Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makluk sosial senantiasa melakukan interaksi

dengan individu lain dalam rangka memenuhi kebutuhan dan

mempertahankan hidupnya. Menurut Soekanto (2007) interaksi sosial

merupakan hubungan sosial yang dinamis menyangkut hubungan

perorangan, kelompok- kelompok manusia maupun antara individu dengan

kelompok. Apabila dua orang bertemu, saling menyapa, berjabat tangan,

saling berbicara atau bahkan berkelahi merupakan aktivitas-aktivitas

interaksi sosial. Walgito (2003) mengatakan interaksi sosial adalah

hubungan antara individu satu dengan individu lain dan saling

mempengaruhi. Hubungan tersebut dapat antara individu dengan individu,

individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Sedangkan

menurut Bonner (dalam Gerungan, 2004), interaksi sosial adalah suatu

hubungan antara dua individu atau lebih, kelakuan individu yang satu

mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain,

atau sebaliknya.

Interaksi sosial dapat dipengaruhi karena adanya beberapa faktor.

Menurut Walgito (2003) faktor interaksi sosial adalah imitasi yaitu

dengan meniru orang lain, sugesti yaitu memberi pandangan dari dalam

dirinya kepada orang lain, identifikasi dorongan untuk menjadi identik

1
2

(sama) dengan seorang yang lain, dan simpati yang dapat diartikan sebagai

perasaan tertariknya seseorang terhadap orang lain.

Interaksi sosial memiliki peran penting bagi setiap individu dalam

penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya. Individu sebagai makluk

sosial diharapkan memiliki kemampuan interaksi sosial yang baik dengan

lingkungannya, dapat menciptakan kehidupan yang selaras, terbentuk

perilaku gotong royong, dapat membangun hubungan interpersonal yang

harmonis antara individu satu dengan individu lainnya, mampu

memainkan peran sosial, mengembangkan kemampuan sosial dan nilai

sosial sesuai tugas-tugas yang dihadapi (Hurlock, 2003). Selain itu dalam

berinteraksi sosial seseorang diharapkan bisa saling menghargai serta

menjalin hubungan yang baik dengan individu lainnya menuju hubungan

yang positif, namun lazimnya individu satu dengan lain memperlakukan

individu lain seperti benda mati saja, seperti menganiaya, mengabaikan

dan memanfaatkan individu lain (Boeree, 2006).

Fenomena interaksi sosial yang positif dapat dilihat dari hasil

wawancara dengan salah satu anggota BEM di Universitas Setia Budi

yaitu adanya rapat anggota BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) di

Universitas Setia Budi, ketua BEM mengundang seluruh anggota untuk

melakukan rapat. Anggota BEM saling memberi masukan dan sanggahan

untuk mendapatkan sebuah kesepakatan bersama dalam pembahasan rapat

tersebut. Fenomena interaksi sosial yang kurang baik seperti kasus

bentrokan di Universitas Riau antara mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan


3

Politik (Fisip) dengan mahasiswa teknik yang berakibat beberapa

mahasiswa mengalami luka-luka, bentrokan terjadi dikarenakan adanya

adu mulut antar mahasiswa yang berakhir dengan bentrokan (Goriau.com,

2017). Kasus interaksi sosial yang kurang baik juga terjadi di Universitas

Pattimura. Mahasiswa 3 fakultas terlibat bentrok yaitu fakultas ekonomi

dan fakultas ilmu keguruan dan ilmu pendidikan (fisip) berseteru dengan

fakultas hukum. Peristiwa ini terjadi karena adanya saling ejek antara salah

satu mahasiswa AL dari fakultas hukum dengan MP dari fakultas ekonomi

(Intim.news.com, 2017).

Interaksi sosial dapat tejadi bila memenuhi syarat. Menurut

Soekanto (2007) syarat terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak

sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan hubungan yang terjadi

secara fisik, sedangkan komunikasi akan memberikan tafsiran pada

perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak tubuh

maupun sikap), perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut.

Interaksi sosial akan berjalan dengan baik jika ada komunikasi yang baik.

Salah satu media yang digunakan dalam komunikasi adalah dengan

menggunakan handphone.

Menurut Alwi (2007), telepon genggam (handphone) adalah

telepon mandiri yang menggunakan baterai, tanpa kabel, dan menerima

suara melalui sinyal. Telepon genggam diciptakan sebagai salah satu

sarana untuk memudahkan komunikasi. Melalui telepon genggam,

komunikasi dapat dilakukan tanpa batasan waktu dan tempat secara fisik.
4

Kemajuan telepon genggam (handphone) terutama dalam fungsinya makin

pesat. Telepon genggam tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi

suara dan pesan (short messages service), tetapi sudah multifungsi.

Fungsi-fungsi yang telah dihadirkan dalam telepon genggam utamanya

untuk berkomunikasi dan peralatan kantor. Namun seiring berkembangnya

teknologi telepon genggam juga berfungsi sebagai sarana hiburan seperti

jejaring sosial, game, musik, video player, kamera, dan radio. Manfaat

kemajuan telepon genggam dinikmati individu.

Pengguna aktif handphone di Indonesia setiap harinya semakin

banyak pada semua kalangan mulai dari anak-anak, remaja, dan dewasa.

Tercatat pada tahun 2016 terdapat sekitar 281,5 juta pengguna telepon

genggam di Indonesia dan 69,3% diantaranya adalah kelompok muda

(Goodnewsindonesia.com, 2016).

Pengguna telepon genggam yang didominasi oleh kalangan muda

tidak hanya terjadi di Indonesia. Menurut Leung (2007), mengatakan

bahwa remaja merupakan sebagian besar pengguna telepon genggam di

Hongkong. Selain itu remaja Malaysia juga merupakan pengguna aktif

(20,9%) yang signifikan bila dibandingkan dengan usia dewasa (12,3%)

(Malaysian Communication and Multimedia Commission, dalam Zulkefly

dan Baharudin). Berdasarkan penelitian Zulkefly dan Baharudin (2009) di

salah satu Universitas di Malaysia dari 386 mahasiswa rata-rata

menggunakan telepon genggam sekitar 5,89 jam perhari.


5

Handphone banyak digunakan untuk berkomunikasi didunia maya

melalui jejaring sosial facebook. Data dari Webershandwick, perusahaan

public relations dan pemberi layanan jasa komunikasi, untuk wilayah

Indonesia ada sekitar 65 juta pengguna Facebook aktif. Sebanyak 55 juta

pengguna aktif yang memakai perangkat handphone dalam

pengaksesannya per bulan dan sekitar 28 juta pengguna aktif yang

memakai perangkat handphone per harinya. (Kominfo.com, 2013).

Selain itu banyak orang yang memilih berinteraksi dengan individu

lain melalui perantara media sosial seperti whatsapp dari pada berinteraksi

langsung bertatap muka. Tercatat sekitar 1,5 pengguna aktif whatsapp,

angka ini naik 14 persen dari tahun 2017. Whatsapp menangani sekitar 60

milliiar pertukaran pesan antar pengguna diseluruh dunia.

(Kompas.com2018).

Dalam kehidupan sehari-hari banyak individu yang tidak bisa lepas

dari keterikatan dari handphone. Dari hasil survei Nationwide building

society’s flexplus current account dari 2000 responden ditemukan bahwa

53% responden yang dilakukan pertama kali dipagi hari adalah melihat

handphone dan sekitar 66% tidak merasa bahagia ketika tidak memegang

handphone (infiatechno.com, 2016). Saat ini kita jumpai banyak orang

yang menggunakan handphone dalam waktu yang lama. Individu yang

terlalu sering menggunakan handphone akan mengalami kecanduan

telepon genggam (Yuwanto, 2010).


6

Menurut Leung (2007) kecanduan telepon genggam (mobile phone

addict) adalah perilaku keterikatan terhadap telepon genggam. Sedangkan

menurut Kwon, Kim, Cho, dan Yang (dalam Sutanto, 2016), mengatakan

bahwa istilah mobile phone addict adalah perilaku keterikatan atau

kecanduan terhadap telepon genggam yang memungkinkan menjadi

masalah sosial seperti halnya menarik diri, dan kesulitan dalam

beraktivitas sehari-hari. Seseorang yang mengalami mobile phone addict

memiliki cirri seperti keinginan membawa telepon genggam kemana saja,

merasa tidak nyaman jika berhenti menggunakan telepon genggam, dan

merasa terganggu jika tidak menggunakan telepon genggam (Park, 2005).

Mobile phone addict memiliki dampak negatif dan positif. Menurut

Yuwanto (2010) terdapat dampak negatif dari kecanduan telepon genggam

seperti kerusakan pada mata yang diakibatkan oleh radiasi ponsel,

berkurangnya waktu untuk mengerjakan sesuatu yang penting dengan kata

lain berkurangnya produktivitas, gangguan pola tidur berubah, masalah

psikologi seperti gelisah jika tidak memegang handphone. Selain itu

dampak negatif lainnya seperti individu mengalami kesendirian karena

terisolasi dengan orang lain (Kraut, Patterson, Mukhopad, & Scherlis,

dalam Yi 2006), menurunnya prestasi akedemik dikarenakan sulit

mengontrol untuk menggunakan telepon genggam sehingga berkurang

waktu untuk belajar (Kubey, Levin, & Barrows, dalam Yi 2006). Selain

dampak negatif kecanduan menggunakan telepon genggam juga

mempunyai dampak yang positif. Menurut Yuwanto (2010) dampak


7

positif kecanduan menggunakan telepon genggam seperti telepon

genggam digunakan sebagai sarana untuk menghilangkan stress, sedih,

depresi, atau mengalami kecemasan serta dapat memperkuat kontak

dengan orang lain.

Mobile phone addict memiliki ciri-ciri atau simtom-simtom khusus

yang dapat membedakan antara individu yang mengalami kecanduan

telepon genggam atau tidak. Menurut Roos (dalam Yi, 2006), menyatakan

bahwa ciri mobile phone addict antara lain selalu mengaktifkan telepon

genggam, dan mengalami masalah keuangan serta sosial terkait dengan

penggunaan telepon genggam yang berlebihan.

Yuwanto (2010) melakukan validasi simtom-simtom kecanduan

telepon genggam hasil penelitian Leung dan mengembangkan skala

kecanduan menggunakan telepon genggam. Subjek yang digunakan

sebanyak 200 mahasiswa berusia 17-18 tahun yang diperoleh dari

incidental sampling. Hasil penelitian didapatkan konfirmasi bahwa

terdapat 4 simtom kecanduan telepon genggam antara lain

ketidakmampuan mengontrol keinginan menggunakan telepon genggam,

kecemasan dan kehilangan bila tidak menggunakan telepon genggam,

menarik diri/mengalihkan diri dari masalah, dan kehilangan produktivitas.

Bianchi dan philips (dalam Leung 2007), mengatakan tanda-tanda

kecanduan telepon genggam, yaitu preokupasi dengan telepon genggam,

waktu menggunakan telepon genggam yang makin meningkat untuk

memuaskan diri, berusaha mengontrol namun gagal, merasa gelisah ketika


8

berhenti menggunakan telepon genggam, menggunakan telepon dengan

waktu yang lama, secara sembunyi sembunyi menggunakan telepon

genggam saat bersama orang lain, menggunakan telepon genggam untuk

mengalihkan diri.

Fenomena kecanduan menggunakan telepon genggam dapat

diketahui berdasarkan hasil survei awal peneliti (pra penelitian)

menggunakan closed ended question di Universitas Setia Budi, Surakarta.

Survei ini meneliti 10 mahasiswa, hasil yang telah peneliti lakukan 8 dari

10 responden mengaku bahwa preokupasi dengan telepon genggam,

kemudian 9 dari 10 responden waktu menggunakan telepon genggam yang

makin meningkat untuk memuaskan diri, kemudian 4 dari 10 responden

berusaha mengontrol namun gagal, kemudian 4 dari 10 responden merasa

gelisah ketika berhenti menggunakan telepon genggam, kemudian 8 dari

10 responden menggunakan telepon dengan waktu yang lama, kemudian

5 dari 10 responden secara sembunyi sembunyi menggunakan telepon

genggam saat bersama orang lain, kemudian 8 dari 10 responden

menggunakan telepon genggam untuk mengalihkan diri.

Fenomena kecanduan menggunakan telepon genggam lainnya

dapat dilihat dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada

mahasiswa di Universitas Setia Budi. Hasil wawancara peneliti pada

subjek DF (20) ketika bangun tidur subjek sudah mencari handphone.

Subjek selalu membawa handphone kemana saja, alasannya jika subjek

tidak memegang handphone perasaan bingung. Selain itu subjek sering


9

menggunakan handphone untuk menghibur diri sendiri. Subjek mengalami

penurunan dalam hal prestasi dan berkurangnya interaksi sosial karena jika

bertemu orang selalu pegang handphone. Kasus kecanduan telepon

genggam lainnya juga terjadi di Bondowoso, Jawa timur. Kecanduan

tersebut dialami oleh dua orang anak yang masih SMP dan SMA.

Kecanduan pada kedua anak tersebut tergolong parah, salah satu anak

membenturkan kepala ke tembok jika dilarang orang tuanya menggunakan

telepon genggam (Antaranews.com, 2018).

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik melakukan

penelitian apakah ada hubungan antara mobile phone addict dengan

interaksi sosial. Pertanyaan inilah yang mendasari peneliti mengajukan

judul skripsi yaitu hubungan antara antara mobile phone addict dengan

interaksi sosial langsung pada mahasiswa Universitas Setia Budi

Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah

dari penelitian ini yaitu : Apakah terdapat hubungan antara mobile phone

addict dengan interaksi sosial ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara

mobile phone addict dengan interaksi sosial.


10

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini meliputi manfaat secara teoritis maupun

manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

Dengan adanya penelitian ini dapat menambah pengetahuan

kajian ilmu psikologi terutama bidang psikologi klinis dan psikologi

sosial.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini yaitu :

a) Bagi Peneliti

Sebagai implementasi atas teori perkuliahan yang

didapat selama ini dan memperdalam pengetahuan mengenai

bahasan mobile phone addict dan interaksi sosial.

b) Bagi Mahasiswa

Penelitian diharapkan dapat berguna sebagai tindakan

preventif untuk meminimalisir masalah yang muncul akibat

penggunaan handphone yang berlebihan dalam kehidupan

sehari-hari.

c) Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

informasi dalam rangka mencegah mahasiswa menjadi

pecandu telepon genggam.


11

d) Bagi Peneliti Selanjutnya.

Penelitian ini diharapkan menjadi referensi yang dapat

memberikan informasi teoritis dan empiris pada pihak-pihak

yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai

permasalahan yang sama.

Anda mungkin juga menyukai