Pendahuluan
II. Kinematika
Gambar 2.1
Mekanisme ini sangat luas penggunaannya, seperti penggunaannya pada motor bensin dan motor diesel
dimana gaya dorong gas bekerja pada torak/link 4. Gerakkan dipindahkan dari link 3 ke link (engkol) 2.
Ada 2 posisi titik mati selama siklus, masing-masing satu untuk tiap posisi ujung dari link (peluncur) 4.
Mekanisme ini juga digunakan pada kompresor torak (untuk memompa udara dan refrigeran).
Gambar 2.2
Suatu modifikasi sistem pada gambar 2.1 dapat ditunjukan lagi dalam gambar 2.2, dimana engkolnya
terdiri dari sebuah lempeng lingkaran, dengan titik pusat B, yang diputar terhadap poros yang terletak
dititik pusat O2 yang terletak pada kerangka yang diam. Lempeng tersebut berputar menyerupai gelang
pada ujung link 3. Gerakkan dari mekanisme ini ekuivalen dengan sistem rangkaian link (batang
penghubung) engkol peluncur dengan panjang engkol = O2B dan panjang batang penghubung = BC.
Mekanisme ketam-engkol (balik cepat) menggunakan sistem yang merupakan kebalikan dari mekanisme
engkol peluncur (gambar 2.1). Gambar 2.3 memperlihatkan bahwa mekanisme link (batang penghubung)
2 berputar penuh dan batang penghubung 4 berayun/berosilasi. Jika link 2 berputar berlawanan jarum jam
dengan kecepatan konstan, peluncur 6 akan mempunyai langkah yang lambat kekiri dan langkah balik
𝜃
yang cepat kekanan. Ratio waktu = 𝜃1 .
2
Gambar 2.3
2.1.3. Bubungan/nok/kam
Bubungan/nok/kam adalah bagian dari elemen mesin yang khusus bekerja sebagai penggerak torak
(follower) yang dapat meluncur diatasnya. Nok adalah elemen mesin yang bentuknya bermacam-macam
dan digunakan pada mesin-mesin otomatis, mesin peralatan, mesin press percetakan, motor bakar dan lain
sebagainya.
Beberapa jenis nok yang umum digunakan adalah :
- Nok piringan (gambar 4.4a)
- Nok translasi (gambar 4.4b)
- Nok silindris (gambar 4.4c)
Torak nok
a b c
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Diketahui, jarak : O2B = 0,25 m, BC = 0,8 m, skala jarak : 1 cm = 0,125 m, skala kecepatan 1 cm = 1
m/det. Diasumsikan kecepataan sudut dari engkol 2, ω2 = 15 radian/detik berlawanan arah jarum jam
(ccw) dan sudut O2B = 50O. Tentukan kecepatan torak VC ?
Penyelesaian :
Dari gambar 2.6a diatas, diketahui VB tegak lurus pada O2B, jadi ; VB = O2B.ω2 = 0,25.15 = 3,75 m/det.
Dengan menggunakan persamaan kecepatan relatif didapat (George H. Martin, 1992) :
VC = VB +→ VC/B ............................................(2.1)
a. b.
Gambar 2.6
Cara penggambaran poligon kecepatan (gambar 2.6b) ; kutub kecepatan O′2 diletakkan pada sembarang
tempat didalam kertas gambar atau milimeter block, kemudian VB ditarik dari kutub dan tegak lurus O2B
dengan arah sesuai putaran engkol 2 (ω2). Dari persamaan (2.1) dilihat bahwa VB harus ditambahkan pada
VC/B. Mengingat arah VC/B diketahui harus tegak lurus BC, maka garis B′ C′ digambarkan sejajar dengan
arah ini, panjangnya masih belum diketahui. Selanjutnya garis O′2 C′ digambarkan sejajar dengan arah
gerak daripada torak. Dari perpotongan antara garis-garis O′2 C′ dan B′ C′ kita akan mengetahui besar dari
vektor VC dan vektor VC/B. Panjang O′2 C′ jika diukur dari hasil penggambaran poligon kecepatan (gambar
2.6b) akan sama dengan 3,5 cm. Dan dengan mengalikannya dengan skala kecepatan, akan didapat : VC =
3,5 .1 = 3,5 m/det, dan kecepatan C relatif B, VC/B = 2,1 m/det (diukur 2,1 cm dikali skala kecepatan).
1
= 0,3875 (2,4)
= 6,2 m/det (digambar 3,1 cm pada poligon kecepatan sesuai arah VC).
Jika dari titik C′ ditarik suatu garis yang tegak lurus link CD, maka perpotongannya dengan garis
mendatar O′2 akan menentukan besarnya ; VD yang adalah diukur 2,67 cm lalu dikalikan skala kecepatan
yaitu 2 m/det, maka didapat VD = 5,34 m/det. kemudian didapat kecepatan sudut dari :
Link 4, ω4 = O CC
V
4
6,2
= 1
= 6,2 rad/det
VC/D
Link,5 ω5 = CD
2,3
= 0,5
= 4,6 rad/det
Dimana, VC/D diukur 1,15 cm dari D’ ke C’ lalu dikalikan skala kecepatan yaitu 2 m/det.
Dari gambar terlihat bahwa arah VC kekanan, karena itu ω4 searah jarum jam (cw) dan VC/D arah ke
bawah jadi ω5 searah jarum jam (cw).
a. b.
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Diketahui, Jarak : O2B = 0,25 m, BC = 0,6 m, skala jarak : 1 cm = 0,125 m, skala kecepatan 1 cm = 2
m/det, skala percepatan 1 cm = 50 m/det2. Diasumsikan kecepataan sudut dari engkol 2, ω2 = 30
radian/detik searah jarum jam (cw) dan sudut O2B = 45O. Tentukan percepatan titik C (percepatan torak
AC) ?
Penyelesaian :
Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan kecepatan dari titik B (VB), jadi ; VB = O2B. ω2 =
0,25.30 = 7,5 m/det. Sedangkan VC = VB +→ VC/B.
Dari gambar 2.9b (poligon kecepatan) didapat panjang B′ C′ yang adalah merupakan besar kecepatan VC
relatif terhadap B (VC/B) diukur lalu dikalikan dengan skala kecepatan, jadi VC/B = 5,5 m/det. Perpotongan
garis B′ C′ dengan garis O′2 C′ akan menentukan besarnya VC, oleh karena arah VC mendatar sesuai dengan
gerakkan torak kekanan. Panjang garis O′2 C′ diukur lalu dikalikan dengan skala kecepatan, maka didapat
VC = 6,8 m/det.
a. b.
c. d.
Gambar 2.9
Penyelesaian ini dapat diselesaikan dengan menggambarkannya secara grafis poligon percepatan dalam
gambar (gambar 2.9c, ) mengingat jalur gerakkan dari titik C adalah suatu garis lurus maka :
V2 V2C
AnC = = = 0 (percepatan normal)
R ∞
AtB = O2B. α2 =0
AnC/B dan AtC/B adalah percepatan-percepatan relatif, untuk menentukan arahnya, perhatikan jalur gerakkan
dari titik C relatif terhadap titik B. Diasumsikan titik C berputar terhadap titik B dalam suatu jalur
melingkar dengan jari-jari BC (lihat gambar 2.9d).
Gambar 2.9d ; AnC/B dan AtC/B masing-masing mempunyai arah sesuai dengan garis normal dan tangensial
terhadap jalur ini :
(VC/B )2 (5,5)2
AnC/B = = = 50,416 m/det2 (dibagikan dengan skala, lalu digambarkan).
BC 0,6
AnC/B digambarkan sejajar dengan BC. Sedangkan AtC/B digambarkan sejajar dengan arah VC/B dari ujung
t
AnC/B , titik perpotongannya dengan garis datar dari O′′ t
2 menentukan besar dari AC dan AC/B .
AtC = AC dan AtC/B diukur lalu dikalikan dengan skala percepatan, maka didapat : AtC = AC = 160 m/det2
dan AtC/B = 155 m/det2.
A = 2.V.ω ........(2.6)
a. b.
Gambar 2.10
Kinematika dan Dinamika Teknik, oleh ; Kres Waas 6
Dari gambar 2.10a, P3 adalah suatu titik pada peluncur 3 yang bergerak sepanjang jalur OF yang terletak
pada batang 2. P2 adalah suatu titik yang tetap pada jalur tersebut. P3 dan P2 adalah titik-titik yang sama
pada suatu saat dan kecepatan sudut untuk batang 2 adalah ω2.
Gambar 2.10b, jalur tersebut digambarkan lagi, dimana VP3/P2 adalah kecepatan P3 relatif terhadap P2,
dalam suatu interval waktu dt, garis OF akan berputar dengan suatu sudut dθ ke posisi OF ′ . Selama
interval waktu ini P2 bergerak ke P2′ . Titik P3 bergerak ke P3′ . Dan perpindahan ini dapat dianggap sebagai
jumlah dari perpindahan-perpindahan P2P2′ , P2′ B dan BP3′ . Perpindahan P2P2′ adalah dengan kecepatan yang
tetap karena OP2 dan ω2 adalah tetap. P2′ B juga dengan kecepatan tetap, karena VP3/P2 adalah tetap. Tetapi
akan terlihat bahwa perpindahan BP3′ adalah akibat dari percepatan arah ini. Jadi percepatan Coriolis
adalah : A = 2.VP3/P2.ω2.
Contoh :
Gambarkan poligon kecepatan dan percepatan untuk gambar 2.11a berikut ini. P2 dan P4 masing-masing
merupakan titik persekutuan antara poros bubungan/nok 2 dan batang peluncur 4. Kecepatan sudut poros
nok, ω2 = 15 rad/det. Tentukan kecepatan dari batang peluncur 4 (VP4) dan percepatannya (AP4).
Skala : jarak ; 1 cm = 15 mm, kecepatan ; 1 cm = 0,2 m/det, percepatan ; 1 cm = 3 m/det2.
Penyelesaian :
Poligon kecepatan (gambar 2.11b) ; VP2 = O2P2.ω2 = 0,04.15 = 0,6 m/det. VP4 = VP2 +→ VP4/P2. Dari
perpotongan garis VP4 dan VP4/P2, maka akan didapat besarnya VP4 dan VP4/P2. Besarnya VP4 diukur = 0,65
cm dikalikan dengan skala kecepatan, maka VP4 = 0,65.0,2 = 0,13 m/det. VP4/P2 diukur = 3,05 cm, maka
VP4/P2 = 3,05.0,2 = 0,61 m/det.
Poligon percepatan (gambar 2.11c) ; AnP2 = O2P2.(ω2)2 = 0,04.(15)2 = 9 m/det2. AnP4 +→ AtP4 = AnP2 +→
AtP2 +→ AnP4/P2 +→ AtP4/P2 +→2.VP4/P2.ω2. Jadi; 2.VP4/P2.ω2 = 2.0,61.15 = 18,3 m/det2. Dari gambar
poligon percepatan didapat perpotongan garis AtP4 dengan AtP4/P2 dengan besarnya sebagai berikut
: AtP4 diukur = 3,37 cm dikalikan 3 m/det2 = 10,11 m/det2. AtP4/P2 diukur = 1,35 cm dikalikan 3 m/det2 =
4,05 m/det2. Jadi AtP4 = AP4 = 10,11 m/det2 dan AtP4/P2 = 4,05 m/det2.
a. b. c.
Gambar 2.11
2.5. Menentukan kecepatan dan percepatan dalam suatu mekanisme dengan menggunakan metode
analitis.
Berdasarkan gambar 2.12, maka kecepatan dan percepatan suatu mekanisme dapat ditentukan dengan
rumus berikut (A. R. Holowenko, 1996) :
Kecepatan torak : V = - R.ω(sin 𝜃 + 2𝐿 sin 2𝜃)
𝑅
........(2.7)
Kecepatan sudut dan percepatan sudut dari batang penghubung (link) 3 adalah :
ω2 √1−sin2 θ
Kecepatan sudut : ω3 = 2
........(2.9)
√( L ) − sin2 θ
R
ω22 sinθ
Percepatan sudut : α3 = 2
........(2.10)
√( L ) − sin2 θ
R
Gambar 2.12
Contoh :
Hitung kecepatan dan percepatan dari peluncur 4 (titik B) seperti gambar 2.12, untuk θ = 50O, α2 = 0, R =
0,25 m, L = 0,80 m, ω2 = 15 rad/det. Hitung pula ω3 dan α3.
Penyelesaian :
Kecepatan dan percepatan dari peluncur 4 (titik B) adalah :
VB = - R.ω(sin 𝜃 +
𝑅
Kecepatan : sin 2𝜃)
2𝐿
0,25
= - 0,25.15(0,766 + . 0,985)
2.0,80
= - 3,45 m/det.
AB = - R.ω2(cos 𝜃 +
𝑅
Percepatan : cos 2𝜃)
𝐿
0,25
= - 0,25.(15)2(0,643 + (−0,174))
0,80
2
= - 33.11 m/det
Kecepatan sudut dan percepatan sudut dari batang penghubung (link) 3 adalah :
ω2 √1−sin2 θ
Kecepatan sudut : ω3 = 2
√( L ) − sin2 θ
R
15√1−sin2 50
= 2
√( 0,8 ) − sin2 50
0,25
= 3,0997 rad/det
𝜔22 sin 𝜃
Percepatan sudut : ∝3 = 2
√( 𝐿 ) − 𝑠𝑖𝑛2 𝜃
𝑅
152 𝑠𝑖𝑛50
= 2
√( 0,8 ) − 𝑠𝑖𝑛2 50
0,25
= 55,42 rad/det2
III. Dinamika
3.1. Menentukan keseimbangan pada massa-massa yang berputar.
1. Massa tunggal yang berputar.
Perhatikan gambar berikut, dimana suatu poros mendukung sebuah massa M yang berputar dengan
jari-jari R.
Misalnya Me adalah sebuah massa dengan jari-jarinya Re yang harus ditambahkan untuk
menghasilkan keseimbangan.
Keseimbangan Statis akan dihasilkan jika jumlah momen dari gaya gravitasi terhadap sumbu putar
adalah nol :
MgR cos 𝜃 + MegRe cos 𝜃 = 0 atau MeRe = MR ....................(3.1)
Jika harga Re ditentukan sembarang, maka harga Me dapat ditentukan dengan persamaan (3.1). Jika
keseimbangan statis terjadi maka poros tidak akan mempunyai kecenderungan untuk berputar.
Keseimbangan Dinamis memerlukan jumlah gaya inersia, dalam gambar adalah nol. Jadi jika
kecepatan sudutnya adalah ω, maka :
Gambar 3.2. Tiga massa yang berputar dalam bidang melintang yang sama
Me menyatakan sebuah massa yang harus ditambahkan pada suatu jari-jari Re dengan posisi sudut 𝜃e
untuk menghasilkan keseimbangan.
Untuk Keseimbangan Statis jumlah momen dari gaya gravitasi yang disebabkan oleh massa aslinya
(M1, M2 dan M3) dan massa Me yang ditambahkan terhadap sumbu putar haruslah = 0; jadi :
∑ 𝑀𝑅 cos 𝜃 + 𝑀𝑒 𝑅𝑒 cos 𝜃𝑒 = 0
...........(3.6)
∑ 𝑀𝑅 sin 𝜃 + 𝑀𝑒 𝑅𝑒 sin 𝜃𝑒 = 0
Jadi persamaan (3.6) ini adalah kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk keseimbangan dinamis.
Tentukan massa Me dan posisi sudut 𝜃𝑒 pada jari-jari Re = 88,9 mm, yang diperlukan
untuk membuat keseimbangan Statis maupun Dinamis pada sistim.
32,86 + Me R e cos θe = 0
...........(3.7)
365,7 + Me R e sin θe = 0
Maka :
Me Re sinθ −365,7
= ............(3.8)
Me Re cosθ −32,86
Untuk menentukan kuadran yang tepat untuk 𝜃𝑒 , lihat persamaan (3.8) bahwa sin 𝜃𝑒 dan cos 𝜃𝑒
adalah negatif (-), oleh karena itu 𝜃𝑒 terletak dalam kuadran III (ketiga), dengan sudut :
−365,7 −365,7
Dari persamaan (3.7) didapat : Me = R = 88,9(−0,996) = 4,13 kg
e Sinθe
c. Keseimbangan gaya
Dari hasil penggambaran (Gambar 3.2c.) diatas dapat diukur jarak untuk ;
MeRe = 7,38 cm x skala = 7,38 x 50 = 369 kg.mm.
369 369 𝑘𝑔.𝑚𝑚
Maka didapat : Me = = = 4,15 kg
𝑅𝑒 88,9 𝑚𝑚
Solusi untuk menyelesaikan persoalan dalam kasus seperti gambar 3.4. diatas prosedurnya adalah :
1. Pilih sembarang dua bidang melintang tegak A dan B sebagai acuan seperti pada gambar
2. Jarak dalam arah aksial dari bidang A ke massa M1, M2, M3 dan seterusnya masing-masing a1, a2
a3 dan seterusnya. Jarak sebelah kanan dari bidang A dianggap positif (+) dan jarak sebelah kiri
negatif (-).
3. Mengingat gaya inersia adalah F = MR2, maka gaya F tegak lurus terhadap MR.
Kita dapat mengimbangi momen-momen terhadap bidang A, dengan menambahkan sebuah massa
MB dalam bidang sehingga ΣMx = 0 dan ΣMy = 0. Hal ini memerlukan :
Jika persamaan (3.9) dan (3.10) dipenuhi maka sistimnya akan seimbang dinamis. Mengingat
persamaan (3.10) sama dengan persamaan (3.3) maka sistem tersebut juga akan seimbang statis jika ia
dalam seimbang dinamis.
Contoh :
Poros dengan panjang CD, mempunyai massa rotor; m1, m2, m3, jari-jari; R1, R2, R3 dan sudut; θ1,θ2,
θ3. Seperti pada tabel dibawah ini. Tentukan posisi sudut dari 2 massa yang jika ditambahkan pada
masing-masing bidang yang berjari-jari RA dan RB = 76 mm, akan membuat keseimbangan sistim
secara statis dan dinamis. Letak bidang A dan B dapat dilihat pada gambar.
Untuk memenuhi persamaan (3.9) dan (3.10) dan menentukan MA, θA dan MB, θB adalah lebih mudah
dengan membuat tabel.
Maka :
MB RB aB sinθB 6941,4
= ............(3.9'')
MB RB aB cosθB 9065,8
Dari persamaan (3.9'') dilihat bahwa sin θB adalah positif (+) dan cos θB adalah (+), karena itu θB
terletak pada kuadran I (pertama) dengan sudut :
Dari persamaan (3.10'') dilihat bahwa sin θB adalah negatif (-) dan cos θB adalah (-), karena itu θB
terletak pada kuadran III (ketiga), dengan sudut :
Dari hasil gambar 3.4.a diukur ; θB = 38O dan panjang MBRBaB = 3,8 cm, maka ;
11400 11400
MBRBaB = 3,8. 3000 = 11400 kg.mm2, jadi : MB = = = 1,96 kg
𝑅𝐵 𝑎𝐵 76.76
Dari hasil gambar 3.4.b diukur ; θA = 237O dan panjang MARA = 8,72 cm, maka ;
261,6 261,60
MARA = 8,72. 30 = 261,6 kg.mm, jadi : MA = = = 3,44 kg.
𝑅𝐴 76