Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Tentang :

“SUKU KOROWAI”

Disusun Oleh :
Nama : Erlangga Giri Sunu
Nirm : 06.03.18.009
Prodi : Penyuluhan Peternakan Dan Kesejahteraan Hewan

KEMENTRIAN PERTANIAN
BADAN PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN (POLBANGTAN)
MANOKWARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Manokwari, 18 Maret 2021

Erlangga Giri Sunu

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT...........................................................i


KATA PENGANTAR...........................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................9
1.3 Tujuan.......................................................................................................................9
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................10
2.1 Penyiapan Pengetahuan Aparat...................................................................................10
2.2 Penyiapan Program Pemerintah..................................................................................10
2.3 Penyiapan Masyarakat.................................................................................................11
BAB III PENUTUP.............................................................................................................12
3.1 Kesimpilan..............................................................................................................12
3.2 Saran.......................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13

iii
BAB I

PENDHAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korowai adalah suku yang baru ditemukan keberadaannya sekitar 35 tahun lalu di
pedalaman Papua. Berpopulasi sekitar 3000 orang. Suku terasing ini hidup di rumah pohon
yang disebut Rumah Tinggi. Beberapa rumah bahkan bisa mencapai ketinggian 50 meter
dari permukaan tanah. Suku Korowai adalah salah satu di daratan Papua yang tidak
menggunakan koteka.

Orang-orang Korowai menempati kawasan hutan sekitar 150 kilometer dari Laut
Arafura. Mereka adalah pemburu-pengumpul yang memiliki keterampilan bertahan hidup.
Sampai sekitar 1975, Korowai hampir tidak mempunyai kontak dengan dunia luar. Mereka
hanya mengenal diantara mereka saja.

Tinggal di kampung atau pemukiman kecil yang dibuat pemerintah, adalah fenomena
yang relatif baru di kalangan Korowai. Mereka membangun rumah yang dibagi menjadi
dua atau tiga kamar persegi panjang dengan tempat api di setiap kamar. Pria dan wanita
tinggal terpisah. Pada tahun 1992, ketika desa Yaniruma diresmikan pemerintah Boven
Digoel, tim pembuat film dokumenter sudah bisa mengunjungi Korowai di pemukiman
mereka.

Sedikit saja informasi yang diketahui tentang Korowai sebelum 1978. Namun, dari
berbagai sumber, diketahui, suku ini mengalami masa mengayau yang pelik. Kontak orang
Korowai dengan dunia luar tercatat ketika mereka bertemu penginjil Johannes Veldhuizen,
pada 4 Oktober 1978. Setelah kontak itu, sekitar 1980, Gereja kemudian membangun

4
sekolah dasar dan klinik rawat jalan. Selama tahun-tahun pertama itu, Johannes Veldhuizen
dan Henk Venema mengatur berbagai pertemuan dengan Korowai.

Antara tahun 1978 dan 1990, Korowai masih menempati hilir sungai. Mereka membuka
kebun dan berburu. Mereka juga diperkenalkan dengan metode penyembuhan kesehatan
yang diprogramkan pemerintah. Namun, meskipun telah mengetahui klinik rawat jalan di
Yaniruma, banyak dari mereka masih menggunakan metode tradisional menyembuhkan
sakit.

Suku Korowai sebagian besar masih mandiri. Mereka menghasilkan kapak dari batu,
membuat garam dan banyak lainnya. Uang pertama yang dikenalkan berasal dari
misionaris. Mereka juga membantu perintis gereja dan dibayar rupiah. Dengan uang ini,
mereka bisa membeli barang di toko lokal seperti garam, pakaian, dan pisau cukur. Sejak
1990, Korowai telah terlibat dalam proyek-proyek kehutanan perusahaan asing. Mereka
dipekerjakan sebagai pemandu wisata dan pengemudi perahu.

Meskipun banyak dari mereka tidak tamat SD, beberapa berhasil mengikuti pendidikan
menengah di Kouh, Boven Digoel Atas. Kini, pemuda Korowai bisa belajar di Jayapura.

Secara tradisional, Korowai hidup dalam kondisi terisolasi. Mereka membangun rumah
tinggi untuk melindungi keluarga tidak hanya terhadap serangan hewan buas, tetapi juga
menangkal roh jahat. Untuk waktu yang lama, Korowai dianggap sangat tahan terhadap
konversi agama. Namun, pada akhir tahun 1990-an, mereka mulai dibaptis.

Rumah Pohon dan Adat

Untuk membangun sebuah rumah, dipilih pohon besar kokoh sebagai tiang utama.
Lantainya terbuat dari cabang. Kulit pohon sagu digunakan untuk membuat dinding.
Atapnya dari daun hutan. Untuk merangkai rumah, dipilih tali rotan yang kuat. Untuk

5
menjangkau rumah, disusun tangga panjang menjulai ke bawah. Sebelum menempati
rumah itu, mereka akan melakukan ritual malam mengusir roh jahat.

Setiap keluarga memiliki kebun sagu. Mereka juga mengumpulkan sayuran hijau, dan
buah-buahan yang semuanya tumbuh di hutan. Babi dan anjing adalah satu-satunya hewan
peliharaan. Babi memiliki nilai sosial dan hanya dibunuh saat ritual dan di acara-acara
khusus. Anjing digunakan untuk berburu. Untuk memancing, mereka menggunakan busur
dan panah. Di masa lalu, buaya juga ditangkap untuk dimakan.

Korowai sangat patuh pada adat. Mereka mengenal pesta sagu. Ritual ini dilakukan
setiap terjadi kelahiran, perkawinan dan kematian. Pada momen seperti itu, barang-barang
bernilai sosial seperti babi, gigi anjing, dan kerang, disajikan kepada kelompok yang
menyelenggarakan ritual. Kelompok yang menerima, wajib membalas pada pesta
berikutnya.

Ketika seseorang meninggal, hak atas tanah diteruskan kepada pewaris. Demikian pula,
seorang pria ‘mewarisi’ adik ipar ketika saudaranya meninggal. Karena laki-laki harus
membayar mas kawin, mereka menikah relatif terlambat, pada 20 tahun atau lebih tua.
Sebaliknya wanita menikah setelah menstruasi pertama.

Setiap rumah tangga, terdiri dari seorang kepala keluarga, satu atau lebih istri dan anak-
anak yang belum menikah. Jika ayahnya meninggal, ibu dan anak-anak yang belum
menikah akan menjadi milik keluarga ayah.

Didalam keluarga, orang tua mengajar anak-anak segala aturan dan hal tabu. Seorang
gadis muda akan aktif terlibat dalam semua peran ketika dinilai cukup umur. Setelah
menikah, gadis dianggap sebagai wanita dewasa. Sementara, anak laki-laki belajar tentang
cara berburu dan membuat rumah semenjak usia 15 tahun. Selama periode ini, para bocah
diajarkan juga pengetahuan khusus, asal usul kehidupan dan cara bertahan hidup.

6
Keluarga Korowai sangat menyadari hal baik dan jahat. Mereka juga harus mengetahui
tentang keseimbangan alam, kesehatan, seksualitas dan pengetahuan dunia roh. Korowai
percaya bahwa alam semesta dipenuhi dengan makhluk spiritual yang berbahaya. Roh-roh
nenek moyang memainkan peran khusus. Beberapa wanita tua, yang dikatakan memiliki
pengetahuan spiritualitas, dianggap sebagai tokoh.

Mereka juga percaya, seseorang dapat menjelma menjadi hewan. Atau, mereka juga
meyakini, roh orang yang meninggal akan berkeliaran di sekitar rumah pohon untuk
beberapa waktu.

Konflik

Di masa lalu, konflik antara kelompok disebabkan oleh perzinahan, pencurian,


pembunuhan dan masalah yang disebabkan oleh praktek ilmu jahat. Diperkirakan bahwa
ritual kanibalisme terjadi sebagai bentuk pembalasan dan hukuman bagi dukun jahat.
Setelah dibunuh, bagian tubuh orang akan dibagi antara klan dan kemudian dimakan.

Pada tahun 2006, sebuah tayangan televisi menunjukkan 60 menit pembunuhan


seseorang dalam masyarakat Korowai yang dihukum karena menjadi khakhua (penyihir). Ia
disiksa, dieksekusi, dan dimakan. Dalam proses itu, wanita hamil dan anak-anak tidak
dilibatkan menjadi kanibal. Apapun yang terjadi, pembunuhan anggota klan, biasanya
menuntut balas dendam. Hubungan antara kelompok, kerap didominasi saling bermusuhan
untuk waktu yang lama.

Pernikahan juga merupakan sumber konflik. Ketika seorang wanita dalam keeluarga
dianiaya, maka akan memicu balas dendam. Begitu pula dengan perzinahan. Perzinahan
umumnya diselesaikan melalui pertukaran barang antara keluarga yang terlibat. Sementara,
wanita yang dilarikan pria, biasanya diselesaikan dengan membayar mas kawin kepada
keluarga wanita.

7
Dieksploitasi

Selama 90-an, orang luar mulai mengeksploitasi wilayah Korowai untuk mencari
gaharu. Pada tahun 1997, 1 Kg gaharu yang dikumpulkan oleh warga lokal, dan dijual
kepada pedagang, memiliki nilai sekitar Rp 4 ribu. Ketika gaharu dijual ke pasar Eropa dan
Timur Tengah, harganya melonjak menjadi $ 1.000 per kilogram. Gaharu dianggap memicu
perdagangan cepat dan menimbulkan prostitusi di hutan-hutan. Akibat seks bebas itu,
epidemi AIDS mulai meningkat. Akhir dari perdagangan ini memudar pada tahun 1999.

Beberapa film dokumenter telah dibuat tentang Suku Korowai. Pada tahun 1993,
sebuah kru film mendokumentasikan Korowai mengkonstruksi rumah pohon dan
menunjukan praktek kanibalisme. Pada 2011, suku Korowai ditampilkan dalam
dokumenter Human Planet di BBC.

Sebelumnya, Korowai juga dikunjungi Rupert Stasch, antropolog dari Reed College,
Oregon. Dia tinggal bersama mereka selama 16 bulan untuk mempelajari kebudayaan asli.
Stasch melakukan penelitian, yang hasilnya sudah diterbitkan dalam Jurnal Oceania.

Para peneliti menganggap masyarakat Korowai cukup cerdas karena mampu


membangun konsep perkampungan pada wilayah yang sebenarnya sulit untuk ditinggali. Di
antara sejumlah peneliti dan antropologi, mungkin yang paling fenomenal adalah
kunjungan jurnalis bernama Paul Raffaele. Dia memang hanya menetap selama empat hari.
Namun Raffaele menjabarkan perjalanan empat harinya di bulan Mei 2006 dengan sangat
jelas.

8
Dalam situs smithsonianmag.com, Raffaele menjelaskan, meski masyarakat Suku
Korowai memiliki kebiasaan memakan daging manusia (kanibal), hal itu ternyata tidak
dilakukannya setiap saat. “Mereka juga memakan daging hewan yang biasa diburu seperti
burung kasuari, ular, kadal, rusa, atau babi hutan. Mereka juga memenuhi nutrisinya
dengan makan larva kumbang,” kata Raffaele.

Berdasarkan informasi dari Kembaren, pemandu wisata Raffaele saat itu, masyarakat
Korowai sejauh ini masih memiliki kebiasaan memakan daging manusia. Namun ritual ini
sudah jauh berkurang sejak mereka mulai mengenal dunia luar. Kembaren menambahkan,
hampir semua orang dalam Suku Korowai pernah menjadi kanibal. Perilaku itu bukan
sesuatu yang tabu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penyiapan pengetahuan aparat tentang suku korowai?


2. Bagaimana penyiapan program pemerintah tentang suku korowai?
3. Bagaimana penyiapan masyarakat suku korowai?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui penyiapan pengetahuan aparat tentang suku korowai.


2. Mengetahui penyiapan program pemerintah tentang suku korowai.
3. Mengetahui penyiapan masyarakat suku korowai.

9
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyiapan Pengetahuan Aparat

Upaya peningkatan pengetahuan aparat desa merupakan suatu kewajiban yang harus
dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan guna dapat mewujudkan kualitas
pelayanan publik, yang dimaksud untuk melestarikan kepercayaan masyarakat suku
korowai kepada pemerintahnya. Akan tetapi masih sangat sulit apabila suku korowai sama
sekali tidak terjamah oleh orang asing.

Pada suku korowai sendiri sudah terjamah oleh orang asing sekitar 30 tahun yang lalu
di pedalaman papua. Akan sangat mudah apabila peningkatan pengetahuan aparat
dilakukan. Pada tahun 1980 sebagaian masyarakat suku korowai sudah pindah kedesa yang
baru dibuka, baik oleh pemerintah maupun swasta (misionaris). Namun tingkat hunian
masih rendah, karena mereka sering kembali ketempat semula, dengan alasan jauhnya jarak
desa dengan sumber makanan. Dapat di simpulkan bahwa untuk pengetahan aparat sudah
sangat baik karena sudah menerima orang asing masuk kedalam lingkungannya walaupun
mereka sendiri masih kembali ketempat semula (hutan).

2.2 Penyiapan Program Pemerintah

Sistem otonomi daerah memungkinkan daerah suku korowai mempunyai hak dan
kewajiban untuk mengatur daerahnya sendiri. Tetapi dalam melaksanakan otonomi daerah
pada suku korowai harus dikontrol oleh pemerintah pusat serta sesuai dengan undang-
undang.

10
Otonomi sendiri merupakan kewenangan untuk mangatur sendiri kepentingan
masyarakatnya atau kepentingan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri.
Pada suku korowai meraka juga memiliki aturan sendiri sebelum terjamah oleh dunia luar.

“Kepala dinas pendidikan papua Elias Wonda menyebut perlu segera ada terobosan
program kerja untuk memaksimalkan peningkatan bidang pendidikan dikorowai. Dengan
demikian pihaknya ingin melakukan pembahasan dengan kabupaten terdekat agar
kebijakan yang diambil tepat pada sasaran”.

Dari bacaan tersebut sangat jelas bahwa program pemerintah terhadap suku korowai
sudah direncanakan oleh pemerintah setempat, bahwa pemerintah peduli terhadap suku
korowai.

2.3 Penyiapan Masyarakat

Korowai adalah suku yang keberadaanya baru saja ditemukan sekitar 35 tahun yang lalu
dipedalaman papua oleh misionaris belanda Johanes Veldhuizen. Keunikan suku ini yaitu
tidak menggunakan koteka selain itu suku korowai hidup dan tinggal di atas pohon tinggi
sekitar 15-30 meter.

Penyiapan masyarakat suku korowai untuk menyiapkan kebutuhan pangan masyarakat


korowai menggantungkan hidup sepenuhnya terhadap alam, dan alat-alat berburu dan
mnebang sagu hanya menggunakan kapak dari batu yang diikat rotan.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpilan

Dari penjelasan diatas maka saya dapat menyimpulkan bahwa upaya peningkatan
pengetahuan aparat desa merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan secara terus
menerus dan berkesinambungan guna dapat mewujudkan kualitas pelayanan publik.
Otonomi sendiri merupakan kewenangan untuk mangatur sendiri kepentingan
masyarakatnya atau kepentingan untuk membuat aturan guna mengurus daerahnya sendiri.
Pada suku korowai meraka juga memiliki aturan sendiri sebelum terjamah oleh dunia luar.
Penyiapan masyarakat suku korowai untuk menyiapkan kebutuhan pangan masyarakat
korowai menggantungkan hidup sepenuhnya terhadap alam, dan alat-alat berburu dan
mnebang sagu hanya menggunakan kapak dari batu yang diikat rotan.

3.2 Saran

Semoga pengetahuan kita bertambah setelah membaca makalah ini. Mempelajari


kebudayaan suku lain sangat penting bagi kita untuk menambah wawasan kita mengenai
kebudayaan suku-suku lain yang ada diindonesia

12
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/suku_korowai

https://www.boombastis.com/suku-korowai-papua/97714

13

Anda mungkin juga menyukai