Anda di halaman 1dari 5

Nama : Maria Fernanda De Vega

NPM : 213501516063

Prodi : Ilmu Politik

Mata kuliah : Filsafat Dasar Logika

Tugas Review Film PK (Peekay)

PK atau Peekay merupakan film bergenre drama komedi satir dari India yang rilis pada tahun
2014. Film ini disutradarai oleh Rajkumar Hirani dan di produksi oleh Hirani dan Vidhu Vinod
Chopra. Tidak hanya memproduksi, Hirani juga turut andil dalam penulisan naskah bersama
Abhijat Joshi. Film yang dibintangi oleh Aamir Khan, Anushka Sharma, Sushant Singh Rajput,
Boman Irani, Saurabh Sanjay Dutt berhasil menduduki peringkat ke 66 sebagai film terlaris
seluruh dunia pada tahun 2014.

Sinopsis :

Film ini bercerita tentang sosok Alien yang berwujud seperti manusia, turun ke bumi untuk
melakukan penelitian, namun sesaat setelah ia turun dari pesawat luar angkasa nya, dia
kehilangan alat komunikasi yang berupa remote control berbentuk kalung. Alien tersebut tentu
harus mencari keberadaan remote controlnya agar ia bisa kembali pulang ke planetnya. Namun
dalam perjuangan mencari remote control itu tentu sangat sulit dijalani karena dia mengalami
kesulitan berinteraksi dengan masyarakat sekitar (Indis) karena tidak dapat memahami bahasa
mereka. Kemudian dia melanjutkan pencarian ke kota Delhi dan disanalah ia semakin bingung
karena ia ditemukan dengan pernyataan bahwa "hanya Tuhanlah yang dapat menolongnya".
Akan tetapi, dia menjadi frustasi akibat banyaknya tuhan di sekelilingnya. Oleh karena tingkah
lakunya yang begitu aneh, maka Alien itu dijuluki dengan sebutan Peekay atau pemabuk.

Peekay bertemu dengan seorang pemuka agama bernama Tapaswi Maharaj yang ternyata
menyimpan remote controlnya. Namun, Tapaswi mengaku bahwa benda tersebut merupakan
pemberian dari Dewa Shiwa. Mengetahui kebohongan Tapaswi, PK memutuskan untuk tidak
mempercayai tuhan. Setelah itu, PK berjumpa dengan Jaggu seorang reporter berita yang
membantunya untuk mendapatkan kembali remote control PK.

Dengan kekuatan media. Jaggu dapat menarik simpati dari masyarakat dengan memunculkan dan
mengekspos isu wrong number yang dilakukan oleh setiap pemuka agama. Pada saat Tapaswi
terancam kebangkrutan akibat isu tersebut, ia melakukan pertemuan dengan PK pada acara yang
disiarkan secara langsung. Di situ "permainan tuhan Tapaswi terbongkar. Peekay mendapatkan
remot kontrolnya kembali dan pulang ke Planetnya.

Review film PK :

Film PK merupakan salah satu Film yang bagi saya sangat gila. Saya sebut gila karena saya tidak
bisa mengatakan kata lain atau sebenarnya malah tidak bisa diwakilkan dengan kata-kata. Ya,
benar-benar gila. Dari ide cerita, alur, komedi, kisah cintanya, setting tempatnya yang epik
semuanya komplit. saya akan membahas tentang ide ceritanya. Film ini menurut saya adalah
sebuah kritik oleh penulis cerita terhadap keberagamaan orang kebanyakan di dunia ini, saya
sebut keren karena ini tidak hanya mengkritik satu-dua agama melainkan semua cara
keberagamaan kena. dia mengkritik mengenal masyarakat kita yang beragama tetapi tidak
bertuhan yang tepat.Tuhan yang tepat?

Kalau kata Peekay, tuhan itu ada 2 jer menciptakan alam semesta, dan tuha oleh pemuka agama.
Tuhan palsu yar agama adalah cerminan dari pemuka pemarah, pencemburu, pembohong, s
umatnya takut, dan lebih suka mendatang ngaya andanding orang miskin. Manusia lahir dibekali
dengan otak oleh tuhan, bukan dengan kitab suci, bukan dengan kitab tafsir, maka semestinya
dengan akal lah kita menilai mana tuhan yang asli mana tuhan palsu, mana ajaran yang pantas
kita ikuti dan mana yang tidak, dan kita tidak mesti ikut pemahaman yang mainstream (dianggap
umum) jika hal itu tidak sesuai dengan hati nurani kita. Seringkali memanfaatkan kedudukannya
untuk mengelabui Jemaat atau kaumnya untuk kepentingan mereka sendiri. Sebagai contoh
dalam Film ini tokoh yang bernama Tapasvi Maharaj, memanfaatkan kebodohan ummat untuk
memperoleh segala kekayaan duniawi dan nama besar untuk dirinya sendiri. la menjadi semacam
"calo" atau "makelar" untuk bertemu dengan Tuhan.
Pesan terkandung dalam film PK :

- Pertama, manusia kadang terlalu mudah jatuh pada ritualisme agama. Dalam film PK, nampak
jelas sekali bagaimana umat beriman mudah jatuh pada ritualisme agama tanpa tahu apa makna
dari ritual yang dilakukan. Memang membahas ranah atau masalah ini tidaklah mudah karena ini
adalah forum internum, sesuatu yang terjadi dalam diri manusia.

- Kedua, umat agama perlu kritis. Ini merupakan sebuah ajakan yang disampaikan secara implisit
bahwa umat beriman perlu kritis terhadap aturan maupun aturan yang dibuat dalam agama.
Begitu banyaknya aturan agama tidak jarang malah membawa umat semakin menjauh dari relasi
yang sebenarnya antar umat beragama dan Tuhannya. Sikap kritis perlu agar segala hal tidak
disalah tafsirkan demi meraup keuntungan pribadi. Nampak jelas bahwa terkadang aturan-aturan
agama membuat umat beriman hidup dalam sebuah ‘penjara’, karena ada banyak hal dibatasi
sehingga ruang kebebasan sebagai manusia direduksi dan manusia hanya menjalani aturan
agamanya bukan karena kemauan akan relasi mendalam dengan Tuhan, melainkan lebih karena
takut, dsb. Makna agama dipermiskin dan dipersempit sesuai keinginan para pemimpin agama.

PK menunjukkan bahwa sebenarnya praktek-praktek yang ‘agak aneh’ tersebut berujung pada
yang ia sebut, “wrong number’ atau salah sambung. Tentu saja ni merujuk pada praktek
beragama agama di dunia yang memiliki beragama ritual, atau aturan, yang bisa sangat berbeda
antara yang satu dengan yang lain. Ada yang boleh pada satu agama, malah ditentang keras oleh
agama yang lain. Sebagai alien yang berusaha menjadi manusia sebagaimana orang-orang di
sekitarnya, situasi tidaklah mudah. Bila kita lihat lagi, adanya perbedaan itu kadang berakhir
pada perpecahan sosial yang berujung pada kebencian antar agama, bahkan pada pembunuhan
yang mengatasnamakan agama. Pertanyaan menariknya adalah Tuhan yang mana yang dia bela?
Atau menggunakan pertanyaan PK, “Who is the right One?” Jika terus mencari mana yang
paling benar sementara ada banyak agama dan beragam versi ajarannya, konflik tidak akan
pernah berakhir. Semua agama adalah benar. Setiap agama pasti memiliki sejumlah unsur yang
menyebabkan dia disebut sebagai agama. Dalam film PK ini semua orang diajak untuk kembali
kritis berefleksi tentang agamanya sendiri.
- Ketiga, Tuhan tidak bisa direduksi sesuai ego manusia. Manusia memiliki kecenderungan
mencari jawaban-jawaban semua atas ketidakmampuannya menghadapi realitas bahwa dirinya
terbatas. Manusia adalah makhluk yang lebih tinggi dari ciptaan lainnya karena diberi akal budi.
Meskipun demikian, itu bukan berarti manusia bisa melakukan segalanya sesuka hatinya.
Manusia tetaplah makhluk terbatas. Realitas ini membuat manusia selalu berusaha mencari
jawaban atas segala misteri atau pertanyaan dalam hidupnya pada Tuhan. Tuhan yang adalah
transenden itu dianggap menjadi sumber dan jawaban atas segala persoalan yang dihadapi
manusia. Dalam film ini Allah direduksi. Film tersebut nampak sekali bahwa Allah seolah
menjadi pribadi yang menakutkan, penghukum, dan penuh dengan sejumlah tuntutan. Realitas
bahwa manusia sebenarnya menyembah Tuhan bukan karena melihat Tuhan sebagai pencipta
yang Mahacinta dan Mahamurah, malah sebagai pribadi yang banyak menuntut dan jika dilawan
akan mendatangkan neraka dan dukacita membuat manusia dengan mudah dimanfaatkan oleh
para pemimpin agama yang picik dan mau mengambil keuntungan berdasarkan egonya sendiri.

- Keempat, relasi dengan Tuhan itu perlu berbuah pada aksi nyata, kepedulian terhadap sesama.
Dalam film PK nampak sekali bagaimana PK mengkritik dan mempertanyakan ritual sebuah
agama yang menuangkan susu pada sebuah patung sementara di sekitarnya banyak orang yang
membutuhkan makan. Pemberian susu pada dewa sama sekali tidak masuk akal, karena yang
membutuhkan itu manusia, bukan Tuhan yang adalah sang Maha segalanya.

Yang dipertanyakan PK terkait pemberian susu yang sia-sia itu mengangkat sebuah persoalan
serius para pemimpin agama terlalu sibuk pada ritualisme yang tidak berguna karena mencoba
menutup mata terhadap kemiskinan di sekitarnya. Mereka hidup dalam kemewahan, disembah,
diberi fasilitas mewah, dsb bebas menuntut ini dan itu, tetapi tidak peka pada yang sebenarnya
esensial dalam kehidupan bersama, yakni kehidupan. Mereka lupa akan kehidupan yang perlu
dirawat, diberi harapan, dan perhatian, khususnya mereka yang membutuhkan makanan,
perlindungan dsb. Tegas digambarkan bahwa ntara perkataan, ajaran yang benar dan realitanya
berbeda seratus delapan puluh derajat. Ini tentu sangat miris, apalagi di negara-negara dunia
ketiga yang terkesan sangat agamis, sekaligus miskin. Bisa saja, orang bertanya, jangan-jangan
agama punya peran entah besar atau kecil terhadap kemiskinan dan kemelaratan masyarakat di
belahan dunia timur

Anda mungkin juga menyukai