yang terjadi pada tanah dasar. Tinggi timbunan rencana
tergantung pada Elevasi timbunan yang diinginkan ditambah dan tinggi preload.
3. Tinggi Timbunan Pelaksanaan (Hinisial)
Tinggi timbunan pada saat pelaksanaan umumnya tidak akan sama dengan
tinggi timbunan yang direncanakan. Tinggi pada saat pelaksanaan haruslah lebih
tinggi dari tinggi rencana, hal ini dimaksudkan untuk menambah tinggi yang hilang
akibat adanya penurunan tanah dasar yang disebabkan berat timbunan itu sendiri.
Tinggi timbunan pelaksanaan (Hinisial) dapat dicari menggunakan cara grafis dengan
mencari titik perpotongan antara Hinisial dan Hfinal.T
4. Tinggi timbunan preloading
Preloading merupakan beban sementara yang diletakkan pada masa
konstruksi untuk mengoptimalkan kinerja PVD sehingga menyebabkan tanah
mampat sebelum konstruksi didirikan. Beban preloading ditentukan terlebih dahulu
dengan nilai yang sama dengan beban servis yaitu terdiri dari beban perkerasan dan
beban lalu lintas seperti pada Tabel 2.9 dan Tabel 2.10. Tinggi timbunan untuk
preloading ditentukan dari beban servis dibagi dengan γ tanah timbunan.

29
Tabel 2. 9 Beban Perkerasan Kaku

Perhitungan Beban Perkerasan Kaku


Tebal Berat Isi Beban
Lapis Perkerasan
m kN/m3 kN/m2
Rigid Pavement 0,3 24 7,2
Lean Concrete 0,1 22 2,2
Drainage Layer 0,15 22 3,3
Beban Perkerasan 12,7

Tabel 2. 10 Penentuan Beban Lalu Lintas

Beban Lalu Lintas menurut Kelas Jalan


Beban Lalu Lintas
Kelas Jalan
kN/m2
I 15
II 12
III 12

Gambar 2. 10 Pemodelan Hakhir dan Hawal

2.2.10 Timbunan Bertahap


Pelaksanaan timbunan dilakukan secara bertahap selama masa waktu
tertentu dengan tinggi timbunan yang direncanakan tiap tahapnya. Tahapan

Tahap 3
Tahap 2
Tahap 1

penimbunan dapat dilakukan tanpa adanya penundaan hingga mencapai tinggi


timbunan kritis (Hcr). Perancangan timbunan setelah mencapai tinggi timbunan
kritis harus dilakukan perancangan dengan memperhatikan pertambahan nilai
Cu untuk mencegah terjadinya kelongsoran. Pelaksaan timbunan bertahap
dapat dilaksanakan pada Gambar 2.11.

30
Gambar 2. 11 Ilustrasi Pelaksanaan Timbunan Bertahap

1. Distribusi dan Perubahan Tegangan Akibat Timbunan Bertahap


Tegangan yang diterima tanah dasar akan berubah karena
penahapan timbunan per masa waktu yang ditentukan setiap tahapnya.
Setiap tahapan timbunan akan mendistribusikan teganyan yang berbeda ke
tanah dasar.
Perhitungan distribusi tegangan per tahap (n’) ketika derajat konsolidasi
(U) mencapai 100% menggunakan persamaan..
Perubahan tegangan (Pn’) didapat dengan menambahkan distribusi
tegangan per tahap (Pn’) pada tegangan sebelumnya seperti pada
persamaan
Pn’ = Pn-1’ + Pn’
Perubahan penambahan tegangan berdasarkan waktu umur tahapan
timbunan masing-masing dapat dihitung menggunakan persamaan:
𝑈𝑖
𝑃𝑛 ′
∆𝑃𝑛𝑈𝑖 = [( ) × 𝑃𝑛−1 ] − 𝑃𝑛−1
𝑃𝑛−1

Dimana :
∆PnUi = penambahan tegangan akibat penahapan timbunan ke-n
berdasarkan derajat konsolidasi pada umur tahapan timbunan ke-i (Ui).
Pn’ = tegangan total yang didapatkan akibat penahapan timbunan ke-n
Ui = derajat konsolidasi umur ke-i pada penahan timbunan ke-n
2. Peningkatan Daya Dukung Tanah
Daya dukung tanah mengalami peningkatan seiring dengan umur tahapan
penimbunan. Peningkatan daya dukung tanah terjadi karena beban
timbunan yang diletakkan secara bertahap hingga tinggi timbunan kritis
(Hcr). Nilai daya dukung tanah yang baru (Cubaru) digunakan untuk mencari
(Hcr) yang baru sehingga dapat ditentukan apakah penimbunan dapat
dilanjutkan atau harus ditunda. Nilai Cu baru akibat peningkatan daya
dukung tanah dapat dihitung dengan persamaan Ardana dan Mochtar:
Untuk PI < 120%

31
𝐶𝑢𝑏𝑎𝑟𝑢 = 0,0737 + [0,1899 − 0,0016𝑃𝐼] × 𝜎′
Untuk PI ≥ 120%
𝐶𝑢𝑏𝑎𝑟𝑢 = 0,0737 + [0,0454 − 0,00004𝑃𝐼] × 𝜎′
dimana :
Cubaru = daya dukung tanah baru
PI = indeks plastisitas tanah
σ' = tegangan yang terjadi pada lapisan tanah (kg/cm 2)
3. Penurunan Akibat Timbunan Bertahap
Penurunan konsolidasi yang terjadi sesuai tahapan timbunan dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝐶𝑐 × ℎ 𝑃𝑛 ′
𝑆𝑐 = ∑ [ × log ( )]
1 + 𝑒𝑜 𝑃𝑛−1 ′

Dimana:
Sc = penurunan konsolidasi
Cc = indeks penurunan
h = tebal lapisan
eo = angka pori awal
Pn’ = Pn-1’ + Pn’
∆PnUi = penambahan tegangan akibat penahapan timbunan ke-n
berdasarkan derajat konsolidasi pada umur tahapan timbunan ke-i (Ui).
Pn’ = tegangan total yang didapatkan akibat penahapan timbunan ke-n

32

Anda mungkin juga menyukai