Anda di halaman 1dari 78

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

MODUL 01

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(K3) KONSTRUKSI

PUSAT PEMBINAAN PELATIHAN DAN SERITIKASI MANDIRI


Jl. Pluit Raya Kav. 12 Blok A.5, Penjaringan, Jakarta Utara, (14440)
Telp. +62-21-6622925 ext. 146
Email: p3s@p3sm.or.id website: https://p3sm.or.id/
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
A. Pendahuluan 2
B. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Penyelenggaraan K3 Konstruksi 2
C. Hirarki Pembentukan Peraturan tentang Keselamatan Konstruksi 4
D. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 6
E. Persetujuan Konvensi ILO No. 120 6
F. Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja 7
G. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 8
H. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan 10
Sosial
I. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung 11
J. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi dan Undang-Undang 13
Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
K. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 13
L. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan SMK3 14
M. Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan 15
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksana Undang Undang
Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi
N. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Jaminan 17
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
O. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Kerja 18
P. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20
KEP.174/MEN/1986 dan Nomor 104/KPTS/1986 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi
Q. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1987 Tentang Panitia Pembina 20
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan
Kerja
R. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 21 Tahun 2019 21
Tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
S. Instruksi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/IN/M/2020 22
Tentang Protokol Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 Dalam
Penyelenggaraan Konstruksi
T. Peratuan-Peratuan Lainnya 24

MODUL 01:
1 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
A. PENDAHULUAN

Keselamatan Konstruksi adalah segala kegiatan keteknikan untuk mendukung pekerjaan


konstruksi dalam mewujudkan pemenuhan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan
Keberlajutan yang menjamin keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan dan Kesehatan
kerja, keselamatan publik dan keselamatan lingkungan. Dalam rangka mewujudkan keselamatan
konstruksi tersebut di atas maka penyelenggara konstruksi wajib menerapkan sistem manajemen
keselamatan konstruksi.

Perwujudan penyelenggaraan system manajemen keselamatan konstruksi adalah melalui


pembentukan Unit Keselamatan Konstruksi (UKK) yang merupakan unit pada Penyedia Jasa
Pekerjaan Konstruksi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SMKK dalam pekerjaan
konstruksi dan dibawah pimpinan tertinggi penyedia jasa.

Guna melaksanakan tertib penyelenggaraan system manajemen keselamatan konstruksi maka


penyedia jasa harus mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang mengatur aspek-
aspek keselamatan konstruksi. Peraturan perundang-undangan tersebut berupa Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Lembaga, Standar-
standar yang diakui baik nasional maupun internasional.

Ahli K3 Konstruksi yang ditugaskan dalam penyelenggaraan kegiatan konstruksi harus memiliki
kompetensi dalam mengidentifikasi, mengevaluasi dan menerapkan seluruh peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan K3 dilingkungan kerja konstruksi.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT PENYELENGGARAAN K3 KONSTRUKSI


Berikut adalah peraturan perundang-undangan yang harus diketahui dan dilaksanakan terutama
dalam penyelenggaraan K3 dibidang konstruksi:
a. Undang-Undang
a. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
b. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO No. 120
mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor
c. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
e. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
f. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

MODUL 01:
2 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
g. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
h. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial
i. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
j. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja
b. Peraturan Pemerintah
a. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
b. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
c. Peraturan Pemerintah Nomor 88 tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja
d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksana Undang-
Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
e. Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 22 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor
2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.
c. Peraturan Menteri
a. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.01/MEN/1980 tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1987 tentang Panitia Pembinaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/VII/2021 tentang
Alat Pelindung Diri
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 tahun 2018 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja
e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 21 tahun 2019
tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 14 tahun 2020
tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia
d. Peraturan-Peraturan Lainnya
a. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
174/MEN/1986 dan 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Kegiatan Konstruksi.

MODUL 01:
3 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
b. Surat Edaran Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. Um. 03.05-mm/425
tanggan 24 Agustus 2004 perihal Pencegahan Kecelakaan Kerja pada Pelaksanaan
Kegiatan Konstruksi.
c. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/SE/M/2012 tentang Program
Penanggulangan HIB dan AIDS pada Sektor Konstruksi di Lingkungan Kementerian
Pekerjaan Umum.
d. Instruksi Menteri Tenaga Kerja Nomor 2/M/BW/BK/1984 tetang Pengesahan Alat
Pelindung Diri
e. Instruksi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 02/IN/M/2020
tentang Protokol Pencegahan COVID 19 Dalam Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

C. HIRARKI PEMBENTUKAN PERATURAN TENTANG KESELAMATAN KONSTRUKSI


Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja merupakan dasar dalam
penyelenggaraan keselamatan kerja di seluruh bidang pekerjaan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) sementara itu penyelenggaraan yang berkaitan dengan pengaturan
ketenagakerjaan diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Kedua UU tersebut diatas mengamanatkan penyelenggaraan ketenagakerjaan
harus memperhatikan aspek-aspek perlindungan terhadap potensi bahaya yang dapat berdampak
terhadap keselamatan dan Kesehatan bagi tenaga kerja.
Implementasi terhadap pelaksanaan keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) sebagaimana
diamanatkan oleh kedua Undang-Undang tersebut di atas diwujdukan secara lebih detail melalui
Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja yang merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan secara
keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif melalui upaya dalam menjamin dan
melindungi keselamatan dan Kesehatan tenaga kerja dengan pencegahan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
Penyelenggaraan jasa konstruksi nasional harus berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan,
manfaat, kesetaraan, keserasian, keseimbangan, profesionalitas, kemandirian, keterbukaan,
kemitraan, keamanan dan keselamatan, kebebasan, pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan sebagaimana tercantum pada Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017
tentang Jasa Konstruksi. Keamanan dan Keselamatan menjadi salah satu asas penyelenggaraan
jasa konstruksi, hal ini didasari pada praktek jasa konstruksi baik ditingkat nasional maupun pada
skala internasional, industri jasa konstruksi memberikan kontribusi yang paling besar terhadap

MODUL 01:
4 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
kecelakaan kerja. Untuk itulah maka pada sektor jasa konstruksi harus memberikan perhatian
yang cukup besar dalam mewujudkan penyelenggaraan jasa konstruksi yang aman, selamat dan
berkelanjutan.
Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang
Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi menjabarkan secara lebih detail terhadap sasaran
penyelenggaraan konstruksi untuk mewujudkan keselamatan dan Kesehatan kerja pada sektor
konstruksi yaitu melalui penetapan Standar Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan (K4) yang
merupakan pedoman teknis dalam pelaksanaan keamanan, keselamatan, Kesehatan di tempat
kerja konstruksi dan perlindungan sosial tenaga kerja serta tata lingkungan setempat dan
pengelolaan lingkungan hidup dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.
Upaya untuk menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang terbit
penyelenggaraan jasa konstruksi dan penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) maka ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 21 tahun 2019 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
(SMKK) yang merupakan bagian dari sistem manajemen pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam
rangka menjamin terwujudnya keselamatan konstruksi.
Terbitnya Undang-Undang Nomor 14 tentang Cipta Kerja yang bertujuan untuk memangkas
birokrasi terutama yang terkait dengan perijinan dari berbagai sektor yang diatur oleh masing-
masing peraturan dan terkadang terjadi tumpang tindih, sehingga melalui Undang-Undang Cipta
Kerja ini dapat disederhanakan dan diselaraskan pengaturan pada masing-masing sektor tersebut,
sehingga dapat menghilangkan tumpang tindih antara peraturan perundang-undangan,
terciptanya efisiensi dalam proses perubahan atau pencabutan peraturan perundang-undangan
serta menghilangkan ego sectoral dan menjadi satu kesatuan pengaturan.
Jasa Konstruksi merupakan salah satu sektor yang termasuk di dalam Undang Undang Cipta Kerja
tersebut sehingga Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengalami
beberapa perubahan sebagaimana tercantum pada Undang-Undang Cipta Kerja tersebut.
Perubahan tersebut tentu membutuhkan penyesuaian terhadap peraturan pelaksana atau
peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, termasuk
diantaranya adalah penyelenggaraan Keselamatan Konstruksi sebagaimana diatur pada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 21 tahun 2019 tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK).
Peraturan terkait penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi sebagaimana
tercantum pada Undang-Undang Cipta Kerja adalah diatur dalam Peraturan Pemerintah, untuk
itulah maka penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi menjadi salah satu

MODUL 01:
5 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
bagian dari ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2021 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksana
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Gambar 1. Peraturan terkait Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK)

D. UNDANG-UNDANG DASAR 1945


Dalam pembukaan (preambule) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa tujuan dari kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah menciptakan
kemajuan dan kesejahteraan Umum. Hal ini mengamanatkan bahwa seluruh rakyat Indonesia
diberikan kesempatan untuk dapat kehidupan dan penghidupan yang layak serta terjaminnya
keselamatan dan kesehatannya.
Sebagaimana tercantum pada Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal ini mengamanatkan
kepada Pemerintah Republik Indonesia dalam memberikan kesempatan yang sama kepada
seluruh warga negara untuk dapat mendapatkan pekerjaan dan penghidupan, selain itu tentu saja
harus mampu memberikan rasa aman dan terlindungi keselamatan dan Kesehatan dalam
melaksanakan kegiatan pekerjaannya.
Dalam upaya untuk memberikan rasa aman dan perlindungan bagi warga negara dalam
melaksanakan pekerjaan, maka perlu ditetapkan peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar dan pedoman bagi seluruh warga negara Indonesia.

E. PERSETUJUAN KONVENSI ILO NO. 120


International Labour Organization (ILO) adalah sebuah wadah yang menampung isu-isu tentang
buruh internasional di bawah naungan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) telah menyelenggarakan

MODUL 01:
6 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
konvensi ILO No. 120 tentang Hygiene dalam perniagaan dan kantor-kantor, yang telah diterima
oleh wakil-wakil anggota Organisasi Perburuhan Internasional yang diselenggarakan di Jenewa
pada tahun 1964.
Sebagai anggota dari Organisasi Perburuhan Internasional tersebut maka Indonesia yang telah
menyatakan persetujuan atas hasil Konvensi tersebut perlu melaksanakannya dalam peraturan
yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka untuk itu ditetapkan dalam bentuk
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi Perburuhan
Internasional No. 120 mengenai Hygiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor.
Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No. 120 ini dalam garis besarnya mengatur
kebersihan, ventilasi, suhu, penerangan, persediaan air minum, kakus, tempat tukar pakaian
dalam tempat kerja.

F. UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA


Ruang lingkup yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
adalah Keselamatan Kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, dipermukaan
air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia, dengan demikian seluruh tempat kerja dengan segala kondisi dan ruang harus
memperhatikan aspek keselamatan kerja.
Pada pasal 1 ayat (1) didefinisikan “Tempat Kerja” ialah tiap ruangan ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-
sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2, termasuk tempat kerja ialah semua ruangan,
lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan
dengan tempat kerja tersebut;
Sementara pada Pasal 1 ayat (2) mendefinsikan “Pengurus” ialah orang orang yang mempunyai
tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri. Pentingnya
terhadap upaya untuk melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) maka Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1970 ini telah menetapkan “Ahli Keselamatan Kerja” sebagaimana
tercantum pada Pasal 1 ayat (6) yaitu Tenaga Teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-
Undang ini.
Pekerjaan konstruksi termasuk di dalam ruang lingkup yang diatur dalam Undang-Undang
Keselamatan Kerja ini yaitu pada Bab II Ruang Lingkup Pasal 2 ayat (2) huruf c yaitu mengatur
ketentuan tentang tempat kerja konstruksi yaitu “dikerjakan pembangunan, perbaikan,

MODUL 01:
7 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
perawatan, pembersihan dan pembongkaran rumah, Gedung atau bangunan lainnya, termasuk
bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana
dilakukan pekerjaan persiapan”
Persyaratan Keselamatan Kerja ditetapkan sebagaimana tercantum pada Bab III Syarat-syarat
Keselamatan Kerja Pasal 3 yaitu persyaratan untuk mencegah berbagai potensi bahaya yang dapat
terjadi di tempat kerja, menyediakan berbagai perlengkapan yang dapat digunakan untuk
melindungi atau untuk pertolongan pada kecelakaan, persyaratan kondisi lingkungan tempat kerja
yang dapat menciptakan kerja aman dan pengendalian berbagai potensi bahaya agar tidak
memberikan dampak risiko kerugian.
Persyaratan keselamatan kerja memuat prinsip-prinsi teknik ilmiah menjadi suatu kumpulan
ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan,
pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan,
pengepakan, atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk
teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan
tenaga kerja yang melakukan dan keselamatan umum.
Undang-Undang Keselamatan Kerja juga mengatur tentang kewajiban pengurus terhadap upaya
menciptakan keselamatan tenaga kerja di lingkungan kerja yaitu:
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat
keselamatan kerja yang diwajibkan, berdasarkan UU ini dan semua peraturan pelaksanaannya
yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat
dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
b. Memasang dalam tempat kerja, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua
bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat kerja yang mudah dilihat dan terbaca
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga
kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

G. UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN


Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sementara
upaya Kesehatan merupakan kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat

MODUL 01:
8 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
Kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan Kesehatan, pengobatan
penyakit dan pemulihan Kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat, dengan sasaran adalah
terciptanya Kesehatan lingkungan yaitu terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik,
kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat Kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Upaya untuk menciptakan Kesehatan lingkungan tercantum pada Bab XI Kesehatan Lingkungan
yaitu pada Pasal 162 dan 163 yang menyatakan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat
menjamin ketersediaan lingkungan yang sehat dan tidak mempunyai risiko buruk bagi Kesehatan
yang mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi serta tempat dan fasilitas
umum. Lingkungan sehat tersebut harus bebas dari unsur-unsur yang dapat menimbulkan
gangguan Kesehatan antara lain:
a. Limbah baik dalam bentuk cair, padat maupun gas.
b. Sampah yang tidak diproses sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pemerintah.
c. Binatang pembawa penyakit
d. Zat kimia berbahaya.
e. Kebisingan yang melebihi ambang batas
f. Radiasi sinar pengion dan non pengion.
g. Air dan udara yang tercemar.
h. Makanan yang terkontaminasi.
Terkait dengan upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat tercantum pada Bab XII
Kesehatan Kerja yaitu pada Pasal 164 yang menyatakan:
a. Upaya Kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas
dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan.
b. Upaya kesehatan kerja meliputi pekerja di sektor formal dan informal.
c. Upaya kesehatan kerja berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan
tempat kerja.
d. Upaya kesehatan kerja sebagaimana berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara
nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia.
e. Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja
f. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja dan menjamin lingkungan
kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja.
g. Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di
lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

MODUL 01:
9 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
Sementara pada Pasal 165 menyatakan bahwa pengelola tempat kerja wajib melakukan segala
bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan
bagi tenaga kerja, menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan menaati
peraturan yang berlaku di tempat kerja. Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada
perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Pengusaha atau majikan atau orang yang
memberi kerja memiliki tanggung jawab atas jaminan Kesehatan pekerja melalui upaya
pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan serta wajib menanggung seluruh biaya
pemeliharaan Kesehatan pekerja sebagaimana tercantum pada Pasal 165.

H. UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN


SOSIAL
Sistem Jaminan sosial nasional merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, jaminan sosial adalah salah
satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh negara guna menjamin wargan
negaranya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak, sebagaimana dalam deklarasi
Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Manusia (HAM dan Konvensi Organisasi
Perburuhan Internasional (ILO) Nomor 102 tahun 1952.
Dalam upaya untuk mewujudkan tujuan sistem jaminan sosial nasional, maka perlu dibentuk
badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum berdasarkan prinsip gotong royong, nirlaba,
keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepersertaan bersifat wajib, dana amanat
dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk
sebesar-besarnya kepentingan peserta.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang
dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang merupakan bentuk perlindungan
sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak
sebagaimana tercantum pada Pasal 3.
Fungsi BPJS sebagaimana tercantum pada Pasal 9 ayat (1) dan (2) adalah menyelenggarakan
program jaminan Kesehatan (BPJS Kesehatan) dan menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, program jaminan kematian, program jaminan pension dan jaminan hari tua
(BPJS Ketenagakerjaan).
Penyelenggaraan jaminan sosial bagi tenaga kerja adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi
berbagai kemungkinan yang dapat terjadi terhadap diri pekerja, karena setiap orang tidak ada
yang kebal terhadap 4 hal sebagai berikut:

MODUL 01:
10 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
a. Manusia adalah makhluk hidup yang lahir dan kemudian pasti akan meninggal dunia,
namun manusia tidak akan pernah tahu dan tidak dapat memilih kapan waktunya untuk
meninggal dan bagaimana caranya meninggal.
b. Tubuh manusia memiliki keterbatasan dan suatu saat akan mengalami sakit baik yang
disebabkan oleh keterbatasan fisik maupun oleh serangan dari virus atau bakteri yang
masuk ke dalam tubuh. Kita hanya dapat berusaha untuk tetap sehat dengan menjaga
Kesehatan melalui berbagai macam cara. Namun kita juga tidak dapat memilih kapan kita
akan sakit.
c. Kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan hal tersebut dapat menimpa siapa saja yang
disebabkan oleh suatu kegiatan baik di tempat kerja maupun diluar tempat kerja. Upaya
pencegahan terhadap kecelakaan kerja harus dilaksanakan, tetapi banyak sekali factor-
faktor yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja dan terjadi secara tiba-tiba
serta terkadang tanpa adan tanda atau peringatan sebelumnya.
d. Manusia tumbuh berkembang mencapai kondisi fisik yang maksimal pada masa atau usia
yang produktif, namun semakin bertambahnya usia maka manusia akan mencapai kondisi
fisik yang menurun pada saat memasuki usia tertentu, dimana produktivitas manusia juga
akan mengalami penurunan. Manusia tidak bisa melawan waktu untuk selalu muda dan
produktif. Untuk itulah maka pada masa dimana produktivitas manusia sudah mulai
menurun perlu jaminan untuk dapat terus bertahan hidup.
Pasal 14 dan 15 mengatur tentang kepesertaan dan tanggung jawab pendaftaran kepesertaan
yaitu setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia wajib
menjadi Peserta Program Jaminan Sosial. Pemberi kerja secara bertahap wajib mendaftarkan diri
dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.

I. UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG


Bangunan Gedung merupakan salah satu kebutuhan bagi kehidupan manusia yang berfungsi
menjadi tempat manusia untuk melakukan kegiatannya untuk mencapai berbagai sasaran yang
menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional, untuk itu bangunan Gedung harus
diselenggarakan secara tertib, diwujudkan sesuai fungsinya serta dipenuhinya persyaratan baik
administrative maupun teknis bangunan Gedung.
Bangunan Gedung dapat didefinisikan sebagai wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagai bagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau
dibawah tanah dan/atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya

MODUL 01:
11 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
maupum kegiatan khusus. Penyelenggaraan bangunan Gedung adalah kegiatan pembangunan
yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta pemanfaatan,
pelestarian dan pembongkaran. Bangunan gedung diselenggarakan berlandaskan asas
kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, serta keserasian bangunan gedung dengan
lingkungannya.
Undang-Undang Bangunan Gedung ini memiliki tujuan untuk mengatur pembangunan Gedung
dalam rangka mewujudkan bangunan Gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata bangunan
Gedung yang serasi dan selaran dengan lingkungannya, menjamin keandalam teknis bangunan
Gedung dari segi keselamatan, Kesehatan, kenyamanan dan kemudahan serta memberikan
kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan Gedung.
Sebagai upaya untuk menjamin terselenggaranya keselamatan pada bangunan Gedung maka
Undang-undang bangunan Gedung juga mengatur dari aspek persyaratan keselamatan yang
meliputi persyaratan kemampuan Gedung untuk mendukung beban muatan serta kemampuan
Gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir.
a. Persyaratan kemampuan bangunan untuk mendukung beban muatannya merupakan
kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kokoh dalam mendukung seluruh
beban muatan.
b. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya
kebakaran merupakan kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan
terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif.
c. Persyaratan kemampuan bangunan gedung dalam mencegah bahaya petir merupakan
kemampuan bangunan gedung dalam melakukan pengamanan terhadap bahaya petir
melalui sistem penangkal petir. Instalasi penangkal petir harus dipasang pada setiap
bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis, bentuk dan penggunaannya
mempunyai risiko terkena sambaran petir.
Selain persyaratan keselamatan, bagunan gedung juga wajib memenuhi persyaratan Kesehatan
yang meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi dan penggunaan bahan
bangunan gedung. Bangunan Gedung bertingkat harus menyediakan tangga yang
menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan,
keamanan, keselamatan dan Kesehatan pengguna. Memiliki akses evakuasi dalam keadaan
darurat harus disediakan di dalam bangunan gedung meliputi sistem peringatan bahaya bagi
pengguna, pintu keluar darurat dan jalur evakuasi apabila terjadi bencana kebakaran dan/atau
lainnya, kecuali rumah tinggal. Penyediaan akses evakuasi tersebut harus dapat dicapai dengan
mudah dan dilengkapi petunjuk arah yang jelas.

MODUL 01:
12 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
J. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA
Undang-Undang Cipta Kerja merupakan sebuah terobosan baru dalam pengaturan perundang-
undangan di Indonesia dan dikenal dengan istilah “omni bus law” yang merupakan undang-
undang yang menitik beratkan pada penyederhanaan sejumlah regulasi karena sifatnya yang
merevisi dan mencabut banyak undang-undang sekaligus. Konsep ini dinilai sangat tepat untuk
mengatasi permasalahan regulasi yang terlalu banyak dan terdapat disharmonisasi diantara satu
peraturan dengan peraturan lainnya, tumpang tindih, materi muatan yag tidak sesuai serta ego
sectoral dari Lembaga pembentuk peraturan tersebut.
Ditengah kondisi perlemahan ekonomi global yang melanda dan memberikan dampak yang cukup
signifikan terhadap kondisi perekonomian negara, maka perlu upaya terobosan baru guna
meningkatkan investasi dandiharapkan mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-
luasnya ditengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi.
Diperlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan,
perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah. Undang-undang
Jasa Konstruksi merupakan salah satu Undang-undang yang termasuk di dalam Undang-undang
Cipta Kerja sehingga terdapat beberapa perubahan substansi di dalam pengaturannya.
Terkait dengan penyelenggaraan Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan (K4),
Pemerintah Pusat memiliki tanggung jawab terhadap penyelenggaraannya sebagaimana
tercantum pada Pasal 4 ayat (1) huruf c. yang terdiri dari:
a. Mengembangkan standar keamanan, keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan dalam
penyelenggaraan jasa konstruksi.
b. Menyelenggarakan pengawasan penerapan standar keamanan, keselamatan, Kesehatan
dankeberlanjutan dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan jasa konstruksi oleh Badan
Usaha Jasa Konstruksi.
c. Menyelenggarakan registrasi penilai ahli.
d. Menetapkan penilai ahli yang teregistrasi dalam hal terjadi kegagalan bangunan.

K. UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN


Hak bagi tenaga kerja untuk mendapatkan perlindungan terhadap berbagai potensi bahaya
ditempat kerja tercampun pada Pasal 86 yang mengayatakan bahwa setiap pekerja/buruh
mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan Kesehatan kerja. Untuk
melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal

MODUL 01:
13 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
diselenggarakan upaya keselamatan dan Kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sementara pada Pasal 87 disebutkan bahwa setiap perusahaan wajib
menerapkan sistem manajemen keselamatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan. Pasal ini merupakan dasar bagi setiap perusahaan untuk menyelenggarakan sistem
manajemen keselamatan kerja yang diatur lebih detail melalui Peraturan Pemerintah Nomor 50
tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Undang-undang ketenagakerjaan juga mengatur terhadap sanksi yang akan dikenakan terhadap
siapa saja yang melakukan pelanggaran sebagaimana di atur dalam undang ketenaga kerjaan ini
baik sanksi pidana dengan ancaman pidana antara 1 bulan sampai dengan 5 tahun dan denda
sebesar Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
selain itu juga terdapat ancaman sanksi administrasi atas pelanggaran ketentuan dalam Undang-
undang ketenagakerjaan ini berupa:
a. Teguran
b. Peringatan tertulis
c. Pembatasan kegiatan usaha
d. Pembekuan kegiatan usaha
e. Penghentian sementara sebagaiana tau seluruh alat produksi
f. Pencabutan izin

L. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM


MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)
Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang
Ketenagakerjaan dan Undang-undang Keselamatan Kerja. SMK3 merupakan bagian dari sistem
manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Melalui
kegiatan yang bertujuan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan Kesehatan tenaga
kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerjadan penyakit akibat kerja. Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ini secara bertujuan untuk:
a. Meningkatkan efektifitas perlindungan keselaatan dan Kesehatan kerja yang terencana,
terukur, terstruktur dan terintegrasi.
b. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dengan melibatkan
unsur manajemen, pekerja/buruh, dan/atau serikat pekerja atau serikat buruh.

MODUL 01:
14 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
c. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman dan efisien untuk mendorong
produktivitas.
Kewajiban penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja berlaku bagi
perusahaan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 orang, atau
b. Mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
Peraturan pemerintah tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
ini merupakan peraturan turunan dari Undang-undang Ketenagakerjaan terutama pada Pasal 87
ayat (2) bentuk pengaturan terhadap penyelenggaraan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja tersebut di atur tanggung jawab dari masing-masing pihak. Kewajiban dalam
mengembangkan pedoman penerapan SMK3 dan pelaksanaan pengawasan terhadap
pelaksanaan SMK3 menjadi tugas dan kewenangan dari Instansi pembina sektor, sementara
Perusahaan wajib menerapkan SMK3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen di
perusahaannya.

M. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 14 TAHUN 2021 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN


PEMERINTAH NOMOR 22 TAHUN 2020 TENTANG PERATURAN PELAKSANA UNDANG-UNDANG
NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI
Substansi yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah ini adalah terselenggaranya salah satu
sasaran dalam penyelenggaraan jasa konstruksi yaitu terselenggaranya keselamatan konstruksi
yang merupakan kegiatan keteknikan untuk mendukung pekerjaan konstruksi dalam mewujudkan
pemenuhan standar keamanan, keselamatan, Kesehatan dan keberlanjutan (K4) yang menjamin
keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan dankesehatan tenaga kerja, keselamatan public
dan keselamatan lingkungan. Produk dari pelaksanaan keselamatan konstruksi adalah kewajiban
bagi penyedia jasa konstruksi dalam penyusunan Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK) yang
merupakan dokumen telaah tentang keselamatan konstruksi yang memuat elemen Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) dan merupakan satu kesatuan dengan dokumen
kontrak.
Dalam memenenuhi standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan, Pengguna
Jasa dan Penyedia Jasa harus memberikan pengesahan atau persetujuan atas:
a. Hasil rancangan, perencanaan dan/atau perancangan
b. Rencana teknis proses pembangunan, pemeliharaan, pembongkaran dan/atau
pembangunan Kembali
c. Penggunaan material, peralatan dan/atau teknologi

MODUL 01:
15 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
d. Hasil layanan jasa konstruksi.
Standar keamanan merupakan keandalan bangunan berdasarkan perancangan yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang wajib diterapkan selama tahap
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Standar keselamatan merupakan standar untuk mengatur
keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan dan Kesehatan kerja, keselamatan lingkungan,
dan keselamatan public. Standar Kesehatan merupakan standar untuk menjamin dan melindungi
Kesehatan tenaga kerja konstruksi dan masyarakat yang terdampak oleh pelaksanaan pekerjaan
konstruksi. Standar keberlanjutan merupakan standar yang digunakan untuk menjamin
keberlanjutan dalam aspek ekonomi, aspek tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan
hidup serta aspek sosial. Standar Keamanan, keselamatan, Kesehatan dan keberlanjutan tersebut
paling sedikit meliputi:
a. Standar mutu bahan.
b. Standar mutu peralatan.
c. Standar keselamatan dan Kesehatan kerja
d. Standar prosedur pelaksanaan jasa konstruksi.
e. Standar mutu hasil pelaksanaan jasa konstruksi.
f. Standar operasional pemeliharaan.
g. Pedoman perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi.
h. Standar pengelolaan lingkungan hidup.
Produk akhir dari jasa konstruksi yang diharapkan adalah terwujudkan konstruksi berkelanjutan
yang merupakan penyelenggaraan jasa konstruksi untuk mendirikan bangunan gedung dan/atau
bangunan sipil dengan memenuhi prinsip keberlanjutan, sumber daya dan siklus hidup bangunan
gedung dan/atau bangunan sipil, untuk itu dalam penyelenggaraan jada konstruksi harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Konstruksi Berkelanjutan harus mempunyai 3 pilah dasar yang meliputi:
1) Layak secara ekonomi dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat .
2) Menjaga pelestarian lingkungan
3) Mengurangi disparitas sosial masyarakat.
b. Pemenuhan terhadap persyaratan teknik konstruksi yang dimulai dari tahap perencanaan
umum, pemrograman, pelaksanaan konsultansi konstruksi dan pelaksanaan pekerjaan
konstruksi.
c. Dalam penyusunan Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan untuk
setiap produk jasa konstruksi, Menteri terkait memperhatikan kondisi geografis yang
rawan gempa dan kenyamanan lingkungan terbangun.

MODUL 01:
16 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
d. Setiap pengguna jasa dan penyedia jasa konstruksi harus menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan Konstruksi (SMKK).

N. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN JAMINAN


KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN
Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
merupakan peraturan turuan atau salah satu peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Jaminan Kecelakaan Kerja atau disingkat JKK adalah manfaat
berupa uang tunai dan/atau pelayanan keseharan yang diberikan pada saat peserta mengalami
kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Sementara Jaminan
Kematian atau JKM adalah manfaat uang tunai yan diberikan kepada ahli waris Ketika peserta
meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja sendiri didefinsikan sebagai
kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk dalam kecelakaan kerja adalah
kecelakaan kerja yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya
dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Program JKK dan JKM diselenggarakan oleh
BPJS Ketenagakerjaan.
Setiap pemberi kerja selain penyelenggara negara wajib mendafarkan dirinya dan pekerjanya
sebagai peserta dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan dan setiap orang yang
bekerja wajib mendaftarkan dirinya dalam program JKK dan JKM kepada BPJS Ketenagakerjaan.
Peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK yang
berupa:
a. Pelayanan Kesehatan sesuai kebutuhan medir yang meliputi:
1) Pemeriksaan dasar dan penunjang
2) Perawatan tingkat pertama dan lanjutan.
3) Rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah dan
rumah sakit swasta yang setara.
4) Perawatan intensif.
5) Penunjang diagnostic.
6) Pengobatan
7) Pelayanan khusus.
8) Alat Kesehatan dan implan.
9) Jasa dokter/medis.
10) Operasi.
11) Transfusi darah.

MODUL 01:
17 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
12) Rehabilitasi medik.
b. Santunan berupa uang yang meliputi:
1) Penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau ke rumahnya, termasuk biaya
pertolongan pertama pada kecelakaan.
2) santunan sementara tidak mampu bekerja;
3) santunan Cacat sebagian anatomis, Cacat sebagian fungsi, dan Cacat total tetap;
4) santunan kematian dan biaya pemakaman;
5) santunan berkala yang dibayarkan sekaligus apabila Peserta meninggal dunia atau
Cacat total tetap akibat Kecelakaan Kerja atau penyakit akibat kerja;
6) biaya rehabilitasi berupa penggantian alat bantu (orthose) dan/atau alat
pengganti (prothese);
7) penggantian biaya gigi tiruan;
8) beasiswa pendidikan anak bagi setiap Peserta yang meninggal dunia atau Cacat
total tetap akibat kecelakaan kerja

O. PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 88 TAHUN 2019 TENTANG KESEHATAN KERJA


Dalam rangka memberikan perlindungan bagi pekerja agar sehat, selamat dan produktif perlu
dilakukan upaya Kesehatan kerja yang merupakan bagian dari keselamatan dan Kesehatan kerja
secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan. Kesehatan kerja adalah upaya yang
ditujukan untuk melindungi setiap orang yang berada di Tempat Kerja agar hidup sehat dan
terbebas dari gangguan Kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan dari pekerjaan.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Masyarakat bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan Kesehatan Kerja secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan, yang
meliputi upaya:
a. Pencegahan penyakit
b. Peningkatan Kesehatan.
c. Penanganan penyakit.
d. Pemulihan Kesehatan.
Standar Kesehatan Kerja dilaksanakan dengan memperhatikan Sisten Kesehatan Nasional dan
Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Penyelenggaraan Kesehatan Kerja ditujukan kepada setiap orang yang
berada di tempat kerja yang merupakan kewajiban untuk dipenuhi oleh Pengurus atau Pengelola
Tempat Kerja dan pemberi kerja di semua tempat kerja.

MODUL 01:
18 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
Standar Kesehatan Kerja dalam Upaya Pencegahan Penyakit meliputi:
a. Identifikasi, penilaian dan pengendalian potensi bahaya Kesehatan.
b. Pemenuhan persyaratan keseharan lingkungan kerja.
c. Perlindungan Kesehatan reproduksi.
d. Pemeriksaan Kesehatan.
e. Penilaian kelaikan bekerja.
f. Pemberian imunisasi dan/atau profilaksis bagi Pekerja berisiko tinggi.
g. Pelaksanaan kewaspadaan standar.
h. Surveilans Kesehatan kerja.
Standar Kesehatan kerja dalam upaya peningkatan Kesehatan meliputi:
a. Peningkatan pengetahuan Kesehatan.
b. Pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat.
c. Pembudayaan keselamatan dan Kesehatan kerja di tempat kerja.
d. Penerapan gizi kerja.
e. Peningkatan Kesehatan fisik dan mental.
Standar Kesehatan Kerja dalam upaya penanganan penyakit meliputi:
a. Pertolongan pertama pada cidera atau sakit yang terjadi di tempat kerja dan wajib
dilaksanakan di tempat kerja.
b. Diagnosis dan tata laksana penyakit, dilakukan terhadap penyakit akibat kerja dan bukan
penyakit akibat kerja, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penanganan kasus kegawar daruratan medik dan/atau rujukan, meliputi penanganan
lanjutan setelah pertolongan pertama terhadap cidera, kasus keracunan dan gangguan
Kesehatan lainnya yang memerlukan tindakan segera, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Standar Kesehatan Kerja dalam upaya pemulihan Kesehatan meliputi:
a. Pemulihan medis yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan medis.
b. Pemulihan kerja yang dilaksanakan melalui program kembali bekerja.
Perusahaan atau pemeberi kerja dalam penyelenggaraan Kesehatan kerja harus disertakan
dukungan berupa:
a. Sumber daya manusia yang terdiri atas Tenaga Kesehatan dan Tenaga Non Kesehatan.
b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat berbentuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat
Pertama atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat lanjutan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Penyediaan fasilitas Kesehatan dapat dilaksanakan
melalui Kerjasama dengan pihak lain.

MODUL 01:
19 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
c. Peralatan Kesehatan Kerja berupa peralatan untuk pengukuran, pemeriksaan dan
peralatan lainnya termasuk alat pelindung diri sesuai dengan factor risiko/bahaya
keselamatan dan Kesehatan di tempat kerja.
d. Pencatatan dan Pelaporan yang disampaikan secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dalam rangka surveilans Kesehatan Kerja.

P. KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI TENAGA KERJA DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR:
KEP.174/MEN/1986 DAN NOMOR: 104/KPTS/1986 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA PADA TEMPAT KEGIATAN KONSTRUKSI
Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang melibatkan bahan bangunan, peralatan,
penerapan teknologi dan tenaga kerja, dapat merupakan sumber terjadinya kecelakaan kerja
serta pertimbangan bahwa tenaga kerja dibidang kegiatan konstruksi selaku sumber daya yan
dibutuhkan bagi kelanjutan pembangunan, perlu memperoleh perlindungan keselamatan kerja,
khususnya terhadap ancaman kecelakaan kerja.
Sebagai persyaratan teknik pelaksanaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan, maka
ditetapkan sebagai petunjuk umum berlakunya Buku Pedoman Pelaksanaan tetang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, yang selanjutnya disebut Buku Pedoman.
Setiap Pengurus Kontraktor, Pemimpin Pelaksanaan Pekerjaan atau Bagian Pekerjaan dalam
pelaksanaan kegiatan konstruksi, wajib memenuhi syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan
Kerja seperti ditetapkan dalam Buku Pedoman tersebut.

Q. PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR: PER.04/MEN/1987 TENTANG PANITIA PEMBINA


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA TATA CARA PENUNJUKAN AHLI KESELAMATAN
KERJA
Untuk mencegah terjadinya gangguan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dalam rangka
peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja, perlu penerapan keselamatan kerja, higene
perusahaan dan kesehatan kerja di perusahaan-perusahaan, berkenaan dengan hal tersebut,
perusahan perlu memiliki Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk membantu
pimpinan perusahaan dalam penerapan keselamatan kerja, higene perusahaan dan Kesehatan
Kerja. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut P2K3 ialah
badan pembantu di tempat kerja yang meruakan wadah kerjasama antara pengusaha dan
pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam
penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.

MODUL 01:
20 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
Setiap tempat kerja dengan kriteria tertentu, pengusaha atau penguru wajib membentuk P2K3.
Kriteria yang dimaksud adalah:
a. tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan 100 orang atau
lebih.
b. tempat kerja dimana pengusaha atau pengurus mempekerjakan kurang dari 100
orang, akan tetapi menggunakan bahan, proses dan instalasi yang mempunyai
risiko yang besar akan terjadinya peledakan, kebakaran, keracunan dan
penyinaran radioaktif
Keanggotaan P2K3 terdiri dari unsur pengusaha dan pekerja yang susunannya terdiri dari Ketua,
Sekretaris dan Anggota. Sekretaris P2K3 ialah Ahli Keselamatan Kerja dari perusahaan yang
bersangkutan. P2K3 ditetapkan oleh Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya atas usul dari
pengusaha atau pengurus yang bersangkutan. P2K3 mempunyai tugas memberikan saran dan
pertimbangan baik diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah
keselamatan dan kesehatan kerja.
Setiap pengusaha atau pengurus yang akan mengangkat Ahli Keselamatan Kerja harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri. Untuk menunjuk Ahli Keselamatan
Kerja, Menteri membentuk Tim Penilai yang secara fungsional diketuai oleh Direktur Jenderal
Bina Hubungan Ketenagakerjaan dan Pengawasan Norma Kerja dan anggotanya terdiri dari
pejabat Departemen Tenaga Kerja dan Instansi atau Badan atau Lembaga di Luar Departemen
Tenaga Kerja yang dipandang perlu.

R. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 21 TAHUN 2019
TENTANG PEDOMAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN KONSTRUKSI
Pedoman sistem manajemen keselamatan konstruksi diperlukan untuk mewujudkan tertib
penyelenggaraan Jasa Konstruksi yang sesuai dengan standar keamanan, keselamatan, kesehatan,
keberlanjutan dan memenuhi aspek pembinaan serta pengawasan keselamatan konstruksi secara
nasional. Keselamatan Konstruksi adalah segala kegiatan keteknikan untuk mendukung Pekerjaan
Konstruksi dalam mewujudkan pemenuhan standar keamanan, keselamatan, kesehatan dan
keberlanjutan yang menjamin keselamatan keteknikan konstruksi, keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja, keselamatan publik dan lingkungan. Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi
yang selanjutnya disebut SMKK adalah bagian dari sistem manajemen pelaksanaan Pekerjaan
Konstruksi dalam rangka menjamin terwujudnya Keselamatan Konstruksi.

MODUL 01:
21 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
Setiap Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi harus
menerapkan SMKK. Penyedia Jasa yang harus menerapkan SMKK merupakan Penyedia Jasa yang
memberikan layanan:
a. konsultansi manajemen penyelenggaraan konstruksi;
b. Konsultansi Konstruksi pengawasan; dan
c. Pekerjaan Konstruksi.
SMKK harus memenuhi standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan dengan
harus memperhatikan:
a. keselamatan keteknikan konstruksi;
b. keselamatan dan kesehatan kerja;
c. keselamatan publik; dan
d. keselamatan lingkungan
Biaya penerapan SMKK harus dimasukkan pada daftar kuantitas dan harga dengan besaran biaya
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pengendalian dalam RKK dan menjadi bagian dari RKK.
Biaya penerapan SMKK paling sedikit mencakup rincian:
a. penyiapan RKK.
b. sosialisasi, promosi, dan pelatihan.
c. Alat Pelindung Kerja dan Alat Pelindung Diri.
d. asuransi dan perizinan.
e. Personel Keselamatan Konstruksi.
f. fasilitas sarana, prasarana, dan alat Kesehatan.
g. rambu- rambu yang diperlukan.
h. konsultasi dengan ahli terkait Keselamatan Konstruksi.
i. kegiatan dan peralatan terkait dengan pengendalian Risiko Keselamatan Konstruksi.
Rincian kegiatan tersebut di atas merupakan barang habis pakai dan Konsultasi dengan ahli terkait
Keselamatan Konstruksi tidak diharuskan bagi Pekerjaan Konstruksi dengan Risiko Keselamatan
Konstruksi kecil.

S. INSTRUKSI MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 02/IN/M/2020


TENTANG PROTOKOL PENCEGAHAN PENYEBARAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 DALAM
PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI
upaya pencegahan COVID-19 serta mempertimbangkan adanya penetapan wabah Corona sebagai
Kejadian Luar Biasa (KLB) oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia perlu dilakukan upaya
pencegahan penyebaran dan dampak COVID-19 dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi. protokol

MODUL 01:
22 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
Pencegahan Penyebaran COVID-19 dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi bagi Pengguna Jasa
dan Penyedia Jasa, yang merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan untuk mewujudkan
keselamatan konstruksi termasuk keselamatan dan kesehatan kerja, keselamatan publik, dan
keselamatan lingkungan pada setiap tahapan penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Covid-10 yang dibentuk oleh Pejabat Pembuat
Komitmen Proyek yang menjadi bagian dari Unit Keselamatan Konstruksi (UKK), terdiri dari paling
sedikit 5 orang :
a. 1 orang Ketua merangkap anggota
b. 4 orang anggota yang mewakili Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa
Satgas Pencegahan COVID-19 memiliki tugas, tanggung jawab, dan kewenangan untuk melakukan:
a. Sosialisasi.
b. pembelajaran (edukasi)
c. promosi teknik
d. metode/pelaksanaan pencegahan COVID-19 di lapangan
e. berkoordinasi dengan Satgas Penanggulangan COVID-19 Kementerian PUPR melakukan
Identifikasi Potensi Bahaya COVID19 di lapangan
f. pemeriksaan kesehatan terkait potensi terinfeksi COVID-19 kepada semua pekerja dan
tamu proyek
g. pemantauan kondisi kesehatan pekerja dan pengendalian mobilisasi/demobilisasi pekerja
h. pemberian vitamin dan nutrisi tambahanguna peningkatan imunitas pekerja
i. pengadaan Fasilitas Kesehatan di lapangan.
j. melaporkan kepada PPK dalam hal telah ditemukan pekerja yang positif dan/atau
berstatus Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan merekomendasikan dilakukan
penghentian kegiatan sementara.

Gambar 2. Skema Protokol Pemcegahan Covid-19 dalam penyelenggaraan Jasa Konstruksi

MODUL 01:
23 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
T. PERATURAN-PERATURAN LAINNYA
Selain peraturan perundang-undangan yang telah diuraikan di atas, masih peraturan perundang-
undangan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan keselamatan dan Kesehatan kerja yang
mengatur lebih spesifik terhadap beberapa kegiatan yang diselenggarakan. Berikut adalah
beberapa peraturan yang dapat dijadikan pedoman dalam berbagai penyelenggaraan
keselamatan dan Kesehatan kerja di tempat kerja.
Tabel 1. Daftar Peraturan Perundang-undangan lainnya

No. Peraturan Tentang


1 Pemenakertrans No. PER.01/MEN/1980 K3 Pada Konstruksi Bangunan
2 Pemenakertrans No. PER.02/MEN/1980 Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
3 Pemenakertrans No. PER.04/MEN/1980 Syarat-syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan
4 Pemenakertrans No. PER.01/MEN/1981 Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
5 Pemenakertrans No. PER.03/MEN/1982 Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
6 Permenaker No.3/Men/1985 K3 Pemakaian Asbes
7 Permenaker No. PER.05/MEN/1985 Pesawat Angkat dan Angkut
8 Permenaker No.3/Men/1986 Syarat K3 di Tempat Kerja Yang Mengelola
Pestisida
9 Permenaker No.4/Men/1987 Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan
Ahli Keselamatan Kerja
10 Permenaker No.4/Men/1987 Kwalifikasi dan Syarat-Syarat Operator
Pesawat Uap
11 Permenaker No.2/Men/1992 Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan
Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
12 SE Menaker No. SE- 1 tahun 1997 Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja
13 Permenaker No.3/Men/1998 Tata Cara dan Pemeriksaan Kecelakaan
14 Kep. Menkes. Persyaratan Kesehatan Lingkungan
No. 261/MENKES/SK/II/1998
15 Permenaker No.3/Men/1999 Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Lift Untuk Pengangkutan Orang dan
Barang
16 Kep. Menaker No. Per. 51/Men/1999 Faktor Fisika di Tempat Kerja
17 Kepmenaker No.187/Men/1999 Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya di
Tempat Kerja
18 Permenakertran. Alat Pelindung Diri
No. Per.13/MEN/X/2011
19 Permenakertran. Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
No. Per.13/MEN/X/2011 Kimia di Tempat Kerja
20 Permen KLH No. 05 tahun 2012 Jenis Rencana Kegiatan Yang Wajib Memiliki
Amdal
21 Lan lain-lain …..
Selain Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia,
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi perlu juga mengacu kepada Standar-Standar tertentu baik

MODUL 01:
24 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
yang berlaku secara Internasional maupun Standar Nasional Indonesia yang berlaku. Beberapa
Standar yang digunakan tersebut diantaranya adalah:

a. SNI: 15-2049-2004, Persyaratan Umum tentang Semen Portland

b. SNI: 04-0225-2000, Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011)

c. SNI: 03-2396-2001, Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Alami pada Bangunan
Rumah dan Gedung.

d. SNI: 03-28232-1992, Metode Pengujian Kuat Lentur Beton Memakai Gelagar Sederhana
dengan Sistem Beban Titik di Tengah

e. SNI: 2847: 2013, Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung

f. SNI: 2833: 2008, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan

g. Dan lain sebagainya ….

MODUL 01:
25 PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN K3 KONSTRUKSI
MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

MODUL 02

DASAR-DASAR
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(K3) KONSTRUKSI

PUSAT PEMBINAAN PELATIHAN DAN SERITIKASI MANDIRI


Jl. Pluit Raya Kav. 12 Blok A.5, Penjaringan, Jakarta Utara, (14440)
Telp. +62-21-6622925 ext. 146
Email: p3s@p3sm.or.id website: https://p3sm.or.id/
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
A. Pendahuluan 2
B. Urgensi Penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di bidang Konstruksi 3
1. Accident Free 3
2. Business Interruption 4
3. Compliance With Law 4
4. Costumer Satisfaction 4
C. Arti dan Makna Keselamatan dan Kesehatan Kerja 5
D. Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 8
1. Pendekatan Filosofis 8
2. Pendekatan Kemanusiaan 9
3. Pendekatan Ekonomi 10
4. Pendekatan Hukum 11
5. Pendekatan Keilmuan 12
E. Sasaran Keselamatan Konstruksi 13
F. Potensi Bahaya dan Kecelakaan Kerja 14
1. Potensi Bahaya Faktor Manusia 16
2. Potensi Bahaya Faktor Lingkungan 17
3. Potensi Bahaya Faktor Peralatan 18
G. Dampak Kecelakaan Kerja Konstruksi 19
1. Dampak Kecelakaan Kerja 19
2. Pentingnya Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi 22
H. Lima Masalah Strategis Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia 25

MODUL 02:
1 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
A. PENDAHULUAN
Penyelenggaraan kegiatan konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun
prasarana yang meliputi pembangunan gedung (building construction), pembangunan prasarana
sipil (Infrastructure) dan instalasi mekanikal serta elektrikal dalam satu kesatuan proses produksi.
Pekerjaan konstruksi memiliki sifat yang khusus dan disebut sebagai proyek konstruksi, ciri-ciri
pekerjaan proyek konstruksi adalah sebagai berikut:
a. Lokasi selalu berpindah
b. Lingkungan kerja terbuka dan tertutup
c. Pelaksanaan secara komprehensif
d. Penggunaan peralatan baik yang manual maupun yang modern
Pekerjaan proyek konstruksi di Indonesia pada umum masih bersifat padat karya dimana
kebutuhan akan tenaga kerja konstruksi dalam jumlah besar dengan ciri-ciri tenaga kerja
konstruksi sebagai berikut:
a. Pekerja musiman, hal ini dikarenakan sifat dari pekerjaan proyek yang membutuhkan
jumlah tenaga kerja bervariasi setiap tahapan dengan kompetensi tenaga kerja yang
beragam sesuai dengan jenis pekerjaannya, sehingga hubungan kerja antara pemberi
kerja dengan tenaga kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja mengikuti kebutuhan kegiatan
yang dilaksanakan sehingga hubungan antara pemberi kerja dengan tenaga kerja bersifat
hubungan kerja waktu tertentu.
b. Tenaga kerja konstruksi sebagian besar memiliki Pendidikan rendah dan mengandalkan
kekuatan fisik dari tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaan. Penggunaan peralatan
mekanis telah banyak digunakan sebagai pengganti tenaga kerja seperti peralatan angkat
dan angkut maupun peralatan-peralatan lainnya.
c. Dengan rata-rata Pendidikan tenaga kerja konstruksi yang rendah, pengetahuan terhadap
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga masih rendah sehingga membutuhkan
pengawasan yang lebih intensif dalam pelaksanaan pekerjaannya.
d. Fasilitas kerja pada umumnya juga masih relatif minim, hal ini dikarenakan lokasi tempat
kerja membutuhkan fasilitas penunjang yang bersifat sementara dan akan dibongkar
setelah pekerjaan konstruksi selesai.
Kondisi di atas mengakibatkan tingkat kecelakaan kerja pada sektor konstruksi lebih tinggi jika
dibandingkan jumlah kecelakaan kerja disektor lainnya. Berdasarkan data International Labour
Organization (Organisasi Perburuhan Internasional) yang merupakan organisasi di bawah
Koordinasi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) menyatakan bahwa kecelakaan kerja pada sektor

MODUL 02:
2 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
konstruksi menempati urutan teratas yaitu sebesar 31,9% lebih tinggi dari sektor industry sebesar
31.6% dan sektor-sektor usaha lainnya.

B. URGENSI PENYELENGGARAAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI BIDANG KONSTRUKSI


1. Accident Free
Pada dasarnya tidak ada seorangpun maupun badan hukum yang ingin mengalami terjadinya
kecelalaan di tempat kerja. Untuk itulah maka dalam penyelenggaraan usaha perlu dilakukan
dengan memperhatikan factor-faktor yang dapat mencegah terjadinya kecelakaan di tempat
kerja melalui penerapan berbagai metode dan upaya-upaya pencegahan atau pengendalian
risiko yang mungkin dapat terjadi.
Dalam rangka untuk menciptakan lingkungan kerja yang terbebas dari kecelakaan kerja,
Pemerintah menyelenggarakan Program Zero Accident (Kecelakaan Nihil) yaitu pemberian
tanda penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja kepada Manajemen Perusahaan yang
telah berhasil dalam melaksanakan program K3 sehingga tercapai nihil kecelakaan.
Penghargaan ini diberikan kepada perusahaan yang telah berhasil mencegah terjadinya
kecelakaan kerja di tempat kerja dan tanpa menghilangkan waktu kerja. Ketentuan dalam
pemberian penghargaan zero accident adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan Besar yang tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan
waktu kerja berturut-turut selama 3 tahun atau telah mencapai 6.000.000 (enam juta)
jam kerja tampa kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu kerja.
b. Perusahaan menengah yang tidak mengalami kecelakaan kerja yang menghilangkan
waktu kerja berurut-turut selama waktu 3 tahun atau telah mencapai 1.000.000 (satu
juta) jam kerja tanpa terjadi kecelakaan yang menghilangkan waktu kerja.
c. Perusahaan Kecil yang tidak mengalami terjadinya kecelakaan kerja yang
menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama waktu 3 tahun atau telah mencapai
300.000 (tiga ratus ribu) jam kerja tanpa kecelakaan kerja yang menghilangkan waktu
kerja.
d. Perusahaan Sektor Konstruksi yaitu Kontraktor Utama yang telah selesai
melaksanakan pekerjaan konstruksi tanpa terjadi kecelakaan kerja yang
menghilangkan waktu kerja dengan waktu pelaksanaan kegiatan minimal 1 tahun.
Perusahaan Sub-Kontraktor merupakan pendukung data bagi perusahaan Kontraktor
Utama. Apabila terjadi kecelakaan kerja yang menhilangkan waktu kerja baik pada
perusahaan Kontraktor Utama maupun pada Perusahaan Sub-Kontraktornya, maka

MODUL 02:
3 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
seluruh jam kerja tanpa kecelakaan yang dimilikinya akan menjadi 0 (nol) secara
Bersama-sama.

2. Business Interruption
Kecelakaan kerja akan memberikan dampak yang beragam tergantung dari tingkat risiko yang
terjadi dan dapat mengakibatkan kerusakan harta benda, cidera pada tubuh pekerja dan
bahkan dapat mengakibatkan kecacatan atau kematian baik terhadap tenaga kerja maupun
masyarakat di sekitar lokasi pekerjaan. Heinrich mendefinisikan kecelakaan sebagai kejadian
yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau yang berpotensi menyebabkan merusak
lingkungan. Selain itu kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak terencana dan tidak
terkendali akibat dari suatu tindakan atau reaksi suatu objek, bahan, orang atau rediasi yang
mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat lainnya.
Kemungkinan yang terjadi sebagai akibat dari kecelakaan kerja adalah terganggunya proses
usaha, baik dikarenakan hilangnya waktu kerja atau kerugian materi akibat kerusakan
peralatan, kerusakan materi atau kerusakan lingkungan yang wajib dipulihkan kembali oleh
perusahaan. Guna menghindari kemungkinan terganggunya usaha akibat dari terjadinya
kecelakaan tersebut, maka Perusahaan harus memastikan bahwa seluruh potensi bahaya dan
risiko yang mungkin terjadi dapat dilakukan pencegahan dan pengendalian.

3. Compliance With Law


Peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan upaya dari Pemerintah dalam
menyelenggarakan seluruh kegiatan usaha dengan memperhatikan dan mentaati peratuan
tentang penyelenggaraan penjaminan dan perlindungan terhadap berbagai kemungkinan
bahaya dan risiko yang dapat terjadi ditempat kerja.
Perusahaan wajib mematuhi dan mentaati peraturan-peraturan yang terkait dengan
penyelenggaraan K3 melalui pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) yang merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan.
Pemerintah memiliki tugas dan kewenangan untuk mewajibkan kepada perusahaan untuk
melaksanakan semua ketentuan dalam peraturan perundang-undangan khususnya yang
terkait dengan penyelenggaraan keselamatan dan Kesehatan kerja serta memiliki kwenangan
untuk memberikan sanksi terhadap siapa saja yang tidak melaksanakan peraturan perundang-
undangan tersebut baik sanksi administrative maupun sanksi pidana sesuai dengan ketentuan
yang tercantum pada peraturan perundang-undangan.

4. Constumer Satifaction
Kesadaran akan pentingnya pelaksanaan keselamatan dan Kesehatan kerja juga dapat muncul
dari pengguna jasa atau pemberi kerja. Guna memastikan calon mitra kerja dapat

MODUL 02:
4 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
menyelenggarakan kegiatan dengan memenuhi persyaratan keselamatan dan Kesehatan
kerja, maka Pengguna Jasa atau pemberi kerja memberikan persyaratan berupa kompetensi
dalam melaksanakan sistem manajemen keselamatan dan Kesehatan kerja.
Salah satu pembuktian terhadap pelaksanaan keselamatan dan Kesehatan kerja di lingkungan
kerja maka perusahaan dapat mengajukan sertifikasi Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3). Penilaian atas pelaksanaan SMK3 di tempat kerja diselenggarakan
oleh Lembaga penilai yang diberi kewenangan untuk melakukan asesmen terhadap
pemenuhan persyaratan-persyaratan pelaksanaan SMK3 dan memberikan Sertifikat SMK3
kepada Perusahaan yang dinilai telah memenuhi persyaratan. Untuk menjaga keberlanjutan
penyelenggaraan SMK3 tersebut maka secara berkala diselenggarakan Audit, baik Audit
Internal maupun Audit Eksternal.

C. ARTI DAN MAKNA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan instrument dalam upaya untuk melindungi
pekerja, perusahaan, lingkungan hidup serta masyarakat yang ada disekitarnya dari berbagai
ancaman bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan terhadap pekerja tersebut merupakan hak
asasi yang wajib dipenuhi oleh tempat kerja atau perusahaan yang memberikan pekerjaan,
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan cara untuk mencegah, mengurangi sampai dengan
menghilangkan potensi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam bidang ilmu Kesehatan berserta dengan prakteknya
yang memiliki tujuan agar pekerja dan/atau masyarakat pekerja mampu mencapai derajat
Kesehatan yang setinggi-tingginya, baik dari aspek fisik, mental, spritiual maupun sosial melalui
upaya-upaya pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif) terhadap berbagai penyakit-
penyakir dan gangguan-gangguan Kesehatan yang diakibatkan oleh factor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum lainnya. Kesehatan kerja memiliki sifat
sebagai berikut:
a. Sasarannya adalah manusia, yaitu bagaimana agar Kesehatan manusia dapat terlindungi
atau terjaga dari gangguan-gangguan yang dapat mengakibatkan timbulnya penyakit
akibat kerja.
b. Bersifat medis, yaitu digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang
yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan Kesehatan lainnya, tetapi juga mampu
menunjukkan kompetensinya dalam berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
Sehat pada tumbuh sangatlah menjadi sebuah harapan bagi seluruh makhluk hidup, tak
terkecuali para pekerja dan kondisi tubuh yang sehat merupakan hak asasi dari setiap

MODUL 02:
5 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
orang yang bekerja disuatu lapangan pekerjaan atau tempat kerja, sehingga kondisi
tempat kerja harus mampu mendukung upaya pekerja untuk tetap dapat menjaga
kesehatannya.
Keselamatan kerja adalah kondisi dimana pekerja dapat melaksanakan kegiatan pekerjaannya
tanpa terjadi insiden atau kecelakaan yang dapat mengakibatkan kerugian baik terhadap tubuh
manusia dalam bentuk cidera, catat atau bahkan kematian dan kerugian harta benda yang dapat
terjadi dalam bentuk kerusakan peralatan kerja atau kerusakan material kerja. Keselamatan
berkaitan dengan penggunaan peralatan (mesin, pesawat, alat kerja), bahan (material) dan proses
pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut:
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja, yaitu upaya untuk memberikan kondisi lingkungan
kerja yang aman dengan melakukan pengendalian risiko yang dapat mengakibatkan
terjadinya kecelakaan kerja.
b. Bersifat teknis, kecelakaan kerja merupakan suatu kondisi yang terjadi sebagai akibat dari
adanya kontak dengan energi, yang bisa disebabkan oleh peralatan kerja yang tidak
terlindungi, material atau bahan yang berbahaya, kondisi lingkungan kerja yang tidak
aman serta perilaku dari manusia atau pekerja yang tidak aman.
Dalam rangka memasyarakatkan usaha Keselamatan dan Kesehatan Kerja maka perlu diberikan
identitas berupa berdera Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana tertuang dalam
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP.1135/MEN/1987 tentang Bendera Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, yang berisikan:
a. Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan warna dasar putih dan
berlambangkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta logo “Utamakan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja”.
b. Lambang Keselamatan dan Kesehatan kerja berbentuk palang berwarna hijau dilingkari
dengan roda bergerigi sebelas berwarna hijau.
Ketentuan tentang bendera Keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
a. Bentuk : segi empat
b. Warna : Putih
c. Ukuran : 900 x 1350 mm
d. Lambang dan logo terletak bolak balik pada kedua muka bendera dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Bentuk : palang dilingkari roda bergerigi sebelas berwarna hijau
Letak : titik pusat 390 mm dari pinggir atas

MODUL 02:
6 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
Ukuran : roda bergerigi R1 = 300 mm
R2 = 235 mm
R3 = 160 mm
Tebal ujung gigi : 55 mm
Tebal pangkal gigi : 85 mm

Jarak gigi : 32073’


Palang hijau : 270 x 279 mm
Tebal Palang hijau : 90 mm
2. Logo : UTAMAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA berwarna
hijau dengan ukuran sebagai berikut:
 Tinggi huruf : 45 mm
 Tebal huruf : 6 mm
 Panjang kata “UTAMAKAN” : 360 mm
 Panjang kata “KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA” : 990 mm
 Jarak antara baris atas dan bawah : 72 mm
 Jarak baris bawah dengan pinggir bawah bendera : 75 mm

Gambar 1. Bendera Keselamatan dan Keseharan Kerja


Arti dan makna dari Lambang pada Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai
berikut:
 Palang : bebas dari kecelakaan dan sakit akibat kerja
 Roda gigi : bekerja dengan kesegaran jasmani dan rohani
 Warna Putih : bersih dan suci
 Warna Hijau : Selamat, Sehat dan Sejahtera
 Sebelas gerigi roda : 11 (sebelas) Bab dalam Undang Undang Keselamatan Kerja

MODUL 02:
7 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
Dalam melakukan pemasangan Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja
memiliki ketentuan sebagai berikut:
1. Tempat:
1. Apabila berdampingan dengan bendera nasional (bendera Merah Putih) harus
dipasang pada tiang sebelah kiri daripada tiang bendera nasional, atau
2. Dipasang pada gerbang masuk ke halaman perusahaan atau pabrik tempat kerja, atau
3. Dipasang pada pintu utama bangunan kantor dan/atau pabrik, atau
4. Di depan kantor Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) atau Safety
Department jika ada.
2. Tinggi tiang tidak boleh lebih tinggi dari tiang bendera nasional (bendera Merah Putih).
3. Waktu pemasangannya satu tiang penuh selama ada kegiatan di tempat kerja.

D. PENDEKATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


Menurut International Labour Organization (ILO) Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau
Occupational Safety and Health adalah upaya meningkatkan dan memelihara derajat tertinggi
semua pekerjaan baik secara fisik, mental dan kesejahteraan sosial disemua jenis pekerjaan,
mencegah terjadinya gangguan Kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaan.
Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari tisiko yang timbul dari factor-faktor yang dapat
mengganggu Kesehatan, menempatkan dan memelihara pekerja dilingkungan kerja yang sesuai
dengan kondisi fisiologis dan prikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian antara
pekerjaan dan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.
Berbeda dengan ILO, Occupational Safety Health Administration (OSHA) mendefinisikan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah aplikasi ilmu dalam mempelajari risiko keselamatan
manusia dan property baik dalam industry maupun dalam kegiatan lainnya. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja merupakan multi disiplin ilmu yang terdiri atas ilmu fisika, kimia, biologi dan ilmu
perilaku dengan aplikasinya pada manufaktur, transportasi, penanganan material berbahaya dll.
Berdasarkan kedua definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dapat di definisikan sesuai dengan pendekatan tertentu.

1. Pendekatan Filosofis
Merupakan suatu upaya pemikiran dan penerapan yang ditujukan untuk menjamin keutuhan
dan kesempurnaan jasmani dan rohani tenaga kerja dan manusia pada umumnya, termasuk
hasil karya dan budayanya, untuk meningkatkan kesejahteraan kelangsungan pembangunan.
Setiap perusahaan atau organisaasi tentu memiliki visi dan misi yang menjadi landasan
spiritual dan landasan moral untuk mencapai tujuannya. Aspek Keselamatan dan Kesehatan

MODUL 02:
8 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
Kerja seharusnya menjadi bagian dari nilai-nilai yang dianur oleh suatu peruysahaan yang
peduli terhadap aspek keselamatan. Keberhasilan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam
perusahaan ditentukan oleh 4 faktor yang disebut 4P yaitu Philosophy, Policy, Procedures dan
Practices.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus didasarkan adanya landasan filosofi yang kuat agar
manajemen dan semua unsur yang terkait dengan visi, misi dan nilai-nilai yang dimiliki oleh
perusahaan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus menadi filosofi dasar perusahaan dalam
menjalankan usahanya, bukan semata untuk mencari keuntungan.
Selanjutnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja memerlukan adanya kebijakan (Policy) dari
manajemen puncak untuk memberikan arahan mengenai program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Kebijakan saja belum menjamin bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerjha
dapat dilaksanakan dengan baik, untuk itu dibutuhkan prosedur yang mengatur lebih detail
tentang tata cara dan Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melaksanakan pekerjaan
dan menjadi landasan operasional dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan kerja
selanjutnya adalah prosedur tersebut harus dijalan kan secara konsisten dan
berkesinambungan (practices) dan dilakukan tinjuan ulang secara berkala sebagai masukan
dalam pengembanga kebijakan selanjutnya.

2. Pendekatan Kemanusiaan
Kecelakaan kerja pada umumnya akan memiliki dampak langsung terhadap kerugian atau
penderitaan manusia yang menjadi korban dan juga keluarganya. Korban kecelakaan kerja
dapat mengalami cidera baik ringan maupun berat, mengalamai kecacatan dan bahkan
kehilangan nyawa korban. Pada umumnya dari suatu kecelakaan kerja terjadi karena adanya
factor kesalahan manusia atau pekerja. Namun kita tidak bisa hanya berhenti pada
kesimpulan bahwa suatu kecelakaan kerja yang terjadi adalah kesalahan manusia, harus digali
lebih jauh lagi adakah factor-faktor lain yang mungkin menjadikan pekerja tersebut berbuat
salah, sudah adakah prosedur kerja yang baik, sudahkan peralatan kerja yang aman,
bagaimana dengan factor lingkungan kerja dan lain sebagainya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja memiliki tujuan utama untuk memberikan perlindungan
terhadap manusia baik tenaga kerja maupun masyarakat yang terkena dampak dari kegiatan
usaha yang dilakukan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan bagian dari Hak Asasi
Manusia (HAM) sebagaimana tercantum pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada Pasal
27 ayat (2). Setiap perusahaan atau pemberi pekerjaan memiliki tanggung jawab untuk
memberikan perlindungan yang cukup kepada seluruh tenaga kerja dan masyarakat pada
umumnya dari berbagai potensi bahaya yang dapat mencederai pekerja atau manusia pada

MODUL 02:
9 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
umumnya. Permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dapat dilihat sebagai tanggung
jawab moral untuk melindungi keselamatan dan Kesehatan sesame manusia. Keselamatan
bukan hanya memenuhi persyaratan yang tercantum di dalam peraturan perundang-
undangan semata, tetapi merupakan tanggung jawab moral setiap pelaku usaha untuk
melindungi keselamatan pekerjanya.

3. Pendekatan Ekonomi
Manfaat Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga dapat dilihat dari pendekatan ekonomi atau
finansial. Salah satu dampak dari terjadinya kecelakaan kerja adalah timbulnya kerugian yang
bisa menjadi sangat besar bagi perusahaan. Banyak diantara perusahaan yang mengalami
kecelakaan kerja berdampak terhadap kebangkrutan dari perusahaan tersebut. Dampak
ekonomi dari K3 dapat dilihat dari sisi produktivitas dan pengendalian kerugian (loss control).
Kecelakaan mempengaruhi produktivitas suatu perusahaan, karena dalam proses produksi,
produktivitas ditopang oleh 3 pilar utama yaitu kualitas, kuantitas dan keselamatan. Ketiga
pilar tersebut harus berjalan seimbang agar produktivitas dapat dicapai.
Proses dan produk mempunyai persyaratan dari sisi kualitas (mutu) dan kuantitas yang
ditetapkan dalam setiap pekerjaan, hal ini menyangkut spesifikasi teknis, ukuran, volume,
kapasitas produksi atau waktu yang diperlukan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan.
Produktivitas tidak dapat dianggap berhasil jika pekerja tersebut hanya memperhatikan unsur
kualitasnya saja, tetapi dari sisi kuantitas dari pekerjaan harus diperhatikan. Namun kedua
factor tersebut belum dapat dianggap berhasil dalam memenuhi produktivitas kerja.
Produktivitas kerja tidak akan dapat tercapai jika dalam proses produksi tersebut terjadi atau
timbul kecelakaan kerja atau kerusakan yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas hasil
pekerjaan. Pekerjaan harus dilakukan ndengan aman tanpa ada insiden atau kecelakaan kerja
yang dapat menimbulkan biaya dan kehilangan waktu kerja serta potensi kerusakan baik
peralatan maupun material pada proses produksi tersebut.
Konsep tersebut merupakan rumusan dari Sistem Manajemen Mutu yang terdiri dari enam
unsur, yaitu:
 Kualitas produk
 Kualitas penyerahan
 Kualitas biaya
 Kualitas pelayanan
 Kualitas moral
 Kualitas Keselamatan dan Kesehatan kerja

MODUL 02:
10 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
Berdsasarkan elemen kualitas tersebut di atas, Nampak bahwa tanpa usaha Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang baik, maka proses pencapaian mutu tidak akan dapat dicapai,
Keselamatan dan Kesehatan Kerja berperan dalam memberikan jaminan keamanan proses
produksi sehingga pada akhirnya pencapaian produktivitas kerja dapat terwujud.
Keselamatan dan Kesehatan kerja merupakan instrument yang memproteksi pekerja,
perusahaan, lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Keselamatan dan Kesehatan kerja bertujuan mencegah, mengurangi bahkan menihilkan risiko
kecelakaan kerja (Zero Accident). Penerapan konsep ini tidak dapat danggap sebagai upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya
(cost) bagi perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka Panjang
yang memberikan keungungan yang berlimpah dimasa yang akan datang.

4. Pendekatan Hukum
Pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa dan negara
termasuk di dalamnya adalah warga negara terhadap berbagai gangguan yang dapat
mengancam keselamatan dan bahkan jiwa atau kehidupannya. Sebagaimana tertuang dalam
UUD 1945 pada Pasal 27 ayat (2) bahwa Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut mengandung arti bahwa Negara
wajib menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia utuk dapat bekerja dan menjalani kehidupan
yang layak.
Dalam menjalan amanat UUD tersebut terutama dalam melindungi tiap-tiap warga negara
terkait keselamatannya, maka Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan dalam
bentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak dan kewajiban baik
kepada tenaga kerja mupun pengusaha dalam menyelenggarakan keselamatan dan
Kesehatan kerja di lingkungan kerja. Peraturan perundang-undangan tersebut merupakan
sebuah perintah yang harus dilaksanakan dan akan memdapatkan kosekuensi hukum bagi
barang siapa saja yang tidak mentaati atau melanggar dari ketentuan-ketentuan yang
terdapat di dalam peraturan tersebut.
Salah satu peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
adalah Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang menjadi pedoman bagi perusahaan dalam
menyelenggarakan dan menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
tersebut sebagai sebuah sistem yang merupakan bagian dari Sistem Manajemen di dalam
Perusahaan tersebut.

MODUL 02:
11 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
Keselamatan dan Kesehatan Kerja baru menjadi perhatian utama pada tahun 70-an searah
dengan semakin ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional
(manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong pemerintah melakukan regulasi dalam
bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1070 tentang Keselamatan Kerja, sedangkan peraturan
perundang-undangan ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU Nomor 12 Tahun 1948 tentang
Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
tidak menyatakan secara eksplisit konsep Keselamatan dan Kesehatan kerja yang
dikelompokkan sebagai norma kerja.Setiap tempat kerja atau perusahaan harus
melaksanakan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Tempat kerja dimaksud
berdimensi sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di
permukaan tanah, dalam air, di udara maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam konteks di atas adalah sesuai
dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 Tahun 1992 tentang Perkerataapian, UU
No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992
tentang Penerbangan beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Selain sekor
perhubungan di atas, regulasi yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja juga
dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri
manufaktur (pabrik), perikanan, dan lain-lain.Di era globalisasi saat ini, pembangunan nasional
sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti hak-hak asasi manusia (HAM),
lingkungan hidup, kemiskinan, dan buruh. Persaingan global tidak hanya sebatas kualitas
barang tetapi juga mencakup kualitas pelayanan dan jasa. Banyak perusahaan multinasional
hanya mau berinvestasi di suatu negara jika negara bersangkutan memiliki kepedulian yang
tinggi terhadap lingkungan hidup. Juga kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat
miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli terhadap Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, menempatkan ini pada urutan pertama persyaratan investasi

5. Pendekatan Keilmuan
Sejarah ilmu Keselamatan dan Kesehatan kerja diawali dengan munculnya perkembangan
industri dalam skala besar. Pada masa lalu, alat-alat kerja sangat sederhana sehingga
kecelakaan kerja pun relatif lebih kecil. Namun, saat ini alat-alat produksi sudah semakin
canggih dan rumit sehingga memperbesar risiko terjadinya kecelakaan kerja. Hal inilah yang
kemudian mengembangkan keilmuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) hingga seperti
sekarang.

MODUL 02:
12 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah ilmu dan seni yang terdiri dari serangkaian metoda-
metoda dalam melakukan intervensi terhadap sistem kerja sehingga menjamin keamanan dan
kesehatan setiap sistem kerja yang dijalankan baik bagi pekerja, peralatan, maupun bagi
lingkungan (Modjo,2009). Ilmu K3 bukanlah ilmu dasar, namun ia adalah ilmu campuran yang
meliputi:
 Ilmu Kimia dan fisika, yang akan membantu untuk menjelaskan apakah suatu
substansi/zat berbahaya atau tidak. Misalnya: listrik, ledakan, material yang mudah
terbakar, asam, dan lain-lain
 Ilmu biologi (termasuk toksikologi, hygiene dan kedokteran), yang akan menjelaskan
komposisi dan proses suatu organisme hidup. Misalnya: efek dari organisme
berbahaya, respons tubuh terhadap substansi tertentu, pertolongan pertama, dan
lain-lain
 Teknik, yang akan memberikan dasar untuk membuat lingkungan kerja yang aman.
Misalnya: pemberian tombol emergency pada mesin, desain yang ergonomis, serta
perlindungan terhadap kebakaran
 Psikologi, yang akan menjelaskan perilaku dari individu. Misalnya: dampak stress
pekerjaan, perilaku memakai APD, keterlibatan dalam kegiatan K3, dan lain-lain
 Sosiologi, yang akan menjelaskan perilaku seseorang dalam sebuah kelompok.
Misalnya: proses manajemen, pola bekerja, komunikasi dalam organisasi, dll
 Hukum, yang akan memberikan pengetahuan tentang apa yang harus atau tidak boleh
dilaksanakan. Misalnya: SMK3, OHSAS, Perda lokal, dll

E. SASARAN KESELAMATAN KONSTRUKSI


Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertujuan untuk menciptakan kondisi lingkungan kerja yang
aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan dengan memelihara kesehatan dan
keselamatan, keamanan dan keselamatan tenaga kerja di dalam perusahaan untuk dapat
mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan pada akhirnya
dapat meningkatkan sistem efisiensi dan produktivitas kerja. Jadinya kerja keluarga pekerja
konsumen dan kesejahteraan manusia yang bekerja bisa terjaga. Mereka juga terpengaruh kondisi
lingkungan kerja yang mementingkan keselamatan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, maka dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa kewajiban dalam menyelenggarakan Keselamatan Kerja di tempat
kerja memiliki suatu sasaran yang ingin dicapai yaitu:
1. Menjamin Keselamatan pekerja dan orang lain

MODUL 02:
13 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
2. Menjamin keamanan peralatan yang digunakan.
3. Menjamin proses produksi yang aman dan lancer.
Pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan memiliki ciri yang khusus dan berbeda dengan bidang
pekerjaan lainnya untuk itu dalam mewujudkan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi harus
mengikuti Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan (K4) untuk itulah dalam
mengembangkan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi telah ditetapkan sasaran
keselamatan konstruksi yaitu:
1. Menjamin dipenuhinya standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan
dalam Perencanaan, Perancangan dan Pelaksanaan Konstruksi.
2. Melindungi Keselamatan dan Kesehatan Kerja para pekerja dan orang lain di tempat kerja
konstruksi (formal dan informal).
3. Menjamin setiap material dan alat konstruksi dapat digunakan dengan selamat, sehat,
efisien dan efektif.
4. Menjamin proses konstruksi dapat berjalan dengan lancar.
5. Menjamin produk konstruksi dapat digunakan, dirawat dan dibongkar dengan cara yang
selamat dan efisien.

F. POTENSI BAHAYA DAN KECELAKAAN KERJA


Pemahaman terhadap bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan hal yang paling
mendasar dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, bahaya perlu diidetifikasi sebagai
langkah awal dalam menentukan tindakan apa yang harus direncanakan atau dilakukan untuk
mengendalikan bahaya yang sesuai di tempat kerja.
ISO 4500 mendefinisikan bahaya adalah sumber yang dapat menyebabkan cidera atau penyakit
akibat kerja (source with a potential to cause injury and ill health) sementara menurut OHSAS
18001 mendefinisikan bahaya sebagai sumber, kondisi atau tindakan yang berpotensi
menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Bahaya
adalah suatu keadaan yang memungkinkan atau berpotensi terhadap terjadinya kejadian
kecelakaan berupa cedera, penyakit, kematian, kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi
operasional yang telah ditetapkan (Tarwaka, 2008 ). Menurut Tarwaka (2014 ), potensi bahaya
adalah sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cedera, sakit,
kecelakaan, atau bahkan dapat menyebabkan kematian yang berhubungan dengan proses dan
sistem kerja.
Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Karena hadirnya bahaya

MODUL 02:
14 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
maka diperlukan upaya pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang
merugikan (Soehatman Ramli, 2010 ). Frank Bird-Loss Control Management dalam Ramli (2011 )
mendefinisikan bahwa bahaya merupakan sumber yang berpotensi menciderai manusia, sakit,
kerusakan properti, lingkungan ataupun kombinasinya. Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor
dalam hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan. Bahaya tersebut disebut
potensial, jika faktor-faktor tersebut belum mendatangkan kecelakaan (Suma’mur, 1996). Bahaya
merupakan kondisi yang memiliki potensi terjadinya kecelakaan dan kerusakan, bahaya
melibatkan risiko atau kesempatan yang berkaitan dengan elemen-elemen yang tidak diekatahui.
(Ashfal 1999, dalam Alfatiyah, 2017).
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor
keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada
gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin
sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang
mengacaukan proses yang telah diatur dfari suatu aktivitas dandapat menimbulkan kerugian baik
korban manusia dan atau harta benda (Depnaker, 1999:4). Kecelakaan kerja ( accident ) adalah
suatu kejadian atauperistiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak
hartabenda atau kerugian terhadap proses (Didi Sugandi, 2003 : 171). Kecelakaan Kerja adalah
sesuatu yang tidak terduga dan tidak diharapkan yang dapat mengakibatkan kerugian harta
benda, korban jiwa / luka / cacat maupun pencemaran. Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan
yang terjadi akibat adanya hubungan kerja, (terjadi karena suatu pekerjaan atau melaksanakan
pekerjaan). Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan
tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda tentunya hal
ini dapat mengakibatkan kerugian jiwa serta kerusakan harta benda. Dengan demikian menurut
definisi tersebut ada 3 hal pokok yang perlu diperhatikan :
1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak dikehendaki
2. Kecelakaan mengakibatkan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda
3. Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber energi yang melebihi
ambang batas tubuh atau struktur.
Faktor penyebab kecelakaan kerja bisa dibagi menjadi tiga, yaitu faktor manusia, faktor
lingkungan, dan faktor peralatan. Oleh karena itu, setiap orang yang terlibat dalam pekerjaan, baik
itu perusahaan yang mempekerjakan, pekerja, hingga orang-orang sekitar perlu memahami
prosedur keselamatan kerja.

MODUL 02:
15 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
1. Potensi Bahaya Faktor Manusia
Manusia merupakan salah satu sumber potensi bahaya, banyak kecelakaan kerja terjadi
dikarenakan oleh kesalahan manusia atau pekerja yang melakukan pekerjaan dengan tidak
aman (Unsafe Act). Kesalahan manusia tersebut dilatar belakangi oleh berbagai factor
diantaranya adalah:

a. Perilaku manusia
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perilaku manusia merupakan salah satu faktor
penyebab kecelakaan kerja. Sikap terhadap kondisi kerja, kecelakaan dan praktik kerja
yang aman bisa menjadi hal yang penting karena ternyata lebih banyak persoalan yang
disebabkan oleh pekerja yang ceroboh, dibandingkan dengan mesin-mesin atau karena
ketidakpedulian karyawan.
Pada satu waktu, pekerja yang tidak puas dengan pekerjaannya dianggap memiliki tingkat
kecelakaan kerja yang lebih tinggi. Namun demikian, asumsi ini telah dipertanyakan
selama beberapa tahun terakhir. Meskipun kepribadian, sikap karyawan, dan karakteristik
individual karyawan tampaknya berpengaruh pada kecelakaan kerja, namun hubungan
sebab akibat masih sulit dipastikan.

b. Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja juga merupakan salah satu faktor penyebab
kecelakaan kerja yang harus diperhatikan. Hal ini biasanya dikarenakan atas kelalaian
pekerja atau perusahaan.
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian pendidikan yang
menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar
sistem pendidikan yang berlaku. Hal ini dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, dan
dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori.
Penyelenggaraan pelatihan dimaksudkan agar pemeliharaan terhadap alat-alat kerja
dapat ditingkatkan karena salah satu tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengurangi
timbulnya kecelakaan kerja, kerusakan, dan peningkatan pemeliharaan terhadap alat-alat
kerja.

c. Penggunaan Alat Pelindung Diri


Faktor penyebab kecelakaan kerja dari faktor manusia berikutnya adalah penggunaan alat
pelindung diri. Alat pelindung diri (APD) merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh
pekerja untuk melindungi tubuhnya dari potensi bahaya kecelakaan kerja.

MODUL 02:
16 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
Tidak menggunakan APD dapat memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja,
walaupun APD tidak secara sempurna melindungi pekerja, tetapi akan dapat mengurangi
tingkat keparahan yang mungkin terjadi.

d. Prosedur atau SOP


Prosedur kerja yang disusun dengan tidak memperhatikan faktor keselamatan kerja di
dalamnya, dapat menyebabkan kecelakaan kerja terjadi. Oleh karena itu, penting sekali
untuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap semua prosedur kerja yang telah
dibuat.

2. Potensi Bahaya Faktor Lingkungan


Faktor penyebab kecelakaan kerja selanjutnya adalah faktor lingkungan. Hal ini berkaitan
dengan lingkungan kerja yang tidak sesuai dengan standar keamanan. Berikut beberapa faktor
penyebab kecelakaan kerja yang dipengaruhi oleh lingkungan:

a. Desain Tempat Kerja


Idealnya, tempat kerja didesain aman sejak awal. Namun, pada kenyataannya tetap saja
ada kelemahan desain yang membuat tempat kerja tidak sepenuhnya aman. Selain itu,
bisa jadi tempat kerja menjadi tidak lebih aman setelah ada perubahan desain atau
modifikasi.

b. Lokasi Kerja
Bekerja pada ketinggian tentu memiliki resiko tinggi. Bekerja di dalam sebuah area yang
terbatas jauh lebih berbahaya daripada bekerja pada ruangan terbuka. Karena itulah
lokasi kerja menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan kerja terjadi.

c. Kebisingan
Kebisingan juga bisa dijadikan salah satu faktor penyebab kecelakaan kerja dari
lingkungan. Kebisingan dapat mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu
komunikasi/percakapan antar pekerja, mengurangi konsentrasi, menurunkan daya
dengar, hingga tuli akibat kebisingan.

d. Suhu Udara
Suhu udara juga bisa menjadi salah satu faktor penyebab kecelakaan kerja. Dari suatu
penyelidikan diperoleh hasil bahwa produktivitas kerja manusia akan mencapai tingkat
yang paling tinggi pada temperatur sekitar 24°C- 27°C.
Suhu dingin mengurangi efisiensi dengan keluhan kaku dan kurangnya koordinasi otot.
Suhu panas berakibat menurunkan prestasi kerja, mengurangi kelincahan,
memperpanjang waktu reaksi dan waktu pengambilan keputusan, mengganggu

MODUL 02:
17 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
kecermatan kerja otak, mengganggu koordinasi syaraf perasa dan motoris, serta
memudahkan untuk dirangsang.

e. Penerangan
Penerangan di tempat kerja sangat penting untuk menerangi benda-benda di tempat
kerja. Banyak obyek kerja beserta benda atau alat dan kondisi di sekitar yang perlu dilihat
oleh tenaga kerja. Hal ini penting untuk menghindari kecelakaan yang mungkin terjadi.
Penerangan yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat obyek yang dikerjakan secara
jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya tidak perlu. Penerangan adalah penting sebagai suatu
faktor keselamatan dalam lingkungan fisik pekerja.

f. Lantai licin
Lantai dalam tempat kerja harus terbuat dari bahan yang keras tahan air dan bahan kimia
yang merusak. Hal ini karena lantai licin akibat tumpahan air, tahan minyak atau oli
berpotensi besar terhadap terjadinya kecelakaan, seperti terpeleset.

3. Faktor Peralatan
Selain faktor manusia dan lingkungan, faktor peralatan juga merupakan salah satu faktor
penyebab kecelakaan kerja. Berikut beberapa faktor peralatan yang dapat menjadi faktor
penyebab kecelakaan kerja

a. Kondisi Mesin
Faktor penyebab kecelakaan kerja dari peralatan yang pertama adalah kondisi mesin. Bila
kondisi mesin memang sudah tidak memadai, sebaiknya segera diperbaiki dan tidak
digunakan lagi. Ketersediaan pengaman hingga perlengkapan lainnya juga harus benar-
benar dipastikan terlebih dahulu. Dengan begitu, faktor penyebab kecelakaan kerja dapat
dikurangi dengan memperhatikan kondisi mesin.

b. Rancangan Alat
Desain alat juga dapat menjadi salah satu faktor yang dapat membuat kecelakaan kerja
terjadi. Alat yang telah dirancang dengan pertimbangan keamanan akan mampu
mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Contohnya, penggunaan cover pada berbagai
mesin untuk menghindari dampak buruk yang dapat terjadi pada tubuh pekerja. Sehingga
alat-alat yang digunakan aman dari sisi K3.

c. Posisi Mesin
Posisi mesin juga menentukan dalam faktor penyebab kecelakaan kerja. Tergantung posisi
dan jenis mesinnya, hal ini dapat berpengaruh terhadap kenyamanan hingga keamanan

MODUL 02:
18 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
pekerja. Jadi, posisi mesin harus benar-benar diperhatikan sebagai salah satu faktor
penyebab kecelakaan kerja.
Dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja kita mengenal istilah Insiden yang dalam terminologi
umum artinya sutu kejadian yang tidak diinginkan yang “dapat” menimbulkan kerugian. Dalam
terminologi tersebut terdapat kata “dapat” yang mengandung arti bisa “ya” dan bisa juga “tidak”.
Dalam hal insiden yang terjadi tersebut menyebabkan atau menimbulkan dampak yang
merugikan, maka disebut “Kecelakaan” sementara jika insiden tersebut tidak menimbulkan
kerugian, maka disebut “Hampir Celaka / Near Miss”. Bentuk-bentuk kerugian yang dapat terjadi
akibat adanya kecelakaan adalah:
1. Cidera fisik (Physical Injury)
2. Penyakit akibat kerja (Occupational Illness)
3. Kerusakan harta benda (Property damage)
4. Proses Produksi atau hasil (Process and Product)
5. Kerugian juga dapat berupa kombinasi dari bentuk-bentuk kerugian di atas.

G. DAMPAK KECELAKAAN KERJA KONSTRUKSI


1. Dampak Kecelakaan Kerja
Dihimpun dari beberapa sumber diantaranya Badan Pusat Statistik, Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, maka berikut ini
adalah rangkuman dari kecelakaan kerja yang terjadi pada sektor konstruksi dan juga sektor
lainnya. Sektor Konstruksi menempati urutan tertinggi atau paling banyak terjadi kasus
kecelakaan kerja atau sebesar 32% lebih tinggi dari sektor Industri yang menempati urutan
kedua sebesar 31,60% hal ini tentu menunjukan bahwa tingkat risiko pekerjaan disektor
konstruksi lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor usaha lainnya. Untuk itu Kemeterian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memandang perlu untuk mengatur secara lebih
spesifik penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada bidang Konstruksi atau yang
dikenal dengan Keselamatan Konstruksi. Beredasarkan data kecelakaan kerja yang dilaporkan
di Indonesia pada tahun 2018 terdapat 2.215 orang yang kecelakaan kerja di sektor konstruksi
dengan jumlah yang meninggal sebanyak 148 orang atau 6.68%.
Dampak dari kecelakaan kerja dapat dilihat dari beberapa tingkatan sesuai dengan cakupan
terhadap dampak tersebut mulai dari skala Mikro atau pada tingkat proyek, kemudian pada
skala meso atau pada tingkatan perusahaan dan juga pada skala makro atau yang lebih luas
lagi yaitu pengaruhnya terhadap negara.

MODUL 02:
19 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
a. Dampak Kecelakaan pada Skala Mikro
Kecelakaan secara langsung akan berdampak terhadap kegiatan produksi atau proses
yang sedang diselenggarakan, dampak tersebut dapat berupa hilangnya waktu kerja dan
kemungkinan juga akan berdampak terhadap keterlambatan penyelesaian pekerjaan
akibat adanya hilang waktu kerja tersebut. Selain itu juga akan menyebabkan kerugian
secara finansial yaitu adanya biaya tambahan untuk memperbaiki kerusakan atau biaya
untuk pengobatan dan/atau pemulihan atas cidera yang dialami oleh pekerja bahkan bisa
menyebabkan kecacatan atau kematian terhadap pekerja. Kecelakaan juga kadang
terjadi tidak saja berdampak terhadap internal di dalam proyek tersebut namun juga
terkadang dapat berdampak terhadap lingkungan sekitarnya berupa cidera atau bahkan
korban jiwa masyarakat yang ada disekitar proyek tersebut dan juga kerusakan
lingkungan berupa pencemaran yang berdampak terhadap penurunan kesahatan
masyrakat disekitar atau kerusakan sarana dan prasarana lingkungan. Pimpinan proyek
bertanggung jawab terhadap penyelesaian permasalahan tersebut dan tentu saja akan
mempengaruhi penilaian kinerja dari proyek tersebut.

b. Dampak Kecelakaan pada Skala Meso


Kecelakaan kerja yang terjadi di proyek secara langsung dan juga tidak langsung akan
memberikan dampak terhadap perusahaan terutama terkait dengan penilaian corporate
performance. Dalam skala kecelakaan yang kecil sampai sedang jika sering terjadi pada
perusahaan tersebut maka akan memberikan pengaruh terhadap kredibilitas dan
profesionalisme perusahaan tersebut dan tentu saja akan memberikan penilaian buruk
terhadap perusahaan oleh masyarakat. Hal ini tentu akan merugikan perusahaan karena
akan semakin sulit untuk dapat mendapatkan Kerjasama karena dinilai memiliki kinerja
yang buruk, penilaian negarig suatu perusahaan juga akan mempengaruhi nilai saham
perusahaan tersebut terhadap para investor di bursa saham.
Banyaknya kecelakaan kerja yang terjadi juga akan memberikan dampak dari sisi finansial
perusahaan tersebut dikarenakan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk
pengobatan atau perbaikan kerusakan dan hasil produk yang cacat, termasuk juga
terhadap pemenuhan kewajiban waktu penyelesaian pekerjaan yang mungkin dapat
mengalami keterlambatan. Dari semua ini akan bermuara terhadap kepuasan dari
pengguna jasa terhadap produk hasil pekerjaan konstruksi yang dikerjakan oleh
perusahaan tersebut.

MODUL 02:
20 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
Salah satu faktor yang dapat menentukan daya saing suatu perusahaan adalah
kemampuan dari perusahaan tersebut dalam memberikan produk jasa konstruksi yang
berkualitas dan proses pelaksanaan pekerjaan tidak terkendala oleh terjadinya insinden-
insiden yang merugikan. Perusahaan harus senantiasa mengejar target Zero Accident
(Nihil Kecelakaan). Semakin kecil angka kecelakaan kerja maka penilaian kinerja dari
perusahaan tersebut akan meningkat dan citra perusahaan akan semakin berkembang.

Tabel 1. Dampak Negatif Kecelakaan Konstruksi

c. Dampak Kecelakaan pada Skala Makro


Indeks daya saing suatu bangsa salah satunya dipegaruhi oleh factor tingkat kecelakaan
kerja yang terjadi di negara tersebut, berdasarkan Organisasi Perburuhan Internasional
(International Labour Organization / ILO) menyatakan bahwa biaya kecelakaan kerja rata-
rata adalah 3,94% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Global. Hal ini mengindikasikan
bahwa kecelakaan kerja menghabiskan biaya yang sangat signifikan terhadap
pendapatan yang dihasilkan.
Berdasarkan data publikasi dari Global Competitiveness Indext, WEF, 2019 dan Asian
Construction Outlook, 2019 menempatkan Indonesia sebagai Negara dengan pasar
terbesar no. 4 di tingkat Asia dan bahkan terbesar di tingkat ASEAN dengan Multiplier
Effect 1,8-1,9x dan merupakan generator pembangunan ekonomi sebesar 10,5%
terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. Namun disisi lain dilihat dari Indeks Daya
Saing Global pada tahun 2019 tersebut Indonesia mengalami penurunan dibandingkan
tahun sebelumnya dimana pada tahun 2018 Indonesia menempati peringkat 36 namun
pada tahun 2019 Indonesia turun ke peringkat 45, selain itu dari Indeks Daya Saing
Infrastruktur Indonesia juga mengalami penurunan dari peringkat 52 pada tahun 2018
menjadi peringkat 71 pada tahun 2019, sementara itu dari sisi kesiapan teknologi

MODUL 02:
21 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
Indonesia menduduki peringkat ke 80, indeks daya saing Inovasi Indonesia menduduki
peringkat 87 dan Indeks Output Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Indonesia berada di
peringkat 70.
Swiss merupakan Negara yang telah berhasil menunjukkan kinerja dan menunduki
peringkat pertama sebagai Negara yang memiliki daya saing global, daya saing Inovasi
dan daya saing Output Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, sementara untuk peringkat
pertama dalam daya saing kesiapan teknologi diduduki oleh Negara Luxemburg dan
peringkat pertama untuk daya saing infrastruktur adalah Negara Hongkong.
Permasalahan daya saing suatu Negara adalah tanggung jawab bersama dari Pemerintah
sebagai regulator dan para pemangku kepentingan seperti pelaku usaha, tenaga kerja
dan masyarakat pada umumnya untuk bersama-sama dalam upaya membangun iklim
usaha dan budaya kerja yang mencerminkan nilai-nilai keselaman dan Kesehatan kerja
sebagai dasar dalam melaksanakan setiap kegiatan atau pekerjaan.

Gambar 1, Indeks Daya Saing Bangsa

2. Pentingnya Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi


Berbagai studi dan penelitian telah dilakukan guna mengevaluasi dampak dari penerapan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja baik di sektor konstruksi maupun dapa sektor lainnya
menunjukkan bahwa melalui penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja tersebut
menunjukkan adanya peningkatan kinerja dari perusahaan tersebut baik dari sisi efisiensi
biaya dan waktu penyelesaian suatu pekerjaan. Zou dan Sunundijo (2015) telah melakukan
riset terhadap perusahaan dengan membandingkan antara jumlah total rasio biaya

MODUL 02:
22 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
keselamatan, jumlah total rasio biaya kecelakaan dan rasio investasi keselamatan untuk
mendapatkan nilai minimum untuk kinerja keselamatan.

Gambar 2. Kinerja Keselamatan


Pada Grafik untuk menentukan nilai kinerja keselamatan menunjukan bahwa investasi yang
tinggi dalam keselamatan memberikan hasil kinerja keselamatan yang tinggi, tetapi jika
investasi terhadap keselamatan tersebut dilakukan secara berlebihan dengan biaya yang
sangat tinggi, maka hasilnya nilai investasi tersebut secara ekonomi akan menunjukkan nilai
atau hasil yang tidak layak dan tidak efektif. Namun Ketika tidak ada investasi terhadap
keselamatan sama sekali, Total biaya Keselamatan yang akan timbul secara eksponensial
sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kecelakaan kerja yang mungkin terjadi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa investasi terhadap keselamatan kerja perlu dikaji secara
efektif agar nilai kelayakan investasi masih dapat dipenuhi kelayakannya namun tetap dengan
memperhatikan aspek-aspek keselamatan yang cukup untuk mencegah terjadinya kecelakaan
kerja.
Dari sumber lainnya yaitu dari buku “Safety Management in the construction Industri:
Identifying Risk and Reducing Accident to improve Ste Productivity and Project Return On
Investment (ROI)” yang diterbitkan oleh Mc.Graw Hill (2013) menyimpulkan bahwa
implementasi dalam keselamatan pada proyek-proyek konstruksi menunjukan nilai yang
positif terhadap waktu penyelesaian pekerjaan (jadwal), efisiensi biaya, Return On Investment
(ROI) dan menurunkan angka kecelakaan kerja sebagaimana digambarkan dalam Gambar 3
berikut.
Berdasarkan hasil survey terhadap pelaksanaan Sistem Manajemen Konstruksi (SMKK) bidang
Pekerjaan Umum berdasarkan Permen PUPR No. 21 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi menunjukan kinerja yang positif juga diantaranya adalah
50% responden menyatakan bahwa setelah melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan
Konstruksi, ternyata terdapat percepatan jadwal pelaksanaan proyek selama lebih dari 1

MODUL 02:
23 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
minggu dan 73% menyatakan terjadi juga penurunan biaya proyek dan meningkatkan Return
On Investment (ROT) disamping itu juga mampu meningkatkan nama baik perusahaan dan
meningkatkan kualitas dari hasil proyek yang dikerjakan.

Gambar 3. Dampak Positif Penerapan Keselamatan Konstruksi dalam Proyek

Sepanjang periode tahun 2019 di Indonesia telah terjadi berbagai macam kecelakaan
konstruksi yang berdampak terhadap kerugian materi maupun cidera dan hilangnya nyawa
manusia baik pekerja maupun masyarakat sebagai pengguna dari hasil pekerjaan konstruksi.
Atas banyaknya kejadian kecelakaan konstruksi tersebut pada awal tahun 2020 Presiden
Republik Indonesia Ir. Joko Widodo mengeluarkan Moratorium atau penghentian proyek-
proyek Infrastruktur terutama untuk proyek-proyek konstruksi jalan layang dan mengevaluasi
standar keselamatan pada proyek-proyek tersebut sebelum diijinkan untuk diteruskan.
Tindakan tegas dengan melakukan moratorium tersebut bertujuan untuk mencari akar
masalah penyebab maraknya kecelakaan konstruksi tersebut dan mengembangkan strategi
pencegahan dimasa yang akan datang.

Gambar 4. Kecelakaan Konstruksi di Indonesia

MODUL 02:
24 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
H. LIMA MASALAH STRATEGIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI INDONESIA
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Machfudiyanto, Latif dan Suraji (2018) terhadap tingkat
kedewasaan budaya keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Sektor Konstruksi Indonesia
(Maturity level of Safety Culture in Indonesian Construction Industry) menunjukakan hasil bahwa
dari 5 level kedewasaan dalam budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan konstruksi
di Indonesia berada pada level kedua atau memiliki sifat “Reaktif”. Studi tersebut membagi tingkat
kedewasaan dalam 5 tingkatan yaitu mulai dari yang terendah adalah Basic (Dasar), Reactive
(reaktif), Compliant (Patuh), Proactive (Proaktif) dan Resilient (elastis atau dinamis).
Kedewasaan dalam penerapan budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja di sektor Konstruksi di
Indonesia digolongkan dalam tingkat Reaktif karena penyelenggaraan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dilaksanakan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sistem akan berjalan setelah terjadi masalah atau kecelakaan kerja sebelumnya.
2. Fokus terhadap masalah atau kecelakaan kerja.
3. Blame Culture atau budaya saling menyalahkan.
4. Investigasi kecelakaan hanya focus terhadap mencari kesalahan manusia atau pihak yang
bertanggung jawab.
5. Investigasi kecelakaan dengan analisis yang masih terbatas.
6. Kejadian nyaris celaka “Near Miss” mulai diperhatikan.
7. Sudah ada pelatihan bagi pekerja, namun masih belum dilaksanakan secara
berkelanjutan dan kontinyu.
8. Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja mulai terbentuk.
9. Kepatuhan terhadap aturan masih relatif rendah.
10. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendaliannya masih bersifat reaktif.
11. Penerapan Alat Pelindung Diri (APD) untuk mengurangi dampak paparan.
12. Kebersihan Kerja dan Pemeriksaan Kesehatan pekerja masih bersifat reaktif.
13. Audit baru dilaksanakan jika ada masalah atau untuk tujuan tertentu saja.
Permasalahan dalam pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya disektor
konstruksi di Indonesia dapat diidentifikasikan menjadi 5 masalah strategis yang harus segera
ditangani, permasalahan tersebut adalah:
1. Kegiatan Konstruksi belum memperhatikan keselamatan konstruksi sebagai sebuah
prioritas.
2. Pengawasan Keselamatan Konstruksi pada saat pelaksanaan kegiatan konstruksi masih
belum optimal.

MODUL 02:
25 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
3. Tenaga Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja secara kuantitas dan kualitas masih kurang
memadai.
4. Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstrusi/Petugas Keselamatan Konstruksi
atau Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi yang bersertifikat masih belum
memadai
5. Regulasi belum mendukung penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
sektor Konstruksi.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
telah berupaya dalam melaksanakan transformasi dalam penyelenggaraan keselamatan
konstruksi melalui transformasi kebijakan/regulasi yang menempatkan upaya keselamatan
konstruksi menjadi salah satu kompeten penting yang harus dipenuhi oleh penyelenggara
konstruksi mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Salah satu wujud dari kebijakan
tersebut adalah menempatkan biaya penyelenggaraan keselamatan konstruksi dalam satuan
biaya yang harus direalisasikan oleh penyedia jasa, meningkatkan kompetensi tenaga kerja
konstruksi khususnya dalam bidang keselamatan konstruksi, melalui pelatihan dan sertifikasi,
mendorong pembentukan organisasi Quality Health Safety and Environmental (QHSE) sebagai
pelaksana Keselamatan dan Kesehatan Kerja di lingkup proyek konstruksi serta pembentukan
Komite Keselamatan Konstruksi yang berfungsi untuk melakukan investigasi kecelakaan konstruksi
dan memberikan rekomendasi kepada para pemangku kepentingan agar terwujud tertib
penyelenggaraan jasa konstruksi di masa yang akan datang.
Sebagai perwujudan dari amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
terkait tanggung jawab pemerintah pusat dalam meningkatkan kemampuan dan kapasitas usaha,
kesetaraan dan iklim usaha yang sehat, penyelenggaraan jasa konstruksi selaras dengan standar
Keamanan, Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan (K4), meningkatkan kompetensi,
profesionalisme dan produktivitas tenaga kerja, partisipasi masyarakat jasa konstruksi, maka perlu
ditetapkan arah penyelenggaraan jasa konstruksi untuk pengembangan Industri Konstruksi yang
berfokus kepada:
1. Keselamatan dan Terpadu:
 Penerapan standar K4 dan pengukuran tingkat kepatuhan
 Pengembangan sistem manajemen keselamatan konstruksi yang terintegrasi pada
setiap tahapan penyelenggaraan.
2. Adil dan Setara
 Kesesuaian penggunaan jenis kontrak konstruksi.

MODUL 02:
26 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
 Kesetaraan pemahaman isi kontrak sekaligus hak dan kewajiban dengan
menghindari adanya multi tafsir
 Musyawarah untuk menyelesaikan sengketa tanpa jalur pengadilan.
3. Efisien dan Berkualitas
 Profesionalitas penyelenggaraan jasa konstruksi.
 Optimalisasi pengendalian dan penjaminan mutu dilakukan sesuai fungsi di setiap
tahapan penyelenggaraan.
 Continuous Improvement berdasarkan data penyelenggaraan jasa konstruksi.
 Kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan negara
Undang-undang jasa konstruksi juga mengamanatkan adanya peran serta masyarakat jasa
konstruksi dalam mewujudkan tertib penyelenggaraan jasa konstruksi nasional, salah satu wujud
peran serta masyarakat dalam kegiatan pengembangan jasa konstruksi adalah melalui Asosiasi
Jasa Konstruksi baik Asosiasi Profesi, Asosiasi Badan Usaha dan Asosiasi terkait Rantai pasok
Konstruksi melalui penyelenggaraan kegiatan-kegiatan pengembangan usaha berkelanjutan dan
pengembangan keprofesian berkelanjutan. Masyarakat jasa konstruksi juga memiliki kewenangan
dalam melaksanakan pengawasan untuk meningkatkan ketertiban penyelenggaraan jasa
konstruksi dan melindungi kepentingan umum.
Salah satu ujung tombak dalam penyelenggaraan tertib jasa konstruksi khususnya di bidang
Keselamatan Konstruksi, maka peran dari Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bidang
Konstruksi sangat dibutuhkan untuk memiliki tanggung jawab dalam:
1. Menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang dan terkait dengan
Keselamatan Konstruksi.
2. MEngkaji dokumen kontrak dan metode pelaksanaan konstruksi.
3. Merencanakan dan Menyusun program keselamatan konstruksi.
4. Membuat prosedur kerja dan instruksi kerja penerapan dan ketentuan keselamatan
konstruksi.
5. Melaksanakan evaluasi dan membuat laporan penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan Konstruksi dan pedoman teknis keselamatan konstruksi.
6. Melakukan penanganan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta penanggulangan
kondisi darurat.
7. Mengusulkan perbaikan metode kerja pelaksanaan konstruksi berbasis keselamatan
konstruksi, jika diperlukan.
8. Melakukan sosialisasi penerapan dan pengawasan pelaksanaan program, prosedur kerja
dan instruksi kerja keselamatan konstruksi.

MODUL 02:
27 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
Dalam penyelenggaraan jasa konstruksi melalui penyedia jasa dalam dokumen penawaran harus
mencantumkan dan memenuhi 9 biaya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam menetapkan Harga Perkiraan Sendiri harus menghitung
9 komponen biaya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi tersebut. Perkiraan
biaya penerapan SMKK merujuk kepada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat Nomor 21 tahun 2019 memuat paling sedikit:
1. Penyiapan Rencana Keselamatan Konstruksi (RKK)
2. Sosialisasi, Promosi dan Pelatihan
3. Alat pelindung kerja dan alat pelindung diri.
4. Asuransi dan perijinan.
5. Personel keselamatan konstruksi.
6. Fasilitas sarana, prasarana dan alat Kesehatan.
7. Rambu-rambu yang diperlukan.
8. Konsultansi dengan ahli terkait keselamatan konstruksi.
9. Kegiatan dan peralatan terkait dengan pengendalian risiko keselamatan konstruksi.
Dalam penyiapan rencana keselamatan konstruksi (RKK) yang akan diajukan dalam penawaran
pekerjakan jasa konstruksi tersebut memuat:
1. Elemen Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi, meliputi:
a. Kepemimpinan dan Partisipasi Pekerja dalam keselamatan konstruksi;
b. Perencanaan keselamatan konstruksi, yang memuat:
i. Uraian pekerjaan
ii. Manajemen risiko dan rencana tindakan
 Penjelasan manajemen risiko meliputi mengidentifikasi bahaya, menilai
tingkat risiko dan pengendalian risiko.
 Penjelasan rencana tindakan meliputi sasaran khusus dan program
khusus.
c. Dukungan keselamatan konstruksi
d. Operasi keselamatan konstruksi
e. Evaluasi kinerja keselamatan konstruksi
2. Pakta integritas yang ditanda tangani oleh Pimpinan tertinggi dari perusahaan penyedia
jasa konstruksi

MODUL 02:
28 DASAR-DASAR K3 KONSTRUKSI
MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI

MODUL 03

KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA


PADA PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
(K3) KONSTRUKSI

PUSAT PEMBINAAN PELATIHAN DAN SERITIKASI MANDIRI


Jl. Pluit Raya Kav. 12 Blok A.5, Penjaringan, Jakarta Utara, (14440)
Telp. +62-21-6622925 ext. 146
Email: p3s@p3sm.or.id website: https://p3sm.or.id/
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 1
A. Pendahuluan 2
B. Tujuan dan Proses Komunikasi 2
C. Fungsi dan Prinsip Komunikasi 5
D. Proses Komunikasi 7
E. Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja 10
F. Pelaksanaan Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja 13
1. Induksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja 13
2. Safety Talk 16
3. Toolbox Meeting 17
G. Partisipasi Pekerja dalam Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja 18

MODUL 03:
1 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
A. PENDAHULUAN

Komunikasi, sebagai kata yang abstrak, pada dasarnya sulit untuk didefinisikan. Komunikasi
memiliki sejumlah arti, para pakar telah membuat banyak upaya untuk mendefinisikan
komunikasi, namun menetapkan satu definisi tunggal terbukti tidak mungkin dan tidak berguna,
utamanya melihat pada berbagai ide yang dibawa dalam istilah ini. Definisi mana yang akan dipilih,
tergantung kegunaannya dalam hal apa definisi itu kita perlukan.
Istilah komunikasi berasal dari kata latin “commnicare” atau “commnunis” yang berarti sama atau
menjadi milik bersama. Dalam melaksanakan komunikasi antara satu orang dengan orang lain,
mengandung makna bahwa diantara mereka berusaha agar apa yang disampaikan oleh orang
yang satu kepada orang yang lainnya tersebut milik bersama atau dapat diartikan saling mengerti
satu dengan yang lainnya.
Komunikasi adalah menyampaikan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu untuk
dipahami bersama oleh seluruh pihak yang terkait atau antara yang menyampaikan dengan yang
menerima dalam suatu kegiatan komunikasi. Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan
menyampaikan pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaan (roben J. G.). Komunikasi
adalah sebagai pemindahan informasi atau pengertian dari satu orang ke orang yang lain (Davis,
1981). Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain (Schram W.)
Dalam buku pengantar ilmu komunikasi yang ditulis oleh Rayudaswati Budi menjelaskan
definisi komunikasi dari Harold Laswell bahwa komunikasi pada dasarnya merupakan suatu
proses yang menjelaskan “siapa” “mengatakan apa” “dengan saluran apa“, “ kepada siapa “,
dan “dengan akibat apa“ atau “hasil apa“ Sedangkan definisi K3 menurut Peraturan Pemerintah
No. 50 tahun 2012 tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3) bahwa K3 adalah segala kegiatan
untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

B. TUJUAN DAN PROSES KOMUNIKASI


Menurut Webster New Collogiate Dictionary dijelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses
pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau
tingkah laku. Selain itu berikut adalah beberapa definisi tentang ilmu komunikasi yang
dikemukanan oleh para ahli sebagai berikut:
 Havland, Janis & Kelly, komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang
(komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan
mengubah atau membentuk perolaku orang-orang lainnya (khalayak).

MODUL 03:
2 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
 Berelson & Steiner, Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan,
emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata,
gambar-gambar, angka dan lain sebagainya.
 Harold Laswell, Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan
“Siapa” mengatakan “apa” dengan “saaluran apa” “kepada siapa” dan “dengan akibat
apa” atau “apa hasilnya”
 Barnlund, komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa
ketidak pastianya, bertidak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.
 Weaver, komunikasi adalah suatu seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat
mempengaruhi pikiran orang lain.
 Gade, komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula yang dimiliki
seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.
Dari berbagai definisi komunikasi tersebut di atas terlihat bahwa para ahli memberikan definisi
dari sudut pandang dalam melihat komunikasi. Masing-masing memberikan penekanan arti, ruang
lingkup dan konteks yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu komunikasi sebagai bagian
dari suatu ilmu sosial adalah suatu ilmu yang bersifat multi disipliner. Berdasarkan definisi tentang
komunikasi di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa komunikasi memiliki beberapa karakteristik
sebagai berikut:
 Komunikasi adalah suatu proses Komunikasi sebagai suatu proses artinya bahwa
komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan
(ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu
tertentu. Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan.
 Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai
dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya.
 Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat
kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua
orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang
sama terhadap topik pesan yang disampaikan.
 Komunikasi bersifat simbolis Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang
dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang. Lambang yang paling umum
digunakan dalam komunikasi antar manusia adalah bahasaverbal dalam bentuk kata-kata,
kalimat, angka-angka atau tanda-tanda lainnya.

MODUL 03:
3 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
 Komunikasi bersifat transaksional Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan,
yaitu memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara
seimbang atau porsional.
 Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu Maksudnya adalah bahwa para peserta
atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat
yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon,
internet, faximili, dan lain-lain, faktor ruang dan waktu tidak lagi menjadi masalah dalam
berkomunikasi.
Menurut Denis Mc.Quail, secara umum kegiatan/proses komunikasi dalam masyarakat
berlangsung dalam 6 tingkatan sebagai berikut :
 Komunikasi intra-pribadi (intrapersonal communication) yakni proses komunikasi yang
terjadi dalam diri seseorang, berupa pengolahan informasi melalui panca indra dan sistem
syaraf. Contoh : berpikir, merenung, menggambar, menulis sesuatu, dll.
 Komunikasi antar-pribadi (interpersonal communication) Yakni kegiatan komunikasi yang
dilakukan secara langsung antara seseorang dengan orang lainnya. Misalnya percakapan
tatap muka, korespondensi, percakapan melalui telepon, dsbnya.
 Komunikasi dalam kelompok (group communication) Yakni kegiatan komunikasi yang
berlangsung diantara suatu kelompok. Pada tingkatan ini,setiap individu yang terlibat
masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok.
Pesan atau informasi yang disampaikan juga menyangkut kepentingan seluruh anggota
kelompok, bukan bersifat pribadi.Misalnya, ngobrol-ngobrol antara ayah, ibu, dan anak
dalam keluarga, diskusi guru dan murid di kelas tentang topik bahasan, dsbnya.
 Komunikasi antar-kelompok/asosiasi Yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung antara
suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Jumlah pelaku yang terlibat boleh jadi hanya
dua atau beberapa orang, tetapi masing-masing membawa peran dan kedudukannya
sebagai wakil dari kelompok/asosiasinya masing-masing.
 Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi mencakup kegiatan komunikasi dalam suatu
organisasi dan komunikasi antar organisasi. Bedanya dengan komunikasi kelompok adalah
bahwa sifat organisasi organisasi lebih formal dan lebih mengutamakan prinsip-prinsip
efisiensi dalam melakukan kegiatan komunikasinya.
 Komunikasi dengan masyarakat secara luas Pada tingkatan ini kegiatan komunikasi
ditujukan kepada masyarakat luas. Bentuk kegiatan komunikasinya dapat dilakukan
melalui dua cara : Komunikasi massa Yaitu komunikasi melalui media massa seperti radio,

MODUL 03:
4 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
surat kabar, TV, dsbnya. Langsung atau tanpa melalui media massa Misalnya ceramah,
atau pidato di lapangan terbuka.

C. FUNGSI DAN PRINSIP KOMUNIKASI


Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu komunikasi suatu pengantar mengutip Kerangka berpikir
William I. Gorden mengenai fungsifungsi komunikasi yang dibagi menjadi empat bagian. Fungsi-
fungsi suatu peristiwa komunikasi (communication event) tampaknya tidak sama sekali
persuasive, melainkan juga berkaitan dengan fungsifungsi lainnya, meskipun terdapat suatu fungsi
dominan.
 FUNGSI KOMUNIKASI SOSIAL komunikasi itu penting membangun konsep diri kita,
aktualisasi diri, kelangsungan hidup untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari
tekanan.Pembentukan konsep diriKonsep diri adalah pandangan kitamengenaisiapa diri
kita dan itu hanya persuasiv peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada
kita. Pernyataan eksistensi diri Orang berkomunikasi untuk menunjukkan dirinya eksis.
Inilah yang disebut aktualisasi diri atau pernyataan eksistensi diri. Ketika berbicara, kita
sebenarnya menyatakan bahwa kita ada.
 FUNGSI KOMUNIKASI EKSPRESIF, Komunikasi ekspresif dapat dilakukan sejauh
komunikasi tersebut menjadi persuasive untuk menyampaikan perasaan-perasaan
(emosi kita) melalui pesanpesan nonverbal.
 FUNGSI KOMUNIKASI RITUAL Komunikasi ritual sering dilakukan secara kolektif. Suatu
komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dalama cara
tersebut orang mengucapakan kata2 dan menampilkan perilaku yang bersifat simbolik.
 FUNGSI KOMUNIKASI INSTRUMENTAL, Komunikasi instrumental mempunyai beberapa
tujuan umum: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan
dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan dan juga untuk menghibur
(persuasive) Suatu peristiwa komunikasi sesungguhnya seringkali mempunyai fungsi-
fungsi tumpang tindih, meskipun salah satu fungsinya sangat menonjol dan mendominasi.
Secara umum fungsi Komunikasi adalah :
1. Dapat menyampaikan pikiran atau perasaan
2. Tidak terasing atau terisolasi dari lingkungan
3. Dapat mengajarkan atau memberitahukan sesuatu
4. Dapat mengetahui atau mempelajari dari peristiwa di lingkungan
5. Dapat mengenal diri sendiri
6. Dapat memperoleh hiburan atau menghibur orang lain.

MODUL 03:
5 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
7. Dapat mengurangi atau menghilangkan perasaan tegang
8. Dapat mengisi waktu luang
9. Dapat menambah pengetahuan dan merubah sikap serta perilaku kebiasaan
10. Dapat membujuk atau memaksa orang lain agar berpendapat bersikap atau berperilaku
sebagaimana diharapkan.
Prinsip-prinsip komunikasi seperti halnya fungsi dan definisi komunikasi mempunyai uraian yang
beragam sesuai dengan konsep yang dikembangkan oleh masing-masing pakar. Istilah prinsip oleh
William B. Gudykunst disebut asumsi-asumsi komunikasi. Larry A. Samovar dan Richard E.Porter
menyebutnya karakteristik komunikasi. Deddy Mulyana, Ph.D membuat istilah baru yaitu prinsip-
prinsip komunikasi. Terdapat 12 prinsip komunikasi yang dikatakan sebagai penjabaran lebih jauh
dari definisi dan hakekat komunikasi yaitu :
 Prinsip 1 : Komunikasi adalah suatu proses simbolik. Komunikasi adalah sesuatu yang
bersifat dinamis, sirkular dan tidak berakhir pada suatu titik, tetapi terus berkelanjutan.
 Prinsip 2 : Setiap prilaku mempunyai potensi komunikasi. Setiap orang tidak bebas nilai,
pada saat orang tersebut tidak bermaksud mengkomunikasikan sesuatu, tetapi dimaknai
oleh orang lain maka orang tersebutsudah terlibat dalam proses berkomunikasi. Gerak
tubuh, ekspresi wajah (komunikasi nonverbal) seseorang dapat dimaknai oleh orang lain
menjadi suatu stimulus.
 Prinsip 3 : Komunikasi punya dimensi isi dan hubungan. Setiap pesan komunikasi
mempunyai dimensi isi dimana dari dimensi isi tersebut kita bisa memprediksi dimensi
hubungan yang ada diantara pihak-pihak yang melakukan proses komunikasi. Percakapan
diantara dua orang sahabat dan antara dosen dan mahasiswa di kelas berbeda memiliki
dimesi isi yang berbeda.
 Prinsip 4 : Komunikasi itu berlangsung dalam berbagai tingkat kesengajaan. Setiap
tindakan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang bisa terjadi mulai dari tingkat
kesengajaan yang rendah artinya tindakan komunikasi yang tidak direncanakan (apa saja
yang akan dikatakan atau apa saja yang akan dilakukan secara rinci dan detail), sampai
pada tindakan komunikasi yang betul-betul disengaja (pihak komunikan mengharapkan
respon dan berharap tujuannya tercapai)
 Prinsip 5 : Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu. Pesan komunikasi yang
dikirimkan oleh pihak komunikan baik secara verbal maupun non-verbal disesuaikan
dengan tempat, dimana proses komunikasi itu berlangsung, kepada siapa pesan itu
dikirimkan dan kapan komunikasi itu berlangsung.

MODUL 03:
6 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
 Prinsip 6 : Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi. Tidak dapat dibayangkan
jika orang melakukan tindakan komunikasi di luar norma yang berlaku di masyarakat. Jika
kita tersenyum maka kita dapat memprediksi bahwa pihak penerima akan membalas
dengan senyuman, jika kita menyapa seseorang maka orang tersebut akan membalas
sapaan kita. Prediksi seperti itu akan membuat seseorang menjadi tenang dalam
melakukan proses komunikasi.
 Prinsip 7 : Komunikasi itu bersifat sistemik. Dalam diri setiap orang mengandung sisi
internal yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai, adat, pengalaman dan
pendidikan. Bagaimana seseorang berkomunikasi dipengaruhi oleh beberapa hal internal
tersebut. Sisi internal seperti lingkungan keluarga dan lingkungan dimana dia
bersosialisasi mempengaruhi bagaimana dia melakukan tindakan komunikasi.
 Prinsip 8 : Semakin mirip latar belakang sosial budaya semakin efektiflah komunikasi. Jika
dua orang melakukan komunikasi berasal dari suku yang sama, pendidikan yang sama,
maka ada kecenderungan dua pihak tersebut mempunyai bahan yang sama untuk saling
dikomunikasikan. Kedua pihak mempunyai makna yang sama terhadap simbol-simbol
yang saling dipertukarkan.
 Prinsip 9 : Komunikasi bersifat nonsekuensial. Proses komunikasi bersifat sirkular dalam
arti tidak berlangsung satu arah. Melibatkan respon atau tanggapan sebagai bukti bahwa
pesan yang dikirimkan itu diterima dan dimengerti.
 Prinsip 10 : Komunikasi bersifat prosesual, dinamis dan transaksional. Konsekuensi dari
prinsip bahwa komunikasi adalah sebuah proses adalah komunikasi itu dinamis dan
transaksional. Ada proses saling memberi dan menerima informasi diantara pihak-pihak
yang melakukan komunikasi.
 Prinsip 11 : komunikasi bersifat irreversible. Setiap orang yang melakukan proses
komunikasi tidak dapat mengontrol sedemikian rupa terhadap efek yang ditimbulkan oleh
pesan yang dikirimkan. Komunikasi tidak dapat ditarik kembali, jika seseorang sudah
berkata menyakiti orang lain, maka efek sakit hati tidak akan hilang begitu saja pada diri
orang lain tersebut.
 Prinsip 12 : Komunikasi bukan panasehat untuk menyelesaikan berbagai masalah. Dalam
arti bahwa komunikasi bukan satu-satunya obat mujarab yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah.

D. PROSES KOMUNIKASI
Secara linear proses komunikasi sedikitnya melibatkan empat elemen atau komponen sbb:

MODUL 03:
7 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
1. Sumber/pengirim pesan/komunikator yakni: seseorang atau sekelompok orang atau
suatu organisasi/institusi yang mengambil inisiatif menyampaiakan pesan
2. Pesan , berupa lambang atau tanda seperti kata-kata tertulis atau secara lisan, gambar,
angka, gestur (gerakan).
3. Saluran , yakni sesuatu yang dipakai sebagai alat penyampaian/pengiriman pesan
(misalnya telepon, radio, surat, surat kabar, majalah, TV, gelombang udara dalam konteks
komunikasi antar pribadi secara tatap muka)
4. Penerima/komunikan , yakni seseorang atau sekelompok orang atau organisasi/institusi
yang dijadikan sasaran penerima pesan.
Di samping keempat elemen tersebut di atas (lazim disebut sebagai model S-M-C-R atau Source-
Message-Channel-Receiver, ada 3 (tiga) elemenataufaktorlainnya yang juga penting dalam proses
komunikasi, yakni :
1. Efek/akibat/dampak/hasil yang terjadi pada pihak penerima/komunikan.
2. Umpan balik/feedback, yakni tanggapan balik dari pihak penerima/ komunikan atas pesan
yang diterima.
3. Gangguan/noise, yakni faktor-faktor fisik atau psikologis yang dapat mengganggu atau
menghambat kelancaran proses komunikasi.
Proses komunikasi dapat dijelaskan demikian : pertama, pihak sumber membentuk (encode)
pesan dan menyampaikannya melalui satu saluran tertentu (misalnya melalui surat, telepon,
gelombang udara) jika komunikasi berlangsung secara tatap muka. Kemudian pihak penerima
mengartikan dan menginterpretasikan pesan tersebut. Apabila ia (penerima) punya tanggapan
maka ia akan membentuk pesan dan menyampaikannya kembali kepada sumber. Tanggapan yang
disampaikan penerima pesan kepada sumber disebut sebagai umpan balik. Pihak sumber
kemudian akan mengartikan dan menginterpretasikan tanggapan tadi, dan kembali ia akan
melakukan pembentukan dan penyampaian pesan baru. Demikianlah proses ini terus berlanjut
secara sirkuler, dimana kedudukan sebagai sumber dan penerima berlaku secara bergantian.
Berdasarkan tingkat partisipasi para pelaku yang terlibat, proses komunikasi dapat dibagi dalam 2
(dua) jenis atau bentuk Komunikasi satu arah (one way communication) dan Komunikasi dua arah
(two way communication). Komunikasi satu arah adalah suatu bentuk proses komunikasi dimana
yang aktif terlibat hanyalah pihak sumber. Pihak penerima pesan bersifat pasif dalam arti hanya
menerima saja semua pesan yang disampaikan sumber tanpa memberikan umpan balik berupa
tanggapan, reaksi atau pendapat atas pesan-pesan yang diterimanya. Penyampaian pesan melalui
media massa seperti radio, TV, surat kabar, majalah, lazimnya disebut komunikasi satu arah.
Sementara itu pada komunikasi dua arah sumber dan penerima masing-masing terlibat aktif

MODUL 03:
8 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
dalam penyampaian pesan dan umpan balik. Proses komunikasi antar pribadi,seperti percakapan
secara tatap muka antara dua orang atau lebih atau pembicaraan melalui telepon, lazimnya
bersifat dua arah.
Komunikasi akan berjalan dengan baik jika antara Komunikator dan komunikan atau antara yang
menyampaikan pesan dan yang menerima pesan memiliki kesamaan, berikut ini adalah sifat-sifat
komunikator dan komunikan adalah sebagai berikut:
1. Communications Skill’s, yaitu komunikasi dengan orang yang memiliki keterampilan
komunikasi yang sebanding atau seimbang akan lebih mudah.
2. Knowledge (Pengetahuan), Komunikator harus mengetahui tingkat pengetahuan dari
komunikan agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
3. Attitude (Sikap), Sikap acuh tak acuh dalam berkomunikasi tentu akan menghambat
komunikasi, untuk itu perlu dibangun sikap empati terhadap orang yang menjadi lawan
bicara agar komunikasi dapat berjalan dengan baik.
4. Social System (Sistem Sosial) yaitu mengetahui sistem sosial bertujuan agar tidak terjadi
kesalah pahaman terhadap pesan yang disampaikan.
5. Culture (Budaya). Yaitu budaya yang berlaku disuatu tempat harus dipahami agar pesan
yang disampaikan tidak melanggar tatanan budaya yang berlaku.
Komunikasi harus memiliki efek, yaitu perubahan perilaku terhadap audiensnya, efek komunikasi
kita artikan sebagai pengaruh yang ditimbulkan pesan komunikator dalam diri komunikannya.
Terdapat tiga tataran pengaruh dalam diri komunikan, yaitu kognitif (seseorang menjadi tahu
tentang sesuatu), afektif (sikap seseorang terbentuk, misalnya setuju atau tidak setuju terhadap
sesuatu), dan konatif (tingkah laku, yang membuat seseorang bertindak melakukan sesuatu atau
tidak bertindak sesuatu).
Data, simbol,kata dan isyarat bukanlah sebuah informasi jika tidak diberi makna oleh orang-orang
yang mengindrainya, jadi informasi tidak lain adalah makna dari simbol-simbol komunikasi.
Informasi adalah sebuah pesan, dikatakan bahwa data, kata dan insyarat tidak mengandung
informasi jika tidak ditafsirkan oleh penerimanya maka dapatlah dikemukakan bahwa tidaklah
mempunyai arti apapun jika sebuah pesan tidak diberi makna oleh komunikasi. Sebaliknya pesan
akan mengandung makna bila pesan tersebut ditafsirkan. Maka dengan rumusan sederhana,
dapat kita katakan bahwa hubungan pesan dan makna ibarat wadah dengan isinya. Seperti sebuah
wadah kosong, suatu istilah dapat diisi (diberi makna) apa pun menurut selera pemakainya. Hanya
perlu diingat,tentu suatu istilah tidak dapat diberimakna seenaknya oleh si pemakainya karena
kita mengenal makna yang disepakati umum. Misalnya kata makan tentu saja maknanya berbeda
dengan kata minum. Demikian pula halnya setiap wadah (secara fisik) tidak dapat diisi secara

MODUL 03:
9 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
sembarangan, melainkan diisi dengan hal-hal yang pantas mengisinya. Kecuali terjadi situasi
khusus dan situasi itu menyebabkan patut maka gelas selalu di isi air, piring di isi nasi, dan
sebagainya.
Dari pengertian pesan tersebut, dapat pula diketahui bahwa wujud (bentuk) informasi adalah
berupa pesan-pesan yang dikirimkan dan tentu diterima baik dalam bentuk kata, simbol, atau
isyarat. Tentu saja baru bisa disebut informasi jika diberimakna. Maka, jika Anda menemukan
stiker bertuliskan “UTAMAKAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA”, itu adalah pesan. Makna
atau informasi yang Anda peroleh dari kalimat tersebut antara lain dalam melakukan aktivitas
harus mengutamaan keselamatan dan Kesehatan kerja. Belajar itu sendiri dapat berarti membaca,
membuat ringkasan, mencari contoh, mengerjakan soal latihan, dan membandingkan dengan
sumber-sumber lainnya. Kalau ada orang berteriak, “Tolooong ....” pesan ini bermakna adanya
orang yang terkena musibah dan butuh bantuan. “Lampu merah menyala” adalah pesan.
Maknanya, kendaraan harus berhenti. Jika ada seseorang mengerdipkan sebelah matanya kepada
Anda, itu isyarat yang artinya orang itu ingin dekat dengan Anda. Dari contoh-contoh di atas dapat
pula diketahui, bahwa pesan tidak selalu berbentuk kata-kata (pesan verbal) seperti kita titip
pesan secara lisan ke tetangga sebelah rumah atau titip pesan melalui telepon,

E. KOMUNIKASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


Sebagaimana telah dijelaskan di atas terkait sasaran dari komunikasi yaitu harus memiliki efek,
yaitu terjadinya perubahan perilaku dari penerima pesan (audien), maka dalam pelaksanaan
komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja juga memiliki sasaran agar seluruh pihak yang
berkepentingan senantiasa memperhatikan dan memiliki kesadaran untuk selalu mentaati dan
mengikuti ketentuan yang telah di tetapkan dan menjadikan keselamatan dan kesehatan kerja
sebagai sebuah budaya.
Guna menjamin penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja atau sistem
manajemen keselamatan konstruksi, maka perusahaan wajib Menyusun sistem komunikasi untuk
mendukung palaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang baik di
tempat kerja. Komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja meliputi komunikasi internal antar
bagian maupun sesame bagian dalam struktur organisasi perusahaan, maupun komunikasi
eksternal dengan pihak lain seperti kontraktor, pemasok, pengunjung, tamu dan masyarakat luas
maupun pihak ketiga yang bekerjasama dengan perusahaan.
Dalam melaksanakan komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yang termasuk dalam
komunikasi internal adalah sebagai berikut:
1. Komitmen Perusahaan terhadap penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

MODUL 03:
10 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
2. Program-program yang berkaitan dengan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3. Identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko.
4. Prosedur kerja, instruksi kerja, diagram alur proses kerja serta material/bahan/alat/mesin
yang digunakan dalam proses kerja.
5. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan aktivitas peningkatan berkelanjutan
lainnya.
6. Hasil-hasil investigasi terhadap kecelakaan kerja.
7. Perkembangan aktivitas pengendalian bahaya di tempat kerja
8. Perubahan-perubahan manajemen perusahaan yang mempengaruhi penerapan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja terhadap pihak eksternal dapat dipisahkan menjadi
Indormasi yang termasuk dalam komunikasi ekternal (kontraktor) dan komunikasi yang termasuk
dalam komunikasi eksternal dengan pengunjung/tamu. Informasi yang termasuk dalam
komunikasi ekternal (kontraktor) antara lain:
1. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) kontraktor individual.
2. Peraturan dan persyaratan komunikasi kontraktor.
3. Kinerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kontraktor.
4. Daftar kontraktor lain di tempat kerja.
5. Hasil pemeriksaan dan pemantauan keselamatan dan kesehatan kerja.
6. Tanggap darurat.
7. Hasil investigasi kecelakaan, ketidak sesuaian dan tindakan perbaikan dan tindakan
pencegahan.
8. Persyaratan komunikasi harian, dll
Informasi yang termasuk dalam komunikasi eksternal dengan Pengunjung/Tamu yang akan
memasuki tempat kerja antara lain:
1. Persyaratan-persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk Tamu.
2. Proses evakuasi kondisi darurat.
3. Aturan lalu lintas di tempat kerja.
4. Aturan akses tempat kerja dan pengawalan.
5. Alat pelindur diri yang harus digunakan selama berada di tempat kerja.
Guna meningkatkan efektifitas dalam pelaksanaan komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
maka harus disusun prosedur komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang akan dijadikan
sebagai panduan dalam pelaksanaan komunikasi terkait dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di tempat Kerja.

MODUL 03:
11 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
Prosedur komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu persyaratan dalam
membangun Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang menyatakan
bahwa organisasi harus membangun, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:
1. Komunikasi internal antar bergbagai tingkatan dan fungsi dalam organisasi.
2. Komunikasi dengan kontraktor dan pengunjung lain yang berada di lokasi tempat kerja.
3. Menerima, mendokumentasikan dan menanggapi komunikasi terkait dengan pihak luar.
Secara umum Prosedur Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja mengatur beberapa hal
sebagai berikut:
1. Jenis Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Umum/Khusus)
2. Jenis Informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Internal/eksternal)
3. Media komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
4. Pelaksanaan Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
5. Umpan balik dan tanggapan.
Berdasarkan jenis komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagaimana tersebut di atas
dapat dibedakan menjadi Komunikasi Umum dan Komunikasi Khusus, yang dimaksud dengan
komunikasi Umum adalah dapat berupa informasi umum (pengumuman, pemberitahuan) yang
dapat diakses oleh siapa saja yang melihat pesan atau informasi tersebut. Bentuk dari informasi
umum tersebut dapat berupa Informasi Bahaya dalam bentuk rambu-rambu atau tanda bahaya,
label/tanda, cahaya, suara atau bunyi alarm. Informasi Umum harus dibuat sedemikian rupa
sehingga mudah dipahami sehingga siapapun yang menerima informasi tersebut akan memberi
penafsiran yang sama. Sementara Komunikasi Khusus adalah komunikasi yang diberikan kepada
salah satu atau beberapa bagian tertentu (tujuannya spesifik), informasi ini dapat berupa Surat,
Penyampaian Hasil Laporan media/jenis lain yang relevan dan efektif.

Gambar 1. Media Komunikasi K3 di tempat Kerja

MODUL 03:
12 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
Dalam pelaksanaan komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja, berikut adalah
salah satu contoh tahapan dalam penetapan Komunikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
1. Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja menilai jenis komunikasi
dan informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang perlu dan wajib
2. Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja menilai media komunikasi
yang tepat dan efektif untuk menyampaikan informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3. Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja mendokumentasikan hasil
komunikasi sebagai arsip jika media komunikasi berupa media komunikasi visual dan
korespondensi (surat menyurat, memo, dll)
4. Apabila terdapat perubahan ataupun pembaharuan informasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja, maka Sekretaris Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
berkewajiban untuk mengkomunikasikan informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
versi terbaru/paling benar dan relevan
Semua personil dapat memberikan tanggapan atau umpan balik yang relevaj terhadap segala jenis
informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang dikomunikasikan. Penyampaian umpan balik
dilakukan melalui media yang telah ditetapkan, perusahaan harus menentukan sarana atau media
apa yang dapat digunakan oleh personil yang akan menyampaikan umpan balik atau tanggapan
tersebut dapat berupa email, nomor telepon, formulir atau media lainnya. Sekretaris Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja wajib menindak lanjuti seluruh catatan, masukan dan
umpan balik yang diterima.

F. PELAKSANAAN KOMUNIKASI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


1. Induksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Safety Induction atau Induksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan program
mendasar dalam upaya untuk mendisiplinkan pekerja atau membudayakan pelaksanaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di dalam lingkungan kerja. Safety Induction merupakan
pemberian induksi atau pengarahan dan orientasi tentang pekerjaan dan aspek-aspek
Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi pekerja yang baru atau pegawai yang baru dipindahkan
dari bagian atau divisi lain serta tamu atau pengunjung yang akan diijinkan memasuki tempat
kerja.
Dasar hukum kewajiban pelaksanaan induksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdapat pada
Undang-Undang Keselamatan Kerja yang mewajibkan pengurus untuk menjelaskan kepada
setiap tenaga kerja baru terkait kondisi-kondisi dan bahya yang dapat timbul di tempat
kerjanya, seua pengamanan dan alat pelindung diri yang harud disediakan di tempat kerja dan

MODUL 03:
13 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
cara-cara ddan sikap aman dalam melaksanaan pekerjaannya. Pengurus juga diwajibkan
hanya mempekerjakan tenaga kerja yang telah diyakini tenaga kerja tersebut telah memahami
persyaratan Keselamatan Kerja.
Pelaksanaan Induksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus diberikan kepada semua
pegawai baru atau tamu yang akan diijinkan untuk memasuki tempat kerja, induksi
dilaksanakan di ruang khusus dengan bahan materi penjelasan yang telah disediakan sesuai
dengan jenis induksinya. Pelaksanaan induksi dapat menggunakan alat bantu untuk
mempermudah dan memperjelas pemaparan materi induksi. Peserta induksi yang hadir harus
mengisi daftar hadir, hasil induksi didokumentasikan oleh perusahaan. Jenis-jenis Induksi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah sebagai berikut:

a. Induksi Umum
Merupakan penjelasan dan pengarahan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
yang bersifat umum, yang diberikan kepada prkerja baru atau pegawai yang kembali
bekerja setelah 6 bulan atau lebih meninggalkan kegiatan pekerjaan. Ketentuan
tentang Induksi Umum adalah sebagai berikut:
i. Induksi harus diberikan kepada karyawan baru yang akan melakukan kegiatan
pekerjaan di lingkungan kerja perusahaan.
ii. Induksi dilaksanakan oleh orang yang kompeten atau personil yang diberikan
kewenangan oleh perusahaan.
iii. Topik atau materi induksi harus dimasukkan dalam daftar periksa dan akan
menjadi acuan bagi pelaksana induksi. Topik tersebut sekurang-kurangnya
mencakup:
1) Hak dan kewajiban karyawan dan pengusaha dalam hal Keselamatan dan
Kesehatan kerja berdasarkan peraturan yang berlaku.
2) Kebijakan dan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
3) Peraturan Umum Keselamatan dan Kesehatan kerja yang berlaku di
Perusahaan.
4) Prestassi Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan pengalamann kegagalan
sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau kecelakaan kerja.
5) Gambaran umum kegiatan perusahaan dan struktur organisasi
perusahaan.
6) Prosedur penanganan gawat darurat, nomor telepon dan komunikasi
radio yang tersedia.
7) Prosedur evakuasi dan tempat kumpul dalam hal terjadi kondisi darurat.

MODUL 03:
14 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
8) Denah lokasi proyek dan Pusat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
(P3K)
Induksi diakhiri dengan evaluasi tertulis dan diberikan kartu identitas kepada
karyawan peserta dan penyaki menandatangani daftar periksa.

b. Induksi Lokal
Induksi Lokal, merupakan penjelasan dan pengarahan tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang bersifat khusus/spesifik yang diberikan kepada karyawan baru
yang telah mengikuti Induksi Umum dan/atau Karyawan mutasi atau pindahan dari
bagian atau divisi lain di dalam perusahaan yang sama. Ketentuan tentang Induksi
Lokal adalah sebagai berikut:
i. Induksi harus diberikan kepada karyawabn yang sudah mendapatkan induksi
umum dan karyawan pindahan/mutasi.
ii. Induksi harus diberikan oleh pengawas atau orang yang ditunjuk yang
memiliki pengetahuan yang cukup tentang daerah tersebut dan prosedur
keselamatan terkait.
iii. Topik materi induksi sekurang-kurangnya dimasukkan dalam suatu daftar
periksa dan akan menjadi acuan bagi pelaksana induksi. Topik tersebut
sekurang-kurangnya mencakup:
1) Prosedur evakuasi dan tempat kumpul bila terjadi kebakaran di lokasi.
2) Pengenalan terhadap lokasi dan alat kerja serta fasilitas lainnya.
3) Potensi bahaya dan kecelakaan kerja yang pernah terjadi di lokasi kerja.
4) Alat pelindung diri yang wajib untuk lokasi kerja tersebut.
5) Gambara umum kegiatan departemen/unit kerja dan struktur
organisasinya.
6) Prosedur kerja yang terkait dengan tugas yang akan diberikan atau akan
segera dilakukan.
iv. Induksi diakhiri dengan evaluasi tertulis.
v. Peserta dan Penyaji induksi menandatangani daftar periksa.

c. Induksi Tamu
Induksi Tamu merupakan penjelasan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
secara singkat yang diberikan khusus untuk tamu atau pengunjung yang akan diijinkan
untuk memasuki tempat kerja. Ketentuan tentang Induksi Tamu adalah sebagai
berikut:
i. Induksi berikan pada saat tamu akan masuk ke dalam areal kerja.

MODUL 03:
15 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
ii. Induksi untuk tamu dilakukan oleh Pegawai Keselamatan dan Kesehatan Kerja
atau Petugas lain yang ditunjuk.
iii. Topik atau materi induksi dimasukkan ke dalam brosur yang disediakan
khusus untuk petunjuk tamu, mencakup:
1) Gambar umum perusahaan atau proyek.
2) Kebijakan perusahaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
3) Kewajiban tamu selama berada di dalam lingkungan pekerjaan.
4) Tempat kumpul dalam terjadi kebakaran atau kondisi darurat.
5) Fasilitas lainnya yang diperlukan.
iv. Para tamu tersebut selalu didampingi oleh pengawas daerah kerja atau orang
yang ditunjuk bilat amu tersebut hendak memasuki areal pekerjaan.
v. Tamu yang telah mendapatkan induksi diberikan tanda pengenal tamu /
Visitor.

d. Induksi Ulang
i. Induksi ulang diberikan kepada karyawan yang dinilai belum cukup
pengetahuannya tentang aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau
dijumpai tidak cakap dalam melaksanakan suatu prosedur kerja.
ii. Induksi diberikan berkaitan dengan suatu pelanggaran atas prosedur kerja
tertentu yang telah berakibat kecelakaan.
iii. Induksi diberikan oleh pengawan atau atasan langsung dan dibatasi hanya
pada topik yang berkaitan dengan pelanggaran prosedur atau kekurang
tahuan tersebut.
iv. Hasil induksi dikirimkan ke bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk
dilaporkan kepada Pimpinan Perusahaan.

2. Safety Talk
Safety Talk adalah bentuk komunikasi kepada para pekerja untuk mengenalkan dan
mengingatkan segala jenis aturan yang ada di lingkungan kerja agar aktivtas pekerjaan
berjalan sesuai dengan sistem kesehatan dan keselamatan kerja yang berlaku. Penerapan
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) dalam PP. 50 tahun 2012
menyebutkan bahwa komunikasi K3 merupakan bagian dari kegiatan pendukung untuk
pencegahan kecelakaan kerja.
Safety Talk dilakukan dengan tata cara mengumpulkan pekerja sebelum memulai bekerja
disuatu tempat biasanya di lapangan atau tempat terbuka lainnya dengan menyampaikan

MODUL 03:
16 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
poin-poin penting yang perlu diperhatikan oleh para pekerja pada saat bekerja demi
keselematan kerja yang disampaikan oleh supervisor atau pengawas lapangan.
Dalam menyampaikan materi Safety Talk supervisor harus komunikatif agar supaya dipahami
dan dimengerti oleh seluruh karyawan, buatlah juga terdapat sesi tanya jawab pada saat
kegiatan safety talk agar supervisor mengetahui bahwa pekerja benar-benar paham dan
mengerti tentang keselamatan kerja. Materi yang dibawakan pada saat safety talk bisa
meliputi bagaimana menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang baik dan benar, bagaimana
melakukan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), bagaimana penggunnaan Alat
Pemadam Api Ringan (APAR), kebersihan lingkungani kerja, prosedur bekerja yang benar dan
sebagainya.
Safety Talk memang hanya berlangsung beberapa menit saja, namun harus dipastikan bahwa
kegiatan ini berjalan dengan baik dan tepat serta materi yang dibawakan oleh supervisor
dapat dipahami oleh para pekerja sehingga para pekerja menerapkan keselematan bekerja
sesuai prosedur yang berlaku, hal ini tentu akan memperkecil resiko kecelakan pada saat
bekerja

3. Toolbox Meeting
Tool Box Meeting (TBM) merupakan rapat singkat tentang keselamatan kerja, yang
dilakukan sebelum pekerjaan dimulai dengan topik yang bervariasi sesuai jenis pekerjaan
yang akan dilaksanakan, berkaitan dengan pengamanan peralatan kerja dan keselamatan
tenaga kerja. Rapat ini diselenggarakan oleh Work Supervisor (Pelaksana) dan Safety
Supervisor setiap pagi atau sebelum pekerjaan dimulai, dihadiri oleh pekerja konstruksi.
Toolbox atau safety talk biasanya membicarakan tentang pekerjaan yang akan dilakukan
seperti bagaimana urutan kerja/ prosedur, risk assesment, dan identifikasi bahaya yang akan
muncul, dan penanggulangan apabila terjadi keadaan darurat. Kegiatan ini dilakukan pada
saat sebelum melakukan pekerjaan. Pastikan semua pekerja yang akan bekerja memahami
pekerjaannya, bahayanya dan cara menanggulangi bahayanya, dan mengetahui siapa yang
akan dihubungi apabila terjadi keadaan darurat. Pastikan juga semua pekerja fit saat bekerja,
penyebab dasar yang sering timbul pada saat kecelakaan adalah dikarenakan kelelahan, gagal
mengidentifikasi bahaya dan melakukan shortcut prosedur kerja. Tujuan Tool Box Meeting
adalah:
1. Mengadakan penjelasan informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan
yang diselenggarakan secara berkala (harian/mingguan) tergantung kondisi lapangan
melalui pertemuan kelompok kecil pekerja. Semua potensi bahaya yang terhdapat di

MODUL 03:
17 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
dalam pelaksanaan pekerjaan diidentifikasi dan disusun prosedur pengendalian risiko
bahayanya.
2. Meningkatkan pemeliharaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan yang
aman, sikap dan perilaku bermutu dan efisien.

Tabel 1. Contoh Pelaksanaan Tool Box Meeting


PENANGGUNA
NO. URAIAN AKTIVITAS KETERANGAN
JAWAB
1 Pertemuan Kelompok kerja dapat dilakukan Dipimpin oleh Anggota Pertemuan
kapan saja (sewaktu-waktu) dengan durasi waktu Kepala Regu Kelompok Pekerja
pertemuan cukup pendek, berkisar 10 s/d. 15 (Mandor yang adalah kelompok
dan tempat pelaksanaannya dimana saja di lokasi sudah dilatih) pekerja yang terlibat
tempat kerja (lapangan) dalam proses
pekerjaan secara
Pertemuan kelompok pekerja harus dilaksanakan
langsung di lapangan
minimal 1 kali dalam 1 minggu, yang lebih utama
dilakukan setiap hari
Pelaksaaan Pertemuan kelompok pekerja
dilaksanakan dengan teliti/akurat, sederhana
sejalan dengan aktivitas harian, semua
peringatan K3 Lingkungan harus ditekankan
dalam pelaksanaan pekerjaan ke semua
tingkatan pekerja, semua masalah diatasi harus
berbasis identifikasi potensi sumber bahaya
2 Semua permasalahan K3 Lingkungan mencakup Dipimpin oleh Anggota Pertemuan
proses kerja, metode kerja, progress K3 L dan Kepala Regu Kelompok Pekerja
hasil pertemuan pagi K3 L didiskusikan atau (Mandor yang adalah kelompok
dibicarakan di Pertemuan Kelompok Pekerja sudah dilatih) pekerja yang terlibat
dalam proses
Semua Supervisor harus membantu menetapkan
pekerjaan secara
topik-topik keselamatan yang berbasis
langsung di lapangan
identifikasi potensi sumber bahaya dalam
lingkaran kegiatannya dan/atau terhadap
kejadian/peristiwa yang cenderung mengarah ke
kondisi kecelakaan kerja dan/atau telah terjadi
kecelakaan kerja, sesuai dengan jenis pekerjaan
yang dikerjakannya
3 1) Topik Pertemuan Kelompok Pekerja dapat Dipimpin oleh Anggota Pertemuan
berupa penjelasan kondisi berbahaya dari Kepala Regu Kelompok Pekerja
setiap pekerjaan (Mandor yang adalah kelompok
2) Penyimpangan keadaan yang ditemukan saat sudah dilatih) pekerja yang terlibat
inspeksi K3L dalam proses
3) Insiden/Kecelakaan dan di jelaskan maksud pekerjaan secara
dan tujuan pencegahannya langsung di lapangan
4) Instruksi dan informasi dari Kepala Proyek,
Komite K3L dan Pemberi Pekerjaan
5) Peraturan dan ketetapan Perundang-
undangan

MODUL 03:
18 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
G. PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Pengusaha harus mengembangkan rencana tindakan tertulis untuk melaksanakan partisipasi
karyawan. Pengusaha harus berkonsultasi dengan karyawan dan perwakilan mereka tentang
pelaksanaan dan pengembangan analisis bahaya proses dan tentang pengembangan elemen lain
dari manajemen proses. Pengusaha harus memberikan kepada karyawan dan perwakilan mereka
akses ke proses analisis bahaya dan ke semua lainnya, informasi yang diperlukan untuk
dikembangkan oleh standar.
Perusahaan yang sukses melakukan segala yang mereka bisa untuk mengurangi bahaya di tempat
kerja, mulai dari meminta pembersihan tumpahan dengan segera hingga memasang pelindung
mesin. Mereka tahu tempat kerja yang lebih aman lebih efisien dan lebih produktif, dan yang
terpenting menyelamatkan nyawa manusia. Tujuan dalam mengikutsertakan partisipasi pekerja
dalam program Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah:
• Sebagian besar pekerja adalah bekerja di dalam lingkungan yang memiliki potensi bahaya
untuk itulah mereka harus selalu memperhatikan keselamatan dan Kesehatan kerja.
• Partisipasi pekerja dan perwakilan pekerja dalam program K3 akan menjadi factor yang
sangat penting dalam mencapai keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan dan
sasaran program K3.
• Pekerja akan terlibat dalam membangun menerapkan, mengevaluasi dan meningkatkan
program K3.
Pemimpin adalah orang yang bertanggung jawab atas program K3 di perusahaan. Dalam hal ini,
pemimpin K3 di perusahaan bertanggung jawab untuk mengembangkan, menerapkan, dan
memantau program K3. Namun dalam pelaksanaannya, pekerja juga harus dilibatkan dalam
perencanaan, penerapan hingga evaluasi program K3. Untuk membuat keputusan akhir sebuah
program K3, pemimpin harus mendengarkan pandangan pekerja mengenai semua hal yang
berhubungan dengan K3 di tempat kerja, seperti kondisi atau potensi bahaya yang dapat muncul,
masalah K3, tindakan preventif dan pengendalian yang sebaiknya dilakukan. Diskusi dengan
pekerja tidak akan menghilangkan hak pemimpin untuk mengelola program K3, pemimpin masih
memiliki hak penuh dalam membuat keputusan akhir sebuah program. Namun, berbicara dengan
pekerja adalah bagian penting dari keberhasilan implementasi program K3 di tempat kerja.
Partisipasi pekerja dalam program K3 dapat memberikan banyak dampak positif, antara lain:
• Tempat kerja yang lebih sehat dan aman
• Hasil program K3 yang lebih baik dan efektif
• Komitmen yang lebih kuat untuk menerapkan program K3
• Kerja sama dan kepercayaan yang terjalin baik

MODUL 03:
19 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
• Pemecahan masalah K3 secara bersama-sama.
Menurut standar Occupational Safety And Health Administration (OSHA), dalam program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang efektif, semua pekerja Didorong untuk berpartisipasi
dalam program, memberi masukan, dan melaporkan masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan informasi yang mereka butuhkan agar dapat
berpartisipasi secara aktif dalam program, memiliki kesempatan untuk berpartisipasi penuh dalam
semua perencanaan dan implementasi program, Tidak berhak mendapatkan ancaman, intimidasi,
atau tindakan tidak menyenangkan dari pihak mana pun saat mereka melaporkan masalah atau
keluhan terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja; melaporkan kecelakaan kerja, Penyakit Aakibat
Kerja, dan potensi bahaya; berpartisipasi dalam program; atau menjalankan hak Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang dijamin di bawah OSH Act lainnya. Berikut tindakan yang dapat dilakukan
manajemen atau pengurus perusahaan untuk meningkatkan partisipasi pekerja dalam program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sesuai standar OSHA:

1. Mendorong pekerja untuk berpartisipasi penuh dalam program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Manajemen secara terbuka menerima masukan atau tanggapan dan saran dari seluruh
pekerja terkait dengan penyelenggaraan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di lingkungan kerja
dan menjadikannya sebagai masukan dalam pengembangan program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Tindakan yang harus dilakukan dalam upaya mendorong pekerja untuk
berpartisipasi penuh dalam program Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah:
a. Beri pekerja waktu dan sumber daya yang diperlukan untuk aktif berpartisipasi dalam
program Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
b. Berikan respons positif kepada pekerja yang berpartisipasi dalam program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
c. Lakukan komunikasi secara terbuka dengan mengundang para pekerja untuk
berdiskusi dengan manajer/supervisor tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan
masukan untuk meningkatkan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2. Mendorong pekerja untuk melaporkan masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja di


tempat kerja
Pekerja merupakan sumber informasi terhadap berbagai permasalahan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja karena pekerja adalah pelaku langsung yang melaksanakan pekerjaan dan
mengenali kondisi lapangan, peralatan dan yang berpotensi terkena dampak langsung
terhadap kecelakaan kerja yang mungkin terjadi. Laporan dari pekerja harus ditindak lanjuti
dengan cepat, tindakan preventif sebelum ada pekerja yang mengalami kecelakaan atau

MODUL 03:
20 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
penyakit akibat kerja terjadi dan menimpa pekerja. Tindakan yang perlu dilakukan untuk
mendorong agar pekerja mau melaporkan masalah keselamatan kerja adalah dengan:
a. Proses pelaporan kecelakaan kerja dan segera tanggapi laporan yang masuk. Opsi
untuk pelaporan anonym.
b. Respons atau tanggapan secara rutin tentang perkembangan tindakan atas pelaporan
atau saran yang mereka berikan
c. Memastikan tidak ada pekerja yang mendapatkan ancaman atau intimidasi karena
telah melaporkan incident
d. Menghentikan aktivitas atau operasi kerja jika ditemukan adanya kondisi tidak aman
e. Libatkan pekerja dalam menentukan solusi atas masalah yang dilaporkan

3. Beri kemudahan bagi pekerja untuk mengakses segala informasi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang dibutuhkan
Berbagi informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang relevan dengan pekerja dapat
meningkatkan kepercayaan dan membantu organisasi dalam mengembangkan program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Komunikasi kepada pekerja dalam bentuk papan
pengumuman, spanduk, rambu dan media informasi lainnya harus dapat diakses oleh pekerja
dengan jelas sehingga mengetahui tentang informasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
dibutuhkan.

4. Keterlibatan pekerja dalam semua aspek program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Melibatkan pekerja dalam setiap perencanaan dan implementasi program dapat
memudahkan manajemen untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan akar penyebab
timbulnya bahaya yang ada di tempat kerja, menciptakan rasa tanggung jawab pekerja
terhadap program Keselamatan dan Kesehatan Kerja, meningkatkan pemahaman mereka
tentang bagaimana program diterapkan, dan membantu mempertahankan program dari
waktu ke waktu. Tindakan yang harus dilakukan adalah membuka peluang bagi pekerja untuk
berpartisipasi dalam semua aspek program, termasuk:
1. Mengembangkan dan menetapkan tujuan program Keselamatan dan Kesehatan
Kerja;
2. Melaporkan bahaya dan mengembangkan solusinya;
3. Mengidentifikasi dan menganalisis bahaya pada setiap langkah pekerjaan rutin dan
non rutin, tugas, dan/atau proses kerja;
4. Menentukan dan mendokumentasikan praktik kerja aman;
5. Melakukan inspeksi lapangan secara berkala;
6. Mengembangkan dan mengubah prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

MODUL 03:
21 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3
7. Berpartisipasi dalam investigasi kecelakaan kerja dan near miss;
8. Melatih pekerja lama dan pekerja baru;
9. Mengembangkan, menerapkan, dan mengevaluasi program pelatihan pekerja;
10. Mengevaluasi kinerja program Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan menentukan
tindakan perbaikan berkelanjutan;
11. Mengambil bagian dalam pemantauan paparan dan pengawasan medis yang terkait
dengan bahaya kesehatan.

5. Hilangkan segala hal yang menghambat pekerja untuk berpartisipasi dalam program
Para pekerja harus merasa bahwa masukan atau saran mereka diterima, suara mereka
didengar, dan mereka dapat menjalankan mekanisme pelaporan dengan aman. Tindakan yang
perlu dilakukan adalah:
1. Pastikan bahwa pekerja dari semua tingkat organisasi dapat berpartisipasi dalam
program K3;
2. Berikan respons yang cepat dan rutin untuk menunjukkan kepada pekerja bahwa
laporan atau masukan mereka didengar dan ditindaklanjuti;
3. Berikan waktu dan sumber daya atau fasilitas yang cukup agar pekerja lebih mudah
berpartisipasi dalam program K3. Misalnya, mengadakan pertemuan K3 selama jam
kerja regular

MODUL 03:
22 KOMUNIKASI DAN PARTISIPASI PEKERJA DALAM PROGRAM K3

Anda mungkin juga menyukai