Anda di halaman 1dari 14

I.

Pendahuluan

1.1. Pengertian tentang kinematika dan dinamika.


Kinematika Mesin : ilmu yang mempelajari tentang gerak relatif dari bagian-bagian mesin, termasuk
lintasan kecepatan dan percepatan.
Dinamika Mesin : ilmu yang mempelajari tentang gaya-gaya yang bekerja pada bagian-bagian mesin.
Mesin : suatu alat untuk mengubah atau memindahkan energi. Kadang-kadang mesin juga didefenisikan
sebagai suatu mekanisme yang terdiri dari sejumlah benda yang bergerak dan yang tidak bergerak yang
diletakkan diantara sumber tenaga dan kerja yang harus dilakukan untuk tujuan penyesuaian antara
keduanya. (Kinematika dan Dinamika, George H. Martin, 1992).

II. Kinematika

2.1. Pengertian tentang mekanisme.


Mekanisme adalah suatu rantai kinematis atau suatu rangkaian dari batang-batang penghubung (link-link)
yang berupa benda-benda kaku, yang apakah digabungkan bersama atau dalam keadaan saling
bersinggungan (kontak) sehingga memungkinkannya untuk bergerak relatif satu terhadap yang lain,
(George H. Martin, 1992).
Untuk penerapan yang logis adalah dengan mengetahui mekanisme-mekanisme dasar (komponen-
komponen suatu mekanisme). Adapun mekanisme-mekanisme dasar yang umum digunakan pada mesin,
yang hanya akan dibahas pada bab ini, adalah sebagai berikut :
1. Mekanisme engkol peluncur
2. Mekanisme balik cepat (penyerut)
3. Bubungan/nok/kam

2.1.1. Mekanisme engkol peluncur.


Mekanisme ini merupakan suatu sistem rangkaian link (batang penghubung) empat batang (gambar 2.1),
dimana; link 1 adalah kerangka yang diam, link 2 adalah engkol, link 3 adalah perangkainya (coupler) dan
link 4 adalah peluncurnya.

Gambar 2.1

Mekanisme ini sangat luas penggunaannya, seperti penggunaannya pada motor bensin dan motor diesel
dimana gaya dorong gas bekerja pada torak/link 4. Gerakkan dipindahkan dari link 3 ke link (engkol) 2.
Ada 2 posisi titik mati selama siklus, masing-masing satu untuk tiap posisi ujung dari link (peluncur) 4.
Mekanisme ini juga digunakan pada kompresor torak (untuk memompa udara dan refrigeran).

Gambar 2.2

Suatu modifikasi sistem pada gambar 2.1 dapat ditunjukan lagi dalam gambar 2.2, dimana engkolnya
terdiri dari sebuah lempeng lingkaran, dengan titik pusat B, yang diputar terhadap poros yang terletak
dititik pusat O2 yang terletak pada kerangka yang diam. Lempeng tersebut berputar menyerupai gelang
pada ujung link 3. Gerakkan dari mekanisme ini ekuivalen dengan sistem rangkaian link (batang
penghubung) engkol peluncur dengan panjang engkol = O2B dan panjang batang penghubung = BC.

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 1


2.1.2. Mekanisme balik cepat
Mekanisme ini digunakan pada mesin-mesin perkakas seperti mesin ketam/skrap dan mesin gergaji yang
digerakkan dengan elektromotor untuk tujuan memberikan langkah pemotongan/pemakanan yang pelan
dan langkah balik yang cepat dengan kecepatan sudut yang tetap dari engkol penggerak. Ratio waktu yang
diperlukan untuk langkah pemakanan/pemotongan terhadap langkah kembali disebut ratio waktu dan
umumnya lebih besar dari 1.

Mekanisme ketam-engkol (balik cepat) menggunakan sistem yang merupakan kebalikan dari mekanisme
engkol peluncur (gambar 2.1). Gambar 2.3 memperlihatkan bahwa mekanisme link (batang penghubung)
2 berputar penuh dan batang penghubung 4 berayun/berosilasi. Jika link 2 berputar berlawanan jarum jam
dengan kecepatan konstan, peluncur 6 akan mempunyai langkah yang lambat kekiri dan langkah balik
𝜃
yang cepat kekanan. Ratio waktu = 𝜃1 .
2

Gambar 2.3

2.1.3. Bubungan/nok/kam
Bubungan/nok/kam adalah bagian dari elemen mesin yang khusus bekerja sebagai penggerak torak
(follower) yang dapat meluncur diatasnya. Nok adalah elemen mesin yang bentuknya bermacam-macam
dan digunakan pada mesin-mesin otomatis, mesin peralatan, mesin press percetakan, motor bakar dan lain
sebagainya.
Beberapa jenis nok yang umum digunakan adalah :
- Nok piringan (gambar 4.4a)
- Nok translasi (gambar 4.4b)
- Nok silindris (gambar 4.4c)

Torak nok

a b c

Gambar 2.4

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 2


2.2. Menentukan kecepatan pada suatu mekanisme dengan menggunakan metode kecepatan relatif
(metode grafis).
• Menentukan kecepatan linier (linear velocity)
Contoh engkol peluncur
Perhatikan mekanisme engkol peluncur seperti gambar 2.5 berikut ini :

Gambar 2.5

Diketahui, jarak : O2B = 0,25 m, BC = 0,8 m, skala jarak : 1 cm = 0,125 m, skala kecepatan 1 cm = 1
m/det. Diasumsikan kecepataan sudut dari engkol 2, ω2 = 15 radian/detik berlawanan arah jarum jam
(ccw) dan sudut O2B = 50O. Tentukan kecepatan torak VC ?
Penyelesaian :
Dari gambar 2.6a diatas, diketahui VB tegak lurus pada O2B, jadi ; VB = O2B.ω2 = 0,25.15 = 3,75 m/det.
Dengan menggunakan persamaan kecepatan relatif didapat (George H. Martin, 1992) :
VC = VB +→ VC/B ............................................(2.1)

a. b.

Gambar 2.6

Cara penggambaran poligon kecepatan (gambar 2.6b) ; kutub kecepatan O′2 diletakkan pada sembarang
tempat didalam kertas gambar atau milimeter block, kemudian VB ditarik dari kutub dan tegak lurus O2B
dengan arah sesuai putaran engkol 2 (ω2). Dari persamaan (2.1) dilihat bahwa VB harus ditambahkan pada
VC/B. Mengingat arah VC/B diketahui harus tegak lurus BC, maka garis B′ C′ digambarkan sejajar dengan
arah ini, panjangnya masih belum diketahui. Selanjutnya garis O′2 C′ digambarkan sejajar dengan arah
gerak daripada torak. Dari perpotongan antara garis-garis O′2 C′ dan B′ C′ kita akan mengetahui besar dari
vektor VC dan vektor VC/B. Panjang O′2 C′ jika diukur dari hasil penggambaran poligon kecepatan (gambar
2.6b) akan sama dengan 3,5 cm. Dan dengan mengalikannya dengan skala kecepatan, akan didapat : VC =
3,5 .1 = 3,5 m/det, dan kecepatan C relatif B, VC/B = 2,1 m/det (diukur 2,1 cm dikali skala kecepatan).

Contoh mesin ketam/sekrap


Gambar 2.7a berikut ini menunjukan suatu mekanisme yang membalik secara cepat (quick return),
mekanisme ini dapat dilihat pada sistem mesin ketam/sekrap. B2 adalah suatu titik yang terletak pada
batang penghubung (link) 2 dan kecepatannya VB2 diketahui, kecepatan dari titik D (VD) harus dicari, juga
kecepatan sudut dari link 4 dan 5 (ω4 dan ω5).
Dari gambar 2.7a (mekanisme balik cepat) dibawah ini, diketahui jarak : O4C = 1 m, DC = 0,5 m, O2O4 =
0,5 m, O2B2 = 0,2 m, sudut : θ = 45O, α = 6O, kecepatan sudut : ω2 = 30 radian/detik. Tentukan : VD, ω4
dan ω5. Skala jarak : 1 cm = 0,125 m, skala kecepatan : 1 cm = 2 m/det.
Pada gambar 2.7b (poligon kecepatan) didapat besar O′2 B2′ adalah ;
VB2 = O2B2.ω2
= 0,2.30
= 6 m/det (digambar 3 cm pada poligon kecepatan sesuai arah VB2)
Pada suatu saat B4 adalah titik yang terletak pada link 4 yang merupakan satu titik dengan B2. Besar B4
tidak diketahui tapi arahnya diketahui tegak lurus O4B4 yang merupakan jari-jari putaran B4. Mengingat

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 3


tidak mungkin ada gerakkan dari B4 relatif terhadap B2 dalam suatu arah gerakkan yang tegak lurus
terhadap link 4, maka VB4/B2 harus sejajar terhadap link 4 tersebut. Jika dari titik B2′ ditarik suatu garis
sejajar O4C, maka perpotongannya dengan garis O′4 yang tegak lurus O4B4 menentukan besarnya VB4
diukur 1,2 cm lalu dikalikan skala kecepatan yaitu 2 m/det, maka didapat VB4 = 2,4 m/det, dan
B2′ B4′ adalah VB4/B2 (kecepatan B4 relatif B2) diukur 2,9 cm lalu dikalikan skala kecepatan yaitu 2 m/det,
maka didapat VB4/B2 = 5,8 m/det. Vektor O′4 C′ adalah VC yang ternyata harus tegak lurus O4C. Panjang
O′ C ′ O C
O′4 C′ ditentukan dengan rumus berikut : O′4B′ = O 4B , sehingga didapat :
4 4 4 4
O4 C
VC = O′4 C′ = (O′4 B4′
O4 B4

1
= 0,3875 (2,4)

= 6,2 m/det (digambar 3,1 cm pada poligon kecepatan sesuai arah VC).

Jika dari titik C′ ditarik suatu garis yang tegak lurus link CD, maka perpotongannya dengan garis
mendatar O′2 akan menentukan besarnya ; VD yang adalah diukur 2,67 cm lalu dikalikan skala kecepatan
yaitu 2 m/det, maka didapat VD = 5,34 m/det. kemudian didapat kecepatan sudut dari :
Link 4, ω4 = O CC
V
4

6,2
= 1

= 6,2 rad/det
VC/D
Link,5 ω5 = CD

2,3
= 0,5

= 4,6 rad/det

Dimana, VC/D diukur 1,15 cm dari D’ ke C’ lalu dikalikan skala kecepatan yaitu 2 m/det.
Dari gambar terlihat bahwa arah VC kekanan, karena itu ω4 searah jarum jam (cw) dan VC/D arah ke
bawah jadi ω5 searah jarum jam (cw).

a. b.

Gambar 2.7

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 4


2.3. Menentukan percepatan pada suatu mekanisme (metode grafis).
Percepatan perlu diketahui karena berpengaruh terhadap gaya inersia (gaya kelembaman), dan selanjutnya
turut berpengaruh juga terhadap tegangan pada bagian-bagian dari suatu mesin, beban bantalan, getaran
dan suara. (George H. Martin, 1992).
Persamaan-persamaan berikut digunakan untuk menentukan percepatan dari suatu titik dalam
menyelesaikan persoalan :
V2
- Percepatan normal : An = = R.ω2 = V.ω ........(2.2)
R
- Percepatan tangensial : At = R.α ........(2.3)
- Percepatan total : A = √(𝐴𝑛 )2 + (𝐴𝑡 )2 ........(2.4)

Contoh engkol peluncur


Suatu mekanisme engkol peluncur seperti gambar 2.8 berikut :

Gambar 2.8

Diketahui, Jarak : O2B = 0,25 m, BC = 0,6 m, skala jarak : 1 cm = 0,125 m, skala kecepatan 1 cm = 2
m/det, skala percepatan 1 cm = 50 m/det2. Diasumsikan kecepataan sudut dari engkol 2, ω2 = 30
radian/detik searah jarum jam (cw) dan sudut O2B = 45O. Tentukan percepatan titik C (percepatan torak
AC) ?
Penyelesaian :
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan kecepatan dari titik B (VB), jadi ; VB = O2B. ω2 =
0,25.30 = 7,5 m/det. Sedangkan VC = VB +→ VC/B.
Dari gambar 2.9b (poligon kecepatan) didapat panjang B′ C′ yang adalah merupakan besar kecepatan VC
relatif terhadap B (VC/B) diukur lalu dikalikan dengan skala kecepatan, jadi VC/B = 5,5 m/det. Perpotongan
garis B′ C′ dengan garis O′2 C′ akan menentukan besarnya VC, oleh karena arah VC mendatar sesuai dengan
gerakkan torak kekanan. Panjang garis O′2 C′ diukur lalu dikalikan dengan skala kecepatan, maka didapat
VC = 6,8 m/det.

a. b.

c. d.

Gambar 2.9

Percepatan dari titik C dapat ditentukan dengan rumus :


AC = AB +→ AC/B

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 5


Atau dapat ditulis :
AnC +→ AtC = AnB +→ AtB +→ AnC/B +→ AtC/B .........(2.5)

Penyelesaian ini dapat diselesaikan dengan menggambarkannya secara grafis poligon percepatan dalam
gambar (gambar 2.9c, ) mengingat jalur gerakkan dari titik C adalah suatu garis lurus maka :

V2 V2C
AnC = = = 0 (percepatan normal)
R ∞

AtC ditarik dari titik O′′ t


2 dalam arah pada jalur gerakkan dari titik C yang besarnya tidak diketahui. AC
berarah garis singgung terhadap jalur dari gerakkan titik C.
Titik B bergerak dalam jalur yang membentuk lingkaran jadi percepatan normalnya digambarkan sejajar
dengan O2B, jadi :
(VB )2 (7,5)2
AnB = = = 225 m/det2 (dibagi dengan skala lalu gambarkan pada poligon
O2 B 0,25
percepatan, gambar 2.9c)

Mengingat ω2 konstan (tetap), percepatan α2 = 0, maka :

AtB = O2B. α2 =0

AnC/B dan AtC/B adalah percepatan-percepatan relatif, untuk menentukan arahnya, perhatikan jalur gerakkan
dari titik C relatif terhadap titik B. Diasumsikan titik C berputar terhadap titik B dalam suatu jalur
melingkar dengan jari-jari BC (lihat gambar 2.9d).
Gambar 2.9d ; AnC/B dan AtC/B masing-masing mempunyai arah sesuai dengan garis normal dan tangensial
terhadap jalur ini :
(VC/B )2 (5,5)2
AnC/B = = = 50,416 m/det2 (dibagikan dengan skala, lalu digambarkan).
BC 0,6
AnC/B digambarkan sejajar dengan BC. Sedangkan AtC/B digambarkan sejajar dengan arah VC/B dari ujung
t
AnC/B , titik perpotongannya dengan garis datar dari O′′ t
2 menentukan besar dari AC dan AC/B .
AtC = AC dan AtC/B diukur lalu dikalikan dengan skala percepatan, maka didapat : AtC = AC = 160 m/det2
dan AtC/B = 155 m/det2.

2.4. Menentukan percepatan Coriolis


Percepatan Coriolis :
Jika sebuah titik didalam sebuah benda bergerak sepanjang jalur yang terletak pada benda yang
kedua, dan jika benda yang kedua berputar, maka percepatan dari titik pada benda yang pertama
relatif terhadap titik yang sama pada benda yang kedua.
Persamaan untuk menentukan percepatan Coriolis adalah :

A = 2.V.ω ........(2.6)

a. b.

Gambar 2.10
Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 6
Dari gambar 2.10a, P3 adalah suatu titik pada peluncur 3 yang bergerak sepanjang jalur OF yang terletak
pada batang 2. P2 adalah suatu titik yang tetap pada jalur tersebut. P3 dan P2 adalah titik-titik yang sama
pada suatu saat dan kecepatan sudut untuk batang 2 adalah ω2.
Gambar 2.10b, jalur tersebut digambarkan lagi, dimana VP3/P2 adalah kecepatan P3 relatif terhadap P2,
dalam suatu interval waktu dt, garis OF akan berputar dengan suatu sudut dθ ke posisi OF ′ . Selama
interval waktu ini P2 bergerak ke P2′ . Titik P3 bergerak ke P3′ . Dan perpindahan ini dapat dianggap sebagai
jumlah dari perpindahan-perpindahan P2P2′ , P2′ B dan BP3′ . Perpindahan P2P2′ adalah dengan kecepatan yang
tetap karena OP2 dan ω2 adalah tetap. P2′ B juga dengan kecepatan tetap, karena VP3/P2 adalah tetap. Tetapi
akan terlihat bahwa perpindahan BP3′ adalah akibat dari percepatan arah ini. Jadi percepatan Coriolis
adalah : A = 2.VP3/P2.ω2.
Contoh :
Gambarkan poligon kecepatan dan percepatan untuk gambar 2.11a berikut ini. P2 dan P4 masing-masing
merupakan titik persekutuan antara poros bubungan/nok 2 dan batang peluncur 4. Kecepatan sudut poros
nok, ω2 = 15 rad/det. Tentukan kecepatan dari batang peluncur 4 (VP4) dan percepatannya (AP4).
Skala : jarak ; 1 cm = 15 mm, kecepatan ; 1 cm = 0,2 m/det, percepatan ; 1 cm = 3 m/det2.
Penyelesaian :
Poligon kecepatan (gambar 2.11b) ; VP2 = O2P2.ω2 = 0,04.15 = 0,6 m/det. VP4 = VP2 +→ VP4/P2. Dari
perpotongan garis VP4 dan VP4/P2, maka akan didapat besarnya VP4 dan VP4/P2. Besarnya VP4 diukur = 0,65
cm dikalikan dengan skala kecepatan, maka VP4 = 0,65.0,2 = 0,13 m/det. VP4/P2 diukur = 3,05 cm, maka
VP4/P2 = 3,05.0,2 = 0,61 m/det.
Poligon percepatan (gambar 2.11c) ; AnP2 = O2P2.(ω2)2 = 0,04.(15)2 = 9 m/det2. AnP4 +→ AtP4 = AnP2 +→
AtP2 +→ AnP4/P2 +→ AtP4/P2 +→2.VP4/P2.ω2. Jadi; 2.VP4/P2.ω2 = 2.0,61.15 = 18,3 m/det2. Dari gambar
poligon percepatan didapat perpotongan garis AtP4 dengan AtP4/P2 dengan besarnya sebagai berikut
: AtP4 diukur = 3,37 cm dikalikan 3 m/det2 = 10,11 m/det2. AtP4/P2 diukur = 1,35 cm dikalikan 3 m/det2 =
4,05 m/det2. Jadi AtP4 = AP4 = 10,11 m/det2 dan AtP4/P2 = 4,05 m/det2.

a. b. c.

Gambar 2.11

2.5. Menentukan kecepatan dan percepatan dalam suatu mekanisme dengan menggunakan metode
analitis.
Berdasarkan gambar 2.12, maka kecepatan dan percepatan suatu mekanisme dapat ditentukan dengan
rumus berikut (A. R. Holowenko, 1996) :
Kecepatan torak : V = - R.ω(sin 𝜃 + 2𝐿 sin 2𝜃)
𝑅
........(2.7)

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 7


Percepatan torak : A = - R.ω2(cos 𝜃 +
𝑅
cos 2𝜃) ........(2.8)
𝐿

Kecepatan sudut dan percepatan sudut dari batang penghubung (link) 3 adalah :

ω2 √1−sin2 θ
Kecepatan sudut : ω3 = 2
........(2.9)
√( L ) − sin2 θ
R

ω22 sinθ
Percepatan sudut : α3 = 2
........(2.10)
√( L ) − sin2 θ
R

Gambar 2.12

Contoh :
Hitung kecepatan dan percepatan dari peluncur 4 (titik B) seperti gambar 2.12, untuk θ = 50O, α2 = 0, R =
0,25 m, L = 0,80 m, ω2 = 15 rad/det. Hitung pula ω3 dan α3.

Penyelesaian :
Kecepatan dan percepatan dari peluncur 4 (titik B) adalah :

VB = - R.ω(sin 𝜃 +
𝑅
Kecepatan : sin 2𝜃)
2𝐿
0,25
= - 0,25.15(0,766 + . 0,985)
2.0,80
= - 3,45 m/det.

AB = - R.ω2(cos 𝜃 +
𝑅
Percepatan : cos 2𝜃)
𝐿
0,25
= - 0,25.(15)2(0,643 + (−0,174))
0,80
2
= - 33.11 m/det

Kecepatan sudut dan percepatan sudut dari batang penghubung (link) 3 adalah :

ω2 √1−sin2 θ
Kecepatan sudut : ω3 = 2
√( L ) − sin2 θ
R

15√1−sin2 50
= 2
√( 0,8 ) − sin2 50
0,25

= 3,0997 rad/det

𝜔22 sin 𝜃
Percepatan sudut : ∝3 = 2
√( 𝐿 ) − 𝑠𝑖𝑛2 𝜃
𝑅

152 𝑠𝑖𝑛50
= 2
√( 0,8 ) − 𝑠𝑖𝑛2 50
0,25

= 55,42 rad/det2

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 8


Soal : Hitung kecepatan dan percepatan dari peluncur seperti gambar diatas untuk ; 𝜃 = 35O, 40O, 45O,
50O, 55O, 60O, 65O, 70O dan 75O; 𝛼2 = 0; R = 0,20 m; L = 0,50 m;
ω2 = 900 rpm = 2.𝜋.𝑛
60
= 60 = 94,24 rad/det; hitung pula ω3 dan ∝3 pada saat 𝜃 = 75O
2.𝜋.900

III. Dinamika
3.1. Menentukan keseimbangan pada massa-massa yang berputar.
1. Massa tunggal yang berputar.
Perhatikan gambar berikut, dimana suatu poros mendukung sebuah massa M yang berputar dengan
jari-jari R.

Gambar 3.1. Massa tunggal yang berputar

Misalnya Me adalah sebuah massa dengan jari-jarinya Re yang harus ditambahkan untuk
menghasilkan keseimbangan.
Keseimbangan Statis akan dihasilkan jika jumlah momen dari gaya gravitasi terhadap sumbu putar
adalah nol :
MgR cos 𝜃 + MegRe cos 𝜃 = 0 atau MeRe = MR ....................(3.1)

Jika harga Re ditentukan sembarang, maka harga Me dapat ditentukan dengan persamaan (3.1). Jika
keseimbangan statis terjadi maka poros tidak akan mempunyai kecenderungan untuk berputar.
Keseimbangan Dinamis memerlukan jumlah gaya inersia, dalam gambar adalah nol. Jadi jika
kecepatan sudutnya adalah ω, maka :

MRω2 - MeReω2 = 0; atau MeRe = MR ....................(3.2)

2. Beberapa massa yang berputar dalam bidang melintang yang sama.

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 9


Dalam gambar 3.2 a dan b berikut ini, M1, M2 dan M3 adalah massa-massa yang berputar, semuanya
terletak dalam bidang putar/melintang yang sama.

a. penampang membujur b. penampang melintang

Gambar 3.2. Tiga massa yang berputar dalam bidang melintang yang sama

Me menyatakan sebuah massa yang harus ditambahkan pada suatu jari-jari Re dengan posisi sudut 𝜃e
untuk menghasilkan keseimbangan.
Untuk Keseimbangan Statis jumlah momen dari gaya gravitasi yang disebabkan oleh massa aslinya
(M1, M2 dan M3) dan massa Me yang ditambahkan terhadap sumbu putar haruslah = 0; jadi :

∑ 𝑀𝑔𝑅 cos 𝜃 + 𝑀𝑒 𝑔𝑅𝑒 cos 𝜃𝑒 = 0 atau ∑ 𝑀𝑅 cos 𝜃 + 𝑀𝑒 𝑅𝑒 cos 𝜃𝑒 = 0 ...........(3.3)

Untuk Keseimbangan Dinamis, komponen horisontalnya harus = 0, Jadi :

∑ 𝑀𝑅 𝜔2 cos 𝜃 + 𝑀𝑒 𝑅𝑒 𝜔2 cos 𝜃𝑒 = 0 ............(3.4)

Komponen vertikal juga harus = 0, maka :

∑ 𝑀𝑅 𝜔2 sin 𝜃 + 𝑀𝑒 𝑅𝑒 𝜔2 sin 𝜃𝑒 = 0 ............(3.5)

Jika persamaan (3.4) dan (3.5) dibagi dengan 𝜔2 , diperoleh :

∑ 𝑀𝑅 cos 𝜃 + 𝑀𝑒 𝑅𝑒 cos 𝜃𝑒 = 0
...........(3.6)
∑ 𝑀𝑅 sin 𝜃 + 𝑀𝑒 𝑅𝑒 sin 𝜃𝑒 = 0

Jadi persamaan (3.6) ini adalah kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk keseimbangan dinamis.

Contoh : Untuk poros dengan rotor pada gambar 3.2, diketahui :

Tabel 3.1. Data contoh


Massa, M Jari-jari, R Sudut, 𝜃
M1 = 0,907 kg R1 = 102 mm 𝜃1 = 30O
M2 = 2,270 kg R2 = 127 mm 𝜃2 = 80O
M3 = 1,360 kg R3 = 76,2 mm 𝜃3 = 160O

Tentukan massa Me dan posisi sudut 𝜃𝑒 pada jari-jari Re = 88,9 mm, yang diperlukan
untuk membuat keseimbangan Statis maupun Dinamis pada sistim.

Penyelesaian secara analitis :

Tabel 3.2. Perhitungan Me dan 𝜃𝑒 secara analitis


No M, kg R, mm 𝜃, derajat cos 𝜃 sin 𝜃 M.R.cos 𝜃 M.R.sin 𝜃
1. 0,907 102 30 0,866 0,5 80,11 46,26
2. 2,270 127 80 0,174 0,985 50,16 284,0
3. 1,360 76,2 160 - 0,940 0,342 - 97,41 35,44
e. ? 88,9 ? Σ = 32,86 Σ = 365,7

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 10


Dari persamaan (3.6) :

32,86 + Me R e cos θe = 0
...........(3.7)
365,7 + Me R e sin θe = 0

Maka :
Me Re sinθ −365,7
= ............(3.8)
Me Re cosθ −32,86

Atau : tan 𝜃𝑒 = 11,13.

Untuk menentukan kuadran yang tepat untuk 𝜃𝑒 , lihat persamaan (3.8) bahwa sin 𝜃𝑒 dan cos 𝜃𝑒
adalah negatif (-), oleh karena itu 𝜃𝑒 terletak dalam kuadran III (ketiga), dengan sudut :

θe = tan-1 11,13 = 84,9O + 180O = 264,9O

−365,7 −365,7
Dari persamaan (3.7) didapat : Me = R = 88,9(−0,996) = 4,13 kg
e Sinθe

Penyelesaian secara grafis :

Skala : 1 cm = 50 kg.mm (keseimbangan gaya)

c. Keseimbangan gaya

Gambar 3.2. Penyelesaian secara grafis

Dari hasil penggambaran (Gambar 3.2c.) diatas dapat diukur jarak untuk ;
MeRe = 7,38 cm x skala = 7,38 x 50 = 369 kg.mm.
369 369 𝑘𝑔.𝑚𝑚
Maka didapat : Me = = = 4,15 kg
𝑅𝑒 88,9 𝑚𝑚

Dan sudut θe diukur dengan busur derajat didapat 265O .

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 11


3. Beberapa massa yang berputar dalam beberapa bidang melintang

a. Penampang membujur b. penampang melintang

Gambar 3.3. Tiga massa berputar dalam dua bidang melintang

Solusi untuk menyelesaikan persoalan dalam kasus seperti gambar 3.4. diatas prosedurnya adalah :
1. Pilih sembarang dua bidang melintang tegak A dan B sebagai acuan seperti pada gambar
2. Jarak dalam arah aksial dari bidang A ke massa M1, M2, M3 dan seterusnya masing-masing a1, a2
a3 dan seterusnya. Jarak sebelah kanan dari bidang A dianggap positif (+) dan jarak sebelah kiri
negatif (-).
3. Mengingat gaya inersia adalah F = MR2, maka gaya F tegak lurus terhadap MR.
Kita dapat mengimbangi momen-momen terhadap bidang A, dengan menambahkan sebuah massa
MB dalam bidang sehingga ΣMx = 0 dan ΣMy = 0. Hal ini memerlukan :

ΣMRa sinθ + MBRBaB sinθB = 0


............(3.9)
ΣMRa cosθ + MBRBaB cosθB = 0
4. Selanjutnya, kita dapat menambahkan sebuah massa MA dalam bidang A sehingga dapat membuat
keseimbangan semua gaya-gaya dalam arah x dan y, yaitu :

ΣMR cosθ + MARA cosθA = 0


............(3.10)
ΣMR sinθ + MARA sinθA = 0

Jika persamaan (3.9) dan (3.10) dipenuhi maka sistimnya akan seimbang dinamis. Mengingat
persamaan (3.10) sama dengan persamaan (3.3) maka sistem tersebut juga akan seimbang statis jika ia
dalam seimbang dinamis.

Contoh :
Poros dengan panjang CD, mempunyai massa rotor; m1, m2, m3, jari-jari; R1, R2, R3 dan sudut; θ1,θ2,
θ3. Seperti pada tabel dibawah ini. Tentukan posisi sudut dari 2 massa yang jika ditambahkan pada
masing-masing bidang yang berjari-jari RA dan RB = 76 mm, akan membuat keseimbangan sistim
secara statis dan dinamis. Letak bidang A dan B dapat dilihat pada gambar.

Penyelesaian secara analitis :

Untuk memenuhi persamaan (3.9) dan (3.10) dan menentukan MA, θA dan MB, θB adalah lebih mudah
dengan membuat tabel.

Tabel 3.3. Perhitungan MA, θA dan MB, θB secara analitis


No. M, kg R, mm θ, O a, mm cosθ sinθ MRcosθ MRsinθ MRacosθ MRasinθ
1. 0,454 50,8 30 0 0,866 0,500 20,0 11,5 0 0
2. 1,36 76,0 60 -102 0,500 0,866 51,7 89,5 - 5273,4 - 9130
3. 0,907 63,5 150 76 -0,866 0,500 -49,9 28,8 - 3792,4 2188,6
Σ= Σ= Σ= Σ=
A ? 76 ?
21,8 129,8 - 9065,8 - 6941,4
B ? 76 ?

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 12


Dari persamaan (3.9) didapat :

- 6941,4 + MBRBaB sinθB = 0


............(3.9')
- 9065,8 + MBRBaB cosθB = 0

Maka :
MB RB aB sinθB 6941,4
= ............(3.9'')
MB RB aB cosθB 9065,8

Atau : tan θB = 0,7656

Dari persamaan (3.9'') dilihat bahwa sin θB adalah positif (+) dan cos θB adalah (+), karena itu θB
terletak pada kuadran I (pertama) dengan sudut :

θB = tan-1 0,7656 = 37,4O


6941,4 6941,4
Dari persamaan (3.9'') diperoleh : MB = R = 76.76(0,6074) = 1,98 kg
B 𝑎𝐵 SinθB

Dari persamaan (3.10) didapat :

21,8 + (1,98.76.0,794) + MARA cosθA = 0


............(3.10')
129,8 + (1,98.76.0,607) + MARA sinθA = 0
Maka
MA RA sinθA −221,1
= .............(3.10'')
MA RA cosθA −141,3

Atau : tan θA = 1,56

Dari persamaan (3.10'') dilihat bahwa sin θB adalah negatif (-) dan cos θB adalah (-), karena itu θB
terletak pada kuadran III (ketiga), dengan sudut :

θA = tan θ-1 1,56 = 57,3O + 180O = 237,3O

Dari persamaan (3.10'') diperoleh :


−141,3 −141,3
MA = R = 76(−0,5396) = 3,44 kg
A 𝐶𝑜𝑠θA

Penyelesaian secara grafis :

Skala : 1 cm = 3000 kg.mm2 (keseimbangan momen)


1 cm = 30 kg.mm (keseimbangan gaya)

Tabel 3.4. Perhitungan MA, θA dan MB, θB secara grafis


No. θ, derajat M, kg R, mm a, mm MR, kg.mm MRa, kg.mm2
1. 30 0,454 50,8 0 23,1 0
2. 60 1,36 76,0 -102 103,4 - 10500
3. 150 0,907 63,5 76 57,6 4380

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 13


a. Keseimbangan momen. b. keseimbangan gaya

Gambar 3.4. Penyelesaian secara grafis

Dari hasil gambar 3.4.a diukur ; θB = 38O dan panjang MBRBaB = 3,8 cm, maka ;
11400 11400
MBRBaB = 3,8. 3000 = 11400 kg.mm2, jadi : MB = = = 1,96 kg
𝑅𝐵 𝑎𝐵 76.76

Dari hasil gambar 3.4.b diukur ; θA = 237O dan panjang MARA = 8,72 cm, maka ;
261,6 261,60
MARA = 8,72. 30 = 261,6 kg.mm, jadi : MA = = = 3,44 kg.
𝑅𝐴 76

Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 14

Anda mungkin juga menyukai