Anda di halaman 1dari 43

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

MODUL 06

PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT


PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI

PUSAT PEMBINAAN PELATIHAN DAN SERITIKASI MANDIRI


Jl. Pluit Raya Kav. 12 Blok A.5, Penjaringan, Jakarta Utara, (14440)
Telp. +62-21-6622925 ext. 146
Email: p3s@p3sm.or.id website: https://p3sm.or.id/
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
A. Penanggulangan Keadaan Darurat pada Pekerjaan Konstruksi 2
B. Perencanaan Tanggap Darurat (ISO 45001) 6
C. Contoh Rencana Keadaan Darurat pada Bahan Kimia 7
D. Tanggung Jawab Personel 8
E. Pertolongan Pertama Pada Kecalakaan 9
F. Prinsip Dasar Tindakan Pertolongan 10

MODUL 06:
1 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
A. PENDAHULUAN

Keselamatan Konstruksi adalah segala kegiatan keteknikan untuk mendukung pekerjaan


konstruksi dalam mewujudkan pemenuhan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan
Keberlajutan yang menjamin keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan dan Kesehatan
kerja, keselamatan publik dan keselamatan lingkungan. Dalam rangka mewujudkan keselamatan
konstruksi tersebut di atas maka penyelenggara konstruksi wajib menerapkan sistem manajemen
keselamatan konstruksi.

Perwujudan penyelenggaraan system manajemen keselamatan konstruksi adalah melalui


pembentukan Unit Keselamatan Konstruksi (UKK) yang merupakan unit pada Penyedia Jasa
Pekerjaan Konstruksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SMKK dalam pekerjaan
konstruksi dan dibawah pimpinan tertinggi penyedia jasa.

Guna melaksanakan tertib penyelenggaraan system manajemen keselamatan konstruksi maka


penyedia jasa harus mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur aspek-
aspek keselamatan konstruksi. Peraturan perundang-undangan tersebut berupa Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Lembaga, Standar-
standar yang diakui baik nasional maupun internasional.

Ahli K3 Konstruksi yang ditugaskan dalam penyelenggaraan kegiatan konstruksi harus memiliki
kompetensi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi dan menerapkan seluruh peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan K3 dilingkungan kerja konstruksi.

Outline :
1. Jenis-jenis keadaan darurat
2. Kesiapan terhadap kondisi darurat
3. Memahami prosedur tanggap darurat
4. Tanggapan terhadap kondisi darurat
5. Rambu-rambu keselamatan konstruksi
Tujuan Pembelajaran
 Memahami pengertian tanggap darurat dan istilah-istilah terkait
 Memahami penyebab terjadinya keadaan darurat
 Melaksanakan pelatihan dan dimulasi
 Membantu membuat laporan dan mendokumentasikan
 Memahami penggunaan peralatan tanggap darurat

MODUL 06:
2 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
Tanggap Darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada suatu kejadian
bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban :
 Kecelakaan walaupun sudah diupayakan pencegahannya, namun kemungkinan masih dapat
terjadi.
 Kompleksitas pekerjaan konstruksi, yang melibatkan banyak kelompok kerja dengan
berbagai peralatan dan material yang digunakan
 Upaya menekan jumlah dan tingkat keparahan korban harus dipersiapkan pertolongan awal
terhadap korban
 Pelatihan adalah bagian dari persyaratan pembinaan untuk meningkatkan kompetensi
petugas dan partisipasi tenaga kerja
Tujuan dari tanggap darurat
 Menyelamatkan Sebagian atau seluruh harta benda (investasi vital) Perusahaan,
menyelamatkan tenaga kerja yang berada di tempat kerja akibat dari bahaya akibat suatu
bencana atau kondisi yang membahayakan seperti kebakaran, kebocoran atau tumpahan
bahan kimia, serta sebagai upaya untuk pencegahan terhadap pencemaran lingkungan.
 Tanggap Darurat harus di atas dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan cara terpadu
dan hanya diberlakukan pada saat terjadi keadaan darurat.

Gambar 1. Jenis Jenis Keadaan Darurat

MODUL 06:
3 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
Gambar 2. Kesiapan terhadap Kondisi Darurat

Gambar 3. Kebutuhan Organisasi Tanggap Darurat dan Pembagian Tugas


Komando Tanggap Darurat
 Pusat Komando Pengendali (Emergency Control Center / ECC) yaitu pusat pengendali
keadaan darurat yang berlokasi di Ruang Pusat Pengendali tempat kerja, dimana Emergency
Control Center berada di bawah Koordinator Tanggap Darurat.
 Pusat Komando Penanggulangan (Emergency Scene Command Post / ESCP) yaitu komando
penanggulangan keadaan darurat yang berlokasi di dekat tempat kejadian.
 Regu Pemadam Kebakaran, adalah pasukan Pemadam Kebakaran (Fireman) dari anggota
regu tanggap darurat yang telah terlatih dan terdidik khusus untuk melakukan pemadaman
kebakaran.
Beberapa Istilah penting
 Korban, adalah orang yang segera memerlukan pelayanan medis sebagai akibat dari
kecelakaan dimana keadaan fisik atau mental orang tersebut sedemikian rupa sehingga
dapat mengancam jiwanya atu dapat merugikan kesehatannya;

MODUL 06:
4 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
 Mobilisasi Umum, yaitu pengerahan karyawan baik terlatih maupun tidak untuk
penanggulangan keadaan darurat besat/disaster (bila diperlukan)
 Tempat Berkumpul (Assembly Point / Muster Area) adalah tempat yang dianggap aman
untuk berkumpul bilamana terjadi suatu keadaan darurat ditandai dengan tulisan yang
mencantumkan tempat personel bekerja.

Gambar 4. Contoh Instruksi/Prosedur Tanggap Darurat

Gambar 5. Contoh Instruksi/Prosedur Tanggap Darurat

MODUL 06:
5 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
Kesiapan Tanggap Darurat
Kesiapan tanggap darurat (Emergency Plan) adalah kesiapan pada semua fasilitas perusahaan,
daerah perusahaan dan hasil produksi; Kesiapan ini menyangkut PERALATAN, PELATIHAN dan
TENAGA TERAMPIL guna melindungi pekerja, masyarakat, lingkungan dan reputasi perusahaan;
Komitmen dan partisipasi semua pihak sangat diperlukan dalam kesiapan tanggap darurat;
Kata Kuncinya :
 Emergency Plan
 Peralatan
 Orang
 Latihan periodic

B. PERENCANAAN TANGGAP DARURAT (ISO 45001)


i. Identifikasi Keadaan Darurat
1) Identifikasi semua situasi darurat yang mungkin dihadapi organisasi selama jam kerja
atau setelah jam kerja;
2) Pertimbangkan lokasi perusahaan, sifat pekerjaan, mesin atau bahan kimia yang
digunakan, dibuat atau disimpan di dalam lokasi;
3) Buat daftar semua potensi keadaan darurat yang mungkin dihadapi perusahaan
ii. Identifikasi persediaan/sumber daya yang diperlukan untuk menangani keadaan darurat
1) Menilai kemampuan tempat kerja
2) Respon keadaan darurat, termasuk sumber daya internal dan eksternal, persediaan medis
atau lainnya yang diperlukan untuk menanggapi keadaan darurat;
3) Pengendalian beberapa keadaan darurat dengan control proaktif, seperti mengurangi
sumber pengapian;
4) Identifikasi control reaktif seperti saluran komunikasi, bantuan medis, generator,
peralatan pemadam kebakaran, dll yang mungkin diperlukan saat keadaan darurat terjadi
iii. Buat Rencana Tanggap Darurat
Rencana tanggap darurat yang tepat perlu dibuat setelah keadaan darurat dan mekanisme
tanggapan diidentifikasi.
Prosedur mencakup untuk Penanganan Keadaan Darurat, Lokasi dan Instalasi untuk Fasilitas
Darurat, Prosedur Evakuasi, alarm dan fasilitas darurat

MODUL 06:
6 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
iv. Komunikasi dan Latih Pekerja/Pemangku Kepentingan yang Relevan tentang Tanggap Darurat
Penting untuk mengkomunikasikan Rencana Tanggap Darurat kepada semua
pekerja/pemangku kepentingan yang relevan. Pelatihan Pekerja untuk menangani situasi
darurat, Latihan darurat yang sering dilakukan untuk mendidik pekerja dari waktu ke waktu.
v. Evaluasi dan Revisi Prosedur Tanggap Darurat
Prosedur tanggap darurat harus dievaluasi setelah Latihan atau setelah keadaan darurat
dihadapi. Jika Perlu, prosedur ini harus diubah atau direvisi berdasarkan hasil pengujian atau
Latihan.

C. CONTOH RENCANA KEADAAAN DARURAT PADA BAHAN KIMIA


A. Pertimbangan untuk keadaan darurat
 Kebocoran bahan Kimia
 Tumpahan bahan kimia
 Kebakaran dan ledakan bahan kimia
 Keadaan darurat medis
 Dll
B. Rencana Tanggap Darurat
 Membentuk dan melaksanakan Pre-Emergency Planning
 Tugas dan tanggung jawab personel, garis kewenangan, pelatihan & komunikasi
 Pengenalan keadaan darurat dan pencegahannya
 Jarak aman dan keamanan lingkungan
C. Prosedur Tanggap Darurat
 Prosedur Evakuasi
 Prosedur Dekontaminasi
 Prosedur Perawatan Medis
 Prosedur Pemberitahuan
 Prosedur Alat Pelindung Diri
 Kritik dan Tindak Lanjut
D. Petugas Pelaksana Keadaan Darurat
 Incident Commander diharapkan dapat mengidentifikasi bahaya kimia maupun fisika
dan mengarahkan serta menganalisa lapangan menggunakan engineering control
 Menetapkan batas paparan maksimum yang diijinkan;
 Menetapkan penanggulangan bahan berbahaya
 Memanfaatkan teknologi yang tepat

MODUL 06:
7 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
D. TANGGUNG JAWAB PERSONNEL
A. Plant Manager
 Meyakinkan prosedur berjalan dengan baik
 Pembuatan keputusan akhir
 Mengadakan konsultasi dan melaporkan pekembangan selama keadaan gawat darurat
berlangsung kepada Pimpinan Tertinggi Perusahaan
B. Department Manager
 Bertanggungjawab atas kelancaran pelaksanaan kegiatan di bawahnya selama keadaan
darurat
C. Incident Commander
 Koordinasi pelaksanaan Rencana Tanggap Darurat
 Melaksanakan administrasi program tanggap darurat
 Koordinasi pemeliharaan peralatan dan fasilitas tanggap darurat
D. Shift Emergency Coordinator
 Mengkoordinir Tindakan tanggap darurat pada jam kerja shift yang telah ditentukan
E. Regu Tanggap Darurat
 Terdiri dari regu penanganan bahan kimia, pemadam kebakaran, security, medical dan
program tanggap darurat lainnya. Bertugas untuk melakukan Tindakan tanggap darurat.
F. Pelayanan Medis
 Melakukan pelayanan medis untuk personil yang luka, sakit atau pingsan karena akibat
keadaan darurat
 Berkonsultasi dan melaporkan kepada Emergency Coordinator tentang pelaksanaan
kegiatan bidangnya berkaitan dengan evakuasi ke klinik atau rumah sakit terdekat
 Menjami tersedianya peralatan dan obat-obatan untuk perawatan dan tersedianya
mobil ambulan di tempat pool untuk keperluan evakuasi personil
G. Koordinasi Mobilisasi Umum
 Bertanggung jawab atas kesiapan pengerahan tenaga personil bila diperlukan
 Berkonsultasi dan melaporkan kepada General Affairs tentang pelaksanaan kegiatan
H. Koordinator Hukum
 Bertanggung jawab atas penyelesaian hukum yang berhubungan dengan keadaan
darurat
 Menyelesaikan persoalan hukum dengan pihak ketiga atau pemeringah dalam kasus
yang mungkin timbul sebagai akibat dari keadaan darurat.

MODUL 06:
8 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
I. Koordinator Komunikasi
 Bertanggun jawab menjamin kelancaran komunikasi yang diperlukan dalam usaha-
usaha penanggulangan keadaan darurat
 Mengadakan konsultasi dan melaporkan setiap perkembangan selama keadaan
berlangsung kepada Incident Commander dan Plant Manager
 Mengambil Langkah-Langkah perbaikan bila terjadi gangguan komunikasi radio maupun
telepon
J. Koordinator Hubungan Masyarakat
 Bertanggung jawab atas pembuatan dokumentasi yang berhubungan dengan keadaan
darurat
 Bertanggung jawab terhadap data yang diperlukan untuk siaran pers yang akan
disampaikan oleh Pimpinan perusahaan apabila diminta.
 Mengkoordinir masyarakat setempat untuk keperluan evakuasi
 Bilamana diperlukan melakukan Kerjasama (Mutual Aid) dengan Pemerintah setempat
dalam rangka penanggulangan keadaan darurat terutama jika diperlukan evakuasi
masyarakat.
K. Koordinator Keamanan
 Bertanggung jawab atas pengamanan plant, personil, kendaraan dan peralatan selama
dan sesudah keadaan darurat. Mengkoordinir kegiatan yang berhubungan dengan
bantuan pengamanan
 Berkondultasi dan melaporkan kepda Incident Commander dan/atau General Affairs
tentang pelaksanaan kegiatannya.

E. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN


Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) adalah merupakan pertolongan pertama yang harus
segera diberikan kepada korban yang mendapatkan kecelakaan atau penyakit mendadak dengan
cepat dan tepat sebelum korban dibawa ke tempat rujukan.
1. Maksud dan Tujuan
A. P3K dimaksudkan:
 Memberikan perawatan darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih
lengkap diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya.
B. P3K diberikan Untuk:
 Menyelamatkan nyawa korban
 Meringankan penderitaan korban

MODUL 06:
9 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
 Mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah
 Mempertahankan daya tahan korban
 Mencarikan pertolongan yang lebih lanjut.
2. Kondisi Fisiologis Manusia
 Pernafasan.
 Denyut nadi.
 Kesadaran.
 Turgor (elastisitas kulit).
 Reflek.
 Sistem otot, kerangka dan sendi

F. PRINSIP DASAR TINDAKAN PERTOLONGAN


Prinsip dasar Tindakan pertolongan yaitu:
 Penolong mengamankan diri sendiri lebih dahulu sebelum bertindak
 Amankan korban dari gangguan di tempat kejadian, sehingga bebas dari bahaya
 Tandai tempat kejadian sehingga orang lain tahu bahwa di tempat itu ada kecelakaan
 Usahakan menghubungi ambulan, dokter, rumah sakit atau yang berwajib
 Tindakan pertolongan terhadap korban dalam urutan yang paling tepat
Tahapan Pemberian Pertolongan
1. Menilai Situasi
 Mengenali bahaya diri sendiri dan orang lain
 Memperhatikan sumber bahaya
 Memperhatikan jenis pertolongan
 Memperhatikan adanya bahaya susulan
2. Mengamankan tempat kejadian
 Memperhatikan penyebab kecelakaan
 Utamakan keselamatan diri sendiri
 Singkirkan sumber bahaya yang ada (putuskan aliran dan matikan sumber )
 Hilangkan faktor bahaya misal dengan menghidupkan exhaus ventilasi, jauhkan sumber
 Singkirkan korban dengan cara aman dan memperhatikan keselamatan diri sendiri
(dengan alat pelindung ).
3. Memberi Pertolongan
a. Menilai kondisi korban dan tentukan status korban dan prioritas Tindakan
 Periksa kesadaran, pernafasan, sirkulasi darah dan gangguan local

MODUL 06:
10 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
b. Berikan pertolongan sesuai status korban
 Baringkan korban dengan kepala lebih rendah dari tubuh
 Bila ada tanda henti nafas dan jantung berikan resusitasi Jantung paru
 Selimuti korban
 Bila luka ringan obati seperlunya (luka bakar ringan).
 Bila luka berat carikan pertolongan ke RS/dokter.

Mengenali ciri-ciri gangguan pada korban :


1. Gangguan Umum
 Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun,
kelemahan atau kekejangan otot pernafasan).
 Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,
kekurangan zat asam/oksigen).
 Gangguan peredaran darah (perdarahan hebat, luka bakar yang luas, rasa nyeri
yang hebat, kekuarangan cairan tubuh secara cepat, keadaan allergi atau tidak
tahan obat).
2. Gangguan Lokal
 Perdarahan atau luka yang disebabkan karena adanya pembuluh darah terputus
atau robek.
 Patah tulang yang disebabkan karena adanya benturan atau pukulan.
 Luka bakar yang disebabkan karena panas kering, kontak dengan aliran listrik,
gesekan dari roda yang berputar, asam dan basa kuat, panas yang basah
Kesiapan fasilitas pertolongan
a. Personel
b. Buku petunjuk/ pedoman P3K
c. Kotak P3K & Kotak Khusus Dokter
d. Ruang P3K
e. Alat angkut & transportasi
f. Alat pelindung
g. Peralatan darurat

Tabel 1. Contoh Instruksi/Prosedur Tanggap Darurat

MODUL 06:
11 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
Tabel 2. Jumlah Kotak Tiap 1 (satu) unit kerja

Tabel 3. Rekomendasi Minimum isi Kotak P3K bentuk 1

MODUL 06:
12 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
Tabel 4. Rekomendasi Minimum isi Kotak P3K bentuk II

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam Penyediaan Fasilitas P3K :


 Sifat Pekerjaan
 Jumlah bahan/sumber bahaya
 Pelayanan kesehatan terdekat
 Lokasi tempat kerja
 Jenis industri
 Jumlah pekerja
 Shift kerja
 Ukuran dan lay out perusahaan

MODUL 06:
13 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
Pengawasan Pelaksanaan P3K di Tempat Kerja :
 Fasilitas :
- Kotak P3K
- Isi kotak P3K
- Buku Pedoman
- Ruang P3k
- Perlengkapan P3K (alat perlindungan, alat darurat, alat angkut dan transportasi
 Personil
- Penanggung Jawab : dokter pimpinan PKK, Ahli K3
- Petugas P3K : Sertifikat pelatihan P3K di tempat kerja

Pembinaan pengawasan pelaksanaan P3K di Tempat Kerja


 Internal Perusahaan
- Pengurus Perusahaan
- Dokter Perusahaan/DPKTK
- Ahli K3, Ahli K3 Kimia
- Auditor Internal
 External Perusahaan
- Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan
- Auditor External

Gambar 6. Kesiapan Terhadap Kondisi Darurat Kebakaran

MODUL 06:
14 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
Gambar 7. Kesiapan Terhadap Kondisi Darurat Kebakaran

Gambar 8. Kesiapan Terhadap Kondisi Darurat Kebakaran

MODUL 06:
15 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
Gambar 9. Rambu-Rambu Keselamatan Konstruksi

MODUL 06:
16 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
Gambar 10. Rambu-Rambu Keselamatan Konstruksi

MODUL 06:
17 PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT PADA PEKERJAAN KONSTRUKSI
MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

MODUL 07

MANAJEMEN RISIKO
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(K3) KONSTRUKSI

PUSAT PEMBINAAN PELATIHAN DAN SERITIKASI MANDIRI


Jl. Pluit Raya Kav. 12 Blok A.5, Penjaringan, Jakarta Utara, (14440)
Telp. +62-21-6622925 ext. 146
Email: p3s@p3sm.or.id website: https://p3sm.or.id/
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
A. Pendahuluan 2
B. Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja 3
C. Bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja 8
1. Bahaya Keselamatan Kerja 9
2. Bahaya Kesehatan Kerja 10
D. Pelaksanaan Manajemen Risiko 10
1. Menetapkan Tujuan 11
2. Mengidentifikasi Potensi Bahaya 12
3. Penilaian Risiko 16
4. Monitoring dan Riview 23
5. Komunikasi dan Konsultasi 23

MODUL 07:
1 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
A. PENDAHULUAN
Manajemen risiko adalah satu teori yang harus diterapkan di dalam membangun bisnis atau
usaha. Karena tanpa manajemen yang baik, pengusaha tidak bisa mendeteksi hal-hal buruk yang
bisa menimpa perusahaan. Ironisnya perusahaan bisa mengalami penurunan atau kolaps tanpa
bisa diketahui apa penyebabnya. Maka dari itu pengelolaan risiko adalah hal penting selain
manajemen pemasaran dan manajemen bisnis selainnya. Sayangnya masih belum banyak yang
mengetahui tentang teori manajemen ini. Termasuk pengetahuan terkait pengertian, komponen,
jenis dan tujuan manajemen risiko dalam bisnis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) risiko didefinsikan sebagai akibat yang kurang
menyenangkan (mnerugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan. Sementara
menurut Hanafi (2006) Risiko merupakan besarnya penyimpangan antara tingkat pengembalian
yang diharapkan (Expected return) dengan tingkat pengembalian actual (actual return). Seangkan
menurut Emmaett J. Vaughan and Curtis M. Elliott (1978) Risiko didefisinikan sebagai kans
kerugian (the chance of lost), kemungkinan kerugian (the possibility of loss), ketidak pastian
(uncertainty), penyimpanan kenyataan dari hasil yang diharapkan (the dispersion of actual from
expected result) dan probabilitas bahwa suatu hassil berbeda dari yang diharapkan (the probability
of any outcome different from the expected).
Manajemen risiko merupakan salah satu elemen penting dalam menjalankan bisnis perusahaan
karena semakin berkembangnya dunia perusahaan serta meningkatnya kompleksitas aktivitas
perusahaan mengakibatkan meningkatnya tingkat risiko yang dihadapi perusahaan. Sasaran
utama dari implementasi manajemen risiko adalah melindungi perusahaan terhadap kerugian
yang mungkin timbul. Lembaga perusahaan mengelola risiko dengan menyeimbangkan antara
strategi bisnis dengan pengelolaan risikonya sehingga perusahaan akan mendapatkan hasil
optimal dari operasionalnya. Kita harus bisa menemukan kerugian potensial yang mungkin terjadi
dan mencari cara untuk menangani risiko tersebut. Dunia bisnis pun tak luput dari ketidakpastian.
Ketidakpastian dalam dunia bisnis akan menyebabkan terjadinya risiko bisnis.
Ilustrasi tentang sebuah risiko adalah sebagai berikut Perusahaan merencanakan untuk
menggencarkan promosi produknya dengan harapan penjualanya dapat meningkat. Dengan
analisis yang mendalam diperkirakan penjualan setelah adanya promosi besar-besaran tersebut
dapat meningkat sebanyak 20%. etapi kenyataanya penjualan hanya dapat meningkat 10%. Ini
merupakan salah satu bentuk risiko yang terjadi dalam dunia bisnis. Risiko dalam bisnis tidak bisa
diabaikan begitu saja. Perusahaan perlu menganalisis kemungkinan kerugian potensi dalam
bisnisnya tersebut kemudian mengevaluasi dan mencari cara untuk menanggulanginya. Dengan

MODUL 07:
2 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
demikian diharapkan bisnis yang dijalaninya dapat sukses meraih tujuan dengan mudah. Risiko
merupakan sesuatu yang pasti akan terjadi ketika kita melakukan suatu tindakan. Risiko adalah
berbagai kemungkinan yang terjadi pada periode tertentu. Risiko sering dikaitkan dengan
kerugian. Jadi risiko adalah ketidakpastian yang mungkin melahirkan kerugian atau peluang terjadi
sesuatu yang bad outcome.
Risiko adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, ada pepatah mengatakan tak ada
hidup tanpa risiko. Risiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk ketidakpastian tentang suatu keadaan
yang akan terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai
pertimbangan pada saat ini.

B. MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


Menurut Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa manajemen resiko adalah suatu
pendekatan terstruktur/metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan
ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: penilaian resiko, pengembangan strategi
untuk mengelolanya dan mitigasi resiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan
sumber daya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan resiko kepada pihak
lain, menghindari resiko, mengurangi efek negatif resiko, dan menampung sebagian atau semua
konsekuensi resiko tertentu. Manajemen resiko tradisional terfokus pada resiko- resiko yang
timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, dan
tuntutan hukum).
Menurut Vibiznews.com, manajemen resiko adalah suatu proses mengidentifikasi, mengukur
resiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya melalui sumber daya yang
tersedia. Strategi yang dapat digunakan antara lain mentransfer resiko pada pihak lain,
menghindari resiko, mengurangi efek buruk dari resiko dan menerima sebagian maupun seluruh
konsekuensi dari resiko tertentu.Sedangkan menurut COSO, manajemen resiko (risk
management) dapat diartikan sebagai “a process, effected by an entity’s board of directors,
management and other personnel, applied in strategy setting and across the enterprise, designed
to identify potential events that may affect the entity, manage risk to be within its risk appetite,
and provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives”.
Berdasarkan berbagai definisi tentang Risiko dan Manajemen Risiko di atas dapat dikita simpulkan
dan kaitkan dengan pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya pada
proyek konstruksi, maka Risiko dapat kita definisikan sebagai sebuah peristiwa yang tidak pasti
yang bila terjadi akan memberikan dampak terutama adalah dampak negative minimal terhadap
salah satu tujuan dari proyek konstruksi. Risiko mungkin terjadi memiliki satu atau lebih dampak

MODUL 07:
3 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
yang dapat di prediksi. Melihat definisi tersebut dapat kita ambil beberapa kata kunci dari sebuah
risiko yaitu:
1. Ketidak pastian, yaitu sebuah kejadian yang tidak terjadi tidak sesuai dengan prediksi atau
harapan.
2. Dampak, yaitu adanya suatu konsekuensi yang harus di terima atau ditanggung jika terjadi
suatu risiko.
3. Sebab dan Akibat, artinya bahwa terjadinya sebuah risiko adalah adanya suatu sebab dan akan
memberikan akibat (dampak).
4. Dapat diprediksi, melalui indntifikasi sebab dan akibat tersebut risiko adalah suatu hal yang
dapat diprediksi, sehingga untuk menghindari terjadinya risiko tersebut harus diupayakan
menidadakan atau menghindari penyebabnya.
Dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan di tempat kerja maka salah satu aspek yang harus
menjadi perhatian adalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Keselamatan Kerja mengandung arti
kondisi yang terlindungai dari berbagai paparan bahaya atau potensi bahaya atau kerugian yang
dapat terjadi, sementara kesehatan kerja mengandung arti terjaganya kondisi fisik, mental dan
sosial yang lengkap dan bukan sekedar tidak adanya penyakit akibat kerja. Disisi lain dalam
penyelenggaraan kegiatan kerja risiko K3 dapat terjadi dikarenakan oleh Kondisi Tidak Aman
(Unsafe Condition) dan Perilaku Kerja Tidak Aman (Unsafe Action). Kondisi kerja tidak aman
merupakan suatu kondisi pekerjaan yang belum terlindungi dari bahaya, potensi risiko dan
kerugian, sementara perilaku tidak aman adalah sikap/tindakan dari pekerja atau orang di tempat
kerja yang tidak sesuai dan/atau tidak mentaati persyaratan dan prosedur standar keselamatan
dan kesehatan kerja.

GAMBAR 1. Proses Terjadinya Risiko

MODUL 07:
4 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
Kondisi berbahaya yang dapat menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang perlu
diidentifikasi di tempat kerja tercantum Surat Keputusan Direktur Jendra Pembinaan dan
Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor: KEP.84/BW/1988 yang ditetapkan pada tanggal 8 April
1988 yang merupakan lampiran dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1988,
tentang Tata Cara Pelaporan Kecelakaan Kerja sebagai berikut:
D1. Pengamanan yang tidak sempurna (sumber kecelakaan tanpa alat pengaman, atau
dengan alat pengaman yang tidak mencukupi atau rusak, tidak berfungsi dll.)
D2. Peralatan/bahan yang tidak seharusnya (mesin, pesawat, peralatan atau bahan yang
tidak sesuai atau berbeda dari keharusan dan factor lainnya).
D3. Kecacatan, ketidak sempurnaan (kondisi atau keadaan yang tidak semestinya, misalnya
kacar, licin, tajam, timpang, aus, retak, rapuh, dll.)
D4. Pengaturan prosedur yang tidak aman (pengaturan prosedur yang tidak aman pada
atau sekitar sumber kecelakaan, misalnya: penyimpanan, peletakan yang tidak aman,
diluar batas kemampuan, pembebanan lebih, factor psikosisial, dll)
D5. Penerapan tidak sempurna (kurang cahaya, silau, dll)
D6. Ventilasi tidak sempurna (pergantian udara segar yang kurang, sumber udara segar
yang kurang, dll.)
D7. Iklim kerja yang tidak aman (suhu udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah,
kelembabab udara yang berbahaya, factor biologi, dll.)
D8. Tekanan udara yang tidak aman (tekanan udara yang tinggi atau rendah, dll)
D9. Getaran yang berbahaya (getaran frekuensi rendah, dll)
D10. Bising (suara yang intensitasnya melebihi nilai ambang batas)
D11. Pakaian, kelengkapan yang tidak aman (sarung tangan, respirator, kedok, sepatu
keselamatan, pakaian kerja, dll tidak tersedia atau tidak sempurna/cacat/rusak dll)
D12. Kejadian berbahaya lainnya (bergerak atau berputar terlalu lambat, peluncuran beda,
ketel, melendung, konstruksi retak, korosi, dll)
Sementara itu tindakan berbahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja atau
risiko K3 adalah sebagai berikut:
E1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang, lupa mengamankan, lupa memberi tanda atau
peringatan.
E2. Bekerja dengan kecepatan berbahaya.
E3. Membuat alat pengaman tidak berfungsi (melepas, mengubah, dll)
E4. Memakai peralatan yang tidak aman atau tanpa memakai peralatan.

MODUL 07:
5 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
E5. Memuat, membongkar, menempatkan,mencampur, menggabungkan dan sebagainya
dengan tidak aman (proses produksi).
E6. Mengambil posisi atau sikap tubuh tidak aman (ergonomis)
E7. Bekerja pada objek yang berputar atau berbahaya (misalnya membersihkan, mengatur,
memberi pelumas, dll)
E8. MEngalihkan perhatian, mengganggu, sembrono/Dakar, mengagetkan dll.
E9. Melalaikan penggunaan alat pelindung diri yang ditentukan
E10. Dll
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) seperti halnya manajemen pada umumnya
merupakan suatu siklus yang yag terdiri dari 4 tahapan secara berkelanjutan. Keempat tahap
tersebut biasa disebut dengan “Plan, Do, Check and Act” atau dapat diartikan sebagai Rencanakan,
Kerjakan, Cek dan Tindak lanjuti. Hal ini dilakukan sebagai sebuah proses yang berlangsung secara
berkesinambungan.
Tahapan dalam Siklus Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja tahapan-tahapan yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Kebijakan dan Komitmen:


Kebijakan dan komitmen adalah menunjukkan adanya komitmen dari pimpinan
perusahaan melalui menetapkan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai
landasan dalam melaksanakan kegiatan operasional dengan senantiasa memperhatikan
keselamatan dan kesehatan kerja.

2. Perencanaan:
Proses perencanaan adalah mengimplementasikan kebijakan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja maka perlu di terapkan dalam kebijakan operasional yang terdiri dari:
 Mengidentifikasi potensi-potensi bahaya, penilaian tingkat risiko dan perencanaan
pengendalian risiko.
 Menetapkan peraturan-peraturan dan standar keselamatan dan kesehatan kerja.
 Menetapkan sasaran dan program keselamatan dan kesehatan kerja

3. Penerapan:
Penerapan merupakan implementasi dari seluruh perencanaan yang terdiri dari:
 Menetapkan struktur organisasi dan sumberdaya yang sesuai dengan peraturan dan
standar.
 Menetapkan kompetensi personil dan menetapkan sistem pelatihan keselamatan
dan kesehatan kerja bagi tenaga kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan.

MODUL 07:
6 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
 Melaksanakan komunikasi dan konsultasi keselamatan dan kesehatan kerja
 Mendokumentasi seluruh kegiatan sesuai dengan standar dan prosedur yang
ditetapkan.
 Melakukan pengendalian dokumen agar memiliki sifat telusur.
 Melakukan pengendalian operasional.
 Menyelenggarakan kesiapan dalam menghadapi kondisi tanggap darurat.

4. Pemantauan dan Koreksi:


Pemantauan dan koreksi memiliki tujuan untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan dan penilaian kesesuaian dengan perencanaan, yang terdiri dari kegiatan
sebagai berikut:
 Pengukuran dan pemantauan terhadap implementasi rencana keselamatan dan
kesehatan kerja.
 Evaluasi kepatuhan terhadap peraturan, prosedur dan standar yang berlaku.
 Melakukan penyelidikan terhadap insiden yang terjadi dengan menilai ketidak
sesuaian dan mengusulkan tindakan perbaikan dan pencegahan yang diperlukan.
 Melakukan pengendalian rekaman.
 Melaksanakan pemeriksaan internal dalam bentuk inspeksi dan audit.

5. Tinjauan Manajemen:
Tinjauan manajemen merupakan kegiatan untuk melakukan evaluasi atas hasil dari
pemantauan dan koreksi yang telah dilaksanakan sebagai bahan masukan untuk
melaksanakan pengembangan atau perbaikan dari Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja selanjutnya.

Gambar 2. Siklus Sistem Manajemen K3

MODUL 07:
7 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
C. BAHAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Karena hadirnya bahaya
maka diperlukan upaya pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang
merugikan (Soehatman Ramli, 2010 ). Frank Bird-Loss Control Management dalam Ramli (2011 )
mendefinisikan bahwa bahaya merupakan sumber yang berpotensi menciderai manusia, sakit,
kerusakan properti, lingkungan ataupun kombinasinya.
Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan
kecelakaan. Bahaya tersebut disebut potensial, jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan
kecelakaan (Suma’mur, 1996). Bahaya merupakan kondisi yang memiliki potensi terjadinya
kecelakaan dan kerusakan, bahaya melibatkan risiko atau kesempatan yang berkaitan dengan
elemen-elemen yang tidak diekatahui. (Ashfal 1999, dalam Alfatiyah, 2017).
Hazard atau bahaya dalam dunia kerja terbagi ke dalam 3 jenis, yaitu bahaya keselamatan, bahaya
kesehatan dan bahaya lingkungan. Setiap bahaya memiliki karakteristik dan dampaknya.
Kurniawidjaja (2010) mengelompokkan bahaya kesehatan kerja (occupational health hazards)
menjadi bahaya tubuh pekerja (somatic hazards) seperti buta warna atau cacat bawaan, Bahaya
perilaku kesehatan (behavioral hazard), bahaya dari lingkungan (environmental hazard) yang
terdiri dari bahaya fisik, kimia, dan biologi, bahaya ergonomi, dan bahaya pengorganisasian kerja
atau budaya kerja.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahaya adalah: yang (mungkin) mendatangkan
kecelakaan (bencana, kesengsaraan, kerugian dan sebagainya). Adapun menurut CCPS, bahaya
adalah “a physical or chemical condition that has the potential for causing harm to people,
property or the environment” (Guidelines for Hazard Evaluation Procedures 3Ed,2008). Buku
Manajemen Keelamatan Operasi yang ditulis oleh F.A Gunawan, dkk., menyebutkan bahwa
bahaya adalah suatu keadaan (biasanya berbentu energi) yang berpotensi menyebabkan cedera
pada manusia, kerusakan harta benda, dan lingkungan alam.
Bahaya sebagai sebuah kondisi yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau risiko
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
bahaya bersumber Kondisi Tidak Aman dan Tindakan Tidak Aman hal tersebut dipengaruhi oleh
beberapa factor diantaranya dalah:
 Manusia, terutama dalam melaksanakan tindakan pekerjaan yang tidak aman merupakan
potensi yang dapat mengakibatkan bahaya bagi dirinya sendiri, orang lain atau bahkan
harta benda (peralatan dan material) serta lingkungan.

MODUL 07:
8 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
 Material, kandungan material yang memiliki sifat berbahaya jika terpapar oleh manusia
dan/atau lingkungan perlu ditangani dengan baik dan benar.
 Peralatan, akan menjadi potensi bahaya jika digunakan secara tidak benar atau kondisi
peralatan yang tidak laik atau tidak adanya perlindungan terhadap perlalatan tersebut.
 Lokasi Kerja pada ketinggian atau ruang terbatas atau kebersihan dan kerapian lingkungan
kerja dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
 Metode Kerja perlu diidentifikasi terhadap potensi bahaya yang dapat terjadi dan untuk
mengindari terjadinya bahaya tersebut perlu ditetapkan prosedur kerja guna
mengendalikan potensi bahaya yang dapat terjadi.
Jenis bahaya yang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat dikelompokkan ke dalam 2 jenis
sebagai berikut:

1. Bahaya Keselamatan Kerja


Bahaya keselamatan kerja terkait dengan kecelakaan kerja yang dapat terjadi yang
ditimbulkan oleh adanya kontak dengan energi, beberapa jenis bahaya kecelakaan adalah
sebagai berikut:
 Bahaya Ketinggian (Energi Gravitasi), banyak kasus kecelakaan terjadi berupa pekerja
yang jatuh dari ketinggian atau kejatuhan benda dari ketinggian.
 Bahaya ambruk/terguling (Energi Mekanik) benda yang bergerak yang juga
disebabkan oleh kondisi tidak stabil dan dipengaruhi oleh gaya gravitasi
mengakibatkan ambruk atau terguling yang dapat menimpa baik manusia maupun
objek lainnya.
 Bahaya tersengat aliran listrik (Energi Listrik), aliran listrik yang tidak di isolasi dengan
baik bila tersentuh oleh tubuh manusia, maka akan dapat mengakibatkan aliran listrik
yang masuk ke dalam tubuh dan dapat mengakibatkan cidera atau bahkan kematian
bagi manusia yang terkena.
 Bahaya benda bergerak (Energi Kinetik), dalam lingkungan tempat kerja terdapat
berbagai macam peralatan yang bergerak seperti alat-alat berat atau kendaraan yang
dapat mengakibatkan kecelakaan kerja (tertabrak).
 Bahaya Longsong (Energi Mekanik dan Energi Gravitasi) seperti halnya bahaya ambruk
atau terguling, bahaya lonsong adalah sebagai akibat dari adanya energi mekanik yang
menjadi energi kinetic akibat dari energi gravitasi.
 Bahaya kebakaran (Energi Panas)
 Bahaya radiasi (Energi Radiasi)
 Bahaya kontak dengan energi lainnya.

MODUL 07:
9 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
2. Bahaya Kesehatan Kerja
Bahaya kesehatan kerja merupakan bahaya yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat
kerja yang disebabkan oleh adanya paparan yang diterima selama pekerja melaksanakan
kegiatan pekerjaan. Bahaya ini terjadi karena adanya kontrak antara pekerja dengan material
yang berbahaya atau kondisi psikologis yang berlangsung dalam jangka waktu yang relatif
lebih lama. Bahaya keselamatan kerja merupakan akumulasi dari paparan yang membutuhkan
proses sehingga menjadi gangguan kepada kesehatan pekerja.
Penyakit akibat kerja sering sekali kurang mendapatkan perhatian hal ini dikarenakan dampak
atau gangguan merupakan akumulasi dari paparan yang berlangsung dalam jangka waktu
yang lama sehingga baik pekerja tidak terlalu menyadari dan mengabaikan perlindungan
terhadap paparan dari potensi bahaya kesehatan kerja tersebut. Bahaya kesehatan kerja
dapat diilustrasikan pada gambar berikut.

Gambar 3. Jenis Bahaya Kesehatan Kerja

D. PELAKSANAAN MANAJEMEN RISIKO


Salah satu proses penting dalam pelaksanaan manajemen risiko adalah proses analisa risiko (Risk
Analysis) yang merupakan kegiatan dalam mengurai suatu resiko dengan cara menentukan
besarnya kemungkinan/probablitas suatu kejadian atau risiko tersebut dan tingkat keparahan dari
akibat jika bahaya tersebut menjadi risiko. Dalam analisa risiko terdapat proses penilaian risiko
(Risk Assessment) yang merupakan proses penilaian dengan cara membandingkan risiko yang
dapat terjadi terhadap tingkat standar risiko yang telah dapat ditoleransi atau ditetapkan.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan pengendalian risiko (Risk Control) yaitu segara upaya yang
harus dilakukan untuk menghindari atau meniadakan terjadinya risiko.

MODUL 07:
10 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
Salah satu metode dalam prosedur dalam manajemen yang direkomendasikan dalam OHSAS
18001 adalah dengan menggunakan metode HIRADC yang merupakan kepanjangan dari Hazard
Identification, Risk Assessment, Determining Control atau identifikasi potensi bahaya, penilaian
risiko dan mengendalian risiko. HIRACD merupakan elemen penting dalam sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja karena berkaitan langsung dengan upaya pencegahan dan
pengendalian bahaya yang digunakan untuk menentukan objektif dan rencana kelemanatan dan
kesehatan kerja. Prosedur dalam HIRADC tersebut antara lain:
a. Mengakomodasi kegiatan rutin dan non rutin.
b. Kegiatan semua orang yang memiliki akses di tempat kerja.
c. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya.
d. Mengidentifikasi bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat mempengaruhi
kesehatan dan keselamatan personil di tempat kerja.
e. Bahaya yang ada di sekitar tempat kerja dikaitkan dengan kegiatan kerja penyedia jasa.
f. Sarana dan prasarana, peralatan dan bahan di tempat kerja yang disediakan oleh
penyedia jasa atau pihak lain.
g. Modifikasi pada SMK3 termasuk perubahan sementara dan dampaknya pada operasi,
proses dan kegiatannya.
h. Beberapa kewajiban perundangan yang digunakan terkait dengan penilaian risiko dan
penerapan pengendaliannya.
i. Desain lokasi kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, prosedur operasi dan instruksi
kerja termasuk penyesuaian terhadap kemampuan manusia.
Berikut ini adalah tahapan-tahapahn yang perlu dilakukan dalam melaksanakan manajemen risko
keselamatan dan kesehatan kerja.

1. Menetapkan Tujuan
Dalam merencanakan pelaksanaan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, maka harus
ditetapan tujuan yaitu menetapkan strategi, kebijakan organisasi dan ruang lingkup
manajemen risiko yang akan dilakukan. Melalui penetapan tujuan tersebut harus dibarengi
dengan komitmen dari pimpinan atau pihak manajemen puncak.
Komitmen tersebut adalah sangat penting karena dengan adanya komitmen tersebut maka
pimpinan atau manajemen puncak harus menyediakan dukungan yang penuh dalam
pelaksanaan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja tersebut. Keterlibatan pimpinan
atau manajemen puncak tersebut terutama terkait dengan pengambilan keputusan terkait
dengan alokasi sumber daya yang dibutuhkan yang terdiri dari personil, finansial, sarana dan
prasarana pendukung lainnya. Tujuan yang telah ditetapkan harus secara tegas dinyatakan

MODUL 07:
11 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
dan menjadi komitmen bersama dan menjadi nilai-nilai moral yang harus dikembangkan
dalam lingkungan perusahaan dan menjadi dasar seluruh komponen atau unit dalam
melaksanakan kegiatan pekerjaannya.

2. Mengidentifikasi Potensi Bahaya


Proses dalam mengidentifikasi potensi bahaya adalah merupakan kegiatan untuk
mengevaluasi setiap kegiatan yang akan dilakukan dan mencari factor-faktor apa yang
mempengaruhi terjadinya suatu risiko atau kecelakaan kerja. Dalam melakukan identifikasi
tersebut biasanya digunakan beberapa pertanyaan yang akan menjadi panduan yaitu:
a. Apakah terdapat sumber yang dapat mengakibatkan bahaya disekitar lingkungan
kerja?
b. Siapakah yang akan terkena dampak atau terpapar oleh sumber bahaya tersebut?
c. Bagaimana bahaya tersebut dapat terjadi atau timbul?
Berikut adalah langkah langkah yang dapat dilakukan dalam melaksanakan identifikasi dan
penilaian risiko berdasarkan standar OSHA:
a. Kumpulkan semua informasi mengenai bahaya yang ada di tempat kerja untuk
menentukann potensi bahaya yang mungkin ada atau kemungkinan pekerja terpapar
atau berpotensi terpapar bahaya tersebut. Informasi terkait bahaya yang tersedia di
tempat kerja meliputi:
 Panduan manual pengoperasian mesin atau peralatan.
 Material Safety Data Sheet (MSDS) yang disediakan oleh produsen bahan kimia.
 Laporan inspeksi langsung di lapangan dan laporan inspeksi dari Lembaga
pemerintah atau Tim Audit.
 Catatan kecelakaan dan penyakit akibat kerja sebelum,nya, serta laporan
investigasi kecelakaan kerja.
 Catatan dan laporan kompensasi pekerja yang mengalami kecelakaan atau
terkena penyakit akibat kerja.
 Pola kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang sering terjadi.
 Hasil pemantauan terkait paparan, penilaian, kebersihan industry (Industrial
Hygiene) dan rekam medis pekerja.
 Program Keselamatan dan kesehatan kerja yang mencakup Lockout/Tagout,
ruang terbatas, proses manajemen keselamatan, alat pelindung diri (APD) dll.
 Saran dan masukan dari pekerja, termasuk survey atau notulen pada pertemuan
komite keselamatan dan kesehatan kerja.

MODUL 07:
12 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
 Hasil analisis Job Hazard Analysis (JHA), juga dikenal sebagai Job Safety Analysis
(JSA).
b. Lakukan inspeksi secara langsung untuk menemukan potensi bahaya yang ada
disekitar tempat kerja. Kemungkinan besar bahaya akan muncul seiring dengan
adanya perubahan area/proses kerja, mesin atau peralatan tidak memadai,
pengabaian tindakan pemeliharaan/perbaikan, atau tata graha yang tidak terlaksana
dengan baik. Meluangkan waktu untuk memeriksa area kerja secara langsung dan
berkala dapat membantu Anda mengidentifikasi adanya bahaya baru atau bahaya
yang timbul berulang kali, untuk segera dilakukan pengendalian sebelum terjadi
kecelakaan kerja.
 Lakukan inspeksi rutin terhadap semua operasi kerja, peralatan, area kerja, dan
segala fasilitas yang terdapat di area kerja
 Libatkan pekerja untuk ikut berpartisipasi dalam inspeksi dan lakukan diskusi
dengan para pekerja tentang bahaya apa saja yang mereka temukan di tempat
kerja atau yang mereka laporkan
 Dokumentasikan setiap inspeksi yang dilakukan untuk mempermudah verifikasi
bahaya yang sudah dikendalikan atau diperbaiki. Hasil dokumentasi dapat
berupa form, foto atau video pada area kerja yang terdapat potensi bahaya
 Inspeksi yang dilakukan mencakup semua bidang dan kegiatan, seperti
penyimpanan dan pergudangan, pemeliharaan fasilitas dan peralatan, dan
kegiatan kontraktor, subkontraktor dan pekerja sementara di tempat kerja
 Periksa alat-alat berat/ transportasi yang digunakan secara rutin
 Gunakan formulir inspeksi potensi bahaya yang telah disediakan. Inspeksi
biasanya mencakup potensi bahaya yang sering terjadi di area kerja, di antaranya:
- Tata graha secara umum
- Terpeleset, tersandung, dan jatuh
- Bahaya listrik
- Bahaya dari peralatan
- Kebakaran dan ledakan
- Bahaya dari proses/praktik kerja
- Kekerasan di tempat kerja
- Ergonomi.
- Prosedur tanggap darurat yang tidak memadai atau bahkan tidak tersedia.

MODUL 07:
13 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
 Sebelum mengubah operasi, lokasi kerja, atau alur kerja; membuat perubahan
besar pada organisasi; atau memperkenalkan peralatan, material, atau proses
kerja yang baru, sebaiknya diskusikan dengan pekerja dan lakukan evaluasi
perubahan yang direncanakan dengan mempertimbangkan bahaya dan risiko
terkait.
c. Lakukan identifikasi bahaya terhadap kesehatan kerja, suatu bahaya akan mucul bila
sesorang kontak dengan sesuatu yang dapat mengakibatkan gangguan/kerusakan
bagi tumbuh Ketika terjadi paparan yang berlebihan. Bahaya kesehatan dapat
menimbulkan penyakit yang diakibatkan oleh paparan suatu sumber bahaya di
tempat kerja. Pelaksanaan identifikasi bahaya terhadap kesehatan kerja dapat
meliputi:
 Identifikasi bahaya kimia. Lakukan peninjauan pada MSDS dan label produk untuk
mengidentifikasi bahaya bahan kimia yang digunakan di tempat kerja Anda
 Identifikasi seluruh aktivitas yang dapat mengakibatkan luka pada kulit akibat
paparan bahan kimia berbahaya/ bahan kimia masuk ke dalam tubuh melalui
penyerapan pada kulit
 Identifikasi bahaya fisik. Mengidentifikasi paparan kebisingan yang berlebihan (di
atas 85dB), suhu ekstrem (dalam atau luar ruangan), atau sumber radiasi (bahan
radioaktif, sinar-X, atau radiasi frekuensi radio)
 Identifikasi bahaya biologis. Perhatikan apakah pekerja berpotensi terkena
sumber-sumber penyakit menular, jamur, bersumber dari hewan (bulu atau
kotoran) yang mampu menimbulkan reaksi alergi atau asma akibat kerja
 Identifikasi bahaya ergonomi. Memeriksa seluruh tahapan aktivitas kerja yang
membutuhkan pengangkatan berat, pengangkatan manual, gerakan berulang,
atau tugas yang berpotensi menimbulkan getaran yang signifikan
 Lakukan penilaian paparan secara kuantitatif. Bila memungkinkan, gunakan
pemantauan dan pengukuran paparan secara langsung menggunakan alat khusus
 Lakukan peninjauan rekam medis untuk mengidentifikasi kasus cedera
pada muskuloskeletal, iritasi kulit atau dermatitis, gangguan pendengaran akibat
bising (GPAB), atau penyakit paru-paru yang terkait dengan paparan di tempat
kerja.
d. Lakukan investigasi pada setiap insiden yang terjadi. Insiden di tempat kerja termasuk
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, near-misses dan laporan tentang bahaya
lainnya memberikan indikasi yang jelas tentang di mana bahaya berada. Dengan

MODUL 07:
14 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
menyelidiki insiden dan membuat laporan secara menyeluruh, Anda akan dengan
mudah mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan besar akan mengakibatkan
sesuatu yang fatal di masa mendatang. Tujuan investigasi adalah untuk menemukan
akar penyebab insiden atau faktor-faktor yang memengaruhi bahaya, agar kejadian
serupa tidak terulang kembali. Langkah-langkah yang diperlukan dalam melaksanakan
investigasi adalah sebagai berikut:
 Kembangkan rencana dan prosedur yang jelas untuk melakukan investigasi
insiden, sehingga penyelidikan dapat dimulai dengan segera ketika terjadi
insiden. Rencana-rencana tersebut harus mencakup ha-hal seperti:
- Siapa yang akan terlibat
- Bagaimana alur komunikasinya
- Bahan, peralatan, dan perlengkapan apa saja yang dibutuhkan
- Bagaimana dengan formulir dan template laporan investigasinya
 Latih tim investigasi tentang teknik investigasi insiden, pemahaman yang
menekankan objektivitas, dan keterbukaan pikiran selama proses penyelidikan
 Lakukan investigasi bersama dengan tim yang kompeten, mencakup perwakilan
dari manajemen dan pekerja
 Lakukan investigasi pada setiap near-misses atau kejadian hampir celaka yang
terjadi
 Identifikasi dan analisis akar penyebab untuk mengetahui kelemahan program K3
yang menjadi dasar kemungkinan terjadinya insiden
 Komunikasikan hasil investigasi kepada manajer, supervisor, dan pekerja untuk
mencegah kejadian serupa terulang kembali
 Investigasi insiden yang efektif tidak berhenti pada identifikasi satu faktor pemicu
insiden saja. Tim investigasi biasanya akan mengajukan pertanyaan, "Kenapa?"
dan "Apa yang menjadi penyebab insiden?".
e. Lakukan identifikasi bahaya terkait dengan situasi darurat dan aktivitas non-rutin.
keadaan darurat dapat menghadirkan bahaya yang bisa menimbulkan risiko serius
bagi pekerja. Aktivitas non-rutin, seperti inspeksi, pemeliharaan, atau perbaikan juga
dapat menghadirkan potensi bahaya. Rencana dan prosedur perlu dikembangkan
untuk merespons secara tepat dan aman terhadap bahaya yang dapat diduga terkait
dengan keadaan darurat dan aktivitas non-rutin.
Identifikasi kemungkinan bahaya yang dapat timbul dari setiap tahapan aktivitas
ketika keadaan darurat dan aktivitas non-rutin, dengan mempertimbangkan jenis

MODUL 07:
15 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
material dan peralatan yang digunakan serta lokasi kerjanya. Potensi bahaya biasanya
timbul ketika:
 Kebakaran dan ledakan
 Penggunaan bahan kimia berbahaya
 Tumpahan bahan kimia berbahaya
 Start up (menghidupkan mesin) setelah shut down (mematikan mesin) yang
direncanakan atau tidak direncanakan
 Aktivitas-aktivitas non-rutin, seperti jarang melakukan aktivitas pemeliharaan
 Wabah penyakit
 Keadaan darurat akibat cuaca atau bencana alam
 Darurat medis
 Kekerasan di tempat kerja.
f. Kelompokkan sifat bahaya yang teridentifikasi, tentukan langkah-langkah
pengendalian sementara, dan tentukan prioritas bahaya yang perlu pengendalian
secara permanen. Langkah berikut adalah menilai dan mamahami bahaya yang
teridentifikasi dan jenis-jenis kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang dapat timbul
akibat bahaya tersebut. Informasi ini dapat digunakan untuk mengembangkan
tindakan pengendalian sementara dan menentukan prioritas bahaya mana yang
butuh tindakan pengendalian permanen.
 Evaluasi setiap bahaya dengan mempertimbangkan tingkat keparahan.
Perhatikan apa saja dampak dari paparan bahaya dan jumlah pekerja yang
mungkin terpapar
 Gunakan tindakan pengendalian sementara untuk melindungi pekerja sampai
program pencegahan dan pengendalian bahaya secara permanen dapat
diimplementasikan
 Perhatikan tingkat kemungkinan dan tingkat keparahan bahaya untuk
memprioritaskan bahaya atau risiko mana yang harus ditangani terlebih dahulu.
Dalam hal ini, pengurus memiliki kewajiban untuk mengendalikan semua bahaya
yang dapat menimbulkan dampak serius dalam jangka waktu yang panjang bagi
pekerja.

3. Penilaian Risiko
Penilaian risiko adalah suatu proses untuk mengevaluasi hasil identifikasi potensi bahaya
dengan menganalisis potensi risiko atau dampak yang akan terjadi dengan membandingkan
antara kemungkinan terjadinya risiko tersebut terhadap keparahan atau konsekuensi yang

MODUL 07:
16 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
akan terjadi dengan adanya risiko tersebut serta menentukan tingkatan risiko tersebut dalam
skala tertentu.

a. Analisa Risiko
Terdapat berbagai metode dalam melakukan analsisi risiko keselamatan dan kesehatan
kerja dan yang umum digunakan adalah dengan membandingkan potensi kemungkinan
atau probabilitas dan keparahan atau konsekuensi dari risiko tersebut. Terdapat 2 kata
kunci dalam analisis risiko tersebut yaitu Kemungkinan dan keparahan.

b. Kemungkinan/Probability
Kemungkinan adalah suatu pengukuran terkait seberapa besar potensi kemungkinan
terjadinya suatu risiko dalam hal ini adalah kecelakaan kerja tersebut terjadi, ukuran
dalam kemungkinan terjadinya risiko tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sangat Jarang Terjadi (kemungkinan terjadinya adalah lebih dari 5 tahun sekali)
2. Jarang terjadi (terdapat 1 kali kejadian dalam kurun waktu antara 2 – 5 tahun)
3. Mungkin Terjadi (terdapat 1 kali kejadian dalam kurun waktu antara 1 – 2 tahun)
4. Sering Terjadi (terdapat beberapa kali kejadian dalam kurun waktu 1 tahun)
5. Sangat Sering Terjadi (dapat dikatakan dalam seminggu/sebulan terjadi insiden
tersebut)

c. Keparahan/Konsekuensi
Keparahan atau konsekuensi adalah ukuran terhadap kerugian atau keparahan yang
diderita jika risiko kecelakaan kerja tersebut terjadi. Pengukuran keparahan tersebut
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Tidak signifikan, yaitu kerugian atau keparahan yang terjadi tidak terlalu berarti.
Misalnya luka lecet atau ringan dan tidak terjadi kehilangan waktu kerja.
2. Minor, yaitu tingkat keparahan atau kerugian yang relatif kecil dan dapat
ditangani melalui pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) atau kerusakan
terhadap asset yang relatif kecil.
3. Moderate, yaitu terjadinya kecelakaan kerja mengakibatkan luka yang cukup
serius dan membutuhkan perawatan lanjutan ke fasilitas kesehatan dan
kehilangan waktu kerja lebih dari 1 hari atau terjadinya kerusakan asset
4. Major, merupakan risiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang
mengakibatkan korban jiwa 1 orang atau mengalami cidera yang cukup parah dan
membutuhkan perawatan lanjutan ke fasilitas kesehatan (RS) pada beberapa
orang dan hilangnya pekerjaan lebih dari 1 hari, atau menimbulkan kerugian
material dalam jumlah yang sangat besar.

MODUL 07:
17 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
5. Catastrophic, merupakan risiko dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang
menimbulkan kerugian yang luar biasa baik terhadap manusia yaitu terjadi
korban jiwa lebih dari 1 orang atau kerugian materi yang luar biasa besar serta
dapat menghentikan pekerjaan.

d. Evaluasi Risiko
Proses dalam evaluasi risiko adalah membandingkan tingkat risiko yang ada dengan
kriteria standar yang ada, menetapkan tingkatan risiko yang ada untuk beberapa potensi
bahaya dibuatkan tingkatan prioritas manajemennya. Salah satu metode yang sering
digunakan adalah Metode Evaluasi Risiko Kualitatif. Dalam menentukan tingkat risiko
dengan metode Kualitatif tersebut dilakukan menggunakan matrik hubungan antara
kemungkinan atau probabilitas dengan tingkat keparahan atau konsekuensinya seperti
gambar tersebut di bawah ini.

Gambar 4. Matrik Evaluasi Tingkat Risiko K3


Tingkat risiko merupakan fungsi dari Kemungkinan dan Keparahan (Nilai Kemungkinan x
Nilai Tingkat Keparahan). Semakin tinggi hasil perkalian tersebut menunjukkan semakin
besar tingkat risikonya. Suatu risiko termasuk ke dalam tingkat risiko yang rendah jika
nilainya antara 1 – 4, sementara itu suatu risiko termasuk ke dalam risiko tingkat sedang
jika memiliki nilai antara 5 – 12 dan risiko tersebut digolongkan dalam risiko besar jika
memiliki nilai antara 13 – 25.
Berikut adalah contoh dalam pelaksanaan penilaian risiko pada suatu pekerjaan
konstruksi. Langkah pertama adalah dengan menentukan uraian kegiatan yang ada pada
setiap tahapan pekerjaan menjadi tahapan yang lebih rinci lagi atau kegiatan yang lebih
spesifik. Selanjutya dari setiap kegiatan tersebut diidentifikasi potensi-potensi bahaya

MODUL 07:
18 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
yang dapat terjadi serta mengidentifikasi tingkat kemungkinan risiko tersebut terjadi dan
potensi dampak atau tingkat keparahan jika risiko tersebut terjadi dan selanjutnya
mengevaluasi tingkat risiko tersebut yang merupakan hasil perkalian nilai kemungkinan
(peluang) dan nilai keparahan (dampak) untuk mengetahui tingkat risiko dari pekerjaan
tersebut. Berikut adalah contoh pelaksanaan evaluasi risiko
Tabel 1. Evaluasi Risiko

Selain metode di atas, terdapat juga metode evaluasi risiko lainnya seperti metode
evaluasi risiko semi kuantitatif. Metode ini pada prinsipnya adalah hampir sama dengan
metode analisis kualitatif, perbedaannya pada metode ini uraian/deskripsi dari
parameter yang ada dinyatakan dengan nilai atau score tertentu. Parameter yang
digunakan dapat lebih banyak, misalnya parameter tingkat pemaparan/exposure. Tingkat
risiko dinyatakan sebagai hasil perkalian dari angka tersebut. Berikut adalah contoh
dalam menggunakan metode semi kuantitatif. Parameter yang akan diukur dalam
menentukan tingkat risiko adalah:
 Peluang, yaitu menentukan nilai berdasarkan kemungkinan risiko tersebut
terjadi. Semakin sering frekuensi risiko tersebut terjadi maka nilainya semakin
tinggi.
 Pemamaparan, dalam menentukan nilai hampir sama dengan peluang yaitu
semakin tinggi frekuensi terpapar maka nilainya akan semakin tinggi.

MODUL 07:
19 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
 Akibat, merupakan dampak dari terjadinya risiko tersebut, semakin besar risiko,
maka nilainya juga akan semakin besar.
Tabel 2, Parameter Penilaian Risiko

Tingkat risiko dari suatu kegiatan dapat diperoleh dari hasil perkalian dari peluang,
paparan dan akibat. Tingkat risiko dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Nilai < 20 adalah tingkat risiko rendah atau risiko dapat diterima
 Nilai 20 – 70 merupakan risiko menengah, untuk itu perlu dilakukan tindakan
perbaikan dan dapat dijadwalkan kemudian dengan penanganan cukup
dengan prosedur yang ada.
 Nilai 70 – 200 merupakan tingkat risiko substantial, harus dilakukan
perbaikan secepatnya namun tindakan perbaikan tersebut tidak memerlukan
keterlibatan pihak manajemen puncak.
 Nilai 200 – 400, merupakan tingkat risiko tinggi, pekerjaan tersebut harus
mendapat perhatian dan tindakan perbaikan yang segera dilakukan serta
membutuhkan perhatian dari manajemen puncak.

MODUL 07:
20 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
 Nilai > 400 merupakan tingkat risiko sangat tinggi, pekerjaan perlu dihentikan
sebelum dipastikan bahwa kegiatan tersebut telah memiliki strategi
pengendalian risiko yang sesuai serta perlu mendapat perhatian dari
manajemen puncak

4. Pengendalian Risiko
Berdasarkan hasil dari tahapan sebelumnya yaitu penilaian risiko, tahap selanjutnya adalah
upaya pengendalian risiko, dalam pengendalian risiko tersebut hasil penilaian risiko dapat
ditentukan atau diklasifikasikan kedalam risiko yang dapat diterima (Acceptable Risk) dan
risiko yang tidak dapat diterima (Unacceptable Risk). Apabila risiko tersebut dikelompokkan
sebagai risiko yang tidak dapat diterima, maka organisasi harus menetapkan bagaimana risiko
tersebut harus dikendalikan sehingga tingkat dimana risiko tersebut paling minimal,
sementara jika risiko tersebut dikelompokkan sebagai risiko yang dapat diterima atau ditolerir
maka organisasi perlu memastikan bahwa monitoring terhadap risiko tersebut secara terus
menerus tetap dilakukan.

a. Risiko Dapat Diterima


Dalam menentukan suatu risiko adalah sebagai risiko yang dapat diterima aan
tergantung kepada penilaian atau pertimbangan dari suatu organisasi yang
didasarkan kepada hal-hal sebagai berikut:
 Tindakan pengendalian terhadap risiko tersebut telah ada.
 Sumberdaya (Finansial, SDM, Fasilitas, dll) cukup memadai dalam menangani
risiko tersebut.
 Regulasi atau standar yang berlaku.
 Rencana keadaan darurat.
 Catatan dan/atau data kecelakaan sebelumnya.
Walaupun risiko tersebut ditetapkan sebagai risiko yang dapat diterima, tetapi harus
tetap dilakukan monitoring atau pemantauan terhadap pelaksanaan kegiatan
tersebut.

b. Risiko Tidak Dapat Diterima


Bila suatu risiko ditetapkan sebagai risiko yang tidak dapat diterima, maka harus
dilakukan upaya untuk pengendalian dan penanganan agar risiko tersebut tidak
menimbulkan kecelakaan atau kerugian. Bentuk tindakan pengendalian dan
pengamanan terhadap potensi risiko tersebut dapat dilakukan dengan strategi
sebagai berikut:

MODUL 07:
21 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
 Menghindari risiko
 Kurangi atau meminimalkan risiko
 Transfer risiko
 Terima risiko
Pengendalian risiko merupakan salah satu upaya untuk menghadapi risiko yang tidak dapat
diterima tersebut di atas dengan melakukan upaya untuk menurunan derajat probabilitas dan
konsekuensi dari kemungkinan jika risiko tersebut terjadi. Dalam upaya untuk menurunkan
derajat probabilitas dan konsekuensi tersebut terdapat beberapa alternatif atau metode yang
dapat dilakukan. Hirarki pengendalian risiko yang umum dikenal adalah sebagai berikut:

a. Eliminasi
Eliminasi yang berarti menghilangkan adalah upaya yang perlu dilakukan untuk
memastikan bahwa potensi bahaya yang dapat terjadi di tempat kerja. Contohnya
adalah melalui pendekatan ergonomis ketika merencanakan tempat kerja baru
merupakan salah satu upaya untuk menghilangkan potensi bahaya ergonomis.

b. Substitusi
Substitusi atau mengganti sesuatu yang memiliki potensi bahaya yang tinggi dengan
sesuatu yang memiliki potensi bahaya yang lebih rendah. Contoh adalah penggantian
penggunaan cat berbasis solven ke berbasis air, mengganti lantai yang licin menjadi
sedikit kasar agar tidak mudah terpeleset, mengganti metode kerja yang lebih aman
dan lain sebagainya.

c. Rekayasa Teknik, Reorganisasi dari Pekerjaan atau Keduanya


Tahapan rekayasa teknik dan reorganisasi dari pekerjaan merupakan tahapan untuk
memberikan perlindungan secara kolektif. Contoh perlindungan dalam rekaya teknik
adalah memberikan perlindungan pada mesin atau alat, sistem ventilasi, mengurangi
tingkat kebisingan, memberi perlindungan melawan ketinggian, sementara
mengorganisasi pekerjaan adalah untuk melindungi pekerja dari bahaya pekerjaan
sendiri, misalnya pengaturan jam kerja yang sesuai dengan kemampuan, beban kerja
yang sesuai dan suasana kerja yang kondusif.

d. Pengendalian Administrasi
Pengendalian administrasi merupakan pengendalian risiko dan bahaya melalui
peraturan-peraturan dan prosedur yang harus ditaati terkait dengan keselamatan dan
kesehatan kerja yang dilaksanakan. Contoh pengendalian administrasi adalah
menetapkan Prosedur Operasi Standar setiap pekerjaan yang memiliki risiko,

MODUL 07:
22 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
melaksanakan inspeksi secara periodik untuk memastikan pekerjaan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, memastikan tenaga kerja yang bekerja
memiliki kompetensi yang sesuai, memastikan peralatan kerja yang digunakan laik
dan terawat, memiliki instruksi kerja, pengawasan pekerjaan dll.

e. Alat Pelindung Diri


Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 tahun 2010 Alat Pelindung Diri
adalah suatu alat yang mempunyai fungsi untuk memberi perlindungan kepada
seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuhnya dari potensi
bahaya di tempat kerja. Contoh alat pelindung diri adalah baju kerja yang sesuai
standar, sepatu keselamatan, topi keselamatan, kacamata keselamatan, sarung
tangan, perlindungan pendengaran, dll.

5. Monitoring dan Riview


Beberapa pakar menajemen mengemukakan bahwa fungsi monitoring mempunyai nilai yang
sama bobotnya dengan fungsi perencanaan, keberhasilan dalam mencapai tujuan,
separuhnya ditentukan oleh rencana yang telah ditetapkan dan setengahnya lagi ditentukan
dari fungsi pengawasan atau monitoring. Pada umumnya manajemen menekankan terhadap
pentingnya kedua fungsi ini yaitu perencanaan dan pengawasan (monitoring).
Monitoring merupakan kegiatan untuk mengetahui kesesuaian dan ketepatan kegiatan yang
dilaksanakan berdasarkan rencana yang telah disusun. Monitoring digunakan juga untuk
mengkoreksi kegiatan-kegiatan yang menyimpang dari rencana, mengkoreksi penyalah
gunaan aturan dan sumber-sumber, serta untuk mengupayakan agar tujuan dicapai seefektif
dan seefisien mungkin.
Berdasarkan hasil monitoring tersebut menjadi dasar bagi manajemen dalam melakukan
review atau penilaian terhadap kinerja dari pelaksanaan proyek tersebut. Monitoring dan
review dilaksanakan dalam bentuk:
 Inspeksi
 Pemantauan Lingkungan.
 Audit

6. Komunikasi dan Konsultasi


Komunikasi dan konsultaasi dibutuhkan dalam pengambilan keputusan baik secara internal
maupun eksternal untuk tindak lanjut dari hasil pelaksanaan manajemen risiko. Keterlibatan
semua elemen dalam penyelenggaraan manajemen risiko sangat dibutuhkan agar dalam
pengambilan kebijakan telah melihat secara komprehensif. Keterlibatan dari semua elemen

MODUL 07:
23 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI
terutama seluruh elemen pekerja juga sebagai upaya untuk membangun bersama budaya
keselamatan dan kesehatan kerja.
Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau Safety Culture tidak akan dapat dibentuk
hanya oleh satu individu, tetapi membutuhkan keterlibatan dari semua yang ada di
dalamorganisassi. Budaya keselamatan dan kesehatan kerja harus dilaksanakan oleh seluruh
sumber daya yang ada padaseluruh tingkatan serta tidak hanya diberlakukan kepada pekerja
saja, tetapi kepada seluruh orang yang berada di dalam lingkungan tempat kerja.
Secara umum gambaran tentang tahapan-tahapan dalam penyelenggaraan Manajemen
Risiko dapat diilustrasikan melalui gambar berikut:

Gambar 5. Tahapan Pelaksanaan Manajemen Risiko

MODUL 07:
24 MANAJEMEN RISIKO K3 KONSTRUKSI

Anda mungkin juga menyukai