Dosen Pengampu :
Dr. Dewi Khrisna Sawitri, S. Psi, M.Si, CHRM
Kelompok 3 :
Lailatu Munawaroh 21012010061
Krisna William Pradana 21012010208
Alya Nur Azizah 21012010221
Adi Bimantoro 21012010244
Indri Oktafia 21012010284
EKONOMI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UPN “VETERAN” JAWA TIMUR
2022-2023
Daftar Isi
1. Pendahuluan ...................................................................................................................................... 3
1.1 Profil Film .................................................................................................................................... 3
1.2 Sinopsis ........................................................................................................................................ 3
1.3 Tujuan .......................................................................................................................................... 4
2. Tinjauan Teoritis............................................................................................................................... 5
2.1 Culture Shock ............................................................................................................................... 5
2.2 Komunikasi Non-Verbal............................................................................................................ 6
2.3 Language Barriers ..................................................................................................................... 10
3. Ulasan Konten ................................................................................................................................. 11
4. Kesimpulan ..................................................................................................................................... 17
1. Pendahuluan
1.1 Profil Film
The Gods Must Be Crazy dirilis di Afrika Selatan pada tahun 1980 oleh Ster Kinekor
Picturers dan menjadi pemecah rekor box-office di negara itu. Untuk rilis di luar
negeri percakapan film dalam bahasa asli Afrikaans dialog didubbing dalam bahasa
Inggris, dan tugas sulih suara diberikan untuk Kung! Dan Tswana. Pada saat itu, film
ini juga memecahkan rekor box office di Jepang dan memecahkan rekor box office
untuk film asing di Amerika Serikat. Pada pertengahan November 1986, The Gods
Must Be Crazy dirilis dalam bentuk kaset video di AS oleh CBS / Fox melalui label
Playhouse Video mereka.
Berdasarkan 19 ulasan, The Gods Must Be Crazy telah mendapatkan skor 95%
"Fresh" di Rotten Tomatoes. Kritikus film Roger Ebert memberi film tiga bintang dari
empat, dan mengatakan dalam kesimpulannya: "Mungkin mudah untuk membuat
lelucon tentang kejadian sinting di padang pasir, tapi itu jauh lebih sulit untuk
menciptakan interaksi yang lucu antara alam dan sifat manusia. film ini adalah harta
kecil yang bagus ".
Meskipun film ini meraup lebih dari $ 100 juta di seluruh dunia, N!xau dilaporkan
memperoleh kurang dari $2.000 untuk peran yang dibintanginya. Sebelum
kematiannya, Uys mendapatkan tambahan $ 20.000 serta uang saku bulanan.
Di Indonesia, film ini pernah ditayangkan di Global TV sebagai bagian dari serial Big
Movies dalam versi dubbing Bahasa Inggris.
1.2 Sinopsis
The God Must Be Crazy menceritakan tentang Bushmen dari Gurun Kalahari. Suku
Bushman ini memiliki kemampuan bertahan hidup yang luar biasa. Mereka bisa
mendapatkan air yang mereka butuhkan dari alam yang benar-benar tandus yang
mereka temukan. Bushmen tidak tahu apa-apa tentang peradaban manusia. Tentu saja,
mereka hidup dalam skala yang lebih kecil, yang memberi orang-orang Semak ini
tingkat solidaritas yang tinggi. Mereka tidak berhubungan dengan teknologi, tetapi
mereka selalu bahagia dengan kehidupan mereka. Hal-hal yang sulit ditemukan dalam
kehidupan sekarang ini biasanya selalu mengutamakan materi.
Saat berjalan-jalan di siang hari, Xi menemukan botol kaca yang jatuh dari pesawat
militer yang terbang di atas wilayah Kalahari. Penasaran dengan benda aneh yang
belum pernah dilihatnya, Xi mengatakan itu adalah hadiah dari Tuhan. Botol itu
menjadi fokus perhatian Bushman. Mereka juga bertanya-tanya mengapa Tuhan
mengutus mereka. Itu menjadi objek yang sangat berguna pada awalnya, tetapi seiring
waktu semua pemilik dan ketergantungan merasakan botol dan akhirnya membuat
sedikit keributan tentang botol kaca.
Xi juga berinisiatif membuang botol kaca. Ini dia sebut barang terkutuk karena akan
merusak keharmonisan dalam keluarganya. Xi mengubur botol itu di suatu tempat
tetapi seekor hyena menggalinya dan botol itu ditemukan oleh dua orang Semak kecil.
Karena itu, Xi berniat membuang benda terkutuk itu ke ujung bumi. Xi terus pergi ke
ujung dunia, sesekali bertanya mengapa para dewa mengirim benda terkutuk ini.
Biasanya para dewa akan mengirimkan hal-hal yang berguna seperti air, umbi-
umbian, dll. Kemudian, Xi berkata, Dari hewan yang berlari sangat cepat (mobiL) ke
makhluk yang tampak aneh (orang berpakaian) hingga pohon (bangunan) yang sangat
besar dan sangat aneh, ia menemukan peradaban yang aneh dalam perjalanannya.
Tetapi Xi tidak pernah lupa bahwa itu adalah tugasnya untuk membuang botol
terkutuk itu ke ujung bumi. dia. Xi membuang botol itu sambil tersenyum dan
bergegas kembali ke keluarga tercinta untuk menceritakan semuanya kepada mereka.
1.3 Tujuan
Berikut beberapa tujuan kami dalam penyusunan makalah movie review report ini :
1. Mengetahui komunikasi lintas budaya yang terjadi pada film “The God Must Be
Crazy”
2. Mengetahui kesalahpahaman dalam komunikasi khususnya lintas budaya pada
film “The God Must Be Crazy”
3. Mengetahui budaya, konflik, serta konteks lintas budaya pada film “The God
Must Be Crazy”
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Culture Shock
Culture shock atau gegar budaya menurut Cambridge dictionary adalah perasaan
bingung yang dirasakan seseorang saat mengunjungi suatu negara atau lingkungan
yang tidak mereka kenal, bisa karena kebudayaan, gaya hidup atau kebiasaan yang
berbeda.
Terdapat suatu film tahun 80-an yang cukup terkenal, berjudul “The Gods Must Be
Crazy” sebagai film humor yang menceritakan mengenai petualangan seorang
bushmen yang belum tersentuh “peradaban” modern di gurun Kalahari di Afrika,
yang bertemu dengan berbagai manusia “beradab” yang karena satu dan lain hal
berada dalam gurun tersebut, sehingga berbagai peristiwa yang menggelikan terjadi.
Melihat Xi dan sukunya bertahan hidup di daerah tandus Kalahari menunjukkan suatu
keterampilan hidup yang luar biasa. Mereka mengadaptasikan diri mereka dengan
lingkungan. Mereka tahu harus berbuat apa dengan lingkungannya, seperti cara
mendapatkan air dan makanan.
Dalam kehidupan mereka terlihat bahwa idealisme mereka murni hanya bertahan
hidup, karena tidak ada lagi yang mereka kerjakan selain food gathering dan usaha-
usaha melengkapi kebutuhan sandang,pangan papan. Membuat mereka tidak
menandai hari dengan penanggalan. Mereka hidup berkelompok dalam skala kecil.
Karena hidup bersama-sama dalam skala kecil, kehidupan sosial mereka tidak
menghasilkan strata dan norma-norma hukum yang pasti, bahkan mereka tidak
mengenal system kepunyaan. Satu prinsip yang mereka anut adalah Tuhan
menciptakan semuanya untuk kebaikan, sehingga mereka sama sekali tidak memiliki
rasa benci terhadap apapun ciptaan lain di sekitar mereka.
Suatu hari Xi menemukan botol kaca. Dalam peradaban mereka kaca adalah sesuatu
yang aneh dan baru. Botol kaca itu dibuang oleh pilot pesawat yang melintas di
daratan Kalahari. Sedangkan suku di Kalahari menyebut itu sebagai pemberian
Tuhan. Botol Kaca ini menjadi pusat perhatian dan semua orang merasa butuh untuk
menggunakannya. Mulai muncul ownership dan kecemburuan. Xi berniat
mengembalikan benda itu kepada Tuhan, benda itu membawa keburukan bagi
mereka, dan mereka menyangka Tuhan pasti telah salah mengirimkan itu kepadanya.
Dari sinilah ia bertekad melemparkan kaca itu ke ujung dunia, perjalanan ke ujung
dunia membuat ia menemukan peradaban lain di luar Kalahari yang sudah lebih
kompleks dalam interaksi sosialnya. Ada semacam culture Shock yang ia dapatkan,
mulai dari menemukan hewan yang berlari sangat cepat (mobil), Tuhan (manusia
dengan rambut bewarna dan memiliki pakaian), persamaan hak atas apa yang ada di
bumi (pidana membunuh hewan ternak yang bukan kepunyaan).
Sedangkan di sisi lain, di film ini juga diperlihatkan kehidupan perkotaan yang sudah
jauh lebih kompleks dan heteorogen. Seolah-olah mereka tidak ingin beradaptasi
dengan lingkungan, mereka berusaha mengadaptasikan lingkungan pada kebutuhan
mereka, seperti pada pembuatan jalan raya, gedung, dan lain-lain. Ada sistem strata
dan sistem kehidupan yang berjalan secara teratur dan di desain sedemikian rupa.
Penduduk perkotaan berkomunikasi dengan bahasa universal yang bisa dimengerti
semua orang. Mereka mengembangkan teknologi agar mempermudah kehidupan dan
upaya memenuhi kebutuhan.
Sangat jauh berbeda melihat corak kehidupan mereka. Saya menyadari bahwa
behavior suku di Kalahari dan penduduk di perkotaan atau pedesaan selalu didasari
oleh pengetahuan yang dipercaya bisa memenuhi kebutuhan manusia dan mendukung
keberlangsungan hidup. Yang sering menjadi masalah, adalah timbulnya stereotypes
dan menggunakan parameter yang berbeda dalam menilai kelompok lain di luar
kelompok mereka. Padahal bila ditinjau lebih jauh, ada alasan yang kuat dalam
mendorong prilaku demikian.
Pelajaran berharga yang saya dapat setelah menonton film ini adalah empati kepada
perbedaan. Film ini menyadarkan saya kalau perkembangan teknologi tidak selalu
memberikan manfaat dan efektif dalam mempermudah kehidupan. Akan menjadi
suatu masalah besar bagi suku di Kalahari, masalah dalam interaksi sosial dan
lingkungan mereka.
Hal ini dikarenakan ketika seseorang kerap melakukan perbincangan dengan orang
lain menggunakan komunikasi verbal maka dapat dikuatkan melalui pesan nonverbal
maupun sebaliknya. Komunikasi nonverbal tentunya memiliki fungsi yang kuat ketika
melakukan komunikasi dengan orang lain. Samovar (2015, 298-300) menjelaskan
bahwa fungsi komunikasi nonverbal memiliki fungsi untuk menyampaikan pesan
secara internal, menciptakan identitas pribadi, mengatur interaksi dengan orang lain,
dan dapat menggantikan kata-kata.
Dari beberapa fungsi komunikasi nonverbal tersebut maka dapat dipahami bahwa
sekalipun komunikasi tidak dilakukan dengan kata-kata maka akan tetap bisa
memberikan makna. Salah satu faktor yang memengaruhi individu dalam melakukan
komunikasi nonverbal adalah unsur budaya yang dianut. Melalui komunikasi
nonverbal dapat mencerminkan perilaku dalam sebuah budaya dan perilaku tersebut
menjadi proses sosialisasi terhadap budaya (Samovar, 2015, hal. 301).
Oleh karena itu, pesan komunikasi nonverbal yang dilakukan setiap individu dapat
berbeda-beda sesuai dengan budaya yang dianutnya. Semakin banyak seseorang
mendapatkan pengalaman akan sebuah budaya maka akan menambahkan
kemampuannya dalam memahami pesan nonverbal orang lain.
Film "The Gods Must Be Crazy" mengisahkan Xi yang berasal dari suku Bushmen
yang tinggal di pedalaman Afrika Selatan dengan segala keterbatasannya. Pada suatu
ketika ada pesawat yang melintas di atas pemukimannya dan menjatuhkan botol kaca
tepat dihadapannya.
Bermula dari jatuhnya botol tersebut yang dibawa olehnya kepada saudara-
saudaranya di tempat mereka tinggal. Kehadiran botol yang dibawa oleh Xi kerap kali
membawa permasalahan pada suku Bushmen seperti pertengkaran, kekerasan,
pemukulan, dan masalah lainnya.
Beberapa cara telah dilakukan oleh Xi dari membuang dan mengubur botol tersebut
agar permasalahan tidak datang padanya tetapi keadaan tidak berpihak pada dirinya
dan sukunya sehingga botol tersebut tetap kembali. Hingga pada suatu saat
berkumpullah suku Bushmen di tengah-tengah perapian dengan menatapi botol
tersebut secara bersama-sama dengan menunjukkan perilaku nonverbal masing-
masing penghuni suku Bushmen.
Perilaku non-verbal yang ditunjukkan oleh suku Bushmen berupa tangisan, ratapan,
merangkul satu dengan yang lainnya, serta terdiam tanpa kata. Sikap dan perilaku
yang ditunjukkan oleh suku Bushmen dengan segala keterbatasan terhadap
pengetahuan menunjukkan identitas budaya yang diyakini menunjukkan bahwa
dengan adanya botol tersebut hanya membawa musibah dan bencana pada suku
Bushmen, dapat ditunjukkan melalui pesan nonverbal yang coba ditampilkan pada
penontonya.
Adanya perilaku nonverbal pada film "The Gods Must Be Crazy" jika dilihat lebih
dalam secara bersama-sama sebenarnya ingin memberitahu kepada Anda cara untuk
memahami sebuah budaya yang memiliki perbedaan. Perbedaan peradaban pada film
tersebut memberikan makna yang mendalam mengenai pola seseorang berkomunikasi
dalam pengaruh budaya.
Budaya yang menjadi tolok ukur pada sebuah komunikasi tidak dapat disalahkan
melainkan perlu adanya proses pemahaman terhadap konteks dan pemikiran terbuka
untuk menerima budaya lain maupun globalisasi. Pemahaman terhadap konteks dan
membuka pemikiran merupakan sebuah cara untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi nonverbal dengan baik.
Pada dasarnya banyak cara yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi nonverbal seseorang tetapi dengan memahami konteks serta dapat
membuka pemikiran terhadap budaya lain akan semakin mempermudah.
Hal ini dapat terjadi karena ketika seseorang melakukan komunikasi tidak akan bisa
terlepas pada sebuah konteks oleh karena itu penting dengan mengetahui konteks
pembahasan. Setelah memahami konteks maka cobalah membuka pemikiran Anda
dengan menerima budaya lain secara rasional serta diwujudkan dengan tindakan
melalui pesan nonverbal. Apabila kedua cara tersebut dilakukan dengan proses yang
baik maka akan membantu Anda dalam melakukan komunikasi nonverbal dengan
baik.
2.3 Language Barriers
Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia.
Komunikasi adalah bagaimana manusia berinteraksi untuk menyampaikan pesan,
informasi atau mengungkapkan emosi. Bahasa adalah media yang melaluinya
proses komunikasi berlangsung. Bahasa dalam komunikasi dapat berupa verbal,
yaitu menggunakan kata-kata untuk membaca, menulis dan berbicara atau non-
verbal yaitu menggunakan tanda, ekspresi wajah atau bahasa tubuh. Meskipun
berbagai sarana komunikasi, pesan terkadang tidak dipahami atau hanya
disalahpahami. Hambatan bahasa adalah ciri-ciri penggunaan bahasa yang
mengakibatkan kesalahpahaman atau hilangnya komunikasi. Hambatan bahasa
berhubungan dengan aspek penggunaan bahasa yang membuatnya sulit untuk
dipahami. Ini bisa jadi karena berbagai faktor seperti perbedaan latar belakang
pendidikan, tingkat melek huruf dan negara atau wilayah pengguna bahasa.
Di dalam film “The God Must Be Crazy” menyuguhkan banyak hambatan bahasa
contohnya ketika Kate dan Steyn bertemu dengan suku asli pedalaman, Kate tidak
mengetahui apa maksud mereka dan mencurigai niat mereka. Hambatan bahasa
berpengaruh besar dalam gagalnya pengiriman pesan dari pengirim ke penerima
juga menyebabkan gagal dalam proses decoding dan encoding
3. Ulasan Konten
Capture Review
Pada awal film ditunjukkan
segala latar belakang
mengenai Suku Bushmen
dari Gurun Kalahari.
Ditunjukkan pada film
bahwa suku ini sangat
terpencil dari dunia
Luar dan mereka tidak
mempunyai konsep
kepemilikan. Pada awal
video ini sangat
menjelaskan akan dibawa
kemana film ini nanti karena
memberikan highlight
budaya dan kebiasaan para
anggota suku Bushmen.
Pada awal film kita diajak
tokoh Xi mempelajari apa
itu metamessage.
Metamessage sendiri adalah
arti sebuah pesan
yang memberitahu orang
lain bagaimana
mereka harus merespon
untuk konten kami
berbasis komunikasi
tentang hubungan kita
dengan
mereka.
Bertolak belakang dengan
scene sebelumnya, director
film ini bertransisi ke
budaya modern dimana
tokoh Steyn dan Kate
menjalani hidup. Pada scene
ini pastinya penonton
paham bahwa film ini
menyajikan perbedaan
kebudayaan dan kebiasaan
nantinya.
Scene selanjutnya terdapa
adegan botol yang jatuh dari
pesawat kemudian mendarat
di teritorial suku Bushmen.
Mereka mengalami
conflict/culture shock pada
scene ini hingga
ditunjukkan betapa stress
suku Bushmen saat
mendapati hal baru seperti
ini.
Terkejut atau bahkan tercengang oleh kebiasaan asing bukanlah hal yang tidak
terduga namun, penolakan untuk memperluas cakrawala budaya Anda atau untuk
mengakui legitimasi praktik budaya yang berbeda dari Anda sendiri dapat
menyebabkan kesalahpahaman antarkelompok dan konflik.
Apa yang dipelajari tergantung pada posisi sosial dan ekonomi setiap individu di
masyarakat. Kesadaran diri melalui kontak antar budaya untuk seseorang dari ras atau
minoritas kelompok dapat berarti belajar untuk waspada dan tidak terkejut dengan
hal-hal kecil yang tidak disadari oleh anggota mayoritas yang dominan—dan
pengingat akan tempat mereka dalam masyarakat. Kemudian, yang datang melalui
pembelajaran antar budaya mungkin melibatkan peningkatan kesadaran untuk
terjebak dalam sistem politik, ekonomi, dan sejarah—bukan buatan kita sendiri.
Dalam makalah ini yakni movie revie report kami mempelajari kasus dala film “The
God Must Be Crazy”. Terdapat banyak wawasan baru mengenai komunikasi lintas
budaya pada film ini. Higlight film ini merupakan materi culture shock yang disajikan
produser film kepada para penonton bagaiamana para tokoh menghadapai krisis
komunikasi pada masanya masing-masing. Culture shock adalah perasaan kecewa
atau terkejut ketika dihadapkan pada lingkungan atau budaya baru. Orang yang
mengalami gegar budaya biasanya merasa cemas, bingung, dan frustrasi. Karena ia
telah kehilangan tanda, simbol, dan bentuk interaksi sosial yang ia kenal dari budaya
asalnya. Dalam bukunya Intercultural Communication: Change Perceptions and
Attitudes dalam Meningkatkan Kreativitas Manusia (2016), Aang Ridwan
menggambarkan gegar budaya sebagai kejutan mental dan psikologis yang
disebabkan oleh ketidaksiapan menghadapi budaya yang berbeda atau baru.
Pada awalnya, Para tokoh yakni Xi, Kate serta Steyn mengakui keadaan dan
mengakui ketidaknyamanan. Tokoh yang mengalami kejutan budaya harus menerima
kenyataan bahwa mereka tidak tahu apa yang mereka hadapi. Dengan cara ini, para
tokoh menjadi tertarik untuk mengetahui, memahami, dan mempelajari hal-hal baru,
termasuk budaya. Berhasilnya para tokoh yakni Xi, Steyn, hingga Kate berpikiran
terbuka dan bisa menerima perbedaan yang ada atau muncul di lingkungan baru. Adat
dan norma, kebiasaan, perilaku, agama, pola makan, bersosialisasi, dll. Pada awalnya
mungkin para tokoh “The God Must Be Crazy” mengalami gegar budaya dan
mengalami kekesalan emosi yang serius.
Namun, seiring scene film terus berjalan para tokoh dia menjadi mengerti dan
berhenti peduli tentang perbedaan. Para tokoh memiliki sikap terbuka terhadap hal-hal
baru dan berbeda untuk dipelajari dan mendapatkan pengalaman dengan pikiran
terbuka dan itulah cara Xi, Steyn, dan Kate untuk mengatasi kejutan budaya.
Xi dan Steyn serta M’Pudi terlibat langsung dalam budaya modern dan budaya suku
Bushmen dan hal ini memudahkan proses adaptasi mereka. Kemudian, Kate yang
berpikiran terbuka dan berjiwa sosial tinggi juga dapat melakukan komunikasi lintas
budaya terhadap teroris yang menyandera murid-muridnya dengan cara bernnegosiasi.
Dalam film ini kami juga disuguhkan bagaimana stage dalam culture shock. Dimulai
dari honeymoon stage. Honeymoon Stage adalah tahap pertama dari gegar budaya,
dan seringkali dapat berlangsung selama beberapa minggu atau bahkan berbulan-
bulan. Ini adalah fase euforia ketika Anda terpesona oleh semua aspek menarik dan
berbeda dari kehidupan baru Anda – mulai dari pemandangan dan aroma hingga
kecepatan hidup dan kebiasaan budaya.
Selanjutnya, Recovery Stage dimana tahapan ini perlahan mengiringi karena orang
merasa lebih betah di lingkungan baru mereka. Perasaan dari tahap konflik mulai
mereda ketika orang menyesuaikan diri dengan lingkungan baru mereka. Meskipun
mereka mungkin masih belum memahami isyarat budaya tertentu, orang akan menjadi
lebih akrab—setidaknya hingga menafsirkannya menjadi lebih mudah. Selama tahap
penerimaan atau pemulihan, orang lebih mampu mengalami dan menikmati rumah
baru mereka. Biasanya, kepercayaan dan sikap terhadap lingkungan baru mereka
meningkat, yang mengarah pada peningkatan kepercayaan diri dan kembalinya rasa
humor mereka. Hambatan dan kesalahpahaman dari tahap frustrasi biasanya telah
diselesaikan, memungkinkan orang untuk menjadi lebih santai dan lebih bahagia.
Pada tahap ini, kebanyakan orang mengalami pertumbuhan dan mungkin mengubah
perilaku lama mereka dan mengadopsi tata krama dari budaya baru mereka.
Selama tahap ini, budaya, kepercayaan, dan sikap baru mungkin tidak sepenuhnya
dipahami. Namun, realisasinya mungkin diatur dalam pemahaman yang lengkap tidak
diperlukan untuk berfungsi dan berkembang di lingkungan baru.
Terakhir Adjustment Stage, rutinitas mulai berkembang dan hal-hal mulai terasa
normal, tokoh mulai merasa lebih bisa mengakses informasi. Para tokoh juga merasa
lebih santai dan memiliki lebih sedikit emosi negatif.