Anda di halaman 1dari 11

Kriminalisasi Tradisi Berladang Masyarakat Lokal dengan Kebijakan Tata Cara

Pembukaan Lahan
John Albert Tarsisius Gimanto
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa APMD Yogyakarta
www.johnatg@gmail.com

Abstrak

Peraturan Bupati Sintang Nomor 31 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Sintang Nomor 18
Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pembukaan Lahan Bagi Masyarakat di Kabupaten Sintang dalam penerapannya
mendapat pro dan kontra dari berbagai kalangan masyarakat. Peraturan Bupati tentang tata cara pembukaan
lahan bagi masyarakat Kabupaten Sintang telah memberikan batasan-batasan dan aturan-aturan yang harus
dilakukan masyarakat apabila hendak membakar lahan untuk berladang. Batasan-batasan atau aturan-aturan
dalam peraturan ini ternyata bersinggungan dengan adat dan kebiasaan yang selalu dilakukan oleh para petani
khusunya masyarakat suku Dayak yang mayoritas bekerja sebagai petani, sehingga mereka menolak dan merasa
bahwa peraturan ini telah melanggar hak-hak adat istiadat mereka. Metode dalam penelitian ini menggunakan
metode analisis deskriftif. Metode analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian
disusul dengan analisis, tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan
penjelasan secukupnya. Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian kajian literatur dengan mencari
referensi teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Hasil Penelitian menjelaskan
bahwa pemerintah sebagai pemegang otoritas ingin memaksa kebiasaan atau tradisi berladang yang secara turun
temurun telah dilakukan oleh petani tradisional di wilayah Kabupaten Sintang untuk sesuai dengan aturan-aturan
yang ada dalam Peraturan Bupati Sintang Nomor 31 Tahun 2020, meskipun pada kenyataannya tradisi dengan
aturan-aturan dalam kebijakan itu berbeda. Pemberlakuan Kebijakan tata cara pembukaan lahan yang memaksa
masyarakat petani tradisional untuk mengikuti kebijakan tersebut menjadi alasan terjadinya kriminalisasi tradisi
berladang yang selama ini telah dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat petani tradisional di wilayah
Kabupaten Sintang.

Kata Kunci: Sosiologi Pemerintahan, Konflik dan Kebijakan

Abstract

Sintang Regent Regulation Number 31 of 2020 concerning Amendments to Sintang Regent Regulation Number
18 of 2020 concerning Procedures for Land Clearing for Communities in Sintang Regency, in its application,
received pros and cons from various groups of people. The Regent's regulation on procedures for clearing land
for the people of Sintang Regency has set limits and rules that must be followed by the community if they want
to burn land for farming. The limitations or rules in this regulation actually intersect with the customs and habits
that are always carried out by farmers, especially the Dayak people, the majority of whom work as farmers, so
they refuse and feel that this regulation has violated their customary rights. The method in this study uses a
descriptive analysis method. The method of analysis is carried out by describing facts which are then followed
by analysis, not merely describing, but also providing sufficient understanding and explanation. This research is
included in the type of literature review research by looking for theoretical references that are relevant to the
cases or problems found. The results of the study explain that the government as the authority holder wants to
force farming habits or traditions that have been carried out for generations by traditional farmers in the Sintang
Regency area to comply with the rules contained in Sintang Regent Regulation Number 31 of 2020, even though
in reality the tradition with the rules -The rules in the policy are different. The enactment of a land clearing
procedure policy that forces traditional farming communities to follow this policy is the reason for the
criminalization of farming traditions that have been carried out for generations by traditional farming
communities in the Sintang District.

Keyword: Sociology of Government, Conflict and Policy


Pendahuluan
Kabupaten Sintang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi
Kalimantan Barat yang kerap terjadi kasus kebakaran hutan dan lahan terutama pada saat
musim kemarau. Kabupaten Sintang juga menjadi daerah penyumbang titik sebaran panas
terbanyak yaitu dari tahun 2016-2018 berjumlah 666 titik sebaran panas (Praja et al., 2020).
Dengan adanya titik panas menunjukkan bahwa di daerah tersebut terjadi kasus kebakaran
hutan dan lahan artinya di Kabupaten Sintang dari tahun 2016-2018 selalu terjadi kasus
kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Sintang di
duga berasal dari aktivitas pembukaan lahan pertanian dan perkebunan baik oleh masyarakat
petani tradisional yang ada di desa-desa maupun perusahan dan koperasi-koperasi di wilayah
Kabupaten Sintang.
Kabupaten Sintang merupakan kabupaten yang sebagian besar masyarakatnya
berprofesi sebagai petani. Proses pembukaan lahan pertanian yang ada di Kabupaten Sintang
oleh masyarakat petani tradisional dilakukan dengan cara membakar lahan yang akan
dijadikan tempat bertani atau berladang. Cara ini sudah dilakukan turun temurun dan sudah
menjadi adat istiadat bagi masyarakat petani tradisional khususnya masyarakat dari suku
Dayak yang mayoritas pekerjaannya adalah petani, namun disisi yang lain hal tersebut
merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Kondisi ini menjadi permasalahan yang sangat
penting dan menuntut Pemerintah Kabupaten Sintang untuk dapat mencari solusi dalam
mengendalikan kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten Sintang.
Pemerintah dalam hal ini Bupati Sintang telah mengambil tindakan dengan
mengeluarkan Peraturan Bupati Sintang tentang tata cara pembukaan lahan bagi masyarakat.
Kebijakan terbaru tentang tata cara pembukaan lahan bagi masyarakat adalah Peraturan
Bupati Sintang Nomor 31 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Sintang
Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pembukaan Lahan Bagi Masyarakat di Kabupaten
Sintang. Peraturan Bupati Sintang tersebut memperbolehkan masyarakat yang berkerja
sebagai petani membuka lahan dengan cara dibakar namun harus memperhatikan syarat dan
ketentuan yang berlaku dalam peraturan tersebut.
Peraturan Bupati Sintang Nomor 31 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Bupati Sintang Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pembukaan Lahan Bagi
Masyarakat di Kabupaten Sintang dalam penerapannya mendapat pro dan kontra dari
berbagai kalangan masyarakat. Peraturan Bupati tentang tata cara pembukaan lahan bagi
masyarakat Kabupaten Sintang telah memberikan batasan-batasan dan aturan-aturan yang
harus dilakukan masyarakat apabila hendak membakar lahan untuk berladang. Batasan-
batasan atau aturan-aturan dalam peraturan ini ternyata bersinggungan dengan adat dan
kebiasaan yang selalu dilakukan oleh para petani khusunya masyarakat suku Dayak yang
mayoritas bekerja sebagai petani, sehingga mereka menolak dan merasa bahwa peraturan ini
telah melanggar hak-hak adat istiadat mereka.
Berdasarkan permasalahan di atas tulisan ini akan menguraikan dari sudut pandang
sosiologi pemerintahan dengan pendekatan konflik tentang bagaimana kebijakan dari
Pemerintah Kabupaten Sintang dalam bentuk Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2020
Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Sintang Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Tata Cara
Pembukaan Lahan Bagi Masyarakat di Kabupaten Sintang telah mengkriminalisasi adat dan
tradisi para petani di Kabupaten Sintang khususnya masyarakat suku Dayak yang mayoritas
bekerja sebagai petani.

Metode
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriftif. Metode analisis
dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis,
tidak semata-mata menguraikan, melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan
secukupnya. Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian kajian literatur dengan mencari
referensi teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Kajian literatur
adalah ringkasan tertulis mengenai artikel dari jurnal, buku, dan dokumen lain yang
mendeskripsikan pustaka ke dalam topik dan dokumen yang dibutuhkan (Creswell, 1998).
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari studi
literatur. Studi literatur sendiri merupakan suatu cara yang dipakai untuk menghimpun data-
data atau sumber-sumber yang berhubungan dengan topik dalam suatu penelitian. Data-data
yang telah diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif.
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan
kasus kebakaran hutan dan lahan di wilayah Kabupaten Sintang. Semua informasi yang
relevan akan diuraikan dengan pemahaman presfektif sosiologi pemerintahan secara khusus
melalui pendekatan konflik untuk menjelaskan bagaimana Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun
2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Sintang Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Tata
Cara Pembukaan Lahan Bagi Masyarakat di Kabupaten Sintang telah mengkriminalisasi adat
dan tradisi para petani di Kabupaten Sintang khususnya masyarakat suku Dayak yang
mayoritas bekerja sebagai petani.
Hasil
Penyebab Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan dan lahan “Karhutla” adalah salah satu peristiwa yang tidak bisa
terelakkan dan selalu terjadi di wilayah Provinsi Kalimantan Barat secara khusus di
Kabupaten Sintang. Kondisi tanah yang bergambut dan cara membuka lahan perkebunan
maupun pertanian dengan cara membakar lahan oleh masyarakat atau perusahaan dan
koperasi-koperasi besar yang ada di wilayah Kabupaten Sintang, menjadi salah satu faktor
yang menyebabkan kasus karhutla selalu terjadi setiap tahunya. Berdasarkan data yang
bersumber dari Manggala Agni Daerah Operasional Sintang, sebaran titik panas atau sebaran
sumber api yang mengakibatkan terjadinya karhutla di kabupaten sintang pada tahun 2016
sebanyak 284 titik, tahun 2017 sebanyak 144 dan tahun 2018 meningkat kembali dengan titik
panas sebanyak 238 titik. Kabupaten Sintang menjadi penyumbang titik sebaran panas
terbanyak dari tahun 2016-2018 yaitu 666 titik sebaran panas bila dibandigkan dengan tiga
kabupaten yang berada di dekatnya yaitu Kabupaten Melawi, Kabupaten Sanggau dan
Kabupaten Sekadau (Praja et al., 2020). Selanjutnya berdasrakan informasi dari Pusat Krisis
Kesehatan Kementerian RI, telah terjadi kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Sintang
sampai bulan Agustus 2019 mencapai kurang lebih 250 H (Kemenkes, 2019). Banyaknya
kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Kabupaten Sintang seringkali
dikaitkan dengan kegiatan petani tradisional di desa-desa yang membuka lahan untuk
berladang dengan cara dibakar. Padahal tradisi berladang yang dilakukan oleh para petani
tradisional di wilayah Kabupaten Sintang ini sudah berlangsung sejak lama jauh sebelum
peristiwa karhutla ini sering terjadi. Informasi yang dimuat oleh Wahana Lingkungan Hidup
Indonesia mengatakan bahwa titik api pada tahun 2017 lalu ditemukan juga pada perkebunan
sawit dan kebun kayu sebanyak 60 titik api (Wahana Lingkungan Hidup, 2017). Artinya
kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh masyarakat petani
tradisional saja tetapi juga disebabkan oleh pembukaan lahan perkebunan oleh perusahaan
dan koperasi-koperasi besar yang ada di wilayah Kabupaten Sintang.

Kebijakan Pemerintah Menangani Karhutla


Menindaklanjuti kasus kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di wilayah
Kabupaten Sintang, Pemerintah Kabupaten Sintang melalui Peraturan Bupati Nomor 31
Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Sintang Nomor 18 Tahun 2020
Tentang Tata Cara Pembukaan Lahan Bagi Masyarakat di Kabupaten Sintang telah
menetapkan aturan-aturan dalam tata cara pembukaan lahan secara terkendali guna
mengurangi kasus karhutla. Peraturan ini ternyata bersinggungan dengan adat dan tradisi
yang dilakukan oleh masyarakat petani tradisional karena beberapa aturan yang ada di perbub
ini tidak sesuai dengan tradisi yang selama ini dilakukan. Dalam halaman berita
senentangnews sepekan sebelum Peraturan Bupati Sintang No 31 Tahun 2020
disosialisasikan, Perbub yang mengatur tentang tata cara pembukaan lahan ini cukup
meresahkan para peladang. Mulai dari menyesalkan perumusannya yang tidak melibatkan
wakil para peladang, hingga ada wacana kegiatan unjuk rasa untuk menolak kebijakan ini
(Lucas, 2020).

Konflik Membela 6 Peladang di Pengadilan Negeri Sintang


Elemen masyarakat adat, ormas dan mahasiswa melakukan aksi di pengadilan negeri
Sintang untuk membela dan menuntut 6 orang petani yang terdakwa akibat dari membakar
lahan untuk berladang. Para petani ditangkap karena dianggap menyebabkan kabut asap dari
pembakaran lahan untuk berladang yang mereka lakukan. Petani yang berjumlah 6 orang itu
ditangkap oleh aparat dan kasusnya masuk sidang ke-2 di pengadilan negeri Sintang, padahal
para petani tersebut hanya membakar lahan miliknya kurang dari dua hektar, yang seharusnya
dalam undang-undang dan perda tentang kearifan lokal sudah diatur, bahwa membakar
ladang dibolehkan untuk petani tradisional. Aksi solidaritas elemen masyarakat ini tergabung
dalam Aliansi Solidaritas Anak Peladang dan yang paling menggemparkan hadirnya pasuka
Dayak dari Organisasi Tariu Borneo Bangkule Rajang, dengan nama Pasukan Merah
menghadiri aksi menggunakan atribut lengkap aksesoris dan Mandau serta tombak,
berkumpul di depan pengadilan negeri Sintang. Mereka meminta Pengadilan Negeri Sintang
supaya membebaskan ke 6 terdakwa yang merupakan petani tradisional dibebaskan tanpa
syarat. Sebelum melakukan aksi demo, pasukan merah melakukan ritual adat, didepan
gedung pengadilan negeri Sintang, dengan berbagai alat ritual adat, dan menyembelih ayam
sebagai symbol darah, setalah itu baru mereka menyampaikan orasi-orasi. Sementara di
dalam pengadilan negeri Sintang, ketika sidang perkara ke-6 terdakwa situasi dan kondisi,
dan juga untuk menjaga keamanan maka sidang diberhentikan dan perwakilan dari aksi
damai seperti ketua DAD Sintang, Sekjen MADN, dan para temenggung serta ketua ormas,
masuk kedalam untuk menjemput ke-6 orang petani tersebut sehingga dari hasil musyawarah
dan negosiasi maka ke-6 orang petani dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Sintang dangan
tanpa syarat (Victoria, 2019).
Pembahasan

Taliziduhu Ndraha mengartikan sosiologi pemerintahan adalah kajian tentang


pemenuhan kebutuhan rakyat akan jasa publik yang tidak di privatisasikan dan layanan civil
dilihat dari sudut proses sosial, istitusi sosial, perilaku sosial dan sistem nilai yang dianut oleh
suatu kelompok masyarakat. Menurut Mochtar Mas’oed dan Nasikum dalam Sosiologi
Politik, menguraikan lima prespektif atau pendekatan teoritis yang berkembang dalam
sosiologi politik. Oleh karena unit analisis Sosiologi Politik dan Sosiologi Pemerintahan
adalah sama yaitu masyarakat dan pemerintahan/negara maka pendekatan yang digunakan
relatif sama (Dewi, 2017). Lima pendekatan itu adalah sebagai berikut.

1. Pendekatan Stukturalis-fungsionalis
2. Pendekatan Konflik
3. Pendekatan Kelas
4. Pendekatan Elit
5. Pendekatan Pluralis

Dari kelima pendekatan yang digunakan oleh Sosiologi Pemerintahan dalam


menganalisis hubungan pemerintah dan masyarakat, pendekatan konflik lah yang digunakan
untuk menjelaskan bagaimana kebijakan pemerintah tentang tata cara pembukaan lahan
pertanian telah mengkriminalisasi tradisi berladang masyarakat petani tradisional di wilayah
Kabupaten Sintang. Salah satu tokoh dalam pendekatan konflik yaitu Dahrendrof meyakini
bahwa posisi yang ada dalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan dengan intensitas
berbeda-beda. Otoritas tidak terletak dalam individu, tetapi dalam posisi, sehingga tidak
bersifat statis. Dahrendof menganggap bahwa bentuk konflik terjadi karena adanya kelompok
yang berkuasa atau dominasi domination dan yang dikuasai submission, maka jelas ada dua
sistem kelas sosial yaitu mereka yang berperan serta dalam struktur kekuasaan melalui
penguasaan dan mereka yang tidak berpartisipasi melalui penundukan (Banks & Dahrendorf,
1960).

Konflik yang terjadi pada aksi demo menuntut pembebasan 6 orang petani tradisional
yang tejerat kasus pembakaran lahan antara kelompok Solidaritas Elemen Masyarakat yang
ada di Kabupaten Sintang dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang jika merujuk pada
teori otoritas Dahrendrof, maka Pemerintah Kabupaten Sintang merupakan pihak yang
memegang otoritas dan kelompok Solidaritas Elemen Masyarakat yang tergabung dalam
Aliansi Solidaritas Anak Peladang dan Pasukan Merah adalah pihak yang tidak memegang
otoritas. Melalui Peraturan Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Bupati Sintang Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pembukaan Lahan Bagi
Masyarakat di Kabupaten Sintang, pemerintah sebagai pemegang otoritas ingin memaksa
kebiasaan atau tradisi berladang yang secara turun temurun telah dilakukan oleh petani
tradisional di wilayah Kabupaten Sintang untuk sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam
kebijakan tersebut, meskipun pada kenyataannya tradisi dengan aturan-aturan dalam
kebijakan itu berbeda. Pemberlakuan Kebijakan tata cara pembukaan lahan yang memaksa
masyarakat petani tradisional untuk mengikuti kebijakan tersebut menjadi alasan terjadinya
kriminalisasi tradisi berladang yang selama ini telah dilakukan secara turun temurun oleh
masyarakat petani tradisional di wilayah Kabupaten Sintang.

Adapun Poin-poin kebijakan dalam Peraturan Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun


2020 adalah sebagai berikut.
a. Pemerintah desa diwajibkan mendata masyarakat petani yang akan membuka lahan
berladang dengan cara membakar lahan.
b. Lahan yang hendak dibakar oleh petani tidak boleh lebih dari 2 hektar dan lahan hanya
digunakan untuk jenis tanaman varietas lokal.
c. Pemerintah desa diwajibkan untuk mengatur jadwal pembakaran lahan yang digunakan
oleh para petani untuk berladang dan dalam satu hari di satu desa pembakaran lahan
tidak boleh melebihi 20 hektar.

Berdasarkan point-point yang memuat aturan tentang tata cara berladang dalam
Peraturan Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2020 ternyata bersinggungan dengan tradisi
para petani tradisional dalam berladang. Jadwal membakar lahan untuk berladang tidak bisa
ditentukan sesuka hati oleh pemerintah dengan alasan tidak boleh membakar lebih dari 20
hektar perhari, karena masyarakat petani juga membakar lahan sesuai dengan keadaan cuaca
yang sudah ditentukan. Biasanya petani mulai membakar pada musim kemarau, sementara
dengan adanya kebijakan ini banyaknya masyarakat yang memang mayoritas petani harus
melakukan pembakaran lahan secara bergantian agar tidak melebihi batas yang sudah
ditentukan. Hal ini bisa memperlambat proses pembakaran lahan untuk berladang, sehingga
kalau sudah masuk musim hujan maka akan terancam gagal. Para petani juga akan
memaksimalkan luas lahan yang dimiki untuk berladang, hal ini dilakukan untuk mencukupi
kebutuhan beras dalam satu tahun yang akan datang sebelum membuka ladang kembali.
Masyarakat biasanya membuka lahan untuk berladang hanya satu kali dalam setahun. Oleh
sebab itu, akan sangat sulit untuk membatasi masyarakat dengan peraturan tidak boleh
membuka lahan lebih dari 2 hektar.
Masyarakat di desa-desa yang ada di Kabupaten Sintang yang mayoritas bekerja
sebagai petani tentu memprotes kebijakan ini karena dianggap telah menghalangi tradisi yang
dilakukan masyarakat secara turun-temurun dalam berladang yaitu dengan cara membakar
lahan untuk membuka lahan berladang mereka. Mayoritas suku dayak yang ada di desa-desa
Kabupaten Sintang membakar lahan untuk berladang karena dapat mempermudah
membersihkan ladang dan menghilangkan zat asam yang ada dalam tanah, sehingga tanaman
padi bisa tetap subur tanpa pemberian pupuk.
Keresahan masyarakat petani tradisional di wilayah Kabupaten Sintang atas berlaku
nya kebijakan pemerintah tentang tata cara pembukaan lahan dan terjadinya kasus
penangkapan 6 orang petani tradisional oleh aparat yang hendak diproses secara hukum di
Pengadilan Negeri Sintang akhirnya memicu konflik antara kelompok masyarakat petani
tradisional didukung oleh kelompok Solidaritas Elemen Masyarakat yang tergabung dalam
Aliansi Solidaritas Anak Peladang dan Pasukan merah dengan kelompok Pemerintah
Kabupaten Sintang. Masyarakat petani tradisional didukung oleh kelompok Solidaritas
Elemen Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Anak Peladang dan Pasukan
merah menuntut kepada Pengadilan Negeri Sintang supaya 6 orang peladang yang ditangkap
oleh aparat sebagai tersangka penyebab kebakaran hutan dan lahan untuk dibebaskan tanpa
syarat karena ke 6 orang peladang tersebut mereka anggap tidak bersalah dan tidak
melanggar peraturan tentang tata cara pembukaan lahan, sementara disisi lain persidangan
masih tetap ingin dialnjutkan. Situasi inilah yang kemudian memicu kemarahan oleh
kelompok masyarakat petani tradisional didukung oleh kelompok Solidaritas Elemen
Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Anak Peladang dan Pasukan merah
kepada kelompok Pemerintah Kabupaten Sintang karena dianggap tidak mendukung para
petani tradisional dalam memperjuangkan hak-hak dan tradisi mereka.
Kesimpulan
Banyaknya kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Kabupaten
Sintang seringkali dikaitkan dengan kegiatan petani tradisional di desa-desa yang membuka
lahan untuk berladang dengan cara dibakar, padahal kasus kebakaran hutan dan lahan yang
terjadi tidak hanya disebabkan oleh masyarakat petani tradisional saja tetapi juga disebabkan
oleh pembukaan lahan perkebunan oleh perusahaan dan koperasi-koperasi besar yang ada di
wilayah Kabupaten Sintang.
Menindaklanjuti kasus kebakaran hutan dan lahan yang sering terjadi di wilayah
Kabupaten Sintang, Pemerintah Kabupaten Sintang melalui Peraturan Bupati Nomor 31
Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Sintang Nomor 18 Tahun 2020
Tentang Tata Cara Pembukaan Lahan Bagi Masyarakat di Kabupaten Sintang telah
menetapkan aturan-aturan dalam tata cara pembukaan lahan secara terkendali guna
mengurangi kasus karhutla. Peraturan ini ternyata bersinggungan dengan adat dan tradisi
yang dilakukan oleh masyarakat petani tradisional karena beberapa aturan yang ada di perbub
ini tidak sesuai dengan tradisi yang selama ini dilakukan.
Keresahan masyarakat petani tradisional di wilayah Kabupaten Sintang atas berlaku
nya kebijakan pemerintah tentang tata cara pembukaan lahan dan terjadinya kasus
penangkapan 6 orang petani tradisional oleh aparat yang hendak diproses secara hukum di
Pengadilan Negeri Sintang akhirnya memicu konflik antara kelompok masyarakat petani
tradisional didukung oleh kelompok Solidaritas Elemen Masyarakat yang tergabung dalam
Aliansi Solidaritas Anak Peladang dan Pasukan merah dengan kelompok Pemerintah
Kabupaten Sintang. Masyarakat petani tradisional didukung oleh kelompok Solidaritas
Elemen Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Anak Peladang dan Pasukan
merah menuntut kepada Pengadilan Negeri Sintang supaya 6 orang peladang yang ditangkap
oleh aparat sebagai tersangka penyebab kebakaran hutan dan lahan untuk dibebaskan tanpa
syarat karena ke 6 orang peladang tersebut mereka anggap tidak bersalah dan tidak
melanggar peraturan tentang tata cara pembukaan lahan, sementara disisi lain persidangan
masih tetap ingin dialnjutkan. Situasi inilah yang kemudian memicu kemarahan oleh
kelompok masyarakat petani tradisional didukung oleh kelompok Solidaritas Elemen
Masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas Anak Peladang dan Pasukan merah
kepada kelompok Pemerintah Kabupaten Sintang karena dianggap tidak mendukung para
petani tradisional dalam memperjuangkan hak-hak dan tradisi mereka.
Konflik yang terjadi pada aksi demo menuntut pembebasan 6 orang petani tradisional
yang tejerat kasus pembakaran lahan antara kelompok Solidaritas Elemen Masyarakat yang
ada di Kabupaten Sintang dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sintang jika merujuk pada
teori otoritas Dahrendrof, maka Pemerintah Kabupaten Sintang merupakan pihak yang
memegang otoritas dan kelompok Solidaritas Elemen Masyarakat yang tergabung dalam
Aliansi Solidaritas Anak Peladang dan Pasukan Merah adalah pihak yang tidak memegang
otoritas. Melalui Peraturan Peraturan Bupati Nomor 31 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Bupati Sintang Nomor 18 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Pembukaan Lahan Bagi
Masyarakat di Kabupaten Sintang, pemerintah sebagai pemegang otoritas ingin memaksa
kebiasaan atau tradisi berladang yang secara turun temurun telah dilakukan oleh petani
tradisional di wilayah Kabupaten Sintang untuk sesuai dengan aturan-aturan yang ada dalam
kebijakan tersebut, meskipun pada kenyataannya tradisi dengan aturan-aturan dalam
kebijakan itu berbeda. Pemberlakuan Kebijakan tata cara pembukaan lahan yang memaksa
masyarakat petani tradisional untuk mengikuti kebijakan tersebut menjadi alasan terjadinya
kriminalisasi tradisi berladang yang selama ini telah dilakukan secara turun temurun oleh
masyarakat petani tradisional di wilayah Kabupaten Sintang.

Ucapan Terima Kasih


Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
lah penulis dapat menyelasikan tulisan yang bertema “Kriminalisasi Tradisi Berladang
Masyarakat Lokal dengan Kebijakan Tata Cara Pembukaan Lahan”. Penulis juga berterima
kasih kepada dosen Mata Kuliah Sosiologi & Ekonomi Politik, Program Magister STPMD
APMD Yogyakarta yaitu Bapak Dr. Sugiyanto & Dr. Istiana Hermawati, M.Sos yang telah
membimbing dan mengajari penulis dalam banyak hal berkaitan dengan mata kuliah tersebut.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun kemampuan penulis untuk membuat
sebuah karya ilmiah yang benar dan berguna bagi banyak orang.

Yogyakarta, 19 Juli 2023

Penulis
Daftar Pustaka

Banks, J. A., & Dahrendorf, R. (1960). Class and Class Conflict in Industrial Society. The British
Journal of Sociology, 11(2), 174. https://doi.org/10.2307/587428
Creswell, J. W. (1998). Qualitatif Inquiry and Research Desing. Sage Publications.
Dewi, S. F. (2017). Sosisologi Politik. http://repository.unp.ac.id/15814/1/susi_fitria.pdf
Kemenkes. (2019). Kebakaran-Hutan-dan-Lahan di SINTANG, KALIMANTAN-BARAT, 01-09-
2019. Kemkes.Go.Id. https://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/Kebakaran-Hutan-dan-Lahan-
di-SINTANG-KALIMANTAN-BARAT-01-09-2019-74
Lucas, K. (2020). Askiman sosialisasikan Perbub Nomor 31 Tahun 2020 terkait tata cara pembukaan
lahan. Senentangnews.Com. sepekan sebelum Peraturan Bupati Sintang No 31 Tahun 2020
disosialisasikan, Perbub yang mengatur tentang tata cara pembukaan lahan ini cukup
meresahkan para peladang. Mulai dari menyesalkan perumusannya yang tidak melibatkan wakil
para peladang, hingga ada wacana kegiatan unjuk rasa untuk menolak kebijakan ini
Praja, S. J., Rumbekwan, M., & Nuperando, R. (2020). Implemantasi Kebijakan Tata Cara
Pembukaan Lahan Bagi Masyarakat Dalam Penanganan Kebakaran Hutan Dan Lahan (Karhutla)
Di Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Pembangunan Pemberdayaan
Pemerintahan, 05–02, 169–184.
Victoria, T. (2019). Pasukan Merah Kawal Kasus Bakar Ladang Di PN Sintang, 6 Peladang Bebas.
Kapuasrayatoday.Com. https://www.kapuasrayatoday.com/2019/11/pasukan-merah-kawal-
kasus-bakar-ladang.html
Wahana Lingkungan Hidup. (2017). Pantauan Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat
Rentang waktu 24 Juli-7 Agustus 2017. Wahli.or.Id. Pantauan Kebakaran hutan dan lahan di
Kalimantan Barat Rentang waktu 24 Juli-7 Agustus 2017

Anda mungkin juga menyukai