Anda di halaman 1dari 2

Mari Beragama dengan Sepenuh Jiwa Ibnu ‘Athaillah dalam kitab Hikam-nya memberikan

pedoman bagi kita semua, sebelum mengerjakan


‫ِإّن اْلَح ْم َد ِ ِهلل َن ْح َم ُدُه َو َن ْس َت ِعْي ُنُه َو َن ْس َتْغ ِفُرُه َو َن ُع ْو ُذ ِباِهلل ِمْن ُش ُر ْو ِر َأْنُفِس َن ا َو ِمن‬ suatu amal, hendaknya hati kita penuh dengan
‫ َأْش َه ُد َأْن َال‬، ‫َس ّي َئ اِت َأْع َماِلَن ا َم ْن َيْهِدِه ُهللا َفَال ُمِض ّل َلُه َو َم ْن ُيْض ِلْل َفَال َهاِدَي َلُه‬ makrifat, ketauhidan, dan ubudiyah kepada Allah.
‫ َالَّلُهَّم َص ِّل َو َس ِّلْم َع َلى َس ِّيِد َن ا ُمَح َّم ٍد‬،‫ِإلَه ِإّال ُهللا َو َأْش َه ُد َأّن ُمَح ّم ًد ا َع ْبُدُه َو َر ُسْو ُلُه‬ Sesuai dengan bunyi ayat di atas yang
‫ َق اَل ُهللا َت َع اَلى ِفي‬،‫َو َع لى آِل ِه ِو َأْص َح اِبِه َو َم ْن َت ِبَع ُهْم ِبِإْح َس اٍن ِإَلى َي ْو ِم الّدْين‬ mengistilahkan ketauhidan dan ubudiyah dengan
‫ َياَأّيَها اّلَذ ْي َن آَم ُنْو ا اَّتُق وا َهللا َح َّق‬، ‫ َأُعْو ُذ ِباِهلل ِمَن الَّش ْي َط اِن الَّر ِجْي ِم‬، ‫اْلُقْر آِن اْلَك ِر ْي ِم‬ istilah keimanan. Ini artinya, syarat diterima dan
‫ َم ْن َعِم َل صاِلحًا ِمْن َذ َك ٍر َأْو ُأْن ثى‬:‫ َو َق اَل‬، ‫ُتَق اِتِه َو َال َت ُمْو ُتّن ِإاَّل َو َأْنُتْم ُمْس ِلُمْو َن‬ diridainya amal baik adalah keimanan. Sehingga
، ‫َو ُهَو ُمْؤ ِمٌن َفَلُنْح ِيَي َّن ُه َح ياًة َط ِّيَب ًة َو َلَن ْج ِز َي َّن ُهْم َأْج َر ُه ْم ِبَأْح َس ِن ما كاُنوا َي ْع َم ُل وَن‬ manusia yang tidak beriman dan tidak bertauhid
‫ َأَّما َب ْع ُد‬، ‫َصَد َق ُهللا اْلَع ِظ ْي ُم‬ kepada Allah, tidak memiliki kesempatan diterimanya
amal.
Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Selanjutnya, Ibnu ‘Athaillah menjelaskan kadar
Sebagaimana ayat yang sudah dibacakan khatib makrifat, ketauhidan, dan ubudiyah seorang salik atau
dalam muqadimah di atas, Allah sudah berfirman: orang yang sedang menempuh jalan akhirat
ditentukan seberapa totalitas dirinya bersandar
‫َم ْن َع ِمَل صاِلحًا ِمْن َذ َك ٍر َأْو ُأْن ثى َو ُهَو ُمْؤ ِمٌن َفَلُنْح ِيَي َّن ُه َح ياًة َط ِّيَب ًة َو َلَن ْج ِز َي َّن ُهْم‬ kepada Allah.
‫َأْج َر ُه ْم ِبَأْح َس ِن ما كاُنوا َي ْع َم ُلوَن‬
Pertanyaannya, mengapa bersandar kepada Allah
Artinya, “Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik
menjadi ukuran makrifat, ketauhidan, dan ubudiyah
laki-laki maupun perempuan, sedangkan dia seorang
seorang salik? Sebab, orang-orang yang makrifat dan
mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan
bertauhid akan selamanya melihat Allah. Sementara
kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri
orang yang sudah melihat Allah, maka akan selalu
balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa
dekat dan musyahadah kepada-Nya. Ia akan fana
yang selalu mereka kerjakan,” (QS. an-Nahl [16]: 97).
dan tidak akan melihat perkara lain selain Allah.
Sehingga yang terlihat dalam hatinya tak ada lagi
Sidang Jumat yang dirahmati Allah
selain Allah, aturan Allah, kekuasaan Allah, dan
Melalui ayat ini, Allah sudah menjanjikan kehidupan kehendak Allah.
yang baik bagi hamba-Nya yang beriman dan
Ketika terjerumus kepada satu kesalahan, orang yang
mengerjakan amal saleh. Bahkan, Allah sudah
bertauhid kepada Allah akan melihat kesalahannya itu
menjanjikan balasan yang lebih baik dibanding
sebagai perlakuan, hukuman, dan ketentuan Allah
dengan amal yang dikerjakan hamba-hamba-Nya.
bagi hamba-Nya, yang tentunya menyimpan hikmah
Ini menjadi bukti bahwa Allah sangat menghargai dan faidah yang harus disadari bahwa dirinya tidak
hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan maksum dan tidak terpelihara dari dosa. Dimana
amalsaleh.Olehsebabitu, mari kita sama sama kesalahannya itu harus menjadi perhatian agar tidak
meningkatkan keimanan dan memperbanyak terulang, , serta harus hati-hati agar dirinya tidak
mengerjakan kebajikan. Sebab, iman dan amal saleh terjerumus kepada kesalahan serupa.
yang diridai Allah yang akan menjadi bekal kita
Begitu pula ketika ada ketaatan yang keluar dari
menghadapi alam akhirat kelak.
dirinya, maka ia tidak melihat dirinya unggul dan
Hadirin yang berbahagia memiliki kekuatan. Sebab, ketaatan itu semata-mata
merupakan daya dan kekuatan dari Allah. Sehingga
Meski amal menjadi bekal menghadapi kehidupan dirinya tetap tenang terhadap takdir-takdir Allah.
kekal di akhirat, tetapi kita jangan tergantung pada Hatinya tetap dalam cahaya-cahaya Allah. Baginya,
amal kita sendiri. Sebab, kunci meraih kebahagiaan tidak ada perbedaan antara baik dan buruk, mudah
akhirat bukan semata amalan melainkan amalan itu dan susah. Sebab, dirinya tenggelam dalam
yang disenangi Allah dan RosulNya. Tidak ada amal samudera ketauhidan, tetap khauf dan raja’ (takut dan
besar ketika tidak diridai oleh Allah. Pun tidak ada harap) kepada Allah. Khauf dan raja’-nya tetap sama
amal kecil ketika diridai Allah. Inilah hakikat amal dan berjalan bersamaan. Ia tetap takut meskipun
yang perlu dipahami oleh kita semua yang sedang sudah melakukan ketaatan. Dan ia tetap berharap
berupaya mengerjakan amal saleh. rahmat Allah meskipun sudah melakukan kesalahan.

Karena itu, alangkah pentingnya kita mengetahui Demikian seperti yang telah dikemukakan dalam
hakikat amal yang kita kerjakan. Tujuannya agar kita untaian hikmah Syekh Ibnu ‘Athaillah berikut ini:
tidak sia-sia dalam mengerjakan suatu amal, tetapi
jauh dari rida Allah. Hal ini tentu sangat merugikan. ‫ِمْن َع اَل َماِت اِالْع ِتَماِد َع َلى اْلَع َم ِل ُنْق َص اِن الَّر َج اِء ِع ْن َد ُو ُج ْو ِد الَّز َلِل‬

Sidang Jumah yang dimulyakan Allah


Artinya, “Di antara tanda bergantung pada amal Artinya, “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai
adalah kurangnya harapan ketika tergelincir pada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan
kesalahan.” menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa
dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni
Pensyarah kitab Mahasin al-Majalis, Ibnul ‘Arif ash- dosa semuanya,’” (QS. az-Zumar [39]: 53).
Shanhaji menjelaskan bahwa orang-orang yang
sudah sampai pada tingkatan makrifat akan Lagi pula, jika ditelusuri, untaian hikmah Syekh Ibnu
selamanya bersama-sama dengan Allah, sebab ‘Athaillah di atas juga merupakan intisari dari sabda
dirinya yakin hanya Allah yang mengatur dan Nabi saw. yang menyatakan:
mengurus dirinya. Yakin hanya Allah yang memberi
kekuatan taat bagi dirinya. ‫ ِإاَّل‬،‫ َو َال َأَن ا‬:‫ َو َال َأْن َت َي ا َر ُس وَل ِهَّللا؟ َق اَل‬:‫ َق اُلوا‬، ‫َلْن ُيْد ِخَل أحدكم الَج َّنَة بعمله‬
‫َأْن َي َتَغ َّمَد ِني ُهَّللا ِبَف ْض ٍل َو َر ْح َمٍة‬
Sedangkan orang yang tidak makrifat akan
menisbahkan amal dan perbuatannya kepada dirinya Artinya, “Tidak akan masuk surga seorang di antara
sendiri. Oleh karena itu, ia akan menuntut bagian dari kalian karena sebab amalnya.” Ditanya para sahabat,
amal dan kebaikannya, yaitu ganjaran dan pahala. “Termasuk engkau, wahai Rasulallah?” Beliau
Penyebabnya selain belum makrifat, dirinya masih menjawab, “Termasuk aku, kecuali jika Allah
bergantung pada amal. Ia merasa tenang akan melimpahkan karunia dan rahmat-Nya,” (HR. al-
keadaan ruhaninya. Bukhari-Muslim).

Ketika terjerumus dalam kesalahan, ia akan Kembali lagi kepada untaian hikmah Syekh Ibnu
berkurang harapannya. Ketika melakukan ketaatan, ia ‘Atha’illah, mengapa kita begitu penting bersandar
akan berkurang ketakutannya. Itu adalah bukti bahwa kepada Allah? Sebab bukan mustahil, orang yang
dirinya belum tajrid, belum terlepas dari sebab, dan awalnya bangga kepada amal kataatannya akan
belum makrifat pada Allah. Siapa pun yang melihat terjebak pada sikap takabur dan sombong. Merasa
pertanda ini dalam dirinya, maka janganlah dirinya dirinya sudah bagus. Dampaknya, mudah
mengaku sudah memiliki kedudukan khusus di sisi menyalahkan orang lain dan menyalahkan amaliah
Allah. Sebaliknya, ia baru termasuk orang baik dari orang lain. Dan sebagainya.
kalangan awam.

Hadirin sidang jumat yang berbahagia


Khutbah II
Namun, perlu diketahui bahwa melalui untaian hikmah
‫ َأْش َه ُد َأْن َال ِإَل َه ِإَّال‬. ‫َاْلَح ْم ُد ِهَّلِل اَّلِذْي َأَمَر َن ا ِبْاِالِّت َح اِد َو ْاِالْع ِتَص اِم ِبَح ْب ِل ِهللا اْلَم ِتْي ِن‬
di atas, Syekh Ibnu ‘Athaillah bukan berarti
mengurangi semangat amal kita dan para penempuh ،‫ َو َأْش َه ُد َأَّن ُمَح َّم ًد ا َع ْبُدُه َو َر ُس ْو ُلُه‬. ‫ ِإَّياُه َن ْع ُبُد َو ِإَّي ُاه َن ْس َت ِعْيُن‬،‫ُهللا َو ْح َد ُه َالَش ِر ْي َك َلُه‬
jalan Allah, tetapi sebaliknya. Ia hendak mendorong ‫ َالَّلُهَّم َص ِّل َع َلى َس ِّيِد َن ا ُمَح َّم ٍد َو َع َلى آِل ِه َو َأْص َح اِبِه‬. ‫َاْلَم ْبُعْو ُث َر ْح َم ًة ِلْلَع اَلِمْي َن‬
kita meningkatkan kualitas dan kuantitas amaliah ‫ ِإَّن َهللا‬. ‫ ِاَّتُق وا َهللا َم ا اْس َت َط ْع ُتْم َو َس اِر ُعْو ا ِإَلى َم ْغ ِف َر ِة َر ِّب اْلَع اَلِمْي َن‬. ‫َأْج َم ِعْي َن‬
ibadah. .. ‫ َياَأُّيهَا اَّلِذْي َن َءاَم ُنْو ا َص ُّلْو ا َع َلْيِه َو َس ِّلُمْو ا َت ْس ِلْيًما‬، ‫َو َم َالِئَكَت ُه ُيَص ُّلْو َن َع َلى الَّن ِبِّي‬
‫َو َص َّلى هللا َع َلى َسِّيَد َن ا َو َم ْو اَل َن ا ُمَح َّمٍد َو َع َلى آِلِه َو َص ْح ِبِه َو َس َّلَم‬
Ia justru ingin mengalihkan sifat bersandar dan
‫َالَّلُهَّم اْغ ِفْر ِلْلُمْؤ ِم ِنْي َن َو اْلُمْؤ ِم َن اِتَو اْلُمْس ِلِمْي َن َو اْلُمْس ِلَماِت َاَالْح َي اِء ِم ْن ُهْم َو اَاْلْم َو اْت‬
bergantung kita kepada selain Allah, seperti amal,
maqam, keadaan ruhani, serta segala yang sudah ‫ِإَّن َك َس ِمْيٌع َق ِر ْيٌب ُم ِجْيُب الَّد َع َو اِت َو َي ا َق اِض َي اْلَح اَج اِت ِبَر ْح َمِت َك َي ا َاْر َح َم‬
dicapai, menjadi bersandar kepada Allah, rahmat, dan ‫الَّر ِحِمْي َن‬
karunia-Nya.
‫الَّلُهَّم ِإَّن ا َن ُعوُذ ِبَك ِمْن َع َذ اِب َج َه َّن َم َو َن ُعوُذ ِب َك ِمْن َع َذ اِب اْلَقْب ِر َو َن ُع وُذ ِب َك ِمْن‬
Karena itu, orang-orang yang salah dan berdosa, ‫ الَّلُهَّم ِإَّن ا َن ُع وُذ ِب َك ِمْن‬،‫ِفْتَن ِة اْلَمِس يِح الَّدَّج اِل َو َن ُعوُذ ِبَك ِمْن ِفْتَن ِة اْلَم ْح َيا َو اْلَمَماِت‬
masih bisa berharap akan rahmat dan pertolongan ‫اْلَهِّم َو اْلَح َز ِن َو َن ُع وُذ ِب َك ِمْن اْلَع ْج ِز َو اْلَك َس ِل َو َن ُع وُذ ِب َك ِمْن اْلُج ْب ِن َو اْلُبْخ ِل‬
Allah. Ia masih bisa menatap firman Allah yang ‫َو َن ُعوُذ ِبَك ِمْن َغ َلَبِة الَّدْي ِن َو َقْه ِر الِّر َج اِل َر َّب َن ا آِتَن ا ِفي الُّد ْن َيا َح َس َن ًة َو ِفي اآلِخ َر ِة‬
menyatakan: ‫َح َس َن ًة َو ِقَن ا َع َذ اَب الَّن اِر‬
‫ْأ‬
‫َو ُهَو اَّلِذي َي ْق َبُل الَّت ْو َب َة َع ْن ِع َباِدِه َو َي ْع ُفو َع ِن الَّسِّي َئ اِت َو َي ْع َلُم َما َتْف َع‬ ‫ ِإَّن َهللا َي ُمُر ُك ْم ِباْلَع ْد ِل َو ْاِإلْح َس اِن َو ِإيَت آِئ ِذي اْلُق ْر َبى َو َي ْن َهى َع ِن‬،‫ِع َب اَد ِهللا‬
‫ َف اْذ ُك ُر وا َهللا اْلَع ِظ ْي َم َي ْذ ُك ْر ُك ْم‬. ‫اْلَف ْح َش آِء َو اْلُمنَك ِر َو اْلَب ْغ ِي َيِع ُظ ُك ْم َلَع َّلُك ْم َت َذ َّك ُر ْو َن‬
Artinya, “Dialah yang menerima taubat dari hamba- ‫َو اْد ُعْو ُه َي ْس َت ِجْب َلُك ْم َو َلِذ ْك ُر ِهللا َأْك َبُر‬
hamba-Nya, memaafkan kesalahan-kesalahan,
mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. asy-
Syura [42]: 25).

‫ُقْل َيا ِع َباِدَي اَّلِذيَن َأْس َر ُفوا َع َلى َأْنُفِس ِه ْم اَل َتْقَن ُط وا ِمْن َر ْح َم ِة ِهَّللا ِإَّن َهَّللا َي ْغ ِف ُر‬
‫الُّذ ُنوَب َج ِميًع ا ِإَّن ُه ُهَو اْلَغ ُفوُر الَّر ِحيُم‬

Anda mungkin juga menyukai